Anda di halaman 1dari 19

LEMBAR PENGESAHAN

Referat Ilmu Kandungan dan Kebidanan dengan judul :


ATONIA UTERI

Nama : Namira (030.08.172)

Telah diterima dan disetujui oleh Dr. Kartika Budi P, Sp.OG

Hari :
Tanggal :

Sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan dan Kebidanan di Rumah Sakit Umum Kodya Semarang

Semarang, 11 Maret 2014



..................................................
Dr. Kartika Budi P, Sp.OG


KATA PENGANTAR


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat kepaniteraan klinik ilmu kandungan dan kebidanan yang berjudul
Atonia Uteri.
Adapun penyusunan referat ini untuk memenuhi tugas yang diberikan pada
kepaniteraan klinik di RSUD Kota Semarang, dan juga untuk membantu penyusun, untuk
memahami lebih lanjut mengenai Atonia Uteri.
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Kartika Budi P, Sp.OG selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan sabar hingga akhirnya referat ini dapat
diselesaikan. Terima kasih juga saya sampaikan kepada orangtua dan teman- teman yang telah
memberikan dukungan selama kami menjalan kepaniteraan klinik di RSU Kota Semarang.
Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini yang
menyebabkan referat ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun kami harapkan dari berbagai pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak.









BAB I
PENDAHULUAN


Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri
terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian maternal yang masih tinggi.
Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesiblitas penanganan kelahiran, 75% hingga 85%
kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama akibat perdarahan. Padahal 90% dari
kematian itu bisa dihindari.
Walau kebanyakan ibu sudah memeriksakan kehamilannya di pusat pelayanan
kesehatan secara teratur, namun 70% persalinan masih terjadi dirumah. Masalahnya, sangat
sedikit pihak yang mengetahui diagnosis dan pengelolaan perdarahan akibat keadaan darurat
ini. Jika saja hal ini bisa dilakukan, bukan mustahil angka kematian ibu dapat ditekan.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian
Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir,
dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan atau rangsangan taktil fundus uteri. Perangsangan
taktil fundus uteri dilakukan dengan cara menggerakkan tangan memutar pada fundus uteri
sehingga diharapkan uterus berkontraksi dan terjadi kompresi pada pembuluh darah di tempat
bekas perlekatan plasenta (yang sebelumnya menyuplai darah ke dalam plasenta) sehingga
perdarahan berhenti. Selain itu, kontraksi uterus tersebut dapat merangsang pengeluaran sisa
plasenta secara alami.

II. Etiologi
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang
dari 1 jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang
terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi.
Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh atonia uteri adalah;
a) Overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia, polihidramnion
Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan
uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
b) Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
c) Multiparitas tinggi
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali
teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah
plasenta lahir.
d) Kala I atau II yang memanjang
Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak
mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.


e) Kehamilan dengan mioma uterus
Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma
intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi
uterus berkontraksi.
f) Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah
kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk
berkontraksi.
g) Persalinan lewat waktu
Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya kehamilan, ataupun juga
terlalu lama menahan beban janin di dalamnya menjadikan otot uterus lelah dan lemah
untuk berkontraksi.
h) Infeksi intrapartum
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang potensial akan
menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan menyebabkan gangguan untuk
melakukan kontraksi.
i) Persalinan cepat (partus presipitatus)
Persalinan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah
kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk
berkontraksi.
j) Kelainan plasenta
Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur mengakibatkan gangguan
uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing menghalangi kontraksi yang baik untuk
mencegah terjadinya perdarahan.
k) Anastesi atau analgesik yang kuat
Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi
relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau
terganggu. Demikian juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan
kejang pada preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.
l) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi)
Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat
proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.


m) Penyakit sekunder maternal
Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere diseminata
merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan tonus uterus
terhambat untuk berkontraksi.

Atonia uteri juga dapat terjadi karena salah dalam penanganan kala III persalinan,
dengan cara memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

III. Patofisiologi
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila
ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Pada kehamilan
cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi
dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-
500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi
plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah
yang berjalan diantara serabut otot tadi.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

IV. Manifestasi klinis
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi
pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah
tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.

2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok
a) nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b) tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c) pucat
d) keringat/ kulit terasa dingin dan lembap
e) pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f) gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran
g) urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

V. Pencegahan atonia uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum
lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.
Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia,
dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat,
dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala
III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian
10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat
long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan
oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin
bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin
ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.


VI. Penatalaksanaan Atonia Uteri

1. Masase Fundus Uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)
2. Pemijatan merangsang kontraksi uterus sambil dilakukan penilaian kontraksi uterus.
3. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks.
4. Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat
menghalang kontraksi uterus secara baik.
5. Pastikan bahwa kantung kemih kosong. Kandung kemih yang penuh akan dapat
menghalangi uterus berkontraksi secara baik.
6. Hentikan perdarahan dengan Kompresi Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit
Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan
tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina
ibu.
Periksa vagina dan serviks, jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum
uteri langsung bersihkan, mungkin hal ini yang menyebabkan uterus tidak dapat
berkontraksi secara penuh.
Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior tekan dinding anterior
uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke
arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang.
Tekan kuat uterus diantara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding
uterus dan juga merangsang myometrium untuk berkontraksi.
Evaluasi keberhasilan :
a. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI
selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina dan
pantau kondisi ibu secara ketat selama kala IV.
b. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa ulang
perenium, vagina, dan seviks, apakah terjadi laserasi. Jika demikian,segera lakukan
penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
7. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanul eksternal :
Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan
diatas simpisis pubis.
Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri
sejajar dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan memegang bagian belakang
uterus seluas mungkin.
Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan belakang
agar pembuluh darah di dalam anyaman myometrium dapat dijepit secara manul.
Cara ini dapat menjepit pembuluh darah uterus dan membantu uterus untuk
berkontraksi.
8. Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,
genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat,
akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri pemoralis. Lihat hasil
kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi.
9. Berikan ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 600 -1000 mcg per rectal. Jangan
berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karna ergometrin dapat menaikkan
tekanan darah.
10. Pasang infuse dengan jarum ukuran 16 atau 18, berikan infuse RL 500 + 20 unit
oksitosin guyur dalam waktu 10 menit.
11. Pakai sarung tangan steril dan ulangi KBI.
12. Jika uterus berkontraksi pantau ibu secara seksama selama persalinan kala IV Dan
jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera rujuk ibu dan
dampingi ibu ketempat rujukan.
13. Lanjutkan infus RL + 20 unit oksitosin dalam 500 cc / jam hingga tiba ditempat
rujukan atau menghabiskan 1,5 liter infus.Kemudian berikan 125 cc / jam. Jika tidak
tersedia cairan yang cukup , berikan 55cc kedua dengan kecepatan sedang dan
berikan minum untuk rehidrasi.

VII. Manajemen resusitasi
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi
dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring
jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan
crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan
menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)
a. Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah
perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera
b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
- Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan- lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
- Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan
kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan
ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus
menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit
oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.
a. Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
b. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

VII. Uterotonika
Yang dimaksud pencegahan dengan obat adalah pemberian obat uterotonika
setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan
sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi
perdarahan kala III dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian
pencegahan dapat diberikan pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu.
Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan
pasca persalinan, yaitu :
1. Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
Bila terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu seyogyanya melahirkan dirumah
sakit, dan jangan di rumah sendiri.
2. hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum,
forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak
besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inersia uteri primer dan sekunder.
Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin.
Caranya, disuntikkan intra muskuler atau intravena (bila diinginkan kerja cepat), setelah
anak lahir.
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.
Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan
meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi
menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin
sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi
cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan
tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat
diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung
pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat
menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa.
Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,
intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang
setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai
untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 g = 1 g). Prostaglandin ini
merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin
seperti: nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan
kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-
kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular,
pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan
dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan
prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri
dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini
untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

VIII. Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum
uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin
47C-50C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator
tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya
adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan
maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin,
anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan.
Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan
transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau
kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.

IX. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-
90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi
batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan
segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum
2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum
latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan
2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan
jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria,
ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi
vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada
segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan
masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya
harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter.
Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri
2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri,
dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak
1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka
eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan
perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu
dan kondisi pasien.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh Christopher B
Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri.
Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi
perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai
7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.

X. Penanganan Atonia Uteri
A.Penanganan Umum
1. Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan
gawat darurat.
2. Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda vital(TNSP).
3. Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda syok tidak
terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status ibu tersebut dapat
memburuk dengan cepat.
4. Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan pemberian cairan
cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan
transfusi darah.
5. Pastikan bahwa kontraksi uterus baik:
6. Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan darah yang
terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus yang efektif. berikan 10
unit oksitosin IM
7. Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.
8. Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks, vagina, dan
perineum.
9. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti), periksa kadar
Hemoglobin:
1. Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia berat):berilah
sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg ditambah asam folat 400 mcg per
oral sekali sehari selama 6 bulan;
2. Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60 mg ditambah
asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan;
B. Penanganan Khusus
Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.
Teruskan pemijatan uterus. Masase uterus akan menstimulasi kontraksi uterus yang
menghentikan perdarahan.
Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan
Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan
jahit atau rujuk segera.
Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban
dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong

XI. Kompresi Bimanual Uterus Atonia

Peralatan :
- sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan telanjang
yang telah dicuci
Teknik :
- Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak
diperlukan
- Eksplorasi dengan tangan kiri
- Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
a. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap
uterus dari belakang atas
b. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
- Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen
sehingga menyempitkan lumennya.
- uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.
- Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna.
- Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi
bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir!

Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosis Kerja
Uterus tidak berkontraksi dan
lembek

perdarahan segera setelah
anak lahir
Syok


Bekuan darah pada serviks
atau posisi telentang akan
menghambat aliran darah
keluar
Atonia uteri
Darah segar mengalir segera
setelah bayi lahir

Pucat


Robekan jalan lahir
uterus berkontraksi dan keras

plasenta lengkap
Lemah

Menggigil
Plasenta belum lahir setelah
30 menit

perdarahan segera

uterus berkontraksi dan keras
Tali pusat putus akibat traksi
berlebihan

Inversio uteri akibat tarikan

Perdarahan lanjutan
Retensio plasenta
Plasenta atau sebagian
selaput tidak lengkap

perdarahan segera
Uterus berkontraksi tetapi
tinggi fundus tidak berkurang
Retensi sisa plasenta
Uterus tidak teraba
lumen vagina terisi massa

Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Neurologenik syok


Pucat dan limbung
Inversio uteri
Sub-involusi uterus
nyeri tekan perut bawah dan
pada uterus

Perdarahan sekunder
Anemia



Demam
Endometritis atau sisa
fragmen plasenta (terinfeksi
atau tidak)


Jenis uterotonika dan cara pemberiannya
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara
pemberian awal
IV: 20 U dalam 1 L
larutan garam
fisiologis dengan
tetes cepat IM 10U
IM atau IV
(lambat): 0,2 mg
Oral atau rektal 400
mg
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1 L
larutan garam
fisiologis dengan
40 tetes/menit

Ulangi 0,2 mg IM
setelah 15 menit
Bila masih
diperlukan, beri
IM/IV setiap 2-4
jam

400 mg 2-4 jam
setelah dosis awal
Dosis maksimal per
hari
Tidak lebih dari 3 L
larutan fisiologis
Total 1 mg (5
dosis)



Total 1200 mg atau
3 dosis
Kontraindikasi atau
hati-hati
Pemberian IV
secara cepat atau
bolus
Preeklampsia,
vitium kordis,
hipertensi
Nyeri kontraksi
Asma













DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG etc, editor. Williams Obstetrics 20th edition. Connecticut: Applenton
Lange. 1998.
2. Febrianto H.N. Perdarahan Pasca Persalinan. Fakultas Kedokteran. Universitas
Sriwijaya. 2007.
3. Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad
martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.
4. James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA
Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
5. Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
6. Wiknjosatro H, dkk. Editor. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta. 1994.
7. repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2356.pdf
8. http://stasiunbidan.blogspot.com/2009/05/askeb-pada-persalinan-dengan-atonia.html

Anda mungkin juga menyukai