Anda di halaman 1dari 31

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata di
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih, mengenai Glaukoma.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala - kendala yang penulis hadapi dapat
teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada Dr. Daisy Akbar Darisan, SpM sebagai dokter pembimbing dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Mata ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi saya dan para pembaca pada umumnya. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
diharapkan dari para pembaca.


Jakarta, 14 Oktober 2013


Calvindra Leenesa
(030.08.064)



2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.1
DAFTAR ISI2
BAB I PENDAHULUAN3
1.1.DEFINISI...3
1.2.EPIDEMIOLOGI...3
1.3.FAKTOR RESIKO4
BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI....5
2.1. ANATOMI SUDUT BILIK MATA DEPAN...5
2.2. FISIOLOGI AQUEOUS HUMOR...6
BAB III KLASIFIKASI GLAUKOMA..8
3.1. GLAKUOMA PRIMER...9
3.1.1. GLAUKOMA SUDUT TERBUKA..9
3.1.2. GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP..19
3.2. GLAUKOMA SEKUNDER...24
3.3. GLAUKOMA KONGENITAL..27
3.4. GLAUKOMA ABSOLUT..28
BAB IV KESIMPULAN...29
DAFTAR PUSTAKA30


3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. DEFINISI
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan
kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma.
(1)
Glaukoma merupakan suatu neuropati
optik kronik didapat yang ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan
lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan intraokuler. Pada glaukoma akan
terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan
anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik yang dapat berakhir
dengan kebutaan.
(2)
Penyakit ini disebabkan oleh bertambahnya produksi aqueous humor (cairan
mata) oleh badan siliar atau berkurangnya ekskresi aqueous humor (cairan mata) di daerah sudut
bilik mata atau di celah pupil.
(2)

1.2. EPIDEMIOLOGI
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak.
Diperkirakan 66 juta penduduk dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan
penglihatan karena glaukoma. Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi
pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Terjadi pada 1 dari 1000 orang yang
berusia di atas 40 tahun dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Perbandingan
wanita dan pria pada penyakit ini adalah 4:1. sering terjadi pada kedua mata.
Di Indonesia glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga yaitu 0,16% dari
penduduk Indonesia. Biasanya dari mereka yang menderita glaukoma pada awalnya tidak
banyak mengetahui bahwa mereka menderita glaukoma. Beberapa dari mereka akan
mengalami kebutaan pada usia 40,50,60 tahun. Setelah mereka buta akibat glaukoma,
penglihatan dan funfsi penglihatannya tidak dapat diperbaiki lagi.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia didapatkan bahwa glaukoma merupakan
4

penyebab kebutaan nomer 2 sesudah katarak (prevalensi 0,16%). Katarak 1,02%,
Glaukoma 0,16%, Refraksi 0,11% dan Retina 0,09%.
(2)

Kebutaan akibat glaukoma bersifat irreversibel/menetap tidak seperti kebutaan karena
katarak yang dapat diatasi setelah dilakukan operasi pengambilan lensa katarak. Jadi usaha
pencegahan kebutaan pada glaukoma bersifat prevensi/pencegahan kebutaan dengan jalan
menemukan dan mengobati/ menangani penderita sedini mungkin. Sayangnya tidak mudah
untuk menemukan glaukoma dalam stadium awal karena sebagian besar kasus glaukoma
awal tidak memberikan gejala yang berarti bahkan asimptomatik, kalaupun ada gejala
biasanya hanya berupa rasa tidak enak di mata, pegal-pegal di mata atau sakit kepala separuh
yang ringan. Gejala-gejala tersebut tidak menyebabkan penderita memeriksakan ke dokter
atau paramedis. Disamping ketidaktahuan penderita tentang penyakitnya maka peranan
tenaga medis dalam mendiagnosis glaukoma awal juga perlu mendapat perhatian, sehingga
dapat menemukan glaukoma dalam stadium dini.

1.3. FAKTOR RESIKO
Glaukoma bisa menyerang siapa saja. Deteksi dan perawatan dini glaukoma adalah satu-
satunya jalan untuk menghindari hilangnya penglihatan. Beberapa faktor resiko terjadinya
glaukoma sudut terbuka adalah :
(3,10,12)

Umur lebih dari 40 tahun
Faktor genetik, riwayat glaukoma dalam keluarga
Peningkatan tekanan intraokuler
Ras tertentu seperti Amerika-Afrika
Riwayat trauma okuler
Penggunaan kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen
Kelainan refraksi berupa miopi dan hipermetropi
Penyakit diabetes dan penyakit sistemik lainnya
Penyakit distiroid
Riwayat hipertensi sistemik


5

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. ANATOMI SUDUT BILIK MATA DEPAN
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris.
Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak di atas
kanal Schlemm), dan taji sklera (sclera spur).
(4)

Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Struktur ini merupakan tepi
membrane Descment dan terdiri dari suatu jaringan atau pinggiran yang sempit dimana bagian
dalam kornea bertemu dengan sklera, dengan jari-jari kelengkungan yang berbeda. Dapat terlihat
seperti sebuah garis atau pembukitan berwarna putih dan berbatasan dengan bagian anterior
anyaman trabekula.
(5,6,7)

Anyaman trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang
mengarah ke korpus siliar. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan kolagen
dan elastik yang membentuk suatu filter dengan pori-pori yang semakin mengecil ketika
mendekati kanal Schlemm. Bagian dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik mata depan
dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar yang berada dekat kanal Schlemm disebut anyaman
korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula
tersebut.
(5,6)

6


Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara korpus siliar dan kanal
Sclemm, tempat iris dan kanal Schlemm menempel. Kanal Sclemm merupakan kapiler yang
mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapis sel, diameter nya 0,5 mm. Pada dinding
sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara
trabekula dan kanal Schlemm. Dari kanal Sclemm, keluar saluran kolektor 20-30 buah yang
menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan
siliar.
(5,6,7)
2.2. FISIOLOGI AQUEOUS HUMOR
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor akueous adalah suatu cairan jernih yang mengisi
camera oculi anterior dan camera oculi posterior, selain itu juga berfungsi sebagai pembawa zat
makanan dan oksigen untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan
kornea, disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada
kedua organ tersebut. Volumenya adalah sekitar 250 L, dan kecepatan pembentukannya
memiliki variasi diurnal adalah 2,5 L/menit. Tekanan osmotiknya lebih tinggi dibandingkan
plasma. Komposisi humor akueous serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi serta protein, urea dan glukosa yang
lebih rendah.
(5,7)
7


Cairan bilik mata (aqueous humor) dibentuk oleh epitel tak berpigmen korpus siliar,
masuk ke dalam bilik mata belakang (camera oculi posterior) kemudian melaui pupil masuk ke
bilik mata depan (camera oculi anterior), ke sudut camera oculi anterior melalui trabekula ke
kanal Sclemm, saluran kolektor, kemudian masuk ke dalam pleksus vena di jaringan sklera dan
episklera juga ke dalam vena siliaris anterior di corpus siliar. Saluran yang mengandung cairan
camera oculi anterior dapat dilihat di daerah limbus dan subkonjuntiva yang dinamakan aqueos
veins.
(5,7)
Terdapat 2 rute dalam pengeluaran humor akueous, yaitu melalui jaringan trabekular;
sekitar 90% aqueous humor dikeluarkan melalui jalur ini, dari sini aqueus akan disalurkan ke
kanal schlemm kemudian berakir di vena episklera, melalui jaringan uveoskleral;
mempertanggung jawaban 10% dari pengeluaran aqueous.




8

BAB III
KLASIFIKASI GLAUKOMA

Glaukoma dalah suatu kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra
okuler (TIO), yang menimbulkan kerusakan saraf optikus, sehingga terjadi kelainan lapangan
pandang dan gangguan visus yang berakhir pada kebutaan. TIO normal 10-22mmHg, variasi 1
hari 2-8mmHg, saat tertinggi pada pagi hari dan terendah pada sore hari. TIO ditentukan oleh
banyaknya produksi aqueous humor oleh corpus siliar dan hambatan-hambatan pada aqueous
tersebut di dalam bola mata.
Klasifikasi glaukoma menurut Vaughan :
1. Glaukoma primer
Glaukoma sudut terbuka (glaukoma simplek)
Glaukoma sudut tertutup
2. Glaukoma sekunder
Karena perubahan lensa
Kelainan uvea (uveitis anterior)
Karena trauma mata
Pemakaian kortikosteroid lokal dan lainnya
Rubeosis iridis, sering terdapat pada DM dan oklusi vena centralis retina
Akibat operasi, misalnya operasi katarak dengan prolaps retina
3. Glaukoma Kongenital
Primer atau infantile
9

Menyertai kelainan congenital lainnya, seperti aniridia, marfan sindrom, mikro
kornea/makro kornea.
4. Glaukoma absolute adalah fase akhir dari glaukoma tidak terkontrol (visus = 0, bola mata
keras dan sering sakit kepala).
3.1. GLAUKOMA PRIMER
3.1.1. Glaukoma Sudut Terbuka
Definisi
Glaukoma yang penyebabnya tidak diketahui yang ditandai dengan sudut bilik mata
terbuka. Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak adanya
gejala sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat
yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan.
Sewaktu pasien menyadari ada pengecilan lapangan pandang, biasanya telah terjadi pencekungan
glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita.
Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai dari tepi
lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan
sentral (fungsi makula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga
penderita tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision).
(6)

Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif pada 50%
penderita sehingga riwayat keluarga juga penting diketahui dalam menggali riwayat penyakit.
(8)

Patofisiologi
Peninggian TIO disebabkan karena terganggunya aliran aqueous humor. Hal ini terjadi
karena terdapat perubahan degenerasi pada jala trabekula, kanal Schlemm, dan pembuluh darah
kolektif yang berfungsi mengalirkan cairan aqueous. Beberapa ahli juga berpendapat terdapat
suatu gangguan degenerasi primer dari nervus optikus yang disebabkan insufisiensi vaskuler.
Pandangan ini didukung hasil observasi bahwa kadang-kadang kehilangan fungsi terus berlanjut
walaupun TIO telah normal dengan pemberian obat-obat anti glaukoma ataupun dengan operasi.
10


Jika TIO tetap tinggi, akan terjadi kerusakan-kerusakan hebat pada mata, yaitu:
Degenerasi nervus optikus berupa ekskavasi yang dikenal sebagai cupping
Degenerasi sel ganglion dan serabut saraf dari retina berupa penciutan lapangan pandang
(skotoma)
Atropi iris dan corpus siliar serta degenerasi hialin pada prosesus siliar
Gejala Klinis
Menahun. Mulainya gejala glaukoma simpleks ini agak lambat, kadang tidak disadari
penderita (silent disease). Mata tidak merah dan tidak ada keluhan lain. Pasien datang
biasanya jika sudah ada gangguan penglihatan, keadaan penyakitnya sudah berat.
Hampir selalu bilateral
Refleks pupil lambat, injeksi siliar tidak terlihat
TIO meninggi, COA mungkin normal, dan pada gonioskopi terdapat sudut yang terbuka
Lapangan pandang mengecil atau menghilang
Atropi nervus optikus dan terdapat cupping abnormal (C/D > 0,4)
Tes provokasi positif
Facility of outflow menurun. Pada gambaran patologi ditemukan proses degeneratif
pada jala trabekula, termasuk pengendapan bahan ekstrasel di dalam jala dan di bawah
lapisan endotel kanal Schlemm.
11

Diagnosis
Terdapat tiga faktor untuk diagnosis glaukoma;
TIO yang menigkat
Kelainan nervus optikus dimana C/D ratio > 0,4
Visual field loss
Dua dari faktor di atas harus ada. Jika hanya TIO yang meningkat disebut dengan hipertensi
okuler. Untuk diagnosis glaukoma simpleks, sudut KOA terbuka dan tampak normal.
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran Tekanan Intraokular
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia lanjut, rerata tekanan
intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah 24 mmHg. Tekanan bola mata untuk
satu mata tak selalu tetap, tetapi dapat dipengaruhi seperti pada saat bernapas mengalami
fluktuasi 1-2 mmHg dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun, malam hari naik
lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg.
(6)

Menurut Langley dan kawan-kawan, pada glaukoma primer sudut terbuka terdapat empat
tipe variasi diurnal yaitu 1) Flat type, TIO sama sepanjang hari; 2) Falling type, puncak TIO
terdapat pada waktu bangun tidur; 3) Rising type, puncak TIO didapat pada malam hari; 4)
Double variation; puncak TIO didapatkan pada jam 9 pagi dan malam hari. Menurut Downey,
jika pada sebuah mata didapatkan variasi diurnal melebihi 5 mmHg ataupun selalu terdapat
perbedaan TIO sebesar 4 mmHg atau lebih maka menunjukan kemungkinan suatu glaukoma
primer sudut terbuka, meskipun TIO normal.
(6,10)

Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena akan
memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa. Sebaliknya,
peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien mengedap glaukoma
sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya
diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan intraokular terus-
12

menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang normal (hipertensi okular),
pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma.
(10,12)

Ada empat macam tonometer yang dikenal yaitu tonometer schiotz, tonometer digital,
tonometer aplanasi dan tonometeri Mackay-Marg. Pengukuran tekanan intraokular yang paling
luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur
gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu.
(8,11)

Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur tekanan bola mata
dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera. Tonometer schiotz merupakan alat yang
paling praktis sederhana. Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu
dengan melihat daya tekan alat pada kornea, karna itu dinamakan juga tonometri indentasi
schiotz. Dengan tonometer ini dilakukan penekanan terhadap permukaan kornea menggunakan
sebuah beban tertentu. Makin rendah tekanan bola mata, makin mudah bola mata ditekan, yang
pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Tansformasi pembacaan skala tonometer
ke dalam tabel akan menunjukan tekanan bola mata dalam mmHg. Kelemahan alat ini adalah
mengabaikan faktor kekakuan sklera.
(8,10,11)

Tonometer digital adalah cara yang paling buruk dalam penilaian terhadap tekanan bola
mata oleh karena bersifat subjektif. Dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi
kelenturan bola mata (balotement) pada saat melakukan penekanan bergantian dengan kedua jari
tangan. Tekanan bola mata dengan cara digital dinyatakan dengan nilai N+1, N+2, N+3, dan
sebaliknya N-1 sampai seterusnya.
(11,13)

Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan serial tonometri.
Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal berkisar 6 mmHg dan pada pasien
glaukoma variasi dapat mencapai 30 mmHg.
(10)
Pemeriksaan Sudut Bilik Mata Depan
Merupakan suatu cara untuk menilai lebar dan sempitnya sudut bilik mata depan. Lebar
sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik bilik mata depan,
menggunakan sebuah senter atau dengan pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer
menggunakan slitlamp, yang umumnya digunakan yaitu teknik Van Herick. Dengan teknik ini,
13

berkas cahaya langsung diarahkan ke kornea perifer, menggunakan sinar biru untuk mencegah
penyinaran yang berlebihan dan terjadinya miosis. Pada teknik ini, kedalaman sudut bilik mata
depan (PAC) dibandingkan dengan ketebalan kornea (CT) pada limbus kornea temporal dengan
sinar sudut 60. Penilaiannnya dibagi dalam empat grade yaitu:
(15)

- Grade 4 : PAC > 1 CT
- Grade 3 : PAC > -1/2 CT
- Grade 2 : PAC = CT
- Grade 1 : PAC CT
PAC = CT sudut sempit (kedalaman sudut 20)
Untuk menilai kedalaman sudut digunakan sistem Shaffer (1960) yaitu sebagai berikut:
Klasifikasi Tertutup Interprestasi
Grade 0 Tertutup
Grade slit Hanya terbuka
beberapa derajat
Kemungkinan beresiko tertutup
Grade I 10 Beresiko tertutup
Grade II 20 Observasi
Grade III 30 Tidak ada resiko sudut tertutup
Grade IV 40 atau lebih Tidak ada resiko sudut tertutup

14

Akan tetapi, sudut mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi yang
memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut.

Dengan gonioskopi juga dapat
dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, selain itu juga dapat dilihat
apakah terdapat perlekatan iris bagian perifer ke bagian depan.
(10,15)

Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris dapat terlihat,
sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman
trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Scwalbe tidak terlihat, sudut
dinyatakan tertutup.
(13)

Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang ukurannya
bervariasi bergantung pada jumlah relative serat yang menyusun saraf optikus terhadap ukuran
lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
(12)

Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan optik yang diikuti
oleh pencekungan superior dan inferior serta disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi
diskus optikus. Hasil akhir proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut sebagai
cekungan bean pot, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya.
(2,11,13)

Rasio cekungan diskus adalah cara yang digunakan untuk mencatat ukuran diskus optikus
pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan terhadap
garis tengah diskus misalnya cawan kecil rasionya 0,1 dan cawan besar 0,9. Apabila terdapat
kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan diskus lebih
dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata diindikasikan adanya atrofi
gluakomatosa.
(13)

Pemeriksaan Lapangan Pandang
Lapangan pandang adalah bagian ruangan yang terlihat oleh suatu mata dalam sikap diam
memandang lurus ke depan. Lapangan pandang normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat
atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat bawah.
(11)

15

Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah automated
perimeter (misal Humphrey, Octopus, atau Henson), perimeter Goldmann, Friedmann field
analyzer, dan layar tangent.
(2,11,13)

Perimeter berupa alat berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada pusat
parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Objek digeser perlahan-lahan dari tepi ke
arah titik tengah kemudian dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat benda mulai
terlihat.
(11,12)

Penurunan lapangan akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena gangguan ini terjadi
akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit saraf optikus.
Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang
bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau absolut
yang terletak pada 30 derajat sentral.. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman penglihatan
sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di tiap-tiap mata. Pada
glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20 tetapi secara legal buta.

(6,12)

Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada suatu keadaan yang meragukan. Pada glaukoma primer sudut
terbuka dapat dilakukan beberapa tes provakasi sebagai berikut :
(6)

Tes minum air
Penderita disuruh berpuasa, tanpa pengobatan selama 24 jam. Kemudian disuruh minum
satu liter air dalam lima menit. Lalu diukur tiap 15 menit selama 1,5 jam. Kenaikan tensi 8
mmHg atau lebih, dianggap mengidap glaukoma.
Pressure Congestion Test
Pasang tensimeter pada ketinggian 50-60 mmHg selama satu menit. Kemudian ukur tensi
intraokular nya. Kenaikan 9 mmHg atau lebih mencurigakan, sedang bila lebih 11 mmHg berarti
patologis.

16

Tes steroid
Pada mata pasien diteteskan larutan dexamethason 3-4 dd gt, selama dua minggu.
Kenaikan tensi intraokular 8 mmHg menunjukan glaukoma.
Penatalaksanaan
Non Bedah
Pengobatan non bedah menggunakan obat-obatan yang berfungsi menurunkan produksi
maupun sekresi dari humor akueous.
(9,10,11,12)

Obat-obatan topikal
Supresi pembentukan aqueous humor
Penghambat beta adrenergik adalah obat yang paling luas digunakan. Dapat digunakan
tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang tersedia antara lain Timolol maleat
0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25% dan 0,5% dan metipranol
0,3%.
Apraklonidin (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser)
adalah suatu agonis alfa adrenergik yang baru berfungsi menurunkan produksi humor akueous
tanpa efek pada aliran keluar. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang karena bersifat
takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya reaksi alergi.
Epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa.
Dorzolamid hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga kali sehari
adalah penghambat anhidrase topical yang terutama efektif bila diberikan sebagai tambahan,
walaupun tidak seefektif penghambat anhidrase karbonat sistemik. Dorzolamide juga tersedia
berasama timolol dalam larutan yang sama.
Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
Analog prostaglandin berupa larutan bimastoprost 0,003%, latanoprost 0,005% dan
travoprost 0,004% masing-masing sekali setiap malam dan larutan unoprostone 0,15% dua kali
sehari yang berfungsi untuk meningkatkan aliran keluar humor akueous melaului uveosklera.
17

Semua analaog prostaglandin dapat menimbulkan hyperemia konjungtiva, hiperpigmentasi kulit
periorbita, pertumbuhan bola mata dan penggelapan iris yang permanen.
Obat parasimpatomimetik seperti pilocarpin meningkatkan aliran keluar humor akueous
dengan bekerja pada anyaman trabekular melalui kontraksi otot siliaris. Obat ini diberikan
dalam bentuk larutan 0,5-6% yang diteteskan hingga empat kali sehari atau bentuk gel 4% yang
diberikan sebelum tidur. Obat-obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
penglihatan suram.
Obat-obatan sistemik
Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetozolamid digunakan apabila terapi topikal tidak
memberikan hasil memuaskan. Obat ini mampu menekan pembentukan humor akueous sebesar
40-60%. Asetazolamid dapat diberikan peroral dalam dosis 125-250 mg sampai empat kali sehari
atau sebagai Diamox sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, dapat diberikan secara intravena
(500 mg). Penghambat anhidrase karbonat menimbulkan efek samping sistemik mayor yang
membatasi keguanaannya untuk terapi jangka panjang.
Bedah dan Laser
Indikasi bedah pada pasien glaukoma sudut terbuka primer adalah yaitu terapi obat-
obatan tidak adekuat seperti reaksi alergi, penurunan penglihatan akibat penyempitan pupil,
nyeri, spasme siliaris dan ptosis. Penanganan bedah meliputi:
(10,12)

Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer. Jenis
tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu geniolensa ke
jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah aliran keluar aqueous humor karena efek luka
bakar tersebut. Teknik ini dapat menurunkan tekanan okular 6-8 mmHg selama dua tahun.
Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling sering digunakan untuk memintas saluran-
saluran drainase normal sehingga terbentuk akses langsung aqueous humor dari bilik mata depan
ke jaringan subkonjungtiva dan orbita.
18

Walaupun sulit untuk menentukan target tekanan intraokular, beberapa panduan
menyebutkan kontrol TIO sebagai berikut:
Pasien dengan kerusakan dini diskus optikus dan defek lapangan pandang atau di bawah
fiksasi sentral, TIO harus di bawah 18mmHg.
Pasien dengan kerusakan moderat diskus optikus (CDR > 0,8) terdapat skotoma arkuata
superior dan inferior defek lapanan pandang, harus dipertahankan TIO di bawah 15
mmHg.
Pasien dengan kerusakan dikus optikus lanjut (CDR > 0,9) dan defek lapangan pandang
yang meluas, harus dipertahankan TIO di bawah 12 mmHg.
Diagnosis Banding
1. Hipertensi okular
Pasien dengan hipertensi okular memperlihatkan peningkatan tekanan intraokular secara
significan dalam beberapa tahun tanpa memperlihatkan tanda-tanda adanya kerusakan nervus
optik ataupun gangguan lapangan pandang. Diagnosis ini secara umum ditegakkan jika
didapatkan kenaikan TIO di atas 21 mmHg sesuai dengan rata-rata TIO dalam populasi.
Beberapa dari pasien ini akan menunjukan peningkatan tekanan intraokular tanpa lesi glaukoma,
tetapi beberapi dari mereka akan menderita glaukoma sudut terbuka.
(10,12)

2. Glaukoma tekanan normal (tekanan rendah)
Pasien dengan glaukoma tekanan rendah memperlihatkan peningkatan perubahan
glaukomatosa pada diskus optik dan defek lapangan pandang tanpa peningkatan tekanan
intraokular. Kamal dan Hitchings menetapkan beberapa kriteria yaitu:
Tekanan intraokular rata-rata adalah 21 mmHg dan tidak pernah melebihi 24 mmHg.
Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan terbuka.
Gambaran kerusakan diskus optikus dengan cupping glaumatosa yang disertai defek
lapangan pandang.
Kerusakan glaukomatosa yang progressive. Pasien-pasien ini susah diterapi karena
penanganan terapinya tidak berfokus pada kontrol tekanan intraokular.
(10,12)

19

Komplikasi
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus
optik dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.
(10)

Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan
sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat
mengontrol tekanan intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaumatosa luas,
prognosis akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut).
(10)

3.1.2. Glaukoma Sudut Tertutup
Definisi
Peninggian TIO akibat hambatan pada sudut KOA karena oleh akar iris. Glaukoma akut/
glaukoma sudut tertutup primer adalah penyakit mata yang disebabkan karena terjadi hambatan
penyaluran keluar cairan akous sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraokular
mendadak dan dramatis.
Patofisiologi
Mekanismenya adalah peninggian TIO karena blok pupil relative, dengan bersentuhnya
pinggir pupil dengan permukaan depan lensa melalui suatu proses semi midriasis. Hal ini akan
menghasilkan tekanan yang meninggi pada COP (Camera Oculi Posterior) karena terdorongnya
bagian iris perifer ke depan dan menutup sudut COA. Hal ini terutama terjadi pada orang dengan
COA dangkal.
20


Jadi, ada beberapa hal penting yang berperan menimbulkan glaukoma sudut tertutup ini :
1. Blok pupil relative yang maksimal terdapat pada pupil dengan lebar 4-5mm.
2. Lensa yang bertambah besar, terutama pada usia tua. Makin bertambah usia, lensa
bertambah besar, sehingga mudah terjadi blok pupil relative.
3. Tebalnya iris bagian perifer dan terjadinya iris bombe yang mendorong ke arah trabekula
sehingga muara trabekula tertutup.
4. COA yang dangkal, terdapat pada hipermetropia (karena sumbu bola mata pendek) dan
pada usia tua (karena ukuran lensa yang bertambah besar).
Glaukoma Akut (Glaukoma Sudut Tertutup Akut) terjadi bila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris. Glaukoma akut ini merupakan suatu
kedaruratan oftalmologik. Serangan bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan
pupil atau bisa juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma akut lebih sering terjadi pada malam
hari karena pupil secara alami akan melebar di bawah cahaya yang redup.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion
retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta
berkurangnya akson di nervus optikus. Discus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran
cawan optik. Pada glaukoma akut, tekanan intraokular dapat mencapai 60-80 mmHg,
menimbulkan kerusakan iskemik akut pada iris yang disertai edema kornea dan kerusakan nervus
optikus.
21


Gejala klinis
Glaukoma sudut tertutup akut ditandai oleh munculnya kekaburan penglihatan mendadak
yang disertai nyeri hebat, halo, serta mual dan muntah. Temuan-temuan lainnya adalah
peningkatan tekanan intraokular yang mencolok, bilik mata depan dangkal, kornea berkabut,
pupil berdilatasi, dan injeksi siliar. Gejala cukup berat, sakit mata mendadak, penglihatan kabur,
mata merah, disertai dengan sakit kepala, serta mual atau muntah. Pada umumnya penderita
memerlukan pertolongan darurat untuk sakit kepalanya dan mengabaikan keluhan mata.
Episode akut dari glaukoma sudut tertutup menyebabkan:
Penurunan fungsi penglihatan yang ringan
Terbentuknya lingkaran berwarna di sekeliling cahaya
Nyeri pada mata dan kepala
Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya serangan lebih
lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi penglihatan secara mendadak dan nyeri
mata yang berdenyut.Penderita juga mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak,
mata berair dan merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang.
Diagnosis
Anamnesis
Dokter akan menanyakan apakah ada keluarga yang menderita glaukoma seperti yang
dialami pasien.
22

Pada keluhan yang diutarakan pasien : Sakit mata hebat sampai ke kepala, penglihatan
kabur/menurun mendadak, mual muntah, melihat Halo (pelangi disekitar objek)
Diperlukan pula riwayat medis dan pribadi, pemeriksaan seperti tonometri.
Apakah ada riwayat penyakit yang merupakan faktor resiko glaukoma.
Apakah pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang menjadi faktor resiko
glaukoma.
Pemeriksaan fisik
Mata merah ( injeksi konjungtiva dan injeksi siliar)
Kornea suram
Pupil midriasis (kadang-kadang)
Reaksi pupil melambat / (-)
Bilik mata depan dangkal
Pada perabaan: mata yg mengalami glaukoma terasa lebih keras dibandingkan sebelahnya
Visus sangat menurun
TIO meninggi
Rincian iris tidak tampak
Diskus optikus terlihat merah dan bengkak

Pemeriksaan penunjang
Tonometri Schiotz ( Normal TIO : 10-21 mmHg), pada glaukoma akut dapat mencapai
40 mmHg.
Opthalmoskop: melihat discus opticus merah dan bengkak, rasio CDR 0,5 menunjukkan
TIO meningkat signifikan.
23

Gonioskop: untuk menilai keadaan sudut bilik mata depan : dangkal.
Perimetri: lapang pandang akan berkurang karena peningkatan TIO dapat merusakan
papil saraf opticus.
Slit-lamp biomikroskopi, dapat melihat hiperemis siliar karena injeksi pembuluh darah
konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil oval vertikal, tidak ada
reaksi terhadap cahaya.
Diagnosis Banding
Iritis Akut: fotophobia, tekanan intraokular tidak meningkat, kornea tidak edema, pupil
konstriksi/ bentuknya iregular, injeksi siliar dalam
Konjungtivitis: biasanya bilateral, nyeri ringan/ tidak ada, tidak ada gangguan
pengelihatan, terdapat sekret mata, konjunctiva meradang hebat, tetapi tidak ada injeksi
siliar, respon pupil dan tekanan intraokular normal, kornea jernih.
Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan
obat sistemik (obat yang mempengaruhi seluruh tubuh)
Obat sistemik
o Inhibitor karbonik anhidrase. Pertama diberikan secara intravena (acetazolamide
500mg) kemudian diberikan dalam bentuk obat minum lepas lambat 250mg 2x
sehari.
o Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah
glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat
ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif
lagi.
o Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.
Obat tetes mata lokal
o Penyekat beta, obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol,
carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan
TIO.
24

o Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai dekongestan mata.
Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi sistemik.
o Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan jarak 15 menit
kemudian diberikan 4x sehari. Pilokarpin 1% bisa digunakan sebagai pencegahan
pada mata yang lainnya 4x sehari sampai sebelum iridektomi pencegahan
dilakukan.
Terapi Bedah
o Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata belakang
dan depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran humor akueus. Hal
ini hanya dapat dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%.
o Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari
50% atau gagal dengan iridektomi.
Komplikasi
Apabila terapi ditunda, iris perifer dapat melekat ke anyaman trabekular (sinekia anterior)
sehingga menimbulkan oklusi sudut bilik mata depan ireversibel yang memerlukan tindakan
bedah untuk memperbaikinya. Dapat terjadi terjadi kerusakan nervus optikus serta katarak dan
glaukoma absolut.
Prognosis
Prognosis baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi yang sesegera
mungkin. Penanganan episode akut yang terlambat akan menyebabkan sinekia sudut tertutup
permanen dan bahkan dapat menyebabkan kebutaan permanent dalam 2-3 hari.
3.2. GLAUKOMA SEKUNDER
Defenisi
Glaukoma yang diakibatkan kelainan mata atau kelainan sistemik.
Patofisiologi
Glaukoma sekunder ini bisa terdapat dengan sudut terbuka ataupun sudut tertutup.
25

1) Glaukoma Sekunder akibat Uveitis
Terjadi udem jaringan trabekula dan endotel sehingga menimbulkan sumbatan pada muara
trabekula. Peninggian protein pada aqueous dan sel radang akan memblokir trabekula. Juga
terdapat hiperekskresi karena adanya iritasi.
2) Glaukoma Sekunder akibat Tumor Intra Okuler
Glaukoma terjadi karena volume yang ditempati tumor makin lama makin besar, iritasi
akibat zat toksik yang dihasilkan tumor, dan sudut COA tertutup akibat desakan tumor ke depan.
Contohnya, pada melanoma dan retinoblastoma.
3) Glaukoma Sekunder akibat Trauma Mata
Trauma tumpul atau tembus dapat menimbulkan robekan iris atau corpus siliar dan
terjadilah perdarahan pada COA, TIO meninggi dengan cepat, dan hasil-hasil pemecahan darah
atau bekuan menempati saluran-saluran aliran cairan. Komplikasi yang timbul kalau TIO tidak
diturunkan adalah imbibisi kornea.
4) Glaukoma Sekunder akibat Perubahan Lensa
a. Dislokasi lensa (sublukasi/luksasi)
Subluksasi anterior, menekan iris posterior ke depan, sehingga menahan aliran akuos
karena sudut COA menjadi sempit. Sublukasi juga bisa ke posterior, sedangkan luksasi lensa
juga bisa ke COA.

b. Pembengkakan lensa
Terjadi pada lensa yang akan mengalami katarak. Lensa akan menutup pupil sehingga
terjadi blok pupil.
c. Glaukoma fakolitik
Kapsul lensa katarak hipermatur memiliki permeabilitas yang tinggi. Melalui tempat-
tempat yang bocor keluar massa korteks, yang kemudian dimakan makrofag di COA. Makrofag
26

ini berkumpul di sekeliling jala trabekula dan bersama-sama material lensa akan menyumbat
muara trabekula sehingga terjadilah glaukoma sekunder sudut terbuka.
d. Glaukoma fakoanafilaktik
Protein lensa dapat menyebabkan reaksi fakoanafilaktik, dalam hal ini terjadi uveitis.
Protein dan debris seluler menempati sistem ekskresi dan menutup aliran akuos.
5) Glaukoma Sekunder akibat Kortikosteroid
Patogenesa nya belum jelas. Sering dengan sudut terbuka disertai riwayat glaukoma yang
turun temurun. Prosesnya seperti glaukoma simpleks
6) Hemorrhagic Glaucoma
Bentuk ini diakibatkan pembentukan pembuluh darah baru pada permukaan iris (rubeosis
iridis) dan pada sudut COA. Jaringan fibrovaskuler menghasilkan sinekia anterior yang akan
menutup sudut COA, akibatnya TIO meninggi, dan mata yang demikian sering mendapat
komplikasi dari recurrent hyfema.
Gejala Klinis
Gejala yang ditimbulkan tergantung penyakit yang mendasarinya. Ditambah dengan
gejala dari jenis glaukomanya, apakah sudut tertutup atau sudut terbuka.
Diagnosis
Tergantung dari penyakit yang mendasarinya serta tipe glaukomanya.
Penatalaksanaan
Pengobatan berdasarkan penyakit yang mendasarinya. Untuk glaukoma,
penatalaksanaannya sama dengan penjelasan sebelumnya, tergantung tipe glaukoma yang
ditimbulkan.
Prognosis
Tergantung pada penyakit yang mendasarinya.
27

3.3. GLAUKOMA KONGENITAL
Defenisi
Keadaan TIO yang meninggi, yang akan menimbulkan kerusakan pada mata dan
memburuknya tajam penglihatan pada masa bayi atau anak-anak.
Patofisiologi
Secara historis, perkembangan abnormal dari daerah filtrasi iridokorneal dianggap
sebagai penyebab glaukoma congenital. Dianggap bahwa pada glaukoma infantile primer,
terdapat selaput tipis dan intak menutupi COA. Ini mencegah aliran cairan aqueous dan akhirnya
TIO menigkat.
Gejala Klinis
Epiphora adalah suatu hal yang biasa terdapat pada bayi-bayi karena penyumbatan duktus
nasolakrimalis secara congenital.
Fotofobia dan blefarospasme
Kornea membesar, keruh dan udem
Cupping dari optic disc
Glaukoma sudut terbuka
COA lebih dalam
Pemeriksaan Penunjang
Bayi atau anak yang dicurigai memiliki glaukoma congenital harus dilakukan pemeriksaan
sesegera mungkin dengan narkose, terhadap :
Besarnya kornea dan TIO
C/D ratio pada nervus optikus
Sudut COA dengan gonioskopi
28

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan visus, dengan mengontrol TIO.
- Pembedahan. Goniotomi adalah operation of choice. Yaitu hanya dengan melakukan
insisi pada uveal-meshwork. Insisi dibuat ke dalam jala trabekula tepat di bawah garis
Schwalbe.
- Medikamentosa. Pengobatan terbatas, karena obat-obat topikal jarang efektif dan obat
sistemik sulit diberikan.
Prognosis
Tergantung pada cepatnya tindakan pengobatan, terkontrolnya TIO, dan adanya udem
kornea dari lahir.
3.4. GLAUKOMA ABSOLUT
Defenisi
Stadium akhir glaukoma dimana visus = 0.
Gejala Klinis
Kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa,
mata keras seperti batu dan terasa sakit.
Penatalaksanaan
Pasien yang tidak mengeluh kesakitan, tidak diberikan obat. Pada pasien yang mengeluh
kesakitan dapat diberikan :
- Sinar beta pada Korpus siliar
- Injeksi alkohol retrobulber
- Kalau tidak sembuh dapat dilakukan tindakan enukleasi
Prognosis
Sangat jelek, karena sudah terjadi kebutaan yang irreversible.
29

BAB IV
KESIMPULAN

Glaukoma merupakan suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokular. Penyakit ini disebabkan oleh bertambahnya produksi aqueous
humor (cairan mata) oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran aqueous humor (cairan
mata) di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian yaitu glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan
mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut
terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Adapun bentuk lain dari glaucoma, yaitu glaukoma primer
sudut tertutup, glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma sekunder sudut tertutup, glaukoma
kongenital dan glaukoma absolut.
Pengobatan pada glaukoma terdiri atas pengobatan medis serta terapi bedah dan laser.
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular dan apabila mungkin memperbaiki
patogenesis yang mendasarinya.







30

DAFTAR PUSTAKA
1. Asbury, Vaughan. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG; 2010.
2. Ilyas S. Glaukoma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007.
3. Skuta GL, Cantor BL, Jayne SW. Open-Angle Glaucoma. In: Section 10 Glaucoma.
Singapore: American Academy of Ophtamology; 2008.
4. Colleman AL. Epidemiology and Genetics of Glaucoma. In: Glaucoma Science and
Practice. NewYork: Thieme; 2003.
5. Asbury, Vaughan. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Oftalmologi Umum. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010.
6. Wijana N. Glaukoma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta; 1993.
7. Morrison JC, Freedo TF, Toris CB. Anatomy and Physiology of Aqueous Humor
Formation.. In: Glaucoma Science and Practice. NewYork: Thieme; 2003.
8. Lang GK. Glaucoma. In: Opthalmology A Pocket Textbook Atlas. NewYork: Thieme;
2006.
9. James B, Chew C, Bron A. Glaukoma. Dalam: Oftalmologi. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2010.
10. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In: Clinical Pathway of Glaucoma. NewYork:
Thieme; 2000.
11. Ilyas S. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata Serta Kelainan Pada Pemeriksaan Mata.
Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
12. Morrison JC, Pollack IP. Primary Open Angle Glaucoma. In: Glaucoma Science and
Practice. NewYork: Thieme; 2003.
31

13. Blanco AA, Costa VP, Wilson RP. Chronic or Primary Open Angle Glaucoma. In:
Handbook of Glaucoma. United Kingdom: Martin Dunitz Ltd; 2002.
14. Jampel H. Intraocular Pressure and Tonometry. In: Glaucoma Science and Practice. New
York: Thieme; 2003.
15. Seda H, Harmen. Gambaran Sudut Trabekula Pada Glaukoma Primer Sudut Tertutup.
Padang: Bagian Ilmu Kesehatan Mata; 2007.

Anda mungkin juga menyukai