Anda di halaman 1dari 40

HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 1/0

Bab I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan
kesehatan modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat
menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat kesehatan.
Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk
mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas
bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain.
Data pembanding berikut berasal dari India, didapat dari 1.55 bank
darah yang telah mendapat lisensi, !5" adalah milik pemerintah dan #$"
milik swasta. %truktur manajemennya berbeda dan tidak ada koordinasi
yang efektif. %ebagian besar bank darah tersebut mengumpulkan kurang
dari 1.&&& kantong darah tiap tahun. Data menunjukkan bahwa '!"
transfusi pada pasien dewasa adalah tidak tepat.
1

()* Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa #&"
populasi dunia berada di negara maju dan sebanyak &" telah memakai
darah donor yang aman, sedangkan &" populasi dunia yang berada di
negara berkembang hanya #&" memakai darah donor yang aman.
1

()* telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang
aman dan meminimalkan risiko tranfusi. %trategi tersebut terdiri dari
pelayanan transfusi darah yang terkoordinasi secara nasional+
pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi risiko rendah+
pelaksanaan skrining terhadap semua darah donor dari penyebab infeksi,
antara lain )I,, -irus hepatitis, si.lis dan lainnya, serta pelayanan
laboratorium yang baik di semua aspek, termasuk golongan darah, uji
kompatibilitas, persiapan komponen, penyimpanan dan transportasi
darah/komponen darah+ mengsurangi transfusi darah yang tidak perlu
dengan penentuan indikasi transfusi darah dan komponen darah yang
tepat, dan indikasi cara alternatif transfusi.
1

0ada tahun 111 ()* mengeluarkan rekomendasi 2Developing a
National Policy and Guidelines on the Clinical Use of Blood3. 4ekomendasi
ini membantu negara anggota dalam mengembangkan dan implementasi
kebijakan nasional dan pedoman, serta menjamin kerja sama aktif di
antara pelayanan transfusi darah dan klinisi dalam mengelola pasien yang
memerlukan transfusi.
1

HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 2/0
I.2. Permasalahan
5eputusan melakukan transfusi harus selalu berdasarkan penilaian yang
tepat dari segi klinis penyakit dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Transfusi dapat mengakibatkan penyulit akut atau lambat dan membawa
risiko transmisi infeksi antara lain )I,, hepatitis, si.lis dan risiko supresi
sistem imun tubuh.
6aktor keamanan dan keefektifan transfusi bergantung pada # hal
yaitu 718 tersedianya darah dan komponen darah yang aman, mudah
didapat, harga terjangkau, dan jumlahnya cukup memenuhi kebutuhan
nasional+ 7#8 indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat.
5ebutuhan transfusi dapat diminimalkan dengan pencegahan proses
penyebab anemia, penatalaksanaan anemia dan penggunaan teknik
anestesia serta operasi yang baik.
Transfusi darah atas indikasi yang tidak tepat tidak akan memberi
keuntungan bagi pasien, bahkan memberi risiko yang tidak perlu.
9isalnya, transfusi yang diberikan dengan tujuan menaikkan kadar
hemoglobin sebelum operasi atau mempercepat pulangnya pasien dari
rumah sakit. Transfusi darah atau plasma untuk perdarahan akut masih
sering dilakukan padahal terapi dengan infus :a;l &.1" atau cairan
pengganti lainnya sama efektifnya bahkan lebih aman dan murah.
Indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat tidak dapat
dipisahkan dari elemen sistem kesehatan lainnya. Ini adalah bagian dari
strategi yang terintergrasi dengan kebijakan nasional tentang indikasi
transfusi darah+ adanya komitmen penyedia jasa kesehatan dan klinisi
untuk pencegahan, diagnosis dini, dan penatalaksanaan efektif terhadap
kondisi yang menyebabkan perlunya transfusi. )al ini dapat dicapai
dengan cara meningkatkan program kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan primer serta adanya pelayanan transfusi darah yang
terkoordinasikan secara nasional untuk dapat menyediakan darah yang
aman, adekuat, dan tepat waktu.
I.3. Tujuan
Terwujudnya kajian ilmiah sebagai dasar rekomendasi kepada pemerintah,
dalam hal ini 5omite :asional Transfusi Darah dalam menetapkan
kebijakan mengenai transfusi komponen darah.
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 3/0
Bab II
METDL!I PENILAIAN
II.1. "trateg# Penelusuran $e%ustakaan
0enelusuran artikel dilakukan melalui Medline, New England Jounal of
Medicine, Bitish Medical Jounal, !nnals of "ntenal Medicine, Bitish
Jounal of #e$atology, Medical Jounal of !ustalia% Blood% &ansfusion
Medicine Bulletin, Cochane libay% !$eica's Blood Centes% Chest dalam
1& tahun terakhir 7111$<#&&$8. Informasi juga didapatkan dari beberapa
guidelines antara lain yang disusun oleh (old #ealth )gani*ation
7()*8, !$eican Society of !naesthesiologists 7=%=8, National #ealth and
Medical +eseach Council 7:)94;<=ustralia8 dan !ustalasian Society of
Blood &ansfusion 7=%BT8% Scottish "ntecollegiate Guidelines Netwo,
7%I>:8, Bitish Co$$ittee fo Standads in #ae$atology 7B;%)8% Canadian
Medical !ssociation% National Blood Uses Goup ? Irlandia, Clinical
+esouce E-ciency Suppot &ea$ 7;4@%T8, !$eican College of
Physicians 7=;08, College of !$eican Pathologists 7;=08.
5ata kunci yang digunakan adalah blood tansfusion% blood
co$ponent theapy% tansfusion $edicine% ed blood cell% platelet% fesh
fo*en plas$a% peiopeative% citical cae% obstetic% neonates.
II.2. Level of Evidence &an T#ngkat 'ek(men&as#
%etiap makalah ilmiah yang didapat dinilai berdasarkan evidence.based
$edicine% ditentukan level of evidence dan tingkat rekomendasi. /evel of
evidence dan tingkat rekomendasi diklasi.kasikan berdasarkan de.nisi
dari Scottish "ntecollegiate Guidelines Netwo,, sesuai dengan de.nisi
yang dinyatakan oleh US !gency fo #ealth Cae Policy and +eseach.
/evel of evidence0
"a1 Meta.analysis of ando$i*ed contolled tials1
"b1 9inimal satu ando$i*ed contolled tials1
""a1 9inimal satu non.ando$i*ed contolled tials1
""b1 Cohot dan Case contol studies
"""a1 Coss.sectional studies
"""b1 Case seies dan case epot
"21 5onsensus dan pendapat ahli
4ekomendasi A
=. Evidence yang termasuk dalam le-el Ia atau Ib
B. Evidence yang termasuk dalam le-el IIa atau IIb
;. Evidence yang termasuk dalam le-el IIIa, IIIb atau I,
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm /0
II.3. P(%ulas# "asaran
%asaran yang termasuk dalam kajian ini dibatasi pada pasien yang
menjalani prosedur operasi, pasien sakit kritis, pasien obstetrik dan
neonatus. Bntuk neonatus, anak dan dewasa dengan kondisi klinis
tertentu, seperti anemia sel bulan sabit dan talasemia, tidak termasuk
dalam kajian ini karena telah dibahas oleh masing<masing organisasi
profesi yang terkait.

HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm !/0
Bab III
INDI$A"I T'AN")U"I $MPNEN DA'AH
III.1. $a%an trans*us# sel &arah merah &#lakukan+
'ek(men&as#,
Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar
)emoglobin 7)b8 C' g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi
dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya
memiliki terapi spesi.k lain, maka batas kadar )b yang lebih
rendah dapat diterima. 74ekomendasi =8
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar )b '<1& g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna
secara klinis dan laboratorium.
74ekomendasi ;8
Transfusi tidak dilakukan bila kadar )b D1& g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi 7contohA penyakit paru obstruktif
kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat8.
74ekomendasi =8
Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada
kadar )b E11 g/dF+ bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan
hingga ' g/dF 7seperti pada anemia bayi prematur8. Gika terdapat
penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan
suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah )b
E1$ g/dF.
74ekomendasi ;8
'as#(nal,
Transfusi satu unit darah lengkap 7whole blood8 atau sel darah merah
pada pasien dewasa berat badan '& kg yang tidak mengalami perdarahan
dapat meningkatkan hematokrit kira<kira $" atau kadar )b sebanyak 1
g/dl. Tetapi, kadar )b bukan satu<satunya faktor penentu untuk transfusi
sel darah merah. 6aktor lain yang harus menjadi pertimbangan adalah
kondisi pasien, tanda dan gejala hipoksia, kehilangan darah, risiko anemia
karena penyakit yang diderita oleh pasien dan risiko transfusi.
#

Banyak transfusi sel darah merah dilakukan pada kehilangan darah
ringan atau sedang, padahal kehilangan darah itu sendiri tidak
menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas perioperatif.
9eniadakan transfusi tidak menyebabkan keluaran 7outco$e8 perioperatif
yang lebih buruk.
$
Beberapa faktor spesi.k yang perlu menjadi pertimbangan transfusi
adalahA
#
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm "/0
0asien dengan riwayat menderita penyakit kardiopulmonal perlu
transfusi pada batas kadar )b yang lebih tinggi.
,olume darah yang hilang selama masa perioperatif baik pada
operasi darurat maupun elektif, dapat dinilai secara klinis dan
dapat dikoreksi dengan penggantian -olume yang tepat.
5onsumsi oksigen, dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
penyebab antara lain adalah demam, anestesia dan menggigil. Gika
kebutuhan oksigen meningkat maka kebutuhan untuk transfusi sel
darah merah juga meningkat.
0ertimbangan untuk transfusi darah pada kadar )b '<1& g/dl adalah
bila pasien akan menjalani operasi yang menyebabkan banyak kehilangan
darah serta adanya gejala dan tanda klinis dari gangguan transportasi
oksigen yang dapat diperberat oleh anemia.
#

5ehilangan darah akut sebanyak C#5" -olume darah total harus
diatasi dengan penggantian -olume darah yang hilang. )al ini lebih
penting daripada menaikkan kadar )b. 0emberian cairan pengganti
plasma 7plas$a subtitute8 atau cairan pengembang plasma 7plas$a
e3pande8 dapat mengembalikan -olume sirkulasi sehingga mengurangi
kebutuhan transfusi, terutama bila perdarahan dapat diatasi.
#

0ada perdarahan akut dan syok hipo-olemik, kadar )b bukan satu<
satunya pertimbangan dalam menentukan kebutuhan transfusi sel darah
merah. %etelah pasien mendapat koloid atau cairan pengganti lainnya,
kadar )b atau hematokrit dapat digunakan sebagai indikator apakah
transfusi sel darah merah dibutuhkan atau tidak.
#
%el darah merah diperlukan bila terjadi ketidakseimbangan
transportasi oksigen, terutama bila -olume darah yang hilang H#5" dan
perdarahan belum dapat diatasi. 5ehilangan -olume darah H!&" dapat
menyebabkan kematian. %ebaiknya hindari transfusi darah menggunakan
darah simpan lebih dari sepuluh hari karena tingginya potensi efek
samping akibat penyimpanan.
#
Darah yang disimpan lebih dari ' hari
memiliki kadar kalium yang tinggi, p) rendah, debris sel tinggi, usia
eritrosit pendek dan kadar #,$<diphosphoglycerate rendah.
1
0ertimbangan dalam memutuskan jumlah unit transfusi sel darah merahA
#
9enghitung berdasarkan rumus umum sampai target )b yang
disesuaikan dengan penilaian kasus per kasus.
9enilai hasil/efek transfusi yang sudah diberikan kemudian
menentukan kebutuhan selanjutnya.
0asien yang menjalani operasi dapat mengalami berbagai masalah
yang menyebabkan 18 peningkatan kebutuhan oksigen, seperti kenaikan
katekolamin, kondisi yang tidak stabil, nyeri+ #8 penurunan penyediaan
oksigen, seperti hipo-olemia dan hipoksia. Tanda dan gejala klasik anemia
berat 7dispnea, nyeri dada, letargi, hipotensi, pucat, takikardia, penurunan
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm #/0
kesadaran8 sering timbul ketika )b sangat rendah. Tanda dan gejala
anemia serta pengukuran transportasi oksigen ke jaringan merupakan
alasan transfusi yang lebih rasional.
!
0enelitian oleh ;armel dan %hulman
!
7dipublikasikan tahun 1118
menyatakan bahwa dispnea tidak terjadi sampai )b C' g/dl. 0ada
penelitian lain dengan )b CI g/dl, hanya 5!" pasien mengalami
takikardia, $#" mengalami hipotensi, $5" penurunan kesadaran, dan
#'" dispnea. 0ada anak, gejala baru muncul pada nilai )b yang lebih
rendah lagi. 5elambatan munculnya tanda<tanda tersebut mungkin
menyebabkan undetansfusion. (alaupun )b merupakan prediktor yang
cukup baik untuk kebutuhan transfusi, pengukuran oksigenasi jaringan
lebih akurat dalam menentukan kebutuhan.
Telah dilakukan beberapa penelitian yang menilai hubungan antara
anemia perioperatif dengan terjadinya iskemia miokard atau infark
miokard. %atu penelitian obser-asional terkontrol pada #' pasien risiko
tinggi yang akan menjalani operasi pintasan 7bypass4 arteri infrainguinal
menyatakan bahwa insidens iskemia miokard dan kejadian sakit jantung
lainnya lebih tinggi secara bermakna pada 1! pasien dengan hematokrit
C#" daripada pasien dengan hematokrit yang lebih tinggi. Ternyata
kelompok yang anemia berusia lebih tua dan menjalani operasi lebih lama
daripada kelompok pembandingnya secara bermakna. 0enelitian tersebut
tidak memperhatikan -ariabel perancu yang dapat meningkatkan risiko
iskemia dan tidak meneliti keefektifan transfusi sel darah merah.
0enelitian yang dilakukan pada $& pasien intensive cae unit 7I;B8
pascabedah dengan kadar )b C1&g/dl melaporkan bahwa transfusi sel
darah merah hanya sedikit mempengaruhi konsumsi oksigen.
$

0ada tahun 111 National "nstitute of #ealth Consensus Confeence
menyimpulkan bahwa bukti ilmiah yang ada tidak mendukung
penggunaan kriteria tunggal untuk melakukan transfusi seperti kadar )b
C1&g/dl, dan tidak terdapat bukti ilmiah yang menyatakan bahwa anemia
ringan sampai sedang berperan dalam meningkatkan morbiditas
perioperatif.
$,5
0ada tahun 111#, =;0 merekomendasikan bahwa dalam
menentukan perlu tidaknya transfusi darah pada pasien yang akan
menjalani anestesia didasarkan pada kondisi tanda -ital 7stabil atau tidak
stabil8. =;0 menyimpulkan bahwa pasien dengan tanda -ital stabil dan
tidak memiliki risiko iskemia miokard atau serebral tidak memerlukan
transfusi sel darah merah. Transfusi hanya dilakukan pada pasien dengan
tanda -ital tidak stabil yang memiliki risiko iskemia miokard atau serebral.
)al ini tidak bergantung pada kadar )b pasien.
$,I

5onsensus yang dibuat oleh +oyal College of Physicians of Edinbugh
menyimpulkan bahwa transfusi sel darah merah hanya dilakukan untuk
meningkatkan kapasitas transportasi oksigen. 5eputusan untuk
melaksanakan transfusi seharusnya dibuat oleh praktisi yang kompeten
sebagai bagian penatalaksanaan penyakit secara menyeluruh. 0asien
harus diberi informasi tentang transfusi sel darah merah dan alternatif
yang ada. %elain itu indikasi transfusi harus dicatat dalam rekam medis.
$
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm $/0
5elompok kerja =%= pada tahun 111I menyimpulkan bahwa transfusi
sangat jarang diindikasikan bila kadar )b H1& g/dl dan hampir selalu
diindikasikan bila kadar )b CI g/dl, terutama pada anemia akut.
0enentuan apakah kadar )b I<1 g/dl membutuhkan transfusi sel darah
merah atau tidak harus berdasarkan pada risiko terjadinya komplikasi
karena oksigenasi yang tidak adekuat. 0enggunaan satu nilai )b tertentu
tanpa mempertimbangkan kepentingan .siologis dan faktor lain yang
mungkin mempengaruhi oksigenasi tidak direkomendasikan.
$

:)94;<=%BT pada tahun #&&1 merekomendasikan bahwa keputusan
untuk melakukan transfusi sel darah merah harus berdasarkan pada
penilaian klinis pasien, respons pasien terhadap transfusi sebelumnya dan
kadar )b. Transfusi sel darah merah tidak dilakukan bila kadar )b H1&
g/dl, kecuali jika ada indikasi tertentu. Gika transfusi dilakukan pada kadar
)b ini maka alasan melakukan transfusi harus dicatat. :)94;<=%BT juga
menyatakan bahwa transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada )b '<
1& g/dl untuk menghilangkan gejala dan tanda klinis serta untuk
mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Transfusi
diperlukan bila kadar )b C' g/dl, kecuali pada pasien asimptomatik
dan/atau penyakit yang memiliki terapi spesi.k maka batas kadar )b
yang lebih rendah dapat diterima.
#
Terdapat satu ando$i*ed clinical tial yang dilakukan oleh )ebert
dkk
'
711118 di 5anada melibatkan $ orang pasien I;B dewasa yang
eu-olemia dengan kadar )b C1 g/dl dalam jangka '# jam perawatan awal
di I;B. 0asien dibagi menjadi dua kelompok secara acak. 5elompok
pertama mendapat transfusi bila kadar )b turun sampai C' g/dl dan
dipertahankan antara '<1 g/dl. 5elompok kedua mendapat transfusi bila
kadar )b turun di bawah 1& g/dl dan dipertahankan antara 1&<1# g/dl.
5elompok pertama adalah kelompok yang lebih restriktif sedangkan
kelompok kedua lebih moderat. @-aluasi setelah $& hari, didapatkan hasil
yang tidak berbeda antara kedua kelompok tersebut. 0ada kelompok
restriktif didapatkan tingkat mortalitasnya lebih rendah secara bermakna
pada pasien yang tidak sakit akut dan usia C55 tahun. %edangkan pada
pasien dengan penyakit jantung tidak didapatkan perbedaan antara kedua
kolompok tersebut. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa pada
pasien sakit kritis, strategi restriktif dalam transfusi sel darah merah sama
efektif dan mungkin lebih baik daripada strategi yang lebih moderat,
dengan pengecualian pasien dengan infark miokard akut dan angina tidak
stabil.

0enelitian yang melibatkan .'' pasien yang menjalani operasi
karena fraktur paha dengan kadar )b D g/dl menunjukkan bahwa
transfusi perioperatif tidak mempengaruhi angka mortalitas dalam $& dan
1& hari. 0ada 1&,5" pasien dengan kadar )b C g/dl yang menerima
transfusi pascabedah, ternyata tidak mempengaruhi angka mortalitas $&
dan 1& hari dengan mempertimbangkan penyakit kardio-askular dan
faktor risiko lainnya.
,1
0enelitian lain pada ! pasien fraktur paha yang
mendapat transfusi didasarkan pada gejala atau )b C g/dl dibandingkan
dengan transfusi untuk mempertahankan )b H1& g/dl menunjukkan tidak
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm %/0
ada perbaikan dalam rehabilitasi, morbiditas atau mortalitas. %uatu
penelitian pada pasien sepsis menyatakan bahwa transfusi darah
meningkatkan perfusi oksigen akan tetapi tidak meningkatkan konsumsi
oksigen.

0ada miokardium, ekstraksi oksigen sudah mencapai 1&" dalam


keadaan normal sehingga tidak dapat mengkompensasi berkurangnya
transportasi oksigen 7misalnya pada anemia8 dengan menaikkan ekstraksi
oksigen. )al itu berarti transportasi oksigen ke miokardium ditentukan
oleh kandungan oksigen arterial dan jumlah aliran darah. 0asien dengan
penyempitan pembuluh darah hanya mempunyai sedikit kemampuan
untuk meningkatkan perfusi dengan meningkatkan aliran darah. )al
tersebut menandakan bahwa pada pasien tersebut penting untuk
mempertahankan kandungan oksigen pada tingkat aliran darah optimal
dan mempertahankan kebutuhan pada batas minimal.


%atu ando$i*ed contolled tial pada !# pasien yang menjalani
operasi elektif bypass gafting arteri koroner primer, #1# pasien
menerima transfusi sel darah merah pascabedah bila )b C g/dl
sedangkan kelompok kontrol 7nJ#1I8 diberi transfusi menurut permintaan
dokter 7)b C1 g/dl sesuai dengan pedoman institusi8. Batas bawah )b C
g/dl tidak mempengaruhi keluaran tetapi mengurangi transfusi sel darah
merah sebanyak #&". 0enelitian prospektif lain pada 11 pasien yang
menjalani operasi -askular mayor, pasien yang akan dilakukan transfusi
prabedah dipilih secara acak untuk mempertahankan )b 1 atau 1& g/dl
didapatkan hasil tidak ada perbedaan morbiditas maupun mortalitas
diantara kelompok itu.

National Blood Uses Goup 7Irlandia8 pada tahun 1111 berdasarkan


bukti ilmiah yang ada menyimpulkan bahwa pasien yang menderita
penyakit kardio-askular dengan )b C g/dl memiliki risiko lebih tinggi
morbiditas dan mortalitas perioperatif, sedangkan pada pasien yang stabil
tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan bahwa mempertahankan )b H1
g/dl dengan transfusi darah dapat menurunkan morbiditas.

(u dkk
1&
melakukan penelitian kohort retrospektif pada '.1'!
pasien usia D I5 tahun yang dirawat karena infark miokard akut. 0asien
dikelompokkan berdasarkan kadar hematokrit pada saat masuk rumah
sakit 75<#!,&", #!,1<#',&", #',1<$&,&", $&,1<$$", $$,1<$I,&", $I,$<
$1,&", $1,1<!,&"8 dan dilakukan analisis data untuk menentukan
apakah ada hubungan antara transfusi darah dengan mortalitas dalam $&
hari. Didapatkan hasil bahwa pasien dengan kadar hematokrit yang lebih
rendah mempunyai angka mortalitas $& hari yang lebih tinggi. Transfusi
darah berhubungan dengan pengurangan mortalitas $& hari pada pasien
yang kadar hematokrit pada waktu masuk rumah sakit adalah 5,&<#!,&"
sampai $&,1<$$,&" sedangkan pada pasien dengan kadar hematokrit
yang lebih tinggi tidak didapatkan pengurangan angka mortalitas $& hari.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa transfusi darah berhubungan
dengan angka mortalitas yang lebih rendah pada pasien usia lanjut
dengan infark miokardium akut jika hematokrit pada saat masuk adalah
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 10/0
$&,&" atau lebih rendah dan mungkin efektif pada pasien dengan kadar
hematokrit $$,&".
0erdarahan antepartum dan postpartum merupakan penyebab
utama kematian maternal di Inggris. =ngka lain menunjukkan bahwa
perdarahan yang dapat mengancam nyawa terjadi pada 1 di antara 1.&&&
persalinan.
11
%elama kehamilan, konsentrasi )b turun disebabkan kenaikan
-olume plasma dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
jumlah sel darah merah.
11
0erdarahan akut adalah penyebab utama
kematian ibu. 0erdarahan masif dapat berasal dari plasenta, trauma
saluran genital, atau keduanya, dan banyaknya paritas juga
meningkatkan insidens perdarahan obstetrik.
1
0erdarahan obstetrik
dide.nisikan sebagai hilangnya darah yang terjadi pada masa peripartum,
yang dapat membahayakan nyawa. 0ada usia kehamilan cukup bulan,
aliran darah ke plasenta mencapai K'&& ml/menit. %eluruh -olume darah
pasien dapat berkurang dalam 5<1& menit, kecuali bila miometrium pada
tempat implantasi plasenta berkontraksi. 0erdarahan obstetrik mungkin
tidak terduga dan masif. =danya perdarahan obstetrik dapat dilihat
dengan adanya gejala syok hipo-olemik tetapi karena adanya perubahan
.siologis yang ditimbulkan oleh kehamilan, maka hanya ada beberapa
tanda hipo-olemia yang mungkin mengarah pada perdarahan. Tanda
hipo-olemia antara lain takipnea, haus, hipotensi, takikardia, waktu
pengisian kapiler meningkat, berkurangnya urin dan penurunan
kesadaran. 5arena itu penting untuk memantau pasien dengan
perdarahan obstetrik, walaupun tidak ada tanda syok hipo-olemik.
1

5eputusan melakukan transfusi pada pasien obstetrik tidak hanya
berdasarkan kadar )b, tetapi juga bergantung pada kebutuhan klinis
pasien. 6aktor yang menjadi pertimbangan adalah usia kehamilan, riwayat
gagal jantung, adanya infeksi seperti pneumonia dan malaria, riwayat
obstetrik, cara persalinan dan tentu saja kadar )b.
1

0enyebab perdarahan akut pada pasien obstetrik antara lain adalah
abortus 7abortus inkomplit, abortus septik8, kehamilan ektopik 7tuba atau
abdominal8, perdarahan antepartum 7plasenta pre-ia, plasenta abrupsi,
ruptur uteri, -asa pre-ia, perdarahan ser-iks atau -agina8 dan lesi
traumatik 7perdarahan postpartum primer, perdarahan postpartum
sekunder, koagulasi intra-askular diseminata 7disse$inated intavascula
coagulation <DI;8.
1
0ada tahun #&&1 ;4@%T menyatakan bahwa penyediaan darah
sebaiknya dilakukan pada perdarahan antepartum, intrapartum, atau
postpartum yang cukup bermakna, plasenta pre-ia, preeklampsia dan
eklampsia berat, kelainan koagulasi yang bermakna, anemia sebelum
operasi seksio 7)b C1& g/dl8 dan kelainan obstetrik bermakna yang ada
sebelum operasi 7seperti .broid uteri, riwayat seksio atau riwayat
plasenta akreta8. Bila keadaan di atas tidak ada, golongan darah dan
status antibodi diketahui, maka pemberian darah dapat ditunda pada
keadaan seksio elektif atau darurat, plasenta manual tanpa adanya
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 11/0
komplikasi perdarahan postpartum, operasi elektif pada $issed abotion%
anemia sebelum persalinan normal 7)b C1& g/dl8.
11
:eonatus yang dirawat di I;B merupakan salah satu kelompok
pasien yang paling sering mendapat transfusi. :amun kelompok ini juga
rentan terhadap efek samping jangka panjang akibat transfusi darah.
=kan tetapi jika diperlukan transfusi, maka transfusi itu harus diberikan
dalam jumlah adekuat untuk mengurangi transfusi berulang dan paparan
terhadap banyak donor. :amun hanya terdapat sedikit data klinis yang
berkualitas tentang transfusi pada neonatus. Transfusi sel darah merah
hanya diberikan untuk meningkatkan oksigenasi, mencegah hipoksia
jaringan atau mengganti kelihangan darah akut. Direkomendasikan batas
dasar kadar )b untuk melakukan transfusi pada neonatus adalah kadar
)bJ1&,5 g/dl dengan gejala atau )bJ1$ g/dl jika terdapat penyakit
jantung atau paru atau jika diberikan terapi suplementasi *#. 0ada anemia
prematuritas dapat digunakan batas kadar )b yang lebih rendah yaitu
)bJ',& g/dl. Indikasi transfusi pada neonatus sangat ber-ariasi
disebabkan adanya imaturitas .siologis, -olume darah yang kecil dan
ketidakmampuan untuk mentoleransi stress minimal. 5eputusan untuk
melakukan transfusi biasanya berdasarkan berbagai parameter, termasuk
-olume darah yang hilang, kadar hemoglobin yang diinginkan dan status
klinis 7dispnea, apnea, distress pernapasan8.
11

III.2. $a%an trans*us# tr(mb(s#t %erlu &#lakukan+
'ek(men&as#,
Transfusi trombosit dapat digunakan untukA
9engatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila
hitung trombosit C5&.&&&/uF, bila terdapat perdarahan
mikro-askular difus batasnya menjadi C1&&.&&&/uF. 0ada kasus
D)6 dan DI; supaya merujuk pada penatalaksanaan masing<
masing.
74ekomendasi ;8
0ro.laksis dilakukan bila hitung trombosit C5&.&&&/uF pada pasien
yang akan menjalani operasi, prosedur in-asif lainnya atau
sesudah transfusi masif.
74ekomendasi ;8
0asien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami
perdarahan.
74ekomendasi ;8
'as#(nal,
0ada tahun 11' Nasional "nstitute of #ealth Consensus Confeence
merekomendasikan pro.laksis transfusi trombosit untuk pasien dengan
hitung trombosit kurang dari 1&.&&&<#&.&&&/uF, sedangkan untuk pasien
dengan hitung trombosit H5&.&&&/uF transfusi trombosit tidak
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 12/0
memberikan keuntungan. Transfusi trombosit pada hitung trombosit yang
lebih tinggi diindikasikan untuk pasien dengan perdarahan sistemik atau
yang memiliki risiko tinggi mengalami perdarahan karena kelainan
koagulasi, sepsis, atau disfungsi trombosit. 0ada tahun 111! ;=0
merekomendasikan transfusi trombosit pada pasien dengan penurunan
produksi trombosit dengan hitung trombosit C5&&&/uF. ;=0 juga
merekomendasikan untuk memberikan pro.laksis transfusi trombosit
pada pasien dengan hitung trombosit antara 5&&&<$&.&&&/uF. Bntuk
operasi besar dengan perdarahan yang mengancam nyawa, ;=0
menyimpulkan bahwa transfusi trombosit dapat dilakukan pada hitung
trombosit yang lebih tinggi untuk mempertahankan hitung trombosit
H5&.&&&/uF. ;=0 juga merekomendasikan melakukan transfusi pada
pasien yang menderita destruksi trombosit dengan hitung trombosit
C5&.&&&/uF dan adanya perdarahan mikro-askular.
$,1#

!$eican College of )bsteticians and Gynecologists 7=;*>8
merekomendasikan transfusi trombosit pada trombositopenia bawaan
atau didapat. %uatu sur-ei pada tahun 111# terhadap I$& rumah sakit
bagian hematologi dan onkologi melaporkan bahwa pro.laksis transfusi
trombosit ditujukan bagi pasien dengan hitung trombosit E#&.&&&/uF
sedangkan pasien yang menjalani prosedur in-asif minor seperti biopsi
atau pungsi lumbal, kriteria yang paling sering digunakan adalah hitung
trombosit E 5&.&&&/uF.
$
5elompok kerja =%= pada tahun 111I menyatakan bahwa transfusi
trombosit pro.laksis tidak efektif dan tidak diindikasikan untuk
trombositopenia yang disebabkan karena meningkatnya perusakan
platelet 7misalnya purpura trombositopenia idiopatik J IT08. Transfusi
trombosit jarang diindikasikan pada pasien trombositopenia yang akan
menjalani operasi dengan penurunan produksi trombosit jika hitung
trombosit mencapai 1&&.&&&/uF, dan biasanya baru diindikasikan bila
hitung trombosit C5&.&&&/uF. 0enentuan apakah pasien yang memiliki
jumlah trombosit 5&.&&&<1&&.&&&/uF membutuhkan transfusi, harus
berdasarkan pada risiko terjadinya perdarahan. 0asien obstetrik dengan
perdarahan mikro-askular yang akan menjalani prosedur operasi atau
persalinan biasanya membutuhkan transfusi trombosit bila hitung
trombosit C5&.&&&/uF dan jarang memerlukan bila hitung trombosit
H1&&.&&&/uF. 0ada pasien dengan hitung trombosit 5&.&&&<1&&.&&&/uF,
pemberian transfusi trombosit berdasarkan risiko perdarahan. Transfusi
trombosit juga diindikasikan pada pasien dengan hitung trombosit normal
tetapi terdapat gangguan fungsi trombosit dan perdarahan
mikro-askular.
$
B;%) pada tahun #&&$ merekomendasikan bahwa pada pasien
dengan trombositopenia kronik, hitung trombosit 1&.&&&/uF merupakan
batas dasar untuk melakukan transfusi trombosit bila tidak ada risiko
lainnya, seperti sepsis, penggunaan antibiotik berulang atau kelainan
hemostasis lainnya. %edangkan pasien tanpa faktor risiko maka batas
hitung trombosit untuk melakukan transfusi trombosit adalah 5.&&&/uF
mungkin sesuai bila dianggap transfusi trombosit dapat menyebabkan
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 13/0
refrakter terhadap trombosit. B;%) juga menyatakan bahwa pada pasien
dengan trombopatia, transfusi trombosit dilakukan bila ternyata
penatalaksanaan dengan menggunakan desmopresin tidak efektif lagi.
0ada pasien dengan perdarahan akut hitung trombosit tidak boleh turun
sampai C5&.&&&/uF, dan untuk pasien dengan trauma multipel dan cedera
kepala, hitung trombosit harus dipertahankan H1&&.&&&/uF. 0ada pasien
dengan DI;, transfusi trombosit diberikan untuk mempertahankan hitung
trombosit pada H5&.&&&/uF seperti halnya pada pasien yang mengalami
perdarahan masif.
1$
:)94;<=%BT pada tahun #&&1 merekomendasikan penggunaan
trombosit sebagai pro.laksis pada kegagalan fungsi sumsum tulang bila
hitung trombosit C1&.&&&/uF tanpa adanya faktor risiko dan hitung
trombosit C#&.&&&/uF bila terdapat faktor risiko 7demam, antibiotik,
kegagalan hemostatik sistemik8+ untuk mempertahankan hitung trombosit
H5&.&&&/uF pada pasien yang akan menjalani operasi atau prosedur
in-asif lainnya+ adanya kelainan fungsi trombosit yang didapat atau
bawaan bergantung pada kondisi klinis, dengan kondisi tersebut hitung
trombosit bukan merupakan indikator yang sahih. %elain itu penggunaan
trombosit sebagai terapi diberikan pada pasien dengan trombositopenia
yang mengalami perdarahan, yaitu jika hitung trombosit C5&.&&&/uF bila
terdapat perdarahan masif atau transfusi masif, atau trombosit
C1&&.&&&/uF bila terdapat perdarahan mikro-askular difus. :)94;<=%BT
juga menyatakan bahwa transfusi trombosit biasanya tidak digunakan
pada pasien dengan destruksi trombosit autoimmun, purpura
trombositopenia trombotik, sindrom uremik hemolitik atau
trombositopenia yang ditimbulkan oleh obat atau pintasan jantung tanpa
perdarahan.
#
%uatu penelitian randomisasi prospektif yang dilakukan oleh
Lumberg dkk
1!
menyatakan bahwa batas dasar hitung trombosit
1&.&&&/uF adalah aman untuk melakukan transfusi trombosit pada
resipien transplantasi sumsum tulang, namun usaha untuk mengurangi
penggunaan trombosit tidak tercapai karena penilaian keamanan
dimasukkan dalam metodologi penelitian ini. 0enelitian ini dilakukan pada
151 pasien transplantasi sumsum tulang yang dibagi menjadi dua
kelompok, kelompok pertama mendapatkan transfusi trombosit bila hitung
trombosit C1&.&&&/uF, sedangkan kelompok kedua diberi transfusi bila
hitung trombosit C#&.&&&/uF. Tidak ada perbedaan antara kedua
kelompok dalam hal insidens perdarahan maupun tingkat keparahan.
)anya terdapat $ perdarahan sistem saraf pusat, # terjadi pada kelompok
pertama sedangkan satu terjadi pada kelompok kedua, namun tidak ada
pasien yang meninggal. 4ata<rata perdarahan di kedua kelompok adalah
11,! hari. 4ata<rata transfusi trombosit pada kelompok pertama adalah
1&,! per pasien dibandingkan kelompok kedua rata<rata 1&,# per pasien.
0ada kelompok pertama, transfusi lebih banyak diberikan di atas batas
dasar transfusi dibandingkan pada kelompok kedua 7!,$ per pasien
dibandingkan 1,1 per pasien, pJ&,58.

HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 1/0
0enggunaan trombosit diindikasikan untuk pencegahan dan
penatalaksanaan perdarahan pada pasien dengan trombositopenia atau
kelainan fungsi trombosit. )itung trombosit adalah faktor pemicu utama
penggunaan trombosit, dengan faktor risiko terjadi perdarahan dan
banyaknya perdarahan akan mempengaruhi keputusan perlu tidaknya
transfusi.
#
0ada pasien dengan kegagalan fungsi sumsum tulang, berbagai
penelitian klinis terkontrol menyatakan bahwa pro.laksis suspensi
trombosit efektif bila hitung trombosit C1&.&&&/uF. =pabila terdapat
berbagai faktor yang berhubungan dengan perdarahan pada pasien
trombositopenia seperti demam, kelainan koagulasi, kegagalan
hemostatik sistemik atau terdapat tempat potensial timbulnya perdarahan
karena operasi, maka dipertimbangkan penggunaan trombosit untuk
mempertahankan hitung trombosit H#&.&&&/uF. Bmumnya, sebagian
besar pedoman merekomendasikan hitung trombosit untuk prosedur
operasi adalah H5&.&&&/uF, walaupun tidak ada penelitian terkontrol yang
menyatakan hal tersebut. Bntuk pasien yang menjalani operasi dengan
risiko tinggi terjadi perdarahan 7operasi mata atau saraf8, hitung trombosit
perlu dipertahankan pada batas 1&&.&&&/uF.
$
Bntuk kasus kelainan fungsi
trombosit bawaan, ada bukti ilmiah menyatakan bahwa transfusi
trombosit efektif sebagai pro.laksis operasi dan untuk terapi perdarahan.
%edangkan bukti ilmiah untuk kelainan fungsi trombosit yang didapat
masih kurang jelas. Bntuk kelainan fungsi trombosit akibat gagal ginjal
maka pengobatan utamanya adalah koreksi anemia, penggunaan
desmopresin dan kriopresipitat. Dalam hal ini tidak ada bukti ilmiah yang
mendukung penggunaan trombosit.
#
0enggunaan trombosit sebagai terapi pada pasien dengan
trombositopenia dan/atau kelainan fungsi trombosit yang mengalami
perdarahan bermakna harus dikontrol. Transfusi sel darah merah lebih dari
1& unit atau satu -olume darah dalam #! jam seringkali diikuti dengan
hitung trombosit C5&.&&&/uF terutama bila #& unit atau lebih telah
ditransfusikan.
#

0ada penelitian prospektif komparatif yang dilakukan oleh (andt
dkk
15
selama 15 bulan 7dipublikasikan tahun 1118 melibatkan 1&5
penderita leukemia mieloid akut yang menjalani kemoterapi. 0asien ini
dibagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama adalah kelompok yang
akan diberi transfusi bila hitung trombosit C1&.&&&/uF sedangkan
kelompok kedua akan diberi transfusi bila hitung trombosit C#&.&&&/uF.
Didapatkan perbedaan bermakna dalam jumlah trombosit yang diberikan
pada tiap siklus kemoterapi 715,! -s #5,! pada konsentrat trombosit dan
$,& -s !, pada trombosit aferesis8, hal ini menyebabkan biaya yang
dikeluarkan pada kelompok pertama adalah sepertiga dari biaya pada
kelompok kedua.
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 1!/0
III.3. $a%an trans*us# %lasma beku segar -Fresh Frozen Plasma . ))P/
&#lakukan+
'ek(men&as#,
Transfusi 660 digunakan untukA
9engganti de.siensi faktor IM 7hemo.lia B8 dan faktor inhibitor
koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia
konsentrat faktor spesi.k atau kombinasi. 74ekomendasi ;8
:eutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat
perdarahan yang mengancam nyawa.
74ekomendasi ;8
=danya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal
setelah transfusi masif atau operasi pintasan jantung atau pada
pasien dengan penyakit hati.
74ekomendasi ;8
'as#(nal,
0enggunaan 660 seringkali tidak tepat baik dari segi indikasi maupun
jumlah 660 yang diberikan. 0enggunaan 660 dianjurkan pada beberapa
kondisi klinis, tetapi belum menunjukkan adanya keuntungan atau
dianggap sebagai terapi alternatif yang aman dan memuaskan.
#

Beberapa penelitian dilakukan untuk menentukan apakah pemberian
660 perioperatif dapat meningkatkan keluaran klinis. %pector dkk
$
melaporkan bahwa I&&<1.&& ml 660 diperlukan untuk mengurangi masa
protrombin 7potho$bin ti$e J 0T8 sebanyak $ detik dari nilai kontrol
pada pasien dengan penyakit hati dan responsnya hanya sementara
7temuan yang berhubungan dengan kelainan fungsi hati tetapi tidak
dengan kondisi operasi yang normal8. 0ada tinjauan retrospektif terhadap
1&& pasien yang menjalani opersi pintasan arteri koroner yang diberi
albumin atau 660 rata<rata I unit tidak memperlihatkan adanya
perbedaan dalam hal kehilangan darah atau transfusi. 9urray dkk
$
pada
penelitian yang dilakukan terhadap 1' pasien yang mengalami
perdarahan intraoperatif karena kelainan koagulasi menyatakan bahwa
hemostasis membaik setelah pemberian 660 pada 1! pasien.
:)94;<=%BT pada tahun #&&1 merekomendasikan bahwa transfusi
660 dilakukan untuk mengganti de.siensi faktor tunggal bila konsentrat
faktor spesi.k atau kombinasi tidak tersedia+ untuk neutralisasi
hemostasis segera setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang
mungkin mengancam nyawa sebagai tambahan terhadap -itamin 5 dan
bila mungkin konsentrat faktor IM+ untuk de.siensi faktor koagulasi
multipel yang berhubungan dengan DI;+ untuk terapi purpura
trombositopenia trombotik+ untuk terapi de.siensi faktor inhibitor
koagulasi bawaan pada pasien yang akan menjalani prosedur risiko tinggi
bila konsentrat faktor spesi.k tidak tersedia+ adanya perdarahan dan
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 1"/0
parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi masif atau operasi
pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati.
#

660 diperlukan hanya bila tidak tersedia konsentrat faktor koagulasi
kombinasi atau spesi.k. 0asien yang mengkonsumsi antikoagulan oral
mengalami de.siensi protein yang bergantung pada -itamin 5, yang
secara normal dapat dikoreksi dengan pemberian -itamin 5 parenteral.
0ada pasien o-erdosis atau mengalami perdarahan serius yang
mengancam nyawa, segera dapat dikoreksi dengan penggunaan
konsentrat faktor yang bergantung pada -itamin 5, dengan atau tanpa
kombinasi dengan 660. 5onsentrat ini diindikasikan untuk manifestasi
o-erdosis warfarin yang agak berat, yaitu bila -olume 660 yang tinggi
merupakan indikasi kontra relatif 7seperti kardiomiopati, gagal jantung kiri
berat8.
#
DI;, yang dapat dihubungkan dengan syok, trauma atau sepsis,
menyebabkan de.siensi faktor , dan ,III, .brinogen, .brinektin dan
trombosit akibat akti-asi sistem koagulasi dan .brinolisis. Terapi
pengganti, termasuk 660, diindikasikan pada DI; akut, bila terdapat
perdarahan dan koagulasi yang abnormal. 5omponen darah tidak
diindikasikan pada DI; kronik atau tidak adanya perdarahan. 660 juga
telah digunakan sebagai sumber antitrombin, protein ;, protein % pada
pasien dengan de.siensi bawaan inhibitor tersebut yang akan menjalani
operasi atau memerlukan heparin untuk terapi trombosis. 660
diindikasikan hanya bila terdapat perdarahan dan koagulasi abnormal
yaitu pada pasien dengan penyakit hati bila perdarahan mungkin terjadi
karena operasi, dan bagi pasien yang menjalani operasi pintasan jantung
dengan perdarahan yang terbukti disebabkan oleh kelainan koagulasi
bukan akibat pengaruh residu heparin.
#
0ada tahun 115 National "nstitute of #ealth Consensus Confeence
menyimpulkan bahwa 660 diindikasikan pada beberapa kondisi yang
timbul perioperatif atau peripartum, antara lain de.siensi faktor koagulasi
tertentu, kasus<kasus tertentu yang berhubungan dengan transfusi masif
dan kelainan koagulasi multipel 7contoh penyakit hati8.
$
0ada tahun 111!
;=0 merekomendasikan transfusi 660 digunakan pada transfusi darah
masif 7lebih dari satu -olume darah8 dengan adanya perdarahan aktif,
neutralisasi hemostasis segera setelah terapi warfarin dan riwayat atau
gejala klinis yang menyatakan adanya koagulopati bawaan atau didapat
7dengan perdarahan aktif atau sebelum operasi8. ;=0 menyatakan bahwa
penggunaan 660 sebagai pengembang -olume atau untuk penyembuhan
luka merupakan indikasi kontra.
$,1#
5elompok kerja =%= pada tahun #&&1 merekomendasikan bahwa
pemberian 660 dilakukan untuk neutralisasi segera setelah terapi dengan
warfarin+ untuk koreksi de.siensi faktor koagulasi bila konsentrat yang
spesi.k tidak tersedia+ untuk koreksi perdarahan mikro-askular dengan
adanya peningkatan 0T dan activated patial tho$boplastin ti$e 7=0TT8
1,5 N nilai normal+ untuk koreksi perdarahan mikro-askular sekunder
karena kekurangan faktor koagulasi pada pasien yang mendapat transfusi
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 1#/0
lebih dari satu -olume darah dan jika 0T dan =0TT tidak dapat dipantau
secara serial. 660 sebaiknya diberikan dengan perhitungan dosis untuk
mencapai jumlah minimum $&" konsentrasi faktor koagulasi dalam
plasma 7biasanya dicapai dengan pemberian 660 sebesar 1&<15 ml/kg8,
kecuali untuk neutralisasi hemostasis setelah terapi dengan warfarin
maka dosis sebesar 5< mg/kg sudah cukup. =%= juga menyatakan bahwa
!<5 unit trombosit, satu unit trombosit aferesis, atau satu unit darah
lengkap mempunyai kandungan faktor koagulasi yang sama dengan satu
unit 660. 660 merupakan indikasi kontra pada pasien untuk terapi
hipo-olemia atau meningkatkan kadar albumin.
$
III.0. $a%an trans*us# kr#(%res#%#tat &#lakukan+
'ek(men&as#,
5riopresipitat digunakan untukA
0ro.laksis pada pasien dengan de.siensi .brinogen yang akan
menjalani prosedur in-asif dan terapi pada pasien yang mengalami
perdarahan.
74ekomendasi ;8
0asien dengan hemo.lia = dan penyakit -on (illebrand yang
mengalami perdarahan atau yang tidak responsif terhadap
pemberian desmopresin asetat atau akan menjalani operasi.
74ekomendasi ;8
'as#(nal,
0ada tahun 111! ;=0 merekomendasikan transfusi kriopresipitat pada
pasien dengan hipo.brinogenemia, penyakit -on (illebrand dan pasien
hemo.lia = 7ketika konsentrat faktor ,III tidak tersedia8.
#,11
4ekomendasi
yang sama juga dibuat oleh =;*>.
$
B;%) merekomendasikan pemberian
transfusi kriopresipitat pada pasien yang mendapat transfusi masif
dengan perdarahan mikro-asular bila kadar .brinogen C& mg/dl.
1$
5elompok kerja =%= pada tahun 111I merekomendasikan
pertimbangan memberikan kriopresipitat sebagai pro.laksis pada pasien
dengan de.siensi .brinogen kongenital atau penyakit -on (illebrand
yang tidak responsif terhadap pemberian desmopresin asetat yang akan
menjalani operasi tetapi tidak mengalami perdarahan+ pasien dengan
penyakit -on (illebrand yang mengalami perdarahan+ koreksi pada
pasien dengan perdarahan mikro-askular karena transfusi masif dengan
konsentrasi .brinogen C&<1&& mg/dl.
$
:)94;<=%BT pada tahun #&&1 menyatakan bahwa penggunaan
kriopresipitat mungkin tepat pada pasien dengan de.siensi .brinogen bila
terdapat manifestasi perdarahan, prosedur in-asif, trauma atau DI;.
0enggunaan kriopresipitat umumnya tidak tepat pada terapi hemo.lia,
penyakit -on (illebrand, atau de.siensi faktor MIII atau .brinektin, kecuali
tidak ada terapi alternatif lainnya.
#
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 1$/0
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 1%/0
Bab I1
'I"I$ T'AN")U"I DA'AH
4isiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan
bagian situasi klinis yang kompleks. Gika suatu operasi dinyatakan
potensial menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi
darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada
risikonya. %ebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien
yang stabil hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali
tidak menguntungkan. Dalam hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat
mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya. 4isiko transfusi darah ini
dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit
infeksi dan risiko transfusi masif.
#&
I1.1. 'eaks# Akut
4eaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam #! jam
setelah transfusi. 4eaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu
ringan, sedang<berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. 4eaksi
ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan ash. 4eaksi
ringan ini disebabkan oleh hipersensiti-itas ringan. 4eaksi sedang<berat
ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea
ringan dan nyeri kepala. 0ada pemeriksaan .sis dapat ditemukan adanya
warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot.
4eaksi sedang<berat biasanya disebabkan oleh hipersensiti-itas sedang<
berat, demam akibat reaksi transfusi non<hemolitik 7antibodi terhadap
leukosit, protein, trombosit8, kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
1

0ada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah,
nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri
punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda<tanda kaku
otot, demam, lemah, hipotensi 7turun D#&" tekanan darah sistolik8,
takikardia 7naik D#&"8, hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas.
4eaksi ini disebabkan oleh hemolisis intra-askular akut, kontaminasi
bakteri, syok septik, kelebihan cairan, ana.laksis dan gagal paru akut
akibat transfusi.
1

Hem(l#s#s #ntra2askular akut
4eaksi hemolisis intra-askular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. =ntibodi dalam plasma pasien akan
melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. 9eskipun -olume darah
inkompatibel hanya sedikit 71&<5& ml8 namun sudah dapat menyebabkan
reaksi berat. %emakin banyak -olume darah yang inkompatibel maka akan
semakin meningkatkan risiko.
1,

0enyebab terbanyak adalah inkompatibilitas =B*. )al ini biasanya
terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 20/0
darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan
pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas
pasien sebelum transfusi. %elain itu penyebab lainnya adalah adanya
antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain
7selain golongan darah =B*8 dari darah yang ditransfusikan, seperti
sistem Idd, 5ell atau DuOy.
1,,1I,1'

Gika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa
menit awal transfusi, kadang<kadang timbul jika telah diberikan kurang
dari 1& ml. Gika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau
perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu<satunya tanda
inkompatibilitas transfusi. 0engawasan pasien dilakukan sejak awal
transfusi dari setiap unit darah.
1

$eleb#han 3a#ran
5elebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. )al ini
dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi
terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. 5elebihan cairan terutama
terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar
kardio-askular.
1,
'eaks# ana*#laks#s
4isiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. %itokin dalam
plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan
-asokonstriksi pada resipien tertentu. %elain itu, de.siensi Ig= dapat
menyebabkan reaksi ana.laksis sangat berat. )al itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung Ig=. 4eaksi ini terjadi dalam
beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok 7kolaps
kardio-askular8, distress pernapasan dan tanpa demam. =na.laksis dapat
berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif.
1,,1I,1'

4e&era %aru akut ak#bat trans*us# -Transfusion-associated acute lung injury .
T'ALI/
;edera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung
antibodi yang melawan leukosit pasien. 5egagalan fungsi paru biasanya
timbul dalam 1<! jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks
kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesi.k, namun diperlukan
bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.
1,

I1.2. 'eaks# Lambat
'eaks# hem(l#t#k lambat
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 21/0
4eaksi hemolitik lambat timbul 5<1& hari setelah transfusi dengan gejala
dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. 4eaksi hemolitik
lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan
DI; jarang terjadi. 0encegahan dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan
pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
1,,1I,1'
Pur%ura %as3a trans*us#
0urpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi
potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit.
)al ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen
spesi.k trombosit pada resipien. Febih banyak terjadi pada wanita. >ejala
dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia
berat akut 5<1& hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung
trombosit C1&&.&&&/uF. 0enatalaksanaan penting terutama bila hitung
trombosit E5&.&&&/uF dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung
trombosit #&.&&&/uF. 0encegahan dilakukan dengan memberikan
trombosit yang kompatibel dengan antibodi pasien.
1,
Pen5ak#t graft-versus-host
5omplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan. Biasanya
terjadi pada pasien imunode.siensi, terutama pasien dengan
transplantasi sumsum tulang+ dan pasien imunokompeten yang diberi
transfusi dari indi-idu yang memiliki tipe jaringan kompatibel 7)F=A
hu$an leucocyte antigen8, biasanya yang memiliki hubungan darah.
>ejala dan tanda, seperti demam, ash kulit dan deskuamasi, diare,
hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 1&<1# hari setelah transfusi. Tidak
ada terapi spesi.k, terapi hanya bersifat suportif.
1,
$eleb#han bes#
0asien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu
panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya
7hemosiderosis8. Biasanya ditandai dengan gagal organ 7jantung dan
hati8. Tidak ada mekanisme .siologis untuk menghilangkan kelebihan
besi. *bat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk
meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum feritin
C#.&&& mg/l.
1,
"u%res# #mun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa
cara, dan hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang
menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat meningkat. %elain itu
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 22/0
juga terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah
meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons
imunA sampai saat ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.
1
Busch dkk
1
7111$8 melakukan ando$i*ed tial terhadap !'5 pasien
kanker kolorektal. 0enelitian membandingkan prognosis antara pasien
kanker kolorektal yang dilakukan transfusi autolog dengan transfusi
allogenik. Didapatkan hasil bahwa risiko rekurensi meningkat secara
bermakna pada pasien yang dilakukan transfusi darah, baik allogenik
maupun autolog, bila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan transfusi+
risiko relatif rekurensi adalah #,1 dan 1,+ angka tersebut tidak berbeda
bermakna satu dengan yang lain.
Gensen dkk
11
melakukan penelitian ando$i*ed prospektif terhadap
11' pasien yang akan menjalani operasi elektif kolorektal. 6ungsi sel
natual ,ille diteliti sebelum operasi, tiga, tujuh dan $& hari pasca
operasi pada I& pasien. Didapatkan hasil bahwa fungsi sel natual ,ille
mengalami ketidakseimbangan secara bermakna 7pC&,&&18 sampai $&
hari pasca operasi pada pasien yang dilakukan transfusi darah lengkap.
Data di atas merupakan satu kasus kuat yang menentang penggunaan
transfusi darah lengkap pada pasien yang akan menjalani operasi
kolorektal elektif.
0enelitian tentang hubungan antara transfusi darah perioperatif dan
rekurensi tumor padat telah menimbulkan kontro-ersi. =nalisis pada
pasien yang dilakukan transfusi menyatakan bahwa rekurensi
berhubungan dengan transfusi darah lengkap namun tidak demikian
halnya dengan transfusi konsentrat sel darah merah. =nalisis selanjutnya
dilakukan pada pasien dengan kanker kolon, rektum, ser-iks dan prostat
untuk menentukan apakah terdapat perbedaan antara pasien yang
menerima darah lengkap, sel darah merah, atau tidak dilakukan transfusi.
0asien yang menerima D1 unit darah lengkap didapatkan keluaran yang
jauh lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan
transfusi 7pC&,&&18. %ebaliknya, pasien yang hanya menerima sel darah
merah mengalami rekurensi progresif dan angka kematiannya meningkat
sesuai dengan jumlah transfusi+ hal ini menggambarkan adanya
hubungan dengan jumlah transfusi. Berdasarkan analisis multi-arian,
transfusi darah E$ unit darah lengkap berhubungan bermakna dengan
rekurensi tumor yang lebih cepat 7pJ&,&&$8 dan kematian akibat kanker
7pJ&,&#8. Transfusi E$ unit konsentrat sel darah merah tidak
meningkatkan risiko rekurensi dibandingkan dengan pasien yang tidak
menerima transfusi 7pJ&,&58. 0erbedaan nyata terlihat antara pasien
yang menerima beberapa unit sel darah merah dan dibandingkan dengan
pasien yang menerima satu unit darah lengkap, hal tersebut sesuai
dengan hipotesis bahwa transfusi plasma darah simpan menyebabkan
rekurensi tumor lebih awal pada beberapa kasus.
#&
=garwal dkk
#1
7111$8 menganalisis data 5.$II pasien yang dirawat di
rumah sakit selama H# hari pada rumah sakit selama # tahun untuk
menentukan apakah transfusi darah mempengaruhi terjadinya infeksi
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 23/0
setelah trauma. Dinyatakan bahwa insidens infeksi berhubungan
bermakna dengan mekanisme cedera. )asil analisis regresi logistik
bertahap menunjukkan bahwa jumlah darah yang diterima dan skor
tingkat keparahan cedera merupakan dua -ariabel prediktor infeksi yang
bermakna. 9eskipun pasien sudah dikelompokkan berdasarkan derajat
keparahan, ternyata angka infeksi meningkat secara bermakna sesuai
dengan jumlah darah yang ditransfusikan. Transfusi darah pada pasien
cedera merupakan -ariabel prediktor bebas penting akan terjadinya
infeksi. )al ini tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin atau mekanisme
dasar yang mempengaruhi tingkat keparahan cedera.
9oore dkk
##
dalam penelitian kohort prospektif terhadap 51$ pasien
trauma yang dirawat di I;B dengan kriteria usia H1I tahun, skor
keparahan trauma H15 dan bertahan hidup H! jam menyimpulkan
bahwa transfusi darah merupakan faktor risiko untuk terjadinya gagal
organ multipel 7$ultiple ogan failue J 9*68 yang tidak bergantung pada
indeks syok lainnya.
Lallen dkk
#$
melakukan studi kohort prospektif terhadap I$ pasien
yang berisiko menderita 9*6 pasca trauma untuk mengetahui apakah
umur 04; yang ditransfusikan merupakan faktor risiko timbulnya 9*6
pasca trauma. Dalam penelitian ini terdapat #$ pasien yang diidenti.kasi
menderita 9*6 dan menerima I<#& unit 04; dalam 1# jam pertama
setelah trauma. Bmur 04; yang ditransfusikan pada I jam pertama
dicatat dan dilakukan regresi logistik multipel terhadap pasien yang
menderita 9*6 maupun tidak. Disimpulkan bahwa umur 04; yang
ditransfusikan pada I jam pertama merupakan faktor risiko tidak
bergantung 7independent8 atas terjadinya 9*6.
I1.3. Penularan In*eks#
4isiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada
berbagai hal, antara lain pre-alensi penyakit di masyarakat, keefektifan
skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit
darah.

%aat ini dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko


transfusi darah, antara lain untuk penularan )I,, -irus hepatitis ;,
hepatitis B dan -irus hu$an &.cell ly$photopic 7)TF,8. 9odel ini
berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat
window peiod 7periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah
infeksius tetapi hasil skrining masih negatif8.
#!
Transm#s# HI1
0enularan )I, melalui transfusi darah pertama kali diketahui pada akhir
tahun 11# dan awal 11$. 0ada tahun 11$ Public #ealth Sevice
7=merika %erikat8 merekomendasikan orang yang berisiko tinggi terinfeksi
)I, untuk tidak menyumbangkan darah. Bank darah juga mulai
menanyakan kepada donor mengenai berbagai perilaku berisiko tinggi,
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 2/0
bahkan sebelum skrining antibodi )I, dilaksanakan, hal tersebut ternyata
telah mampu mengurangi jumlah infeksi )I, yang ditularkan melalui
transfusi. Berdasarkan laporan dari Centes fo Disease Contol and
Pevention 7;D;8 selama 5 tahun pengamatan, hanya mendapatkan 5
kasus )I,/tahun yang menular melalui transfusi setelah dilakukannya
skrining antibodi )I, pada pertengahan maret 115 dibandingkan dengan
'1! kasus pada 11!.
#!
0engenalan pemeriksaan antibodi )I, tipe # ternyata hanya sedikit
berpengaruh di =merika %erikat, yaitu didapatkan $ positif dari '! juta
donor yang diperiksa. 0erhatian terhadap kemungkinan serotipe )I, tipe 1
kelompok * terlewatkan dengan skrining yang ada sekarang ini, timbul
setelah terdapat 1 kasus di =merika %erikat, sedangkan sebagian besar
kasus seperti ini terjadi di =frika Barat dan 0erancis. Di =merika %erikat,
dari 1.&'# sampel serum yang disimpan tidak ada yang positif menderita
)I, tipe 1 kelompok *.
#!
Bntuk mengurangi risiko penularan )I, melalui transfusi, bank darah
mulai menggunakan tes antigen p#! pada tahun 1115. %etelah kurang
lebih 1 tahun skrining, dari I juta donor hanya # yang positif 7keduanya
positif terhadap antigen p#! tetapi negatif terhadap antibodi )I,8.
#!
Penularan 2#rus he%at#t#s B &an 2#rus he%at#t#s 4
0enggunaan skrining antigen permukaan hepatitis B pada tahun 11'5
menyebabkan penurunan infeksi hepatitis B yang ditularkan melalui
transfusi, sehingga saat ini hanya terdapat 1&" yang menderita hepatitis
pasca transfusi. 9akin meluasnya -aksinasi hepatitis B diharapkan
mampu lebih menurunkan angka penularan -irus hepatitis B. 9eskipun
penyakit akut timbul pada $5" orang yang terinfeksi, tetapi hanya 1<1&"
yang menjadi kronik.
#!

Transmisi infeksi -irus hepatitis non<= non<B sangat berkurang
setelah penemuan -irus hepatitis ; dan dilakukannya skrining anti<);,.
4isiko penularan hepatitis ; melalui transfusi darah adalah 1A1&$.&&&
transfusi. Infeksi -irus hepatitis ; penting karena adanya fakta bahwa
5" yang terinfeksi akan menjadi kronik, #&" menjadi sirosis dan 1<5"
menjadi karsinoma hepatoselular. 9ortalitas akibat sirosis dan karsinoma
hepatoselular adalah 1!,5" dalam kurun waktu #1<# tahun.
##
0re-alensi
hepatitis B di Indonesia adalah $<1'" dan hepatitis ; $,!" sehingga perlu
dilakukan skrining hepatitis B dan ; yang cukup adekuat.
1I

Transm#s# 2#rus la#n
Di =merika %erikat pre-alensi hepatitis > di antara darah donor adalah 1<
#".
##
Banyak orang yang secara serologik positif -irus hepatitis > juga
terinfeksi hepatitis ;. 9eskipun infeksi hepatitis > dapat menimbulkan
karier kronik akan tetapi tidak ada bukti yang menyatakan bahwa infeksi
hepatitis > dapat menyebabkan hepatitis kronis maupun akut.
#5

HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 2!/0
Infeksi yang disebabkan kontaminasi komponen darah oleh
organisme lain seperti hepatitis = dan par-o-irus B11, untuk darah donor
yang tidak dilakukan skrining serologis, telah dicatat tetapi perkiraan
angka infeksi melalui transfusi tidak ada.
#$
Infeksi karena par-o-irus B11
tidak menimbulkan gejala klinis yang bermakna kecuali pada wanita
hamil, pasien anemia hemolitik dan imunokompromais. Di =merika
%erikat, penularan -irus hepatitis = melalui transfusi darah hanya terjadi
pada 1A 1 juta kasus.
#!

Di 5anada $5<5&" darah donor seropositif terhadap sitomegalo-irus
7;9,8.
#$
Di Irlandia didapatkan angka $&", tetapi hanya sebagian kecil
dari yang seropositif menularkan -irus melalui transfusi.

4isiko penularan
;9, melalui transfusi terutama terjadi pada bayi dengan berat badan
sangat rendah 7C1#&& g8, pasien imunokompromais terutama yang
menjalani transplantasi sumsum tulang dan wanita hamil pada trimester
awal yang dapat menularkan infeksi terhadap janin. 0enularan ;9, terjadi
melalui leukosit yang terinfeksi+ oleh sebab itu teknik untuk mengurangi
jumlah leukosit dalam produk darah yang akan ditransfusikan akan
mengurangi risiko infeksi ;9,. 5omponen darah segar mempunyai risiko
infeksi ;9, yang lebih tinggi daripada produk darah yang disimpan
beberapa hari.
#5

)TF,<I dapat menyebabkan penyakit neurologis dan leukemia sel T
pada dewasa. Biasanya penyakit timbul beberapa tahun setelah infeksi
dan hanya sedikit yang pada akhirnya menderita penyakit tersebut. )TF,<I
dapat ditularkan melalui transfusi komponen sel darah. 0re-alensi
tertinggi ada di Gepang dan 5epulauan 5aribia.

%edangkan hubungan
antara )TF,<II dengan timbulnya penyakit masih belum jelas, tetapi
infeksi dapat ditemukan pada pengguna narkotika intra-ena. Dikatakan
bahwa infeksi akan timbul pada #&<I&" resipien darah yang terinfeksi
)TF,<I dan II. Transmisi dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan darah dan
jumlah sel darah merah dalam unit tersebut. Darah yang telah disimpan
selama 1! hari dan komponen darah nonselular seperti kriopresipitat dan
plasma beku segar ternyata tidak infeksius.
#!

$(ntam#nas# bakter#
5ontaminasi bakteri mempengaruhi &,!" konsentrat sel darah merah dan
1<#" konsentrat trombosit.
1
5ontaminasi bakteri pada darah donor dapat
timbul sebagai hasil paparan terhadap bakteri kulit pada saat
pengambilan darah, kontaminasi alat dan manipulasi darah oleh staf bank
darah atau staf rumah sakit pada saat pelaksanaan transfusi atau
bakteremia pada donor saat pengambilan darah yang tidak diketahui.
#5

Gumlah kontaminasi bakteri meningkat seiring dengan lamanya
penyimpanan sel darah merah atau plasma sebelum transfusi.
0enyimpanan pada suhu kamar meningkatkan pertumbuhan hampir
semua bakteri. Beberapa organisme, seperti 0seudomonas tumbuh pada
suhu #<IP; dan dapat bertahan hidup atau berproliferasi dalam sel darah
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 2"/0
merah yang disimpan, sedangkan Qersinia dapat berproliferasi bila
disimpan pada suhu !P;. %ta.lokok tumbuh dalam kondisi yang lebih
hangat dan berproliferasi dalam konsentrat trombosit pada suhu #&<!&P;.
*leh karena itu risiko meningkat sesuai dengan lamanya penyimpanan.
1,##
>ejala klinis akibat kontaminasi bakteri pada sel darah merah timbul pada
1A 1 juta unit transfusi. 4isiko kematian akibat sepsis bakteri timbul pada
1A1 juta unit transfusi sel darah merah. Di =merika %erikat selama tahun
11I<1111, kontaminasi bakteri pada komponen darah sebanyak 1I"+
#" di antaranya berhubungan dengan transfusi sel darah merah. 4isiko
kontaminasi bakteri tidak berkurang dengan penggunaan transfusi darah
autolog.
#5

0enularan si.lis di 5anada telah berhasil dihilangkan dengan
penyeleksian donor yang cukup hati<hati dan penggunaan tes serologis
terhadap penanda si.lis.
#5
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 2#/0
$(ntam#nas# %aras#t
5ontaminasi parasit dapat timbul hanya jika donor menderita parasitemia
pada saat pengumpulan darah. 5riteria seleksi donor berdasarkan riwayat
bepergian terakhir, tempat tinggal terdahulu, dan daerah endemik, sangat
mengurangi kemungkinan pengumpulan darah dari orang yang mungkin
menularkan malaria, penyakit ;hagas atau leismaniasis. Di 5anada dan
=merika %erikat penularan penyakit ;hagas melalui transfusi sangat
jarang.
#$
4isiko penularan malaria di 5anada diperkirakan 1A!&&.&&& unit
konsentrat sel darah merah, di =merika %erikat 1A! juta unit darah,
sedangkan di Irlandia saat ini tidak ada laporan mengenai penularan
malaria melalui transfusi darah.
,#5
Pen5ak#t 4reut6*el&t78a3(b
0asien yang berisiko terinfeksi penyakit ;reutRfeldt<Gacob seperti pasien
dengan riwayat gaft durameter atau kornea, injeksi hormon pertumbuhan
atau gonadotropin yang berasal dari otak manusia atau ada riwayat
keluarga kandung garis keturunan pertama yang menderita penyakit
;reutRfeldt<Gacob secara permanen tidak boleh menyumbangkan darah.
)al ini dilakukan meskipun penularan penyakit ;reutRfeld<Gacobs melalui
transfusi belum pernah dilaporkan. 4iwayat transfusi darah telah
dilaporkan pada 1I dari #&# pasien dengan penyakit ;reutRfeldt<Gacob,
angka ini sama dengan yang terdapat pada kelompok kontrol.
,#5

I1.0. Trans*us# Darah Mas#*
Transfusi masif adalah penggantian sejumlah darah yang hilang atau lebih
banyak dari total -olume darah pasien dalam waktu C#! jam 7dewasaA '&
ml/kg, anak/bayiA &<1& ml/kg8. 9orbiditas dan mortalitas cenderung
meningkat pada beberapa pasien, bukan disebabkan oleh banyaknya
-olume darah yang ditransfusikan, tetapi karena trauma awal, kerusakan
jaringan dan organ akibat perdarahan dan hipo-olemia. %eringkali
penyebab dasar dan risiko akibat perdarahan mayor yang menyebabkan
komplikasi, dibandingkan dengan transfusi itu sendiri. :amun, transfusi
masif juga dapat meningkatkan risiko komplikasi.
1

As#&(s#s
=sidosis lebih disebabkan terapi hipo-olemia yang tidak adekuat. 0ada
keadaan normal, tubuh dengan mudah mampu menetralisir kelebihan
asam dari transfusi. 0emakaian rutin bikarbonat atau obat alkalinisasi lain
tidak diperlukan.
1

H#%erkalem#a
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 2$/0
0enyimpanan darah menyebabkan konsentrasi kalium ekstraselular
meningkat, dan akan semakin meningkat bila semakin lama disimpan.
1,1I

$era3unan s#trat &an h#%(kalsem#a
5eracunan sitrat jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada transfusi
darah lengkap masif. )ipokalsemia terutama bila disertai dengan
hipotermia dan asidosis dapat menyebabkan penurunan curah jantung
7cadiac output4, bradikardia dan disritmia lainnya. 0roses metabolisme
sitrat menjadi bikarbonat biasanya berlangsung cepat, oleh karena itu
tidak perlu menetralisir kelebihan asam.
1,1I

$ekurangan *#br#n(gen &an *akt(r k(agulas#
0lasma dapat kehilangan faktor koagulasi secara progresif selama
penyimpanan, terutama faktor , dan ,III, kecuali bila disimpan pada suhu
<#5P; atau lebih rendah. 0engenceran 7dilusi8 faktor koagulasi dan
trombosit terjadi pada transfusi masif.
1,1I

$ekurangan tr(mb(s#t
6ungsi trombosit cepat menurun selama penyimpanan darah lengkap dan
trombosit tidak berfungsi lagi setelah disimpan #! jam.
1

DI4
DI; dapat terjadi selama transfusi masif, walaupun hal ini lebih
disebabkan alasan dasar dilakukannya transfusi 7syok hipo-olemik,
trauma, komplikasi obstetrik8. Terapi ditujukan untuk penyebab dasarnya.
1
H#%(term#a
0emberian cepat transfusi masif yang langsung berasal dari pendingin
menyebabkan penurunan suhu tubuh yang bermakna. Bila terjadi
hipotermia, berikan perawatan selama berlangsungnya transfusi.
1
M#kr(agregat
%el darah putih dan trombosit dapat beragregasi dalam darah lengkap
yang disimpan membentuk mikroagregat. %elama transfusi, terutama
transfusi masif, mikroagregat ini menyebabkan embolus paru dan sindrom
distress pernapasan. 0enggunaan bu5y coat.depleted pac,ed ed cell
akan menurunkan kejadian sindrom tersebut.
1

HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 2%/0
BAB 1
"$'ININ!
1.1. Baga#mana skr#n#ng &arah &(n(r 5ang aman+
'ek(men&as#,
Bntuk skrining donor darah yang amanA
0emeriksaan harus dilakukan secara indi-idual 7tiap individual bag
atau satu unit plasma8 dan tidak boleh dilakukan secara pooled
plasma.
Genis pemeriksaan yang digunakan sesuai dengan standard ()*,
dalam hal ini meliputi pemeriksaan atas si.lis, hepatitis B, hepatitis
; dan )I,.
9etode tes dapat menggunakan +apid test, !uto$ated test
maupun @FI%= hanya bila sensiti-itasnya H11".
74ekomendasi ;8
'as#(nal,
Transfusi darah merupakan jalur ideal bagi penularan penyebab infeksi
tertentu dari donor kepada resipien. Bntuk mengurangi potensi transmisi
penyakit melalui transfusi darah, diperlukan serangkaian skrining
terhadap faktor<faktor risiko yang dimulai dari riwayat medis sampai
beberapa tes spesi.k. Tujuan utama skrining adalah untuk memastikan
agar persediaan darah yang ada sedapat mungkin bebas dari penyebab
infeksi dengan cara melacaknya sebelum darah tersebut ditransfusikan.
#I
%aat ini, terdapat tiga jenis utama skrining yang tersedia untuk
melacak penyebab infeksi,yaitu uji En*y$e /in,ed "$$uno Sobent !ssay
7@FI%=/@I=8, uji aglutinasi partikel, dan uji cepat khusus 7+apid &est8.
#I
Dalam mempertimbangkan berbagai pengujian, perlu disadari data
yang berkaitan dengan sensiti-itas dan spesi.tas masing<masing
pengujian. %ensiti-itas adalah suatu kemungkinan adanya hasil tes yang
akan menjadi reaktif pada seorang indi-idu yang terinfeksi, oleh karena
itu sensiti-itas pada suatu pengujian adalah kemampuannya untuk
melacak sampel positif yang selemah mungkin.

%pesi.sitas adalah suatu
kemungkinan adanya suatu hasil tes yang akan menjadi non<reaktif pada
seorang indi-idu yang tidak terinfeksi, oleh karena itu spesi.tas suatu
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 30/0
pengujian adalah kemampuannya untuk melacak hasil positif non<spesi.k
atau palsu.
#I
@FI%= 7sering diganti dengan singkatan @I=8 merupakan metode
skrining yang paling kompleks, tersedia dalam berbagai bentuk dan dapat
digunakan untuk deteksi baik antigen maupun antibodi. Bentuk pengujian
yang paling sederhana dan paling umum digunakan adalah dengan
memanfaatkan antigen -irus yang menangkap antibodi spesi.k yang
berada dalam sampel tes. %krining untuk antigen dilakukan dengan
menggunakan @I= sandwich. 0erbedaan antara skrining antigen dan
antibodi adalah bahwa skrining antigen menggunakan suatu sandwich
antibodi<antigen<antibodi, tidak seperti skrining antibodi yang mencakup
sandwich antigen<antibodi<antigen 7konjugat8.
#I
0engujian aglutinasi partikel melacak adanya antibodi spesi.k
dengan aglutinasi partikel yang dilapisi dengan antigen yang berkaitan.
=glutinasi partikel telah berkembang dari hemaglutinasi, yang
menggantikan sel darah merah pembawa 7karier8 dengan partikel
pembawa 7karier8 yang dibuat dari gelatin atau lateks, prinsipnya sama
untuk hemaglutinasi dan pengujian untuk aglutinasi partikel. %alah satu
manfaat utama tipe pengujian ini adalah tidak diperlukannya peralatan
mahal. 0engujian ini tidak memiliki sejumlah tahap yang berbeda, tidak
memerlukan peralatan mencuci dan dapat dibaca secara -isual.
#I
0engujian cepat khusus 7speciali*ed apid test8 bersifat sederhana
dan biasanya cepat dilakukan. Tipe ini menggabungkan kesederhanaan
pengujian aglutinasi partikel dengan teknologi @I=.
#I
)asil pengujian dinyatakan dalam terminologi reaktif dan non<reaktif
yang ditentukan berdasarkan suatu nilai cut.o5 yang sudah ditentukan.
Bntuk hasil yang tidak dapat diklasi.kasikan secara jelas dinamakan
samar<samar 7e6uivocal8.
#I
Dalam mempertimbangkan masalah penularan penyakit melalui
transfusi darah, perlu diingat bahwa seorang donor yang sehat akan
memberikan darah yang aman. Donor yang paling aman adalah donor
yang teratur, sukarela, dan tidak dibayar. Gelasnya bahwa para donor yang
berisiko terhadap penyakit infeksi harus didorong agar tidak
menyumbangkan darahnya.
#I
&he 7ood and Dug !d$inistation 76D=8 menyatakan semua darah
lengkap dan komponen darah yang bisa ditransfusikan harus melalui tes
serologis untuk si.lis berupa 2eneal Disease +eseach /aboatoy
7,D4F8 / 4apid Plas$a +eagen &est 74048, &epone$a Pallidu$ #e$a
!glutination &est 7T0)=8, antigen permukaan hepatitis B 7)Bs=g8 dan
antibodi terhadap hu$an i$$unode8ciency vius 7)I,8, serta )I, 7anti<
)I,8. 6D= juga merekomendasikan pemeriksaan antibodi dari hu$an &
ly$photopic vius tipe I 7anti<)TF,<I8 dan antibodi terhadap -irus hepatitis
; 7anti<);,8. %elain itu, 6D= memikirkan untuk merekomendasikan
pemeriksaan antibodi dari antigen inti 7anti<)Bc8.
#'

HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 31/0
0enemuan )Bs=g dan hubungannya yang erat dengan -irus hepatitis
B, menjadikannya dasar dalam pengembangan penanda infeksi )B, yang
sensitif dan spesi.k. %elama infeksi akut dan kronik, )Bs=g dihasilkan
dalam jumlah banyak dan bisa diidenti.kasikan di dalam serum $&<I& hari
setelah terpapar )B, dan menetap untuk jangka waktu tertentu
bergantung pada lamanya resolusi infeksi.
#'
Bji retrospektif terhadap darah donor dengan menggunakan
perangkat skrining generasi pertama seperti imunodifusi untuk deteksi
)Bs=g, menemukan sebanyak 5#<I1" resipien dengan )Bs=g positif akan
menderita hepatitis B. 4esipien yang menerima darah dari donor sukarela
memiliki risiko lebih rendah terkena hepatitis pasca transfusi daripada
donor yang dibayar. 5ombinasi skrining generasi ketiga yang lebih sensitif
dengan donor sukarela menurunkan angka hepatitis pasca transfusi
sampai &,$<&,1" transfusi pada pertengahan tahun 11'&.
#'
Tes serologis yang tersedia di pasaran saat ini seperti 4I= dan @I=
dapat melacak )Bs=g dalam kadar kurang dari &,5 ng/ml dengan
sensiti-itas H11". %ejumlah kecil karier )B, dengan )Bs=g dalam jumlah
lebih kecil yang tidak terlacak mungkin hanya dapat dilacak dengan
memeriksa anti<)Bc.
#'

Public #ealth Sevice merekomendasikan semua darah dan
komponennya yang akan didonorkan harus melalui tes )Bs=g dengan tes
yang sudah mendapat lisensi 6D= yaitu 4I= atau @I=. Bila hasilnya tidak
reaktif, unit tersebut diartikan tidak reaktif terhadap )Bs=g dan produk
tersebut bisa digunakan untuk kepentingan donor. Bila hasilnya reaktif,
produk tersebut tidak dapat digunakan untuk donor dan untuk pemastian
lebih lanjut, dilakukan neutralisasi yang bila hasilnya positif, indi-idu
tersebut untuk selamanya tidak diperbolehkan untuk menjadi donor.
#'
Berbagai penelitian melaporkan bahwa );, merupakan etiologi
terbanyak hepatitis non<= non<B yang ditransmisikan secara parenteral di
seluruh dunia. 0enelitian retrospektif pada donor yang terlibat dalam
transmisi hepatitis non<= non<B menemukan adanya anti<)Bc dan/atau
peningkatan kadar =FT bila dibandingkan dengan donor yang tidak
menularkan hepatitis non<= non<B. Dari penelitian tersebut disarankan
agar kedua jenis pemeriksaan di atas dilakukan untuk mengurangi
insidens hepatitis non<= non<B pasca transfusi sebanyak 5&". 0ada
periode 11I<11 terdapat penurunan persentase kasus hepatitis non<=
non<B yang memiliki riwayat transfusi darah I bulan sebelumnya
sebanyak 11" dari nilai 1'" pada periode 11#<115.
#'
%ebuah penelitian terakhir melaporkan &" pasien dengan hepatitis
non<= non<B pasca transfusi memiliki anti<);, yang dapat terlacak oleh
@I=. 4ata<rata inter-al antara transfusi dengan serokon-ersi anti<);, 1
minggu. 0enelitian lain melaporkan terjadi serokon-ersi dalam waktu I
bulan pada sebanyak !5" dari penderita hepatitis non<= non<B yang
didapat.
#'
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 32/0
%ensiti-itas dan spesi.tas tes untuk anti<);, yang tersedia saat ini
belum dapat ditentukan. Tidak semua donor yang mengalami hepatitis ;
positif mengandung anti<);, dalam darahnya. %ebanyak #5" pasien
dengan hepatitis ; pasca transfusi memberikan hasil negatif anti<);,
dengan @I=.
#'

0rosedur skrining darah untuk anti<);, berdasarkan 6D= sama
dengan skrining untuk )Bs=g, hanya saja tidak dianjurkan untuk
dilakukan pada plasma karena dapat memberikan efek yang tidak
diharapkan pada produk plasma terutama imunoglobulin.
#'
0emeriksaan serologi untuk melacak antibodi &1 pallidu$ penyebab
si.lis digolongkan dalam # jenis yaitu pemeriksaan serologi yang
menggunakan antigen non<treponemal 7non<spesi.k8 seperti ,D4F/404
dan pemeriksaan serologi yang menggunakan antigen treponemal
7spesi.k8, sangat sensitif dan mudah dilakukan yaitu T0)=.
#'

0rinsip pemeriksaan ,D4F/404, serum penderita yang mengandung
antibodi bereaksi dengan suspensi antigen kardiolipin dan terbentuk
Sokulasi. 0rinsip pemeriksaan T0)=, bila di dalam serum terdapat antibodi
spesi.k terhadap &1 pallidu$ akan bereaksi dengan eritrosit domba
yang telah dilapisi antigen1 pallidu$ sehingga terbentuk aglutinasi. @I=
juga telah dikembangkan untuk melacak antibodi spesi.k, tetapi biaya
skrining ini mahal jika dibandingkan dengan uji aglutinasi partikel.
#'
Gika
hasil tes non<treponemal positif 7,D4F/4048, maka harus dilakukan uji
kon.rmasi dengan tes non<treponemal 7T0)=8 untuk menghindari hasil
positif palsu.
#
)I, menyebabkan infeksi menetap, antigen )I, 7p1, gp!18 muncul
setelah suatu periode tanpa tanda klinis yang dapat dilacak. Gangka waktu
untuk melacak antigen )I, 7p#! dan gp!18 sangat singkat, tidak lebih dari
1<# minggu. =nti<)I, baru timbul setelah antigen terlacak, umumnya pada
I<1# minggu setelah infeksi, walaupun bisa tertunda sampai satu tahun.
0eriode setelah infeksi dan sebelum anti<)I, yaitu anti<p#! 7inti8 dan anti<
gp!1 7pembungkus8 dibuat, dinamakan periode jendela yang lamanya
ber-ariasi. 9eskipun deteksi antigen )I, secara teoritis memberikan bukti
infeksi tahap awal, pengujian ini tidak cukup sensitif, sehingga pengujian
antigen )I, memiliki keterbatasan dalam manfaatnya pada skrining
transfusi darah.
#I
Faboratorium yang menguji 1<$5 donasi per minggu sebaiknya
menggunakan apid test. Faboratorium yang menguji $5<I& donasi per
minggu sebaiknya menggunakan metoda uji aglutinasi partikel dan yang
menguji lebih dari I& donasi per minggu sebaiknya menggunakan @I=.
#I
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 33/0
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 3/0
BAB 1I
'E$MENDA"I
"el &arah merah
1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar
)emoglobin 7)b8 C' g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi
dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya
memiliki terapi spesi.k lain, maka batas kadar )b yang lebih
rendah dapat diterima.
74ekomendasi =8
#. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar )b '<1& g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium.
74ekomendasi ;8
$. Transfusi tidak dilakukan bila kadar )b D1& g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi 7contohA penyakit paru obstruktif
kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat8.
74ekomendasi =8
!. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada
kadar )b E11 g/dF+ bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan
mencapai ' g/dF 7seperti pada anemia bayi prematur8. Gika terdapat
penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan
suplementasi oksigen batas untuk dilakukan transfusi adalah )b
E1$ g/dF.
74ekomendasi ;8
Tr(mb(s#t
5. Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien
dengan trombositopenia bila hitung trombosit C5&.&&&/uF, bila
terdapat perdarahan mikro-askular difus batasnya menjadi
C1&&.&&&/uF. 0ada kasus D)6 dan DI; supaya merujuk pada
penatalaksanaan masing<masing.
74ekomendasi ;8
I. 0ro.laksis dilakukan bila hitung trombosit C5&.&&&/uF pada pasien
yang akan menjalani operasi, prosedur in-asif lainnya atau sesudah
transfusi masif.
74ekomendasi ;8
'. 0asien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami
perdarahan.
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 3!/0
74ekomendasi ;8
Plasma beku segar
. 9engganti de.siensi faktor IM 7hemo.lia B8 dan faktor inhibitor
koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia
konsentrat faktor spesi.k atau kombinasi.
74ekomendasi ;8
1. :eutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat
perdarahan yang mengancam nyawa.
74ekomendasi ;8
1&.=danya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal
setelah transfusi masif atau operasi pintasan jantung atau pada
pasien dengan penyakit hati.
74ekomendasi ;8
$r#(%res#%#tat
11.0ro.laksis pada pasien dengan de.siensi .brinogen yang akan
menjalani prosedur in-asif dan terapi pada pasien yang mengalami
perdarahan.
74ekomendasi ;8
1#.0asien dengan hemo.lia = dan penyakit -on (illebrand yang
mengalami perdarahan atau yang tidak responsif terhadap
pemberian desmopresin asetat atau akan menjalani operasi.
74ekomendasi ;8
"kr#n#ng
Bntuk skrining donor darah yang amanA
0emeriksaan harus dilakukan secara indi-idual 7tiap individual bag
atau satu unit plasma8 dan tidak boleh dilakukan secara pooled
plasma.
Genis pemeriksaan yang digunakan sesuai dengan standard ()*,
dalam hal ini meliputi pemeriksaan atas si.lis, hepatitis B, hepatitis
; dan )I,.
9etode tes dapat menggunakan +apid test, !uto$ated test
maupun @FI%= hanya bila sensiti-itasnya H11".
74ekomendasi ;8
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 3"/0
DA)TA' PU"TA$A
1. ()*. The clinical use of bloodA handbook. >ene-a, #&&#. Didapat dari B4FA
httpA//www.who.int/bct/9ainTareasTofTwork/4esourceT;entre/;BB/@nglish/)a
ndbook.pdf.
#. :ational )ealth and 9edical 4esearch ;ouncil, =ustralasian %ociety of Blood
Transfusion. ;linical practice guidelines on the use of blood components 7red
blood cells, platelets, fresh froRen plasma, cryoprecipitate8 Udraft documentV.
=ustraliaA :)94;<=%BT, #&&#+1<'5.
$. =merican %ociety of =nesthesiologists. 0ractice guidelines for blood
component therapy. =nesthesiology 111I+!A'$#<!'.
!. 9c6arland G>. 0erioperati-e blood transfusionA indications and options. ;hest
1111+115A11$%<#1%.
5. *Wce of 9edical =pplications of 4esearch, :ational Institutes of )ealth.
0erioperati-e red blood cell transfusion. G=9= 11+#I&A#'&&<$.
I. =merican ;ollege of 0hysicians. 0ractice strategies for electi-e red blood cell
transfusion. =nn Intern 9ed 111#+11IA!&$<I.
'. )ebert 0;, (ells >, Blajchman 9=, 9arshall G, 9artin ;, 0agliarello >, dkk. =
multicenter, randomiRed, controlled clinical trial of transfusion reXuirements
in critical care. : @ngl G 9ed 1111+$!&A!&1<1'.
. :ational Blood Bsers >roup. = guideline for transfusion of red blood cells in
surgical patients. Irlandia, Ganuari #&&1. Didapat dari
B4FA httpA//www.doh.ie/pdfdocs/blood.pdf .
1. ;arson GF, DuO =, Berlin G=, Fawrence ,=, 0oses 49, )uber @;, dkk.
0erioperati-e blood transfusion and postoperati-e mortality. G=9=
111+#'1A111<#&5.
1&. (u (;, 4athore %%, (ang Q, 4adford 9G, 5rumholR )9. Blood transfusion in
elderly patients with acute myocardial infarction. : @ngl G 9ed
#&&1+1'A1#$&<I.
11. ;linical 4esource @Wciency %upport Team. >uidelines for blood transfusion
practice. Irlandia #&&1. Didapat dariA
B4FA httpA//www.crestni.org.uk/publications/bloodTtransfusion.pdf
1#. ;ollege of =merican 0athologists. 0ractice parameter for the use of fresh
froRen plasma, cryopresipitate, and platelets. G=9= 111!+#'1A'''<1.
1$. British %ociety for )aematology. >uidelines for the use of platelet
transfusions. Brit G )aematol #&&$+1##A1&<#$.
1!. Lumberg 9%, Del 4osario 9FB, :ejame ;6, 0ollock B), >argaRella F, 5ao 5G
dkk. = prospecti-e randomiRed trial of prophylactic platelet transfusion and
bleeding incidence in hematopoetic stem cell transplant recipientsA
1&,&&&/YF -ersus #&,&&&/YF trigger. Biology of Blood and 9arrow
Transplantation #&&#+A5I1<'I.
15. (andt ), 6rank 9, @hninger >, %chneider ;, Brack :, Daoud =, dkk. %afety
and cost eOecti-eness of a 1& N 1&
1
/F trigger for prophylactic platelet
transfusions compared with the traditional #& N 1&
1
/F triggerA = prospecti-e
comparati-e trial in 1&5 patients with acute myeloid leukemia. Blood
111+11A$I&1<I.
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 3#/0
1I. 0anitia 9edik Transfusi 4%B0 Dr. %oetomo. 0edoman pelaksanaan transfusi
darah dan komponen darah. @disi $. %urabayaA 4%B0 Dr. %oetomo<6akultas
5edokteran Bni-ersitas =irlangga+ #&&1. h. 1<$1.
1'. %cottish Intercollegiate >uidelines :etwork. 0erioperati-e blood transfusion
for electi-e surgeryA a national clinical guideline. %kotlandia, *ktober #&&1.
Didapat dari
B4FA httpA//www.sign.ac.uk
1. Busch *, )op (, -an 0apendrecht 9), 9arXuet 4F, Geekel G. Blood
transfusions and prognosis in colorectal cancer. : @ngl G 9ed 111$+11A1$'#<
I.
11. Gensen F%, =ndersen =G, ;hristiansen 09, )okland 0, Guhl ;*, 9adsen > dkk.
0ostoperati-e infection and natural killer cell function following blood
transfusion in patients undergoing electi-e colorectal surgery. Br G %urg.
111#+'1A51$<I.
#&. Blumberg :, )eal G, ;huang ;, 9urphy 0, =garwal 9. 6urther e-idence
supporting a cause and eOect relationship between blood transfusion and
earlier cancer recurrence. =nn %urg 11+#&'A!1&<5.
#1. =garwal :, 9urphy G>, ;ayten ;>, %tahl (9. Blood transfusion increases the
risk of infection after trauma. =rch %urg. 111$ +1#A1'1<I+ discussion 1'I<'.
##. 9oore 6=, 9oore @@, %auaia =. Blood transfusion. =n independent risk factor
for postinjury multiple organ failure. =rch %urg 111'+1$#AI#&<!+ discussion
I#!<5.
#$. Lallen >, *Oner 0G, 9oore @@, Blackwell G, ;iesla DG, >abriel G, dkk. =ge of
transfused blood is an independent risk factor for postinjury multiple organ
failure. =m G %urg 1111+1'A5'&<#.
#!. >oodnough FT, Brecher 9@, 5anter 9), =uBuchon G0. Transfusion 9edicine
7.rst of two parts8A blood transfusion. : @ngl G 9ed 1111+$!&A!$<!'.
#5. ;anadian 9edical =ssociation. >uidelines for red blood cell and plasma
transfusion for adults and children. ;an 9ed =ssoc G 111'+15IA%1<#!.
#I. Departemen 5esehatan 4I. Buku pedoman pelayanan transfusi darahA
skrining untuk penyakit infeksi. 9odul #. Gakarta, =pril #&&1A1,1$<5,#5<I,#'<
$$,$I.
#'. 0ublic )ealth %er-ice. >uidelines for screening donors of blood, plasma,
organs, tissues, and semen for e-idence. 4ecommendations and 4eports
1111+!&A1<1'.
#. )ill %4, ;arless 0=, )enry D=, )ebert 0;, 9c;lelland DBF, )enderson 59.
Transfusion thresholds and other strategies for guiding allogeneic red blood
cell transfusion 7;ochrane 4e-iew8. ;ochrane Fibrary #&&#+#.
#1. >oodnough FT, Brecher 9@, 5anter 9), =uBuchon G0. Transfusion 9edicine
7second of two parts8A blood conser-ation. : @ngl G 9ed 1111+$!&A5#5<$$.
$&. 4ebulla 0, 6inaRRi >, 9arangoni 6, =--isati >, >ugliotta F, Tognoni >, dkk.
The threshold for prophylactic platelet transfusions in adults with acute
myeloid leukemia. : @ngl G 9ed 111'+$$'A1'&<5.
$1. The transfusion trigger updatedA current indication for red cell therapy. Blood
Bulletin #&&$+I. Didapat dariA B4FA httpA//www.psbc.org
$#. %cho.eld (:, 4ubin >F, Dean 9>. =ppropriateness of platelet, fresh froRen
plasma and cryopresipitate transfusion in :ew %outh (ales public hospitals.
9ed G =ust #&&$A1'A11'<#1.
$$. %agmeister 9, *ec F, >mZr G. = restricti-e platelet transfusion policy along
allowing long<term support of outpatients with se-ere aplastic anemia. Blood
1111+1$A$1#!<I.
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 3$/0
$!. =merica[s Blood ;enters. Indication for platelet transfusion therapy.
Transfusion 9edicine Bulletin 1111. Didapat dariA
B4FAhttpA//www.psbc.org/medical/transfusion/bulletins/bulletinT-#Tn#.htm
$5. 6rench ;G, Bellomo 4, 6infer %4, Fipman G, ;hapman 9, Boyce :(.
=ppropriateness of red blood cell transfusion in =ustralasian intensi-e care
practice. 9ed G =ust #&&#+1''A5!<51.
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 3%/0
PANEL AHLI
1. Prof. DR. Dr. Eddy Rahardjo, SpAnKIC
Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Indonesia (IDSAI)
a!ian Anestesiolo!i "K #$AIR%RS#P Dr. Soeto&o
S'ra(aya
). Dr. *. S'natrio, SpAnKIC
Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Indonesia (IDSAI)
a!ian Anestesiolo!i "K#I%RS#P$ Cipto +an!'nk's'&o
,akarta
-. DR. Dr. I.(al +'stafa, SpAnKIC, "CC+
Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Indonesia (IDSAI)
An!!ota /i& Pen!kajian /eknolo!i Kesehatan
S'(dit Penapisan /eknolo!i Departe&en Kesehatan RI
,akarta
0. Prof. DR. Dr. +oesli1han +2, SpA(K)
Perhi&p'nan *e&atolo!i dan /ransf'si Darah Indonesia (P*/DI)
a!ian Il&' Kesehatan Anak "K#I%RS#P$ Cipto +an!'nk's'&o
,akarta
3. Dr. *. Djajadi&an 4atot, SpA(K)
Perhi&p'nan *e&atolo!i dan /ransf'si Darah Indonesia (P*/DI)
a!ian Il&' Kesehatan Anak "K#I%RS#P$ Cipto +an!'nk's'&o
,akarta
5. Dr. Ali S'n!kar, Sp64
Perk'&p'lan 6(stetri dan 4inekolo!i Indonesia (P64I)
a!ian 6(stetri dan 4inekolo!i, "K#I%RS#P$ Cipto +an!'nk's'&o
,akarta
7. Dr. S'2anna I&&an'el, SpPK
a!ian Patolo!i Klinik "K#I%RS#P$ Cipto +an!'nk's'&o
,akarta
KONTRIBUTOR
1. Dr. Dj'&hana At&ak's'&a, SpPD, K*6+
Perhi&p'nan *e&atolo!i dan /ransf'si Darah Indonesia (P*/DI)
a!ian Il&' Penyakit Dala& "K#I%RS#P$ Cipto +an!'nk's'&o
,akarta
HTA Indonesia_2003_Transfusi Komponen Darah: Indikasi dan Skrining_hlm 0/0
). Dr. 4'na8ar&an as'ki, SpAn(K)
Ket'a Ikatan Dokter Spesialis Anestesi Indonesia (IDSAI)
,akarta
UNIT PENGKAJIAN TEKNOLOGI KESEHATAN INDONESIA
1. Prof. DR. Dr. S'di!do Sastroas&oro, SpA(K)
Ket'a
). DR. Dr. I.(al +'stafa, SpAnKIC, "CC+
An!!ota
-. Dr. Ratna +ardiati, SpK,
An!!ota
0. Dr. 9'8'h #ta&i, +Kes
An!!ota
3. Dr!. Rarit 4e&pari, +ARS
An!!ota
5. Dr. "rida Soesanti
An!!ota
7. Dr. $ila K's'&asari
An!!ota

Anda mungkin juga menyukai