Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Estrogen adalah zat yang membangkitkan estrus pada berbagai jenis hewan
menyusui. Zat itu penting karena menimbulkan cirri kelamin sekunder pada wanita.
Walaupun terdapat baik dalam tubuh pria maupun wanita, kandungannya jauh lebih
tinggi dalam tubuh wanita usia subur. Pada saat menopause, estrogen mulai
berkurang sehingga dapat menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot flash,
berkeringat pada waktu tidur, dan kecemasan yang berlebihan.
Alien dan Doisy menunjukkan pada tahun 1923 bahwa ekstrak indung telur dapat
menghasilkan estrus. Segera setelah itu, ditemukan bahwa sumber estrogen yang baik
adalah urin perempuan hamil. Estron [estra-1,3,5(10)-trien-3-ol-17-on] adalah
estrogen hablur yang pertama di isolasi dari sumber itu. Dua estrogen C-18 lainnya,
17-estradiol danestriol, isolasi di isolasi kemudian dan di temukan cirinya untuk
membulatkan apa yang di anggap sebagai tiga estrogen klasik.
Secara kimia, estrogen yang terdapat di alam mempunyai persamaanya itu cincin
Atak jenuh (yang rata) dengan fungsi fenol pada fungsi 3 yang membantu dalam
pemisahan dan pemurnian terhadap zat-zat non fenolik. Biosintesis estrogen
berlangsung dari kolesterol sesuaidengan persamaan.Oleh karena itu estrogen
merupakan tahap akhir pada penguraian kolesterol dengan kerangka karbon
siklopentahiperhidrofenantrena tetap utuh. Kolesterol yang di pakaidalambiosintesis
estrogen dapat di sintesis di dalam organ dariasetil-CoA, atau di pungutoleh organ
lalu di ubah menjadi estrogen.
Hormon ini dibagi menjadi dua yaitu:
Estrogen alamiah seperti estradiol, estriol, dan estron
Estrogen sintetik seperti etinil estradiol, mestranol, dan sebagainya.
Estrogen sintetik yang tidak memiliki sifat steroid adalah klomifen sitrat
dan siklofenil.

2

Estrogen dibentuk pada:
a. Fase folikuler
b. Fase luteal
c. Kelenjar suprarenal
d. Jaringan lemak
e. System saraf pusat
Manfaat estrogen secara fisiologis
Memicu pertumbuhan payudara
Poliferasi endometrium
Meningkatkan kerja organ seperti uterus, tuba dan vagina
Perubahan selaput lendir, memperbanyak sekresi, meningkatkan asam laktat
pada vagina.
Merubah konsistensi lendir serviks

Khasiat pemberian Estrogen
Khasiat estrogen pada masing-masing organ adalah :
Ovarium : memicu pematangan folikel dan ovum
Uterus : memicu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi otot
uterus
Vagina : menyebabkan perubahan selaput lendir vagina, memperbanyak
sekresi, dan meningkatkan kadar glikogen
Serviks : memperbanyak sekresi seluler serviks, mengubah konsentrasi lendir
pada saat ovulasi
Payudara : menyebabkan terjadinya proliferasi pada mammae





3

2. PERMASALAHAN
a. Penyakit yang bersangkutan dengan hormon
b. Patogenesis
c. Gejala
d. Obat/Terapi hormon yang digunakan
e. Hubungan struktur dan aktifitas
f. Mekanisme
























4

BAB II
PEMBAHASAN

a. Penyakit yang bersangkutan dengan hormon
OSTEOPOROSIS
A. EPIDEMIOLOGI
Osteoporosis sebenarnya merupakan kondisi yang dapat dicegah, namun
dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan umum yang mengganggu. Penurunan
massa, kualitas, dan kekuatan tulang berkontribusi meningkatkan risiko
osteoporosis dan fraktur. Patah tulang (fraktur) yang berkaitan dengan
osteoporosis umumnya menyebabkan nyeri, kifosis, keterbatasan fisik, bahkan
kematian.
Prevalensi tepatnya tidak diketahui, namun hampir separuh dari penduduk
amerika usia 50 tahun ke atas ,atau 44 juta orang, memiliki massa tulang yang
rendah. Jumlah ini diperkirakan meningkat hingga lebih dari 60 juta orang selama
15 tahun ke depan. Kejadiannya sangat bervariasi dalam subpopulasi dan
tergantung dari banyak faktor risiko, daerah rangka yang diukur, dan teknologi
radiologi yang digunakan. Pada akhir tahun 1990an, berdasarkan pengukuran
densitas mineral tulang (BMD) periferal, 40% wanita postmenopause mengalami
osteopenia dan 7% mengalami osteoporosis.
Saat klasifikasi BMD WHO diaplikasikan pada data dari National Health
and Nutrition Examination Survey ketiga (NHANES III, dari tahun 1988-1994),
prevalensi osteopenia dan osteoporosis pada penduduk Amerika adalah sebagai
berikut :
- Wanita non hispanic kulit putih : 52% dan 20%
- Wanita non hispanik kulit hitam : 35% dan 5%
- Wanita Amerika-meksiko : 49% dan 10%
- Pria dari segala ras : 47% dan 6%, menggunakan rerata BMD pria usia muda
- Pria dari segala ras : 33% dan 4%, menggunakan rerata BMD wanita usia muda
5

Kejadian osteoporosis meningkat dengan meningkatnya usia. Prevalensi
osteoporosis bahkan lebih tinggi pada penghuni panti jompo. Ratusan dan ribuan
fraktur terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Risiko seumur hidup wanita kulit
putih mengalami fraktur adalah 50%. Risiko fraktur meningkat seiring
meningkatnya usia dan rendahnya massa densitas tulang.

B. DEFINISI
Osteoporosis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan
kepadatan tulang, penurunan kekuatan tulang, dan mengakibatkan tulang rapuh.
Arti osteoporosis secara harfiah adalah terjadinya keropos tulang membentuk
porus-porus seperti spons. Gangguan ini melemahkan tulang dan mengakibatkan
sering terjadinya patah tulang (Ikawati, 2011).
WHO mengklasifikasikan massa tulang berdasarkan T-scores. T-scores
merupakan bilangan standar deviasi dari rata-rata densitas mineral tulang pada
populasi muda normal. Massa tulang yang normal memiliki nilai T-score lebih
besar dari -1, osteopenia memiliki nilai T-score -1 sampai -2,5, sedangkan
osteoporosis memiliki nilai T-score kurang dari -2,5 (Dipiro et al, 2005).
Tulang yang terkena osteoporosis dapat patah (fraktur) karena cedera kecil yang
biasanya tidak akan menyebabkan tulang patah. Fraktur tersebut dapat berupa
retak/remuk, seperti patah tulang pinggul, atau patah (seperti pada tulang
belakang. Bagian punggung, pinggul, rusuk, dan pergelangan tangan merupakan
daerah umum terjadinya patah tulang akibat osteoporosis, meskipun fraktur
osteoporosis dapat terjadi pada semua tulang rangka (Ikawati, 2011).

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab terjadinya osteoporosis adalah multifaktorial, dengan banyak
faktor risiko. Namun dari berbagai faktor risiko tersebut, yang paling banyak dan
umum dijumpai adalah :
1.Osteoporosis postmenopause
Dalam keadaan normal estrogen akan mencapai sel osteoblas dan
beraktivitas melalui reseptor yang terdapat dalam sitosol, mengakibatkan
6

menurunnya sekresi sitokin seperti IL-1, IL-6, dan TNF yang berfungsi dalam
penyerapan tulang. Di lain pihak, estrogen akan meningkatkan sekresi TGF
yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke daerah tulang yang
mengalami penyerapan oleh osteoklas.
Sedangkan efek estrogen normal pada osteoklas adalah menekan
diferensiasi dan aktivasi sel osteoklas dewasa. Defisiensi estrogen setelah
menopause meningkatkan proliferasi, diferensiasi, dan aktivasi osteoklas baru dan
memperpanjang masa hidup osteoklas lama, sehingga resorpsi tulang melebihi
pembentukannya (Dipiro et al, 2005).

2.Osteoporosis terkait usia
Hampir separuh masa hidup terjadi mekanisme penyerapan dan
pembentukan tulang. Selama masa anak-anak dan dewasa muda pembentukan
tulang jauh lebih cepat dibanding penyerapan tulang. Titik puncak massa tulang
terjadi pada usia sekitar 30 tahun, dan setelah itu mekanisme resorpsi tulang
menjadi lebih jauh lebih cepat dibanding pembentukan tulang. Penurunan massa
tulang yang cepat akan menyebabkan kerusakan mikroarsitektur tulang, terutama
pada tulang trabekular. Progresifitas resorpsi tulang merupakan kondisi normal
dalam proses penuaan. Peristiwa ini diawali pada antara dekade 3 sampai 5
kehidupan. Perkembangan resorpsi tulang lebih cepat pada tulang trabekular
dibanding tulang kortikal, dan pada wanita akan mengalami percepatan menjelang
menopause.
Progresifitas resorpsi pada usia tua juga diperburuk dengan penurunan
fungsi organ tubuh, termasuk penurunan absorbsi kalsium di usus, meningkatnya
hormon paratiroid dalam serum, dan menurunnya laju aktivasi vitamin D yang
lazim terjadi seiring proses penuaan.

3.Osteoporosis sekunder
Merupakan osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit atau penggunaan
obat tertentu. Penyebab paling umum osteoporosis sekunder adalah defisiensi
vitamin D dan terapi glukokortikoid (Dipiro et al, 2005).
7

Defisiensi vitamin D akan menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di usus,
sehingga kalsium dalam darah akan turun, sehingga untuk memenuhi kalsium
darah akan diambil kalsium dari tulang yang dapat menyebabkan kerapuhan
tulang.
Terapi dengan glukokortikoid secara terus menerus juga menyebabkan
efek samping berupa osteoporosis. Kortikosteroid menyebabkan penurunan
penyerapan kalsium dari usus, peningkatan hilangnya kalsium dari usus,
peningkatan hilangnya kalsium melalui ginjal dalam air seni dan peningkatan
hilangnya kalsium tulang. Sehingga diperlukan pengukuran kepadatan tulang
pasien untuk mengidentifikasi kemungkinan osteoporosis.

D. GEJALA DAN TANDA
1. Gejala :
Nyeri
Imobilitas
Depresi, ketakutan, dan rasa rendah diri karena keterbatasan fisik
2. Tanda
Pemendekan tinggi badan (> 1,5 inchi), kifosis, atau lordosis
Fraktur tulang punggung, panggul, pergelangan tangan
Kepadatan tulang rendah pada pemeriksaan radiografi

E. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosa osteoporosis pada pasien diperlukan :
1. Riwayat penyakit dan pengobatan pasien
2. Identifikasi faktor risiko
3. Pemeriksaan fisik lengkap
4. Tes laboratorium untuk mengidentifikasi kemungkinan osteoporosis
sekunder. Parameter laboratorium yang umum digunakan adalah kadar 25 (OH)
vitamin D serum, sebagai indikator status vitamin D total tubuh. Kadar 25 (OH)
vitamin D serum dalam berbagai kondisi :
Normal : 30 ng/mL
8

Insufisiensi : 11 29 ng/mL
Defisiensi vit D : < atau sama dengan 10 ng/mL

5. Pengukuran massa tulang
Terdapat berbagai metode pengukuran massa tulang, namun yang menjadi standar
diagnosis osteoporosis saat ini adalah pengukuran densitas mineral tulang sentral
(tulang punggung dan panggul) dengan Dual Energy X-Ray Absorptiometry
(DXA). Tulang punggung dan pinggul dikelilingi berbagai jaringan halus, termasuk
lemak, otot, pembuluh darah, dan organ-organ perut. DXA memungkinkan untuk
melakukan pengukuran massa tulang di permukaan maupun bagian yang lebih
dalam.
Densitas mineral tulang dari pengukuran tersebut dapat dinyatakan dengan T-score.
Nilai T-score dalam berbagai kondisi :
Tulang normal : -1 (10% di bawah SD rata-rata atau lebih tinggi)
Osteopenia : -1 sampai -2,5 (10-25% di bawah SD rata-rata)
Osteoporosis : < atau samadengan 2,5 (25% di bawah SD rata-rata)

F. PROGNOSIS
Prognosisnya baik dalam pencegahan osteoporosis setelah menopause jika
terapi farmakologi dengan estrogen atau raloxifen dimulai sedini mungkin dan
bila terapi dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu yang panjang
(bertahun-tahun). Penggunaan bifosfonat dapat memperbaiki keadaan
osteoporosis pada penderita, serta mampu mengurangi risiko terjadinya patah
tulang.
Patah pada tulang pinggul dapat mengakibatkan menurunnya mobilitas
pada pasien. Pada penelitian Hannan et al (2001) dilaporkan bahwa nilai
mortalitas pada subjek penelitian (571 orang dengan usia 50 tahun atau lebih)
dalam 6 bulan setelah mengalami patah pada tulang pinggul adalah sekitar 13.5%
dan sejumlah penderita membutuhkan bantuan secara sepenuhnya dalam
mobilitas mereka setelah mengalami patah tulang pinggul.
9

Patah tulang belakang memiliki pengaruh lebih rendah terhadap mortalitas, serta
dapat mengakibatkan nyeri kronis yang berat dan sulit untuk dikontrol. Meskipun
jarang terjadi, patah tulang belakang yang parah dapat mengakibatkan bungkuk
(kyphosis) yang kemudian dapat menekan organ dalam tubuh dan mengganggu
sistem pernafasan dari penderita.

G. SASARAN TERAPI
Sasaran terapi osteoporosis bagi individu dengan kategori usia hingga 20-
30 tahun adalah mencapai kepadatan tulang yang optimal. Sedangkan untuk
individu dengan kategori usia diatas 30 tahun, sasarannya adalah
mempertahankan kepadatan mineral tulang (bone mineral density / BMD) dan
meminimalkan keropos pada tulang yang diakibatkan karena pertambahan usia
(age-related) atau karena keadaan post-menopause.
Pencegahan terjadinya osteoporosis penting dilakukan pada individu
dengan keadaan osteopenia (keadaan dimana kepadatan mineral tulang dibawah
nilai normal), karena individu yang telah mengalami osteopenia dapat memiliki
kemungkinan berlanjut menjadi osteoporosis bila tak ditangani sedini mungkin.
Sedangkan untuk penderita osteoporosis dengan risiko patah tulang, sasaran
terapinya adalah meningkatkan kepadatan mineral tulang, menghindari terjadinya
keropos tulang lebih lanjut dan menjaga agar tidak sampai terjadi patah tulang
atau menghindari kegiatan-kegiatan yang memiliki risiko tinggi menyebabkan
patah tulang, contohnya olahraga berat.
Bagi individu yang mengalami patah tulang berkaitan dengan
osteoporosis, sasaran terapi adalah untuk mengontrol rasa nyeri, memaksimalkan
proses rehabilitasi untuk mengembalikan kualitas hidup dan kemandirian pasien,
serta mencegah terjadinya patah tulang kembali atau bahkan kematian.

H. STRATEGI TERAPI
Terapi farmakologi dan non farmakologi osteoporosis memiliki tujuan :
1. mencegah terjadinya fraktur dan komplikasi
2. pemeliharaan dan meningkatkan densitas mineral tulang
10

3. mencegah pengeroposan tulang
4. mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan
osteoporosis





Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)
Raloxifene merupakan agonis estrogen pada jaringan tulang tetapi merupakan
antagonis pada payudara dan uterus. Raloxifen meningkatkan BMD tulang
belakang dan pinggul sebesar 2-3% dan menurunkan fraktur tulang belakang.
Fraktur non-vertebral tidak dapat dicegah dengan raloxifene.
Mekanisme kerja
Raloxifene merupakan reseptor estrogen selektif yang mengurangi resorpsi tulang
dan menurunkan pembengkokan tulang.
Data farmakokinetik
1. Absorpsi
Raloxifene diabsorpsi secara cepat setelah pemberian oral dengan sekitar 60%
dosis oral absorpsi.
2. Distribusi
Volume distribusi nyata sebesar 2348L/kg dan tidak tergantung dosis. sekitar 95%
raloxifene dan konjugat monoglukoronid terikat pada protein plasma.
3. Metabolisme
Raloxifene mengalami metabolisme lintas pertama menjadi konjugat glukoronid
dan tidak dimetabolisme melalui jalur sitokrom P450.
4. Ekskresi
Raloxifene terutama diekskresikan pada feses dan urin.
Kontraindikasi
11

Kontraindikasi pada SERMs ini yaitu pada wanita hamil dan menyusui.
hipersensitif raloxifene.

Anda mungkin juga menyukai