Anda di halaman 1dari 19

1

A. PENDAHULUAN
Tidur merupakan suatu keadaan reversibel yang bermanifestasi berupa
penurunan kesadaran juga reaksi terhadap stimulus eksternal. Manusia dewasa
memerlukan tidur rata-rata 6-8 jam/hari. Tidur dapat terbagi atas 2 fase yaitu NREM
(non rapid eye movement) sleep yang mengisi 75-80% fase tidur dan terbagi atas 4
stadium, serta REM (rapid eye movement) sleep mengisi 20-25% dari fase tidur dan
terbagi atas 2 stadium. Pada dewasa normal kedua fase ini mencul dalam siklus yang
semireguler yang berlangsung sekitar 90-120 menit dan muncul sebanyak 3-4 kali
setiap malam. Beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang mempelajari fisiologi
tidur dan gangguan-gangguan tidur, seperti obstructive sleep apnea (OSA) dan central
sleep apnea (CSA). Ternyata 95% gangguan napas saat tidur adalah obstruksi saluran
napas atas dan 5% adalah gangguan sistem saraf pusat.
1,2
Gangguan pernapasan saat tidur menggmbarkan abnormalitas respirasi selama
tidur dengan keluhan dengkuran ringan sampai OSA yang mengancam jiwa.
Karakteristiknya adalah obstruksi saluran napas yang menyebabkan episode hipoksia
arteri berulang dan arausal (terjaga) sebagai hasil peningkatan upaya respirasi. Tiga
sindrom yang saling berhubungan adalah upper airway resistance syndrome (UARS),
obstructive sleep hypopnea dan obstructive sleep apnea.
1
Gangguan pernapasan saat tidur dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Di Amerika sekitar 12 juta orang usia 3060 tahun menderita OSA dan
setiap tahun 38.000 meninggal karena penyakit kardiovaskular yang berhubungan
dengan gangguan pernapasan saat tidur. Sekitar 4050% penderita gagal jantung
kongestif menderita OSA atau pernapasan cheynestokes dengan CSA. Gangguan ini
menyebabkan progresifiti gagal jantung dan prognosis yang buruk.
1
Mendengkur dan OSA umumnya terjadi pada orang dewasa, terutama pria,
usia pertengahan, dan obesitas. Sekitar 50 juta orang Amerika tidur mendengkur, dan
20 juta orang Amerika menderita sleep apnea syndrome. Hal ini berhubungan
terhadap peningkatan keluhan dari pasangan dan yang lebih penting membawa
peningkatan resiko penyakit kardiovaskular dan kematian dini.
3
Tahun 1993
penelitian OSA membuktikan sekitar 4% dialami oleh pria dan 2% wanita usia 30-60
tahun. Angka ini meningkat seiring dengan peningkatan insidensi obesitas.
4




2

B. ANATOMI
Faring
Di belakang mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang sfenoid dan
dasar tulang oksipud disebelah atas, kemudian bagian depan tulang atlas dan
sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka ke arah depan ke
hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada mukosa atap
nasofaring. Di samping, muara tuba eustakius kartilaginosa terdapat di depan
lekukan yang disebut fosa Rosenmuller. Kedua struktur ini berada di atas batas
bebas otot konstriktor faringis superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot
yang meneganggkan palatum dan membukan tuba eustaki, masuk ke faring
melalui ruangan ini. Otot ini membentuk tendon yang melekat sekitar hamalus
tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli palatini dipersarafi oleh
saraf mandibularis melalui ganglion otic.
5

Orofaring ke arah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Di
depan tonsila, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan dibelakang
dari arkus faring posteriror disusun oleh otot palatofaringeus. Otot otot ini
membantu menutupnya orofaring bagian posterior. Semuanya dipersrafi oleh
pleksus faringeus. Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang dilliputi oleh epitel
skuamosa yang berisi beberapa kripta. Tampaknya tidak dapat dibuktikan adanya
penurunan kekebalan yang disebabkan oleh pengangkatan tonsila (atau adenoid).
Celah diatas tonsila merupakan sisa dari endodermal muara arkus brankial kedua;
dimana fistula brankial atau sinus internal bermuara. Infeksi dapat terjadi di
antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dapat meluas ke atas pada dasar
palatum mole sebagai abses peritonsilar.
5

Hipofaring terbuka ke arah depan masuk ke introitus laring. Epiglotis
diletakkan pada dasar lidah oleh dua frenulum lateral dan satu frenulum di garis
tengah. Hal ini menyebabkan terbentuknya dua valekula disetiap sisi. Dibawah
valekula adalah permukaan laringeal dari epiglotis. Dibawah muara glotis bagian
medial dan lateral terdapat ruangan yang disebut sinus piriformis yaitu diantara
lipatan ariiepiglotika dan kartilago tiroid. Lebih ke bawah lagi terdapat otot otot
dari lamina krikoid, dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
5

Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leher di
belakang trakea dan di depan korpus vertebra. Saraf laringeus rekurens terdapat

3

pada alur diantara esofagus dan trakea. Arteri karotis komunis dan isi dari
selubung karotis terletak dilateral esofagus. Pada lapisan otot faring terdapat
daerah trigonum yang lemah di atas otot krikofaringeus yang berkembang dari
krikoid dan mengelilingi esofagus bagian atas. Divertikulum yang disebut
divertikulum Zenker dapat keluar melalu daerah yang lemah ini dan berlawanan
dengan penelanan.
5

Faring merupakan daerah dimana udara melaluinya dari hidung ke laring juga
dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh karena itu, kegagalan
dari otot-otot faringeal, terutama yang menyususn ketiga otot kontriktor faringis,
akan menyebabkan kesulitan menelan dan biasanya juga terjadi aspirasi air liur
dan makanan ke dalam cabang trakeobronkial.
5



Gambar 1. Pharynx.
6










4















Gambar 2. Otot-otot pharynx tampak belakang.
6

C. FISIOLOGI
Faring
Fungs faring terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan
artikulasi. Tiga dari fungsi ini adalah jelas. Fungsi penelanan akan dijelaskan secara
terperinci.
5

Fungsi faring yang utama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan untuk artikulasi.
5

Faring adalah bagian dari sistem pencernaan dan juga bagian dari sistem
pernafasan. Hal ini merupakan jalan dari udara dan makanan. Udara masuk ke dalam
rongga mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke dalam laring. Nasofaring
terletak di bagian posterior rongga hidung yang menghubungkannya melalui nares
posterior. Udara masuk ke bagian faring ini turun melewati dasar dari faring dan
selanjutnya memasuki laring. Kontrol membukanya faring, dengan pengecualian dari
esofagus dan membukanya tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam
faring dapat ditutup secara volunter. Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan
waktu makan, selama membukanya saluran nafas maka jalannya pencernaan harus
ditutup sewaktu makan dan menelan atau makanan akan masuk ke dalam laring dan
rongga hidung posterior.
5


5


D. DEFINISI
Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea (penghentian aliran
udara selama 10 detik atau lebih sehingga menyebabkan 2-4% penurunan saturasi
oksigen) dan hipopnea (pengurangan aliran udara >30% untuk minimal 10 detik
dengan desaturasi oksihemoglobin >4% atau pengurangan dalam aliran udara >50%
untuk 10 detik dengan desaturasi oksihemoglobin >3%) ada sumbatan total atau
sebagian jalan napas atas yang terjadi secara berulang pada saat tidur selama non-
REM atau REM sehingga menyebabkan aliran udara ke paru menjadi terhambat.
Sumbatan ini menyebabkan pasien menjadi terbangun saat tidur atau terjadi peralihan
ke tahap tidur yang lebih awal.
1,3,7

Obstructive Sleep Apnea merupakan bagian dari sindrom henti nafas. Sindrom
henti napas saat tidur dibagi menjadi 3 tipe yaitu tipe sentral, tipe obstruksi dan tipe
campuran. Pada tipe sentral terjadi aliran udara, ini disebabkan berhentinya upaya
bernapas selama beberapa saat akibat otak gagal mengirimkan sinyal ke diafragma
dan otot dada untuk mempertahankan siklus pernapasan. Sedangkan pada tipe
obstruksi terjadi hambatan aliran udara ke paru-paru.
1,2,8

Mendengkur (snoring) adalah tanda pernapasan abnormal yang terjadi akibat
obstruksi sebagian sehingga aliran udara yang masuk akan menggetarkan palatum
molle dan jaringan lunak sekitarnya. Keadaan ini dipermudah dengan relaksasi lidah,
uvula dan otot di saluran napas bagian atas. Obstruksi dapat terjadi sebagian
(hipopnea) atau total (apnea).
1

Mendengkur dibagi menjadi 2 kategori yaitu intermiten dan persisten.
Mendengkur intermiten tidak timbul setiap malam meskipun menderita OSA.
Dicetuskan oleh satu atau beberapa faktor seperti obesiti, merokok, konsumsi alkohol.
Sedangkan mendengkur persisten merupakan gambaran penderita OSA dengan
keluhan sakit kepala pagi hari, kelelahan, kurang konsentrasi, hipertensi dan obesiti.
1


6


Gambar 3. Saluran napas atas normal dibandingkan dengan penderita mendengkur.
1


E. KLASIFIKASI
Derajat beratnya OSA dinilai berdasarkan nilai Apnea-Hypopnea Index (AHI)
menggunakan polisomnografi. OSA dikalsifikasikan menurut American Academy of
Sleep Medicine yaitu:
9,10

1. Ringan (AHI 5-15)
2. Sedang (AHI 15-30)
3. Berat (AHI > 30)

F. FAKTOR PREDISPOSISI
Beberapa faktor predisposisi OSA antara lain obesitas, ukuran lingkar leher,
umur, jenis kelamin, hormon, dan kelainan anatomi saluran napas. Obesitas
dilaporkan sebagai faktor utama yang dapat meningkatkan risiko terjadinya OSA.
Dari kepustakaan dinyatakan bahwa penderita OSA setidaknya memiliki indeks
massa tubuh (IMT) satu tingkat di atas normal (IMT normal 20-25 kg/m
2
). Penelitian
lain melaporkan bahwa ukuran lingkar leher (.42,5 cm) berhubungan dengan
peningkatan AHI.
9

Obesitas dapat mengubah volume dan bentuk anatomi, lidah dapat terangkat
sehingga mengurangi volume saluran napas atas. Demikian juga anomali

7

maksilofasila seperti mikrognatia, retronagtia, hipertrofi adenoidtonsil, makroglosia
dan akromegali.
9,10



Tabel 1. Faktor Resiko OSA.
9

G. PATOFISIOLOGI
Ada tiga faktor yang berperan pada patogenesis OSA: Faktor pertama adalah
obstruksi saluran napas daerah faring akibat pendorongan lidah dan palatum ke
belakang yang dapat menyebabkan oklusi nasofaring dan orofaring, yang
menyebabkan terhentinya aliran udara, meskipun pernapasan masih berlangsung pada
saat tidur. Hal ini menyebabkan apnea, asfiksia sampai periode arousal. Terkadang
pasien tersadar selama periode apnea, dimana dalam hal ini mereka akan mengalami
sensasi tersedak yang biasa berlangsung beberapa detik.
2,9,10

Faktor kedua adalah ukuran lumen faring yang dibentuk oleh otot dilator
faring (m. pterigoid medial, m. tensor veli palatini, m.genioglosus, m. geniohioid, dan
m. sternohioid) yang berfungsi menjaga keseimbangan tekanan faring pada saat
terjadinya tekanan negatif intratorakal akibat kontraksi diafragma. Kelainan fungsi
kontrol meuromuskular pada otot dilator faring berperan terhadap kolapsnya saluran
napas. Defek kontrol ventilasi di otak menyebabkan kegagalan atau bertambahnya
refleks otot dilator faring, saat pasien mengalami periode apneahipopnea.
9


8

Faktor ketiga adalah kelainan kraniofasial mulai dari hidung sampai
hipofaring yang dapat menyebabkan penyempitan pada saluran napas atas. Kelainan
daerah ini dapat menghasilkan tekanan yang tinggi.
9

Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas
atau akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau
palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atau
menstabilkan jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah
dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.
3


Gambar 4. Obstruksi Jalan Nafas.
11


Trauma pada jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur
mengakibatkan kerusakan pada serat-serat otot dan serabut-serabut saraf perifer.
Akibatnya kemampuan otot untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan
meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk mengalami obstruksi. Obstruksi
yang diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu mendengkur dapat
berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea pada individu tertentu.
3

Prinsip utama pada OSA yaitu terdorongnya lidah dan palatum ke belakang
hingga menempel pada dinding faring posterior menyebabkan oklusi nasofaring dan
orofaring. Tidur berbaring (supine) dapat menyebabkan kolapsnya saluran napas
akibat pergerakan mandibula, palatum mole dan lidah ke arah belakang. Faktor
struktural dan fungsional berperan penting dalam menentukan tekanan kritis kolaps
saluran napas. Penyempitan saluran napas akibat mikrognatia, retrognatia, hipertrofi
tonsil, makroglosia dan akromegali juga dapat meningkatkan risiko terjadinya OSA.
Sistem saraf pusat berperan penting dalam OSA kombinasi aktivitas otot saluran
napas atas yang menurun pada saat tidur disertai struktur faring kecil membentuk
tekanan kritis kolaps saluran napas atas. Aktivasi kemoreseptor oleh hipoksemia dan

9

hiperkapnia selama apnea mengakibatkan hiperventilasi disertai proses terbangun
mendadak yang tidak disadari.
2


H. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang dapat ditemukan pada penderita OSA adalah mendengkur,
mengantuk yang berlebihan pada siang hari, rasa tercekik pada waktu tidur, apnea,
nokturia, sakit kepala pada pagi hari, penurunan libido sampai impotensi dan enuresis,
mudah tersinggung, depresi, kelelahan yang luar biasa dan insomnia. Kebanyakan
penderita mengeluhkan kantuk yang sangat mengganggu pada siang hari sehingga
menimbulkan masalah pada pergaulan, pekerjaan dan meningkatkan risiko terjadinya
kecelakaan lalu lintas.
11,12


Tabel 2. Manifestasis Klinis OSA.
9

OSA sering tidak terdeteksi karena terjadi saat pasien tidur. Gejala OSA
dikelompokkan menjadi gejala malam dan gejala siang hari. Gejala utama OSA
adalah daytime hypersomnolonce. Gejala ini tidak dapat dinilai secara kuantitatif
karena pasien sering sulit membedakan rasa mengantuk dengan kelelahan. Hampir
30% pria dan 40% wanita dewasa dengan nilai AHI >5x/jam mengeluh tidak segar

10

saat bangun. Dilaporkan 25% pria dan 30% wanita dewasa mengeluh mengalami rasa
mengantuk yang berlebihan di siang hari.
7

Epworth sleepiness scale (ESS) dan Standford sleepiness scale (SSS) adalah
kuisioner yang mudah dan cepat untuk menilai gejala rasa mengantuk. Skala ini tidak
berhubungan secara langsung dengan indeks apnea-hipopnea. Penyebab daytime
hypersomnolence adalah karena adanya tidur yang terputus-putus, berhubungan
dengan respons saraf pusat yang berulang karena adanya gangguan pernapasan saat
tidur.
9,10

Dilaporkan 50% penderita OSA mempunyai tekanan darah di atas normal,
meskipun tidak diketahui apakah hal tersebut merupakan penyebab atau sebagai
akibat sleep apnea. Risiko serangan jantung dan stroke juga dilaporkan meningkat
pada penderita OSA. Henti napas saat tidur menyebabkan peningkatan aktivitas
simpatis perifer diikuti oleh aktivitas parasimpatis jantung, sehingga terjadi
vasokonstriksi perifer dan bradikardi (mekanisme diving reflex yang simultan
bertujuan menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung serta meningkatkan perfusi
darah ke otak dan jantung. Respon hemodinamik pada rangsangan apnea lebih
kompleks dan berlawanan dengan efek fisiologis, saat obtruksi berakhir, normalisasi
bradikardia, preload ventrikel kanan dan afterload ventrikel kiri berkontribusi
terhadap peningkatan mendadak curah jantung, teradi peningkatan akut tekanan darah
dan denyut jantung pasca apnea.
2,9


I. DIAGNOSIS
Diagnosis OSA ditegakkan dengan melakukan anamnesis mengenai pola tidur,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan penunjang khusus.
Gabungan data yang akurat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik dapat
mengarahkan kepada indikasi untuk melakukan pemeriksaan gold standar OSA.
9


Anamnesis
Banyak penderita OSA tidak merasa mempunyai masalah dengan tidurnya dan
datang ke dokter hanya karena partner tidur mengeluhkan suara mendengkur yang
keras (fase pre-obstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi
(fase apnea obstruktif).
1


11

1. Gejala : mendengkur, mengantuk yang berlebihan pada siang hari, tersedak, tidur
tidak nyenyak, letih dan lesu sepanjang hari, penurunan konsentrasi, ada riwayat
OSA dalam keluarga
2. Tanda : obesitas, mandibula/maksila hipoplasia, penyempitan orofaring,
pembesaran tonsil atau lidah, obstruksi nasal dan nasofaringeal.

Pemeriksaan Fisik
Hal-hal yang harus dinilai pada pemeriksaan fisik adalah IMT, ukuran lingkar
leher, keadaan rongga hidung (deviasi septum, hipertrofi konka, polip, adenoid),
perasat Mueller (untuk menilai penyempitan veloorofaring), penilaian Friedman
tongue position (modifikasi mallapati), bentuk pallatum mole, bentuk uvula, palatal
flatter, pallatal floppy, ukuran tonsil dan penyempitan peritonsil lateral.
9

Pemeriksaan Penunjang
1. Fiberoptic Nasopharyngoscopy
Fiberoptic nasopharyngoscopy adalah teknik yang digunakan untuk evaluasi
jalan napas. Alat ini adalah penting untuk identifikasi tempat dan lokasi obstruksi :
nasal, retropalatal atau retrolingual. Kebaikan dan limitasi Muller maneuver juga
digunakan untuk pemeriksaan untuk prediksi preoperative terhadap keefektifan
intervensi bedah berdasarkan beberapa studi yang dilakukan. Muller maneuver
dilakukan pada pasien sadar yang menghasilkan tekanan negative dengan melakukan
inhalasi/inspirasi dengan menutup mulut dan hidung yang akan menyebabkan
collapse pada saluran napas.
13

Cephalometric radiograph image 2 dimensi yang dihasilkan memberi
infomasi tulang rangka dan jaringan lunak. Ini bisa mengkonfirmasi pasien OSA
melalui displacement tulang hyoid ke inferior, ruang udara posterior yang sempit,
palatum molle yang lebih panjang dari pasien non-OSA.
13

Pemeriksaan Oksimetri pada saat tidur malam hari sebagai skrining OSA,
memiliki sensitivitas sebesar 31%. Kombinasi dari semua faktor di atas dapat
meningkatkan predictive abilities antara 60-70%.
7

2. Polisomnogram
Gold standard untuk diagnosis OSA adalah melalui pemeriksaan tidur semalam
dengan alat polysomnography / PSG). Parameter-parameter yang direkam pada
polysomnogram adalah electroencephalography (EEG), electrooculography

12

(pergerakan bola mata), electrocardiography (EKG), electromyography (pergerakan
rahang bawah dan kaki), posisi tidur, aktivitas pernapasan dan saturasi oksigen.
Karakteristik OSA pada saat dilakukan PSG adalah penurunan saturasi oksigen
berulang, sumbatan sebagian atau komplit dari jalan napas atas (kadang-kadang pada
kasus yang berat terjadi beberapa ratus kali) yang disertai dengan 50% penurunan
amplitudo pernapasan, peningkatan usaha pernapasan sehingga terjadi perubahan
stadium tidur menjadi lebih dangkal dan terjadi desaturasi oksigen

Sebelum
dilakukan PSG, pasien akan diminta kesediaannya untuk mengisi kuesioner Berlin,
bertujuan untuk menjaring pasien yang mempunyai risiko tinggi terjadi OSA.
Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu bagian pertama berisi tentang apakah mereka
mendengkur, seberapa keras, seberapa sering dan apakah sampai mengganggu orang
lain. Bagian kedua berisi tentang kelelahan setelah tidur, seberapa sering merasakan
lelah dan pernahkah tertidur saat berkendaraan. Bagian ketiga berisi tentang riwayat
hipertensi, berat badan, tinggi badan, umur, jenis kelamin dan Body Mass Index
(BMI). Seseorang dinyatakan berisiko tinggi OSA bila memenuhi paling sedikit 2
kriteria di atas. Kuesioner ini mempunyai validiti yang tinggi.
1,2,4,13,14

Kategori beratnya apnea tidur berdasarkan AHI terdiri dari apnea tidur ringan
dengan AHI 5-15, saturasi oksigen 86% dan keluhan ringan, apnea tidur sedang
dengan AHI 15-30, saturasi oksigen 80-85% dan keluhan mengantuk dan sulit
konsentrasi, apnea tidur berat dengan AHI 30, saturasi oksigen kurang dari 80% dan
gangguan tidur.
1
Seseorang dikatakan menderita OSA jika terdapat :
1

1. Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan karena sebab
lain.
2. Dua atau lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, terbangun beberapa kali
ketika tidur, tidur yang tidak menyebabkan rasa segar, perassan lelah sepanjang
hari dan gangguan konsentrasi.
3. Hasil PSG menunjukkan AHI 5 (jumlah total apnea ditambah terjadi hipopnea
perjam selama tidur).
4. Hasil PSG negatif untuk gangguan tidur lainnya.


13


Tabel 3. Epworth Sleepiness Scale.
10

J. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Non Bedah
Pada pertengahan abad yang lalu, terapi OSA hanya trakeostomi.
Trakeostomi secara komplet dapat mem-bypass bagian saluran nafas yang
mengalami penyempitan atau sumbatan pada waktu tidur. Terapi OSA mengalami
perubahan yang revolusioner ketika Sullivan et al. memperkenalkan nasal
Continous Positive Airway Pressure (nCPAP). Prinsip nCPAP sangat sederhana
yaitu dengan pemberian tekanan positif melalui hidung maka setiap
kecenderungan jalan nafas untuk menyempit dan menutup dapat diatasi dan
dinding jalan nafas dapat distabilkan sehingga menekan suara dengkur,
menormalkan kualitas tidur dan menghilangkan gejala pada siang hari. Efektivitas
pengobatan dengan cara ini 90-95%.
10


14


Gambar 5. CPAP.
10


Pada penderita OSA yang mengalami obesitas dianjurkan penurunan berat
Badan, termasuk juga mereka yang dengan peningkatan berat badan sedang.
Lingkar leher merupakan prodiktor kuat untuk sleep-disordered breathing
diantara beberapa penelitian antropormorfik, sehingga obesitas tubuh bagian atas,
dibandingkan dengan distribusi lemak tubuh secara keseluruhan, lebih
berpengaruh terhadap terjadinya OSA. Kombinasi diet sangat rendah kalori
dengan pengaturan kebiasaan adalah aman dan hemat sebagai penanganan utama
OSA. Perlu dilakukan perubahan gaya hidup termasuk diet, olah raga, dan
medikamentosa. Walaupun berat badan dapat dikurangi, tetapi seringkali tidak
dapat bertahan lama. Dapat dipertimbangkan tindakan yang lebih radikal seperti
operasi bypass lambung pada penderita obesitas berat.
7,8

Beberapa laporan kasus menunjukkan gejala OSA dapat diatasi dengan
mengurangi berat badan. Posisi tidur dapat membantu menghilangkan gejala
OSA. Beberapa pasien mengalami perbaikan setelah tidur dengan posisi miring
atau telungkup (pronasi).
7

15

Oral appliances dianjurkan pada pasien OSA ringan yang tidak respons
dengan melakukan perbaikan gaya hidup atau yang yang tidak tidak toleran
dengan pemberian tekanan positif jalan napas. Mandibular repositioning devices
dapat memberikan keberhasilan pada pasien OSA ringan dengan obstruksi di
orofarings dan dasar lidah. Tongue retaining devices dapat menolong pasien
dengan keterbatasan atau hilangnya natural dentition, kelainan
temporomandibular dan keterbatasan membuka mulut. Mandibular repositioning
devices ini bekerja dengan meningkatkan ukuran jalan napas faringeal atau
dengan dengan kata lain menurunkan kolaps. Penelitian menyimpulkan bahwa
penggunaan alat ini memberikan keberhasilan menurunkan nilai AHI (45%)
tetapi kurang efektif dibandingkan CPAP hidung (menurunkan nilai AHI 70%).
20,21 Pasien lebih menyukai terapi dengan mandibular repositioning device
daripada CPAP hidung. Keberhasilan metoda ini sekitar 50% sampai 80%.
Perbaikan metode pengobatan ini selama beberapa tahun terakhir berkaitan
dengan desain, bahan dan dapat diatur, selain tu metoda ini memberikan
keuntungan karena tidak invasif, mudah dibuat dan dapat diterima pasien.
7
2. Terapi Bedah
Tujuan terapi bedah pada OSA adalah untuk memperbaiki volume dan
bentuk saluran napas atas. Indikasi harus jelas dan dipersiapkan dengan baik.
Indikasi pembedahan OSA adalah AHI 20x/jam, saturasi kurang dari 90%,
tekanan esofagus dibawah -10 cmH2O, adanya gangguan kardiovaskuler, dan
adanya kelainan anatomi yang menyebabkan obstruksi jalan napas.

Berbagai
macam tindakan bedah dapat dilakukan untuk mengurangi gejala obstruksi jalan
napas atas. Beberapa prosedur operasi dapat dilakukan:
7,9
1. Tonsilektomi dan adenoidektomi. Pembedahan berupa reseksi transoral tonsil
faringeal. Tindakan ini memperbaiki obstruksi hipertrofi tonsil orofarings.
2. Uvulopalatofaringoplasti (UPPP) dan uvulopalatoplasti. Reseksi bagian
obstruksi di otot palatum molle dan seluruh uvula. Tindakan ini dapat dalam
jangka panjang menurunkan sekitar 52,3% RDI atau AHI pada lebih dari 50%
pasien dengan sleep apnea ringan atau sedang. Tindakan ini memberi
keberhasilan labih dari 4 tahun mulai dari 31% hingga 74%. UPPP merupakan
tindakan bedah lini pertama untuk mengatasi sleep apnea yang disebabkan
oleh obstruksi di uvula, palatum dan farings. Untuk mengetahui letak
obstruksi dilakukan sefalometri dan manuver Mueller.

16

3. Septoplasty pembedahan intranasal yang bertujuan memperbaiki septum
hidung deviasi yang menyebabkan obstruksi hidung. Tindakan ini
memberikan keberhasilan yang tinggi.
4. Nasal polypectomy pembedahan intranasal yang bertujuan untuk
mengangkat polip hidung.
5. Turbinoplasty pembedahan intranasal yang bertujuan mengurangi besarnya
sumbatan hidung. Tindakan ini berupa reseksi sebagian area inferior atau
menghilangkan area inferior dengan beberpa metode seperti elektrokauter,
ablasi laser dan reduksi radiofrekuensi. Hasil dari seluruh metode tersebut
hampir sama.
6. Tracheostomy membuat jalan napas melalui bagian anterior leher ke dalam
bagian atas trakea. Jalan napas mem-bypass sebagian jalan napas atas
sehingga hampir 100% sleep apnea dapat diatasi. Bagaimanapun juga metoda
ini memberikan stigma social karena ada pipa trakeostomi dan perawatan
daerah trakeostomi. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bagi pasien sleep
apnea.
7. Pillar procedures tindakan bedah dengan memasukkan cincin plastik ke
dalam daerah palatum di mulut untuk mencegah palatum molle kolaps.
Tindakan ini dapat menolong pada sejumlah pasien dengan OSA ringan.
8. Ablasi radiofrekuensi palatum molle dan dasar lidah pemberian
radiofrekuensi gelombang mikro dengan needle-implanted probe untuk
memperbaiki jaringan palatum molle dan/atau dasasr lidah. Modalitas ini
banyak digunakan untuk mengatasi dengkur dengan memperbaiki palatum
molle. Sementara efektivitas tindakan pada dasar lidah untuk mengatasi OSA
sampai saat ini belum dilaporkan. Komplikasi tindakan ini dapat berupa
kerusakan dan perforasi jaringan.
9. Hyoid suspension tindakan bedah yang berkaitan dengan tulang hyoid telah
dihentikan. Tindakan ini menekan tulang hyoid ke anterior dan superior.
Tujuan tindakan ini adalah menarik dasar lidah ke depan sehingga jalan napas
hipofaringeal menjadi lebih besar. Komplikasi pasca bedah yang mungkin
terjadi adalah disfagia.
10. Tindakan bedah pada mandibula atau maksila (maxillomandibular osteotomy
dan advancement).

17

Pembedahan ortonagtik adalah tindakan untuk reposisi permanen mandibula
untuk pertumbuhan yang tidak normal dan disfungsi mastikatori. Komplikasi
tindakan ini kecil dan memberikan hasil yang baik. Maxillo-mandibular
advancement (MMA) banyak memberikan keberhasilan pada pasien dengan
obstruksi dasar lidah, OSA berat, obesitas dan kegagalan tindakan lain.
Perubahan tulang maksilla dan mandibula memberikan efek yang luas
terhadap jalan napas atas tanpa meninggalkan jaringan parut dan
menunjukkan hasil yang baik. Hasil yang didapat pada pembehanan sama
dengan CPAP hidung.


Gambar 6. Manajemen Tatalaksan OSA.
10


K. KESIMPULAN
Sleep apnea merupakan keadaan henti nafas yang terjadi saat tidur. Sleep
apnea sendiri diklasifikasikan menjadi central sleep apnea dan obstructive sleep
apnea. Angka kejadian sleep apnea sekitar 4% dialami oleh pria dan 2% wanita usia
30 sampai 60 tahun di Amerika Serikat. Umumnya terjadi pada orang dewasa,
terutama pria, usia pertengahan, dan obesitas. Central sleep apnea yang disebabkan
terutama oleh kelainan pada pusat pernapasan dan penyakit primer yang
mendasarinya seperti meningitis, stroke hemoragik, dsb. Obstructive sleep apnea

18

disebabkan oleh factor usia, jenis kelamin, dan ukuran serta bentuk jalan napas.
Keluhan yang sering timbul pada pasien sleep apnea antara lain mendengkur serta
aktivitas harian yang terganggu. Sleep apnea membutuhkan penanganan dan
penatalaksanaan yang adekuat antara lain mengatasi penyakit primer yang
menyebabkan sleep apnea, Continous Positive Airway Pressure (CPAP), Bileve
Positive Airway Pressure (BPAP), Adaptive Servo-Ventilation (ASV), dan terapi
bedah.




























19

DAFTAR PUSTAKA

1. Antariksa, Budhi. Patogenesis, Diagnostik dan Patogenesis OSA (Obstructive sleep Apnea).
Dept pulmonologi dan Respirasi. FKUI. Jakarta.
2. Febriani, Debi dkk. Hubungan Obstructive Sleep Apnea Dengan Kardiovaskular.
Jurnal Kardiologi Indonesia 2011; 32:45-52.
3. Rodriguez, Hector P. Berggren, Diana A-V. Biology and treatment of Sleep
Apnea.Otolaryngology chapter 6, 2006; 71-82.
4. Quan Stuart F., Cynthia D. Chan, et al 2011. The Association bertween Obstructive Sleep
Apnea dan Neurocognitive Performance Sleep;34 (3): 303-314
5. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar THT. Penerbit buku kedokteran
EGC.Jakarta. 1997.
6. MedEd Center. 2012. Pharynx Anatomy.
file:///C:/Users/adhietya/Downloads/Pharynx%20anatomy.htm?c=4&id=21678
7. Prasenohadi. 2010. Penatalaksanaan Obstructive Sleep Apnea. Jakarta: FK UI RS
Persahabatan.
http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan10/OSA-Prasenohadi.pdf
8. Siamak T., et al. 2012. Sleep Apnea. http://en.wikipedia.org/wiki/Sleep_apnea
9. Cahyono Ari. 2011. Hubungan Obstructive Sleep Apnea dengan Penyakit Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: FK UI RS dr.Cipto Mangunkusumo.
http://www.perhati.org/wp-content/uploads/2011/11/Final-edit-nadya-Hubungan-obstructive-
sleep-apnea-_2_.pdf
10. Gibson, GJ. 2005. Obstructive Sleep Apnea Syndrome: underwstimated and undertreated.
Freeman Hospital Newcastle: Department of respiratory Medicine.
http://bmb.oxfordjournals.org.
11. Wikipedia. 2012. Obstructive Sleep Apnea.
http://en/wikipedia.org.wiki/Obstructive_sleep_apnea
12. Downy R., et al. 2012. Obstructive Sleep Apnea.
http://emedicine.medscape.com/article/295807-overview
13. J.F. Pagel, MS, MD. 2007. Obstructive Sleep Apnea (OSA) in primary carr: Evidence-based
Practice. J An Board Fam Med.
http://www/jabfm.org
14. Denis Hadjiliadis et al. 2011. Obstructive Sleep Apnea. Division of Pulmonary, Allergy and
Critical Care, University of Pennsylvania, Philadelphia, PA.
http://www.nlm.nih,gov/medlineplus/ency/article/000811.htm
.

Anda mungkin juga menyukai