Anda di halaman 1dari 53

0

PENGEMBANGAN TERAPI RELAKSASI RELIGIUS TERHADAP


PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA KASIAN
DINSOS PROVINSI JAWA TIMUR



Usulan Penelitian Untuk Tesis




Oleh:
TRISNA VITALIATI
NPM. 220120130058



PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEPERAWATAN
KONSENTRASI KEPERAWATAN KOMUNITAS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014


i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 6
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1 Insomnia pada Lansia ............................................................................ 7
2.2 Teknik Relaksasi Religius .................................................................... 11
2.3 Landasan Teori .................................................................................... 18
2.4 Konsep Pengembangan Produk Terapi relaksasi Religius Terhadap
Penurunan Tingkat Insomnia Pada Lansia ...................................................... 20
2.5 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................ 21
2.6 Hipotesis ............................................................................................. 23
2.7 Definisi Operasional , Variabel penelitian dan Skala Penelitian ........... 23
BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................................... 26
3.1 Pendekatan Penelitian .......................................................................... 26
3.2 Metode penelitian ................................................................................ 27
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 29
3.3.1 Populasi ........................................................................................ 29
3.3.2 Sampel ......................................................................................... 29
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 31
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 32
3.4.1 Waktu Penelitian .......................................................................... 32
3.4.2 Tempat Penelitian ......................................................................... 32
3.5 Instrumen Penelitian ............................................................................ 32
3.5.1 Kuesiner Penelitian ....................................................................... 32
3.5.2 Uji Instrumen ............................................................................... 34


iii

3.6 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 35
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ................................................... 37
3.7.1 Pengolahan Data ........................................................................... 37
3.7.2 Analisa Data ................................................................................. 37
3.8 Keabsahan Data (Trustworthiness of Data) .......................................... 40
3.9 Etika Penelitian.................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 42
LAMPIRAN ...................................................................................................... 46
LAMPIRAN 1. Permohonan Menjadi Responden .......................................... 47
LAMPIRAN 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ............................... 48
LAMPIRAN 3. LEMBAR KUESIONER ....................................................... 49

Usulan Penelitian Untuk tesis
1


BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang kurangnya
kualitas tidur yang disebabkan oleh satu dari; sulit memasuki tidur, sering
terbangun malam hari kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun
terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia merupakan
gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada lansia, kejadiannya
semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi gangguan tidur
pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67% (Amir, 2007). Sebagian besar
lansia mempunyai risiko tinggi mengalami gangguan tidur akibat berbagai
factor. Luce dan Segal mengungkapkan bahwa factor usia merupakan factor
yang terpenting yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Proses degenerasi
pada lansia mengakibatkan kuantitas tidur lansia akan semakin berkurang
sehingga tidak tercapai tidur yang adekuat (Nugroho, 2008). Lansia dengan
depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, artritis atau
hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya kurang jika
dibandingkan dengan lansia yang sehat (Amir, 2007).
Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang
cukup dapat menyebabkan penurunan nafsu makan,
kelemahan/kelelahan, peningkatan angka kejadian kecelakaan baik
dirumah maupun dijalan, terjatuh, iritabilitas, menyebabkan emosi
menjadi tidak stabil, sulit untuk berkonsentrasi, dan kesulitas dalam
mengambil suatu keputusan (Wold, 2004). Beberapa dampak serius
gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk berlebihan di siang hari,
gangguan atensi dan memori, mood depresi, dan penurunan kualitas
hidup (Amir, 2007).
Penyembuhan terhadap insomnia tergantung dari penyebab yang
menimbulkan insomnia. Bila penyebabnya adalah kebiasaan yang salah atau
lingkungan yang kurang kondusif untuk tidur maka terapi yang dilakukan


2 PENDAHULUAN
adalah mengubah kebiasaan dan lingkungannya. Sedangkan untuk penyebab
psikologis maka konseling dan terapi relaksasi dapat digunakan untuk
mengurangi gangguan sulit tidur, terapi ini merupakan bentuk terapi
psikologis yang mendasarkan pada teori-teori behavioris. Treatmen yang
sering dilakukan untuk mengurangi insomnia umumnya dilakukan dengan
memakai obat tidur. Namun pemakaian yang berlebihan membawa efek
samping kecanduan, bila overdosis dapat membahayakan pemakainya
(Coates, 2001). Pemakaian obat-obatan inipun bila tidak disertai dengan
perbaikan pola makan, pola tidur serta penyelesaian penyebab psikologis,
maka obat-obatan hanya dapat mengatasi gangguan yang bersifat sementara
dan tidak menyembuhkan (Coates, 2001). Penyembuhan secara non
farmakologis terhadap gangguan tidur pada lansia sangat diperlukan untuk
meminimalkan efek terapi farmakologis. Banyak cara yang dapat digunakan
untuk menanggulangi masalah tidur diantaranya yaitu sleep restriction
therapy, terapi pengontrolan stmmulus, hygiene tidur dan teknik relaksasi
dan biofeedback (Ghaddafi, 2006).
Relaksasi merupakan pengaktifan dari syaraf parasimpatetis yang
menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem syaraf
simpatis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh
syaraf simpatis. Masing-masing syaraf parasimpatetis dan simpatetis saling
berpengaruh maka dengan bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang
satu akan menghambat atau menekan fungsi yang lain (Utami, 1993). Ketika
seseorang mengalami gangguan tidur maka ada ketegangan pada otak dan
otot sehingga dengan mengaktifkan syaraf parasimpatetis dengan teknik
relaksasi maka secara otomatis ketegangan berkurang sehingga seseorang
akan mudah untuk masuk ke kondisi tidur. Berbagai macam bentuk relaksasi
yang sudah ada adalah relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi
meditasi, yoga dan relaksasi hipnosa (Utami, 1993). Dari bentuk relaksasi di
atas belum pernah dimunculkan kajian tentang bentuk relaksasi religius.
Relaksasi religius ini merupakan pengembangan metode respon relaksasi
dengan melibatkan faith factor dari Benson (Purwanto, 2007). Menurut


3 PENDAHULUAN
Benson (2000) formula-formula tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan
melibatkan unsur keimanan kepada agama, kepada Tuhan yang disembah
akan menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat dibandingkan dengan
sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur keyakinan terhadap hal tersebut.
Relaksasi dicapai karena kombinasi dari respon fisiologis, psikologis,
kognitif dan social seseorang dengan tekhik relaksasi (Mardiyono, 2009).
Dalam penelitian Mardiyono (2009) relaksasi religius merupakan
penggabungan teknik relaksasi dengan memasukkan faktor keyakinan.
Relaksasi religius adalah metode relaksasi yang menggabungkan ajaran
Islam doa, pembacaan Al-Quran dan Dzikir atau mengingat Allah untuk
mendapatkan ketenangan dan kesadaran (Mardiyono, 2009). Hal ini sesuai
dengan penelitian Purwanto (2007) yang mengatakan bahwa salah satu
manfaat yang dapat diperoleh dalam terapi relaksasi religius adalah cukup
efektif untuk memperpendek waktu dari mulai merebahkan hingga tertidur
dan mudah memasuki tidur. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi religius
yang dilakukan dapat membuat lebih relaks sehingga keadaan kesulitan
ketika mengawali tidur dapat diatasi dengan treatmen ini (Purwanto, 2007).
Pelatihan relaksasi dapat memunculkan keadaan tenang dan relaks dimana
gelombang otak mulai melambat semakin lambat akhirnya membuat
seseorang dapat beristirahat dan tertidur. Hal ini sesuai dengan pendapat
Panteri (1993) yang menggambarkan neurofisiologi tidur sebagai berikut :
Pada saat berbaring dalam keadaan masih terjaga seseorang berada pada
gelombang otak beta, hal ini terjadi ketika subjek mulai merebahkan diri
tidur dan mengikuti instruksi relaksasi religius yaitu pada tahap pengendoran
otot dari atas yaitu kepala hingga jari jari kaki. Selanjutnya dalam keadaan
yang lelah dan siap tidur mulai untuk memejamkan mata, pada saat ini
gelombang otak yang muncul mulai melambat frekwensinya, meninggi
tegangannya dan menjadi lebih teratur. Terapi religious telah terbukti
mengurangi insomnia, bila digunakan setiap hari selama satu bulan
(Purwanto, 2007).
Salah satu factor yang dapat mempengaruhi kebutuhan tidur lansia


4 PENDAHULUAN
yaitu factor agama/kepercayaan seseorang. Usia lanjut memang merupakan
masa dimana keadaan religius semakin diperkuat sehingga factor keyakinan
ini juga akan berpengaruh terhadap pelaksanaan teknik relaksasi
(Anggrasari, 2013). Menurut Penjelasan dari Rohim (2000), salah satu terapi
pengobatan pada penderita gangguan psikologis yaitu terapi spiritual.
Kesesuaian kebutuhan spiritual yang dibutuhkan dan ketenangan yang
ditimbulkan dari terapi religius adalah hal yang menciptakan perubahan
kualitas tidur pada lansia (Siswanto, 2012).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna Werdha
Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 terdapat 57,8% lansia
mengalami gangguan tidur dari total 129 orang penghuni panti tersebut. Para
lansia yang tinggal di panti ini menurut kepala panti pada umumnya berasal
dari individu yang terlantar, tidak mempunyai keluarganya dan tempat
tinggal. Sehingga memiliki kasus yang bervariasi dan cukup banyak.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan juga belum optimal hanya pemeriksaan
kesehatan fisik yang rutin dijalankan pada hari Selasa. Aplikasi dalam
jangka panjang memungkinkan dilakukan karena akses yang mudah dan
merupakan tempat praktik mahasiswa keperawatan dan kesehatan lain yang
akan menjadi model pembelajaran.
Berdasarkan hal tersebut di atas belum diterapkannya terapi relaksasi
terhadap gangguan insomnia pada lansia serta belum diketahui sejauh mana
pengaruh terapi relaksasi religius terhadap insomnia pada lansia, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengembangan Terapi
Relaksasi Religius terhadap Perunan Tingkat Insomnia pada Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Kasihan Dinsos Provinsi Jatim Kabupaten Jember.






5 PENDAHULUAN
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
penelitian, yaitu:
1. Sejauh mana tingkat keefektifan terapi relaksasi religius terhadap
perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.
2. Bagaimana rumusan pengembangan terapi relaksasi religius terhadap
perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.
3. Bagaimana uji produk terapi relaksasi religius yang sesuai dengan
ketepatan, kelayakan dan kegunaan.

1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pengaruh teknik relaksasi religius terhadap
perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.
2. Tujuan Khusus
a. Dianalisisnya pengaruh teknik relaksasi religius terhadap perubahan
tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian
Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.
b. Dirumuskannya pengembangan terapi relaksasi religius terhadap
perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.
c. Dihasilkannya produk terapi relaksasi religius yang sesuai dengan
ketepatan, kelayakan dan kegunaan.




6 PENDAHULUAN
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihakyang terlibat dalam
pengembangan pelayanan keperawatan khususnya keperawatan jiwa,
manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat Aplikatif
a. Sebagai pedoman pelaksanaan terapi relaksasi dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan Insomnia pada lansia
b. Sebagai salah satu peningkatan kualitas asuhan keperawatan
komunitas khususnya keperawatan gerontik pada lansia dengan
Insomnia
2. Manfaat Keilmuan
a. Mengembangkan konsep dan pengetahuan teknik terapi relaksasi
religius, khususnya dalam penatalaksaan insomnia pada lansia dalam
keperawatan komunitas.
b. Hasil penelitian terapi relaksasi religius pada lansia dengan insomnia
dapat dijadikan sebagai dasar praktek keperawatan serta sebagai
bahan pembelajaran dalam pendidikan keperawatan
c. Hasil peneltian penerapan terapi relaksasi religius pada klien lansi
dengan insomnia dapat menambah terapi dalam keperawatan
komunitas khususnya dalam keperawatan gerontik
3. Manfaat Metodologis
a. Penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi penelitian lain dalam
keperawatan gerontik khususnya pada terapi relaksasi religius
b. Hasil penelitian ini dapat mendorong dan membantu dilaksanakan
penelitian-penelitian lain dalam mengatasi masalah insomnia pada
lansia
Usulan Penelitian Untuk tesis
7

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 Insomnia pada Lansia
Dari artikel yang penulis review, penulis menemukan bahwa
sebagian besar lansia mempunyai resiko tinggi mengalami insomnia akibat
berbagai factor. Hal ini dapat berdampak negative terhadap kualitas hidup
lansia. Sehingga kecepatan dan ketepatan pemberian terapi terutama dengan
terapi non farmakologik perlu diperhatikan.
1. Pengertian Insomnia pada Lansia
Insomnia merupakan salah satu gangguan utama dalam memulai
dan mempertahankan tidur di kalangan lansia. Kejadian semakin
meningkat seiring bertambahnya usia. Insomnia disefinisikan sebagai
suatu keluhan tentang kurangnya kualitas tidur yang disebabkan oleh
sulit memasuki tidur, sering terbangun malam kemudian kesulitan
memulai tidur kembali, bangun terlalu pagi dan tidur yang tidak nyenyak
(Joewana, 2005).
2. Faktor Penyebab dan Dampak Insomnia pada Lansia
Berdasarkan penelitian Markumah (2009) bahwa Lansia dengan
keluhan insomnia harus dipikirkan kemungkinan adanya depresi. Seiring
dengan menurunnya kondisi kesehatan fisik, kondisi psikologis juga
mengalami perubahan. Permasalahan psikologis yang dialami lansia
yaitu depresi, kecemasan dan insomnia. Insomnia selama ini dipercaya
sebagai bentuk gangguan yang menyertai depresi dan berbagai macam
gangguan lain seperti kecemasan dan stres. Selama ini juga kita percaya
bahwa seseorang tidak dapat tertidur pada malam hari disebabkan oleh
pikiran mereka yang melayang jauh menerawang pada kekhawatiran
tanpa sebab (kecemasan), memikirkan kesedihan, kegagalan dan
penyesalan secara berlebihan (depresi), dan ini-itu yang dipikirkan
mendalam (stres). Faktor psikologis memegang peranan utama terhadap
kecenderungan insomnia. Biasanya insomnia disebabkan oleh stress,
perubahan horman dan kelainan kronis. Insomnia yang terjadi dalam tiga


8 KAJIAN PUSTAKA
malam atau lebih dalam waktu seminggu dalam waktu sebulan termasuk
insomnia kronis, salah satu penyebab insomnia kronis adalah depresi
(Rafknowledge, 2004).
Tahun 2020, depresi diperkirakan menempati urutan kedua
penyakit di dunia. Salah satu gejala depresi yang muncul adalah
gangguan tidur yang bisa berupa insomnia. Hal ini disebabkan oleh
gangguan neurotransmiter dan regulasi hormon. Selain sebagai gejala
depresi, gangguan tidur juga bisa merupakan penyebab depresi.
Beberapa penelitian memberikan hubungan gangguan tidur dapat
meningkatkan risiko depresi di kemudian hari (Radityo, 2009).
Menurunnya fungsi tubuh serta berbagai permasalahan pada usia tua
dapat menimbulkan depresi pada lansia akan meningkat. Prevalensi
depresi pada lansia di dunia berkisar sekitar 8-15 % dengan
perbandingan wanita dan pria 14,1:8,6 penderita. Dzikir adalah upaya
menghubungkan diri secara langsung dengan Allah SWT, baik lisan
maupun qolbu atau dengan memadukan keduanya dengan simponi dan
merupakan salah satu thariqah (jalan), metode, atau cara yang dilakukan
oleh para pencari Tuhan untuk menyucikan jiwa, mendekatkan diri pada
Allah SWT dan merasakan kehadiran-Nya. Sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Suaib (2007) menunjukkan bahwa adanya pengaruh
yang signifikan antara terapi dzikir dengan penurunan tingkat depresi
pada lansia yang nilai koefisien korelasinya 0,012 dan untuk nilai p
=0,000 yang artinya nilai p 0,05. Hal ini didukung oleh penelitian
Raihan (2008) yang menunjukkan pengaruh yang sangat besar dengan
perlakuan LPD (Latian pasrah Diri) terhadap penurunan gejala depresi
yang diketahui dengan penurunan yang sangat bermakna skor BDI.
Penurunan yang tejadi sampai mencapai skor normal yaitu di bawah 11
dengan interpretasi naik turunnya perasaan tergolong wajar. Latihan
Pasrah Diri merupakan salah satu bentuk terapi relaksasi yang
menggabungkan antara olah nafas dan zikir (ingat kepada Sang


9 KAJIAN PUSTAKA
Pencipta) sehingga salah satu bentuk kepasrahan total kepada-Nya
(Raihan, 2007).
Hasil penelitian Khusnah (2008) menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat depresi dengan kejadian
insomnia. Upaya dalam mengatasi penurunan kesehatan dan gangguan
pada lanjut usia tersebut di perlukan tindakan yang tepat seperti masalah
depresi dapat dilakukan tindakan yaitu dengan membantu klien
memahami dan menyatakan perasaan positif dan negatif yang
menyangkut dirinya, orang lain, dan apa yang terjadi. Bagi perawat
senantiasa untuk selalu mengevaluasi keluhan tidur karena hal ini dapat
menandakan adanya depresi yang dialami lanjut usia (Khusnah, 2008).
Insomnia dapat mempengaruhi orang secara fisik, mental dan
kemampuan mereka dalam melakukan ADL. Seperti pada penelitian
Grov (2011) dengan studi berbasi populasi didapatkan bahwa penderita
insomnia melaporkan adanya beban lebih tentang morbiditas, gaya hidup
dan psikososial. Hal ini dapat menjadi dasar dalam pengendalian
kejadian insomnia (Dahl, 2011).
3. Penatalaksanaan Insomnia pada Lansia
Dari hasil review dapat diketahui bahwa terdapat beberapa
macam teknik penatalaksaan insomnia secara non farmakologi.
Diantaranya terapi suara tartil Al-Quran (Siswanto, 2012), teknik
relaksasi benson (Anggrasari, 2013), terapi music dengan teknik
relaksasi progresif (Widyastuti, 2012), Latihan relaksasi otot progresif
(Sitralita, 2010), terapi massage dengan terapi air hangat (Triyadini,
2010), aroma bunga lavender (Kurnia, 2009), Senam yoga (Gudawati,
2011).
Masyarakat banyak yang belum mengetahui tentang cara
mengatasi insomnia pada lansia. Kualitas dan kuantitas tidur pada lansia
harus dipantau dengan baik sehingga dapat menjadi dasar dalam
penentuan intervensi. Perangkat actigraph layak digunakan di rumahan
dalam memantau pasien dengan gangguan tidur dikomunitas (Zaswiza


10 KAJIAN PUSTAKA
Mohamad Noor A. J., 2013). Hal ini didukung oleh penelitian Zaswira
(2014) yang mengatakan bahwa insomnia sangat umum terjadi
dimasyarakat sehingga perlu dikembangkan sebuah intervensi untuk
meningkatkan pengelolaan insomnia dimasyarakat. Dalam hal ini
intervensi yang dilakukan adalah peran apoteker di masayarakat
(Zaswiza Mohamad Noor A. J., 2014).
Masyarakat telah menyatakan preferensi untuk perawatan untuk
perawatan dalam mengelola insomnia. Pelayanan kesehatan berada pada
dalam posisi untuk memberikan informasi yang relevan tentang pilihan
pengobatan untuk membantu masyarakat mengambil keputusan yang
tepat dalam pengobatan insomnia di rumah. Keakraban, pengalaman
pribadi, kebaruan dan kesesuaian pengobatan adalah factor yang
dipertimbangkan masyarakat dalam memilih pengobatan. Hasil
penelitian menyoti pentingnya menyajikan informasi dan mendiskusikan
karakteristiknya untuk memfasilitasi masayarakat dam memilih
pengobatan yang tepat (Sarah Ibrahim, 2013).
Penelitian Heli Jarnefelt, dkk menunjukkan bahwa CBT efektif
untuk insomnia kronis. Cognitive Behavior Therapy ( CBT )
menekankan pentingnya peranan kognitif terhadap apa yang dirasakan
dan dilakukan sehingga terapis CBT tidak mengatakan apa yang harus
dilakukan tetapi mengajarkan apa yang belum diketahui pasien dan
bagaimana melakukannya. Tujuan terapi ini adalah mengajak pasien
untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan
bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang
masalah-masalah yang dihadapi (Heli Jarnefelt, 2012). CBT efektif
dalam pengobatan insomnia tapi jarang ditawarkan. CBT disampaikan
melalui internet mungkin menjadi alternetif agar lebih mudah di akses
oleh masyarakat. Layanan kesehatan khususnya keperawatan jarak jauh
dengan menggunakan media teknologi informatika (internet)
memberikan kemudahan bagi masyarakat. Pasien dapat hanya dirumah
dan melakukan kontak via internet atau melalui video converence untuk


11 KAJIAN PUSTAKA
mendapatkan informasi kesehatan, perawatan dan bahkan sampai
pengobatan. Sehingga disarankan sudah waktunya untuk pelaksanaan
pengembangan penangan insomnia berbasis internet yang dalam ilmu
keperawatan dikenal dengan telenursing (A. van Straten, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Ayad Wahyu (2013) menyatakan
bahwa terapi music islami sebagai relaksasi untuk lansia. Music islami
selain karena cenderung memiliki irama yang bisa menenangkan
kesadaran diri untuk bisa lebih dekat dengan Allahn melalui syair-
syairnya (Santoso, 2013). Beberapa penelitian terkait terapi music dalam
mengatasi masalah insomnia telah banyak dilakukan. Dari bentuk
relaksasi di atas belum pernah dimunculkan kajian tentang bentuk
relaksasi religius dalam mengatasi insomnia pada lansia. Apabila dengan
terapi music saja dapat memberikan efek relaksasi, apalagi dengan
relaksasi religius. Sebagaimana Al-Quran yang merupakan music dan
syair sekaligus karena merupakan firman tuhan, maka Ia termasuk
kategori diatas seluruh kategori seni manusia. Terapi relaksasi religius
tidak hanya mendatangkan ketenangan tetapi dapat mendekatkan dengan
yang menciptakan. Outcam dari relaksasi yang diperoleh adalah
menurunya tingkat insomnia.

2.2 Teknik Relaksasi Religius
Dari beberapa artikel terkait terapi relaksasi religius yang penulis
review, penulis menemukan bahwa terapi relaksasi religius ini efektif untuk
mengurangi insomnia (Purwanto, 2007), kecemasan (Maimunah, 2011),
coping stress (Darmawanti, 2012).
1. Definisi Relaksasi Religius
Relaksasi menurut the International Institute of Health (NIH,
1992), merupakan bagian dari Complementary and AlternativeMedicine
(CAM), termasuk bidang mind and body intervention. Terapi relaksasi
menggunakan keterpaduan dan hubungan (interconnectedness) tubuh
dan jiwa(mind and body) untuk perbaikan kesehatan. Terapi relaksasi


12 KAJIAN PUSTAKA
religius juga menggunakan keterpaduan dan hubungan
(interconnectedness) tubuh dan jiwa (mind and body) dengan cara
mendekatkan diri kepada Tuhan Sang Pencipta mencapai kepasrahan
total dan berzikir yaitu berdoa. Terapi relaksasi religius dapat
membangkitkan relaxation response (RR). Terdapat beberapa tehnik
untuk membangkitkan RR seperti repetitive imaginationor verbalization
ofword, berdoa (prayer), progressive music relaxation, meditation dan
metode lain. Respon relaksasi ini merupakan mekanisme respon yang
protektif terhadap otak. Terapi relaksasi religius hampir mencakup
semua teknik tersebut. Saat meditasi (relaksasi) terjadi aktivasi area RR
seperti Amygdala, hyppocampal formation dan anterior cingulated
(Raihan, 2007). Efek lain yang dipengaruhi oleh CAM dalam hal ini
terapi relaksasi religius adalah pacuan sinyal molekul. Molekul-molekul
seperti nitric oxide, endocannabinoids, endorphin atau enkephalin
berperan pada respon plasebo, fasilitasi efek positif CAM, perasaan
nyaman dan relaksasi serta mempunyai kapasitasi antagonis terhadap
stres, yang merupakan mekanisme objektif dan subjektif beberapa
pendekatan terapi komplemen. Selain itu jalur lainnya adalah akibat
terapi relaksasi religius yang menyebabkan relaksasi diharapkan dapat
mengaktifasi stuktur otak seperti lobus frontal dan area limbik,
menunjukkan peran penting emosi (affect) dan keyakinan (belief), juga
akan meningkatkan sistem imun dan menurunkan kadar kortisol.
Diharapkan terapi relaksasi religius sebagai bentuk CAM juga menjadi
bagian dari regular dan scientific medicine (Raihan, 2007).
Relaksasi religius merupakan pengembangan dari respon
relaksasi yang dikembangkan oleh Benson (2000), dimana relaksasi ini
merupakan gabungan antara relaksasi dengan memasukkan factor
keyakinan agama yang dianut. Unsur keyakinan yang dipergunakan
dalam intervensi adalah unsur keyakinan agama Islam dengan
penyebutan Allah secara berulang-ulang, berdoa yang disertai dengan
sikap pasrah. Metode relaksasi dilakukan terutama untuk intervensi


13 KAJIAN PUSTAKA
terhadap gangguan insomnia, diharapkan dapat menambah model terapi
relaksasi terutama untuk mengatasi gangguan insomnia (Purwanto,
2007). Terapi relaksasi religius memanfaatkan terapi Dzikir atau doa.
Terapi religius adalah mengingat Allah, dan membutuhkan seseorang
untuk duduk atau berbaring dengan nyaman, dengan mata tertutup dan
berlatih mengingat Allah melalui pembacaan Subhanallah,
Alhamdulillah, Allahu Akbar selama 25-30 Menit (Mardiyono e. a.,
2007). Cara pengobatan ini merupakan bagian pengobatan spiritual.
Pada tehnik ini pengobatan sangat fleksibel dapat dilakukan dengan
bimbingan mentor, bersama-sama atau sendiri. Tehnik ini merupakan
upaya untuk memusatkan perhatian pada suatu fokus dengan
menyebut berulang-ulang kalimat ritual dan menghilangkan berbagai
pikiran yang mengganggu. Tehnik pengobatan ini dapat dilakukan dua
kali sehari di manapun akan lebih mudah untuk melakukan baik di pagi
hari atau malam hari (Mardiyono, 2009).
2. Mekanisme Kerja Terapi Relaksasi Religius dalam Menurunkan Tingkat
Insomnia
Gangguan insomnia terjadi karena adanya ketegangan otot,
ketika seseorang mengalami stress maka beberapa otot akan mengalami
ketegangan. Aktifnya saraf simpatis tersebut membuat orang tidak dapat
santai atau rileks sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk.
Melalui relaksasi religius subjek dilatih untuk dapat memunculkan
relaksasi sehingga dapat mencapai keadaan tenang. Respon relaksasi ini
terjadi penurunan bermakna dari kebutuhan zat oksigen oleh tubuh,
selanjutnya otot-otot tubuh yang relaks menimbulkan perasaan tenang
dan nyaman. Aliran darah akan lancer, neurotransmitter penenang akan
dilepaskan dan system saraf akan bekerja secara baik (Benson, 2000).
Insomnia pada umumnya disebabkan oleh factor biologis dan psikologis,
kedua hal ini menjadi stressor sehingga mengaktifkan saraf simpatis.
Pelibatan unsur religi dalam terapi ini tidak hanya berpengaruh pada
unsur psikis namun juga unsur fisik juga terpengaruh. Ketika melakukan


14 KAJIAN PUSTAKA
penyerahan diri kepada tuhan maka baik unsur fisik maupun psikis juga
diserahkan kepada tuhan sehingga keadaan relaks yang sudah dicapai
lebih membuat relaks (Purwanto, 2007). Relaksasi religius akan
membuat seseorang merasa tenang sehingga kemudian menekan kerja
saraf simpatis dan mengaktifkan kerja system saraf parasimpatis
(Maimunah, 2011).
Salah satu pengaruh terapi religius dalam penelitian Raihan
(2007) yang dapat dilihat dalam hubungannya memperbaiki gangguan
psikologis (sistem limbik) adalah penurunan denyut nadi yang bermakna
antara sebelum dan sesudah perlakuan sebesar 6 kali/menit (p=0,019,
95% IK 1,11 11,62). Tercapainya kondisi relaksasi dapat diketahui
dengan penurunan denyut nadi sebesar 2-4 kali/menit. Pada orang yang
depresi kadang terjadi peningkatan denyut jantung yang berpengaruh
dengan denyut nadi. Sistem limbik pada susunan saraf pusat selain
sebagai pusat emosi dan pengaturan sistem otonom. Bersama-sama
dengan hipotalamus, sistem limbik mempunyai hubungan dengan emosi
kemarahan, kecemasan dan bentuk lain emosi. Dalam menghadapi
kondisi seperti ini yang merupakan suatu bentuk stress perlu menentukan
sifat, intensitas, lama stressor, presepsi, penilaian dan efektivitas coping
yang dimiliki individu. Coping mechanism adalah suatu mekanisme
untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima.
Apabila berhasil, beban yang berat akan jadi ringan. Kemampuan coping
mechanism seseorang tergantung dari temperamen individu dan persepsi
serta kognisi terhadap stressor yang diterima (Raihan, 2007). Terapi
relaksasi religius yang mampu mempengaruhi sistem limbik juga akan
mempengaruhi kemapuan coping mechanism sehingga menimbulkan
ketenangan. Kondisi stres yang sampai jatuh pada depresi merupakan
ketidakmampuan seseorang terhadap coping mechanism ini. Terapi
relaksasi religius terbukti mampu meningkatkan kemapuan coping
mechanism ini dengan turunnya skor BDI menjadi kembali normal.
Terbentuknya mekanisme coping bisa diperoleh melalui proses belajar


15 KAJIAN PUSTAKA
dalam pengertian luas dan relaksasi. Apabila individu mempunyai
mekanisme coping yang efektif dalam menghadapi stressor, stressor
tidak akan menimbulkan stress yang berakibat kesakitan (disease), tetapi
sebaliknya, stressor justru menjadi stimulan yang mendatangkan
wellness dan prestasi. Semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang
semakin tinggi pula coping stressnya (Darmawanti, 2012).
Relaksasi religius adalah sebuah metode yang digunakan dengan
harapan dapat mengurangi insomnia dengan menggabungkan teknik
relaksasi Dzikir dengan relaksasi pernafasan. Dimensi psikologis melalui
relaksasi religius akan membuat individu merasa tenang dan nyaman
sehingga dapat mempengaruhi bagian otak manusia yang berkaitan
dengan proses emosional, terutama bagian hipotalamus. Hipotalamus
yang teraktifasi tersebut menghambat pengeluaran hormone
Corticotropin realizing factor (CRF) yang menyebabkan kelenjar
anterior pituitary terhambat mengeluarkan adrenocortico-tirotropic
hormone (ACTH), sehingga menghambat kelenjar adrenal untuk
mengeluarkan kortisol, adrenalin dan noradrenalin. Hal ini menyebabkan
hormone thyroxine yang dikeluarkan oleh kelenjar thyroidea dalam
tubuh juga akan terlambat. Hormone thyroxine yang tinggi akan
menyebabkan individu merasa mudah lelah, mudah cemas dan susah
tidur. Dengan kata lain keadaan relaksasi akan menimbulkan dampak
psikis yang lebih tenang dan rileks (Darmawanti, 2012). Selain itu
keadaan mediatif akan mempengaruhi dan menstimulasi susunan saraf
parasimpatis, yang akan mempengaruhi tekanan darah dan detak
jantung, ketegangan otot-otot tubuh menurun sehingga menjadi relaks.
Keadaan mediatif ini memunculkan gelombang alpha pada otak yang
menyebabkan keadaan tenang (Vitaliati, 2008).
3. Efektifitas Terapi Relaksasi Religius dalam Menurunkan Tingkat
Insomia
Pelatihan relaksasi religius cukup efektif untuk memperpendek
waktu dari mulai merebahkan hingga tertidur dan mudah memasuki


16 KAJIAN PUSTAKA
tidur. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi religius yang dilakukan
dapat membuat lebih relaks sehingga keadaan kesulitan ketika
mengawali tidur dapat diatasi dengan treatmen ini. Kenudahan dalam
mengawali tidur ini juga akan berdampak pada lama tidur, dengan tidur
lebih awal dari biasanya dan masa memasuki tidur lebih pendek secara
langsung akan memperlama jam tidur subjek (Purwanto, 2007). Lama
tidur bukanlah suatu ukuran standar seseorang harus tidur 8 jam atau
tidak, namun bagi penderita insomnia peningkatan lama tidur cukup
berarti. Dengan mudahnya tidur dan berkurangnya lama waktu
memasuki tidur dapat mengurangi stress tentang kebiasaan mengawali
tidur, karena stress tidak bisa tidur bisa menjadi ketegangan sendiri yang
seringkali menyebabkan semakin tidak bisa tidur.
4. Efek samping Terapi Relaksasi Religius dalam Menurunkan Tingkat
Insomia
Dari beberapa literature tidak ditemukan adanya efek samping
dari terapi relaksasi religius dalam menurunkan tingkat insomnia.
5. Pertimbangan Khusus Pengaplikasian Terapi Relaksasi Religius dalam
Menurunkan Tingkat Insomia
Dari beberapa artikel ditemukan bahwa terdapat factor-faktor
yang dapat mempengaruhi keefektifan terapi, diantaranya durasi dari
terapi itu sendiri dan perbedaan persepsi klien terhadap maksud terapi
yang dilaksanakan. Durasi satu sesi intervensi berkisar 20-30 menit
selama 3-4 bulan. Frekuensi waktu total intervensi bervariari antara
penelitian yang satu dengan yang lainya. Terapi relaksasi religius telah
terbukti mengurangi insomnia bila digunakan setiap hari selama satu
bulan dengan durasi 25 menit tiap sesi (Purwanto, 2007).
Selain itu juga hal penting yang harus diperhatikan adalah adanya
persamaan persepsi antara klien dengan tujuan terapi. Sesuai dengan
penelitian Anggrasari (2013) terdapat responden yang menunjukkan
tingkat pemenuhan tidur cukup setelah dilakukan treatmen. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan persepsi responden terhadap maksud


17 KAJIAN PUSTAKA
peneliti saat memberikan intervensi sehingga dalam pelaksanaannya
teknik relaksasi selama penelitian mereka hanya mengikuti instruksi saja
sehingga efek yang dirasakan hanya sedikit berdampak bagi tubuh
mereka (Anggrasari, 2013).
6. Protocol Teknik Terapi dari Hasil Literature Terkait Terapi Relaksasi
Religius dalam Menurunkan Tingkat Insomia
Dari beberapa literature didapatkan bahwa Tahap-tahap relaksasi
religius dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Pilihlah kalimat spiritual yang akan digunakan
b. Ambil posisi tidur telentang yang paling nyaman
c. Pejamkan mata dengan pelan tidak perlu dipaksakan sehingga tidak
ada ketegangan otot sekitar mata
d. Lemaskan semua otot. Mulailah dengan kaki, kemudian betis, paha
dan perut. Gerakkan bahu beberapa kali sehingga tercapai kondisi
yang lebih relaks
e. Perhatikan pernapasan. Bernapaslah dengan lambat dan wajar, dan
ucapkan dalam hati frase atau kata yang digunakan sebagai contoh
anda menggunakan frase yaa Allah. Pada saat mengambil nafas
sertai dengan mengucapkan kata yaa dalam hati, setelah selesai
keluarkan nafas dengan mengucapkan Allah dalam hati. Sambil terus
melakukan relaksasi pernafasan, lemaskan seluruh tubuh disertai
dengan sikap pasrah kepada Allah. Sikap ini mengambarkan sikap
pasif yang diperlukan dalam relaksasi, dari sikap pasif akan muncul
efek relaksasi ketenangan.
f. Lakukan 20-25 menit
Cara ini bisa diubah misalnya tidak dengan posisi tidur tapi juga
bisa dengan posisi duduk dan dapat dilakukan sambil melaksanakan
gerakan jasmani. Relaksasi religius merupakan gabungan latihan
pernafasan dan zikir yang hampir meyerupai meditasi atau yoga.
Perbedaan letaknya ada pada zikir dan totalitas kepasrahan yang khusus
ditujukan kepada Allah. Kelebihan terapi relaksasi religius ini


18 KAJIAN PUSTAKA
dibandingkan psikoterapi lainnya adalah pendekatan spiritual dan religi
yaitu langsung meminta kesembuhan kepada Allah SWT. Respon yang
diharapkan pada latihan ini adalah respon relaksasi dan perbaikan
kondisi.
7. Prognosis
Dari beberapa literature dapat diketahui bahwa prognosa untuk
kepulihan lansia dengan insomnia adalah baik, mengingat ada beberapa
hal posistif yang Nampak dimiliki oleh klien diantaranya: (1) lansia yang
memiliki motivasi untuk mengatsi insomnia yang dideritanya dan (2)
insomnia yang dialami lansia dapat di atasi yaitu dengan relaksasi
religius.
Sangat penting dilakukan oleh perawat yaitu memberikan
informasi terkait intervensi relaksasi religius yang akan dilakukan
kepada klien dan keluarga. Support dari keluarga akan menjadikan klien
merasa dirinya masih dapat memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya
dalam mengatasi insomnia.

2.3 Landasan Teori
Dalam literature review ini telah menunjukkan adanya efektifitas
terapi relaksasi religius terhadap penurunan tingkat insomnia pada lansia.
Faktor yang menjadi penyebab terjadinya insomnia pada lansia antara lain
proses penuaan, gangguan psikologis, gangguan medis umum, factor
lingkungan fisik dan factor lingkungan social (Rafknowledge, 2004). Selain
beberapa factor diats, terdapat juga salah satu factor yang dapat
mempengaruhi kebutuhan tidur lansia adalah factor agama/ kepercayaan
seseorang. Usia lanjut memang merupakan masa dimana keadaan religius
semakin diperkuat sehingga factor keyakinan ini juga akan berpengaruh
terhadap pelaksanaan teknik relaksasi. Untuk mengatasi gangguan insomnia
pada lansia tersebut salah satunya adalah dengan terapi relaksasi religius.
Sebenarnya lansia memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
dicapai. Tugas tersebut misalnya adalah menyesuaikan terhadap penurunan


19 KAJIAN PUSTAKA
kekuatan fisik atau kesehatan, menerima diri sendiri sebagai individu lansia,
dan menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup (Potter dan
Perry, 2005). Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas hidup lansia
adalah dengan mempertahankan kualitas tidurnya, karena jika terdapat
insomnia maka akan berpengaruh terhadap aktivitas lainnya. Pada akhirnya
tugas perkembangan lansia ini akan dicapa dengan teknik relaksasi religius.
Yaitu suatu metode yang menggabungkan teknik relaksasi dzikir dengan
relaksasi nafas dalam. Agama yang merupakan salah satu sumber
spiritualitas dapat memunculkan ketenangan dalam diri individu. Kesesuaian
kebutuhan dan spiritual yang dibutuhkan dan ketenangan yang ditimbulkan
oleh teknik relaksasi religius adalah hal yang dapat menciptakan perubahan
kualitas tidur pada lansia.
Dari beberapa literature menunjukkan adanya hubungan antara
kejadian insomnia pada lansia dengan tingkat stress atau kecemasan dan
depresi yang dialami oleh lansia tersebut. Lansia yang sedang mengalami
kecemasan atau stress maka beberapa otot akan mengalami ketegangan
sehingga mengaktifkan system saraf simpatis. Menurut penjelasan dari
Rohim (2000), salah satu terapi pengobatan pada penderita gangguan
psikologis yaitu terapi spiritual. Dimensi psikologis melalui kegiatan
spiritual/ religius akan membuat individu dalam keadaan tenang dan damai
(Rohim, 2000). Ditambahkan pula, ditinjau dari dimensi kesehatan keadaan
relaksasi dan membuat individu merasa tenang dan nyaman dapat
mempengaruhi bagian otak manusia yang berkaitan dengan proses
emosional, terutama hypothalamus. Pada kondisi stress, hipotalamus akan
mengeluarkan kortisol, hormone stress. Padahal, produksi kortisol secara
simultan akibat ketegangan dan beban psikologis akan merusak dinding
pembuluh darah, yang juga akan mengganggu aliran darah ke otak.
Meningkatnya produksi hormone stress ini memacu kerja neurotransmitter,
akibatnya dopamine yang berperan dalam melakukan tindakan dan
kesadaran kognitif seperti proses tidur terstimulasi. Dengan melakukan
relaksasi religius, seiring dengan kesadaran yang meningkat, pikiran yang


20 KAJIAN PUSTAKA
bergejolak akan diredam sehingga dicapai relaksasi atau perasaan tenang
dan nyaman yang dapat memunculkan rasa kantuk sehingga lansia dapat
dengan mudah mengawali tidur.
Selain itu di dalam melakukan relaksasi religius terdapat teknik
pernafasan yang mampu meningkatkan pengambilan O2 di udara bebas yang
berguna sebagai pasokan nutrisi bagi otak. Teknik pernafasan dilakukan
secara sadar dan menggunakan diafragma, memungkinkan abdomen
terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Teknik pernafasan
tersebut mampu memberikan pijatan pada jantung, membuka sumbatan-
sumbatan dan memperlancar aliran darah ke jantung serta meningkatkan
aliran darah ke seluruh tubuh. Aliran darah yang meningkat juga dapat
meningkatkan nutrient dan O2. Peningkatan O2 didalam otak akan
merangsang peningkatan sekresi serotonin sehingga membuat tubuh menjadi
tenang dan lebih mudah untuk tidur (Purwanto, 2007).

2.4 Konsep Pengembangan Produk Terapi relaksasi Religius Terhadap
Penurunan Tingkat Insomnia Pada Lansia
Dalam upaya membimbing lansia dengan terapi relaksasi religius
terhadapa penurunan tingkat insomnia, maka dibutuhkan sarana media yang
dapat bermanfaat bagi masyarakat yang bertanggung jawab untuk
membimbing dan mengayomi lansia, ataupun konselor yang menangani
klien lansia. Keberadaan sebuah hardcopy berupa kaset/CD ataupun
softcopy berupa file produk terapi relaksasi religius terhadap penurunan
tingkat insomnia pada lansia dapat membantu pihak-pihak yang
bersangkutan dalam menangani dan membimbing lansia yang membutuhkan
relaksasi dalam menghadapai masalah insomnia mereka. Untuk itu
dibutuhkan pemahaman yang baik dari sisi prosedur atau langkah-langkah
yang valid dalam membuat dan merancang produk terapi relaksasi religius
yang diharapkan.
Ada 9 langkah pelaksanaan strategi penelitian dan pengembangan
yang dilakukan untuk menghasilkan produk tertentu dan untuk menguji


21 KAJIAN PUSTAKA
kefektifan produk yang dimaksud. Langkah-langkah yang seyogyanya
ditempuh dalam penelitian dan pengembangan adalah: (1) potensi dan
masalah, (2) Pengumpulan data, (3) desain produk, (4) Validasi desain, (5)
revisi desain, (6) ujicoba produk, (7) revisi produk, (8) ujicoba pemakaian,
(9) produksi masal.
Dari 9 langkah penelitian dan pengembangan tersebut, secara garis
besar dikembangkan menjadi tiga tahap, yaitu: 1) studi pendahuluan, 2)
pengembangan produk dan ke 3) uji model (Santoso, 2013). Dalam
penelitian ini, pengembangan produk dihasilakan sampai tahap
menghasilkan produk akhir.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan menjadi
panduan dalam pelaksanaan penelitian. Kerangka konsep dalam penelitian
ini terdiri dari variabel independen (bebas), variabel dependen (terikat) dan
variabel confounding (perancu).
1. Variabel independen (bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi relaksasi religius
yang diberikan pada lansia yang mengalami Perubahan Tingkat
Insomnia. Karena terapi relaksasi religius merupakan bagian pengobatan
spiritual untuk mendapatkan ketenangan dan kesadaran. Dengan
pemberian terapi relaksasi religius ini diharapkan terjadi peningkatan
atau perbaikan tingkat insomnia pada lansia.
2. Variabel dependen (terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah lansia yang mengalami
Perubahan Tingkat Insomnia. Variabel dependen ini akan diukur
sebelum dan sesudah terapi relaksasi religius diberikan kepada
kelompok intervensi serta akan diukur sebelu dan sesudah relaksasi
nafas dalam pada kelompok control. Instrument pengukuran status atau
kondisi lansia yang mengalami insomnia digunakan Insomnia Rating
Scale yang dikembangkan oleh Kelompok Studi Psikiatri Biologik


22 KAJIAN PUSTAKA
Jakarta (KSPBJ-IRS) yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia.
Instrument ini mengukur masalah insomnia secara terperinci, misalnya
masalah gangguan tidur, lamanya tidur, kualitas tidur serta kualitas
setelah bangun. Setelah klien memberikan jawaban dalam pertanyaan-
pertanyaan yanga terdapat dalam skrining ini, maka dilakukan
penjumlahan dan dikategorikan berdasarkan klasifikasi yang telah
ditentukan dalam skrining ini yaitu normal, insomnia ringan, insomnia
sedang dan insomnia berat (Iwan, 2009).
3. Variabel confounding (perancu)
Variabel confounding yang mungkin dalam penelitian ini adalah
karakteristik lansia yang mengalami perubahan fisik dan psikososial.
Beberapa factor yang dapat mempengaruhi penelitian ini adalah
perubahan fisik (sakit fisik dan lama sakit), penurunan potensi dan
fungsi seksual (jenis kelamin dan status perkawinan), perubahan aspek
psikososial (pendidikan), perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
(sumber pendapatan) dan perubahan dalam peran social (keikutsertaan
dalam aktivitas) (Kunjoro, 2002).

Ketiga variabel tersebut diatas merupakan variabel yang saling
mempengaruhi dalam penelitian ini. Peneliti mencari hubungan diantara
ketiganya melalui sebuah konsep penelitian yang memuat item input
berupa pelaksanaan pretest untuk kedua kelompok, item proses yaitu
pemberian terapi relaksasi religius pada kelompok intervensi dan terapi
relaksasi nafas dalam pada kelompok control, dan item output berupa
pelaksanaan posttest pada kedua kelompok.







23 KAJIAN PUSTAKA
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan landasan teoritis, dapat dirumuskan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel dependen




Variabel Confounding





Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan antar variabel
2.6 Hipotesis
Hipotesis diartikan sebagai dugaan atau jawaban sementara, yang mungkin
benar atau mungkin juga salah (Machfoedz, 2005). Berdasarkan kerangka
konsep penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
Ho: diduga pengembangan produk terapi relaksasi religius efektif terhadap
perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.
Ha: diduga pengembangan produk terapi relaksasi religius tidak efektif
terhadap perubahan tingkat insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

2.7 Definisi Operasional , Variabel penelitian dan Skala Penelitian
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti
Terapi Relaksasi
Religius
Penurunan
Tingkat
Insomnia

1. Usia
2. Jenis kelamin
3. pekerjaan
4. status perkawinan
5. sakit fisik
6. lama sakit fisik



24 KAJIAN PUSTAKA
untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Hidayat, 2007). Definisi operasinal dalam penelitian
ini ditentukan dengan menggunakan parameter yang dijadikan ukuran dalam
penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi operasional Cara ukur Hasil ukur Skala
A. Variabel Confounding
1 Jenis
kelamin
Merupakan
pembedaan jenis
kelamin responden
Satu item
pertanyaan
dalam
kuesioner A
tentang jenis
kelamin
responden
1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
2 Pekerjaan Usaha yang dilakukan
baik di dalam maupun
di luar panti untuk
mendapatkan
penghasilan
Satu item
pertanyaan
dalam
kuesioner A
tentang
pekerjaan
responden
1. Bekerja
2. Tidak
bekerja
Nominal
3 Pendidi-
kan
Jenjang pendidikan
formal yang telah
ditempuh berdasarkan
ijazah terakhir yang
dimiliki
Satu item
pertanyaan
dalam
kuesioner A
tentang
pendidikan
responden
1. Tidak
sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Perguruan
tinggi
Ordinal
4 Status
Perkawi-
nan
Ikatan yang sah antara
pria dan wanita dalam
menjalani kehidupan
berumah tangga
Satu item
pertanyaan
dalam
kuesioner A
tentang status
perkawinan
responden
1. Kawin
2. Tidak
kawin
Catatan:
Belum kawin,
janda, duda
termasuk
dalam tidak
kawin
Nominal
5 Sakit
Fisik
Abnormalitas tubuh
akibat yang
mengganggu fungsi
secara fisik
Satu item
pertanyaan
dalam
kuesioner A
tentang sakit
fisik yang
1. Sakit fisik
2. Tidak sakit
fisik
Nominal


25 KAJIAN PUSTAKA
dialami
responden
6 Lama
Sakit
Fisik
Jumlah lama tahun
pasien mengalami
sakit fisik sampai
dengan terakhir saat
pengambilan data
Satu item
pertanyaan
dalam
kuesioner A
tentang lama
sakit fisik
responden
Dinyatakan
dalam bulan
Rasio
B. Variabel Dependen
7 Tingkat
Insomnia
Persepsi klien
terhadap kualitas
tidurnya saat ini untuk
mengetahui adanya
gejala insomnia pada
lansia
8 pertanyaan
dalam
kuesioner
tentang skala
screening
insomnia
yang
dimodifikasi
dari KSPBJ
IRS
Dinyatakan
dalm rentang
0-24. Seluruh
jawaban
responden
dijumlahkan,
sehingga hasil
berkisar antara
nilai 0-24 dan
untuk diukur
untuk
mendapatkan
nilai mean,
median, modus
dan nilai
maximum-
minimun pada
CI 95%
Rasio
C. Variabel Independen
8 Terapi
relaksasi
religius
Kegiatan terapi yang
dilakukan dengan tujuan
membantu klien
mengatasi gangguan
tidur insomnia yang
dialaminya. Dengan
memusatkan konsentasi
dan perhatian pada satu
titik sehingga tercapai
relaksasi otot, pikiran
dan emosi
Lembar
evaluasi
terhadap
pelaksanaan
terapi
relaksasi
religius
dipegang
peneliti
1. Dilakukan
terapi
relaksasi
religius
2. Tidak
dilakukan
terapi
relaksasi
religius
Nominal
Usulan Penelitian Untuk tesis
26

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu pengembangan
terapi relaksasi religius yang efektif untuk menurunkan tingkat insomnia
pada lansia. Dengan demikkian yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
desain tentang permasalahan lansia dengan insomnia, alasan pengembangan
terapi relaksasi religius dan kriterian tentang efektivitas model.
Tujuan akhir dari penelitian ini adalah tersusunya terapi relaksasi
religius untuk menurunkan tingkat insomnia pada lansia. Untuk mencapai
tujuan tersebut digunakan penelitian dan pengembangan. Kerangka isi dan
komponen terapi relaksasi religius disusun berdasarkan kajian konsep dan
teori penatalaksanaan insomnia, insomnia pada lansia, kajian penelitian
terdahulu yang relevan, studi pendahuluan yang menjaring data
permasalahan tentang insomnia pada lansia, serta uji empiris terhadap
model.
Memperkuat alasan pemilihan penelitian dan pengembangan dalam
penelitian ini adalah sebagaimana dijelaskan Sugiyono (2012) dalam Engel
(2014) bahwa metose penelitian dan pengembangan adalah metode
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji
keefektifan produk tersebut (Engel, 2014). Dalam penelitian ini produk yang
akan dihasilkan adalah terapi relaksasi religius yang efektif untuk
menurunkan tingkat insomnia pada lansia.
Sukmadinata (2012) dalam Engel (2014) mengungkapkan bahwa
dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan terdapat 3 metode yang
digunakan yaitu deskriptif, eksperimen dan evaluatif. Metode deskriptif
dalam penelitian ini digunakan untuk menghimpun data permasalahan
sebagai studi pendahuluan. Metode eksperimen digunakan untuk menguji
efektifitas produk yang dihasilkan yaitu keefektifan dari terapi relaksasi
religius. Dan metode evaluatif digunakan untuk mengevaluasi proses uji


27 METODE PENELITIAN
coba pengembangan suatu produk dalam penelitian ini adalah terapi
relaksasi religius.

3.2 Metode penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan desain Mixed Methode- Embedded Design. Penelitian ini
hendak menghasilkan suatu pengembangan terapi relaksasi religius untuk
menurunkan tingkat insomnia pada lansia. Penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptif dan metode kuasi eksperimen. Alasan penggunaan metode
ini adalah sebagaimana diungkapka Natawidjaya (2009) dalam Engel (2014)
bahwa penelitian dengan metode campuran akan diperoleh pemahaman yang
lebih lengkap mengenai masalah yang diteliti. Mixed methodeberfokus pada
pengumpulan dan analisa data serta memadukan antara data kualitatif dan
kuantitatif. Metide deskriptif analisi dan metode kuasi ekperimen dipilih
karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan, menganalisis dan uji
keefektifan pengembangan terapi relaksasi religius.
Penelitian Kuantitatif dengan Quasi Experimental Pre-Post Test
With Control Group dengan intervensi terapi relaksasi religius. Penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui perubahan tingkat insomnia sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan berupa pemberian terapi relaksasi religius.
Penelitian ini membandingkan dua kelompok lansia yang mengalami
insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur
Kabupaten Jember, yaitu kelompok intervensi (kelompok yang diberikan
terapi relaksasi religius) dan kelompok control (kelompok yang diberikan
terapi relaksasi nafas dalam). Hal ini sesuai dengan pendapat Sastroasmoro
dan Ismail (2008) yang menyatakan bahwa pada penelitian kuasi eksperimen
ditujukan untuk mengungkapkan pengaruh dari intervensi/ perlakuan pada
subjek dan mengukur hasil (efek) intervensi.
Dalam mengembangkan terapi relaksasi religius, sebagai bahan
revisi dan finalisasi produk, peneliti tidak hanya menganalisis hasil
perhitungan data kuantitatif uji coba produk, akan tetapi mengakomodasi


28 METODE PENELITIAN
data kualitatif berupa penilaian pakar atau ahli, tanggapan dan masukan dari
subjek maupun pengamat. Adapun skema pelaksanaan tergambar dalam
bagan berikut dibawah ini.

Bagan 3.1 Desain Penelitian Mixed Methode-Embeded Design
Pengumpulan Data Kuantitaif (Quasi Experimen)
Pre-test Post-test
Intervensi A1 A2
Kontrol B1 B2


Pengumpulan data kualitatif
(sebelum, selama dan setelah)
Keterangan:
X : Perlakuan intervensi terapi relaksasi religius
Y : Perlakukan terapi relaksasi nafas dalam
A1 : Tingkat insomnia pada lansia kelompok intervensi sebelum
mendapatkan perlakuan (intervensi) terapi relaksasi religius
A2 : Tingkat insomnia pada lansia kelompok intervensi sesudah
mendapatkan perlakuan (intervensi) terapi relaksasi religius
B1 : Tingkat insomnia pada kelompok control sebelum
mendapatkan terapi relaksasi nafas dalam
B2 : Tingkat insomnia pada kelompok control sesudah
mendapatkan terapi relaksasi nafas dalam
A2-A1 : Perubahan tingkat insomnia lansia setelah dilakukan terapi
relaksasi religius pada kelompok intervensi
B2-B1 : Perubahan tingkat insomnia lansia setelah dilakukan terapi
relaksasi nafas dalam pada kelompok control
A2-B2 : Perbedaan tingkat insomnia antara kelompok intervensi
setelah mendapatkan terapi relaksasi religius dan kelompok
control setelah mendapatkan terapi relaksasi nafas dalam
X
Y


29 METODE PENELITIAN

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi adalah sejumlah besar subjek penelitian yang mempunyai
karakteristik tertentu yang disesuaikan dengan ranah dan tujuan
penelitian (Sastroasmoro dan Ismael , 2008). Subjek dapat berupa
manusia, hewan coba data laboratorium, dan lain-lain, sedangkan
karakteristik subjek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah klien lansia dengan
insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa
Timur Kabupaten Jember.
Menurut catatan data di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos
Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember bahwa jumlah lansia hingga
bulan Desember 2012 adalah 129 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu
hingga dianggap dapat mewakili populasinya (Sastroasmoro dan
Ismael , 2008). Penetapan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling yaitu peneliti memiliki pertimbangan
tertentu dalam memilih partisipan yang terlibat dalam penelitian (Polit
and Hungler, 1999). Sampel penelitian ini adalah lansia yang
mengalami insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos
Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember dengan kriteria sebagai
berikut;
a. Lansia yang mengalami insomnia dan beragama islam
b. Lansia yang berusia lebih dari 55 tahun
c. Mampu berkomunikasi verbal dan kooperatif atau dapat bekerja
sama dengan baik
d. Lansia yang tidak dalam keadaan sakit dan mampu melakukan
aktivitas secara teratur


30 METODE PENELITIAN
e. Bersedia menjadi responden dan mengikuti prosedur penelitian
sampai tahap akhir.

Besar sampel dalam penelitian ditentukan berdasarkan estimasi
(perkiraan) untuk menguji hipotesis beda proporsi 2 kelompok
berpasangan dengan rumus sebagai berikut (Sastroasmoro dan Ismael ,
2008):

[ ]


Keterangan:
N : Besar sampel
Z : Harga kurva normal tingkat kesalahan yang ditentukan
dalam penelitian pada CI 95% (=0,05), maka Z=1,96
Z : Bila =0,05 dan power 80 % maka Z= 0,842
F : Kesalahan tipe II yang setara dengan 20%= 0,2
D : Beda proporsi yang klinis penting (clinical jugdement) =
25 % atau 0,25
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus diatas maka:

[ ]


()


n = 25,123 dibulatkan menjadi 25
Besar sampel untuk penelitian ini adalah 25 responden untuk setiap
kelompok.
Dalam studi kuasi eksperimen ini, untuk mengantisipasi adanya
sampel yang kluar (droup out) dalam proses penelitian, maka
kemungkinan berkurangnya sampel perlu diantisipasi dengan cara
memperbesar taksiran ukuran sampel agar presisi penelitian tetap
terjaga. Adapun rumus untuk mengantisipasi berkurangnya subjek
penelitian (Sastroasmoro dan Ismael , 2008) ini adalah:





31 METODE PENELITIAN
Keterangan:
n : ukuran sampel setelah revisi
n : ukuran sampel asli
1-f : perkiraan proporsi drop out, yang diperkirakan 10% (f=0,1)

Maka:


n = 27,78 dibulatkan menajdi 28
Berdasarkan rumus tersebut di atas, maka jumlah sampel akhir yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 28 responden untuk setiap
kelompok (28 kelompok intervensi dan 28 kelompok control),
sehingga jumlah total sampel adalah 56 responden.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang
digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah
sampel akan mewakili keseluruhan populasi (Hidayat, 2007). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling
yaitu peneliti memiliki pertimbangan tertentu dalam memilih
partisipan yang terlibat dalam penelitian (Polit and Hungler, 1999).
Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang tercata sebagai warga
Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur
Kabupaten Jember dan telah sesuai dengan kriteria diatas. Kelompok
intervemsi dan kelompok control dipilih sesuai dengankriteria yang
telah ditentukan, dengan besar sampel untuk tiap kelompoknya
sebanyak 28 responden. Pemilihan sampel dilakukan berdasar hasil
pretest. Penetapan kelompok intervensi dan kelompok control, peneliti
menggunakan teknik Random Sampling Assignment yaitu 56
responden yang telah terpilih sebagai responden kemudian diundi
secara acak dan diklasifikasikan menjadi 28 responden kelompok
intervensi dan 28 responden kelompok control.



32 METODE PENELITIAN
3.4 Waktu dan Tempat Penelitian
3.4.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2014.
3.4.2 Tempat Penelitian
Lokasi penelitian adalah Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos
Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.

3.5 Instrumen Penelitian
3.5.1 Kuesiner Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pertanyaan
(kuesioner) sebagai berikut:
1. Data Demografi Responden
Data demografi responden yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah beberapa pertanyaan yang berisi karakteristikresponden.
Pengambilan data ini menggunakan lembar kuesioner A yang
terdiri dari 8 pertanyaan tentang data demografi responden yang
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, sakit fisik dan lama sakit fisik.
2. Pengukuran Tingkat Insomnia
Pengukuran terhadap tingkat insomnia menggunakan lembar
kuesioner B yang merupakan skala atau tingkat insomnia dalam
bentuk Insomnia Rating Scale yang dikembangkan oleh kelompok
studi psikiatri biologic Jakarta (KSPBJ) yang dimodifikasi sesuai
dengan kondisi lansia. Alat ukur ini mengukur masalah insomnia
secara terperinci, misalnya masalah gangguan masuk tidur,
lamanya tidur, kualitas tidur, serta kuantitas setelah bangun.
Berikut merupakan butir-butir dari KSPBJ IRS dan nilai skoring
dari tiap item yang dipilih oleh subjek adalah sebagai berikut:
a. Lamanya tidur. Butir ini untuk mengevaluasi jumlah jamtidur
total. Nilai butir ini tergantung dari lamanya subjek tidur dalam
satu hari. Untuk subjek normal lamanya tidur biasanya lebih


33 METODE PENELITIAN
dari 6,5 jam, sedangkan pada penderita insomnia memiliki
lama tidur yang lebih sedikit. Nilai yang diperoleh dalam setiap
jawaban adalah: nilai 0= tidur lebih dari 6,5 jam. Nilai 1= tidur
antara 5,5-6,5 jam. Nilai 2= tidur antara 4,5-5,5 jam. Nilai 3=
tidur kurang dari 4,5 jam.
b. Mimpi. Subjek normal biasanya tidak bermimpi atau tidak
mengingat bila Ia mimpi atau kadang-kadang mimpi yang
dapat diterimanya. Penderita insomnia mempunyai mimpi yang
lebih banyak atau selalu bermimpi dan kadang-kadang mimpi
buruk. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai
0= tidak ada mimpi. Nilai 1= terkadang mimpi yang
menyenangkan atau mimpi biasa aja. Nilai 2= selalu mimpi.
Nilai 3= mimpi buruk yang tidak menyenangkan.
c. Kualitas tidur. Kebanyakan subjek normal tidurnya dalam,
penderita insomnia biasanya tidurnya dangkal. Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= dalam, sulit
untuk terbangun. Nilai 1= terhitung tidur baik, tetapi sulit untuk
terbangun. Nilai 2= terhitung tidur tidak baik, tapi mudah untuk
terbangun. Nilai 3= tidur yang dangkal, mudah untuk
terbangun.
d. Masuk tidur. Subjek normal biasanya dapat jatuh tertidur dalam
waktu 5-15 menit. Penderita insomnia biasanya lebih lama dari
15 menit. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:
nilai 0= kurang dari 15 menit. Nilai 1= antara 15-30 menit.
Nilai 2= antara 30-60 menit. Nilai 3= lebih dari 1 jam.
e. Terbangun malam hari. Subjek normal dapat mempertahankna
tidur sepanjang malam, kadang-kadng terbangu 1-2 kali. Tetapi
penderita insomnia terbangun lebih dari 3 kali. Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= tidak
terbangun sama sekali. Nilai 1= terbangun 1-2 kali. Nilai 2=
terbangun 3-4 kali. Nilai 3= terbangun lebih dari 4 kali.


34 METODE PENELITIAN
f. Waktu untuk tidur kembali. Subjek normal mudah sekali untuk
tidur kembali setelah terbangun dimalam hari biasanya kurang
dari 5 menit mereka dapat tertidur kembali. Penderita insomnia
memerlukan waktu yang panjang untuk tidur kembali. Nilai
yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= kurang
dari 5 menit. Nilai 1= antara 6-15 menit. Nilai 2= antara 16-60
menit. Nilai 3= lebih dari 60 menit.
g. Terbangun dini hari. Subjek normal terbangun kapan Ia ingin
bangun tetapi penderita insomnia biasanya bangun lebih cepat
(missal 1-2 jam sebelum waktu untuk bangun). Nilai yang
diperoleh dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= sekitar waktu
tidur anda. Nilai 1= bangun 30 menit lebih awal dan tidak
dapat tidur lagi. Nilai 2= bangun 1 jam lebih awal dan tidak
dapat tidur lagi. Nilai 3= bangun lebih dari 1 jam lebih awal
dan tidak dapat tertidur lagi.
h. Perasaan waktu bangun. Subjek normal merasa segar setelah
tidur di malam hari. Akan tetapi penderita insomnia biasanya
bangun dengan tidak segar atau lesu. Nilai yang diperoleh
dalam setiap jawaban adalah: nilai 0= merasa segar. Nilai 1=
tidak terlalu baik. Nilai 2= merasa lesu. Nilai 3= sangat buruk.
Jumlah skor maksimum untuk pengukuran ini adalah 24. Skor total
menunjukkan berat ringannya insomnia. Skor 0-6 = tidak
insomnia, Skor 7-12 = insomnia ringan Skor 13-18= insomnia
sedang, Skor 19-24= insomnia berat.
3.5.2 Uji Instrumen
Khusus untuk daftar pertanyaan (questionaire) penelitian, agar dapat
menjadi instrumen penelitian yang valid dan reliabel sebagai alat
pengumpul data, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas.
1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid


35 METODE PENELITIAN
apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat
mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat . Uji
validitas instrumen penelitian yang digunakan adalah Validitas
Konstruk dengan memakai rumus korelasi product moment dari
Pearson. Suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna sebagai alat
pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r hitung) lebih besar dari
angka kritik nilai korelasi (r-tabel). Taraf signifikansi yang dipilih
adalah 5 %. Kegunaan validitas konstruk adalah mencari tahu apakah
setiap pertanyaan yang tersusun mempunyai validitas yang tinggi.
Sebuah pertanyaan dikatakan valid apabila mempunyai dukungan
yang besar terhadap skor total (Arikunto, 2006).
Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban responden terhadap
pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen
yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data
yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar dan sesuai
kenyataan, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama. Teknik
yang dipakai untuk menguji kuesioner penelitian,adalah adalah teknik
single test double trial, yaitu denga menguji coba instrumen kepada
sekelompok responden. Pada kali lain instrumen tersebut diberikan
kepada kelompok semula untuk dikerjakan lagi. Kemudian kedua
hasil tersebut dikorelasikan (Arikunto, 2006).

3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dalam
keranfka studi pendahuluan yaitu kajiannpustaka dan kajian empiris. Kajian
pustaka diperoleh melalui studi kepustakaan, sedangakan kajian empiris
diperoleh melalui wawancara, kuesioner dan observasi.




36 METODE PENELITIAN
1. Wawancara
Dalam penelitian ini wawancara menggambarkan peran seorang peneliti
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh
jawaban yang relevan dengan masalah penelitian. Alasan wawancara
dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara awal untuk mengetahui implementasi terapi relaksasi
religius di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa
Timur Kabupaten Jember.
b. Wawancara sebelum dan setelah perlakuan oleh peneliti untuk
mengetahui perubahan pola tidur dan perilaku lansia
c. Wawancara oleh peneliti terhadap lansia untuk mengetahui
keberhasilan intervensi terapi relaksasi religius
2. Penyebaran kuesioner
Dalam penelitian ini penyebaran kuesiner dilakukan 2 tahap yaitu pada
saat pre-test dan post-test.
3. Observasi
Menurut sugiono (2012) dalam Engel 2014 dikatakan bahwa observasi
merupakan suatu proses pengamatan terhadap subjek penelitian dan
dilakukan secara terstruktur. Dalam penelitian ini tahapa dan bentuk
observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Lembar observasi yang dilakukan oleh pegawai Panti Sosial Tresna
Werdha Kasian Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember
terhadap sarana, permasalahan dan penanganan insomnia pada lansia
b. Lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti selama proses
intervensi berlangsung, mekanisme maupun proses perubahan pola
tidur pada lansia
c. Lembar observasi pencapaian keterlaksanaan terapi relaksasi religius
d. Lembar analisis hasil oleh peneliti terhadap outwork tas.


37 METODE PENELITIAN
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.7.1 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah melalui beberapa
tahapan yaitu merekapitulasi hasil jawaban kuesioner yang diisi oleh
responden kemudian dilakukan:
1. Editing untuk memeriksa kelengkapan pengisian instrument
penelitian data yang masuk.
2. Coding untuk membedakan kelompok intervensi dan kelompok
control sehingga memudahkan dalam pengolahan data dan analisis
data.
3. Entri Data merupakan kegiatan memproses data untuk keperluan
analisa dengan paket program computer
4. Cleaning data agar terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan
analisa data.
3.7.2 Analisa Data
Jenis data dalam dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif menggunakan analisa non-
statistik sedangkan kuantitatif menggunakan analisis statistic. Sebelum
menganalisis data lebih lanjut terlebih dahulu dilakukan uji normalitas
data dengan menggunakan uji kolmogorof-smirnov.
1. Analisis Data Kuantitatif
a. Analisis Univariat
Analisa data yang bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikankarakteristik masing-masing variabel yang
diteliti. Analisis ini dilakukan terhadap variabel confounding
dan variabel dependen dalam penelitian ini, yaitu tentang
karakteristik responden dan tingkat insomnia di Panti.
Karakteristik responden dibagi dalam dua kelompok,
yaitu kelompok intervensi dan kelompok control. Analisis data
numeric terdiri dari usia dan lama sakit fisik, dilakukan dengan
sentral tendensi guna mendapatkan nilai mean, standar deviasi,


38 METODE PENELITIAN
nilai minimum dan maksimum serta Confident Interval (CI
95%). Variabel jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status
perkawinan merupakan data kategorik yang dianalisis dengan
distribusi frekuensi untuk menghitung frekuensi dan persentase
variabel. Analisis univariat juga dilakukan untuk mengetahui
tingkat insomnia pada lansia. Analisisnya juga menggunakan
sentral tendensi guna mendapatkan nilai, mean, standar deviasi,
nilai minimum dan maksimum serta Confident Interval (CI
95%) dari variabel tersebut
b. Analisis Bivariat
Analisis untuk menguji hubungan yang signifikan
antara dua variabel, atau bisa juga untuk mengetahui apakah
ada perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok.
Analisis bivariate dilakukan untuk membuktikan hipotesis
penelitian yaitu pengaruh terapi relaksasi religius terhadap
perubahan tingkat insomnia pada lansia serta menganalisis
terhadap perbedaan tingkat insomnia sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi.
Sebelum analisis bivariate dilaksanakan, maka
dilakukan terlebih dahulu uji kesetaraan untuk mengidentifikasi
varian variabel antara kelompok intervensi dengan kelompok
control. Uji kesetaraan dilakukan untuk mengidentifikasi
kesetaraan karakteristik pasien dan tingkat insomnia antara
kelompok intervensi dan kelompok control. Kesetaraan
variabel confounding yaitu karakteristik responden meliputi,
variabel lama sakit fisik antara kelompok intervensi dengan
kelompok control diukur dengan menggunakan uji Independent
Sample t Test. Kesetaraan karakteristik jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan dan status perkawinan di kedua
kelompok ini diukur dengan menggunakan uji Chi-Square.
Selanjutnya analisis perbedaan tingkat depresi pada kelompok


39 METODE PENELITIAN
intervensi dan kelompok control sebelum dan sesudah
intervensi dianalisis menggunakan uji t-Test Dependent.
Kesetaraan kedua kelompok terhadap tingkat insomnia sebelum
diberikan terapi relaksasi religius diuji dengan Independent
Sample t Test.
Analisis hubungan variabel karakteristik responden
dengan variabel dependen, yaitu karakteristik jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, dan lama sakit fisik.
Hubungan karakteristik responden tersebut terhadap tingkat
insomnia setelah dilakukan pemberian atau intervensi terapi
relaksasi religius dianalisis menggunakan uji t-Test Dependent
untuk variabel jenis kelamin, pekerjaan dan status perkawinan
variabel pendidikan dianalisis dengan uji Anova dan untuk
variabel lama sakit di uji dengan uji Korelasi.
2. Analisis Data Kualitatif
Teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan
terapi relaksasi religius dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan analisis non-statistik sebagai berikut:
a. Uji Rasional Produk
Dilakukan untuk mengidentifikasi masukan-masukan
konseptual dari pakar teori terapi relaksasi religius untuk
mendapatkan rumusan isi, teoritis, efisiensi, kemungkinan
implementasi dan kemenarikan produk yang memiliki
kelayakan yang memadai.
b. Uji Kepraktisan Produk
Dilakukan oleh para praktisi di lapangan dalam hal ini perawat
yang brtujuan untuk melihat berbagai dimensi yang
seyogyanya dipertimbangkan dalam pengembangan dan
penerapan teori relaksasi religius, sehingga kelayakan
operasionalnya dapat dipertanggungjawabkan.



40 METODE PENELITIAN
c. Uji Coba Terbatas
Dilakukan untuk mendapatkan masukan kritis dari praktisi
lapangan yang melaksanakan perlakuan dalam layanan terapi
relaksasi religius.

3.8 Keabsahan Data (Trustworthiness of Data)
Data penelitian ini berupa kualitatif dan kuantitait. Dalam
menghasilkan data kualitatif telah dilakukan uji validitas dan reabilitas.
Sedangkan dalam penelitian kualitatif data dikatakan abash bila penelitian
tersebut mampu menampilkan pengalaman partisipan yang teliti dan akurat.
Kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu credibility, dependability,
confirmability and transferability (Maleong L.J, 2008).
1. Credibility
Kriteria ini digunakan untuk membuktikan data yang berhasil
dikumpulkan.
2. Dependability
Kriteria ini digunakan untuk menunjukkan seberapa tingkat ketepatan
atau dapat diterapkannya suatu hasil penelitian dalam populasi dimana
sampel diambil.
3. Confirmability
Kriteria ini digunakan untuk menghindari kesalahan dalam pengumpulan
dan menginterpretasikan data sehingga data yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Transferability
Kriteria ini digunakan agar dapat menilai hasil dari penelitian untuk
menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara pengecekan data
serta interpretasi hasil yang dikaitkan dengan teori yang ada.

3.9 Etika Penelitian
Penelitian dalam keperawatan pada umumnya melibatkan manusia
sebagai subjek penelitian, dengan begitu dimungkinkan bahwa penelitian ini


41 METODE PENELITIAN
mempunyai resiko ketidaknyamanan pada subjek penelitian. Oleh karena itu
pertimbangan etik dalam penelitian menjadi perhatian peneliti. Peneliti
meyakinkan bahwa responden terlindungi dengan memenuhi prinsip etik.
Untuk itu peneliti meminta persetujuan keikutsertaan pada subjek penelitian
sebelum penelitian dilakukan melalui informed concent (persetuan
responden).
Peneliti telah berusaha mencegah permasalahan dalam penelitian ini
dengan menerapkan prinsip-prinsip etik dalam penelitian. Secara umum
menurut Polit & Beck (2006) dalam Dharma (2011) terdapat empat prinsip
utama dalam etik penelitian keperawatan yaitu:
1. Respect for human dignity
2. Respect for privacy and confidentiality
3. Respect for justice inclusiveness
4. Balancing harm and benefit

Usulan Penelitian Untuk tesis
42

DAFTAR PUSTAKA

A. van Straten, J. E. (2014). Guided Internet-delivered cognitive behavioural
treatment for insomnia: a randomized trial. Psychological Medicine 44.
Cambridge University Press 2013, 1521-1532.
Amir, N. (2007). Gangguan Tidur Pada Lansia. Jakarta: FKUI.
Anggrasari, A. P. (2013). Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Lansia di panti Wredha Hargo Dedali
Surabaya. Jurnal Kesehatan "Samodra Ilmu" Vol.04 No.02, 73-83.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Benson. (2000). Dasar-dasar Respon Relaksasi: Bagaimana Menggabungkan
Respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda (terjemahan).
Bandung: Mizan.
Coates, T. J. (2001). Mengatasi Gangguan Tidur Tanpa Obat (Terjemahan).
Bandung: Pioner Jaya.
Dahl, E. K. (2011). Insomnia in elderly cancer survivorsa population-based
controlled study of associations with lifestyle, morbidity,and psychosocial
factors. Results from the Health Survey of North-Trndelag County
(HUNT-2). Support Care Cancer (2011) 19:, 1319-1326.
Darmawanti, I. (2012). Hubungan Antara Tingkat Religiusitas dengan
Kemampuan dalam Mengatasi Stress. Jurnal Psikologi: teori dan
Terapan, Vol.2 No.2 Februari, 24-29.
Dharma, K. (2011). Metodologi Penelitian keperawatan: Panduan Melaksanakan
dan Menerapkan hasil Penelitian. Jakarta: trans Info Media.
Engel, J. D. (2014). Pengembangan Model Logo Konseling Yang Efektif Untuk
Memperbaiki Harga Diri Spiritual Yang Rendah Perempuan Korban
Perdagangan. Bandung: repository. UPI.edu.
Ghaddafi, M. (2006). Tatalaksana Insomnia Dengan Farmakologi Atau Non
Farmakologi. Bali: Bagian SMF Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.


43 DAFTAR PUSTAKA
Gudawati, L. (2011). Perbedaan Tingkat Insomnia lansia Sebelum dan Sesudah
Senam Yoga di Posyandu Lansia Desa Blulukan Kecamatan Colomadu
Kabupaten Karanganyar. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Heli Jarnefelt, R. L. (2012). Cognitive Behavior Therapy for Chronic Insomnia in
Occupational Health Services. J Occup Rehabil 22, 511-521.
Hidayat, A. A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan teknis Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Iwan. (2009). Skala Insomnia (KSPJB Insomnia Rating Scale). Retrieved
Desember 3, 2013, from http://www.sleepnet.com
Joewana, s. (2005). Psikopatologi Insomnia. Majalah Dunia Kedokteran, PT
Temprint Jakarta.
Khusnah, R. R. (2008). Analisis Korelasi Tingkat Depresi Dengan Insomnia Pada
Lansia Di Irna III Rumah Sakit Umum Daerah Kanjuruhan Kepanjen.
Malang: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
Kunjoro. (2002). Masalah Kesehatan Jiwa Lansia: Kategiri Lanjut Usia.
Retrieved Desember 3, 2013, from http://www.e-psikologi.com
Kurnia, A. D. (2009). Aromaterapi Bunga Lavender Memperbaiki Kualitas Tidur
pada Lansia . JUrnal Kedokteran Brawijaya, Vol XXV, No2, Agustus, 83-
86.
Machfoedz, I. (2005). Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan
dan Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
Maimunah, A. (2011). Pengaruh Pelatiha Relaksasi dengan Dzikir Untuk
Mengatasi Kecemasan Ibu hamil pertama. Psikoislamika. Jurnal Psikologi
Islam. Vol.8 No.1 , 1-22.
Maleong L.J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda
karya.
Mardiyono. (2009). Islamic Relaxation Outcomes: A Literature Review. The
Malaysian Journal of Nursing, Vol. 1 no.1, 25-30.
Mardiyono, e. a. (2007). Pengaruh terapi dzikir terhadap penurunan kecemasan
pasien bedah mayor [ Effects of zikr therapy in reducing preoperative


44 DAFTAR PUSTAKA
anxiety for patients undergoing major surgery]. General of Soedirman
University.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Polit and Hungler. (1999). Nursing Research: Principle and Methods ed.6.
Philadhelphia: Lippincot Williams and Wilkins.
Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Vol.1. Jakarta:
EGC.
Purwanto, S. (2007). Pengaruh Latihan Relaksasi Religius Untuk Mengurangi
Gangguan Insomnia. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Radityo, W. E. (2009). Depresi dan Gangguan Tidur. Bali: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Rafknowledge. (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Raihan, A. (2007). Pengaruh Latihan Pasrah Diri Terhadap Kadar CRP pad
Pasien DM dengan Hipertensi, Dislipidemia dan Gejala Depresi.
http://aburaihan74.wordpress.com/2009/02/20/laporan-penelitian-dzikir.
Rohim, M. S. (2000). Mengatasi Kegoncangan Jiwa Perspektif Al-Qur'an dan
Sains. Bandung: PT remaja Rosdakarya.
Santoso, A. W. (2013). Studi Pengembangan terapi Musik Islami Sebagai
Relaksasi Untuk Lansia. Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam
Vol.3.No.1, 62-75.
Sarah Ibrahim, S. S. (2013). Preferences for behavioral therapies for chronic
insomnia. Health 5 , 1784-1790.
Sastroasmoro dan Ismael . (2008). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis
Ed.3. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Siswanto. (2012). Pengaruh Terapi Suara tartil Al-Qur'an Terhadap Penurunan
Tingkat Insomnia Pada Lanjut Usia di Panti Wredha Muhammadiyah
Kota Probolinggo. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.


45 DAFTAR PUSTAKA
Sitralita. (2010). Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kualitas
Tidur Pada Lansia di Panti Sosial tresna Werdha kasih Sayang Ibu
Batusangkar. Padang: Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
Triyadini. (2010). Efektifitas Terapi Massage dengan Terapi Mandi Air Hangat.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Jurnal of Nursing).
Volume 5. No.3 November, 174-181.
Utami, M. S. (1993). Prosedur Relaksasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Vitaliati, T. (2008). Pengaruh Terapi Qur'an Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
pada Pasien Rawat Inap di RSUD Kalisat Jember. Jurnal Kesehatan
dr.Soebandi, Vol.1, No.1 Oktober 2012.
Widyastuti. (2012). Perbedaan Efektifitas Terapi Musik dengan Teknik Relaksasi
Progresif Terhadap Peningkatan Kualitas Tidur Lansia di Banjar Peken
Desa Sumerta Kaja. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Wold, G. H. (2004). Basic Geriatric Nursing. Third edition. Amerika: Mosby.
Zaswiza Mohamad Noor, A. J. (2013). Feasibility and acceptability of wrist
actigraph in assessing sleep quality and sleep quantity: A home-based pilot
study in healthy volunteers. Health 5, 63-72.
Zaswiza Mohamad Noor, A. J. (2014). A study protocol: a community pharmacy-
based intervention for improving the management of sleep disorders in the
community settings. BMC Health Services Research, 14:74, 1-8.


Usulan Penelitian Untuk tesis
46



LAMPIRAN



47 LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Permohonan Menjadi Responden

Kepada Yth. Bapak / Ibu di Tempat.

Dengan Hormat, Kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Trisna Vitaliati
NPM : 220120130058

adalah Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan
Komunitas Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran yang mengadakan
penelitian tentang : Pengaruh Teknik Relaksasi Religius terhadap Perubahan
Tingkat Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian Dinsos
Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember. Dengan tujuan mengetahui pengaruh
teknik relaksasi religius terhadap Perubahan Tingkat Insomnia pada lansia, maka
dengan rendah hati saya memohon kesediaan Bapak/ibu untuk berpartisipasi
menjadi responden dalam kegiatan tersebut. Kerahasiaan dan identitasnya akan
saya jaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja serta bila tidak
digunakan lagi akan dimusnahkan.
Apabila Bapak/ibu bersedia, mohon diminta dengan hormat untuk bertanda tangan
pada lembar persetujuan yang terlampir. Demikian permohonan ini, atas perhatian
dan kesediaan Bapak/Ibu, dihaturkan banyak terima kasih.

Jember, Februari 2014



Trisna Vitaliati



48 LAMPIRAN
LAMPIRAN 2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian ini,
maka saya yang bertanda tangan dibawah ini, Menyatakan Bersedia/Tidak
Bersedia *) menjadi responden dari saudara
Nama : Trisna Vitaliati
NPM : 220120130058

dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Teknik Relaksasi Religius terhadap
Perubahan Tingkat Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Kasian
Dinsos Provinsi Jawa Timur Kabupaten Jember.
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak berakibat negatif, oleh karena
itu saya bersedia untuk menjadi responden pada penelitian ini. Apabila sewaktu-
waktu saya tidak bersedia atau mengundurkan diri menjadi responden dalam
penelitian ini, maka tidak ada tuntutan atau sanksi yang dikenakan kepada saya di
kemudian hari.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan
dari pihak manapun.

Jember, Februari 2014
Responden



(..)

*) Coret Yang tidak perlu


49 LAMPIRAN
LAMPIRAN 3. LEMBAR KUESIONER

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI RELIGIUS TERHADAP PERUBAHAN
TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA KASIAN DINSOS PROVINSI JAWA TIMUR
KABUPATEN JEMBER

No Kode Responden:
KUESIONER A
Data Demografi Responden :
1. Nama Responden (Initial) :
2. Umur :tahun
3. Jenis Kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
4. Pekerjaan :
a. Bekerja
b. Tidak Bekerja
5. Pendidikan :
a. Tidak Sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi
6. Status Perkawinan :
a. Kawin
b. Tidak Kawin
7. Sakit Fisik :
a. Sakit Fisik
b. Tidak Sakit Fisik
8. Lama Sakit Fisik :Bulan/Tahun


50 LAMPIRAN
KUESIONER B
Pengukuran Tingkat Insomnia
NO PERTANYAAN 0 1 2 3
1 Lamanya tidur
2 Mimpi
3 Kualitas tidur
4 Memulai tidur
5 Terbangun malam hari
6 Waktu untuk tidur kembali
7 Terbangun dini hari
8 Perasaan waktu bangun

Skoring: Jumlahkan semua jawaban responden
Skor 0-6 = tidak insomnia
Skor 7-12 = insomnia ringan
Skor 13-18 = insomnia sedang
Skor 19-24 = insomnia berat

Anda mungkin juga menyukai