I. PENDAHULUAN Pertumbuhan janin terhambat merupakan masalah penting dalam ilmu kedokteran perinatal. Ini adalah penyebab kematian perinatal kedua setelah prematuritas. Dua kondisi ini sering dihubungkan dalam kasus prematuritas. 52% bayi lahir mati berkaitan erat dengan PJT dan 10% dari kasus kematian perinatal di Eropa adalah konsekuensi dari terhambatnya pertumbuhan janin yang tidak dapat dikenali. 1 Lebih lanjut, PJT juga berhubungan dengan peningkatan kematian dan kecacatan neonatal dan ini ditunjukkan dengan bukti bahwa pada beberapa penyakit (vaskular dan metabolik) dalam kehidupan dewasa merupakan konsekuensi dari terhambatnya pertumbuhan janin. Untuk meningkatkan kehidupan perinatal maka pengenalan dini sangat dibutuhkan. 1
II. DEFINISI Pertumbuhan janin terhambat adalah janin dengan berat badan kurang atau sama dengan 10 persentil, atau lingkar perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC>24. 2,3 Sedangkan Definisi untuk PJT (IUGR) yang disarankan oleh American college of obstetricians and gynecologists (ACOG) sebagai janin yang gagal untuk mencapai pertumbuhan potensialnya''. Kecil untuk usia kehamilan (SGA), di sisi lain, merupakan sesuatu yang berbeda, tetapi juga dikaitkan dengan buruknya hasil perinatal. 1,3 KMK/ SGA didefinisikan sebagai berat lahir (BW) di bawah persentil 10 untuk usia kehamilan. SGA dan IUGR tidak sama. istilah IUGR harus digunakan hanya dalam hal sebagai janin sedangkan SGA harus digunakan terutama pada bayi baru lahir (tetapi dapat diperkirakan dari pengukuran sonografi janin). PJT/ IUGR idealnya dideteksi dengan scan ultrasonografik serial berupa berkurangnya kecepatan pertumbuhan janin. Dengan cara ini, fungsi pertumbuhan menjadi objek 2
yang diperhatikan daripada hasilnya sendiri (yaitu, berat lahir). IUGR merupakan masalah klinis yang penting. 1
III. EPIDEMIOLOGI Prevalensinya adalah sekitar 8% pada populasi umum. Telah terbukti bahwa 52% dari bayi lahir mati berhubungan dengan PJT/ IUGR dan 10% kematian perinatal merupakan konsekuensi dari IUGR. 72% kematian janin yang tidak dapat dijelaskan yang berhubungan dengan KMK/ SGA, yaitu di bawah persentil 10 untuk usia kehamilan. 1
Setiap tahun di Amerika Serikat terdapat sekitar 350.000 bayi dilahirkan dengan berat badan kurang dari 2500 gram. The National Institutes of Health memperkirakan bahwa kurang lebih 40.000 kasus merupakan bayi aterm dan selebihnya bayi preterm yang mengalami retardasi pertumbuhan (Frigoletto, 1986). Bayi-bayi lainnya mencakup bayi preterm dan bayi preterm yang juga mengalami retardasi pertumbuhan sehingga risiko menjadi lebih besar. 2,4 Kejadian pertumbuhan janin terhambat (PJT) bervariasi antara 3-10%, tergantung pada populasi, geografi dan definisi yang digunakan. Sekitar 2/3 pertumbuhan janin terhambat berasal dari kelompok kehamilan risiko tinggi (hipertensi, perdarahan anterpartum, ibu menderita penyakit jantung atau ginjal, uterus multipel, dsb), sedangkan 1/3 lainnya berasal dari kelompok yang diketahui tidak mempunyai faktor risiko. 2
Pada penelitian pendahuluan di empat senter fetomaternal di Indonesia tahun 2004-2005 didapatkan 571 KMK dalam 14.702 persalinan atau rata-rata 4,40%. Paling sedikit di RS Dr Soetomo Surabaya 2,08% dan paling banyak di RS sardjito Yogyakarta 6,44. 3
IV. ETIOLOGI Pertumbuhan janin mempunyai empat faktor penentu, yaitu lingkungan luar dan faktor ekstrinsik, faktor ibu, faktor plasenta, dan faktor janin. Pertumbuhan janin dalam trimester pertama sangat ditentukan oleh gen janin, kemudian pengaruh kehamilan ibu, hormonal, dan lingkungan. 2,3,4 3
Meskipun sekitar 50% pertumbuhan janin terhambat belum diketahui penyebabnya, ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. 2
1) Faktor ekstrinsik a. Teratogenik dan pajanan zat toksik b. Nutrisi ibu c. Status sosioekonomik yang rendah d. Tinggal di negara berkembang 2) Faktor ibu a. Hipertensi dalam kehamilan b. Penyakit jantung sianotik c. Diabetes melitus kelas lanjut d. Hemoglobinopati e. penyakit autoimun f. Malnutrisi/ konsumsi rendah kalori g. Merokok & adiksi obat h. Gangguan absorpsi makanan (operasi reseksi usus) i. Riwayat PJT sebelumnya
3) Faktor plasenta a. Plasenta kecil dan penderita hipertensi b. Plasenta sirkumvalata c. Implantasi plasenta abnormal d. Solusio plasenta 4) Faktor janin a. Kelainan kongenital b. Trisomi (18,21) c. Infeksi intrauterin (TORCH, AIDS) d. Radiasi.
4
V. KLASIFIKASI Berdasarkan proses terjadinya, pertumbuhan janin terhambat dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok, yaitu: 2,3,5
1) Pertumbuhan janin terhambat tipe I (simetrik, proporsional) yang terjadi akibat berkurangnya potensi pertumbuhan janin. 2) Pertumbuhan janin terhambat tipe II (asimetrik, disproporsional) yang terjadi akibat pembatasan pertumbuhan janin. Jenis yang paling banyak dijumpai adalah tipe II yaitu sekitar 80%, sisanya tipe I. Bentuk pertumbuhan janin terhambat ditentukan oleh saat gangguan timbul dan lamanya stimuli penyebab gangguan, berat dan asal gangguan. Proses pertumbuhan sel-sel pada organ janin dan plasenta dapat dibagi ke dalam 3 fase, yaitu: 1 1) Fase hiperplasi atau proliferasi (penambahan jumlah sel) 2) Fase hiperplasi terjadi bersamaan dengan fase hipertrofi 3) Fase hipertrofi (penambahan ukuran sel) Fase hiperplasi dimulai di awal perkembangan janin, kemudian sesuai dengan perkembangan kehamilan secara bertahap terjadi pergeseran ke fase hipertrofi. 2 Gangguan pertumbuhan (malnutrisi) yang terjadi pada fase hiperplasi akan menyebabkan pengurangan jumlah sel yang sifatnya permanen (pertumbuhan janin terhambat tipe I) sedangkan malnutrisi pada fase hipertrofi akan menyebabkan pengurangan ukuran sel yang sifatnya reversibel (pertumbuhan janin terhambat tipe II). Malnutrisi pada fase hiperplasi dan hipertrofi akan menyebabkan pengurangan jumlah dan ukuran sel (pertumbuhan janin terhambat tipe campuran). 2 Pada pertumbuhan janin terhambat tipe I gangguan pertumbuhan telah dimulai sejak awal kehamilan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kelainan genetik pada kromosom, kelainan kongenital, infeksi virus, obat-obatan teratogenik, dsb. Gambaran pertumbuhan janin terhambat tipe I adalah berupa pengurangan ukuran organ-organ janin yang sifatnya menyeluruh (proporsional) baik ukuran kepala, ukuran tubuh, maupun panjang janin. 5,6 Pada pertumbuhan janin terhambat tipe II, 5
gangguan biasanya dimulai pada kehamilan trimester III. Pada awalnya pertumbuhan janin berlangsung normal, kemudian laju pertumbuhan berkurang, akhirnya berhenti. 6 Organ yang paling rawan terkena adalah organ-organ internal (ginjal, paru, hepar, usus, timus, adrenal, limpa). Lemak subkutis akan berkurang. Pertumbuhan otak (kepala) biasanya tidak terganggu, sehingga terjadi disproporsi antara ukuran kepala dengan ukuran tubuh. Kelainan ini sering terjadi akibat gangguan fungsi plasenta (insufisiensi plasenta) yang menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin menjadi berkurang. Secara umum berat janin sedikit berkurang. Oleh karena itu pertumbuhan otak jarang terganggu, atau terjadi pada keadan yang paling akhir. Mekanisme ini dikenal sebagai brain- sparing phenomenon. 1,6 Ada dua jenis PJT, yaitu PJT simetris dan asimetris. Pada PJT simetris, semua perkembangan tubuh janin berlangsung lambat, sehingga ukuran lingkar kepala, lingkar perut dan panjang tulang paha menunjukkan nilai di bawah rata- rata, tapi tetap proporsional (sebanding). Sedangkan pada PJT asimetris, tidak semua perkembangan tubuh janin berlangsung lambat, sehingga bentuk janin tidak proporsional. 4,7 Umumnya, PJT simetris terjadi pada trimester pertama atau trimester kedua kehamilan, dan dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi atau dialami ibu sejak sebelum masa kehamilan. Beberapa faktor tersebut antara lain: gangguan pada sistem pembuluh darah, anemia, diet ibu, merokok, minuman beralkohol, infeksi pada janin, dan genetik. 4.5,6,7
Lain halnya dengan PJT simetris, PJT asimetris umumnya terjadi pada trimester ketiga atau sudah dekat waktu lahir. Jenis PJT ini biasanya disebabkan oleh adanya gangguan pada fungsi plasenta, seperti keracunan kehamilan. Kondisi plasenta dan tali pusat yang tidak normal ini menyebabkan janin tidak mendapat suplai "makanan" yang cukup dari ibunya. Selain itu, ibu hamil yang menderita anemia atau gangguan gizi lainnya pada masa akhir kehamilannnya juga dapat menyebabkan janinnya menderita PJT asimetris. 4,5,6,7
6
VI. PATOFISIOLOGI VI.1 Sirkulasi Janin Normal Darah dengan konsentrasi oksigen dan substrat yang tinggi memasuki janin melalui vena umbilikal dan mencapai hati sebagai organ mayor pertama. Vena umbilikal mengantarkan darah kaya oksigen dari plasenta ibu ke janin dengan menyalurkan 18-25% ke atrium kanan, 55% ke lobus hepatik dominan kiri dan 20% ke lobus hepatik kanan. Duktus venosus adalah pintasan pertama yang menentukan besar proporsi penyaluran nutrisi antara hati dan sirkulasi sentral. Area berkumpulnya air yang terkait dengan pintasan duktal adalah vena porta sinistra, dimana darah dari vena umbilikalis yang datang menuju hati bertemu dengan darah portal yang mengalir ke sirkulasi splanknik. 8
Jantung adalah organ major berikutnya yang menerima darah dengan jangkauan nutrisi dari berbagai sumber. Pada atrium kanan, duktus venosus dan vena hepatik sinistra membawa darah dengan jumlah nutrisi yang sangat tinggi dibandingkan dengan vena lainnya, vena cava superior, vena hepatik kanan dan tengah dan sinus koronarius. Pada sisi sebelah kiri, vena pulmonal mengembalikan sisa darah ke atrium kiri. Foramen ovale adalah pintasan kedua pada aliran darah yang datang. Karena perbedaan tujuan dan kecepatan, posisi dari krista terbagi dan katub dari foramen ovale, darah yang tersaturasi dari duktus venosus terutama mencapai ventrikel kiri, sementara darah sisa relatif memasuki ventrikel kanan. 8
7
Gambar 2: Sirkulasi janin normal
Aorta preduktal mengantarkan darah kaya nutrisi ke miokardium dan otak (melalui sirkulasi brachiosefalik), sementara darah yang kurang tersaturasi dari ventrikel kanan memasuki paru-paru dan duktus arteriosus. Duktus arteriosus bekerja sebagai saluran yang menghubungkan dua aliran darah sampai ke tempat insersinya pada aorta distal ke arteri subclavia kiri. Isthmus aorta dikaitkan dengan watershed area dimana pintasan antara aliran darah berasal dari ventrikel kanan dan kiri terjadi. Aliran ke bawah dari duktus arteriosus, ke aorta descendens membawa darah dengan nutrisi yang dihasilkan dari penggabungan dua aliran darah tersebut. 8 Arteri umbilikal menyediakan pintasan keempat dimana darah sisa disalurkan ke plasenta untuk pertukaran gas, nutrisi dan makanan. 8
VI.2 Hemodinamik Janin pada PJT Sebagian besar kasus PJT merupakan sebab sekunder dari insufisiensi uteroplasenta. Dopler ultrasound memberikan informasi pada resistensi vaskular uteroplasenta secara tidak langsung pada aliran darah. Analisis gelombang doppler dibuat melalui pengukuran sistolik puncak (S) dan kecepatan diastolik akhir (D). Ada tiga index yang dipertimbangkan yang berhubungan dengan resistensi vaskuler: rasio S/D (rasio sistolik/ diastolik), indeks hambatan (RI = kecepatan sistolik-diastolik/ kecepatan sistolik), dan indeks denyutan (kecepatan sistolik-diastolik/ kecepatan rata-rata). Usia kehamilan berdasarkan data normatif 8
telah ditegakkan untuk setiap pengukuran. Perubahan aliran dapat diobservasi dalam sistem arteri dan vena janin dan dalam arteri uterus. 8
VI.3 Perubahan dalam Sirkulasi Arteri VI.3.1 Sirkulasi Uterina Gelombang doppler arteri uterina diperoleh baik melalui indentifikasi pertama arteri iliaka interna ibu. Transduser kemudian dipindahkan perlahan keatas dan medial sampai pada suatu pembuluh darah yang tercatat berjalan secara perpendikular ke arteri iliaka interna, menuju ke miometrium. 8
Gambar 3: Peningkatan resistensi pola gelombang pada arteri uterina ditemukan dalam insufisiensi uteroplasenta.8 Doppler arteri uterina berkaitan erat dengan perubahan hemodinamik dalam sirkulasi plasenta. Seperti pada perkembangan kompartemen fetoplasenta dan usia kehamilan lanjut, ada suatu peningkatan pada jumlah induk villi tertier dan chanel arteri, dan karena itu aliran arteri uterina menurun. Komponen diastolik dalam kecepatan aliran arteri uterina tampak selama awal trimester kedua kehamilan, yaitu pada usia kehamilan 14 minggu, meningkat pesat diatas 20 sampai 24 minggu. 8
VI.3.2 Arteri umbilikalis Arteri umbilikalis adalah pembuluh darah penanda dalam studi Doppler dari janin sebagai refleksi langsung dari aliran darah plasenta. Arteri umbilikalis biasanya merupakan pembuluh darah pertama yang diperiksa ketika mencurigai 9
adanya janin PJT. 8 Arteri umbilikalis diperiksa pada tiga tempat, pada asal plasenta, tempat insersi dengan abdomen janin, dan dalam pertengahan pembuluh darah yang bergantung bebas. Tahanan di insersi tali pusat ke abdomen cenderung lebih tinggi dan tahanannya di insersi plasenta cenderung lebih rendah dari tahanan di pertengahan tali pusat. 8
Gambar 4: Aliran balik diastolik (sisi kiri) dan tidak adanya aliran diastolik akhir (sisi kanan) sangat berkaitan dengan suatu rangkaian abnormal dari kehamilan.8 Pada janin normal, indeks pulsatilitas menurun dengan semakin berkembangnya usia kehamilan. Ini mencermikan adanya penurunan dari tahanan vaskular plasenta. Pada janin dengan PJT, terjadi peningkatan pada indeks pulsatilitas yang menyebabkan aliran akhir diastolik menurun, tidak ada, atau terjadi aliran balik (reversal). Perubahan pada gelombang tersebut dapat dianggap sebagai indikasi terjadinya peningkatan resistensi plasenta. 8 Tidak ada atau terbaliknya aliran diastolik akhir sangat berkaitan dengan suatu rangkaian abnormal dari kehamilan dan tingginya insiden komplikasi perinatal, ketika dibandingkan pada janin dengan PJT yang mempunyai aliran akhir diastolik. 8
VI.3.3 Patogenesis PJT PJT (IUGR) bukan suatu penyakit yang spesifik, tetapi lebih merupakan manifestasi dari banyak gangguan janin dan ibu. Karena manajemen klinis, konseling, dan hasil akhir sangat tergantung pada etiologi, penting bagi dokter untuk memastikan penyebab spesifik dari kegagalan pertumbuhan. 7
10
Ada hubungan yang kuat antara IUGR, kelainan kromosom, dan malformasi kongenital. Janin dengan kelainan kromosom, termasuk trisomi 13, 18, dan 21 sering mengalami hambatan pertumbuhan, dan bayi baru lahir dengan kelainan autosom lainnya (berbagai delesi perubahan struktur cincin kromosom) juga mengalami pertumbuhan dibawah optimal. Meskipun gangguan kromosom seks sering mematikan, janin yang bertahan hidup akan mengalami hambatan pertumbuhan pada saat lahir. Dampak aneuploidi pada pertumbuhan janin digambarkan oleh temuan Snijders et al yang melakukan karyotyping darah janin pada 458 janin dengan usia kehamilan antara 17-39 minggu untuk evaluasi PJT. Delapan puluh sembilan janin (19%) memiliki kromosom cacat, paling sering adalah trisomi 18. Khoury dkk mengamati 22% frekuensi dari IUGR pada 13.000 bayi yang lahir dengan kelainan struktural utama. Kelainan tersebut paling sering dikaitkan dengan pertumbuhan yang buruk, yaitu trisomi 18 dan anencephaly. 8
Secara keseluruhan, gangguan kromosom dan cacat bawaan multifaktorial berkaitan dengan sekitar 20% dari janin PJT, dan persentase yang jauh lebih tinggi jika kegagalan pertumbuhan terdeteksi sebelum usia kehamilan 26 minggu dan atau berhubungan dengan polihidramnion. Sickler et al melaporkan bahwa di antara 39 janin dengan PJT dan polihidramnion, 36 dari 39 (92%) memiliki kelainan utama dan 15 (38%) memiliki aneuploidi. 8
Perkembangan optimal dari plasenta dan respon kompensasi dari plasenta terhadap pengaruh eksogen merupakan pusat dalam kemajuan kehamilan normal. Studi histopatologikal dari plasenta pada PJT mengindikasikan abnormalitas dari arteriola spiral , disregulasi vili vaskulogenesis, dan deposisi fibrin yang berlimpah adalah karakteristik dari PJT (Redline, 2008). Apapun perubahan tersebut diperoleh dari hipoksia, iskemia/ reperfusi, aktivasi komplemen, atau sumber lain, lapisan tropoblas dari vili mencerminkan kerusakan epitelial dan stress yang menyebabkan disregulasi di level subseluler. Penigkatan gradasi disfungsi plasenta yang berkembang selama kehamilan, sebagai diagnosis dari PJT menjadi sebuah konsekuensi, hasil akhirnya berupa keterbatasan transfer nutrisi dan penurunan aliran darah janin (Baschat,2004). 9 11
Penyakit pembuluh darah pada ibu, kaitannya dalam penurunan perfusi uteroplasenta, dipercaya merupakan perhitungan untuk 25-30% dari semua bayi IUGR. Ini adalah penyebab paling umum PJT pada bayi yang tidak mempunyai anomali. Onset dini, preeklamsia berat, dan hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia biasanya memiliki pengaruh pada pertumbuhan janin. Telah ditetapkan bahwa gangguan ini berkaitan dengan kegagalan dalam volume plasma dan memiliki patologi plasenta yang signifikan dan spesifik. Dengan membandingkan 370 preeklampsia dengan kehamilan normotensif, Odegard dkk mengamati penurunan 12% pada berat badan lahir dengan penyakit berat dan 23% dengan penyakit onset dini. 9
Malnutrisi ibu dan insufisiensi uteroplasenta biasanya menyebabkan PJT asimetris sementara infeksi kongenital yang didapat lebih awal dalam kehamilan mempunyai keterkaitan dengan PJT simetris. Usia ibu, hipertensi karena kehamilan, riwayat kehamilan dengan PJT sebelumnya dan plasenta previa ditemukan pada bayi PJT simetris dan asimetris. 10
Manifestasi gangguan thrombofilik pada PJT juga dalam penyelidikan intensif, dan bukti awal menunjukkan bahwa mutasi gen protrombin mungkin merupakan penyebabnya. Namun, tidak jelas apakah efek pada pertumbuhan dimediasi oleh trombosis plasenta atau penyebab sekunder dari hipertensi ibu, dan manifestasi yang terjadi karena gen protrombin atau dari cacat bawaan thrombofilik pada PJT memerlukan penjelasan lebih lanjut. Sindrom antifosfolipid, suatu koagulapati didapat (acquired) disebabkan oleh antikoagulan lupus dan antibodi antikardiolipin, juga telah dikaitkan dengan sebab yang luas dari komplikasi kehamilan, termasuk penyakit tromboemboli, aborsi, dan preeklampsia, sama halnya dengan PJT. 7
Kelainan gizi ibu juga dapat menyebabkan pertumbuhan janin yang buruk jika kekurangan substrat yang parah. Pertumbuhan janin yang buruk juga telah diamati pada wanita hamil dengan penyakit inflamasi usus (IBD). Berat janin yang lebih rendah juga mungkin akibat dari berat badan sebelum hamil yang rendah atau peningkatan berat yang tidak memadai pada wanita asthenik. Masih 12
jarang diamati PJT pada wanita yang mempunyai berat badan lebih berat (lebih dari 150-lb berat prepregnant) yang kehamilannya dinyatakan normal. 7
Plasenta janin PJT sering memiliki abnormalitas ukuran, fungsi, atau keduanya. Dalam penelitian terbaru, 1569 bayi PJT yang secara kromosom normal dievaluasi untuk berat plasenta, berat lahir, dan rasio mereka, dan dibandingkan dengan bayi dengan berat badan normal. Bayi PJT memiliki plasenta 24% lebih kecil ketika usia kehamilan digunakan sebagai kovarian. Krebs dkk telah menggunakan mikroskop elektron untuk mempelajari morfologi anatomi plasenta pada plasenta janin PJT yang tidak ada aliran akhir diastolik umbilikalnya. Mereka menemukan kelainan signifikan dalam kompartemen vili terminal, yang akan berfungsi untuk menjelaskan impedansi vaskular yang diamati secara klinis menggunakan Doppler velocimetry. Juga, PJT yang dilaporkan dengan plasenta sirkumvalata dan mereka dengan korioangiomas. 7
Infeksi janin juga dapat menyebabkan IUGR, meskipun merupakan penyebab yang jarang dan biasanya disebabkan oleh infeksi sitomegalovirus primer sebelum usia kehamilan 20 minggu. Infeksi janin dengan rubella dan parvovirus pada awal kehamilan juga telah dilaporkan mengganggu pertumbuhan janin. Ibu yang merokok dapat membuat penurunan berat badan janin 135-300 g, dan obat-obatan seperti kokain, heroin, alkohol, antikonvulsan, dan turunan warfarin dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. 7
Kehamilan multipel berhubungan dengan kelahiran prematur dan PJT. Kurva pertumbuhan pada anak kembar menyimpang setelah usia kehamilan 32 minggu, dan 15-30% dari kehamilan kembar kemungkinan akan mengalami hambatan pertumbuhan. Ini lebih sering diamati pada anak kembar monokorionik dengan sindrom transfusi janin, namun pertumbuhan yang bertentangan juga dapat diamati pada anak kembar dikorionik, tergantung pada luas permukaan trofoblas yang tersedia masing-masing. 7
VII. Faktor-faktor resiko PJT
3,4
Faktor-faktor risiko yang terdeteksi sebelum dan selama kehamilan Faktor-faktor risiko Terdeteksi selama kehamilan 13
Riwayat PJT sebelumnya Peniggian MSAFP/Hcg Riwayat penyakit kronis Riwayat makan obat-obatan tertentu(coumarin hydantoin) Riwayat APS (antiphospholipid syndrome) Perdarahan pervaginam Indeks massa tubuh yang rendah Kelainan plasenta Maternal hypoxia Partus prematurus Keamilan ganda Kurangnya pertambahan BB selama kehamilan
VIII. Deteksi Dini PJT VIII.1 Penilaian Tinggi Fundus Beberapa penelitian telah memperkirakan bahwa 41% sampai 86% bayi SGA (small for gestational age) bisa dideteksi dengan pengukuran rutin tinggi simfisis-fundus. Beberapa studi menggunakan kurva nilai standar, dengan tinggi fundus yang kecil berada di bawah persentil 10 dari nilai standar untuk usia kehamilan. Metode yang paling umum digunakan dalam prakteknya, bagaimanapun, menggunakan konsep itu, antara usia kehamilan 20 dan 34 minggu, tinggi fundus dalam sentimeter sama dengan usia kehamilan dalam minggu. Sebuah pengukuran dalam sentimeter diambil dari tepi atas simfisis pubis ke bagian atas fundus uterus. Sebuah pengukuran dari 3 sampai 4 cm di bawah jumlah yang diharapkan menunjukkan pertumbuhan yang tidak tepat. 6,11 VIII.2 Pengukuran Ultrasonografi Menurut salah satu meta-analisis dari pengukuran ultrasonografi, AC (abdominal circumference) dan perkiraaan berat janin (EFW) adalah prediktor terbaik dari berat badan janin di bawah persentil ke-10. Dalam populasi yang berisiko tinggi, sensitivitas menggunakan AC kurang dari persentil 10 adalah 73% sampai 95%, sedangkan menggunakan EFW, sensitivitasnya adalah 43% sampai 89%. Pada populasi berisiko rendah, kepekaannya dari 48% menjadi 64% untuk AC dan 31% menjadi 73% untuk EFW. Dalam studi lain, pengukuran AC yang 14
ditampilkan untuk memprediksi janin kecil lebih baik dari BPD (biparietal diameter), HC (head circumference), atau kombinasi beberapa parameter. Kepekaan pengukuran dengan AC saja setelah 25 minggu untuk mendeteksi janin dengan berat lahir di bawah persentil 10 adalah 48%. Dalam studi yang sama, AC yang normal telah ditemukan untuk menyingkirkan pertumbuhan janin terhambat dengan tingkat negatif palsu yaitu sekitar 10%. Studi lain menunjukkan bahwa pengukuran dengan AC saja untuk mendeteksi bayi dengan berat lahir kurang dari persentil ke-10 hanya sedikit lebih baik dari seri pengukuran tinggi fundus (sensitivitas 83% versus 76%); perbedaannya secara statistik tidak signifikan. Jadi tidak ada bukti jelas bahwa USG rutin adalah metode skrining yang lebih baik untuk SGA dari pengukuran tinggi fundus pada populasi umum. 6,11
Gambar 5: Kurva Pertumbuhan Intrauterin (A) dan (B) untuk perempuan dan (C) dan (D) untuk laki - laki. 12
15
Pada wanita yang mempunyai faktor risiko untuk terjadinya PJT sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG serial sepanjang kehamilannya. Pemeriksaan skrining pada pJT terutama dilakukan pada kehamilan trimester ke-2 (18 minggu sampai 20 minggu) untuk evaluasi ada tidaknya malformasi, dan kehamilan multipel. Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu sampai 32 minggu untuk mendeteksi gangguan pertumbuhan, pertumbuhan asimetris dan redistribusi darah ke organ penting, seperti otak dan jantung. 4,13
Gambar 6 : Algoritma skrining untuk Penyakit Jantung Terhambat 11
Anamnesis: faktor risiko ibu, janin, dan plasenta Estimated Fetal Weight < percentil 10 growth curve Skrining biokimia untuk scan anomali: trisomi 21 Studi Doppler: anatomi, biometri, pengukuran EFW, arteri umbilkal dan uterina janin Abnormal Fetal Karyotyping Normal Abnormal Probably IUGR Ulangi Scan dan Studi Doppler Normal Pertumbuhan normal tetapi < percentil 10 Probably SGA 16
IX. DIAGNOSIS Diagnosis baru dapat ditegakkan bila usia kehamilan telah mencapai 28 minggu ke atas. Pertumbuhan janin dinyatakan terhambat bila secara klinis dan USG didapatkan taksiran berat badan janin di bawah persentil 10 dari kurva berat badan normal. Ada yang menggunakan titik potong (cut off point) persentil 5, ada pula yang menggunakan 2 SD (kira-kira persentil 3). 2
IX.1 Anamnesis Skrining PJT untuk penilaian faktor risiko klinis sudah rutin dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan kandungan. Faktor-faktor risiko dapat dibagi menjadi tiga kategori besar: ibu, janin, dan plasenta. Penanggalan yang akurat merupakan prasyarat untuk perawatan kehamilan dan pelacakan pertumbuhan janin. Ini harus ditetapkan dari riwayat yang cermat dan berkorelasi dengan hasil pemeriksaan USG pada awal trimester pertama atau kedua. 11 IX.2 Pemeriksaan Fisik Skirining pada populasi umum dilakukan dengan cara mengukur tinggi fundus uteri (TFU), yang dilakukan secara rutin pada waktu pemeriksaan antenatal care (ANC) sejak umur kehamialan 20 minggu sampai aterm, jika ada perbedaan sama atau lebih besar dari 3 cm dengan kurva standar, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pertumbuhan janin dapat diperkirakan selama pemeriksaan antenatal (ANC) rutin, baik menggunakan palpasi abdomen atau penentuan yang lebih formal dengan pengukuran tinggi simfisis-fundus (symphysisfundal height/ SFH). Palpasi abdomen hanya mendeteksi 30% sampai 50% janin PJT dan dengan demikian telah digantikan oleh penentuan SFH pada kunjungan klinis diikuti dengan pemeriksaan USG anatomi janin (setelah usia kehamilan 20 minggu). Keakuratan penilaian SFH pertumbuhan uterus dibatasi oleh letak janin yang abnormal, fibroid, obesitas ibu, dan akhir kehamilan, dengan keterlibatan kepala janin. Dalam keterbatasan ini, ukuran dalam uterus > 3 cm adalah panduan klinis untuk pemeriksaan yang cepat dalam skrining USG untuk memperkirakan berat badan janin. Beragam kepekaan (27% sampai 86%) dan spesifitas (80% sampai 17
96%) telah dilaporkan dalam mendeteksi PJT menggunakan SFH, mencerminkan tantangan dalam penggunaan metode ini dan berbagai kriteria diagnostik untuk PJT. Database Cochrane memperlihatkan pengukuran SFH dengan uji klinis acak, membandingkan pengukuran SFH dengan palpasi perut yang tidak mendukung penggunaan pengukuran SFH. Meskipun pengukuran SFH tidak berhubungan dengan peningkatan hasil perinatal, mereka tetap memakainya dalam penggunaan klinis di Kanada, tetapi sering dilengkapi dengan pemeriksaan USG pada kehamilan dengan tambahan faktor risiko klinis, termasuk usia, obesitas, fibroid, dan komorbiditas medis, terutama karena pengukuran SFH saja tidak dapat diandalkan. 11
IX.3 Pemeriksaan Penunjang IX.3.1 Pemantauan klinis dengan Gravidogram Menurut JICA sebagai prakiraan adanya PJT berdasarkan pengamatan faktor- faktor risiko dan ketidaksesuaian tinggi fundus uteri dengan umur kehamilannya dapat digunakan di daerah yang belum mempunyai peralatan USG. 2 Validitas SFH ditentukan dengan pemeriksaan klinis dan EFW ditentukan oleh USG untuk mengidentifikasi janin PJT dapat diperbaiki meskipun disesuaikan dengan standar yang dirancang untuk mengidentifikasi janin yang berada dibawah persentil 10 dari potensi pertumbuhan yang diharapkan dari genetik mereka. Pendekatan ini menyesuaikan persentil kurva pertumbuhan untuk variabel antropomorfik seperti tinggi ibu, berat badan, paritas, dan jenis kelamin janin. Selain itu, persentil pertumbuhan yang disesuaikan, berkorelasi lebih baik dengan angka kejadian kehamilan yang jelek/ merugikan dan mengurangi frekuensi tes tambahan karena informasi skrining positif palsu. 2,10,11 IX.3.2 USG Ultrasonografi (USG) saat ini dipandang sebagai metode pemeriksaan yang paling akurat untuk mendeteksi adanya pertumbuhan janin terhambat.Pemeriksaan USG bermanfaat dalam menentukan jenis, progresivitas (derajat) pertumbuhan janin terhambat, prognosis dan cara penanganan pertumbuhan janin terhambat. 2,3 18
Pada kehamilan yang berisiko terjadi PJT pemeriksaan USG dilakukan pertama kali pada trimester pertama kehamilan untuk konfirmasi haid pertama yang terakhir. Kemudian pada pertengahan trimester kedua (18-20 mingu) untuk mencari kelainan bawaan dan kehamilan kembar. Pemeriksaan USG diulang pada umur kehamilan 28-32 minggu untuk deteksi gangguan pertumbuhan dan fisiologi brain sparing effect) oligohidramnion dan pemeriksaan Doppler velocimetry yang abnormal. 3 Syarat utama untuk mengetahui apakah pertumbuhan janin berjalan normal atau tidak adalah usia kehamilan yang tepat. Usia kehamilan dihitung dari tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT). Namun sekitar 20-40% ibu hamil HPHT-nya tidak dapat dipercaya, misalnya karena lupa, riwayat oligomenore atau metroragi, perdarahan akibat AKDR, perdarahan nidasi dan riwayat penggunaan kontrasepsi. 2
Pada pemeriksaan USG dapat dicari tanda-tanda fungsional janin yang dapat dibedakan atas tanda-tanda keras (hard signs) dan tanda-tanda lunak (soft signs). 2
Tanda-tanda keras bermanfaat untuk menentukan etiologi dan prognosis janin; merupakan tanda-tanda yang dapat diukur dan mempunyai pengaruh besar pada kejadian kematian perinatal. 2 IX.3.2.1 Tanda-Tanda Keras a. Penilaian volume cairan amnion Ultrasonografi dapat digunakan untuk menilai volume cairan amnion secara semikuantitatif, yang sangat berguna dalam evaluasi pertumbuhan janin terhambat. Beberapa cara penilaian volume cairan amnion, misalnya mengukur diameter vertikal kantung amnion yang terbesar, atau menghitung skor 4 kuadran kantong amnion. Manning (1981) mengemukakan bahwa perkiraan kualitatif volume cairan amnion dapat digunakan untuk mengenali retardasi pertumbuhan janin. Hasil abnormal jika ditemukan kantong cairan berukuran <1 cm. Diagnosis oligohidramnion ditegakkan bila diameter vertikal amnion <1 cm (penulis lain memakai batasan 2 cm), atau bila skor 4 kuadran kantung amnion <5. Bila terdapat oligohidramnion maka risiko kematian perinatal akibat komplikasi 19
asfiksia akan meningkat lebih dari 50 kali lipat. Oleh karena itu adanya oligohidramnion pada pertumbuhan janin terhambat dianggap sebagai keadaan gawat darurat dan merupakan indikasi terminasi pada janin yang sudah mampu hidup (viable). Kemungkinan adanya kelainan bawaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion (seperti agenesis atau disgenesis ginjal yang sering menyertai pertumbuhan janin terhambat) juga perlu diwaspadai. 2
b. Penilaian kesejahteraan janin Penilaian kesejahteraan janin terutama berguna untuk mendeteksi adanya asfiksia intrauterin. Beberapa cara pemeriksaan antara lain penilaian profil biofisik janin, kardiotokografi (KTG) dan analisis gas darah janin. Penilaian profil biofisik janin terdiri atas penilaian gerakan tubuh janin, gerak pernapasan janin, tonus janin dan volume cairan amnion berdasarkan pemeriksaan USG disertai dengan penilaian reaktivitas denyut jantung janin berdasarkan sistem skoring janin dengan tes tanpa kontraksi (non-stress test) dengan KTG. Penilaian didasarkan atas sistem skoring (skor total antara 1-10). Angka kematian perinatal akibat asfiksi akan jelas meningkat bila nilai skor < 4. 2
c. Penilaian sistem organ janin Penilaian ini bermanfaat untuk menentukan etiologi dan derajat pertumbuhan janin terhambat. Misalnya, rasio lingkar kepala terhadap lingkar abdomen (rasio HC/AC) akan meningkat pada pertumbuhan janin terhambat tipe II; sedangkan pada pertumbuhan janin terhambat tipe I, rasio HC/ACnya normal. 2
Makin berat derajat pertumbuhan janin terhambat tipe II, rasio HC/AC akan makin besar meskipun pada pertumbuhan janin terhambat tipe II yang terjadi pada kehamilan yang lebih muda, rasio HC/AC-nya normal. 2
d. Pemeriksaan Doppler Ditujukan untuk menilai perubahan resistensi vaskuler melalui pengukuran kecepatan arus darah dengan gelombang ultrasonik. Pertumbuhan janin terhambat tipe II yang terutama akibat insufisiensi plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara ultrasonik Doppler. Didapatkan peningkatan resistensi perifer kapiler- kapiler dalam rahim (terutama pada hipertensi dalam kehamilan ditandai dengan penurunan tekanan diastolik sehingga akan terjadi peninggian rasio 20
sistolik/diastolik), indeks pulsatilitas dan indeks resistensi. Akhir-akhir ini ultrasonik Doppler dianggap sebagai metode yang dapat paling dini mendiagnosis gangguan pertumbuhan sebelum terlihat tanda-tanda lain. Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru akan terdeteksi oleh kardiotokografi 1 minggu kemudian, hilangnya gelombang diastolik (lost of end diastolic velocity waveform) akan diikuti oleh kelainan kardiotokogram 3-4 hari kemudian. Gelombang diastolik terbalik (reversed diastolic flow) akan disertai dengan peningkatan kematian perinatal dalam waktu 48-72 jam. Dengan demikian, pemeriksaan ultrasonik Doppler bisa mengetahui kemungkinan etiologi, derajat penyakit dan prognosis janin dengan pertumbuhan terhambat. 2,8
Identifikasi bentuk gelombang abnormal di arteri umbilikalis perlu dicurigai sebagai tanda adanya retardasi pertumbuhan janin. Kelainan bentuk gelombang tersebut adalah jika tidak ditemukan aliran diastolik akhir pada gelombang aliran arteri umbilikalis. Kelainan bentuk gelombang aorta janin yang abnormal dan berkurangnya aliran darah aorta juga dapat merupakan tanda yang perlu dicurigai. Peningkatan pulsatilitas arteri umbilikalis dan penurunan pulsatilitas arteri karotis yang terjadi bersamaan juga dapat terjadi pada retardasi pertumbuhan janin. 2,8
Pada keadaan resistensi vaskuler yang meningkat, maka kecepatan arus darah selama sistolik akan meningkat, sedangkan kecepatan arus darah selama diastolik akan berkurang. Makin besar peningkatan resistensi vaskuler, kecepatan arus darah diastolik akan makin berkurang. Perubahan-perubahan ini digunakan sebagai cara penentuan resistensi vaskuler, misalnya dengan penghitungan rasio sistolik/diastolik (rasio S/D), indeks pulsatilitas, dan indeks resistensi. 2,8
Keadaan ini akan menyebabkan perubahan gambaran velosimetri arus darah di dalam arteri umbilikal yang berbanding lurus dengan derajat peningkatan resistensi mikrovaskuler plasenta. Penilaian velosimetri darah arteri umbilikal berguna untuk mengenali pertumbuhan janin terhambat akibat insufisiensi plasenta dan juga untuk menentukan beratnya penyakit. Pada pertumbuhan janin terhambat, biasanya janin mengalami asfiksi kronik dan terjadi redistribusi aliran darah. Pemeriksaan velosimetri pembuluh darah janin tertentu (arteri karotis, aorta 21
abdominalis) dapat menentukan adanya risiko asfiksi, dan derajat beratnya asfiksi janin pada pertumbuhan janin terhambat yang disebabkan insufisiensi plasenta. Selain itu pemeriksaan ini juga dapat membedakan pertumbuhan janin terhambat akibat insufisiensi plasenta dari pertumbuhan janin terhambat akibat kelainan kongenital. 2,8
Terdapat bukti kuat bahwa velosimetri Doppler umbilikal berhubungan dengan hasil perinatal pada kelompok risiko tinggi. Lebih jauh lagi pengetahuan akan data Doppler berhubungan dengan penurunan angka kematian perinatal, yang juga menurunkan frekuensi intervensi medis seperti pengawasan antenatal, induksi persalinan, dan SC karena gawat janin. Velosimetri doppler arteri umbilikal terutama untuk pemeriksaan fungsi plasenta. Gabungan data doppler kedua velosimetri umbilikal dan velosimetri serebral memberikan informasi tambahan pada janin dengan abnormalitas plasenta. 2,8 IX.3.2.2 Tanda-Tanda Lunak Merupakan tanda-tanda pada janin dengan pertumbuhan terhambat yang kurang objektif dan belum jelas hubungannya dengan etiologi, derajat dan prognosis janin.
Tanda-tanda tersebut antara lain: 2
a. Penilaian maturasi plasenta Walaupun derajat maturasi plasenta meningkat sesuai dengan pertumbuhan umur kehamilan (Grannum dkk, 1979), akan tetapi tidak berhubungan dengan berat badan anak. Kazzi dkk (1983) melaporkan bahwa plasenta derajat III pada janin preterm atau kecil menurut usia gestasional, yang didefinisikan melalui diameter biparietal 87 mm, memiliki kaitan tinggi dengan retardasi pertumbuhan janin. Sampai saat ini keadaan tersebut belum dikonfirmasikan pada kehamilan tunggal, namun proses penuaan plasenta yang makin cepat pernah dilaporkan jika kehamilan kembar tersebut dibandingkan dengan kehamilan tungal (Trudinaer dan Cook, 1985). 2
b. Penilaian ketebalan lemak subkutan Bayi normal akan memperlihatkan penimbunan lemak subkutan yang cukup tebal, terutama di daerah pipi, perut dan tengkuk (Dragon sign). 1
c. Penilaian ketebalan lemak dan otot janin 22
Keadaan dan status gizi janin dihubungkan dengan besarnya lingkaran pertengahan paha janin. 2
X. PENATALAKSANAAN Sekitar 70% kematian akibat pertumbuhan janin terhambat dapat dicegah jika kelainan tersebut dapat dikenali sebelum kehamilan 34 minggu. Cara-cara pemeriksaan klinis untuk mendeteksi pertumbuhan janin terhambat seperti pengukuran tinggi fundus, prakiraan berat janin dsb. hasilnya sering kurang akurat, terutama pada penderita gemuk, kelainan letak jantung dan pada kehamilan dengan oligo atau polihidramnion. Ultrasonografi (USG) saat ini dipandang sebagai suatu metode pemeriksaan yang paling akurat untuk mendeteksi pertumbuhan janin terhambat. Pemeriksaan USG bermanfaat dalam menentukan jenis, progresivitas (derajat) dan prognosis pertumbuhan janin terhambat serta berguna dalam menentukan cara penanganan yang paling tepat. Dengan demikian USG sangat berperan di dalam upaya penurunan angka mortalitas dan morbiditas akibat pertumbuhan janin terhambat. 2 Pengobatan IUGR sebagian besar terbatas pada awal persalinan. Mengobati anemia, berhenti merokok, menghindari alkohol, dan detoksifikasi perlahan pada ketergantungan obat sangat membantu. Penggunaan aspirin atau minyak ikan dalam mengobati IUGR memiliki nilai yang kecil, jika ada. 13
Waktu persalinan tergantung pada hasil tes pemantauan janin dan usia kehamilan. Persalianan diindikasikan ketika ada pembacaan abnormal dari kardiotokografi atau skor rendah pada profil biofisik. Studi Doppler telah menunjukkan bahwa tidak ada atau kecepatan gelombang akhir diastolik terbalik pada arteri umbilikalis berhubungan dengan kematian dan morbiditas perinatal yang tinggi. Hipoksia dan asidosis janin telah ditemukan terkait dengan kehamilan yang rumit oleh hilangnya aliran diastolik akhir. Absen atau terbaliknya aliran arteri umbilikal diastolik akhir dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan jika neonatus pada usia kehamilan atau dengan berat lahir yang diperkirakan dapat ditangani oleh layanan neonatal lokal. Penelitian terbaru melaporkan bahwa 23
pertumbuhan janin terhambat yang mengalami asidosis selama kehidupan intrauterin atau antepartum menunjukkan abnormalitas jantung antepartum dan buruknya tingkat perkembangan neurologis pada usia 2 tahun. 13 Pertumbuhan janin terhambat dengan kelainan adanya janin berdasarkan studi Doppler pada aorta pars descendens memiliki tingkat kematian yang jauh lebih tinggi dari bayi enterokolitis dan perdarahan janin, yang mungkin mencerminkan perfusi organ yang tidak memadai mengikuti penyesuaian kembali peredaran darah janin untuk hipoksemia janin. Untuk tujuan ini, persalinan yang lebih awal telah disarankan jika ada bukti pintasan lain pada aliran darah ke otak janin, bahkan sebelum hasil kardiotokografi atau profil biofisik telah ditemukan abnormal. 13
X.1 Manajemen Prenatal Penatalaksanaan terutama berdasarkan kausanya : 2 - Bila sudah dicurigai PJT, rujuk ke pusat pelayanan kesehatan/ rumah sakit terdekat. - Pada kasus preterm dengan pertumbuhan janin terhambat dapat dilakukan pematangan paru-paru dan asupan nutrisi tinggi kalori yang mudah dicerna, banyak minum > 2000 ml/hari dan banyak istirahat (tidur miring). 2 Hiperoksigenasi pada ibu telah dievaluasi dalam beberapa penelitian, tetapi hanya data terbatas membuktikan kemanjurannya. Dalam sebuah penelitian, oksigen nasal 2,5 L per menit diberikan kepada ibu pada 27 hingga 28 minggu kehamilan meningkatkan perbaikan gas darah neonatal tetapi mengakibatkan peningkatan insiden hipoglikemia dan trombositopenia pada bayi. Laporan menunjukkan bahwa oksigen tambahan mungkin memiliki peran dalam jangka pendek sepanjang kehamilan, sedangkan steroid dapat diberikan untuk mempercepat kematangan paru janin. 4,7 Dosis rendah aspirin (150 mg per hari) sebagai pengobatan untuk PJT telah dipelajari selama beberapa tahun terakhir. Satu studi menemukan bahwa ketika aspirin diberikan kepada ibu hamil pada trimester ketiga yang memiliki indeks Doppler yang tidak normal, berat janin dan parameter lingkar kepala memiliki peningkatan. Dalam percobaan kedua, aspirin, diberikan dalam dosis 150 mg per 24
hari dengan dipyridamole dalam dosis dari 225 mg per hari dan diberikan pada 15 sampai 18 minggu kehamilan untuk pasien yang berisiko tinggi, mengakibatkan rendahnya kejadian bayi lahir mati dan PJT. Berat lahir yang meningkat dan tidak ada efek samping aspirin pada ibu atau janin yang terjadi. Tampaknya bijaksana untuk mempertimbangkan terapi dosis rendah aspirin pada pasien tertentu dengan faktor risiko untuk PJT. 4,11
X.2 Manajemen Persalinan Sekitar satu setengah dari bayi dengan PJT memiliki asfiksia intrapartum dan skor Apgar yang rendah dibandingkan subyek kontrol. Sebuah insiden yang lebih tinggi terdapat pada aspirasi mekonium telah dilaporkan pada bayi-bayi tersebut. Oleh karena itu, pemantauan terus menerus dari denyut jantung janin selama persalinan dianjurkan pada kasus PJT.
Persalinan dilakukan ditempat mana yang ada sumber daya manusia dan fasilitas resusitasi yang berpengalaman, sedangkan cara persalinan belum cukup data yang mendukung seksio sesaria efektif pada semua KMK (RCOG,guideline no 31.2002).
Di empat senter fetomaternal di Indonesia 66,2% janin KMK lahir pervagnam,sisanya secara seksio sesaria.Di RS Dr.Soetomo Surabaya persalinan pervaginam 66%,seksio sesaria 34%.
Resusitasi neonatal dan perawatan berikutnya dari pertumbuhan bayi yang terhambat harus mengikuti cara yang sama yang digunakan dengan bayi baru lahir lainnya. Masalah yang harus diperhatikan pada bayi dengan IUGR adalah hipoglikemia, hipokalsemia, polisitemia sekunder terhadap hipoksia intrauterin dan hipotermia karena lemak badan menurun. 4,5
X.3 Terminasi kehamilan Dilakukan terminasi kehamilan bila: Rasio FL/AC biometri 26, janin termasuk PJT berat Doppler velocimetry atau vena umbilikalis (PI1,8) yang disertai AED/REDF AFI4 BPS memburuk 25
KTG deselerasi lambat Tambahn: Doppler a.uterina.MCA,DV Berikut terminasi kehamilan mutlak bila: a,b,c terpenuhi B. Umur kehamilan Umur kehamilan 37 minggu: terminasi kehamilan dengan seksio sesaria atau pervaginam bila bishop score 5 Umur kehamilan 32-36 minggu: konservatif selama 10 hari dapat berlangsung lebih dai 50% kasus PJT terutama eklamsia Umur kehamilan <32 minggu: perawatan konservatif tidak menjanjikan, sebagaian besar kasus berakhir dengan terminasi. X.4 Penyulit : Penyulit yang dialami sangat bergantung pada keadaan janin, yaitu : 2 - PJT simetrik : akibat kelainan genetik - PJT asimetrik : hipoksi akibat insufisiensi plasenta, infeksi, dll - Kematian janin dalam kandungan/ di luar kandungan serta cacat bawaan
XI. PROGNOSIS Prognosis bayi PJT dengan fungsi neurologis yang lengkap atau tidak ada kelainan, lebih baik jika penyebabnya karena kekurangan substrat, pemilihan waktu persalinan yang tepat, oksigenasi janin intrapartum tetap terjaga, dan menerima penanganan neonatal yang terampil. 7
XII. KOMPLIKASI Banyaknya penyebab dari PJT, membuat penanganan yang bermacam- macam dan berkaitan dengan etiologi spesifik dari kegagalan pertumbuhan. Terlepas dari aneuploidi, malformasi kongenital, dan infeksi janin, sebagian dari janin akan berada pada keadaan kekurangan oksigen kronik ringan sampai sedang dan kekurangan nutrisi, yang akan menyebabkan hipoksia antepartum atau intrapartum/ neonatal dan ensefalopati iskemik neonatal, aspirasi mekonium, polisitemia, hipoglikemia, dan abnormalitas metabolik lainnya. Konsekuensinya, terutama untuk mengoptimalisasi waktu persalinan, mencegah perburukan 26
hipoksia selama bersalin, dan menyediakan keterampilan penanganan neonatal yang segera. 5,7 Bayi PJT mempunyai risiko tinggi untuk kecatatan dan kematian neonatal, biasanya kelahiran sangat preterm. Pada komplikasi jangka panjang, studi menunjukkan jangkauan yang luas dari IQ, mulai dari normal, sedikit menurun, sampai dengan peningkatan risiko cerebral palsi. 7
Antepartum Intrapartum Neonatal Pediatri - Lahir mati - Prematuritas iatrogenik - Strok perinatal - Abruption - Status janin abnormal (djj rendah) - Asfiksia - Seksio sesarea darurat - Membutuhkan resusitasi aktif neonatal - Strok perinatal - Hipotermia - Hipoglikemia - Hipokalsemia - Polisitemia - Sepsis - Koagulopati -Disfungsi hepatoseluler - ARDS, enterokolitis nekrosis - Hipoksik-iskemik ensefalopati - Tubuh pendek - Cerebral palsy - Tumbuh kembang terlambat - Kelainan perilaku dan emosi - Rendahnya skor IQ - Penyakit paru kronik - Penyakit kardivaskular - hipertensi Tabel 11. Komplikasi Perinatal dan Pediatri PJT
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Mandruzzato G. 2008. Intrauterine growth restriction (IUGR): Guidelines for definition, recognition and management. Italy. Instituto per Infanzia Burlo Garofolo. p:7-8 2. Rompas J. 2008. Pertumbuhan janin terhambat. Manado. SMF Obgin Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. h:23-6 3. Kelompok kerja penyusunan panduan pengelolaan kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat (PJT) Indonesia. Himpunan Fetomaternal POGI. 2006. edisi pertama.Bali h:1-24 4. Vandenbosche R, Kirchner J. 1998. Intrauterine growth retardation. USA. American Family Physician. p:1-8 5. Sheridan C. 2005. Intrauterine growth restriction: Diagnosis and management. Melbourne. Australian Family Physician. p:717-22 6. Harkness U, Mari G. 2004. Diagnosis and management of intrauterine growth restriction. USA. University of Cincinnati. p:743-50 7. Resnik R. 2002. Intrauterine growth restriction. USA. Elsevier Science Inc. p:490-5 8. Chander L, Sonal G. 2010. Colour Doppler in IUGR-Where are we and where do we go?. Mumbai. Jaslok hospital and research centre. p:301-9 9. Scifres C, Nelson M. 2009. Intrauterine growth restriction, human placental development and trophoblast cell death. USA. Washington University School of Medicine. p:3453-7 10. Muhammad T, et al. 2010. Maternal factors associated with intrauterine growth restriction. Pakistan. J Ayub Med Coll Abbottabad. p:64-8 11. Lausman A. 2011. Screening, diagnosis, and management of intrauterine growth restriction. Toronto. J Obstet Gynaecol Can. p:17-28 12. Olsen IE, et al. 2010. New Intrauretine Growth Curves Based on United States Data. USA. American Academics of Pediatrics. p:e216 13. Leung KY, Liu JYS. 1998. Modern management of intrauterine growth retardation. Hong Kong. HKMJ. p:42-5