Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Ekstraksi merupakan suatu proses selektif yang dilakukan untuk mengambil zat zat
yang terkandung dalam suatu campuran dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode
pemisahan ini bekerja berdasarkan prinsip kelarutan, yaitu pelarut polar akan melarutkan zat
polar dan sebaliknya. Proses ini merupakan langkah awal penting dalam penelitian tanaman
obat, karena preparasi ekstrak kasar tanaman merupakan titik awal untuk isolasi dan
pemurnian komponen kimia yang terdapat pada tanaman.
Dalam penelitian ini senyawa aktif yang ingin diekstrak adalah senyawa polifenol yaitu
tanin yang berasal dari ekstrak daun belimbing wuluh. Tanin merupakan suatu nama
deskriptif umum untuk satu grup substansi fenolik polimer yang mampu mempresipitasi
gelatin dari cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai astringensi. Tanin hampir ditemukan di
setiap bagian dari tanaman yaitu kulit kayu, daun, buah dan akar (Hargerman, 1998). Tanin
dibentuk dengan kondensasi turunan flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari
tanaman, tanin juga dibentuk dengan polimerisasi quinon (Anonymous, 2005).
Dalam penelitian ini, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ekstrak senyawa tanin
diperoleh dari daun belimbing wuluh. Arland (2006) menyatakan bahwa daun belimbing
wuluh mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya senyawa tanin, selain itu daun
belimbing wuluh juga mengandung sulfur dan asam format. Fahrani (2009) menunjukkan
bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Dalimatra
(2006) menjelaskan bahwa di dalam daun belimbing wuluh selain tanin juga mengandung
peroksidase, kalsium oksalat dan kalium sitrat. Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang
dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin.
Umumnya tanin dapat diekstrak dari bagian bagian tumbuhan tertentu dengan
menggunakan pelarut. Pelarut yang umum adalah aseton, etanol maupun metanol dan secara
komersial tanin dapat diekstraksi dengan menggunakan pelarut air. Pengekstraksi tanin yang
baik adalah campuran air dengan pelarut organik misalnya metanol, etanol dan aseton berair
(7:3) yang mengandung asam askorbat. Penambahan asam askorbat dalam pelarut aseton
adalah untuk meminimumkan oksidasi tanin selama ekstraksi. Hal ini disebabkan oksidator
akan bereaksi terlebih dahulu dengan asam askorbat yang lebih mudah teroksidasi
(Abdurrohman, 2007).

Dalam ekstraksi, pemisahan zat dari suatu campuran relatif mudah dilakukan jika zat
tersebut larut dalam pelarut yang digunakan, sedangkan zat lain yang tidak diinginkan tidak
ikut larut. Dengan demikian, hasil ekstraksi yang diperoleh bergantung pada kandungan
ekstrak yang terdapat dalam sampel dan jenis pelarut yang digunakan (Khopkar, 2002).
Untuk mendapatkan tanin dari suatu tanaman, kita dapat menggunakan beberapa
metode ekstraksi, seperti maserasi, perkolasi, soxhlet, metode microwave, dan sonikasi.
Dalam penelitian ini ekstraksi tanin dari belimbing wuluh dilakukan dengan metode
sonifikasi.
Ekstrak tanin yang diperoleh dalam penelitian ini berupa crude extract, dimana hasil
ekstrak ini selanjutnya akan disiapkan untuk tahap penyalutan nanopartikel
(nanoenkapsulasi).
Nanoenkapsulasi merupakan suatu teknik penyalutan bahan yang ukurannya sangat
kecil, dengan diameter rata-rata 10 - 1000 nm. Nanoenkapsulasi dapat membentuk 2 tipe
penyalutan obat dalam nanopartikel, yaitu terjerap di permukaan atau terperangkap dalam
rongga matriks kapsul.
Keuntungan penggunaan nanopartikel sebagai sistem pengantaran terkendali obat ialah
ukuran dan karakteristik permukaan nanopartikel mudah dimanipulasi untuk mencapai target
pengobatan. Nanopartikel juga mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses
transpor ke sasaran, dan obat dapat dimasukkan ke dalam sistem nanopartikel tanpa reaksi
kimia. Selain itu, sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai sasaran pengobatan,
karena nanopartikel masuk ke dalam sistem peredaran darah dan dibawa oleh darah menuju
target pengobatan
Nanopartikel dapat dibuat dengan dispersi polimer, polimerisasi monomer, dan gelasi
ionik. Dalam penelitian ini metode nanoenkapsulasi yang dipilih adalah dengan gelasi ionik.
Gelasi ionik merupakan pembentukan gel karena adanya ikatan silang ionik antara rantai-
rantai polimer. Salah satu contoh metode gelasi ionik adalah mencampurkan polimer kitosan
dengan polianion sodium tripolifosfat yang menghasilkan interaksi antara muatan positif pada
gugus amino kitosan dengan muatan negatif tripolifosfat. Tripolifosfat dianggap sebagai zat
pengikat silang yang paling baik digunakan dalam pembuatan nanopartikel.
Material nanoenkapsulasi yang digunakan dalam metode gelasi ionik pada penelitian
ini ialah polimer kitosan. Kitosan merupakan polimer alami yang didapatkan dari proses
penghilangan gugus asetil (deasetilasi) kitin.
Kitosan banyak digunakan dalam teknologi pengantaran obat. Penggunaan kitosan
dapat meningkatkan efisiensi obat tanpa menimbulkan efek samping pada tubuh. Kitosan
berperan sebagai matriks dalam sistem pengantaran obat dengan membentuk gel dalam
suasana asam. Gel kitosan merupakan jejaring polimer kitosan yang dapat menampung
sejumlah air di dalam strukturnya dan mengembang tanpa melarut di dalamnya (Wang et al.
2004). Gel kitosan dapat terbentuk karena adanya tautan silang ionik antara polimer kitosan
dengan suatu counter-ion seperti TPP. Dalam penelitian ini, counter-ion yang digunakan
adalah sodium Tripolifosfat.
Pembentukan ikatan silang ionik salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan
senyawa tripolifosfat. Tripolifosfat dianggap sebagai zat pengikat silang yang paling baik.
Penggunaan tripolifosfat untuk pembentukan gel kitosan dapat meningkatkan mekanik dari
gel yang terbentuk. Hal ini karena tripolifosfat memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi
sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih besar
Semakin banyaknya ikatan silang yang terbentuk antara kitosan dan TPP maka
kekuatan mekanik matriks kitosan akan meningkat sehingga partikel kitosan menjadi semakin
kuat dan keras, serta semakin sulit untuk terpecah menjadi bagian - bagian yang lebih kecil
Dalam penelitian ini, senyawa tanin digunakan untuk mengatasi penyakit hiperuresemia
yang menyebabkan asam urat. Uji yang dilkakan adalah menggunakan enzim yang
meningkatkan terjadnya asam urat. Dalam hal ini, pengujian dilakuakn untuk melihat seberapa
besar zat aktif tanin dapat menghambat atau inhibisi enzim pemicu asam urat yaitu Xantin
oxidase.
Ekstrak tanaman yang mengandung senyawa tanin dan fenol lainnya memiliki aktivitas
inhibisi enzim xanthin oksidase dengan mengikat enzim bebas ataupun kompleks enzim
substrat (Owen&Johns, 1999). Dari penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa kandungan
tanin dan senyawa fenolik lainnya pada suatu tanaman memiliki peranan penting dalam
inhibisi enzim xanthin oksidase.

Anda mungkin juga menyukai