Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

TUBERKULOSIS





Disusun oleh :
Risti Graharti, S.Ked
(0918011073)

Satya Adi Nugraha, S.Ked
(0918011077)


Dokter Pembimbing :
dr. Diah Ambarwati, Sp.Rad, M.Sc




FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JEND. AHMAD YANI METRO
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB)
1
. Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB
menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil
tuberkel dari seseorang yang terinfeksi
2
. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di
dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan
tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TB dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru,
otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun
demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru
1
.

Diagnosis TB ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan bakteriologis. Hanya 5% penderita
TB fase awal yang memberikan gejala klinis, sehingga sulit mendapatkan sputum untuk
pemeriksaan bakteriologis. Untuk dapat melakukan pemeriksaan sputum BTA dibawah
mikroskop, dibutuhkan kuman baru yang jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam satu
mililiter dahak. Sebuah penelitian di San Fransisco menyatakan bahwa 17% penderita TB
memiliki hasil sputum BTA (-). Oleh karena itu, apabila diagnosis TB paru ditegakkan
semata-mata berdasarkan pemeriksaan BTA (+), akan banyak penderita TB paru yang tidak
terdiagnosis.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis
sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak di paru yang
biasanya merupakan lokasi infeksi primer
1,4,5
.

EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan di Indonesia, dan sebagian besar
negara-negara di dunia
4
. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih
menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan
Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000
pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai
penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi
3
. Baik di
Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama.
Walaupun sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman,
Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang
2
.
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat, (2) pengobatan yang tidak adekuat, (3)
program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemik human
immuno-deficiency virus (HIV), (5) migrasi penduduk, (6) mengobati sendiri (self treatment),
(7) meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai
4,6
.

ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, sangat
jarang disebabkan oleh Mycobacterium avium. Mycobacterium merupakan kuman batang
tahan asam, yang dapat hidup selama berminggu-minggu dalam keadaan kering, tapi mati
dengan suhu 60C dalam cairan suspensi selama 15-20 menit. Mycobacterium memiliki
ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um
1


Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak ( Lipid ). Lipid inilah yang membuat
kuman Jebih tahan terhadap asam sehinnga disebut bakteri tahan asam (BTA) . Kuman dapat
tahan hidup pada keadaan kering maupun dingin, karena kuman berada dlam keadaan
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi aktif kembali.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyukai
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal paru-paru merupakan
tempat predileksi tuberkulosis.

PATOFISIOLOGI
Penyakit TB dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang pertama dapat terjadi
pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TB dan telah sembuh sempurna. Ketika
kesehatannya menurun karena penyakit lain seperti AIDS atau diabetes, atau karena
penyalahgunaan alkohol maupun kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi
tuna wisma, infeksi TB dapat menjadi penyakit TB. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi
sakit beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman TB
2
.
Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang pertama kali menghirup
kuman TB, tubuhnya tidak mampu melindungi diri terhadap penyakit ini. Kuman tersebut
kemudian berkembang menjadi penyakit TB aktif dalam beberapa minggu.

Seseorang dengan
TB aktif akan menjadi sangat infeksius dan dapat menyebarkan TB ke orang lain
2
.
Kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman
TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan
memfagosit kuman TB di mana sebagian besar kuman TB akan hancur. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan
bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat
tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon
1,2
.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan
di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis)
1,2
.
Waktu yang diperlukan sejak kuman TB masuk sampai terbentuk kompleks primer secara
lengkap disebut masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung antara 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 10
3
-10
4
, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler
1
.
Pada minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB
sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami
perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer ini, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa
inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler
tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang
berfungsi baik, ketika sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Namun sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan
1,2
.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan
dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap
hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini
1,2
.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui brokus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan
atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi
1,2
.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik
1,2
.











Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TB
akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya
1,2
.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini pada umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus
potensial ini disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh
pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain
1,2
.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen generalisata akut
(acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk
dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi
klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam
waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis
diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita
1,2
.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan
jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai
ukuran lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang
menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa
nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma
1,2
.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk
penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya,
sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB
akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang
1,2
.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering
terjadi komplikasi. Menurut Wallgreen, ada tiga bentuk dasar TB pada anak, yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3%
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang
timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9
bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi
primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada
remaja dan dewasa muda
1,2
.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang
dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun,
tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer
1
.

DIAGNOSA
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, tuberculin tes,
pemenksaan radiologis dan bakteriologis. Diagnosis pasti TB paru ditegakkan berdasarkan
ditemukannya kuman Mycobacterium tuberkulosis.
I. Gejala Klinis
1. Demam
2. Batuk / batuk darah
3. Sesak nafas
4. Nyeri dada
5. Malaise

II. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata
atau kulit yang pucat karena anemia, suhu subfebris atau berat badan menurun. Seringkali
pasien tidak menunjukkan suatu kelainan apapun. Tempat kelainan TB paru yang paling
dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicuragai adanya infiltrate yang agak luas, maka
didapatkan perkusi redup dan auskulltasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga suara
nafas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infitrat ini diliputi oleh
penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Dalam penampilan klinis, TB
sering asimtomatis dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis
dada.
III. Pemeriksaan Radiologis Tuberkulosis Paru
8

Kelainan pada foto toraks bisa sebagai usul tetapi bukan sebagai diagnosa utama pada TB.
Namun, Foto toraks bisa digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan TB paru pada orang-
orang yang dengan hasil tes tuberkulin ( +) dan tanpa menunjukkan gejala.
1. Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada
foto roentgen.
2. Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto roentgen
tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bukan tuberkulosis.
3. Sebaliknya, bila tidak ada kelainan pada foto toraks belum berarti tidak ada tuberkulosis,
sebab kelainan pertama pada foto toraks baru terlihat sekurang -kurangnya 10 minggu
setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.
4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologi, tanda tuberkulosis yang
terpenting adalah bila ada kelainan pada foto toraks.
5. Ditemukannya kelainan pada foto toraks belum berarti bahwa penyakit tersebut aktif.
6. Dari bentuk kelainan pada foto roentgen memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas
penyakit, namun kepastian diagnosis hanya dapat diperoleh melalui kombinasi dengan
hasil pemeriksaan klinis/laboraturis.
7. Pemeriksaan roentgen penting untuk dokumentasi, menentukan lokalisasi, proses dan
tanda perbaikan ataupun perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto
terdahulu.
8. Pemeriksaan roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti
Pneumotoraks torakoplastik, torakoplastik dsb
9. Pemeriksaan roentgen tuberculosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan tidak
boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi. Pembuatan foto roentgen adalah suatu
keharusan, yaitu foto posterior anterior (PA), bila perlu disertai proyeksi-proyeksi
tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak AP-lordotik dan tekhnik-tekhnik khusus
lainnya.


Ada 3 macam proyeksi pemotretan pada foto toraks pasien yang dicurigai TB, yaitu :
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilaii foto dilakukan pada saat pasien dalam posisi berdiri,
tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu kelainan pada proyeksi PA,
perlu ditambah proyeksi lateral.
2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di belakang kepala.
Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan napas dan akhir inspirasi dalam.
3. Proyeksi Top Lordotik
Proyeksi Top Lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya dibuat
setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan
suatu lesi di apeks. Pengambilan foto dilakukan pada posisi berdiri dengan arah sinar
menyudut 35-45 derajat arah caudocranial, agar gambaran apeks paru tidak
berhimpitan dengan klavikula.

Gambaran Radiologis TB
Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :
1. Tuberkulosis Primer
8

Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling sering
didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi bisa terjadi pada
orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien dengan TB primer sering
menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus tidak ditemukan kelainan, bila infeksi
berkelanjutan barulah ditemukan kelainan pada foto toraks.
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering terkena,
terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior lobus atas.
Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah limfadenopati, parenchymal
disease, miliary disease, dan efusi pleura. . Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas.
Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan
infitrat primer ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis
akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis maupun
atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi
dibelakangnya.




Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar). Foto toraks PA dan
lateral

Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis - Pleuritis TB

2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi
8

Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul reinfeksi pada
seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui
dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari tuberculosis sekunder
7


Tuberculosis dengan cavitas

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen apikal
lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya disertai oleh
pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang dijumpai.

Klasifikasi tuberkulosis sekunder
8

Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association ( ATA ).
1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi daerah yang
dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang soliter dapat berada
dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang -sarang
yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan bila ada kavitas,
diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang tersebut berupa awan - awan
menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1
lobus paru .
3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang dihinggapi
sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka diameter semua
lubang melebihi 4 cm.

Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara lain :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak tegas dengan
densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan densitasnya
sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas, dengan densitas
tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)







Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah :
1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah hingga sedang
dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini biasanya menunjukan suatu proses aktif.
2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil, yang
dinamakan residual cavity .
3. Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi, yang
biasanya menunjukkan proses telah tenang ( fibrocalcification)








Tuberculosis dengan cavitas









Tuberculosis dengan kalsifikasi

Tuberkuloma
Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat suatu lesi
yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma adalah suatu sarang
keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak begitu virulen bahkan
biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila batasnya licin, tegas dan
dipinggirnya ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat dilihat jelas pada tomogram.
Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat tuberkuloma
sering ditemukan sarang kapur.













Foto Toraks dengan proyeksi PA dan Lateral yang terdapat pada anak -anak berusia 7 bulan
dengan TB Milliar. Terdapat beberapa nodul di seluruh lapangan keduaparu. Dan terdapat
konsolidasi di lobus kanan atas

Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis
8

Penyembuhan
1. Penyembuhan tanpa bekas
Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa apabila
diberikan pengobatan yang baik.
2. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat.
Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di kedua
lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh -pembuluh darah besar di
kedua hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli terangkat ke atas, seakan-akan
menyerupai kantung celana (broekzak fenomen). Sarang-sarang kapur kecil yang
mengelompok di apeks paru dinamakan Sarang - sarang Simon ( Simon's foci).
Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila setelah
jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama.
Sifat bayangan tidak boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang, melainkan garis-
garis atau bintik-bintik kapur.
Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik - laboratorium, termasuk sputum.

Perburukan ( perluasan ) penyakit
8

1. Pleuritis
Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui penyebaran
hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi pleura bias
terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus sign/ellis line, apabila jumlahnya
175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5
ml dari jumlah normal. Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas
TB paru. Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna
dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.
2. Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau sebesar kepala
jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks, tuberkulosis
miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut (Snow storm apperance). Penyebaran
seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb.
3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang bersangkutan
sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat cairan, yang
biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat tidak
berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa (residual
cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.
Pemeriksaan laboratorium
Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri, jumlah limfosit
masih di bawah normal, laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Anemia ringan,
gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun
Sputum : ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat dipastikan.
Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah
seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae.

Diagnosis banding TB paru secara radiologist
1. TB paru primer
Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma, sarkoidosis Pada TB paru
primer, pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke paratrakea, dan pada
umumnya unilateral. Sedangkan pada limfoma biasa dimulai dari paratrakea dan
bilateral. Pada sarkoidosis pembesaran KGB hilus bilateral,
Infiltrat unilateral lapangan bawah paru
TB anak: Pneumonia
Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena TB, pada
pneumonia bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran KGB dan pada evaluasi
foto cepat terjadi resolusi TB dewasa : pneumonia non TB, karsinoma
(bronchioloalveolar cell ca), sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM)
2. TB post primer
1. NTM
2. Silikosis
3. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
4. Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru
5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan jamur.

VII. Komplikasi
Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis
Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa, meningitis TB

Tuberkulosis pada tulang dan sendi
Basil tuberculosis biasanya menyangkut di spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul
osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami
kalsifikasi. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi
atau diskus intervertebralis.

Tuberkulosis pada tulang panjang
Lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang
pada foto roentgen terlihat sebagai lesi destruktif
berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan, batas-
batasnya tidak tegas tetaapi pada proses yang sudah
kronis batasnya menjadi tegas. Kadang-kadang
dengan sklerosis pada tepinya. Lesi cepat
menyebrangi epifisis dan selanjutkan mengenai sendi.
Proses dapat bermula pada epifisis tulang panjang.

Tuberkulosis pada tulang belakang
Frekuensi tuberculosis tulang yang paling ting adalah pada tulang belakang, biasanya di
daerah torakal dan lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi biasanya pada korpus vertebra dan
proses dapat bermula di 3 tempat
Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal
Ditengah korpus, disebut tipe sentral
Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal

Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengaiami destruksi di sertai adanya
kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus.
Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus lambat terkena
proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses selanjutnya adalah seperti pada tipe
marginal











Meningitis Tuberkulosa
Meningitis TB adalah manifestasi dari tuberkulosis SSP , diagnosis dini sangat penting untuk
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebarannya biasanya hematogen.
Temuan radiografi yang khas adalah abnormal enchancement meningeal, biasanya paling
menonjol pada sisterna basal
7
.











Tuberkulosis Parenkim
Lesi ini dapat soliter, beberapa, atau miliaria dan dapat dilihat di mana saja dalam
parenkim otak, meskipun paling sering terjadi di dalam lobus frontal dan parietal
7
.


Tuberkulosis Abdominal
Perut adalah fokus paling sering pada penyakit tuberkulosis luar paru. CT
adalah andalan untuk menyelidiki TBC perut , namun pengetahuan modalitas imaging
lainnya, seperti pemeriksaan barium enema, juga penting untuk menghindari salah diagnose
dalam kasus di mana TB awalnya tidak dicurigai.
7






PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan
tambahan.
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini I) yang digunakan adalah :
o INH
o Rifampisin
o Pirazinamid
o Streptomisin
o Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
o Kanamisin
o Amikasin
o Kuinolon
o Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
o Beberapa obat berikut ini masih tersedia di Indonesia antara lain: Kapreomisin,
Sikloserin, PAS (dulu tersedia), Derivat rifampisin dan INH, Thiomides.

Panduan Pengobatan :
I. TB paru BTA + atau BTA -, lesi luas
2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE / 6 HE
II. Kambuh : RHZES/ IRHZE sesuai hasil uji resistensi atau 2 RHZES/ 1 RHZE/ 5 RHE
- Gagal pengobatan: 3-6 kanamisin, oflosaksin, etionamid, sikloserin/ 15-18 ofloksasin,
etionamid, sikloserin, atau 2 RHZES/1 RHZE/ 5 RHE
III. TB paru putus obat
Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis,
baketeriologi, dan radiologi saat ini atau 2 RHZES/ IRHZE/ 5R3H3E3
IV. TB paru BTA -, lesi minimal
2 RHZE/ 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4 R3H3
V. TB paru kronik
RHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan)
VI. MDR TB
Sesuai uji reistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.


DAFTAR PUSTAKA
1. Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I ,
Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta
: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9.
2. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 852-64
3. NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009. Diunduh dari
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf
4. Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB. 2007. Buku Pedoman Nasional
Penanggulangan TB. edisi 2. cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta.
6. Anonym. 2003. Prevalence and Incidence of Tuberculosis, (Cureresearch), Available:
http://www.Cureresearch.com/Tuberculosis/Prevalence.htm (Akses: 18 Mei 2009)
7. Joshua Burrill, FRCR Christopher J. Williams, FRCR Gillian Bain, FRCR et all .
Tuberculosis ; Radiological Review . Radiographics Vol 27 No.5 Pg.1255-1265 .
September-October 2007
8. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.

Anda mungkin juga menyukai