BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Emboli paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu trombosis yang berasal dari
pembuluh darah vena di kaki. Trombus terbentuk dari beberapa elemen sel dan fibrin yang
kadang-kadang berisi protein plasma seperti plasminogen.
Jika terjadi kerusakan pada trombosit maka akan dilepaskan suatu zat trombo
plastin. Zat inilah yang merangsang proses pembentukan beku darah (trombus).
Tromboplastin akan mengubah protrombin yang terdapat dalam darah menjadi trombin,
kemudian bereaksi dengan fibrinogen menjadi fibrin.
Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi
arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli thrombus atau emboli
lain. Bila obstruksi tadi akibat tersangkutnya emboli thrombus disebut tromboemboli paru.
Pada pembahasan ini istilah emboli paru disama artikan dengan tromboemboli paru. Akibat
lanjut dari emboli paru dapat terjadi infark paru, yaitu keadaan terjadinya nekrosis sebagian
jaringan parenkim paru akibat tersumbatnya aliran darah yang menuju jaringan paru
tersebut oleh tromboemboli. Oleh karena jaringan parenkim paru memperoleh aliran darah
dari dua jenis peredaran darah (cabang-cabang dari arteri pulmonalis dan cabang-cabang
dari arteri bronkialis), maka emboli paru jarang berlanjut menjadi infark paru.
Emboli paru terjadi apabila suatu embolus, biasanya berupa bekuan darah yang
terlepas dari perlekatannya pada vena ekstremitas bawah, lalu bersirkulasi melalui
pembuluh darah dan jantung kana sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pulmonalis
utama atau pada salah satu percabangannya.
Infark paru adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan focus nekrosis
lokal yang diakibatkan oleh penyumbatan vascular.
2 | E M B O L I P A R U
Insiden sebenarnya dari emboli paru tidak dapat ditentukan, karena sulit membuat
diagnosis klinis, tetapi emboli paru merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas
pasien-pasien di rumah sakit dan telah dilaporkan sebagai penyebab dari 200.000 kematian
di Amerika Serikat setiap tahunnya. Emboli paru massif adalah salah satu penyebab
kematian mendadak yang paling sering yaitu penyebab kematian kedua setelah penyakit
arteri koronaria.
Insiden emboli tampaknya tidak menurun, walaupun sudah dilakukan diagnosis
lanjut dan diberikan profilaksis. Keadaan yang berlawanan ini mungkin dapat
dijelaskanoleh kemajuan dunia kedokteran, misalnya angka ketahanan hidup yang lebih
tinggi pada pasien trauma, peningkatan operasi jantung terbuka, ortopedi (misalnya,
operasi penggantian tungkai bawah dan operasi pada panggul), keadaan postpartum dan
tindakan medis serta pembedahan lainnya, khususnya di antara pasien kelompok usia tua
dan penggunaan kateter yang lebih luas. Jadi jumlah populasi beresiko semakin besar untuk
mengalami thrombosis vena.
3 | E M B O L I P A R U
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Pernafasan merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas didalam
jaringan atau pernafasan dalam dan didalam paru-paru. Udara ditarik kedalam pari-paru
pada saat menarik nafas dan didorong keluar paru-paru pada waktu mengeluarkan nafas.
Udara masuk melalui jalan pernafasan.
Menurut Sylvia A Price, 2005, saluran system pernafasan ada beberapa yaitu:
a. Hidung
Hidung terdiri atas bagian internal dan external. Bagian external menonjol dari
wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Hidung berfungsi sebagai saluran
untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru, jalan nafas ini berfungsi sebagai penyaring
kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori karena reseptor olfaksi terletak dalam
mukosa hidung, fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.
b. Faring
Faring atau tenggorok adalah struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung
dan rongga mulut laring. Faring dibagi menjadi tiga region: nasal, ral, dan laring.
Nasofaring terletak disebelah posterior hidung dan diatas palatum mole. Orofring
memuat fausial, atau palatin, tonsil. Laringofaring memanjang dari tulang hioid ke
kartilago krikoid. Pintu masuk laring dibentuk oleh epiglotis.
Adenoid, atau tonsil faring, terletak didalam langit-langit nasofaring. Tenggorok
dikelilingi oleh tonsil, adenoid dan jaringan limfoid lainnya. Struktur ini merupakan
penghubung penting kenodus limfe dagu yang menjaga tubuh dari serangan organisme
4 | E M B O L I P A R U
yang memasuki hidung dan tenggorok. Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran
pada traktus respiratorius dan digestif.
c. Laring
Laring atau organ suara, adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakea.
Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga
melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk, laring
sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas:
1. Epligotis adalah daun katub kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan.
2. Glotis adalah ostium antara pita suara dalam laring
3. Kartilago tiroid adalah kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun (adams apple)
4. Kartilago krikoid adalah satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak dibawah kartilago tiroid)
5. Kartilago aritenoid adalah digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid.
6. Pita suara adalah ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi
suara; pita suara melekat pada lumen laring.
d. Trakea
Posisi dan mobilitas trakea biasanya dapat diketahui dengan palpasi langsung. Hal
ini dilakukan dengan menempatkan ibu jari dan jari telunjuk dari satu tangan pada kedua
sisi trakea tepat diatas takik sternum. Trakea agak sedikit sensitif, dan palpasi terlalu kuat
dapat menimbulkan reflek batuk dan muntah trakea normalnya terletak ditegah karena
trakea memasuki pintu atas toraks dibelkang sternum tetapi mungkin mengalami deviasi
5 | E M B O L I P A R U
karena massa pada leher atau mediastinum. Kelainan pleura atau pulmonl, seperti
pneumotorak signifikan, dan dapat mengakibatkan perubahan posisi trakea.
e. Bronkus dan bronkiulus
Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga paru kanan dan dua paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi
bronkus segmenral (sepuluh pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Yang merupakan
struktur yang dicari ketika memilih posisi drainase postural yang paling efektif untuk
pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi lg menjadi bronkus subsegmental.
Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiulus,
yang tidak mempunyai katilago di dalam dindingnya. Patensi bronkiulus seluruhnya
tergantung pada tekanan alveolar. Bronkiulus mengandung kelenjar sub mukosa, yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam
jalan napas. Bronkus dan bronkiulus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya
menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir
dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
Bronkiulus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiulus terminalis, yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronnkiiulus terminalis kemudian menjadi
bronkiulus rispiratori, yang dianggap menjadi saluran trransisional antara jalan udara
konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada titik ini, jalan udara jalan udara
konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan gas. Ini dikenal sebagai
ruuanbg rugi fisiologik. Bronkiulus rispiratori kemudian mengarah kedalam duktus
alveoral dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida
terjadi dalam alveoli.
f. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15
sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk
6 | E M B O L I P A R U
membentuk satu untuk satu lembur, akan menutupi area 70 meter persegi (seukuran
lapangan tenis).
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar tipe 1 adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekesikan
surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar
tidak kolaps.
2. Fisiologi sistem respirasi
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Pada pernafasan
melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen diambil melalui hidung dan mulut
melalui bernafas, oksigen masuk ktrakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat
berhubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonalis.
Hanya satu lapis membrane, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan
oksigen dari darah. Oksegen menembus membrane ini dan diambil oleh hemoglobin sel
darah merah dan dibawa kejantung. Dari sini dipompa kedalam arteri semua bagian tubuh.
Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100mmHg dan pada tingkat ini
hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Didalam paru-paru, karbondioksida salah satu hasil buangan metabolism menembus
membran alveolar kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronchial
dan trakea, dikeluarkan melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna:
a. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan
udara luar.
b. Arus darah melalui paru-paru
c. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat
mencapai semua bagian tubuh.
7 | E M B O L I P A R U
d. Difusi gas yang menembusi membrane pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah
berdifusi dari pada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah yang tepat CO dan O. Pada waktu gerak badan lebih banyak darah
datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO dan terlampau sedikit O, jumlah CO
tidak dapat dikeluarkan maka konsentrasi dalam darah arteri bertambah. Hal ini
merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya
pernafasan. Penambahan ventilasi untuk mengeluarkan CO dan mengikat lebih banyak O.
2.2 DEFINISI EMBOLI PARU
Emboli paru (EP) merupakan kondisi akibat tersumbatnya arteri paru, yang dapat
menyebabkan kematian pada semua usia. Penyakit ini sering ditemukan dan sering
disebabkan oleh satu atau lebih bekuan darah dari bagian tubuh lain dan tersangkut di paru-
paru, sering berasal dari vena dalam di ekstremitas bawah, rongga perut, dan terkadang
ekstremitas atas atau jantung kanan.
Selain itu, emboli paru (Pulmonary Embolism) dapat diartikan sebagai penyumbatan
arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu
emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan
ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran
darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah.
8 | E M B O L I P A R U
Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang
memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari.
Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut
memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi
untuk mencegah kematian paru-paru.
Sekitar 10% penderita emboli paru mengalami kematian jaringan paru-paru, yang
disebut infark paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat
diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur
sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan
kematian mendadak.
Emboli paru merupakan suatu keadaan darurat medis. 1 sampai 2 jam setelah
terjadinya emboli adalah periode yang paling kritis dan mungkin saja dapat terjadi
kematian karena komplikasi seperti infark paru-paru (terjadinya nekrosis jaringan paru)
atau hipertensi paru-paru (meningkatnya tekanan arteri pulmonal), perdarahan paru-paru,
kor pulmonal akut dengan gagal jantung dan disritmias (gangguan irama jantung), usia
sangat rentan terhadap komplikasi-komplikasi tersebut sebab telah terjadi perubahan-
perubahan dari keadaan normal dalam system pulmonal (penurunan complains paru
klasifikasi tulang rawan di vertebra) dan system kardiovaskular (penyempitan pembuluh
darah, penebalan dinding kapilar).
Penyumbatan Arteri pulmonalis oleh suatu embolus biasanya terjadi secara tiba-
tiba. Suatu Emboli bisa merupakan gumpalan darah (Trobus), tetapi bisa juga berupa
lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara yang akan
mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang
tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai kejaringan paru-
paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari tetapi bila yang tersumbat
adalah pumbuluh yang sangat besar atau orang memiliki kelainan paru-paru sebelumnya,
maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru.
Penyumbatan Arteri pulmonalis oleh suatu embolus biasanya terjadi secara tiba-
tiba. Suatu Emboli bisa merupakan gumpalan darah (Trobus), tetapi bias juga berupa
9 | E M B O L I P A R U
lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara yang akan
mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang
tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai kejaringan paru-
paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari tetapi bila yang tersumbat
adalah pumbuluh yang sangat besar atau orang memiliki kelainan paru- paru sebelumnya,
maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru.
2.3 EPIDEMIOLOGI EMBOLI PARU
Penyakit ini sering terjadi, namun jarang terdiagnosis sehingga laporan mengenai
penyakit ini di Indonesia jarang ditemukan.
Survei epidemiologi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kira-kira terdapat
50.000 kasus penyakit ini tiap tahunnya. Penelitian lebih lanjut menunjukkanbahwa kirang
dari 10% pasien emboli paru meninggal karena penyakit ini. Oleh karenanya dj Amerika
Serikat dapat diperkirakan insiden ini lebih dari 50.000 kasus tiap tahunnya. Seluruh
insiden ini kelihatannya diverifikasi oleh statistic autopsy. Bukti emboli yang baru atau
lama ditentukan pada 25% sampai 30% autopsy rutin; dengan teknik khusus, nilai ini
melebihi 60%. Data ini bahkan meremehkan insiden yang ada, karena banyak emboli paru
hilang tanpa dapat ditelusuri kembali dan tidak ditemukan pda pemeriksaan pasca
kematian.
Insiden sebenarnya dari emboli paru tidak dapat ditentukan, karena sulit membuat
diagnose klinis, tetapi emboli paru merupakan penyebab penting morbiditas dan mortilitas
pasien-pasien rumah sakit. Penelitian-penelitian autopsy memperlihatkan bahwa
sebenarnya 60% pasien yang meninggal di rumah sakit disebabkan oleh emboli paru,
namun sebanyak 70% kasus tidak diketahui.
Emboli paru sering mengalami pencairan (trombolisis endogen) dan tidak
ditemukan pada autopsy, sehingga perkiraan jumlah emboli paru hanya berdasarkan jumlah
pasien emboli paru yang mati dan berhasil ditemukan pada autopsy saja, jauh lebih kecil
daripada angka sebenarnya. Lebih sulit lagi untuk menentukan angka epidemiologis
penyakit ini karena diagnosis emboli paru antarmoten sulit ditegakkan, walaupun
kenyataannya seorang pasien betul-betul menderita penyakit ini tetapi tidak terdiagnosis.
10 | E M B O L I P A R U
2.4 ETIOLOGI EMBOLI PARU
Penyebab emboli paru semula belum jelas, tetapi hasil-hasil penelitian dari autopsy
paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukkan dengan jelas bahwa
penyebab penyakit tersebut adalah thrombus pada pembuluh darah. Umumnya
tromboemboli berasal dari lepasnya thrombus di pembuluh darah vena di tungkai bawah
atau dari jantung kanan. Sumber emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah
menginvasi sirkulasi vena (emboli vena), amnion, udara, lemak, sumsum tulang, focus
septic (pada endokarditis) dan lain-lain. Kemudian material emboli beredar dalam
peredaran darah sampai di sirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabang-cabang arteri
pulmonal, member akibat timbulnya gejala klinis. Emboli paru karena thrombus di arteri
pulmonalis sangat jarang.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut Vichrow 1856 atau
sering disebut sebagai physiological risk factors, meliputi:
1. Adanya aliran darah lambat (statis)
2. Kerusakan dinding pembuluh darah vena
3. Keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulasi)
Aliran darah lambat (statis) dapat ditemukan dalam beberapa keadaan, misalnya
pasien yang mengalami tirah baring cukup lama, kegemukan, varises, dan gagal jantung
kongestif. Darah yang mengalir lambat member kesempatan lebih banyak untuk membeku
(thrombus).
Sebagian besar pasien dengan emboli paru memiliki kondisi klinis yang berkaitan
dengan faktor-faktor predisposisi ini, seperti trauma mayor, pembedahan dalam waktu
dekat sebelumnya, obesitas dan imobilitas, merokok, peningkatan usia, penyakit
keganasan, pil kontrasepsi oral, kehamilan, terapi sulih hormone, dan keadaan lain yang
lebih jarang (misalnya sindrom hiperviskositas, sindrom nefrotik).
Kerusakan dinding pembuluh darah vena terjadi misalnya akibat operasi, trauma
pembuluh darah (suntikan kateterisasi jantung) dan luka bakar. Adanya kerusakan endotel
pembuluh vena menyebabkan dikeluarkan bahan yang dapat mengaktifkan factor
11 | E M B O L I P A R U
pembekuan darah (factor Hageman) dan kemudian dimulailah proses pembekuan darah.
Keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulabel) juga merupakan factor predisposisi
terjadinya thrombus, misalnya keganasan, polisitemia vera, anemia hemolitik, anemia sel
stabil, trauma dada, kelainan jantung bawaan, splenektomi dengan trombositosis,
hemosistinuria, penggunaan obat kontrasepsi oral (estrogen), dan trombositopati.
Selain hal diatas, thrombosis vena juga lebih mudah terjadi pada keadaan dengan
peningkatan factor V, VIII, fibrinogen abnormal, defisiensi antitrombin III, menurunnya
kadar activator plasminogen pada endotel vena atau menurunnya pengeluaran activator
plasminogen akibat berbagai rangsangan, defisiensi protein C, difesiensi protein S.
Beberapa pasien dengan emboli paru memiliki abnormalitas pembekuan primer
dasar yang memudahkan mereka mengalami hiperkoagulasi, seperti defek fibrinolisis,
peningkatan kadar antibody antifosfolipid dan defisiensi congenital antitrombin III, protein
C, protein A, atau plasminogen.
Abnormalitas koagulasi ini jarang dan tes skrining rutin tidak efektif dari segi biaya,
kecuali untuk pasien yang berusia kurang dari 50 tahun, pasien dengan riwayat keluarga
dengan tromboemboli dan pasien dengan episode emboli paru berulang tanpa adanya
penyebab yang jelas. Resistensi terhadap protein C teraktivasi, yang disebabkan oleh
mutasi gen factor V (mutasi Leiden), telah diidentifikasi. Resistensi ini dapat terjadi pada
5% populasi, meningkatkan risiko thrombosis sebesar 8-10 kali pada kelompok ini, dan
ditentukan pada 20% pasien dengan thrombosis.
2.5 PATOFISIOLOGI EMBOLI PARU
Thrombus dapat berasal dari arteri dan vena. Thrombus arteri terjadi karena
rusaknya dinding pembuluh arteri (lapisan intima). Thrombus vena terjad karena aliran
darah vena yang lambat, selain itu dapat pula karena pembekuan darah dalam vena apabila
terjadi kerusakan endotel vena. Thrombus vena dapat juga berasal dari pecahnya thrombus
besar yang terbawa aliran vena. Biasanya thrombus berisi partikel-partikel fibrin
(terbanyak), eritrosit dan trombosit. Ukurannya bervariasi, mulai dari beberapa millimeter
sampai sebesar lumen venanya sendiri.
12 | E M B O L I P A R U
Adanya perlambatan aliran darah vena (stasis) akan makin mempercepat
terbentuknya thrombus yang makin besar. Adanya kerusakan dinding pembuluh darah vena
(misalnya operasi rekonstruksi vena femoralis) jarang menimbulkan thrombus vena.
Thrombus yang lepas ikut aliran darah vena ke jantung kanan dan sesudah mencapai
sirkulasi pulmonal tersangkut pada beberapa cabang arteri pulmonalis, dapat menimbulkan
obstruksi total atau sebagian dan memberikan akibat lebih lanjut. Thrombus pada vena
dalam tidak seluruhnya akan lepas dan menjadi tromboemboli tetapi kira-kira 80% nya
akan mengalami pencairan spontan (lisis endogen).
Hanya 10% dari kasus emboli paru yang diikuti infark, hal ini terjadi karena paru
mendapat oksigen melalui 3 cara yaitu :
1. Dari sirkulasi arteri pulmonalis
2. Dari sirkulasi arteri bronkhialis
3. Dari saluran udara pernafasan
Pada infark paru, hemoptisis timbul setelah 12 jam terjadi emboli paru dan sesudah
24 jam daerah infark menjadi terbatas dikelilingi oleh daerah paru yang sehat karena
adanya konsolidasi perdarahan dan atelektasis. Selanjutnya sel - sel septum intraalveoli
akan mengalami nekrosis dengan pembengkakan dan menghilangnya struktur histology.
Dua minggu sesudahnya mulai terjadi perubahan dengan adanya penetrasi kapiler-kapiler
baru dari arah paru yang sehat kearah paru yang terkena infark. Peredaran mulai diserap
perlahan-lahan dan jaringan nekrosis diganti dengan jaringan ikat yang selanjutnya akan
menjadi parut atau fibrosis.
Embolus vena
Sebagian besar berasal dari vena profunda tungkai dan di angkut oleh sirkulasi vena ke
paru, lainnya dari vena pelvis. Emboli paru sebelum masuk organ ini melewati vena kava,
jantung kanan dan baru kemudian ke sirkulasi paru. Di sini emboli dapat menyumbat arteri
dan cabang-cabang utama arteri pulmonalis dan membentuk embolus pelana dan
menimbulkan kematian mendadak. Emboli kecil akan mengikuti aliran pembuluh yang
lebih kecil dan perifer. Emboli yang menyeberang dari rongga kanan jantung melalui
13 | E M B O L I P A R U
foramen ovale atau defek septum interventrikulare sisi kiri dan memasuki jantung bagian
kiri disebut emboli paradoks. Efek embolus parubisa tidak nyata, hemoragi, atau infark,
bergantung pada kondisi paru dan kardiovaskular.
Embolus lemak
Lemak dalam bentuk butir-butir yang berasal dari struktur tubuh yang banyak
mengandung lemak dapat masuk ke dalam peredaran darah. Embolus terbentuk bila butir
lemak menyumbat arteri atau kapiler. Embolus lemak merupakan penyulit yang khas pada
fraktur tulang-tulang panjang seperti femur dan tibia atau jaringan lemak. Butir-butir lemak
di angkut ke paru dan menyebabkan gangguan pada organ ini. Di sini embolus dapat
menimbulkan kegawatan dan juga kematian. Butir-butir ini bisa juga di filtrasi melalui
sirkulasi paru kedalam aliran darah arteri sistemik dan mencapai berbagai organ tubuh.
Sumbatan pembuluh darah otak paling sering menimbulkan hemoragi peteki mutipel. Luka
bakar kulit, radang tulang atau jaringan lemak, perlemakan hati akibat gizi buruk atau
alkoholisme dapat mengakibatkan embolus lemak, juga pada wanita dalam masa nifas.
Embolus cairan amnion
Emboli jenis ini terjadi jika cairan amnion masuk ke dalam sirkulasi vena rahim ibu
hamil yang sedang melahirkan. Embolus cairan amnion dalam arteri pulmonalis ini
mengandung skuama janin, verniks kaseosa, lender dan lanugo. Pasien yang mengalami
embolus cairan amnion akan memperlihatkan gejala-gejala sesak nafas, syok atau mati
mendadak. Pada autopsi di temukan edema, bendungan paru dan dilatasi jantung kanan
mendadak.
Embolus gas
Dalam keadaan tertentu gas atau udara atmosfir dalam jumlah besar dapat masuk ke
dalam sirkulasi sehingga timbul sumbatan bahkan kematian. Misalnya, ketika timbul
robekan pembuluh vena besar yang tidak di sengaja pada waktu tindakan bedah toraks.
Embolus dapat terjadi pada transfusi darah, cairan intravena karena udara tersedot ke dalam
vena setelah infusan habis.
14 | E M B O L I P A R U
Embolus aterom
Tindakan bedah seperti pemotongan arteri (endarterektomi) atau bedah jantung
kadang-kadang di lakukan untuk mengatasi aorta atau pembuluh darah besar yang dilekati
oleh plak aterom yang mengalami ulserasi. Aterom yang merupakan Kristal-kristal
kolesterol dapat lepas dari plak aterom tersebut. Akibat yang timbul dari embolus aterom
antara lain infark pada ginjal atau organ lain.
Embolus trombosit
Trombosit merupakan komponen darah dengan ukuran sangat kecil yang terlibat
pada proses awal terbentuknya aterom. Emboli ini sering di kaitkan dengan serangan
iskemik sepintas (transient ischaemic attack) yang berlangsung kurang dari 24 jam.
Embolus sel tumor
Seperti sudah di katakana di atas fragmen atau sel tumor ganas yang hanyut terbawa
aliran darah atau limfe akan menyebarkan tumor ke tempat lain atau menimbulkan proses
metastasis. Inilah yang di sebut dengan embolus sel tumor.
Embolus korpus alienum
Orang-orang yang kecanduan obat-obatan tidak jarang menyayat kulit mereka untuk
memasukkan obat kedalam tubuh. Kadang-kadang mereka juga menggunakan alat-alat
suntik untuk tujuan yang sama, termasuk obat yang dalam bentuk bubuk. Serbuk ini lazim
masuk kedalam tubuh pengguna obat semacam itu berupa emboli.
Embolus infeksi
Penyakit katup jantung biasanya disertai oleh adanya vegetasi pada katup organ tersebut.
Kalau vegetasi ini mengandung kuman akibat infeksi dan lepas serta terbawa darah, maka
terjadilah embolus infeksi.
Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi
alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah
sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan
15 | E M B O L I P A R U
dan menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi
ketidak seimbangan ventilasi perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan
penurunan kadar O dan peningkatan CO.
Konsekuensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat
penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan
arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan
aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan
terjadi gagal ventrikl kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan
terjadinya syok.
Embolus berjalan keparu-paru dan diam di pembuluh darah paru-paru. Ukuran dan
jumlah emboli ditentukan oleh lokasi. Aliran darah terobstruksi sehingga menyebabkan
penurunan perfusi dari bagian paru-paru yang disuplai oleh pembuluh darah.
Akibat buruk yang paling awal terjadi tromboemboli adalah obstruksi komplit atau
parsial aliran darah arteri pulmonalis bagian distal. Obstruksi ini akan mengakibatkan
serangkaian kejadian patofisiologik yang dapat dikelompokkan sebagai Pernapasan dan
Hemodinamik sebagai akibat emboli paru-paru (EP).
Klasifikasi emboli paru berdasarkan ukuran:
a. Embolus besar
Tersangkut di arteri pulmonalis besar atau dari percabangan arteri pulmonali.
Dapat menyebabkan kematian seketika
Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguan hemodinamik.
b. Embolus Kecil
Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa kelemahan kardiovaskuler.
Dapat menyebabkan nyeri dadasepintas dankadang-kadang hemoptisi karena
pendarahan paru
16 | E M B O L I P A R U
Pada penderita dengan kelemahan sirkulasi pulmoner (payah jantung)dapat
menyebabkan infark
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis emboli paru bervariasi, dari yang paling ringan tanpa gejala
(asimtomatik) sampai yang paling berat dengan gejala yang kompleks. Variasi gambaran
klinis emboli pari tergantung pada obstruksi pembuluh darah, jumlah emboli paru (multiple
atau bilateral), ukurannya (kecil, sedang atau massif), lokasi emboli, umur pasien, dan
penyakit kardiopulmonal yang ada.
Selain itu gejala klinis yang timbul merupakan gangguan lebih lanjut karena adanya
obstruksi arteri pulmonalis oleh emboli paru, yaitu timbulnya gangguan hemodinamik
berupa gejalan-gejala akibat vasokonstriksi arteri pulmonalus dan timbulnya gangguan
respirasi berupa gejala-gejala akibat bronkokonstriksi daerah paru yang terkena emboli
paru tadi.
Gambaran klinis emboli paru massif
Emboli paru massif memberikan gejala karena tersumbatnya arteri pulmonalis atau
cabang pertama. Pasien akan mengalami pingsan mendadak (sinkop), renjatan, pucat,
berkeringat berlebihan, nyeri dada sentral atau sesak nafas, nafas sangat cepat. Kesadaran
mungkin hilang untuk sementara. Denyut nadi kecil dan cepat. Tekanan darah menurun.
Bagian perifer menjadi pucat dan dingin. Ditemukan tanda sianosis tipe sentral, yang
mingkin tidak responsive terhadap pemberian oksigen. Apabilaa pasien sadar, dia akan
merasakan nyeri dada hebat.
Pemeriksaan terhadap jantung, selain adanya hipotensi akan ditemukan tanda-tanda
beban jantung kanan berlebihan, misalnya dapat ditemukan vena jugularis terisi penuh,
hepato jugular refluks (+), adanya tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan (iktus jantung
bergeser ke kiri, melebar, adanya pulsasi para sterna, sternum kuat angkat), bunyi jantung
P mengeras, bising sistolik akibat insufisiensi katup tricuspid.
17 | E M B O L I P A R U
Bila gangguan hemodinamika hebat, dalam waktu dua jam pasien dapat meninggal,
dan sering didiagnosa sebagai henti jantung. Fibrilasi ventrikel mungkin muncul, mungkin
juga tidak. Pijat jantung dapat coba dilakukan tetapi biasanya tidak berhasil.
Gambaran klinis emboli paru ukuran sedang
Biasanya emboli paru akan menyumbat cabang arteri pulmonalis segmental dan
subsegmental. Pasien biasanya mengeluh adanya nyeri pleura, sesak napas, demam diatas
37,5C, hemoptisis. Tidak ditemukan sinkop atau hipotensi, kecuali apabila telah ada
kelainan jantung dan paru yang diderita sebelumnya.
Pada pemeriksaan jantung tidak ditemukan tanda-tanda kelainan yang nyata,
kecuali oada pasien yang menderita emboli paru yang berulang, dapat timbul korpulmonal
dengan hipertensi pulmonal berat dan berlanjut timbul gagal jantung kanan. Pada
pemeriksaan paru ditemukan:
1. Tanda-tanda pleuritis (nyeri pleura, suara gesek pleura daerah yang terkena)
2. Area konsolidasi paru (gerak napas daerah paru yang terkena berkurang, fremitus
raba mengeras, perkusi redup pada daerah paru yuang terkena, suara bronchial dan
egofoni mengeras, dll)
3. Tanda-tanda fisis adanya efusi pleura (dada daerah yang terkena mencembung,
gerakan napas berkurang, fremitus menurun, suara perkusi pekak dan suara napas
mengurang atau menghilang)
Bila terdapat nyeri tekan di atas daerah efusi pleura mungkin terdapat empiema.
Apabila terdapat infark paru, dapat ditemukan adanya demam, leukositosis dan ikterus
ringan. Wheezing jarang ditemukan, tetapi pada 15% kasus dapat ditemukan wheezing.
Emboli paru ukuran sedang dapat terjadi berulang dalam beberapa bulan atau tahun
berikutnya, terutama pada pasien usia lanjut yang harus tirah baring lama.
Gambaran klinis emboli paru ukuran kecil
Emboli paru ukuran kecil sering luput dari perhatian, karena sumbatan mengenai
cabang-cabang kecil arteri pulmonalis. Baru sesudah sebagian besar sistem sirkulasi
pulmonal tersumbat, mencullah gejalanya.
18 | E M B O L I P A R U
Gejalanya ialah sesak napas waktu bekerja mirip dengan keluhan pasien gagal
jantung kiri. Apabila emboli paru terjadi berulang kali dan berlangsung berbulan-bulan
akan mengakibatkan hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal ini akan mengakibatkan
ventrikel kanan membesar. Adanya keluhan mudah lelah, pingsdan waktu kerja (sinkop)
dan angina pectoris menunjukkan bahwa curah jantung sudah terbatas. Sebagian pasien
mengalami mikroemboli paru (emboli ukuran kecil) bersama-sama dengan kehamilan atau
bersamaan dengan penggunaan pil kontrasepsi oral.
Gambaran klinis infark paru
Gambaran klinis infark paru mirip dengan emboli paru. Mungkin dijumpai sesak
napas mendadak, takipnea, batuk-batuk, hemoptisis, nyeri pleuritit (dirasakan di dinding
dada daerah paru yang terkena atau menjalar ke tempat lain, misalnya bahu ipsilateral).
Nyeri pleuritik tadi menyebabkan pergerakkan dada daerah yang terkena menjadi
berkurang. Gejala umum lainnya misalnya terdapat demam dan takikardia.
Apabila sumbatan emboli paru mengenai arteri atau cabang (kecil), yang mencolok
tanda klinisnya ialah gangguan respires (bronkokonstriksi). Hilangnya surfaktan dari
sebagian besar alveoli paru karena iskemia paru akan menyebabkan timbulnya atelektasis
paru yang progresif.
Tanda-tanda fisis paru sebenarnya terdiri atas tiga bagian:
1. Pleurits
2. Elevasi diafragma daerah yang terkena
3. Tanda-tanda konsolidasi daerah paru yang terkena
Keikutsertaan pleura pada infark paru hampir pasti ada, sehingga selalu dijumpai
keluhan nyeri pleuritik, adanya tanda-tanda efusi pleura, adanya suara gesek pleura dan
lain-lain. Elevasi diafragma karena tarikan ke atas oleh atelektasis daerah infark paru
menunjukkan area konsolidasi.
Secara umum tanda gan gejala emboli paru adalah sebagai berikut:
1. Batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah)
19 | E M B O L I P A R U
2. Sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika
sedang melakukan aktivitas
3. Nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya
tajam atau menusuk)
4. Nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau
membungkuk
5. Pernafasan cepat
6. Denyut jantung cepat (takikardia).
Selain itu juga terdapat gejala lainnya yang mungkin ditemukan, diantaranya :
1. Wheezing (bengek)
2. Kulit lembab
3. Kulit berwarna kebiruan
4. Nyeri pinggul
5. Nyeri tungkai (salah satu atau keduanya)
6. Pembengkakan tungkai
7. Tekanan darah rendah
8. Denyut nadi lemah atau tak teraba
9. Pusing
10. Pingsan
11. Berkeringat
12. Cemas
2.7 DIAGNOSA EMBOLI PARU
Pemeriksaan fisik seringkali tidak sensitif. Kadang ditemukan tanda sesuai dengan
thrombosis vena dalam tungkai bawah seperti edema, eritema atau nyeri tekan. Tanda
tersebut tidak spesifik untuk DVT namun memberikan petunjuk untuk evaluasi lebih lanjut.
Komponen pulmonal bunyi jantung 2 mungkin mengeras pada emboli paru akut. Emboli
paru harus dipertimbangkan pada pada pasien dengan sesak napas yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Nyeri dada pleuritik dengan atau tanpa sesak merupakan salah satu
gejala yang paling sering terjadi. Gejala ini biasanya disebabkan oleh emboli distal yang
20 | E M B O L I P A R U
menyebabkan iritasi pleura. Keluhan sesak biasanya timbul akibat emboli lebih ke sentral
dan tidak melibatkan pleura.
Gejala lain sering menyerupai angina, kemungkinan disebabkan oleh iskemia
ventrikel kanan. Gangguan hemodinamik yang timbul biasanya lebih berat berupa sinkop
atau renjatan. Kondisi ini ditandai oleh hipotensi sistemik, oligouria, akral dingin dengan
atau tanpa gagal jantung kanan akut.
Terdapat atau tidaknya faktor risiko timbulnya emboli paru harus selalu merupakan
bagian tidak terpisahkan dari penilaian klinis terdapat atau tidaknya emboli paru. Semakin
banyak faktor risiko semakin tinggi kemungkinan terjadinya emboli paru. Walaupun
demikian emboli paru bisa juga terjadi tanpa ada faktor risiko.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dapat dipakai untuk menegakkan suatu
diagnosis emboli paru. Tidak satupun pemeriksaan yang bisa memastikan diagnosis, tetapi
pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai informasi tambahan, menilai kemajuan terapi
dan dapat menilai kemungkinan diagnosis lain.10 Pemeriksaan leukosit bisa melebihi nilai
20.000/mm3. Hipoksemia bisa ditemukan pada emboli paru.1 Tekanan parsial O2
ditemukan rendah pada kemungkinan emboli paru akut, walaupun bisa saja ditemukan
normal. Tekan parsial CO2 ditemukan < 35 mmHg, tapi ada juga ditemukan >45mmHg
walaupun kasusnya sedikit.
2. Pemeriksaan D-dimer:
Trombosis vena terdiri dari fibrin dan eritrosit yang terperangkap dalam benang
benang fibrin. Fibrin ini terbentuk akibat adanya aktivasi sistem koagulasi yang tidak dapat
dinetralkan oleh antikoagulan alamiah. Jika terjadi aktivasi koagulasi maka akan terbentuk
thrombin dari protrombin dengan melepaskan fragmen protrombin 1 dan 2 (F1.2). Trombin
akan diikat oleh antitrombin sehingga terbentuk kompleks trombin-antitrombin (TAT).
Trombin juga mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer yang akan mengalami
polimerasi membentuk fibrin polimer. Selanjutnya F XIII akan terjadi ikatan silang
21 | E M B O L I P A R U
sehingga terbentuk cross-linked fibrin. Kemudian plasmin akan memecah cross-linked
fibrin menghasilkan D-dimer. Oleh karena itu, parameter yang dapat dipakai untuk menilai
aktivasi koagulasi adalah F 1.2, TAT, fibrin monomer dan D-dimer. Dari semua parameter,
yang sering dipakai adalah D-dimer.14
Pemeriksaan D-dimer cara ELISA dengan nilai cut off 500 ng/ml mempunyai
sensitifitas paling tinggi yaitu > 99%. Namun ELISA cara klasik membutuhkan waktu
lama, sehingga dikembangkan berbagai cara cepat antara lain SimpliRed yang memakai
darah lengkap dan Vidas DD yang berdasarkan enzyme linked fluorescence assay .
SimpliRed mempunyai sensitifitas 85% dan spesifisitas 71% dan nilai prediksi negatif
92%. Vidas DD mempunyai sensitifitas 98% dan spesifisitas 41% dengan nilai prediksi
negatif 98%. 14
Penelitian prospektif yang dilakukan Palareti dkk tahun 2006 di Italia mengenai
penggunaan tes D-dimer pada pasien tromboemboli idiopatik yang menggunakan
antikoagulan jangka panjang dan yang tidak. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien
yang memiliki nilai abnormal D-dimer abnormal setelah penghentian pemakaian
antikoagulan 1 bulan mempunyai insiden berulang yang signifikan terjadinya
tromboemboli vena (15% dibandingkan dengan yang tetap memakai antikoagulan 2,9%)
dan akan berkurang bila kembali digunakan antikoagulan.15
3. Pemeriksaan Foto Toraks:
Gambaran foto toraks biasanya menunjukkan kelainan, walaupun tidak jelas, non
spesifik dan tidak memastikan diagnosis. Gambaran yang nampak berupa atelektasis atau
infiltrate. Gambaran lain dapat berupa konsolidasi, perubahan letak diafragma, penurunan
gambaran vaskuler paru, edema paru.
4. Pemeriksaan Angiogram:
Pemeriksaan angiogram paru ini merupakan standar baku emas untuk memastikan
emboli paru. Pemeriksaan ini invasif dan mempunyai resiko. Temuan angiografik emboli
paru berupa filling defect dan abrupt cutoff dari pembuluh darah.
22 | E M B O L I P A R U
Arteriogram negatif menyingkirkan diagnosis tromboemboli, sedangkan
arteriogram positif merupakan konfirmasi diagnosis. Di tangan operator yang
berpengalaman, komplikasi angiografi paru ini jarang terjadi. Komplikasi ini meliputi
reaksi pirogen terhadap kontras, reaksi alergik terhadap kontras, perforasi arteri pulmoner,
aritmia, bronkospasme, perforasi ventrikel kanan dan gagal jantung kongestif. Arteriografi
sangat invasif, tidak nyaman pada penderita, mahal dan tidak selalu dapat dilakukan serta
menimbulkan resiko pada penderita.
5. Pemeriksaan Computed Tomography (CT):
Computed Tomography (CT) merupakan tes yang dapat mendiagnosis emboli paru.
Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 86% dan spesifisitas 96%. Pada saat sekarang
dapat dipakai untuk menyikirkan diagnosis emboli paru pada pasien dengan resiko rendah
dan mendekati intermediet, serta dapat mengkonfirmasi diagnosis emboli paru pada pasien
dengan resiko intermediat dan tinggi.
Pemeriksaan CT Pulmonary Angiogram (CTPA) telah lama dipakai dalam evaluasi
emboli paru (gambar 4). CTPA ini memberi banyak keunggulan dalam mendiagnosis
emboli paru yaitu:
a. Visualisasi langsung embolus
b. Kemampuan menilai etiologi lain pada pasien lain seperti pneumonia
Dalam kepustakaan lain disebutkan bahwa CT angiografi mempunyai sensitifitas 50
% sampai 100% dan spesifisitasnya 81% sampai 100%.
Penelitian prospektif yang dilakukan oleh Sood dkk tahun 2006 dengan
membandingkan CT angiografi dengan angiografi paru konvensional. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa CT angiografi dapat dipakai sebagai alternatif untuk mendiagnosis
emboli paru dengan sensitivitas 80% dan spesifisitas 85% dengan keuntungan tidak invasif
dan harga lebih murah.
23 | E M B O L I P A R U
6. Pemeriksaan Ventilation Perfusion Scanning:
Walaupun ada keterbatasan, pemeriksaan Ventilation-Perfusion Scanning dapat
memberikan informasi yang berguna dan dapat diinterpretasikan dengan cepat. Gabungan
Ventilation-Perfusion Scanning dan penilaian klinis dapat memberikan akurasi diagnosis
yang baik dibandingkan dengan hanya scan.
Payar perfusi (Perfusion Lung Scan) yang benar-benar normal dapat
menyingkirkan dugaan klinis emboli paru. Kriteria untuk kemungkinan besar positif atau
kemungkinan kecil negatif bervariasi menurut penafsiran, tetapi secara umum tergantung
pada ukuran, jumlah dan distribusi defek perfusi, yang dihubungkan dengan foto toraks dan
abnormalitas payar ventilasi. Emboli yang terisolasi di lobus atas jarang terjadi pada
penderita berobat jalan, karena aliran darah saat posisi berdiri lebih terdistribusi ke basal
(berbeda dengan penderita yang harus tirah baring). Defek perfusi yang lebih luas dari
konsolidasi yang tampak pada foto toraks pada daerah yang sama menyokong ada emboli,
defek dengan ukuran sama atau lebih kecil dari abnormalitas radiologi tidak mendukung
kearah emboli.
Payar ventilasi paru (Ventilation Lung Scan) memperbaiki spesifisitas diagnosis
emboli. Daerah dengan pengurangan aktifitas ventilasi regional yang terganggu.
Penelitian yang dilakukan Stein dkk bertujuan untuk menentukan apakah paparan
radiasi untuk pasien yang diduga dengan emboli paru bisa menurun dengan meningkatkan
penggunaan ventilasi-perfusi (V/Q) scanning dan mengurangi penggunaan CT paru
angiografi (CTPA) melalui intervensi pendidikan. Jumlah pemeriksaan yang dilakukan
CTPA menurun dari 1.234 pada tahun 2006 untuk 920 tahun 2007, dan jumlah V/Q scan
meningkat dari 745 pada 2006 menjadi 1.216 pada tahun 2007. Berarti dosis efektif
berkurang sebesar 20%, dari 8,0 mSv pada 2006-6,4 mSv pada tahun 2007 (p <0,0001).
Para pasien yang menjalani CTPA dan V/Q scan pada tahun 2006 adalah usia yang sama.
Pada tahun 2007, pasien yang menjalani V/Q scan secara signifikan lebih muda. Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam tingkat false-negatif (kisaran, 0,8-1,2%) antara CTPA dan
V/Q scan pada tahun 2006 dan 2007.
24 | E M B O L I P A R U
7. Pemeriksaan Elektrokardiografi:
Temuan elektrokardiografi tidak spesifik. Elektrokardiogram normal tidak
menyingkirkan diagnosis emboli paru, bila ditemukan perubahan, seringkali bersifat
sementara berupa:
a. Deviasi axis ke kanan
b. Sinus takikardi atau aritmia supraventrikuler
c. RBBB komplit atau tidak komplit
d. Inversi gelombang T
8. Pemeriksaan Ekokardiografi:
Pemeriksaan ekhokardiografi transtorakal atau transesofageal terbatas
penggunaannya untuk diagnosis emboli paru. Pada ekokardiografi dapat dilihat perubahan
ukuran dan fungsi ventrikel kanan dan regurgitasi trikuspid jantung kanan akut
menandakan adanya regangan. Dengan penilaian klinis yang tepat, perubahan ventrikel
kanan dapat menandakan emboli paru akut.
Pemeriksaan untuk diagnosis harus disesuaikan dengan tingkat kegawatan klinis
pasien berdasarkan kondisi pasien, nilai keadaan hemodinamik stabil atau tidak stabil.
2.8 PENATALAKSANAAN EMBOLI PARU
Pengobatan yang diberikan kepada pasein emboli paru atau dengan infark paru terdiri atas:
1. Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien
Karena emboli paru merupakan kegawat darurat, tindakan pertama pada pasien ini
adalah memperbaiki keadaan umum pasien untuk mempertahankan fungsi-fungsi vital
tubuh. Yang perlu dilakukan misalnya: pemberian oksigen untuk mencegah terjadinya
hipoksemua, memberikan cairan infuse untuk mempertahankan kestabilan keluaran
ventrikel kanan dan aliran darah pulmonal dan itubasi (bila diperlukan)
25 | E M B O L I P A R U
2. Pengobatan atas indikasi khusus
Emboli terutama emboli paru massif merupakan keadaan gawat darurat, sedikit atau
banyak menimbulkan gangguan terhadap fungsi jantung, maka perlu dilakukan tindakan
pengobatan terhadap gangguan pada jantung tadi, yang dengan sendirinya diberikan atas
dasar indikasi khusus sesuai masalah. Misalnya ada indikasi untuk memberikan obat
vasopressor, obat inotropik, anti aritmia, digitasi dan sebagainya.
3. Pengobatan utama terhadap emboli paru atau infark paru
Pengobatan utama terhadap emboli paru atau infark paru yang sampai sekarang
dilakukan adalah pengobatan antikoagulan dengan heparin dan warfarin serta pengobatan
trombolitik.
Tujuan pengobatan utama ini ialah: segera menghambat pertumbuhan
tromboemboli, melarutkan tromboemboli dan mencegah timbulnya emboli ulang.
a. Pengobatan antikoagulan
Heparin, sekarang ini merupakan pengobatan standar awal pada pasien
tromboemboli vena karena memiliki fungsi seperti membuat pelarutan thrombus oleh sibat
fibrinolitik tetapi tidak dihambat oleh pertumbuhan thrombus dan heparin mencegah
timbulnya emboli berulan serta heparin juga menghambat agregasi trombosit.
Pemberian heparin dapat dengan berbagai cara: Drip heparin dengan infuse IV,
suntikan IV intermiten dan suntikan subkutan. Dosis heparin: bolus 3000-5000 unit IV
diikuti sebanyak 30.000-35.000 unit/hari dalam infuse glukosa 5% atau NaCl 0,9% atau
disesuaikan. Pengobatan sampai mencapai target PTT (partian tromboplastin time)
mencapai 1,5-2 kali nilai normal. Pengobatan diberikan selama 7-10 hari lalu dilanjutkan
dengan obat antikoagulan oral.
Pemberian subkutan lebih menguntungkan karena lebih mudah. Dosis mulai dengan
suntikan bolus IV 3000-5000 unit bersama suntikan subkutan pertama, kemudian suntikan
subkutan diberikan 5000 unit/4 jam atau 10.000 unit/8 jam atau 15.000-20.000 unit tiap 12
26 | E M B O L I P A R U
jam sampai mencapai PTT 1,5-2,5 kali nilai normal. Heparin tidak boleh diberikan
intramuscular karena dapat menyebabkan hematom pada tempat suntikan.
Kesuksesan pengobatan dengan heparin mencapai 92% dan bisa diberikan pada ibu
hamil karena aman tidak melewati plasenta.
Warfarin, obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas vitamin K, yaitu dengan
mempengaruhi sintersis prokoagulan primer (factor II, VII dan X). Karena awal kerjanya
lambat, oleh karena itu pemberian warfarin dilakukan setelah heparin. Warfarin diberikan
pada pasien dengan thrombosis vena atau emboli paru berulang dan pada pasien dengan
factor risiko menetap.
Dosis yang diberikan ialah 10-15 mg/kg BB, dengan target sampai terjadi
pemanjangan (lebih dari 15-25%) dari nilai normal waktu protombin yang maksimum.
Pemberian warfarin adalah secara oral. Lama pemberian warfarin sekitar 3 bulan (12
minggu) terus menerus. Warfarin diberikan terus pada pasien defisiensi antitrombin III,
defisiensi protein C atau S, pasien dengan antikoagulan lupus atau antikardiolipin.
b. Pengobatan Trombolitik
Cara ini merupakan pengobatan difinitif karena bertujuan untuk menghilangkan sumbatan
mekanik karena tromboemboli. Cara kerja obat ini adalah mengadakan trombolisis. Obat
yang tersedia ada dua sediaan yaitu: streptokinase dan urokinase. Streptokinase adalah
protein nonenzim, disekresi oleh kuman streptokokus beta hemolitik grup C. sedangkan
urokinase adalah protein enzim, dihasilkan oleh parenkim ginjal manusia. Urokinase
sekarang dapat diproduksi lewat kultur jaringan ginjal.
Dua macam obat ini kerjanya memperkuat aktivitas fibrinolisis endogen dengan
lebih mengaktifkan plasmin. Plasmin dapat langsung melisiskan dan mempunyai efek
sekunder sebagai antikoagulan. Tetapi trombolitik selain mempercepat resolusi emboli
paru, juga dapat menurunkan tekanan arteri pulmonalis dan jantung kanan serta
memperbaiki fungsi ventrikel kiri dan kanan pada kasus yang jelas menderita emboli paru.
Terapi ini sering diindikasikan pada pasien emboli paru massif akut, thrombosis
vena dalam, emboli paru dengan gangguan hemodinamik dan teradapat penyakit jantung
27 | E M B O L I P A R U
atau paru tetapi belum mengalami perbaikan dengan terapi heparin. Terapi trombolitik
boleh diberikan bila gejala-gejala yang timbul (emboli paru) kurang dari 7 hari. Selama
pengobatan trombolitik tidak boleh melakukan suntikan intra arteri, intravena atau
intramuscular pada pasien, dan jangan memberikan obat antikoagulan, anti platelet
bersama.
Dosis awal streptokinase: 250.000 unit dalam larutan garam fisiologis atau glukosa
5%, diberikan IV selama 30 menit. Dosis pemeliharaannya: 100.000 unit/jam diberikan
selama 24-72 jam.
Dosis awal urokinase: 4.400 unit/kg BB, dalam larutan garam fisiologis atau
glukosa 5%, diberikan IV selama 15-30 menit. Dosis pemeliharaannya: 4.400 unit/kg BB/
jam selama 12-24 jam. Perbaikan atau keberhasilan terapi sudah terlihat dalam waktu 12
jam untuk urokinase dan 24 jam untuk streptokinase.
Terapi trombolitik tidak boleh dilakukan apabila pasien dalm 10 hari terakhir
terdapat tindakan atau biopsy didaerah yang sulit dievaluasi, hipertensi maligna dan
perdarahan aktif di traktus, gastrointestinal. Komplikasi terapi trombolitik adalah sering
terjadi perdarahan dengan insidensi 5-7%.
4. Pengobatan lainnya
Yang terpenting adalah pengobatan pembedahan. Pengobatan pembedahan pada
emboli paru diperuntukkan bagi pasien yang tidak adekuat atau tidak dapat diberikan
heparin. Dengan tindakan pembedahan dapat dilakukan: venous interruption dan
embolektomi paru.
Tujuan venous interruption adalah mencegah emboli ulang dari thrombus vena
dalam tungkai bawah. Sekarang yang banyak dilakukan adalah pemasangan filter di vena
kava inferior secara intravena, yang tidak menyumbat aliran vena, dapat mencegah emboli
yang lebih besar dari 2 mm dan jarang mengalami thrombosis di filter tersebut.
Tindakan embolektomi paru ini dulu banyak dikerjakan jika terdapat kontraindikasi
terhadap pemakaian antikoagulan atau pada pasien emboli paru kronik. Karena risiko
28 | E M B O L I P A R U
kematian cukup besar, maka tindakan embolektomi paru ini sekarang ditinggalkan, lebih-
lebih sekarang telah ada kemajuan terapi trombolitik.
2.9 PENCEGAHAN EMBOLI PARU
Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai
usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang
baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk:
- menggunakan stoking elastis
- melakukan latihan kaki
- bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan.
Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi
kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi
yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena
tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit
sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi.
Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga
hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan
gumpalan, yaitu:
- penderita gagal jantung atau syok
- penyakit paru menahun
- kegemukan
- sebelumnya sudah mempunyai gumpalan.
Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya
perdarahan pada daerah ini lebih besar. Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko
tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan
29 | E M B O L I P A R U
menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu
mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa
menyebabkan perdarahan.
Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan,
(misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk memperbaiki posisi
sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu
atau bulan setelah pembedahan.
30 | E M B O L I P A R U
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Emboli Paru merupakan penyakit vaskuler akibat tersumbatnya arteri pulmonalis
atau arteri bronkialis karena suatu trombus, bisa juga karena sel tumor, fragmen tulang,
lemak, amnion dan udara. Manifestasi klinis emboli paru tidak khas, (biasanya dispnea,
nyeri dada, hemoptisis dan kollaps sirkulasi) sehingga sulit untuk mendiagnosis.
Penatalaksanaan emboli paru dengan pemberian anti koagulan seperti heparin,
trombolitik seperti streptokinase, urokinase dan Rt-PA atau tindakan bedah seperti
embolektomi.
Prognosis emboli paru tergantung pada kecepatan dibuatnya diagnosis, beratnya
penyakit, kecepatan diberikannya terapi dan adanya penyakit lain yang menyertainya.