Anda di halaman 1dari 31

Stroke Iskemik pada Lansia

Eifraimdio Paisthalozie
10-2011-384
Kelompok E7





Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi :
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : eternaldoom_10@yahoo.co.id
Tahun Ajaran 2011/2012
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Stroke, bukanlah suatu istilah yang familiar akhir-akhir ini, begitu banyak orang
di Indonesia, bahkan di dunia sudah mulai mencoba untuk mengenali jenis
penyakit yang satu ini. Ketenaran stroke bisa jadi disebabkan oleh karena betapa
berbahayanya penyakit ini pada pasien-pasien yang sudah terdiagnosis stroke.
Stroke sudah menjadi penyebab kematian nomor 3 di negara-negara berkembang
(setelah penyakit jantung dan kanker). Penyakit ini merupakan penyakit yang
menyerang otak (bukan jantung) dan disebabkan oleh karena blokade atau
rupturnya suplai darah yang sangat esensial untuk keberlangsung sel-sel otak.
Transient Ischemic Attack atau TIA seringkali disebut pula sebagai mini-stroke
merupakan peringatan besar untuk terjadinya stroke di kemudian hari dan harus
ditanggapi secara serius. Walaupun stroke dapat menyerang seluruh kelompok
usia, namun penyakit ini memang lebih sering ditemukan pada usia tua. Stroke
mengenai setidaknya 1 dari 600 pasien per tahun dan sekitar 5% populasi berusia
di atas 65 tahun mengalami stroke. Pada 85% kasus, penyebabnya iskemik, 10%
disebabkan oleh perdarahan intraserebral, dan sisanya sebanyak 5% disebabkan
oleh perdarahan subaraknoid. Stroke telah berhasil menjadi penyebab dari 12%
kematian di negara industri. Oleh karena itu, pengenalan dini terhadap gejala
stroke, dan evaluasi tanda-tanda awal serangan sangat penting untuk dapat
mencegah serangan dan meminimalisir efek yang ditimbulkan pasca serangan
stroke.
1,2

1.2 Rumusan Masalah
Seorang laki-laki berusia 62 tahun merasa lengan dan tungkai kanannya lemah
sejak 3 hari yang lalu, bicara mulai pelo secara tiba-tiba. Sejak kemarin pagi,
lengan dan tungkai kanannya sama sekali tak bisa digerakkan dan pasien tidak
bisa bicara. Mulai semalam, pasien nampak tidur terus, tak bisa dibangunkan,
tidak bisa makan maupun minum. Pasien memiliki riwayat DM dan hipertensi
yang jarang dikontrol dengan tekanan darah mencapai 180/90 mmHg.
1.3 Hipotesis
Laki-laki tersebut menderita stroke disertai dengan hipertensi derajat 2.
1.4 Tujuan
3

Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan stroke, dimulai dari cara-cara
mendiagnosis stroke beserta dengan aturan tatalaksana yang tepat untuk pasien
yang diduga mengalami stroke.






























4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anamnesis
Serangan stroke seringkali terjadi secara mendadak, dan dicerminkan dengan
defisit neurologis akibat gangguan suplai darah ke sistem saraf pusat. Stroke
secara umum dapat terjadi akibat perdarahan atau akibat tromboemboli. Apabila
defisit neurologis yang terjadi hilang sepenuhnya dalam 24 jam, pertimbangkan
TIA yang merupakan tanda dini dari serangan stroke terutama stroke tipe iskemik.
Anamnesis dilakukan terutama untuk menggali informasi seputar gejala yang
terjadi dan apakah pasien sudah mengalami TIA sebelumnya. Beberapa gejala
TIA yang perlu ditanyakan pada pasien, antara lain:
Kelemahan pada tungkai atau lengan di sisi kiri atau kanan
Kesulitan berbicara, tidak sefasih biasanya
Kesulitan berjalan akibat tungkai yang lemah atau karena adanya
gangguan keseimbangan
Penderita seperti orang kebingungan tanpa sebab yang jelas
Tiba-tiba tidak dapat melihat pada salah satu atau kedua matanya
Penderita merasakan nyeri kepala yang sangat kuat
Hal-hal penting yang sebaiknya ditanyakan pada pasien yang diduga mengalami
stroke, antara lain:
Apakah gejala yang muncul bersifat mendadak?
Apakah gejala yang terjadi mencakup rasa lemas, baal, diplopia, disfasia,
atau jatuh?
Adakah gejala penyerta seperti nyeri kepala, mual, muntah atau kejang?
Apakah pasien pernah mengalami jatuh atau trauma kepala sebelumnya?
(untuk mencari tahu apakah terjadi hematoma subdural/ekstradural)
5

Sejauh mana disabilitas yang terjadi dan apakah ada efek pada gangguan
fungsi sehari-hari?
Kapan pertama kali terjadi defisit neurologis dan apakah defisit terjadi
secara mendadak atau justru bertahap?
Apakah pasien memiliki faktor risiko stroke? (kebiasaan merokok,
alkohol, penyalahgunaan narkotika, riwayat hipertensi dan diabetes
mellitus)
Apakah serangan stroke terjadi saat beristirahat atau justru saat
beraktivitas? (stroke hemoragik seringkali muncul saat penderita
beraktivitas, sedangkan stroke tipe tromboemboli seringkali terjadi saat
penderita beristirahat atau setelah bangun tidur)
Apakah ada anggota keluarga lain yang menderita stroke sebelumnya?
3,4

2.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien stroke dilakukan dengan tujuan untuk:
Mendeteksi penyebab ekstrakranial dari gejala stroke
Membedakan stroke dengan penyakit yang menyerupai stroke
Hasil pemeriksaan digunakan untuk perbandingan derajat defisit pada
pasien di kemudian hari
Melokalisasi lesi
Mengidentifikasi ko-morbiditas
Mengindentifikasi kondisi yang dapat mempengaruhi keputusan terapi,
seperti trauma, perdarahan aktif, dan infeksi yang sedang aktif
Pemeriksaan fisik yang dilakukan harus dapat mewakili seluruh sistem organ
mayor, dimulai dengan memeriksa jalur napas, pernapasan dan sirkulasi pasien
serta tanda vital. Pasien dengan kesadaran yang menurun perlu secepatnya
dilakukan pemeriksaan jalur napas, untuk mengetahui apakah jalur napas pasien
masih baik. Pasien dengan stroke, terutama yang tipe hemoragik dapat mengalami
perburukan klinis yang cepat. Stroke iskemik, kecuali menyerang batang otak,
biasanya tidak menyebabkan masalah yang bersifat darurat, sebaliknya pasien
6

stroke perdarahan intraserebral maupun subaraknoid umumnya memerlukan
intervensi proteksi jalur napas dan ventilasi bantuan.
5

Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk pasien stroke, antara lain:
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan kesadaran umum penderita dan
tanda-tanda vital pasien, yaitu denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan pasien. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
pasien juga sebelumnya memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol yang
ditandai dengan tekanan darah yang tinggi. Penilaian kesadaran penderita stroke
didasarkan pada Glasgow Coma Scale. Aspek penilaian GCS terdiri dari tiga
komponen utama, yaitu kesadaran penderita, orientasi penderita terhadap
lingkungan sekitarnya, serta kemampuan penderita mengikuti perintah dokter.
Penilaian GCS ini selanjutnya dilakukan dengan sistem skoring, yakni dengan
rentang skor antara 3-15. Melalui penilaian skoring GCS ini, maka penderita dapat
dikategorikan dalam 3 kelompok kesadaran:
Sadar dan orientasi terhadap lingkungan sekitarnya baik serta dapat
mengikuti perintah dokter dengan baik, skornya ialah 15 yang
merupakan skor tertinggi dari GCS.
Somnolen, sopor, sopor-koma (mengantuk hingga koma), ditandai
dengan rentang skor antara 4-14.
Koma (pasien tidak sadarkan diri), ditandai dengan skor terendah
yaitu 3.
Penilaian kesadaran ini sekaligus untuk dapat membantu klinisi untuk
membedakan jenis stroke. Penderita stroke tipe perdarahan biasa datang dengan
penurunan tingkat kesadaran yang lebih nyata, dari mengantuk hingga koma.
Sebaliknya penderita stroke tipe infark, baik oleh karena tromboemboli atau
karena aterotrombotik biasanya datang dengan kondisi tetap sadar.
Pemeriksaan denyut nadi bertujuan untuk menilai apakah ada kemungkinan
aterosklerosis pada arteri, ketidakteraturan denyut nadi biasanya dikaitkan dengan
gangguan irama jantung atau aritmia yang berpotensi untuk mencetuskan serangan
7

stroke iskemik tipe tromboemboli. Pemeriksaan tekanan darah seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, berguna untuk menilai adanya hipertensi sebagai salah
satu faktor risiko terjadinya stroke. Namun, hal yang perlu diperhatikan ialah
adanya peningkatan darah sesaat setelah terjadinya stroke tipe perdarahan, yang
disebut sebagai hipertensi freaktif. Hipertensi reaktif ini merupakan bentuk
kompensasi tubuh untuk menjaga agar pasokan oksigen, glukosa dan berbagai
nutrisi penting bagi otak tetap optimal pasca serangan stroke.
4

Pemeriksaan Leher, Kepala, Jantung dan Ekstremitas
Pemeriksaan kepala dan leher secara teliti bersifat penting. Kontusio, laserasi
dan deformitas dapat mengindikasikan adanya trauma sebagai etiologi dari gejala
yang dialami oleh pasien. Auskultasi dari leher dapat mendeteksi adanya bruit,
yang mengindikasikan adanya kelainan pada karotid sebagai penyebab stroke.
Aritmia jantung, seperti atrial fibrilasi umum ditemukan pada pasien dengan
stroke. Stroke juga dapat muncul dengan ikut menemani beberapa kondisi akut
jantung lainnya seperti infark miokard akut dan gagal jantung akut, oleh karena itu
pemeriksaan auskultasi untuk mendengarkan murmur dan gallop sebaiknya
dilakukan.
Diseksi karotis atau vertebrobasiler, dan yang lebih jarang lagi yaitu diseksi
aorta thorasika dapat menjadi penyebab stroke iskemik. Tekanan darah atau
denyut nadi yang tidak sama (unequal) pada ekstremitas dapat mencerminkan
keberadaan diseksi aorta.
5

Pemeriksaan Fungsi Saraf Pusat / Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan fungsi SSP ini ditujukan untuk menentukan gangguan saraf yang
terjadi, mengetahui lokasi kerusakan saraf dan memperkirakan terapi yang akan
dijalankan nantinya oleh pasien. Sebagai contoh, apabila penderita stroke
mengalami gangguan fungsi kognitif, misalnya kehilangan kemampuan
menghitung angka-angka yang sederhana, maka lokasi kerusakan sarafnya berada
di daerah korteks otak, yang bisa jadi disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah
dari arteri karotis interna. Jika penderita mengalami gangguan keseimbangan,
yakni tidak mampu mempertahankan posisi tubuh ketika berdiri atau gangguan
koordinasi ketika berjalan, kondisi ini mungkin disebabkan oleh gangguan fungsi
otak kecil atau gangguan sirkulasi pada daerah kapsula interna.

8

Pemeriksaan neurologis lain yang patut dilakukan antara lain pemeriksaan
saraf kranialis, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi otak kecil, gait, refleks
tendon dalam, fungsi bahasa serta status mental. Kesemua hal ini dianjurkan untuk
dilakukan sebagai acuan untuk melengkapi data yang didapatkan dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik secara umum.
4,5
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
Skala ini merupakan alat yang berguna untuk menilai secara kuantitas
kerusakan neurologis yang terjadi. NIHSS menjadikan pemeriksa secara cepat
dapat menentukan tingkat keparahan dan lokasi paling mungkin dari stroke.
NIHSS ini berfokus pada keenam area mayor dari pemeriksaan neurologis, yaitu:
Tingkat kesadaran
Fungsi visual
Fungsi motorik
Sensasi
Fungsi otak kecil
Bahasa
NIHSS memiliki skala yang berjumlah 42 poin. Pasien dengan stroke ringan
umumnya memiliki skor kurang dari 5. Skor NIHSS yang lebih dari 10
berkorelasi erat dengan sekitar 80% kejadian oklusi pada pembuluh darah
proksimal. Stroke ringan memiliki rentang skor dari 1-4, stroke sedang
memiliki rentang skor dari 5-15, stroke sedang-berat memiliki rentang skor
16-20, stroke berat memiliki rentang skor 21-42. Berikut ialah skala dari
NIHSS:
5


Category Description Score
1a level of consciousness (LOC) Alert



Drowsy



Stuporous

0



1



2

9



Coma




3


1b LOC questions (month, age) Answers both correctly



Answers 1 correctly



Incorrect on both


0



1



2


1c LOC commands (open and close eyes,



grip and release nonparetic hand)


Obeys both correctly



Obeys 1 correctly



Incorrect on both


0



1



2


2 Best gaze (follow finger) Normal



Partial gaze palsy



Forced deviation


0



1



2


3 Best visual (visual fields) No visual loss



Partial hemianopia



Complete hemianopia

0



1



2

10



Bilateral hemianopia




3


4 Facial palsy (show teeth, raise brows,



squeeze eyes shut)


Normal



Minor



Partial



Complete


0



1



2



3


5 Motor arm left* (raise 90, hold 10 seconds) No drift



Drift



Cannot resist gravity



No effort against gravity



No movement


0



1



2



3



4


6 Motor arm right* (raise 90, hold 10 seconds) No drift



Drift



Cannot resist gravity


0



1



2


11


No effort against gravity



No movement



3



4


7 Motor leg left* (raise 30, hold 5 seconds) No drift



Drift



Cannot resist gravity



No effort against gravity



No movement


0



1



2



3



4


8 Motor leg right* (raise 30, hold 5 seconds) No drift



Drift



Cannot resist gravity



No effort against gravity



No movement


0



1



2



3



4


9 Limb ataxia (finger-nose, heel-shin) Absent



0



12

Present in 1 limb



Present in 2 limbs


1



2


10 Sensory (pinprick to face, arm, leg) Normal



Partial loss



Severe loss


0



1



2


11 Extinction/neglect (double simultaneous testing) No neglect



Partial neglect



Complete neglect


0



1



2


12 Dysarthria (speech clarity to "mama,



baseball, huckleberry, tip-top, fifty-fifty")


Normal articulation



Mild to moderate dysarthria



Near to unintelligible or worse


0



1



2


13 Best language** (name items,



describe pictures)


No aphasia



Mild to moderate aphasia



0



1



13

Severe aphasia



Mute


2



3


Total - 0-42
Tabel 1. National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
5

2.3 Diagnosis
Working Diagnosis
Working diagnosis atau diagnosis kerja saya ialah stroke iskemik et causa trombus
dengan disertai hipertensi derajat 2.
Stroke iskemik et causa trombus
Stroke iskemik et causa trombus atau dapat pula disebut sebagai stroke
trombotik ialah jenis stroke yang terjadi akibat oklusi aliran darah,
biasanya disebabkan oleh karena aterosklerosis berat. Seringkali, pada
individu yang mengalami trombotik stroke, mengalami satu atau lebih
serangan iskemik sementara (transient ischemic attack atau TIA) sebelum
stroke trombotik yang sebenarnya menyerang. TIA sendiri merupakan
gangguan fungsi otak singkat yang bersifat reversibel akibat hipoksia
serebral. TIA mungkin dapat terjadi ketika pembuluh darah yang
aterosklerotik mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak
meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi oleh karena keberadaan
plak aterosklerotik yang berat. TIA berlangsung kurang dari 24 jam,
sedangkan stroke trombotik yang sebenarnya terjadi lebih dari 24 jam. Hal
inilah yang membedakan dan perlu pengenalan lebih lanjut. TIA
selanjutnya akan berkembang menjadi stroke trombotik, dan dikatakan
dalam periode ini disebut sebagai stroke in evolution. Pada akhir periode
tersebut, individu dikatakan sudah mengalami stroke lengkap (completed
stroke).
14

Stroke trombotik dikatakan melibatkan beberapa proses utama untuk dapat
terjadi, yang mencakup cidera dan hilangnya sel endotelial, sehingga
kehilangan sel endotelial ini menyebabkan terbukanya pajanan terhadap
lapisan subendotelium dan selanjutnya berakhir pada pengaktifan keping-
keping darah oleh lapisan subendotelium., aktivasi dari kaskade
pembekuan, inhbisi dari fibirinolisis, dan stasis darah. Stroke trombotik
sudah sejak lama dikaitkan dengan rupturnya plak aterosklerotik. Stenosis
dari arterial selanjutnya menyebabkan aliran darah yang turbulen, yang
dapat menyebabkan pembentukan trombus; aterosklerosis (plak yang
ulseratif) dan platelet adherence. Kesemuanya ini menyebabkan
pembentukan dari bekuan darah yang mengembolisasi maupun
mengoklusi arteri. Aterosklerosis intrakranial dapat menjadi penyebab dari
stroke trombotik pada pasien dengan aterosklerosis yang luas. Pada pasien
yang lebih muda, harus dipikirkan penyebab lain dari trombus, yaitu antara
lain keadaan hiperkoagulabilitas, penyakit sickle-cell, displasia
fibromuskular, diseksi aorta, dan vasokonstriksi akibat substance abuse
mis: kokain, amfetamin.
5-7

Aterosklerosis cenderung untuk terjadi pada area dengan aliran darah
yang berkurang, seperti pada aspek posterior dari arteri bulbus karotis. Hal
ini seringkali mengenai pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial
yang besar. Setidaknya, sekitar 80% stroke iskemik terjadi pada sirkulasi
karotis atau anterior dan 20% pada sirkulasi posterior atau vertebrobasiler.
Embolisasi dan formasi trombus in-situ pada stroke trombotik
dicetuskan oleh stenosis arterial yang sudah ada sebelumnya. Embolisme
arteri ke arteri atau rendahanya aliran darah ke otak menjadi mekanisme
umum dari kejadian iskemik pada otak. Trombosis in situ sering terjadi
pada arteri karotis proksimal, arteri vertebral distal, dan arteri basiler.
8
Manifestasi klinis
Pada TIA, proses pemulihan berlangsung cepat. Apabila terjadi
iskemia di area karotis, maka gejala umum yang sering terjadi ialah
kelemahan dan rasa berat dari lengan kontralateral, kaki atau wajah, dapat
tunggal ataupun kombinasi ketiganya. Kelumpuhan atau parestesia dapat
menjadi manifestasi satu-satunya atau mungkin ditemani dengan defisit
motorik. Terdapat pergerakan pasien yang melambat, disfasia, dan
15

kehilangan penglihatan monokular pada mata kontralateral dengan
ekstremitas yang terkena. Selama serangan, pemeriksaan dapat
menunjukkan adanya kelemahan flasid, perubahan sensorik, hiperefleksia,
disfasia atau kombinasi dari kesemuanya. Adanya bruit pada karotis atau
pada area jantung dapat menunjukkan penyebab dari gejala ini. Bila
iskemia terjadi pada area vertebrobasiler dapat dicirikan dengan vertigo,
ataksia, diplopia, disartria, penglihatan yang kabur, kelumpuhan sekitar
bibir. Drop attacks yang dikarenakan kelemahan kaki bilateral tanpa sakit
kepala dan kehilangan kesadaran dapat terjadi kadang dikaitkan dengan
pergerakan kepala. Risiko stroke lebih besar pada pasien dengan TIA yang
berusia lebih dari 60 tahun, pada pasien DM, atau pada pasien yang sudah
pernah mengalami TIA sebelumnya dengan gejala kelemahan, gangguan
bicara, dan gangguan jalan.
Trombus yang mengoklusi pembuluh darah besar di otak dapat
berakhir pada infark serebral, gejala yang timbul tergantung pada
pembuluh darah mana yang mengalami oklusi. Iskemia serebral akan
memicu pelepasan dari peptida eksitatorik dan neuropeptida lain yang
dapat menambah fluks kalsium ke dalam neuron yang akan menyebabkan
sel neuron mati dan menambah defisit neurologis. Apabila obstruksi yang
berkepanjangan terjadi pada sirkulasi karotis, maka pasien dapat
mengeluhkan beberapa jenis gejala.
Oklusi dari arteri oftalmika mungkin dapat tidak bergejala, mungkin
karena kolateral orbital yang banyak, namun obstruksi yang kian lama
dapat berujung pada amaurosis fugax kehilangan penglihatan yang tiba-
tiba dan singkat pada satu mata.
Oklusi dari arteri serebral anterior bagian distal terhadap arteri
komunikans anterior dapat menyebabkan gangguan fungsi dari lobus
frontal yaitu kelemahan dan hilangnya respon sensoris pada kaki
kontralateral dan kadang kelemahan ringan di lengan, apraksia gait, status
mental yang berubah, refleks primitif, perseverasi, gangguan penilaian,
inkontinensia urin dan disinhibisi.
Oklusi dari arter serebri media dapat menyebabkan hemiplegia
kontralateral, hemiparesis kontralateral, hemisensory loss, dan
homonymous hemianopia (kehilangan secara bilateral dan simetris dari
16

setengah lapang pandang), dengan mata yang berdeviasi ke arah lesi,
agnosia, afasia reseptif atau ekspresif, kelemahan pada lengan dan tangan
biasanya lebih buruk dibanding pada ekstremitas bawah.
Oklusi yang terjadi di arteri serebral posterior menunjukkan gejala
yang berhubungan dengan penglihatan dan pemikiran yaitu kontralateral
homonymous hemianopsia, kebutaan kortikal, agnosia visual, gangguan
memori dan status mental yang berubah.
Lain halnya dengan oklusi yang terjadi pada sirkulasi verterobasiler
yang biasanya sulit untuk dilokalisir, oleh karena dapat menyebabkan
gejala klinis yang luas yang berkaitan dengan saraf kranialis, otak kecil
dan defisit batang otak, yang meliputi vertigo, nistagmus, diplopia, defisit
lapang padang, disfagia, disartria, hipestesia wajah, sinkop, gangguan
sensoris pada seluruh ekstremitas, mual-muntah dan ataksia.
5,7

Differential Diagnosis
Differential diagnosis atau diagnosis banding saya untuk kasus ini ialah
Stroke iskemik et causa emboli
Stroke iskemik et causa emboli atau stroke embolik ialah stroke yang
berkembang setelah oklusi arteri akibat embolus yang terbentuk di luar
otak. Sumber umum embolus yang menyebabkan stroke adalah jantung
setelah kejadian infark miokardium atau fibrilasi atrium, dan embolus yang
merusak arteri karotis komunis atau aorta. Stroke embolik sering juga
disebut sebagai stroke kardioembolik dikarenakan sumber emboli terutama
berasal dari jantung, stroke kardioemboli ini setidaknya bertanggung
jawab untuk lebih dari 20% kasus stroke akut. Emboli dapat muncul dari
jantung, dari arteri ekstrakranial, meliputi arkus aorta. Sumber emboli
kardiogenik, dapat oleh karena trombi valvular (pada pasien mitral stenosis
atau endokarditis atau dikarenakan penggunaan katup prostetik), mural
trombi (pada pasien infark miokard, fibrilasi atrium, dilated
cardiomyopathy atau pada pasien gagal jantung kongestif yang berat),
pasien rheumatic heart disease, dan pada pasien atrial myxoma. Emboli
kadang dapat terlihat pada arteri di retina. Emboli ini kadang berlabuh di
area artero serebri media, seringkali berukuran besar, dan memiliki
17

outcome yang paling buruk. Stroke emboli cenderung untuk memiliki
onset yang mendadak dan pada neuroimaging dapat didemonstrasikan
adanya infark sebelumnya pada beberapa area vaskuler atau dapat
menunjukkan adanya emboli yang terkalsifikasi.
5-7

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada stroke emboli kurang lebih
menunjukkan gejala yang sama dengan stroke trombotik, perbedaan
terdapat pada etiologi dan beberapa gejala spesifik, bila pada stroke
trombotik seringkali didapatkan adanya hipertensi pada pasien, pada stroke
emboli justru tekanan darah pasien cenderung normal. Gejala yang terjadi
pada stroke emboli cenderung lebih mendadak, dan tidak didapatkan
riwayat TIA pada vaskuler yang sama. Apabila dilakukan pemeriksaan
jantung, maka akan ditemukan adanya abnormalitas dari jantung yang
menandakan sumber emboli. Stroke trombotik memiliki perjalanan yang
progresif bertahap dalam menit-jam, sedangkan stroke emboli dapat
mengalami perbaikan yang cepat tanpa didahului oleh episode
prodromal.
5,7
Stroke hemoragik intraserebral / Intracerebral Hemorrhage (ICH)
Pada stroke hemoragik intraserebral, biasa terjadi secara spontan tanpa ada
bukti angiografik yang berkaitan dengan anomali vaskular (seperti
aneurisma atau angioma), yang biasanya disebabkan oleh hipertensi. Dasar
patologik dari stroke hemoragik intraserebral mungkin dikarenakan
keberadaan mikroaneurisma yang berkembang pada pembuluh darah yang
pecah pada pasien hipertensif. Pecahnya pembuluh darah ini berujung pada
keadaan iskemia dan hipoksia dari otak, selain itu dapat terjadi hematoma
yang meningkatkan tekanan intrakranial. Perdarahan intraserebral
hipertensif terjadi sebagian besar di ganglia basalis dan lebih jarang terjadi
pada pons, talamus, otak kecil, dan substansi putih otak besar. Perdarahan
dapat meluas ke sistem ventrikuler atau ruang subaraknoid dan kemudian
tanda rangsan meningeal dapat ditemukan. Perdarahan biasanya terjadi
mendadak dan tanpa peringatan, seringkali selama aktivitas. Sebagai
tambahan, perdarahan intraserebral non-traumatik dapat pula disebabkan
18

oleh kelainan hematologik lain, seperti leukemia, trombositopenia,
hemofilia, atau pada pasien DIC. Dapat pual terjadi pada pasien dengan
terapi anti-koagulan, penyakit hati, intake alkohol tinggi, cerebral amyloid
angiopathy dan tumor otak primer maupun sekunder. Usia yang semakin
tua dan jenis kelamin pria berkorelasi positif dengan perdarahan
intraserebral ini.
7
Manifestasi klinis
Perdarahan yang masuk ke dalam hemisfer serebri, akan menyebabkan
kesadaran akan hilang atau terganggu. Muntah dapat terjadi dengan
frekuensi cukup sering pada saat onset perdarahan, dan dapat pula
ditemukan sakit kepala yang hebat seringkali dideskripsikan sebagai sakit
kepala terhebat dalam hidup pasien. Sekitar 40% pasien ICH akan
mengeluhkan sakit kepala yang hebat. Pada perdarahan hipertensif,
terdapat defisit neurologis yang berlangsung cepat diikuti dengan
hemiplegia atau hemiparesis kontralateral. Gangguang hemisensoris juga
terjadi pada lesi yang lebih dalam. Perdarahan yang terjadi pada sereberal
dapat bergejala sebagai onset mendadak dari mual dan muntah,
disekuilibrium, sakit kepala, dan hilangnya kesadaran yang dapat fatal
dalam kurun waktu 48 jam. Dapat pula terjadi gejala fotofobia, fonofobia,
kebingungan, disorientasi, dan delirium.
7,8

Stroke hemoragik subaraknoid / Subarachnoid hemorrhage (SAH)
Stroke yang disebabkan oleh perdarahan subaraknoid dapat disebabkan
oleh karena sekunder akibat perluasan perdarahan intraserebral atau primer
disebabkan oleh karena aneurisma intrakranial yang ruptur atau oleh
karena malformasi arteriovenosus (AVM). Walaupun penyebab SAH ialah
kedua hal ini, namun pada 20% kasus, penyebab masih tidak dapat
diketahui. Dasar patologis untuk terjadinya SAH ini bersifat multifokal,
biasanya pada SAH akan ditemukan peninggian dari tekanan intrakranial
dan autoregulasi serebral yang terganggu. Keadaan ini akan berkombinasi
dengan vasokonstriksi akut, agregasi keping darah mikrovaskuler, dan
hilangnya perfusi mikrovaskuler yang berujung pada alir darah yang
berkurang dan iskemia serebral.
19

Manifestasi klinis
Biasa disertai dengan sakit kepala hebat yang mendadak dan belum pernah
dialami oleh pasien sebelumnya. Hal ini dapat diikuti oleh mual dan
muntah yang selanjutnya akan ditemani pula oleh penurunan kesadaran
yang bersifat sementara maupun dapat pula progresif sehingga pasien
dapat koma kemudian meninggal. Bila kesadaran pasien kembali, maka
pasien seringkali kebingungan dan iritabel dan dapat menunjukkan gejala
lain dari sebuah status mental yang terganggu. Pemeriksaan neurologis
akan menunjukkan adanya kekakuan leher/kaku kuduk, dan tanda lain dari
iritasi meningeal, kecuali pada pasien koma dalam. Tanda rangsang
meningeal ini merupakan tanda yang penting untuk membedakan SAH
dengan ICH. Defisit neurologis fokal biasanya ada dan dapat menunjukkan
dimana keberadaan lesi walaupun seringkali defisit fokal ini jarang
ditemukan dan tidak seberat pada ICH. Tidak adanya tanda neurologis
fokal ini sering membuat SAH salah terdiagnosis dibandingkan pasien-
pasien dengan perdarahan yang terjadi secara primer di otak.
7,8

2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah rutin pada ksus stroke penting dilakukan dengan dua alasan
spesifik, yaitu pertama untukmencari faktor-faktor risiko agar dapat mencegah
terjadinya stroke berulang di kemudian hari. Kedua, untuk mencari kemungkinan
adanya penyebab lain yang menyebabkan gejala mirip stroke.
Seperti yang kita tahu, bahwa selain stroke ada beberapa penyebab lain dari
kelumpuhan saraf, penurunan kesadaran, ataupun gangguan berbicara yang
menimpa seorang pasien. Penyebab lain itu, misalnya karena tumor, DM, atau
karena infeksi. Pemeriksaan darah rutin mencakup pemeriksaan jumlah sel
eritrosit, leukosit, trombosit, jika perlu dapat ditambah pemeriksaan hitung jenis
darah dan apus darah rutin. Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui apakah ada
leukositosis, trombositosis, polisitemia, penyakit anemia kelainan sel sabit,
leukemia dan sebagainya. Pemeriksaan sedimentasi sel eritrosit bertujuan untuk
mendiagnosis adanya kemungkinan peradangan di pembuluh darah seperti Gian
20

cell arteritis, Vaskulitis, penyakit SLE dan sebagainya. Pemeriksaan kadar gula
darah untuk menilai ada atau tidaknya diabetes mellitus yang menjadi faktor risiko
stroke. Pemeriksaan kadar lemak untuk menilai apakah terjadi peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, maupun LDL yang disertai penurunan HDL, sebagai
faktor risiko stroke.
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan rutin yang relatif murah dan mudah
dilakukan terhadap penderita stroke. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai
apakah ada kelainan irama jantung dan penyakit jantung yang mungkin diidap
sebelumnya, seperti penyakit infark miokardium. Kelainan irama jantung dapat
menjadi faktor risiko pembentukan emboli, yang dapat menimbulkan stroke
tromboemboli. Bagi pasien stroke yang memiliki riwayat aritmia atau infark
miokardium sebelumnya, pemeriksaan EKG mutlak dilakukan.
Pemeriksaan CT-Scan
CT-Scan ialah pengembangan mutakhir dari alat rontgen konvensional. Secara
sederhana, CT-Scan menggunakan sinar X yang berputar mengelilingi organ
tubuh yang hendak diperiksa, kemudian hasilnya divisualisasikan melalui
komputer dalam bentuk potongan melintang lapisan demi lapisan organ tubuh
tersebut. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat untuk membedakan stroke tipe
iskemik dengan stroke tipe perdarahan. Adanya darah pada perdarahan baru akan
mengakibatkan terjadinya suatu daerah dengan peningkatan densitas, sebaliknya
suatu infark akan mengakibatkan suatu daerah dengan penurunan densitas. CT-
Scan sekaligus dapat membantu menentukan lokasi dan ukuran abnormalitas,
seperti daerah vaskularisasi, superfisial atau dalam, kecil atau luas. Pemeriksaan
ini akan benar-benar positif pada ICH dan sering menunjukkan darah antar-
hemisfer atau perdarahan dalam parenkim otak pada SAH. CT-Scan positif pada
sebagian besar kasus infark serebri tetapi perubahan ini hanya dapat terlihat pada
24-48 jam setelah timbulnya gejala stroke. Tumor otak juga dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan ini secara khas, dengan gambaran penyengatan terhadap
kontras, dan efek massa. Pemeriksaan ini sangat diprioritaskan pada pasien stroke
ketika pertama kali tiba di rumah di sakit sebab:
21

Pemeriksaan ini amat sensitif untuk memeriksa stroke tipe iskemik atau
perdarahan
Pemeriksaan ini membutuhkan waktu relatif singkat dibandingkan
pemeriksaan MRI yakni sekitar 20 menit-1 jam.
Alat pemeriksaan lebih banyak tersedia di beberapa rumah sakit dibanding
MRI
Biaya pemeriksaan juga lebih terjangkau dibanding MRI
Walau begitu, pemeriksaan ini juga memiliki sejumlah kekurangan dibandingkan
dengan pemeriksaan MRI, yaitu:
Pada beberapa kasus stroke tipe iskemik, pemeriksaan ini tidak
memberikan hasil yang memuaskan jika dilakukan dalam interval 2-3 jam
sejak stroke berlangsung. Hasil terbaik dari CT-Scan untuk stroke tipe
iskemik paling baik setelah melewati 1-2 hari
Untuk bagian tertentu, seperti otak kecil atau batang otak, pemeriksaan ini
dapat memberikan hasil yang tidak memuaskan
Pemeriksaan ini memberikan efek radiasi yang merugikan pasien
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI ialah pemeriksaan dengan alat penunjang diagnostik
yang canggih. MRI memanfaatkan gelombang radio dan medan
elektromagnetik serta komputer untuk memvisualisasikan beberapa kelainan
atau penyakit, seperti tumor, perdarahan di otak, dan beberapa penyakit
degeneratif. MRI memainkan perana penting dalam diagnosis stroke
dikarenakan:
MRI kadang dapat menunjukkan adanya iskemia serebri stadium awal,
sebelum dapat terlihat oleh CT-Scan sering bila pemeriksaan CT-Scan
tetap negatif.
MRI sering dapat menunjukkan adanya infark pada batang otak,
serebelum, atau lobus temporalis yang tidak terlihat oleh CT-Scan
22

Kemampuan MRI dalam mencari trombosis vena dibanding CT-Scan lebih
baik
MRI lebih sensitif dalam mencari infark kecil atau lakuner. CT-Scan tetap
lebih baik dibanding MRI dalam fase akut stroke ila sasaran utamanya
ialah mencari perdarahan
Penyengatan kontras pada MRI kemungkinan berguna dalam menentukan
umur suatu infark dan mencari adanya tumor atau AVM sebagai penyebab
stroke.
Pemeriksaan Angiografi
Kerusakan atau gangguan yang terjadi pada arteri merupakan penyebab
terjadinya stroke. Kelainan yang terjadi pada arteri di otak dapat berupa sumbatan,
peradangan maupun penyempitan dinding arteri. Kelainan yang terjadi di
pembuluh darah penderita stroke dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini.
Angiografi merupakan suatu prosedur pemeriksaan, yakni suatu zat warna (cairan
kontras) disuntikkan melalui arteri, kemudian di-rontgen. Hasilnya akan terlihat
kondisi pembuluh darah yang mengalami kerusakan, penyempitan atau tersumbat.
Selain berfungsi untuk kepentingan diagnostik, angiografi juga berguna untuk
perencanaan terapi stroke. Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui apakah
pembuluh darah yang mengalami kerusakan dapat dioperasi atau diterapi dengan
modalitas terapi lainnya.
Dengan kemajuan yang makin pesat, kini angiografi dapat digabungkan
dengan MRI, yang dikenal sebagai MRA. Pemeriksaan MRA ini amat bermanfaat
dalam mendeteksi kelainan penyempitan dinding arteri (stenosis) otak terutama
pembuluh darah berukuran besar, juga bermanfaat dalam mendiagnosis adanya
aneurisma.
Pemeriksaan USG
Dalam praktik sehari-hari, USG dikenal sebagai alat penunjang diagnostik
kehamilan, maupun beragam penyakit yang terdapat di daerah perut. Kini, dengan
kemajuan ilmu kedokteran yang pesat, telah dikenal USG Doppler. USG Doppler
ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosis berbagai kelainan pada arteri karotis,
termasuk penyempitan, peradangan, maupun penyumbatan dindin arteri sebagai
penyebab stroke.
23

Melalui metode pemeriksaan yang dikenal sebagai USG Transkranial,
penyebab stroke yang disebabkan oleh stenosis arteri karotis interna, arteri
serebralis media, maupun arteri basiler dapat diketahui. Selain itu, pemeriksaan
USG transkranial juga bermanfaat untuk mendeteksi spasme pembuluh darah
setelah penderita mengalami stroke perdarahan subaraknoid akibat pecahnya
aneurisma.
4,9

2.5 Etiologi
Stroke iskemik terjadi sebagai akibat dari serangkaian peristiwa yang membatasi
atau bahkan menghentikan aliran darah seperti adanya embolisme trombotik
ekstra maupun intrakranial, trombosis in situ, atau adanya hipoperfusi relatif.
Seiring dengan aliran darah yang berkurang, neuron-neuron akan mulai berhenti
berfungsi. Iskemia neuronal yang ireversibel dapat terjadi ketika taraf aliran darah
mencapai kurang dari 18 ml/100 gram jaringan otak/menit, dengan kematian sel
yang terjadi secara cepat ketika aliran turun sampai di bawah 10 ml/100 gram
jaringan otak/menit.
Stroke memiliki beberapa faktor risiko, mencakup faktor yang dapat dimodifikasi
dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Identifikasi dari setiap faktor risiko yang
ada, dapat menyingkap etiologi sesungguhnya dari seorang pasien stroke sekaligus
menentukan strategi pengobatan yang tepat dan rencana pencegahan selanjutnya.
Beberapa faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi ialah usia, ras, jenis kelamin,
etnis, riwayat sakit kepala migraine, fibromuskular displasia, dan hereditas dimana
pasien memiliki riwayat keluarga stroke atau TIA. Sedangkan, faktor-faktor yang
dapat dimodifikasi mencakup hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung
(seperti atrial fibrilasi, penyakit katup, gagal jantung, mitral stenosis, patent
foramen ovale), hiperkolesterolemia, TIA, stenosis karotis, hiperhomosisteinemia,
intake alkohol berlebihan, penggunaan tembakau, inaktivitas fisik, obesitas,
kontrasespsi oral, penyakit sel sabit.
5,8

2.6 Epidemiologi
Stroke menyerang 1 dari 600 pasien per tahun dan sekitar 5% populasi lansia
berusia di atas 65 tahun akan mengelami stroke. Sebuah studi di Amerika Serikat
mengemukakan bahwa sekitar 82-92% kasus stroke yang terjadi merupakan stroke
24

tipe iskemik. Menurut data yang dimiliki oleh WHO, 15 juta orang di dunia
menderita stroke tiap tahunnya. Dari kesemuanya ini, 5 juta akan meninggal,
dengan 5 juta lainnya akan mengalami cacat permanen. Pria memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami stroke dibanding wanita. Pria kulit putih memiliki
insidens stroke sebanyak 62,8 dari 100.000 kasus dengan kematian menjadi hasil
akhirnya pada 26,3% kasus, sedangkan wanita memiliki insidens stroke sebanyak
59 dari 100.000 dengan rata-rata kematian mencapai 39,2%. Walaupun stroke
masih dianggap sebagai penyakit usia tua, namun sekitar sepertiga dari kasus
stroke terjadi pada orang di bawah usia 65 tahun. Risiko stroke meningkat seiring
dengan usia, khususnya pada pasien lebih dari 64 tahun, dimana sekitar 75% dari
kelompok usia ini dapat menderita stroke.
2,5

2.7 Patofisiologi
Stroke iskemik akut terjadi secara sekunder akibat oklusi vaskular akibat
penyakit tromboemboli. Iskemia selanjutnya akan menyebabkan sel mengalami
hipoksia dan mengalami pengurangan ATP. Tanpa adanya ATP, maka tidak ada
energi yang dapat digunakan untuk tetap mengatur gradien ion di sepanjang
membran sel, yang juga dibutuhkan untuk depolarisasi sel. Influks dari sodium
dan ion kalsium secara pasif disertai dengan aliran air pasif ke dalam sel akan
menyebabkan edema sitotoksik.
Oklusi vaskuler yang akut akan membentuk suatu regio iskemia heterogen di
dalam area vaskuler yang terkena. Aliran darah lokal kemudian akan dibatasi
akibat oklusi ini, baik dalam pembuluh darah utama maupun dalam pembuluh
kolateralnya, bila ada. Regio yang terkena ini memiliki aliran darah otak di bawah
10 ml/100 gr jaringan otak/menit yang selanjutnya akan berkumpul menjadi
sebuah area yang disebut ischemic core. Sel-sel akan terus mati di dalam hitungan
menit ketika onset stroke dimulai.
Zona yang mengalami pengurangan perfusi (aliran darah serebral < 25 ml/100
gr jaringan otak/menit) selanjutnya akan berkumpul membentuk ischemic
penumbra. Jaringan di dalam penumbra akan tetap dapat bertahan di dalam
hitungan beberapa jam akibat masih adanya perfusi ke dalam jaringan.
Di tingkat sel, neuron-neuron iskemik akan terdepolarisasi sebagaimana ATP
berkurang dan sistem transport membran ion gagal melakukan tugasnya.
Gangguan dari metabolisme seluler ini akan menganggu pompa natrium-kalium,
25

yang akan menyebabkan penumpukan sodium intraseluler, yang kemudian akan
menyebabkan isi air intrasel bertambah. Pembengkakan sel ini akan disebut
sebagai edema sitotoksik dan terjadi sangat awal pada iskemia serebral.
Iskemia serebral juga akan menganggu pertukaran normal natrium-kalsium di
membran plasma sel. Hasil dari influks kalsium ialah pelepasan dari sejumlah
neurotransmitter, meliputi sejumlah besar glutamat yang akan mengaktifkan N-
methyl-D-aspartate (NMDA) dan reseptor eksitatorik lainnya di neuron lain.
Neuron-neuron ini akan terdepolarisasi, menyebabkan influks kalsium lebih
banyak lagi, pelepasan glutamat yang lebih lagi dan memperbesar efek iskemia
lokal. Influks kalsium dalam jumlah besar ini akan mengaktifkan sejumlah enzim
degradatif yang memicu kerusakan dari membran plasma dan struktur neuron
esensiel. Radikal bebas, asam arakidonat, dan nitrit oksid akan dihasilkan dalam
proses ini yang akan memperberat kerusakan neuron. Iskemia juga akan
menyebabkan difsungsi dari vaskulatur serebral yang menyebabkan tembusnya
sawar darah otak di dalam kurun waktu 4-6 jam setelah infark. Seiring dengan
tembusnya sawar darah-otak ini maka, protein dan air akan membanjiri ruang
ekstrasel, selanjutnya terjadi edema vasogenik. Hal ini menyebabkan edema yang
lebih berat lagi dan akan kembali normal dalam beberapa minggu.
Dalam kurun waktu jam hingga hari setelah stroke, gene spesifik akan
teraktivasi, mengakibatkan pembentukan sitoki dan faktor lain yang menyebabkan
inflamasi dan menganggu mikrosirkulasi. Infark akan menyebabkan kematian dari
astrosit, oligodendroglia dan sel mikroglia. Jaringan infark ini akan mengalami
liguefaction necrosis dan dihilangkan oleh kerja makrofag, dengan hasil akhir
ialah menurunnya volume parenkimal otak.
5

2.8 Tatalaksana
Tujuan utama dari terapi stroke iskemik akut ialah untuk mempertahankan
jaringan yang ada di dalam iskemik penumbra, dimana perfusi berkurang namun
tetap dapat bisa bertahan terhadap infark. Jaringan yang mengalami kekurangan
darah ini dapat dipertahankan dengan mengembalikan aliran darah dan
mengoptimalisasi aliran kolateral. Strategi rekanalisasi mencakup pemberian
recombinant tissue-type plasminogen activator (rt-PA) secara intravena dan intra-
arterial dilakukan untuk tujuan revaskularisasi ini sehingga sel di dalam area
penumbra dapat diselamatkan sebelum terjadi kerusakan yang ireversibel.
26

Stroke iskemik ialah sebuah keadaan kegawatdaruratan oleh karena itu seluruh
pasien dengan stroke iskemik akut harus segera dilarikan ke rumah sakit dalam
kurun waktu 3 jam setelah onset strokenya dimulai.
Farmakologi:
Anti-platelet agents
Antiplatelet seperti aspirin, klopidogrel dan kombinasi dari extended release
dipiridamol ditambah aspirin memainkan peranan penting dalam prevensi
sekunder kejadian aterotrombotik. Terapi ini terbukti efektif untuk mengurangi
risiko kejadian stroke berulang dan lebih direkomendasikan daripada warfarin
untuk stroke non-kardioemboli.
(1) Aspirin
Mekanisme dari aspirin ini ialah dengan inhibisi ireversibel dari fungsi platelet
melalui inaktivasi dari siklooksigenase. Meta-analisis sudah memnunjukkan
bahwa aspirin dapat mengurangi kombinasi risiko stroke, infark miokard, dan
kematian vaskular sebanyak 25%. FDA USA merekomendasikan penggunaan
aspirin dengan range dosis dari 50 mg 325 mg/ hari. Efek samping utama
aspirin ini ialah rasa tidak nyaman pada lambung. Perdarahan GI dapat terjadi
pada 1-5% kasus.
(2) Klopidogrel
Klopidogrel ialah antagonis dari reseptor adenosin difosfat keping darah.
Berdasarkan studi yang melibatkan lebih dari 19.000 pasien dengan penyakit
vaskuler aterosklerotik, menunjukkan bahwa 75 mg per hari dari klopidogrel
lebih efektif dibandingkan 325 mg aspirin dalam mengurangi risiko dari
stroke.
Anticoagulant
(1) Warfarin
Warfarin menghambat gamma-karboksilasi dari faktor pembekuan yang
terikat vitamin K yaitu faktor II, VII, IX, dan X. Warfarin diindikasikan untuk
prevensi primer dan sekunder pada pasien tanpa fibrilasi atrium. Warfarin juga
27

dindikasikan untuk prevensi pada pasien stroke dengan penyakit jantung
rematik, katup jantung prostetik, dan pasien dengan risiko tinggi emboli yang
bersumber dari jantung. Terapi dengan antikoagulan ini dilakukan dengan
menyuntikkan secara intravena heparin, dengan targert INR 2,0-3,0 untuk
masa protrombinnya. Dosis awalnya ialah 2-5 mg IV tiap hari selama 2 hari,
kemudian cek INR setelah 2 hari dan atur ulang dosis sesuai dengan hasil.
Dosis rumatan berkisar antara 2-10 mg/hari.
Thrombolytics
(1) Alteplase
Penggunaan trombolitik digunakan sebagai penanganan akut dari infark
miokardium, stroke iskemik akut dan emboli paru. Trombolitik atau juga dapat
disebut sebagai fibrinolitik ini digunakan untuk mengubah plasminogen
menjadi plasmin yang akan memulai proses fibrinolisis dengan berikatan
dengan fibrin di dalam bekuan. Terapi fibrinolitik dengan rTPA ini secara
umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan
sel serebral yang bermakna. Pemberian fibrinolitik ini merupakan
rekomendasi kuat yang diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis stroke
iskemik akut ditegakkan, dengan sejumlah kriteria inklusi dan eksklusinya.
Pemberian dilakukan secara intravena 0,9 mg/kg (maksimum 90 mg) dalam 60
menit dengan 10% dosis diberikan sebagai bolus dalam 1 menit.
5,7,8

Non-farmakologi:
Terapi bedah
Sekitar 15% stroke iskemik disebabkan oleh karena stenosis ekstrakranial dari
arteri karotis interna. Stenosis ini disebabkan oleh karena ruptur plak, dengan
berbagai morfologi plak memegang peranan penting dalam mengidentifikasi
risiko simtomatisnya. Inflamasi juga menjadi bagian penting dari plak arteri
karotis. Secara klinis, ulserasi plak lebih sering ditemukan dalam pasien
simtomatis stroke dan formasi trombus ikut menemani berbagai kasus pasien
dengan ulserasi plak. Untuk itulah, maka dilakukan terapi carotid endarterectomy
atau CEA yang dilakukan terutama pada pasien stroke simtomatis. Tindakan ini
dapat mengurangi stenosis ICA secara bermakna. Dapat pula dilakukan carotid
angioplasty and stenting (CAS). Beberapa perangkat yang sudah digunakan oleh
FDA untuk terapi pengambilan trombus secara mekanis, antara lain:
28

Merci Retriever : merupakan sebuah perangkat yang berfungsi untuk menangkap
dan melekat pada bekuan
Penumbra System : berfungsi untuk melakukan aspirasi dan ekstraksi dari bekuan
Solitaire FR Revascularization Device : stent-retriever system, yang
menggabungkan kemampuan untuk mengembalikan aliran darah sekaligus
mengambil bekuan
Trevo : stent-retriever system
Kesemua metode trombektomi mekanis ini dilakukan apabila pengobatan
fibrinolisis tidak efektif dan pasien memiliki kontraindikasi.
5,8

2.9 Komplikasi
Individu yang mengalami penyakit serebrovaskular mayor pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskular dapat meninggal. Destruksi
area ekspresif atau reseptif pada otak akibat hipoksia dapat menyebabkan
kesulitan komunikasi. Hipoksia pada area motorik otak dapat menyebabkan
paresis. Perubahan emosional dapat terjadi pada kerusakan korteks, yang
mencakup sistem limbik.
Hematoma intraserebral dapat disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau stroke
hemoragik yang menyebakan cedera otak sekunder ketika tekana intrakranial
meningkat.
Trombosis vena dalam terjadi pada 50% pasien dan bisa sulit didiagnosis pada
tungkai yang lumpuh. Dekubitus dapat terjadi pada pasien yang tirah baring dalam
waktu lama. Kejang dapat terjadi pada 5% pasien dan mungkin memerlukan
pengobatan antikonvulsan. Hiperglikemia pada pasien nondiabetes yang
mengalami stroke akut terjadi akibat meningkatnya kadar kortisol, katekolamin
dan glukagon.
2,6

Terapi fisik
Terapi fisik dipergunakan untuk mengembalikan fungsi motorik yang tergganggu,
termasuk di dalamnya ialah terapi okupasional, dapat pula ditambah dengan
speech therapy untuk memperbaiki kemampuan berbicara pasien.
7

29

2.10 Preventif
Modifikasi gaya hidup termasuk pola makan dengan menghindari pola
makan tinggi lemak jenuh
Berhenti merokok dan meminum alkohol
Bergerak aktif untuk mengurangi obesitas
Memantau tekanan darah dan gula darah secara rutin, dan apabila ada
kelainan maka segera konsultasikan perihal gangguan tersebut
5,8

2.11 Prognosis
Pada studi yang dilakukan oleh Framingham dan Rochester mengenai stroke,
risiko kematian keseluruhan pasien stroke setelah 30 hari serangan mencapai 28%,
risiko kematian setelah 30 hari serangan stroke iskemik mencapai 19%, dan rata-
rata pasien dengan iskemik stroke dapat bertahan hidup selama 1 tahun mencapai
77%. Walau begitu, prognosis setelah stroke iskemik akut dapat berbeda antar
individu tergantung pada derajat beratnya stroke dan pada kondisi pasien sebelum
sakit, usia dan komplikasi yang dialami oleh pasien setelah stroke. NIHSS dapat
digunakan untuk prediktor risiko kematian awal atau bahkan digunakan sebagai
prediksi mortalitas dengan menggabungkan beberapa data klinis yang ada. Emboli
kardiogenik dikaitkan dengan tingkat mortalitas setelah 1 bulan yang paling tinggi
pada pasien stroke akut.
Namun, prognosis untuk pasien stroke akibat infark serebral lebih baik
dibandingkan dengan pasien stroke tipe perdarahan baik ICH maupun SAH.
Terapi efektif untuk stroke harus segera dimulai dalam kurun waktu 3 jam setelah
onset stroke dan oleh karena itu prognosis bergantung pada waktu pasien dapat
segera mendapatkan perawatan di rumah sakit. Kehilangan kesadaran setelah
infark serebri menandakan prognosis yang lebih buruk. Terapi statin dapat
digunakan untuk mengurangi kadar serum lipid dan dapat mengurangi risiko
kematian. Pada penderita yang masih dapat bertahan hidup dari stroke pada studi
Jantung Framingham, sekitar 31% membutuhkan bantuan dalam merawat diri
mereka sendiri, 20% membutuhkan bantuan ketika berjalan, dan 71% mengalami
kesulitan untuk melakukan follow-up jangka panjang.
5,7


30

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipotesis diterima. Berdasarkan gejala klinis yang dialami oleh pasien laki-laki
berusia 62 tahun tersebut, pasien tersebut didiagnosis menderita stroke. Namun,
untuk memastikan apakah stroke yang dialami merupakan stroke iskemik atau
stroke perdarahan, maka diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut.





















31

Daftar Pustaka

1. Lindley RI. Stroke. New York: Oxford University Press; 2008.p.1-9.
2. Rahmalia A, alih bahasa. Lecture notes: kedokteran klinis. Ed ke-6. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2005.h.97-9.
3. Rahmalia A, alih bahasa. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:
Penerbit Erlangga;2005.h.176-7.
4. Wahyu GG. Stroke hanya menyerang orang tua?. Jakarta: Bentang Pustaka;
2009.h.43-57
5. Jauch EC. Ischemic stroke. Medscape 2013 Dec 3. Diakses tanggal 17 Des 2013.
Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview
6. Subekti NB, alih bahasa. Buku saku patofisiologi. Ed ke-3. Jakarta: EGC;
2007.h.251-3.
7. McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney ML. Current medical diagnosis and treatment
2008.7
th
ed. United Stated of America: The McGraw-Hill Companies;2007.p.850-7.
8. Biller J. Practical neurology. USA: Lippincott Williams-Wilkins;2009.p.460-89.
9. Hartono, Suwono WJ. Buku saku neurologi. Jakarta: EGC;2003.h.21-42.

Anda mungkin juga menyukai