Anda di halaman 1dari 10

MODUL 1

FENOMENA TRANSMISI SUARA




I. Tujuan Percobaan

1. Mempelajari fenomena transmisi suara oleh suatu panel/ dinding partisi.
2. Mempelajari pengukuran transmission loss (TL) suatu bahan dan perhitungan rating
Sound Transmission Class (STC).
3. Mempelajari cara perhitungan waktu dengung terkait dengan pengukuran TL

II. Peralatan

1. Perangkat Keras Dual Channel- Analog to Digital Converter BSWA
2. 2 Microphone 1/4 inch BSWA dan Mic. Stand
3. Fasilitas ruang dengung mini
4. Loudspeaker dan Amplifier
5. Perangkat lunak FFT Analyzer dan Signal Generator
6. Microphone Calibrator
7. Panel uji

III. Teori Dasar

1. Transmission Loss

Pada banyak permasalahan pengendalian bising,
seringkali modifikasi sumber bising tidak dapat
dilakukan. Sehingga untuk mengurangi bising,
modifikasi medium perambatan bising harus
dilakukan. Langkah awal modifikasi ini adalah
dengan menentukan jalur-jalur perambatan bising,
setelah menemukan jalur yang paling efektif maka
modifikasi kontrol bising dapat dilakukan. Jalur
perambatan bising pada umumnya dibedakan atas
structure-borne path dan air-borne path. Skema
perambatan ini dapat dilihat pada Gambar 1. Salah
satu cara untuk mengatasi bising yang merambat
melalui udara (air-borne noise) adalah dengan
memutus transmisi bebas dari sumber suara kepada
pendengar dengan menggunakan
dinding/pembatas.

Contoh dari pemutusan transmisi bebas ini terjadi pada kehidupan sehari-hari dimana kantor,
Gambar 1. Media Perambatan
dari Sumber Suara Menuju
Pendengar


ruang kelas, dsb., dibatasi oleh dinding-dinding/panel partisi. Tergantung dari fungsi ruangan
tersebut, maka transmisi suara dinding-dinding tersebut harus didesain sesuai dengan
kebutuhannya, agar manusia dapat beraktifitas dengan baik di dalam ruangan tersebut.

Pada saat energi suara mencapai sebuah dinding/panel partisi maka fenomena suara yang
terjadi adalah sbb:

- Sebagian energi suara akan dipantulkan kembali.
- Sebagian energi suara akan merambat melalui panel partisi dimana suara akan
terdisipasi oleh bahan-bahan penyusun, dan juga diradiasikan keruangan lainnya
oleh panel partisi.
- Energi suara yang ditransmisikan kedalam ruang lain akan diteruskan baik ke
pendengar, atau terdisipasi di dalam ruangan tersebut.

Parameter yang mendeskripsikan kemampuan suatu panel/dinding/partisi dalam mengurangi
transmisi daya suara dari satu ruang ke ruang yang lain disebut dengan Transmission Loss
(TL). TL diturunkan dari koefisien transmisi daya suara antara 2 ruang yang disebut dengan
. adalah rasio antara daya suara yang ditransmisikan pada ruang penerima (
2
H )
dibandingkan dengan daya suara datang pada partisi (
1
H ) dari ruang sumber. sebuah partisi
merupakan sebuah angka yang kecil, dan oleh karena itu untuk kemudahan maka rugi daya
transmisi atau 1/ dalam skala desibel (dB) lebih banyak digunakan. Rugi daya ini
didefinisikan sebagai Transmision Loss (TL), TL diformulasikan sbb:

( )
2
1
10log 10log (1.1) TL t
| | H
= =
|
H
\ .


Tergantung dari materi penyusunnya dan frekuensi kerjanya, panel partisi memiliki TL yang,
namun untuk mempermudah karakterisasi dari transmisi daya suara, kita ambil contoh sebuah
panel partisi tunggal yang homogen (isotropik). Faktor utama yang mengotrol transmisi suara
melalui sebuah panel tunggal isotropik adalah sbb:

- Surface mass atau massa persatuan area dari panel, sesuai dengan hukum newton,
perbedaan tekanan suara diantara partisi akan menggerakkan massa panel.
- Bending stiffness atau kekakuan dari panel, dimana bersama dengan surface mass
akan menentukan frekuensi kritis dari panel.
- Dimensi panel, bersama dengan bending stiffness dan surface mass akan menentukan
frekuensi natural dari panel.
- Loss factor, atau damping dari struktur. loss factor akan mempengaruhi TL pada saat
panel beresonansi dengan suara datang pada partisi.
- Sudut datang suara juga akan sangat berpengaruh pada TL sebuah panel.

Ilustrasi dari faktor-faktor ini terhadap TL panel tunggal isotropik, diperlihatkan pada

gambar. 2, dimana tipikal hasil TL panel tunggal dicontohkan.



Gambar 2. Tipikal TL dari Sebuah Panel Tunggal Isotropik


Pada frekuensi dibawah frekuensi natural pertama dari panel, TL dipengaruhi oleh kekakuan
dari panel, dimana frekuensi natural pertama
0,1
f , diformulasikan sbb:

| |
2 2
, 2 2
, 1, 2, 3... (1.2)
2
i n
B i n
f i n Hz
m a b
t (
= + =
(


( )
3 2
2
2

(1.3)
12 1
Eh kg m
B
s
v
| |
=
|
(

\ .



dimana a & b adalah lebar dan panjang dari partisi (meter) , m adalah surface mass (kg/m
2
),
dan B adalah Bending stiffness yang didefinisikan pada persamaan 1.3, h adalah ketebalan
panel (meter), E adalah modulus young (Pa), dan v adalah Poisson ratio.Kemudian pada
frekuensi disekitar frekuensi natural pertama dari panel, TL akan menjadi sangat rendah dan
dipengaruhi oleh besarnya loss factor () dari panel.

Pada frekuensi diatas frekuensi natural pertama, TL akan dipengaruhi oleh surface area dari
panel. Pada daerah frekuensi ini, biasa disebut dengan mass law range, TL akan meningkat
sebesar 6 dB per octave / meningkat sebesar 6 dB jika surface mass meningkat sebesar 2 kali
lipat.

Pada frekuensi disekitar daerah frekuensi kritis, dimana kecepatan suara pada struktur dan
kecepatan suara di udara berhimpitan, maka TL akan menurun. frekuensi kritis sebuah panel
dapat dihitung dengan persamaan 1.4, dimana c adalah kecepatan suara di udara.


2
(1.4)
2
c
c m
f
B t
=

Melihat tipikal dari hasil pengukuran TL untuk panel tunggal isotropik diatas, terdapat
sejumlah metoda prediksi yang dapat digunakan untuk menghitung performansi TL suatu
panel tunggal. Salah satu yang banyak digunakan adalah diberikan oleh Ben Sharp pada
tahun 1973, prediksi ini dihitung dengan menggunakan frekuensi 1/3 octave band, dengan
persamaan sbb:

( )
2
,1
(1) 10log 1 5.5 pada 1.5
2
(2) pada (1.5)
2
(3) 10log 1
c
n
c
c
f fm
TL dB f f
c
f
Garis Lurus yang menghubungkan kedua titik f f
TL
t

(
| |
= + < < (
|
\ . (

< <
= ( )
2
2
+10log pada
(4) (3) (1) (1) pada
c
c
c
fm f
dB f f
c f
Jika TL TL makaTL yang digunakan f f
t q
t
(
( | |
+ > (
( |
\ . (

> >




2. Pengukuran Transmission Loss

Metoda standard untuk pengukuran TL dengan menggunakan fasilitas ruang dengung diatur
dalam ASTM E-90 dan ISO-140. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan 2 ruang
dengung (ruang sumber dan ruang penerima) dan partisi panel yang ingin diukur diletakan
diantaranya. Medan diffus diharapkan terjadi pada ruang sumber yang akan menggetarkan
panel partisi dan meradiasikan suara menuju ruang penerima. Pada saat sumber dinyalakan,
rata-rata SPL ( dalam waktu dan spasial) diukur, kemudian absorpsi energi suara rata-rata di
ruang penerima diukur. Dari kedua hasil pengukuran ini, maka TL panel partisi ditentukan.
Skema pengukuran ini dapat dilihat pada gambar 3.


Gambar.3 Ilustrasi Pengukuran Transmission Loss Pada Laboratorium

Pada ASTM E-90, banyak faktor yang harus diperhatikan pada saat pengukuran TL, mulai
dari ukuran ruang dengung, faktor flanking transmission, absorpsi maksimal ruangan, cara
pemasangan partisi panel, jumlah titik pengukuran, jumlah penempatan sumber suara, dll.
Namun dengan keterbatasan yang ada pada fasilitas ruang dengung Lab. Fisika Bangunan,
pelaksanaan pengukuran pada praktikum ini dapat dilakukan dengan skema seperti pada
gambar 4, dimana jumlah minimum titik pengukuran adalah 4 titik, dengan satu posisi
sumber suara. Pengukuran TL dilakukan dalam rentang frekuensi 125~4000 Hz dengan filter
1/3 oktaf.



Gambar.4 Skema Pengukuran Transmission Loss Pada Ruang Dengung Mini

Hubungan antara TL dan Sound Pressure Level (SPL) di dalam kedua ruangan dapat
diturunkan pada persamaan 2.1:
1 2
10log (2.1)
sabine
S
TL L L
A
| |
= +
|
\ .

dimana :

1
L =
eq
L rata-rata secara spasial dan waktu pada ruang sumber [dB]
2
L

=
eq
L rata-rata secara spasial dan waktu pada ruang penerima [dB]
S = luas partisi [m
2
]
sabine
A

= rata-rata secara spasial area sabine dari ruang penerima [m
2
]

Area sabine dari ruang penerima dapat diturunkan dengan persamaan 2.2:

60
0.161 (2.2)
sabine
V
A
T
=

dimana V adalah volume ruang penerima (m
3
), dan
60
T adalah waktu dengung rata-rata
secara spasial pada ruang penerima (detik).

T
60
dalam sebuah ruangan diukur dengan memberikan impulse atau white noise. Metoda
konvensional dalam mengukur ini adalah dengan menyalakan signal white noise pada sumber
suara, kemudian pada kondisi tunak sumber suara dimatikan sehingga peluruhan suara
terjadi. Kurva peluruhan energi suara direkam sampai mencapai tingkat background noise.
Waktu yang diperlukan untuk energi suara meluruh sebesar 60 dB disebut sebagai T
60
atau
waktu dengung. Perhitungan waktu dengung ini dapat dilakukan dengan Schroder integration
pada sinyal impulse response dari ruangan, dimana integrasi secara backward dilakukan
untuk mendapatkan total energi suara setiap waktu seperti pada persamaan 2.3

( ) ( ) ( ) ( )
2 2 2
0 0
(2.3)
t
t
E t p d p d p d t t t t t t

= =
} } }


dimana ( ) E t adalah total energi suara dari waktu t , dan ( ) p t merupakan impulse
response dari ruangan. Dari skala logaritmik ( ) 10log E t , maka penurunan 60 dB untuk
60
T
dapat ditentukan. Contoh dari hasil perhitungan Schroder integration dapat dilihat pada
Gambar 5.



Gambar.5 Kurva Peluruhan Energi Suara Pada Sebuah Ruang


Pada perhitungan gambar.5, didapatkan waktu dengung yang diaproksimasi dari penurunan
20 dB
60 20
3 3 0.162 0.49 T T s s = = ~ , atau waktu dengung yang diaproksimasi dari penurunan
30 dB yaitu
60 30
2 2 0.622 1.24 T T s s = = ~ . Pada kasus seperti ini, aproksimasi yang
digunakan adalah dari penurunan 20 dB, hal ini dikarenakan
30
T sudah terdapat jauh pada
total energi suara berada pada background noise.

Untuk Reverberation Chamber di Laboratorium Fisika Bangunan & Akustik, luas sampel uji/partisi
adalah (0,69 0,69) m
2
, dan volume ruang penerima adalah 19 m
3
.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
-20
-10
10
20
X: 0.01354
Y: 17.27
Time (s)
X: 0.1618
Y: -2.771
X: 0.622
Y: -12.73


E
n
e
r
g
y

D
e
c
a
y

(
d
B
)
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
-1
0
1
h
(
t
)

I
m
p
u
l
s
e

r
e
s
p
o
n
s
e

(
P
a
)
Impulse Response Vs Energy Decay
Energy Decay
Impulse Response

3. Sound Transmission Class (STC)

Untuk memudahkan penentuan performansi TL dari suatu panel partisi dan membedakan
kemampuan antara partisi yang satu dengan yang lain, maka didefinisikan suatu besaran
angka tunggal Sound Transmission Class (STC) yang ditentukan dari pengukuran TL pada
rentang frekuensi 125 Hz - 4000 Hz (1/3 octave band). Nilai STC ditetapkan berdasarkan
standard yang dapat dilihat pada ASTM 413.

Untuk menentukan nilai STC dari suatu panel partisi, grafik hasil pengukuran TL
dibandingkan dengan kurva-kurva STC standar, kurva ini didefinisikan oleh 3 bagian kurva
yaitu:

1. Bagian pertama adalah garis yang meningkat sebesar 15 dB dari frekuensi 125 Hz -
400 Hz.
2. Bagian kedua adalah garis yang meningkat sebesar 5 dB dari frekuensi 400 Hz- 1250
Hz.
3. Bagian ketiga adalah garis yang horizontal dari frekuensi 1250 Hz - 4000 Hz.

Kurva STC standard-N, sebagai contoh STC-25, merupakan kurva STC standard dimana nilai
N adalah pada band frekuensi 500 Hz. Sebagai contoh aproksimasi dari kurva standard STC
dapat dilihat pada tabel 1.

f (Hz) STC-N STC-25
125 N 15.7 9.3
160 N 13.8 10.2
200 N 11.6 14.4
250 N 8.8 16.2
315 N 5.3 19.7
400 N 0.6 24.3
500 N 25
630 N + 0.7 25.7
800 N + 1.7 26.7
1000 N + 3 28
1250 N + 4.4 29.4
1600 N + 4.4 29.4
2000 N + 4.4 29.4
2500 N + 4.4 29.4
3150 N + 4.4 29.4
4000 N + 4.4 29.4

Tabel 1. Aproksimasi Kurva Standard STC-N dan N-25



Setelah memiliki kurva standar, perhitungan STC sebuah partisi/dinding panel dimulai
dengan memplot hasil dari 1/3 octave band TL (setelah dibulatkan keatas atau kebawah pada
bilangan bulat terdekat) lalu dibandingan dengan kurva-kurva standard STC. Diusahakan
agar perbandingan dimulai dari nilai STC-N yang cukup besar, kemudian turun tiap 1 dB
menjadi STC N-1, dan seterusnya, sehingga hasil TL pengukuran dan STC standard
memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Selisih antara data TL yang berada dibawah kurva STC standar pada tiap band
frekuensi tidak boleh lebih besar dari 8 dB.
2. Total selisih antara data TL yang berada dibawah kurva STC standard pada seluruh
band frekuensi tidak boleh lebih besar dari 32 dB.

Suatu panel partisi, diharapkan memiliki nilai STC yang setinggi-tingginya, sehingga nilai
STC dari suatu partisi harus semaksimum mungkin, selama masih memenuhi kedua syarat di
atas. Sebagai contoh pada tabel 2, harga TL suatu panel partisi gypsum dibandingkan dengan
kurva STC-25 dan STC-26:



f (Hz) TL Gypsum STC-25 Selisih STC-26 Selisih
125 11 9.3 -1.7 10.3 -0.7
160 14 11.2 -2.8 12.2 -1.8
200 15 13.4 -1.6 14.4 -0.6
250 15 16.2 1.2 17.2 2.2
315 21 19.7 -1.3 20.7 -0.3
400 21 24.4 3.4 25.4 4.4
500 21 25 4 26 5
630 23 25.7 2.7 26.7 3.7
800 23 26.7 3.7 27.7 4.7
1000 24 28 4 29 5
1250 26 29.4 3.4 30.4 4.4
1600 28 29.4 1.4 30.4 2.4
2000 28 29.4 1.4 30.4 2.4
2500 28 29.4 1.4 30.4 2.4
3150 29 29.4 0.4 30.4 1.4
4000 27 29.4 2.4 30.4 3.4
Jumlah 29.4 41.4

Tabel 2. Penentuan Nilai STC Gympsum dengan Perbandingan nilai TL

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa partisi bahan X memiliki nilai STC-25 dan nilai
tersebut adalah nilai maksimum karena telah melewati batas pada saat dibandingkan dengan
STC-26.


IV. Prosedur Percobaan

1. Siapkan alat-alat yang digunakan untuk pengukuran dan,alat-alat yaitu : ADC-BSWA,
2 buah microphone, sumber suara, signal amplifier, kalibrator, dan CPU serta
Analyzer yang telah ter-install.
2. Sesuai dengan skema pengukuran, tempatkan masing-masing alat pada posisi-posisi
yang dibutuhkan. Khususnya Microphone, karena dibutuhkan 8 microphone untuk 1
kali pengukuran, dan keterbatasan alat yang dimiliki maka kita harus melakukan
pengulangan sebanyak 4 kali.
3. Tentukan posisi-posisi microphone pada ruang sumber dan ruang penerima, berikan
tanda pada lantai ruang dengung mini. Tempatkan posisi-posisi tersebar pada seluruh
bagian ruang, dengan jarak min. 70 cm dari dinding terdekat dan 70 cm dari sumber
suara ( karena keterbatasan dimensi ruang 70 cm diambil, namun pada kebutuhannya
min 100 cm harus diambil untuk kebutuhan ini).
4. Tempatkan sumber suara pada pojok ruangan, hal ini dilakukan untuk menempatkan
microphone diluar medan dekat sumber suara dan memperluas range medan diffus.
5. Uji seluruh perangkat telah bekerja dengan baik, dengan memastikan perangkat lunak
untuk analyzer dan sound generation telah bekerja dengan baik.
6. Lakukan kalibrasi untuk kedua microphone.
7. Pasang sampel uji pertama pada tempat yang telah ditentukan, minta petunjuk dari
asisten untuk pemasangan sampel uji ini.
8. Jika seluruh setting telah berjalan dengan baik, nyalakan sumber suara pada ruang
sumber dengan menggunakan signal white noise.
9. Ukur dan rekam SPL pada setiap titik ukur dalam ruang sumber dan penerima (L
1
,L
2
)
untuk kondisi sumber yang sama, dalam rentang frekuensi 125 ~ 4000 Hz dengan
filter 1/3 oktaf. Untuk perhitungan nantinya, gunakan Leq selama 20 s untuk L1 dan
L2.
10. Karena keterbatasan jumlah microphone, pindahkan titik-titik pengukuran, dengan
tidak mematikan sumber suara, gunakan earmuff untuk keamanan.
11. Jika seluruh titik telah dilakukan pengukuran, maka selanjutnya dilakukan
pengukuran waktu dengung. matikan sumber suara dan juga amplifiernya, kemudian
pindahkan sumber suara ke ruang penerima, sambungkan kembali ke amplifier.
12. Ukur waktu dengung (T
60
) pada setiap titik ukur dalam ruang penerima, dalam
rentang rentang frekuensi 125 ~ 4000 Hz dengan filter 1/3 oktaf. Gunakan metode
TSP (Time Stretched Pulse) pada pilihan impulse response, sampling rate 44100, dan
measure time 2.972s.
13. Ulangi langkah percobaan 1-11 untuk jenis partisi bahan yang berbeda.
14. Ambil data-data pengukuran dan data impulse response dari salah satu titik
pengukuran.

V. Tugas Analisis

1. Dengan menggunakan metoda prediksi Sharp, tentukan berapa TL dari masing-
masing panel partisi.

2. Untuk masing-masing panel, tentukan
eq
L tiap-tiap titik di sisi sumber dan sisi
penerima.
eq
L dalam tiap band frekuensi. Kemudian pada tiap ruang tentukan nilai
rata-rata
1
L dan
2
L (rata-rata logaritmik).
3. Untuk masing-masing panel, tentukan T
60
untuk band frekuensi. kemudian untuk ke
4 titik tentukan nilai rata-rata
60
T .
4. Untuk masing-masing panel, hitung harga TL dan tentukan nilai STC untuk setiap
partisi yang diuji. Bandingkan kedua TL dan STC dari masing-masing panel partisi.
5. Lakukan kembali langkah 1-3 dengan tidak mengambil nilai rata-rata, ambil titik yang
terjauh dari panel partisi. Bandingkan antara TL dan STC yang dirata-ratakan.
6. Bandingkan hasil pengukuran dengan hasil prediksi dari Sharp, jika terdapat
perbedaan, berikan penjelasan mengenai perbedaan tersebut.
7. Dari kedua hasil pengukuran TL, berikan analisis perbandingan kedua panel tersebut.
8. Sebagai tugas analisis tambahan dengan impulse respons yang didapatkan dari
analyzer, hitung T
60
pada salah satu titik pengukuran.

VI. Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan peristiwa-peristiwa perambatan gelombang
suara berikut ini:
- Refleksi
- Difusi
- Refraksi
- Defraksi
- Absorbsi
- Transmisi

2. Jelaskan apa yang disebut dengan ruang dengung, sebutkan perbedaan antara
reverberant field dan diffuse field.
3. Jelaskan parameter-parameter apa saja yang penting dalam mendesain sebuah panel
tunggal untuk mencapai nilai TL yang tepat.
4. Apa yang dimaksud dengan frekuensi critical pada peristiwa transmisi suara melalui
sebuah panel tunggal.
5. Apa yang dimaksud dengan T
20
, T
30
, dan T
60
(waktu dengung) dan bagaimana
hubungan antara ketiganya? Bagaimana cara mengukur waktu dengung tersebut
dalam suatu ruangan?

VII. Daftar Pustaka

1. D.A Bies, C.H Hansen. Engineering Noise Control: Theory and Practice.4th
Edition, Spoon Press, 2009.
2. F. Fahy, "Foundation of Engineering Acoustics", Academic Press, San Diego, 2003.
3. H. Kuttruff, "Room Acoustics", 5th Edition, Spoon Press, 2009.

Anda mungkin juga menyukai