Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai pembawa pesan dan dibawa oleh aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan pesan tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar- kelenjar lain dalam saluran gastrointestin. System endokrin merupakan bagian dari system pengatur tubuh, pengaturan berbagai fungsi metabolism tubuh. Gangguan system endokrin Sistem endokrin, seperti sistem syaraf, memungkinkan bagian-bagian yang terletak jauh didalam tubuh untuk saling berkomunikasi. Terdapat tiga komponen dalam system endokrin : kelenjar endokrin yang mengeluarkan zat-zat antara kimiawi ke dalam aliran darah; zat antara kimiawi itu sendiri yang disebut hormone; dan sel atau organ sasaran yang berespon terhadap hormone tersebut.
2. Konsep dasar a. Kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin adalah organ yang membuat, menyimpan dan mengeluarkan hormone ke dalam aliran darah. Terdapat banyak kelenjar endokrin didalam tubuh, mencakup: kelenjar hipofisis (pituitary), Tiroid, Paratiroid, Adrenal, Pulau-pulau langerhans pancreas, Ovarium dan testes b. Kelenjar eksokrin (kelenjar keringat)
3. Kelenjar Endokrin antara lain : a. Hipotalamus Adalah sebuah organ neuroendokrn kecil yang terletak dibagian otak depan yang disebut diensefalon. Hipotalamus adalah organ yang berkaitan dengan homeostatis, mempertahankan lingkungan internal tubuh tetap konstan. Kelenjar ini menerima informasi dari susunan saraf pusat dan perifer mengenai suhu tubuh, nyeri, rasa nikmat, makanan, rasa lapar, dan status metabolik. b. Hipofisis anterior Disebut juga adenohipofisis, terdiri dari jaringan non saraf. Kelenjar ini secara otomatis terpisah dari hipotalamus, tetapi secara fungsional berhubungan dengannya melalui suplai darahnya. c. Hipofisis posterior Disebut juga neurohipofisis, adalah jaringan saraf sejati yang secara embriologis berasal dari hipotalamus. Terdapat tiga bagian: eminensia mediana, akar infundibulus, prosesus infundibulus.
PENUAAN PADA SISTEM ENDOKRIN (DIABETES MELITUS PADA LANSIA) 1. DEFINISI Diabetes melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner and Suddarth) Diabetes melitus (DM) merupakan suatu gangguan metabolic yang melibatkan berbagai system fisiologis, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa (Stanley & Beare) Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Mansjoer, dkk)
2. ETIOLOGI a. Diabetes Tipe I atau IDDM (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes Tipe I disebut dengan DM tergantung insulin, dimana terjadi bila seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endogen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe DM ini terutama dialami oleh orang yang lebih muda. b. Diabetes Tipe II atau NIDDM (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) Diabetes Tipe II disebut dengan DM tidak tergantung insulin, dimana bentuk penyakit ini paling sering pada lansia karena lebih dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan untuk memproduksi insulin.
NIDDM merupakan bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan, yaitu : a. Komplikasi kronis yang dialami dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan perkemihan dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh yang telah mengalami penurunan akibat penuaan. b. Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, suatu komplikasi diabetes yang dapat mengancam jiwa, meliputi hiperglikemia, peningkatan osmolalitas serum, dan dehidrasi yang terjadi lebih sering diantara lansia.
3. MANIFESTASI KLINIK Banyak tanda dan gejala awal NIDDM yang mungkin samar-samar dan tidak spesifik, sehingga lansia mungkin menganggapnya sebagai hal yang tidak penting dan mengabaikan untuk mencari perawatan. Adanya perubahan status kesehatan yang persisten harus diselidiki. Peningkatan berkemih (poliuria), rasa haus yang berlebihan (polidipsia), rasa lapar yang jelas (polifagia), lemas, berat badan turun, dan kerentanan terhadap infeksi (khususnya jamur) adalah indikator-indikator yang sering muncul dari penyakit ini pada semua usia dan mungkin terdapat dalam derajat yang bervariasi pada lansia. Penglihatan kabur, yang diakibatkan dari efek hiperglikemia pada lensa okular, mungkin tidak dapat dikenali sebagai gejala diabetes pada lansia.
4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Pemeriksaan penyaring yang dilakukan adalah : Pemeriksaan glukosa darah sewaktu/ gula darah random (GDS) yang diatas 200 mg/dl (SI: 11,1 mmol/l) pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan kriteria diagnostik penyakit diabetes. Pemeriksaan gula darah plasma pada waktu puasa/ gula darah nuchter (GDP) yang besarnya diatas 140 mg/dl (SI: 7,8 mmol/L. Jika kadar gula darah puasanya normal, penegakkan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi glukosa. Pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif yang dilakukan dengan pemberian larutan karbohidrat sederhana, yaitu dengan cara : 1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa 2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak 3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam 4. Periksa GDP 5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit 6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa 7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
WHO (1985) menganjurkan pemeriksaan standar seperti ini, tetapi kita hanya memakai pemeriksaan glukosa darah 2 jam saja.
5. KOMPLIKASI a. Akut Koma hipoglikemia Ketoasidosis Koma hiperosmolar nonketotik b. Kronik Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil ; retinopati diabetik, nefropati diabetik. Neuropati diabetik Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.. Kaki diabetik
PENATALAKSANAAN 1. Pencegahan Primer
Mempertahankan berat badan ideal adalah pertimbangan yang penting untuk semua lansia, tidak hanya untuk menghilangkan stress pada sendi dan meningkatkan mobilitas, tetapi juga untuk mengurangi risiko terjadinya diabetes. Masalah keuangan dapat membatasi kemampuan lansia untuk membeli makanan bergizi, karena dengan petunjuk konsumen yang sangat baik untuk membeli dan menyiapkan sejumlah kecil makanan yang tidak mahal telah tersedia dan terbukti sangat membantu. Pendidikan tentang kebutuhan diet mungkin diperlukan, karena dapat membantu lansia tentang kandungan makanan yang baik untuk dikonsumsi, misalnya kandungan rendah lemak dapat mencegah aterosklerosis serta meningkatkan aktivitas reseptor Latihan fisik juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes, seperti berjalan atau berenang.
2. Pencegahan Sekunder Penapisan Deteksi dan intervensi dini membantu membatasi efek serius dari NIDDM pada lansia, misalnya kadar gula darah puasa harus diperiksa secara rutin sebagai komponen dari penapisan dan tes toleransi glukosa oral pada umumnya dianggap lebih sensitif dan merupakan indikator yang dapat diandalkan. Nutrisi Mengajarkan kepada lansia tentang membaca label untuk menghindari asupan natrium dan lemak yang berlebihan, memasukkan sumber-sumber makanan yang direkomendasikan dalam asupan sehari-hari, memilih sumber-sumber makanan rendah kolesterol, dan memasukkan serat yang adekuat dalam diet mereka. Olahraga Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi serta dapat menurunkan berat badan. Pengobatan
1. Agens Oral Sulfonilurea adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Glucophage (metformin hidroklorid) adalah obat antihiperglikemia yang tidak menurunkan kadar glukosa darah, tetapi meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer dan usus. Glucophage harus dimakan bersama makanan dan dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan ginjal. 2. Insulin Tujuan terapi insulin adalah untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan. 3. Pencegahan Tersier Untuk meningkatkan rehabilitasi yang tepat dan kembali lagi pada gaya hidup normal untuk lansia yaitu stimulasi sensoris dalam bentuk rangsangan verbal, auditori, dan taktil yang sesuai tidak hanya membantu interaksi dengan orang lain, tetapi juga meningkatkan penampilan aktivitas kehidupan sehari-hari. Beri dorongan kepada lansia untuk mempertahankan atau memiliki tanggung jawab terhadap aspek perawatan sebanyak mungkin yang memberikan tanda bagi klien bahwa eksistensi yang berarti mungkin dicapai, bahkan ketika penyakit kronis. . Perawatan kaki, mata, dan kulit yang merupakan komponen penting dari rencana perawatan yag berkelanjutan.
TUGAS 2 :
METABOLISME KARBOHIDRAT : Pada proses pencernaan makanan,karbohidrat mengalami proses hidrolisis(penguraian dengan menggunakan molekul air).Proses pencernaan karbohidrat terjadi dengan menguraikan polisakarida menjadi monosakarida. Ketika makanan dikunyah,makanan akan bercampur dengan air liur yang mengandung enzim ptialin (suatu amilase yang disekresikan oleh kelenjar parotis di dalam mulut).Enzim ini menghidrolisis pati(salah satu polisakarida) menjadi maltosa dan gugus glukosa kecil yang terdiri dari tiga sampai sembilan molekul glukosa.makanan berada di mulut hanya dalam waktu yang singkat dan mungkin tidak lebih dari 3-5% dari pati yang telah dihidrolisis pada saat makanan ditelan. Sekalipun makanan tidak berada cukup lama dalam mulut untuk dipecah oleh ptialin menjadi maltosa,tetapi kerja ptialin dapat berlangsung terus menerus selama satu jam setalah makanan memasuki lambung,yaitu sampai isi lambung bercampur dengan zat yang disekresikan oleh lambung.Selanjutnya aktivitas ptialin dari air liur dihambat oelh zat asam yang disekresikan oleh lambung.Hal ini dikarenakan ptialin merupakan enzim amilase yang tidak aktif saat PH medium turun di bawah 4,0. Setelah makan dikosongkan dari lambung dan masuk ke duodenum (usus dua belas jari),makanan kemudian bercampur dengan getah pankreas.Pati yang belum di pecah akan dicerna oleh amilase yang diperoleh dari sekresi pankreas.Sekresi pankreas ini mengandung amilase yang fungsinya sama dengan -amilase pada air liur,yaitu memcah pati menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya.Namun,pati pada umumnya hampir sepenuhnya di ubah menjadi maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya sebelum melewati lambung
Hasil akhir dari proses pencernaan adalah glukosa,fruktosa,glaktosa,manosa dan monosakarida lainnya.Senyawa-senyawa tersebut kemudian diabsorpsi melalui dinding usus dan dibawa ke hati oleh darah. Glukosa sebagai salah satu hasil dari pemecahan pati akan mengalami daur proses di dalam hati,yaitu: Pertama,Glukosa akan beredar bersama aliran darah untuk memenuhi kebutuhan energi sel-sel tubuh Kedua,jika di dalam hati terdapat kelebihan glukosa (gula darah),glukosa akan di ubah menjadi glikogen(gula otot) dengan bantuan hormon insulin dan secara otomatis akan menjaga keseimbangan gula darah.Glikogen di simpan di dalam hati,jika sewaktu-waktu dibutuhkan,glikogen di ubah kembali menjadi glukosa dengan bantuan hormon adrenaline.
TUGAS 3
LAWAN INSULIN : Glukagon adalah antagonis dari insulin: yang disekresi pada saat kadar gula darah dalam darah rendah. Pada prinsipnya menaikkan kadar gula di dalam darah. Glucagon mempunyai efek yang berlawanan dengan insulin, yakni: 1. Lipolisis; penguraian lemak. Ini terjadi di jaringan lemak 2. Proteolisis; penguraian protein. Ini terjadi di otot 3. Gluconeogenesis dan Glykogenolisis; membuat glukosa. Ini terjadi di hati 4. NaCl-, Kalsium-, dan Magnesiumresorption. Ini terjadi di bagian yang naik dan gemuk dari Henle tubulus yakni ginjal.
TUGAS 4 :
Siklus Menstruasi
A. Pengertian Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut pada akhirnya akan membentuk siklus menstruasi. Bila siklus haid teratur (28 hari) : Hari pertama dalam siklus haid dihitung sebagai hari ke-1. Masa subur adalah hari ke-12 hingga hari ke- 16 dalam siklus haid.
B. Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi :
1. FSH-RH (follicle stimulating hormone - releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH
2. LH-RH (luteinizing hormone- releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH
3. PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin
C. Pada tiap siklus dikenal 3 masa utama yaitu:
1. Masa menstruasi Berlangsung selama 2-8 hari. Pada saat itu endometrium (selaput rahim) dilepaskan sehingga timbul perdarahan dan hormon-hormon ovarium berada dalam kadar paling rendah
2. Masa proliferasi Dimulai dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke- 12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi)
3. Masa sekresi. Masa sekresi adalah masa sesudah terjadinya ovulasi. Hormon progesteron dikeluarkan dan mempengaruhi pertumbuhan endometrium untuk membuat kondisi rahim siap untuk implantasi (perlekatan janin ke rahim)
D. Mekanisme Siklus Menstruasi Pada setiap siklus haid FSH dikeluarkan oleh Lobus anterior hipofisis yang menyebabkab beberapa folikel primer berkembang dalam ovarium. Folikel primer berkembang menjadi folikel de Graaf yang membuat esterogen, Esterogen menekan FSH, sehingga lobus anterior hipofisis mengeluarkan hormon gonadotropin yang kedua yaitu LH (luteinizing hormone) Produksi FSH dan LH dipengaruhi RH (relasing hormones) yang disalurkan dari hipotalamus ke hipofisis Dibawah pengruh RH folikel de graff semakin lama semakin matang dan makin banyak mengeluarkan likuor folikuli yang mengandung esterogen. Esterogen mempunyai pengaruh terhadap endometrium menyebabkan endometrium tumbuh (menebal) yang disebut masa proliferasi Dibawah pengaruh LH folikel de graff menjadi lebih matang, mendekati permukaan ovarium, dan kemudian terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi, terbentuklah korpus rubrum(berwarna merah) yang akan menjadi korpus luteum (berwarna kuning). Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron. Hormon progesteron mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang telah berproliferasi menyebabkan kelenjar-kelenjarnya berlekuk-lekuk dan bersekresi (masa sekresi) Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi yang menyebabkan kadar esterogen dan progesteron menurun, sehingga terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik, yang disebut masa mestruasi. Bilamana ada pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum dipertahankan dan berkembang menjadi korpus luteum graviditatis
TUGAS 5
Pengecekan Diabetes Mellitus Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang mengalami keluhan klasik DM berupa: poliuria (banyak berkemih) polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum) polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus) penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya Jika keluhan di atas dialami oleh seseorang, untuk memperkuat diagnosis dapat diperiksa keluhan tambahan DM berupa: lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal penglihatan kabur penyembuhan luka yang buruk disfungsi ereksi pada pasien pria gatal pada kelamin pasien wanita Diagnosis DM tidak boleh didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin saja. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dari pembuluh darah vena. Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer. Seseorang didiagnosis menderita DM jika ia mengalami satu atau lebih kriteria di bawah ini: Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL Mengalami gejala klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL Kadar gula plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) 200 mg/dL Pemeriksaan HbA1C 6.5% Keterangan: Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir pasien. Puasa artinya pasien tidak mendapat kalori tambahan minimal selama 8 jam. TTGO adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa khusus untuk diminum. Sebelum meminum larutan tersebut akan dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 1 jam dan 2 jam setelah meminum larutan tersebut. Pemeriksaan ini sudah jarang dipraktekkan. Jika kadar glukosa darah seseorang lebih tinggi dari nilai normal tetapi tidak masuk ke dalam kriteria DM, maka dia termasuk dalam kategori prediabetes. Yang termasuk ke dalamnya adalah Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT), yang ditegakkan bila hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL dan kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO < 140 mg/dL Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), yang ditegakkan bila kadar glukosa plasma 2 jam setelah meminum larutan glukosa TTGO antara 140 199 mg/dL Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM: Bukan DM Belum Pasti DM DM Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dL) Plasma vena <100 100-199 200 Darah kapiler <90 90-199 200 Kadar glukosa darah puasa (mg/dL) Plasma vena <100 100-125 126 Darah kapiler <90 90-99 100 Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun 2011
TUGAS 6
KOMPLIKASI MAKROVASKULAR Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki. Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit- penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama,antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderitadiabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harusdengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badanideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.
KOMPLIKASI MIKROVASKULAR Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil, diantaranya: Retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak dan glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup lama. Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada penderita DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar. Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi- komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisihiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetaplama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes.Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%.