Diabetes Melitus (DM) Klinis adalah suatu sindroma gangguan glukosa ditandai dengan metabolisme dengan hiperglikemia sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurang efektifitas biologis dari insulin (atau keduanya). 1,2
DM jika tidak dapat ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah, syraf dan lain-lain
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit diabetes melitus dan sering terjadi pada kaki (kaki diabetik).
EPIDEMOLOGI
Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, DM merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan merupakan penyebab kebutaan akibat fetinopati diabetik dan pada usia yang sama dua kali penderita DM lebih sering terkena serangan jantung, 75 % penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskular salah satu komplikasi yang utama adalah ganggren. 3
PATOFISIOLOGI 4
1. Gangguan Faal Endotel pada DM
Endotel yang utuh akan resistensi terhadap penempelan trombosit dan menghindarkan timbulnya adhesi dan agregasi trombosit, adanya lesi endotel akan mempermudah timbulnya proses tersebut dan kebocoran.
Endotel mempunyai enzim aldose reductase yang mengubah glukosa menjadi sorbital yang akhirnya terbentuklah fruktosa yang mana ke 2 bahan ini mempunyai sifat menyerap air sehingga endotel akan membengkak dan akhirnya akan merusak endotel.
2. Gangguan Faal Trombosit pada DM
Trombosit pada DM mempunyai sifat antara lain :
a. Mudah mengalami adhesi
b. Umur trombosit pada DM lebih pendek dan bahan bahan yang memudahkan koagulasi dan keluar pula growth faktor yang merangsang profilerasi sel otot polos pembuluh darah.
3. Struktur Membran Basalis (MB) pada DM
Beberapa kelainan MB yang dapat menggangu
a. Meningkatnya deposit kolagen tipe I, II dan IV di MB.
b. Meningkatnya kadar glikoprotein di MB.
c. Turunnya kadar sistin di MB, sehingga memudahkan kebocoran.
d. Turunnya kadar GAG (Glucaminoglycans) di MB, bahan ini penting untuk mengatur metabolisme lipoprotein.
Penebalan Membran Basalis dengan kualitas rendah (akibat banyak endapan glikoprotein) akan memudahkan kebocoran tergantung pada status regulasi DM, MB pada pasien DM mempunyai kecenderungan menebal, endotel tidak intak lagi sehingga faal kapiler terganggu.
4. Faktor faktor dan Koagulasi pada DM
Pada DM kadar fibrinogen dan trombin meningkat, sedangkan pembentukan plasmin menurun, maka pada DM kadar faktor VII meningkat, sekresi aktivitas oleh endotel menurun, terutama pada nefropati diabetik kadar AT III menurun, sehingga pembentukan fibrin dan agregasi trombosit meningkat dan pembentukan mikrotrombus bertambah cepat.
5. Sel sel otot polos di bawah membran Basalis pada DM.
Kerusakan endotel akan menyebabkan kebocoran dengan akibat deposit lemah, proliferasi sel otot polos di bawah membran basalis atas rangsangan dari insulin growth hormone dan growth faktor yang dikeluarkan oleh trombosit yang rusak.
GAMBARAN KLINIK 5,6,7
Gangren diabetik akibat mikroangiopati disebut juga gangren panas, karena walaupun nekrosis daerah akral tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, biasanya ulkus diabetik pada telapak kaki.Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, dan bila terjadi sumbatan kronik gambaran kliniknya menurun pola dari fontaine yaitu :
Stadium I : Asimstomatik atau gejala tidak khas (semutan, geringgingan).
Stadium II : Klaudikasio intermiten (nyeri otot ekstermitas bawah sehingga jarak tempuh memendek).
Stadium III : Nyeri saat istirahat.
Stadium IV : Manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (sekresi, ulkus).
Menurut berat ringannya lesi, kelainan diabetik dibagi dalam enam derajat menurut Wagner :
1. Wagner O (Kulit Utuh)
Kaki neuropati : pes planovalgus, paralisis otot kecil di dalam kaki, jari palu, jari sikat cakar, hiperemia, pembuluh vena melebar
2. Wagner I
Tukak, neuropati superfisial : telapak kaki di kelilingi kalus, hiperemia.
Tukak dalam (neuroiskemik) sampai tulang tumit, osteomilitik.
5. Wagner 4
Iskemia : ulkus 2 jari dan sebagian kaki depan hiperemis.
TERAPI UKUS 8,9
Terapi non bedah
1. Perbaikan sirkulasi dengan pemberian obat obatan yang memperbaiki viskositas darah.
2. Pengendalian status metabolik dengan pengaturan diet, pemberian insulin, memperbaiki keadaan penderita dengan nutrisi memadai dan pemberian anti agregasi.
3. Penanggulangan infeksi dengan pemberian obat sistemik dan lokal.
a. Sistematik
Pada ulkus diabetik kurva gram negatif lebih banyak ditemukan daripada gram positif, yang paling banyak adalah staphylococcus aerus, proteus mirabillis, klebsiella pseudomonas aeruginosa dan enterobocta. Selain antibiotik, kontrol diabetes dengan insulin.
b. Lokal
- Rendam dalam sol betadine (1 3 %) selama 1 2 kali/jam/hr.
- Ulkus : salep untuk membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelialisasi.
- Ulkus kompres dengan betadine (3 10%).
Terapi bedah
Terapi bedah untuk kaki dapat terdiri dari tindakan bedah kecil seperti insisi, pengaliran abses, debridemen dan nefrotomi.
Prinsipnya adalah pengeluaran semua jaringan nekrotik untuk maksud eliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh.Tindakan bedah berupa amputasi dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat
PENATALAKSANAAN
1. Diet pada DM 10
Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.
Komposisi energi :
- 60 70 % dari karbohidrat
- 10 15 % dari protein
- 20 25 % dari lemak
Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang yang diabetes
1. Memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25 30 kalori/kgBB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan berat badan.
2.
Dewasa
Kalori/kgBB Ideal
Kerja santai
Sedang
Berat
Gemuk
Normal
Kurus
25
30
35
30
35
40
35
40
40 50
3. Dengan pegangan kasar yaitu :
- Kurus : 2300 2500 kalori
- Normal : 1700 2100 kalori
- Gemuk : 1300 1500 kalori
Menghitung kebutuhan kalori
Perhitungan menurut Brocca :
BBI = 90 % x (TB dalam cm 100) x 1 kg
Untuk laki laki TB < 160 cm atau wanita TB < 150 cm, rumusnya :
BBI = (TB dalam cm 100) x 1 kg
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Idaman dikalikan kebutuhan kalori basal (30 kal/kgBB untuk laki laki dan 25 kal/kg BB untuk wanita), tetapi ditambah kalori berdasarkan presentasi kalori basal.
- Kerja ringan, ditambah 10 % dari kalori basal
- Kerja sedang, ditambah 20 % dari kalori basal
- Kerja berat, ditambah 40 100 % dari kalori basal
- Pasien kurus, masih tumbuh kembang, terdapat infeksi, sedang hamil atau menyusui, ditambah 20 30 % dari kalori basal.
Faktor faktor yang menentukan kebutuhan kalori :
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Aktivitas fisik dan pekerjaan
4. Kehamilan infeksi
5. Adanya komplikasi
6. Berat badan
II. Olahraga
- Dianjurkan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu) 0,5 jam
- Latihan pilihan adalah : jalan kaki jogging, lari, renang dan bersepeda.
- Zona sasaran / latihan yaitu 75-85% denyut nadi maksimal
III. Obat anti diabetik 11,12
Pada kasus ulkus diabetikum dalam praktek digunakan terapi anti diabetik yaitu insulin, yang diindikasikan untuk diabetes tipe I dan juga tipe II yang hiperglikemianya tidak berespon terhadap terapi diet dan obat-obat hipoglikemik oral.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
1. Semua penderita diabetes melitus dari setiap umur dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
2. Koma hiperosmolar dan asidosis laktat
3. DM dengan berat badan menurun secara cepat/kurus
4. DM yang mengalami stress berat ( infeksi sistemik, operasi berat, dll )
5. DM dengan kehamilan
6. DM tipe I
7. Kegagalan pemakaian hipoglikemik oral (OHD)
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya tiga jenis yang penting menurut cara kerjanya.
1. Insulin Reguler ( Regular Iletin I atau II, atau Humulin [Lilly], Insulin Injection Actrapid atau Novolin-R [Novo-Nordisk], Velosulin [Novo Nordisk]) adalah kristal insulin Seng kerja singkat, larut, yang efek hipoglikemiknya segera terlihat dalam 15 menit sesudah injeksi subkutan, mencapai puncak 1-3 jam, dan berlanjut hingga 5-7 jam yaitu bila diberikan dalam dosis lazim, misalnya 5-15 unit. Insulin ini khususnya bermanfaat dalam pengobatan ketoasidosis diabetik dengan dosis awal pada penderita yaitu sebesar 0,3 unit/ kgBB sampai didapatkan sedikitnya penurunan kadar plasma 10% dalam jam pertama, jika gagal diulangi dengan dosis yang sama dengan dosis awal.Dan Insulin pada golongan ini juga bermanfat pada kebutuhan insulin yang berubah cepat, misalnya sesudah pembedahan atau pada infeksi.
2. Insulin Semilente (Insulin Semilente [lilly] dan Semitard [Novo Nordisk]) adalah suatu bentuk amorf (mikrokristalin) dari insulin dan Seng dalam dapar Asetat. Mula kerjanya adalah 30-60 menit, dengan puncak tercapai dalam 6 jam dan lama kerjanya 12-16 jam.
B. Insulin Kerja Sedang.
1. Insulin Lente adalah campuran dari 30% Semilente denga 70% Insulin Ultralente (Lente Iletin I dan II, dan Humulin-L [Lilly], Lente Insulin [sapi], Monotard [babi], Lentard [sapi-babi], dan Novolin-L [Novo-Nordisk]). .Mula kerjanya biasanya tertunda hingga 2- 4 jam, dan respon puncak biasanya tercapai dalam 8-10 jam, karena lama kerjanya yang kurang dari 24 jam (dengan rentan 18-24 jam) maka kebanyakan pasien memerlukan setidaknya dua injeksi dalam sehari untuk mempertahankan efek insulin
2. Insulin NPH (neutral protamine Hagedorn, atau isophane), (NPH Iletin I dan II atau Humulin-N [Lilly], NPH Insulin Protaphane dan Novolin-N [novo-Nordisk], Insulatard NPH [babi atau manusia][Nordisk]). NPH adalah suatu insulin larut dengan satu bagian insulin Seng Protamin, kerja puncak dan lamanya kerja insulin NPH serupa dengan Insulin Lente.
C. Insulin Kerja Lama
Insulin Ultralente-Iletin I Ultralente (Lilly), Ultratard (Novo Nordisk) adalah suatu suspensi kristal insulin kerja panjang yang mula kerjanya cukup lambat, dimana efek puncak tercapai sesudah 8-14 jam dan lama kerjanya berlangsung hingga 36 jam
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegondo Sidartawan, Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini Dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta, FKUI 2002.p. 17 25.
2. Waspadji Sarwono. Diabetes Melitus, Penyulit Kronik dan Pencegahannya dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta : FKUI, 2002.p. 169 179.
3. Schteingart David E. Pankreas Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus, dalam Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses proses Penyakit Buku II, Edisi IV, Jakarta : EGC; 1995.p. 1109 1122.
4. Tjokroprawiro Askandar. Angiopati Diabetik, dalam Noer Sjaifoellah, Waspadji Sarwono, Rachman A, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi III, Jakarta, BP FKUI; 2001.p. 601 616.
5. Waspadji Sarwono. Gambaran Klinis, Diabetes Melitus, dalam Noer Sjaifoellah, Rachman A, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi III, Jakarta, BP FKUI, 2001.p. 586 589.
6. Sjamsochidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1997.p. 1238 1239.
7. Tambunan Monalisa. Perawatan Kaki Diabetik, dalam Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta, FKUI, 2002.p. 293 298.
8. Sjamsochidajat R, Wim de Jong. Ilmu Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1997.p. 645-649.
9. Pusponegoro Arjono D. Penanggulangan Kaki Diabetik, dalam Diabetes Melitus Simposium Berkala, Jakarta, FKUI, 1980.p. 52 55.
10. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aesculapius, FKUI, 2001.p. 584 588
11. John H. Karam, MD, Peter H. Forsham,MD Hormon-Hormon Pankreas & Diabetes Melitus. Editor. Endokrinologi dasar & klinik bab XV, Edisi IV, Jakarta, EGC; 1998.p. 781 808.
12. Slamet Suryono, Dasar Dasar Pengobatan Diabetes Melitus, dalam Diabetes Melitus Simposium Berkala, Jakarta, FKUI, 1980.p.87 90
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula dalam darah. Diabetes terjadi karena adanya masalah dengan produksi hormon insulin oleh pankreas, baik hormon itu tidak diproduksi dalam jumlah yang benar, maupun tubuh tidak bisa menggunakan hormon insulin yang benar (Martinus, 2005: 2). Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan mikroskop elektron (Mansjoer, A, 2000: 53). Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003, setidaknya ada 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20 79 tahun yang menderita diabetes mellitus. Sekitar 80% diantaranya, berada di negara berkembang, salah satunya adalah Negara Indonesia (DepKes RI, 2005). Di Indonesia, penderita diabetes melitus (Diabetesi) mengalami peningkatan, dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2001 dan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2020. Tingginya jumlah penderita diabetes tersebut membawa Indonesia menduduki peringkat ke- empat di dunia dengan jumlah diabetes terbanyak di bawah India (31,7 juta jiwa), China (20,8 juta jiwa), Amerika Serikat (17,7 juta jiwa) (DepKes RI, 2005). Pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia telah mencapai angka 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan diantara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur (Reptuz, 2009). Selain itu, menurut laporan dari beberapa tempat di Indonesia, angka kejadian dan komplikasi DM cukup tersebar sehingga bisa dikatakan sebagai salah satu masalah nasional yang harus mendapat perhatian lebih. Salah satu komplikasi penyakit diabetes melitus yang sering dijumpai adalah kaki diabetik (diabetic foot), yang dapat bermanifestasikan sebagai ulkus, infeksi dan gangren dan artropati Charcot. Penderita diabetes mempunyai resiko 15% terjadinya ulkus kaki diabetik pada masa hidupnya dan resiko terjadinya kekambuhan dalam 5 tahun sebesar 70%. Neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer, beban tekanan abnormal pada plantar dan infeksi menjadi resiko penting untuk terjadinya ulkus kaki diabetik dan amputasi (Stefan, et al dalam Putu, I, 2005). Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat dari komplikasi mikro dan makrovaskuler oleh karena diabetes. Ulkus kaki diabetes sering diawali dengan cedera pada jaringan lunak kaki, pembentukan fisura antara jari-jari kaki atau di daerah kulit yang kering, atau pembentukan sebuah kalus. Cedera tidak dirasakan oleh pasien yang kepekaan kakinya sudah menghilang dan bisa berupa cedera termal (misalnya, berjalan dengan kaki telanjang di jalan yang panas, atau memeriksa air panas untuk mandi dengan menggunakan kaki), cedera kimia (misalnya, membuat kaki terbakar pada saat menggunakan preparat kaustik untuk menghilangkan kalus, veruka atau bunion), atau cedera traumatik (misalnya, melukai kulit ketika menggunting kuku kaki, menginjak benda asing dalam sepatu, atau mengenakan kaus kaki yang tidak pas) (Smeltzer and Bare, 2002: 1276). Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi menahun yang paling ditakuti dan mengesalkan bagi penderita DM, baik ditinjau dari lamanya perawatan, biaya tinggi yang diperlukan untuk pengobatan yang menghabiskan dana 3 kali lebih banyak dibandingkan tanpa ulkus. Penderita ulkus kaki diabetes di negara maju memerlukan biaya yang tinggi untuk perawatan yang diperkirakan antara Rp $10.000 - $12.000 per tahun untuk seorang penderita. Penderita ulkus kaki diabetes di Indonesia memerlukan biaya yang tinggi sebesar 1,3 juta sampai Rp. 1,6 juta perbulan dan Rp. 43,5 juta per tahun untuk seorang penderita (Ridwan, 2011). Menurut Waspadji, dari Divisi Endokrin Metabolik, Departemen Penyakit Dalam FKUI, penyandang diabetes yang harus menjalani amputasi di Indonesia jumlahnya sekitar 25%, (data tahun 2003) dari seluruh pasien yang dirawat karena kakinya bermasalah. Padahal menurutnya, hal itu tidak perlu terjadi apabila penyandang diabetes mempunyai pengetahuan dan secara serius mau menjaga dan merawat kakinya secara rutin (Adam, 2008). Berdasarkan data Persadia Jawa Timur, jumlah diabetesi di Jawa Timur diperkirakan mencapai enam persen dari total jumlah penduduk Jatim (Adi, S, 2008), sedangkan dari data bagian penyakit dalam RSSA Malang tercatat penderita diabetes tahun 2008 yang menjalani rawat jalan lebih dari lima ribu pasien dan jumlah penderita diabetes yang mengalami komplikasi dan harus diamputasi kakinya cukup banyak. Meskipun tidak disebutkan secara pasti jumlahnya, namun di tahun 2008, diperkirakan lebih dari tiga belas pasien yang menjalani amputasi kaki (Moda, P dalam Ira, 2008). Oleh karenanya, berpedoman pada pencegahan jauh lebih baik dari pada pengobatan, sudah selayaknya perawatan kaki harus mendapat perhatian utama. Cara yang terbaik untuk pencegahan ialah mengajari penderita untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya kelainan kaki seperti pemeriksaan diri secara cermat, sepatu khusus, peminimalan trauma, pendeteksian dini, senam kaki diabetes dan penanganan ulkus kaki secara lebih agresif, pembersihan jaringan mati, perawatan khusus serta pemberian antibiotika dan pengobatan lain secara dini, di samping pemeriksaan kaki. Dengan cara tersebut diharapkan angka kejadian ulkus diabetikum dapat berkurang serta mampu menurunkan resiko amputasi di Rumah Sakit.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah manajemen perawatan kaki untuk mencegah luka ulkus diabetikum ?
1.3 Tujuan Penulisan Untuk mengidentifikasi manajemen perawatan kaki untuk mencegah luka ulkus diabetikum.
1.4 Manfaat penulisan Manfaat yang didapat dalam penelitian ini antara lain: 1.4.1 Bagi institusi pendidikan Sebagai salah satu sumber informasi bagi pelaksanaan keperawatan tentang manajemen perawatan kaki untuk mencegah luka ulkus diabetikum. 1.4.2 Bagi masyarakat Menginformasikan masyarakat tentang manajemen perawatan kaki untuk mencegah luka ulkus diabetikum. 1.4.3 Bagi penulis Memperoleh pengalaman tentang manajemen perawatan kaki untuk mencegah luka ulkus diabetikum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus Diabetes adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula dalam darah. Diabetes terjadi karena adanya masalah dengan produksi hormon insulin oleh pankreas, baik hormon itu tidak diproduksi dalam jumlah yang benar, maupun tubuh tidak bisa menggunakan hormon insulin yang benar (Martinus, 2005: 2). Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan mikroskop elektron (Mansjoer, 2000: 580). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, dalam Subhan 2002).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi diabetes melitus dari WHO tahun 1985 membagi diabetes melitus menurut jenis-jenis klinis dan resiko statistiknya. 2.1.2.1 Jenis-jenis klinis DM 1) Diabetes melitus 1.1) Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) 1.2) Non-Insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) (terdapat dua jenis yaitu: non obese dan obese ) 1.3) Malnutrition related diabetes mellitus (MRDM) 1.4) Jenis - jenis lain dari diabetes yang ada hubungannya dengan kondisi - kondisi dan sindrom - sindrom tertentu seprti: penyakit pankreas, penyakit dengan etiologi hormonal, kondisi - kondisi yang disebabkan oleh obat atau chemical, abnormalitas -abnormalitas dari insulin atau reseptor - reseptornya, sindrom -sindrom genetik tertentu, jenis - jenis lain (miscellaneous). 2. Impaired glucose tolerance (IGT) 2.1) Non obese 2.2) Obese 2.3) Berhubungan dengan kondisi-kondisi dan sindrom tertentu 3) Gestational diabetes mellitus (GDM) 2.1.2.2 Statistical risk clases (penderita dengan toleransi glukosa normal tetapi pada dasarnya mempunyai resiko tinggi berkembang menjadi diabetes). 1) Sebelumnya pernah ada abnormalitas dari toleransi gula 2) Mempunyai abnormalitas potensial dari toleransi gula (WHO, 2000: 12).
2.1.3 Diagnosis Diabetes Melitus Diagnosis DM ditegakan berdasar hasil pemeriksaan glukosa darah. Untuk menetapkan diagnosis, dapat dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa, 2 jam setelah beban glukosa, maupun glukosa darah sewaktu. 2.1.3.1 Kriteria diagnosis DM Menurut American Diabetes Association (ADA), kriteria diagnosis DM adalah sebagai berikut: 1. Didapatkan gejala klasik DM (banyak kencing, banyak minum, banyak makan, berat badan menurun) + glukosa darah sewaktu 200 mg/dl atau 2. Gejala klasik DM + glukosa darah puasa 126 mg/dl, atau 3. Gejala klasik DM + glukosa darah 2 jam setelah beban 200 mg/dl 2.1.3.2 Cara pelaksanaan tes beban glukosa (tes toleransi glukosa oral = TTGO) untuk diagnosis DM (WHO, 1994): 1. 3 hari sebelum tes pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari - hari, dengan jumlah karbohidrat yang cukup dan beraktifitas seperti kebiasaan sehari - hari 2. Berpuasa sedikitnya 8 jam dimulai malam hari sebelum pemeriksaan. Minum air putih tawar tetap diperkenankan 3. Diambil darah vena untuk pemeriksaan glukosa darah puasa 4. Diberikan glukosa 75 gram untuk dewasa, dan 1.75 gram/kgBB untuk anak - anak. Dilarutkan dalam 250 cc air diminum dalam jangka waktu 5 menit (untuk menghindari mual dapat diberikan dalam laurtan yang dingin) 5. Pasien berpuasa kembali selama 2 jam, kemudian diambil lagi darah vena untuk pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah beban 6. Selama proses pemeriksaan, pasien tetap dalam keadaan istirahat, dan tidak merokok 7. Untuk menegakkan diagnosis DM kehamilan (gestational DM) beban yang diberikan berupa glukosa 100 gram, dan diperiksan glukosa darah puasa, 1, 2 dan 3 jam setelah beban, dengan kriteria diagnosis yang berbeda. Tabel 2.1 Pengelompokan hasil pemeriksaan TTGO Tes Sumber Normal Gangguan Toleransi Gula (belum pasti dibetes) Diabetes Kadar gula darah puasa (mg/dL) Plasma vena < 110 110-125 126 Darah kapiler < 90 90-109 110 Kadar gula darah sewaktu (mg/dL) Plasma vena < 110 110-199 200 Darah kapiler < 90 100-199 200 Sumber: Martinus, 2005: 44
2.1.4 Etiologi Diabetes Melitus Insulin dependent diabetes melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau langerhans akibat proses autoimun. DM tipe 1 ini biasanya ditandai oleh awitan mendadak yang terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (<30 tahun) (Smeltzer and Bare, 2002: 1221). Sedangkan Non-Insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) disebabkan oleh karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. sel tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desinsitisasi terhadap glukosa (Mansjoer, 2000: 580).
2.1.5 Patofisiologi Diabetes Melitus Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren (Price, 2005: 1262).
2.1.6 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Diagnosa DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas dan berat badan menurun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita (Mansjoer, 2000: 580).
2.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus 2.1.7.1 Akut Komplikasi akut dari diabetes melitus antara lain koma hipoglikemia, ketoasidosis dan koma hiperosmolar non ketotik. 2.1.7.2 Kronis Makroangiopati (mengenai pembuluh darah besar): pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi dan pembuluh darah otak Mikroangiopati (mengenai pembuluh darah kecil): retinopati diabetik, nefropati diabetik Neuropati diabetik Rentan infeksi, seperti tuberkolusis paru, ginggivitis dan infeksi saluran kemih. Kaki diabetik (Mansjoer, 2000: 583)
2.1.8 Pencegahan Komplikasi Diabetes Melitus Mengingat besarnya jumlah pasien dan besarnya resiko komplikasi pada penderita diabetes, maka upaya paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu: 1. Pencegahan primer: semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum 2. Pencegahan sekunder. Kegiatannya menemukan DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien dengan diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel 3. Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha itu meliputi: mencegah timbulnya komplikasi, mencegah progresi dari pada komplikasi itu agar tidak menjadi kegagalan organ, dan mencegah kecacatan tubuh (Tjokronegoro, 1997: 580).
2.2 Konsep Ulkus Diabetikum 2.2.1 Definisi Ulkus Diabetikum Ulkus kaki diabetes adalah kaki neuropati, iskemia dan neuroiskemia, dengan tipe neuropati yang tersering. Ulkus kaki diabetes dapat berkembang secara cepat, dengan kerusakan jaringan yang cepat dan sering disertai dengan adanya infeksi, dan bila terjadi terjadi ulkus akan lambat untuk penyembuhannya. Kaki diabetik merupakan tukak yang timbul pada penderita diabetes mellitus yang disebabkan karena angiopati diabetik, neuropati diabetik atau akibat trauma (Admin, 2009).
2.2.2 Penyebab Ulkus Diabetikum Faktor patofisiologi yang terlibat dalam perkembangan ulkus kaki diabetes adalah neuropati, insufisiensi arterial, abnormalitas musculoskeletal, dan lemahnya wound healing. Mikroorganisme patogen juga terlibat pada mekanisme ulkus kaki dibetes. Rendahnya status nutrisi juga mempengaruhi proses penyembuhan luka. Faktor resiko untuk ulkus kaki diabetes dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok yang berbeda, yaitu perubahan patofisiologi, deformitas anatomi, dan pengaruh lingkungan. Perubahan patofisiologi pada level biomolekuler mengakibatkan timbulnya neuropati sensori saraf periferal, penyakit vaskuler perifer, dan kompromisasi sistem imun yang mengakibatkan gangguan pada proses wound healing. Neuropati motorik dan neuroarthropati Charcot adalah penyebab utama pada deformitas kaki penderita diabetes. Akhirnya faktor eksternal akibat adanya trauma akut ataupun kronik sering menjadi penyebab awal terbentuknya ulkus kaki diabetes. Kombinasi dari 3 faktor resiko tersebut diatas memicu sebuah pathway timbulnya ulkus kaki diabetes. Pathway ulkus kaki diabetes dapat tersusun dari sejumlah komponen penyebab seperti neuropati periferal, trauma kaki, deformitas kaki, iskemi tungkai bawah, edema kaki, dan pembentukan kalus. Akan tetapi, pada hasil sebuah penelitian tiga serangkai faktor utama yaitu neuropati, trauma kaki minor, dan deformitas kaki ditemukan lebih besar dari 63%. Faktor pertama pada perkembangan ulkus kaki diabetik yaitu neuropati sensori perifer yang menyebabkan insensitifitas nyeri. Komponen selanjutnya adalah trauma, biasanya berhubungan dengan tekanan yang terlalu tinggi pada bagian telapak kaki selama proses berjalan. Komponen akhir adalah kegagalan wound healing yang berhubungan dengan penurunan suplai darah pada area luka dan ekspresi abnormal growth factor serta sitokin lain yang terlibat dalam proses healing. Kombinasi faktor-faktor tersebut merupakan komponen utama yang timbulnya ulkus kaki diabetik dan menjadi penyebab penting pada amputasi ekstremitas bawah (Thanh, et al., dalam Putu, I, 2005). Gambar 2.1 Skema faktor terjadinya ulkus kaki diabetik Sumber: Robert, et al., dalam Putu, I, 2005 2.2.3 Cara Mencegah Terjadinya Ulkus Diabetikum Pencegahan ulkus diabetikum dimulai dengan mengidentifikasi faktor - faktor resiko pada klien, kemudian memberikan bimbingan tentang bagaimana meminimalkan resiko-resiko tersebut. 2.2.3.1 Identifikasi Resiko Pemeriksaan kaki dan pelajaran tentang perawatan kaki merupakan bahan yang paling penting untuk dibicarakan ketika menghadapi pasien yang beresiko tinggi mengalami infeksi kaki. Hilangnya sensasi (penurunan sensibilitas) memang merupakan salah satu faktor utama resiko terjadinya ulkus, tetapi terdapat beberapa faktor resiko lain yang juga turut berperan yaitu: 1. Keadaan hiperglikemia yang tidak terkontrol 2. Usia pasien yang lebih dari 40 tahun 3. Riwayat ulkus kaki atau amputasi 4. Penurunan denyut nadi perifer 5. Riwayat merokok 6. Deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion dan kalus) (Smeltzer and Bare, 2002: 1276). 2.2.3.2 Manajemen Perawatan Kaki Dengan perawatan kaki yang tepat dan perubahan posisi yang sering pasien dapat menjaga kesehatan kulit dengan mencegah penekanan di satu titik. Disamping itu, perawatan juga harus dilakukan dengan program latihan. Pasien dengan neuropati disarankan untuk memilih program pelatihan yang sesuai seperti senam aerobic, berenang, bersepeda atau menari (yoga). Berikut ini adalah program perawatan kaki yang harus dilakukan klien dengan diabetes melitus: 1. Pemeriksaan dan perawatan kaki diabetes secara mandiri Pemeriksaan dan perawatan kaki diabetes merupakan semua aktivitas khusus (senam kaki, memeriksa dan merawat kaki) yang dilakukan oleh para diabetesi atau individu yang beresiko sebagai upaya dalam mencegah timbulnya ulkus diabetikum. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan secara rutin dan minimal sekali sehari. 1.1) Cara melakukan pemeriksaan kaki diabetes (inspeksi) o Menggunakan cermin untuk memeriksa seluruh bagian kaki yang sulit dijangkau terutama telapak kaki dari luka atau kelainan yang lain (gambar 2.2) o Menggunakan kaca pembesar (lop) untuk mengetahui hasil yang lebih baik o Jika penglihatan klien berkurang, maka klien dapat meminta bantuan anggota keluarga atau orang lain untuk memeriksanya. Gambar 2.2 Cara memeriksa telapak kaki (inspeksi) 1.2) Area pemeriksaan kaki Kuku jari: periksa adanya kuku tumbuh di bawah kulit (ingrown nail), robekan atau retakan pada kuku (gambar 2.3) Gambar 2.3 Ingrown nail (kuku tumbuh dibawah kulit) Kulit: periksa kulit di sela-sela jari (dari ujung hingga pangkal jari), apakah ada kulit retak, melepuh, luka, atau perdarahan (gambar 2.4) Gambar 2.4 Pemeriksaan sela sela jari kaki Telapak kaki: Periksa kemungkinan adanya luka pada telapak kaki, apakah terdapat kalus (kapalan), palantar warts, atau kulit telapak kaki yang retak (fisura) (gambar 2.5) Gambar 2.5 Lokasi umum luka dan kelainan pada telapak kaki Kelainan bentuk tulang pada kaki: periksa adanya kelainan kaki seperti kaki bunion, charchots atropathy, hammer toe, clawed toe (gambar 2.6) Bunion Charchots atropathy
Hammer toe Clawed toe Gambar 2.6 Beberapa kelainan pada kaki diabetes Kelembaban kulit: periksa kelembaban kulit dan cek kemungkinan adanya kulit berkerak dan kekeringan kulit akibat luka (gambar 2.7) Gambar 2.7 Kulit kering (berkerak) Bau: periksa kemungkinan adanya bau dari beberapa sumber pada daerah kaki (IDF, 2009). 1.3) Perawatan (mencuci dan membersihkan) kaki Menyiapkan air hangat: uji air hangat dengan siku untuk mencegah cedera Cuci kaki dengan sabun yang lembut (sabun bayi atau sabun cair) untuk menghindari cedera ketika menyabun. Keringkan kaki dengan handuk bersih, lembut. Keringkan sela-sela jari kaki, terutama sela jari kaki ke-3-4 dan ke-4-5. Oleskan lotion pada semua permukaan kulit kaki untuk menghindari kulit kering dan pecah pecah (gambar 2.8) Gambar 2.8 Mengoleskan lotion pada kaki Jangan gunakan lotion di sela-sela jari kaki. Karena akan meningkatkan kelembapan dan akan menjadi media yang baik untuk berkembangnya mikroorganisme (fungi) (Nico, A, 2008). 1.4) Perawatan kuku kaki Potong dan Rawat kuku secara teratur. Bersihkan kuku setiap hari pada waktu mandi dan berikan cream pelembab kuku. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar kuku tidak tajam (gambar 2.9). Jika ragu, Anda bisa meminta bantuan keluarga atau dokter untuk memotong kuku Anda (Nico, A, 2008) Gambar 2.9 Arah yang benar pada pemotongan kuku pada kaki diabetes Hindarkan terjadinya luka pada jaringan sekitar kuku. Bila kuku keras, sulit dipotong, rendam kaki dengan air hangat selama 5 menit. 1.5) Hal-hal yang harus dihindari dalam perawatan kaki diabetes Jangan berjalan tanpa menggunakan alas kaki Hindari penggunaan plester pada kulit Jaga agar kaki tidak kontak dengan air panas (jangan gunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki ketika mengalami nyeri) Jangan gunakan batu /silet untuk mengurangi kapalan (callus) Jangan gunakan pisau /silet untuk memotong kuku kaki Jangan membiarkan luka kecil di kaki, sekecil apa pun luka tersebut 2. Pemilihan alas kaki yang baik Sepatu memiliki peranan yang penting dalam kehidupan kita. Kaki menahan berat yang keseluruhan sama dengan beberapa ton setiap harinya. Karena itulah kaki lebih sering terluka dibandingkan bagian tubuh yang lain, sehingga penting untuk merawat kaki dan memakai sepatu yang tepat. Berikut adalah cara dalam memilih sepatu yaitu: Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka, tidak terkecuali di dalam rumah Usahakan membeli sepatu pada sore hari, karena saat itu kaki melebar optimal karena aktifitas. Jangan memakai sepatu baru lebih dari satu jam dalam sekali pakai dan pastikan sepatu tidak ada jahitan yang lepas atau rusak. Pilih sepatu dengan ukuran dan lebar yang sesuai, pastikan bagian terlebar dari kaki terpasang pada sepatu dengan aman dan nyaman (sepatu yang agak lebar) jangan yang lancip dan khususnya wanita jangan dengan sepatu hak tinggi. Sepatu sebaiknya 0,5 inchi lebih panjang dari jari kaki terpanjang (jempol kaki) untuk menghindari cedera (gambar 2.10) (IDF, 2009)
Gambar 2.10 Ukuran dan bentuk sepatu yang baik untuk kaki diabetes Periksa bagian dalam sepatu sebelum pemakaian: tumit sepatu, telapak kaki, bagian atas, bagian dalam dasar (alas) dan tepi. Selalu periksa sepatu dan kaos kaki dari benda asing/ benda tajam: menghilangkan benda asing sebelum memakainya. Jangan mempergunakan kaos kaki yang terlalu ketat/ elastik, gunakan kaos kaki yang terbuat dari kapas, wol, atau campuran kapas dan wol. Selain itu, gunakan kaos kaki yang berwarna terang (putih) (gambar 2.11). Khusus pada wanita dianjurkan untuk tidak memakai stocking. Gambar 2.11 Kaos kaki yang sesuai bagi penderita diabetes Lakukan tes berikut untuk mengetahui apakah sepatu telah pas di kaki: o Berdirilah di atas selembar kertas. (Pastikan Anda berdiri, bukan duduk, karena bentuk kaki berubah saat Anda berdiri). o Perhatikan garis kaki Anda dan garis sepatu Anda o Bandingkan keduanya: apakah sepatu terlalu sempit, apakah bagian terlebar kaki sudah aman dan nyaman serta adakah kemungkinan kaki akan mengalami kram di dalam sepatu (gambar 2.12) Gambar 2.12 Alas sepatu yang tepat bagi kaki diabetes Lepas sepatu setiap 4 - 6 jam serta gerakkan pergelangan dan jari-jari kaki agar sirkulasi darah tetap baik (Canadian Family Physician, 2001:1014) 3. Senam kaki diabetes Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki. Senam kaki juga dapat memperkuat otot - otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot paha, dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi. (Sumosardjuno, S, 1986 dalam Tyo, A, 2009)
3.1) Indikasi dan kontra indikasi 3.2.1) Indikasi Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita diabetes melitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita diabetes melitus sebagai tindakan pencegahan dini 3.2.2) Kontraindikasi Klien mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsneu atau nyeri dada dan orang yang depresi, khawatir atau cemas. 3.3) Persiapan Persiapan alat: kertas koran 2 lembar dan kursi (jika tindakan dilakukan dengan duduk) Persiapan lingkungan: lingkungan yang nyaman dan tenang, privacy terjaga
3.4) Pelaksanaan 1. Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk tegak di atas bangku dengan kaki menyentuh lantai (gambar 2.13) Gambar 2.13 Posisi duduk tegak di atas kursi dengan kaki menyentuh lantai 2. Dengan meletakkan tumit di lantai, jari - jari kedua belah kaki diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali. 3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari - jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10 kali (gambar 2.25) Gambar 2.14 Gerakan kaki seperti menjahit dalam senam kaki diabetes 4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali (gambar 2.15) Gambar 2.15 Gerakan rotasi pergelangan kaki dengan tumpuan tumit 5. Jari - jari kaki diletakkan di lantai. Tumit diangkat dan putar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali (gambar 2.16) Gambar 2.16 Gerakan rotasi pergelangan kaki dengan tumpuan ujung jari-jari kaki 6. Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari jari ke depan turunkan kembali secara bergantian ke kiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali. 7. Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke lantai. 8. Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke 8, namun gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali. 9. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan pergelangan kaki ke depan dan ke belakang. 10. Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10 lakukan secara bergantian (gambar 2.17) Gambar 2.17 Rotasi pergelangan kaki dengan kaki diluruskan ke depan
11. Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki (gambar 2.18). Cara ini dilakukan hanya sekali saja Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran. Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh. Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola Gambar 2.18 Membentuk bola koran dengan kedua telapak kaki
BAB III PAPARAN KASUS Tuan X 45 tahun, sudah 2 tahun ini menderita Diabetus Mellitus. Beliau bekerja sebagai buruh tani. Beliau pernah memeriksakan kadar gula darahnya di puskesmas, dan kadar gulanya 388 mg/dl dan mendapatkan obat dari puskesmas. Tetapi di rumah beliau meminum obat tidak teratur. Setelah itu beliau jarang sekali kontrol ke puskesmas karena terhalang dengan ekonomi. Beliau juga sering merokok. Dan beliau pernah mengalami luka di kaki yang terjadi 1 bulan yang lalu dan tak kunjung sembuh karena gigitan serangga. Setelah 2 bulan luka tersebut sudah sembuh. Beliau melakukan pencegahan luka dengan hanya mencuci kakinya setiap hari setelah beraktivitas dan memotong kuku secara merata. Beliau pernah mendapatkan informasi tentang perawatan kaki diabetes dari petugas kesehatan dan radio, namun beliau sering kali tidak mengindahkan informasi tersebut dan kadang tidak menuruti saran dan informasi yang diberikan oleh petugas.
BAB IV PEMBAHASAN Berdasarkan kasus di atas, didapatkan bahwa beliau hasil bahwa tuan X penderita DM 2 tahun, sehari-hari bekerja sebagai buruh tani. Dan beliau mulai jarang memeriksakan kesehatannya ke puskesmas karena terhalang faktor ekonomi. Diketahui bahwa kadar gula darah terakhir adalah 388 mg/dL. Dari segi pekerjaan, beliau sangat beresiko sekali terjadi luka di kakinya, karena selalu pergi ke sawah setiap hari yang memungkinkan terkena infeksi pada kakinya. Dari kasus tersebut juga diketahui bahwa beliau juga mempunyai kebiasaan merokok yang merupakan salah satu penyebab ulkus diabetikum. Pencegahan luka ulkus diabetikum pada tuan X harus dilakukan sedini mungkin karena melihat banyaknya faktor resiko terjadinya ulkus diabetikum padanya. Pencegahan luka ulkus diabetikum pada tuan X dapat dilakukan dengan cara : 1. Memeriksa kaki setiap hari Tuan X dianjurkan memeriksakan kakinya setelah pulang dari sawah biar tetap bersih. Karena apabila kaki kotor dapat menyebabkan kuman infeksi di kakinya dan dapat menyebabkan luka ulkus diabetikum. Pemeriksaan kaki dapat dilakukan dengan menggunakan cermin agar dapat melihat telapak kaki, sela- sela jari, dan kulit kaki. Dan sebaiknya menggunakan cahaya yang terang agar terlihat dengan jelas. Sebaiknya Tuan X juga memeriksakan secara rutin setahun dua kali ke petugas kesehatan agar dapat mengontrol status kesehatanya sehingga tidak terjadi komplikasi yang lainya. 2. Mencuci kaki setiap hari Mencuci kaki harus dilakukan Tuan X setiap hari setelah beraktivitas karena dapat menghilangkan kuman penyebab infeksi di kakinya. Pencucian kaki sebaiknya dengan air hangat, sabun bayi maupun sabun cair, agar kaki benar-benar bersih dari kuman, tidak mengiritasi kaki, dan mengurangi resiko cidera pada kaki.
Memotong kuku secara baik dan benar Tuan X juga dianjurkan untuk memotong kuku dengan mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu pendek atau dekat dengan kulit untuk menghindari luka di jaringan kuku. Beliau bisa meminta bantuan keluarganya bila ragu untuk melakukanya. Tuan X dapat merendam kukunya dengan air hangat selama 5 menit untuk melunakkan jika kuku terasa keras. Kemudian beliau juga harus mengikir ujung-ujung kaki yang lancip untuk menghindari terjadinya luka akibat ujung kuku yang lancip. 4. Menggunakan sepatu yang nyaman Tuan X seharusnya menggunakan sepatu atau alas kaki yang lembut setiap beraktivitas untuk menghindari terjadinya luka di kaki. Pemilihan sepatu yang tepat harus memperhatikan ukuran kaki, tidak boleh terlalu sempit karena dapat menyebabkan kram pada kaki. Penggunaan sepatu juga harus dibuka setiap 4-6 jam untuk memperlancar peredaran darah di kaki. 5. Menghindari rokok Dari kasus di atas, tuan X mempunyai kebiasaan merokok, itu merupakan kebiasaan yang tidak baik bagi tuan X karena dapat menyebabkan beberapa komplikasi Diabetus melitus yang lainya, salah satunya ulkus diabetikum. Jadi, tuan X harus mulai menghindari kebiasaan merokok tersebut. 6. Pengaturan makan Selain perawatan kaki di atas, pengaturan pola makan juga penting untuk penderita Diabetes Melitus seperti Tuan X. Tuan X dianjurkan mengonsumsi makanan yang rendah gula dan juga mengatur diet dengan mengurangi karbohidrat. Pengaturan diet yang dilakukan berdasarkan 3J, yaitu: jenis, jumlah, dan jadwal. Jenis makanan hendaknya makanan yang seragam, tetapi sesuai dengan ukuran. Jumlah makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering. Penjadwalan makan pun harus dijaga ketat, hal ini dilakukan agar kadar gula di dalam tubuh masih dalam ambang normal. 7. Pengobatan secara rutin dan sesuai petunjuk Tuan X seharusnya meminum obat secara teratur dan sesuai petunjuk dokter. Minum obat yang teratur dapat menstabilkan gula darah beliau. Karena diketahui gula darah tuan X yang tinggi yaitu 388 mg/dL, Pencegahan luka ulkus diabetikum Tuan X selain diatas juga dapat dilakukan dengan senam kaki diabetik. Senam kaki diabetik bertujuan untuk membantu melancarkan sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, dan mencegah kelainan bentuk kaki. Pada kasus seperti Tuan X diatas, perawatan kaki menjadi salah satu cara yang efektif untuk mencegah luka ulkus diabetikum karena dari faktor ekonomi Tuan X termasuk kategori kurang mampu. Dengan perawatan kaki secara mandiri Tuan X tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk mencegah luka kaki, hanya diperlukan keuletan dan kesabaran dalam perawatannya. Karena bagaimanapun diabetes mellitus yang diderita oleh Tuan X sangat beresiko untuk terjadi luka ulkus diabetikum, sehingga pencegahan akan lebih baik untuk mengurangi resiko yang lebih besar.
BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan mikroskop elektron. Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus yang berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Cara pencegahan luka ulkus diabetika dimulai dengan mengidentifikasi faktor resiko dan dilanjutkan dengan perawatan kaki. Manajemen perawatan kaki untuk mencegah luka ulkus diabetika meliputi pemeriksaan dan perawatan kaki secara mandiri, pemilihan alas kaki yang baik, dan senam kaki diabetik. Dengan cara tersebut dapat meminimalkan resiko terjadinya luka ulkus diabetik pada penderita diabetes mellitus. 2. Saran Manajemen perawatan kaki dalam mencegah terjadinya ulkus diabetikum seharusnya dilakukan secara komprehensif dan kontinyu. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut. Oleh karena itu pentingnya perawatan kaki untuk mencegah ulkus diabetikum diantaranya adalah: 1. Melakukan pemeriksaan pada kaki diabetesi sedini mungkin, bisa menggunakan cermin, kaca pembesar, atau meminta bantuan anggota keluarga atau orang lain untuk memeriksanya karena sulit dijangkau terutama telapak kaki. 2. Memeriksa kaki setiap hari. Mulai kuku jari, kulit kaki, telapak kaki, dan bau. Jika mengalami kesulitan atau masalah dalam pemeriksaannya, hendaknya datang ke petugas kesehatan yang terdekat. 3. Mencuci dan membersihkan kaki setiap hari. Hal ini dapat menghilangkan kuman penyebab infeksi di kakinya dengan menggunakan air hangat atau setelah selesai mencuci kaki biasa diberi lotion pada permukaan telapak kaki. Kecuali pada sela-sela kaki. 4. Merawat dan memotong kuku dengan benar dan teratur. 5. Jangan menggunakan batu/silet untuk mengurangi kapalan (callus) dan jangan membiarkan luka kecil di kaki, sekecil apa pun luka tersebut. 6. Menggunakan kaos kaki dan sepatu yang tepat dan nyaman. 7. Melakukan senam kaki diabetik untuk melancarkan vaskularisasi pada kaki diabetesi. 8. Mengatur pola makan dengan kriteria 3J (Jumlah,Jenis, dan Jadwal) dan menghindari rokok ataupun alkohol. 9. Melakukan pengobatan secara rutin dan sesuai petunjuk dari petugas kesehatan. DAFTAR PUSTAKA
Alimul. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Canadian family Physycian. 2001. Diabetic Foot Ulcer, Pathophysiology, Assessment, and Therapy._: Can family physician.
Doenges Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta:Edisi 3, EGC.
Notoatmojo. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep & Proses Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Price, A. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit Ed 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol. 2. Jakarta: EGC
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
WHO. 2000. Pencegahan diabetes mellitus, laporan kelompok studi WHO. Jakarta: Hipokrateas.
Adam. 13 September 2008. Perawatan Kaki Diabetes, (Online), (http://www. Perawatan Kaki Diabetes smallCrab online.mht, diakses tanggal 20/6/2011 pukul 20:38 WIB)
Admin. 11 maret 2009. Ulkus diabetikum, (Online), (http://abhique.blogspot .com/2009/11/ulkus- diabetikum.html, diakses tanggal 21/6/2011 pukul 21:50 WIB)
DepKes RI. 9 Juni 2005. Diabetes Mellitus Masalah Kesehatan Masyarakat yang Luas, (Online), (http://med.depkes.ac.id/DataJurnal/tahun2005vol26/ Vol26No.3Supplementok/9-John%20, diakses tanggal 22/6/2011 pukul 14:38 WIB)
International Diabetes Federation. 2009. International Consensus on the Management and the Prevention of the Diabetic Foot, (Online), (http://www.diabetic-foot-consensus.com, diakses tanggal 22/6/2011 pukul 15:09 WIB)
Ira. 17 Oktober 2008. Diabetes Serang Malang, (Online), (http://malangraya.web.id/2008/10/17diebetes- serang-malang, diakses tanggal 24/6/2011 pukul 14:31 WIB)
Nico, A. 14 Januari 2008. Perawatan Kaki Diabetes, (Online), (http://www. Perawatan-kaki=DM- tanyajawab smallCrab online.mht, diakses tanggal 23/6/2011 pukul 16:37 WIB)
Pikiran-rakyat. 22 Agustus 2007. Mengenal dan Merawat Kaki Diabetik, (Online), (http://www.pikiran- rakyat.com, diakses tanggal 23/6/2011 pukul 20:52 WIB)
Putu, I. 2005. Patofisiologi dan Biomekanisme Diabetic Foot Ulcer, (Online), (http://ackogtg.wordpress.com/patofisiologi-ulkus-Diabetes melitusM-dan-komplikasinya/, diakses tanggal 24/6/2011 pukul 18:27 WIB)
Tyo, A. 16 April 2009. Senam Kaki Diabetes. (Online), (http://akh-tyo.blogspot .com/2008/04/senam-kaki- diabetes.html, diakses tanggal 23/6/2011 pukul
Diabetik neuropati merupakan gejala atau tanda gangguan fungsi syaraf perifer pada penderita diabetik yang bukan disebabkan oleh penyakit lain. Dapat dibedakan menjadi neuropati sensorik, neuropati motorik maupun neuropati otonom merupakan faktor yang sangat berperan pada kejadian timbulnya ulkus dan ganggren diabetikum. Kerusakan pada serabut syaraf sensorik menyebabkan berkurang atau hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan sensasi suhu dan sensasi rasa dalam, sehingga trauma yang terjadi pada tungkai tidak dirasakan oleh penderita sampai menimbulkan ulserasi pada kulit. Neuropati motorik dapat menyebabakan terjadinya kelemahan otot otot intrinsik pada jari jari kaki sehingga otot otot jari akan mengalami atrofi sehingga mengakibatkan deformitas serta perubahan struktur kaki yang pada bagian bagian tertentu akan menglami tekanan yang lebih besar. bagian bagian yang mengalami tekanan yang lebih besar inilah jika berlangsung bertahun tahun pada suatu saat akan mengalami ulserasi. Neuropati otonom akan menyebabkan berkurang atau hilangnya sekresi kelenjar keringat yang dapat mengakibatkan kulit menjadi kering, pecah pecah dan mudah terinfeksi. selain itu gangguan sistem syaraf otonom ini juga dapat meningkatkan terjadinya shunting arteri vena sehingga akan menyebabakan aliran darah meningkat sehingga kulit terasa hangat. Beberapa gejala klinis neuropati diabetik yang sering dikeluhkan penderita antara lain rasa nyeri, kebas kebas, rasa panas atau dingin, kulit tersa lebih sensitif dirasakan terutama malam hari. sedangkan tanda tanda yang sering didapat antara lain penurunan ambang rasa sakit,suhu, vibrasi, menyusutnya otot otot kecil di kaki, hilang atau berkurangnya sekresi kelenjar keringat serta timbulnya pelebaran pembuluh vena pada tungkai. Penyakit pembuluh daraf perifer atau PVD merupakan faktor lain yang ikut berperan pada timbulnya masalah pada kaki diabetes. pada kondisis ini terjadi proses pembentukan aterosklerosis da dinding pembuluh darah sehingga terjadi penympitan atau bahkan sampai terjadi penyumbatan lumen dari pembuluh drah sehingga terjadi iskemik pada tungkai yang pada akhirnya mempermuda infeksi.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah yaitu merokok, hipertensi, diabetes dan hiperkolesterlemia. pembentukan plague aterosklerosis pada dinding pembuluh darah dari kolesterol ini berlangsung perlahan lahan tapi progresif yang pada suatu saat akan menyebabkan penyempitan yang bermakna dari lumen pembuluh darah sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah kedaerah distal dari pembuluh darah yang menyempit ini. Faktor lain adalah infeksi yang harus segera diatasi karena dapat menyebabkan resiko terjadinya amputasi kaki. infeksi pada penderita diabetes memang akan cenderung lebih berat dibandingkan dengan yang bukan diabetes, hal ini dikaitkan dengan mekanisme pertahanan tubuh yang terganggu, struktur anatomi kaki yang terdiri dari banyak kompartemen yang bersekat sekat sehingga memudahkan terjadinya penjalan infeksi. sedangkan infeksi yang disertai dengan tanda tanda keterlibatan struktur jaringan dibawah kulit seperti otot, tendon, tulang atau sendi menunjukkan infeksi yang lebih dalam yang biasanya disertai dengan jaringan iskemik dan jaringan nekrotik biasanya kuman penyebab lebih dari satu