D1, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering D2, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah D3, karies mencapai email D4, karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ) D5, karies menyerang dentin D6, karies menyerang pulpa
APA PENGERTIAN DARI? a. White spot/ lesi putih: Proses awal terjadinya lubang gigi yang timbul akibat pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan demineralisasi namun pada fase ini permukaan gigi masih utuh. Bercak putih (White spot) timbul akibat pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan demineralisasi.
b. Iritasi pulpa: Iritasi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi mengalami kerusakan sampai batas dentino enamel junction.
c. Karies email: Karies email merupakan karies yang terjadi pada permukaan email gigi (lapisan terluar dan terkaras dari gigi), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan hitam atau cokelat pada email. Apabila keseimbangan antara laju proses demineralisasi dengan remineralisasi berlanjut maka permukaan lesi awal akan runtuh akibat dari pelarutan apatie yang sudah melemah sehingga menghasilkan kavitas.
d. Karies dentin: Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya terasa sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.
e. Hiperemi pulpa: Hiperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa. Hyperemi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami kerusakan, terjadi sirkulasi darah bertambah karena terjadi pelebaran pembuluh darah halus di dalam pulpa. Pulpa terdiri dari saluran pembuluh darah halus, urat-urat syaraf,dan saluran lymfe.
f. Pulpitis reversible: Inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya dilenyapkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal. Stimulus ringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodonsium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor- faktor yang dapat menyebabkan pulpitis reversibel.
g. Pulpitis Irreversibel: Inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun penyebabnya dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis. Pulpa irreversible ini seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari pulpa reversible. Dapat pula disebabkan oleh kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, trauma atau pergerakan gigi dalam perawatan ortodontic yang menyebabkan terganggunya aliran darah pulpa.
h. Nekrosis Pulpa: Suatu perubahan morfologis yang menunjukkan kematian sel pada jaringan pulpa.
i. Periodontitis: Peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi (= jaringan periodontium). Yang termasuk jaringan penyangga gigi adalah gusi, tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligamen periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam kantongnya dan juga berfungsi sebagai media peredam antara gigi dan tulang).
PENGGUNAAN ANALGESIK DAN ANTIBIOTIK DALAM KEHAMILAN Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Tujuan setiap terapi obat yang diresepkan selama kehamilan adalah untuk menghindari reaksi obat yang merugikan baik pada ibu maupun janin. Telah diketahui bahwa tidak satupun obat yang digunakan untuk merawat rasa nyeri atau infeksi sepenuhnya tanpa risiko. Namun akibat yang ditimbulkan dari tidak dirawatnya infeksi selama kehamilan melebihi risiko yang mungkin ditimbulkan oleh sebagian besar obat-obatan yang dibutuhkan untuk perawatan gigi. Pada masa kehamilan, obat-obatan sangat mudah diabsorbsi, oleh karena itu dokter gigi harus sangat berhati-hati dalam memberi resep obat-obatan kepada pasien hamil. Reaksi toksik , alergi atau hipersensitivitas yang terjadi pada wanita hamil dapat mempengaruhi kesehatannya dan membatasi kemampuannya untuk menjalani kehamilan. Efek obat yang merugikan secara spesifik terhadap kesehatan janin adalah mencakup cacat kongenital, keguguran, komplikasi kelahiran, berat badan rendah dan ketergantungan obat pasca lahir. Food and Drug Administration atau FDA Amerika telah menetapkan lima kategori untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan risiko terhadap wanita hamil dan janinnya. Kelima kategori ini memberikan pedoman untuk keamanan relatif obat yang diresepkan bagi wanita hamil. Berikut ini kategori obat-obatan berdasarkan FDA. 1. Kategori A : Kategori ini meliputi obat-obatan dan bahan yang telah diuji melalui penelitian terkontrol pada wanita. Penelitian tersebut menunjukkan tidak ada resiko terhadap fetus selama semester pertama kehamilan dan kemungkinan bahaya terhadap janin kecil. 2. Kategori B : Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa bahan ini tidak beresiko terhadap janin, tetapi belum ada penelitian terkontrol yang telah dilakukan pada manusia untuk memastikan kemungkinan efek samping terhadap janin. Kategori ini juga meliputi obat-obatan yang telah menunjukkan efek samping pada janin hewan, tetapi penelitian terkontrol pada manusia tidak diungkapkan adanya resiko terhadap janin. 3. Kategori C : Penelitian pada hewan telah memperlihatkan bahwa obat ini mungkin memiliki efek teratogenik dan/atau toksik terhadap embrio, tetapi belum dilakukan penelitian terkontrol pada wanita. Suatu obat juga masuk ke dalam kategori ini bila tidak ada penelitian terkontrol yang dilakukan pada manusia maupun hewan 4. Kategori D : Terdapat bukti risiko terhadap janin manusia, tetapi manfaatnya dalam situasi tertentu, misalnya penyakit yang serius atau keadaan yang membahayakan nyawa tanpa tersedia terapi alternatif lainnya, dapat membenarkan pemakaian obat-obatan ini semasa kehamilan. 5. Kategori X : Penelitian pada hewan atau manusia telah memperlihatkan bahwa obat ini menyebabkan perubahan pada janin atau telah menunjukkan bukti-bukti peningkatan resiko terhadap janin, berdasarkan eksperimen pada hewan dan manusia. Risiko terhadap janin melebihi segala manfaatnya.
Obat-obatan dalam kategori A dan B umumnya dianggap tepat untuk digunakan selama kehamilan. Obat-obatan kategori C harus digunakan dengan peringatan, dan obat-obatan kategori D dan X harus dihindari atau merupakan kontraindikasi. Obat-obatan yang digunakan di kedokteran gigi seperti anestestikum lokal, analgesik, antibiotik, antifungi dan obat-obatan lainnya biasanya memiliki waktu paruh metabolik pendek yang diberikan untuk periode terbatas, oleh karena itu cenderung kurang menyebabkan komplikasi selama kehamilan. Berikut ini tabel anestetikum lokal yang aman dan tidak aman digunakan pada masa kehamilan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan anestetikum lokal selama kehamilan antara lain: 1. Penggunaan yang aman adalah anestetikum lokal dengan kadar rendah atau tanpa epinefrin, sebab pada masa kehamilan biasanya terdapat komplikasi kehamilan berupa peningkatan tekanan darah. 2. Untuk kategori anestetikum lokal yang aman (Tabel 1), maksimum penggunaan adalah 2 karpul. 3. Hindari pemberian epinefrin pada pasien wanita hamil yang menderita hipertensi. Gunakan 4% prilokain tanpa epinefrin (Citanest Plain) setelah konsultasi dan mendapat keterangan dari obstetrisian pasien. Pada kasus penanganan nyeri orofasial, kasus-kasus emergensi yang disertai rasa nyeri ataupun terdapat potensi nyeri setelah dilakukannya perawatan, maka analgesik diberikan untuk meredakan rasa nyeri tersebut. Idealnya, analgesik haruslah aman, tidak memiliki efek samping, tidak invasif, penggunaannya sederhana dan onset serta offset yang cepat.34 Analgesik yang paling sering digunakan pada masa kehamilan yaitu asetaminofen (kategori B) dapat diberikan pada setiap trimester kehamilan. Analgesik golongan opium tertentu seperti oksikodon, morfin, kodein atau propoksifen digunakan secara hati-hati dan hanya jika diindikasikan. Penggunaan analgesik opium yang berkelanjutan dan dosis yang tinggi akan berakibat retardasi pertumbuhan dan perkembangan, risiko janin menderita cacat kongenital mutipel seperti cacat jantung dan celah bibir atau palatum serta ketergantungan fisik. Pada sebagian analgesik golongan opium kategori B pada akhir trimester ketiga kehamilan menjadi kategori C/D, seperti kodein, hidrokodon dan oksikodon dikontraindikasikan pada trimester ketiga karena dapat menyebabkan neonatal respiratory depression dan ketergantungan opium. Meperidin (Demerol) dianjurkan penggunaannya pada rasa nyeri yang sangat parah. Aspirin (kategori C) harus dihindari pemakaiannya karena dapat menyebabkan komplikasi persalinan dan perdarahan pasca melahirkan pada ibu. Anti-inflamasi nonsteroid (AINS) hanya diberikan pada masa kehamilan jika diindikasikan. AINS diberikan secara intermiten dengan dosis efektif yang paling rendah pada masa kehamilan. Pada minggu ke-6 hingga minggu ke-8 prepartum, penggunaan AINS sudah harus dihentikan. Aspirin dan AINS mempunyai mekanisme lazim menghambat sintesa prostaglandin yang dapat menyebabkan konstriksi duktus arteriosus pada janin yang mengakibatkan hipertensi pulmoner pada janin. Berikut ini analgesik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa kehamilan berdasarkan FDA.
Berikut ini antibiotik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa kehamilan.
Obat-obatan lain seperti klorheksidin kumur, antifungi nistatin (kategori B) dan klotrimazol (kategori C) aman diresepkan pada masa kehamilan. Klotrimazol, ketoconazol, fluconazol (kategori C) sebaiknya dihindari pemakaiannya. Kortikosteroid tergolong dalam FDA kategori C. Umumnya digunakan untuk mengobati berbagai kondisi oral yang terinflamasi, untuk pasien wanita hamil biasanya diresepkan kortikosteroid topikal misalnya obat kumur.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap salah satu komponen Aloclair plus.
Peringatan dan Perhatian: Terasa lengket di dalam mulut.
Efek Samping: Efek samping belum pernah dilaporkan.
2. Gentian Violet (Methylrosanilinium chloride)
Komposisi: Tiap ml mengandung : gentian violet 10 mg
Cara Kerja Obat: Crystal violet atau ungu gentian (juga dikenal sebagai gentian violet) adalah triarylmethane pewarna. Pewarna ini digunakan sebagai histologis noda dan di metode Gram klasifikasi bakteri. Dalam dunia medis, gentian violet memiliki efek anti bakteri dan anti jamur.
Indikasi: Bibir pecah,sariawan Kontraindikasi : Kulit lecet atau kulit terkelupas. Cara Pakai: Oleskan 2-3 kali sehari pada luka / sariawan
Peringatan dan Perhatian : - Bila digunakan di mulut jangan sampai tertelan - Untuk obat luar
Efek Samping : Iritasi kulit, menimbulkan pewarnaan pada kulit (bersifat sementara).
OBAT-OBAT KUMUR Obat kumur merupakan larutan atau cairan yang digunakan untuk membilas rongga mulut dengan sejumlah tujuan antara lain untuk menyingkirkan bakteri perusak, bekerja sebagai penciut, untuk menghilangkan bau tak sedap, mempunyai efek terapi dan menghilangkan infeksi atau mencegah karies gigi. Obat kumur dikemas dalam dua bentuk yakni dalam bentuk kumur dan spray. Untuk hampir semua individu obat kumur merupakan metode yang simpel dan dapat diterima untuk pengobatan secara topikal dalam rongga mulut.
1. Bactidol Heksetidina 0,1% & Alkohol 9% untuk gingivitis, periodontitis, stomatitis bertukak, sariawan, angina vinciulas ent, rasa sakit setelah perawatan periodonsia, faringitis. Obat kumur dalam botol 30 ml, 60ml, 120ml. dosis 15ml dikumur setiap pagi dan malam hari.
2. Dactylen Alkohol 23,1%, eucalyptol0,09%, menthol 0,04%, methyl salicylate 0,05%, thynol 0,06%; untuk hygiene rongga mulut, stomatitis, gingivitis, peridontitis, faringitis. Obat kumur dalam botol 230ml. dosis 4 sendok the sesuai kebutuhan. Bilas dengan air biasa setelah berkumur.
3. Hexadol Heksetidin 0,1% Alkohol 9% untuk gingivitis, periodontitis, stomatitis bertukak, perikoronitis, dan sariawan. Obatkumur dalam bentuk botol 120 ml. dosis 15ml obat kumur dikumur selama 30 detik saat pagi dan malam hari.
4. Listerine Timol 0,06%, eukaliptol 0,09%, mentol 0,04%, metilsalisilat 0,05%, alcohol 22,86%. Untuk antispetik luka. Larutan dalam botol 30mlm 115ml, 200 ml, 400ml. dosis tidak disebutkan.
5. Minosep Clorheksidine 0,2% untuk gingivitis, periodontitis, stomatitis bertukak, sariawan, angina Vincent, rasa sakit setelah perawatan periodontitis, perikoronitis, faringitis. Dalam bentuk botol 60ml, dosis 15ml. dikumur saat pagi dan malam hari.
Beberapa bahan-bahan aktif beserta fungsinya secara umum dapat dijumpai dalam obat kumur, antara lain :
a) Bahan antibakteri dan antijamur, mengurangi jumlah mikroorganisme dalam rongga mulut, contoh: hexylresorcinol, chlorhexidine, thymol, benzethonium, cetylpyridinium chloride, boric acid, benzoic acid, hexetidine, hypochlorous acid.
b) Bahan oksigenasi, secara aktif menyerang bakteri anaerob dalam rongga mulut dan busanya membantu menyingkirkan jaringan yang tidak sehat, contoh: hidrogen peroksida, perborate
c) Astringents (zat penciut), menyebabkan pembuluh darah lokal berkontraksi dengan demikian dapat mengurangi bengkak pada jaringan, contoh: alkohol, seng klorida, seng asetat, aluminium, dan asam-asam organik, seperti tannic, asetic, dan asam sitrat
d) Anodynes, meredakan nyeri dan rasa sakit, contoh: turunan fenol, minyak eukaliptol, minyak watergreen.
e) Bufer, mengurangi keasaman dalam rongga mulut yang dihasilkan dari fermentasi sisa makanan, contoh: sodium perborate, sodium bicarbonate .
f) deodorizing agents (bahan penghilang bau), menetralisir bau yang dihasilkan dari proses penguraian sisa makanan, contoh: klorofil.
g) deterjen, mengurangi tegangan permukaan dengan demikian menyebabkan bahan-bahan yang terkandung menjadi lebih larut, dan juga dapat menghancurkan dinding sel bakteri yang menyebabkan bakteri lisis. Di samping itu aksi busa dari deterjen membantu mencuci mikroorganisme ke luar rongga mulut, contoh: sodium laurel sulfate.
Beberapa bahan inaktif juga terkandung dalam obat kumur, antara lain: a. Air, penyusun persentasi terbesar dari volume larutan b. Pemanis, seperti gliserol, sorbitol, karamel dan sakarin c. Bahan pewarna d. Flavorings agents (bahan pemberi rasa).
Contoh Obat Kumur Antiperdarahan: Hemiseal
Komposisi: Feracrylum 1% w/v
Bentuk Sediaan: Botol dispenser 150 mL
Farmakologi: Hemiseal berikatan dengan albumin membantu mengubah fibrinogen menjadi fibrin sehingga terbentuk koagulum (bekuan darah). Hemiseal juga memiliki efek antiseptik
Indikasi: Perdarahan gusi, perdarahan kapiler karena bedah mulut minor
Dosis: Kulum / kumur 10 mL hemiseal selama 1 menit
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap feracrylum Pemberian bersama asam aminocarpoic epsilon
Peringatan dan Perhatian: Jangan diencerkan, jangan ditelan, jangan digunakan bila ada perubahan warna atau kemasan rusak
Efek Samping: Belum ada yang dilaporkan.
PERJALANAN NERVUS TRIGEMINUS Saraf trigeminus adalah saraf yang berperan dalam mengirimkan sensasi dari kulit bagian anteriorkepala, rongga mulut dan hidung, gigi dan meninges(Lapisan otak). Saraf Trigeminus memiliki tiga divisi (mata/oftalmik, rahang atas/maksilaris dan rahang bawah/mandibula) yang selanjutnya diperlakukan sebagai saraf-saraf terpisah. Pada divisi mandibula terdapat juga serabut saraf motorik yang mensarafi otot-otot yang digunakan dalam mengunyah. Saraf Trigeminus merupakan saraf campuran dimana sebagian besar merupakan serat saraf sensoris wajah, dan sebagian yang lain merupakan serat saraf motoris dari otot mastikasi.
Anatomi Nervus Trigeminus Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif), dengan nuclei sebagai berikut :
a. Nucleus Motorius Nervus Trigemini Dari Nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah ventrolateral menyilang serat-serat pedunculus cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori nervi mandibularis dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.
b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan daerah calvaria bagian ventral sampai vertex.Di antara kedua nucleus di atas terdapat perbedaan fungsional yang penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat aferan N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron kecil dan menerima serat- serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan suhu.
Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada kulit muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar saraf motoris. Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri dari serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah. Dalam perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial dari akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan saraf mandibularis pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio major nervi trigemini yang memberi penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari sini keluar tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan cabang mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis superior dan memberi persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke bagian atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa dari sinus frontalis dan sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga disarafi oleh serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus. Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf zygomatikus yang menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama. Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa cabang yang menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan. Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf mandibularis. Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid, selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga membawa serabut-serabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan bagian depan dari lidah, gigi mandibularis, ginggiva. Cabang aurikulo temporalis yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah didepan dan diatas daun telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani. Serabut serabut sensoris untuk duramater yang merupakan cabang cabang dari ketiga bagian saraf trigeminal berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari intrakranial. Terdapat hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis, dimana ganglia siliaris berhubungan dengan saraf ophtalmikus , ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris sedangkan ganglion otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang mandibularis Nervus sensori yang terdapat pada bagian rahang dan gigi dalam tubuh kita berasal dari suatu cabang nervus cranial yang ke-V atau dikenal juga sebagai nervus trigeminal. N. trigeminus berasal dari permukaan anterolateral pertengahan pons varoli sebagai 2 akar (radices) yaitu: Portio major: radix sensorial yang terdiri atas komponen-komponen sensorik dan portio minor: radix motorik yang terdiri atas komponen motorik. Serabut portio major n. trigeminus muncul dari sisi lateral permukaan ventral pons varoli sedangkan portio minor dari permukaan pons kira-kira 2mm- 5mm disebelah medioanterior portio major. Radik ini kemudian akan berjalan ke anterior didalam fossa crania anterior dimana berkas-berkas tersebut akan bergabung didalam ganglion semilunare gasseri (ganglion trigeminal), ganglion ini terdapat di suatu lekukan pada duramater yang dinamakan cavum trigeminus (cavum meckeli). Nervus trigeminus di lepaskan dari ganglion semilunaris dan memiliki 3 cabang nervus yaitu N. ophtalmicus,N. maxillaris dan N. mandibularis. N. ophtalmicus terletak disebelah kaudal, N. mandibularis terletak rostral dan N. maxillaries diantara keduanya. N. ophtalmicus dan N. maxillaries bersifat sensorik, sedangkan N. mandibularis bersifat sensorik dan motorik. Kemudian meninggalkan cavum cranii melalui foramen ovale bersama-sama dengan N. mandibularis
Nervus Maksilaris Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.
Nervus Mandibularis Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar gigi. Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.
ICD 10 PENYAKIT GIGI DAN MULUT
Diseases of oral cavity, salivary glands and jaws (K00-K14) K00Disorders of tooth development and eruption Excl.: embedded and impacted teeth (K01.-) K00.0Anodontia Hypodontia Oligodontia K00.1Supernumerary teeth Distomolar Fourth molar Mesiodens Paramolar Supplementary teeth K00.2Abnormalities of size and form of teeth Concrescence Fusion Gemination of teeth Dens: evaginatus in dente invaginatus Enamel pearls Macrodontia Microdontia Peg-shaped [conical] teeth Taurodontism Tuberculum paramolare Excl.: tuberculum Carabelli, which is regarded as a normal variation and should not be coded K00.3Mottled teeth Dental fluorosis Mottling of enamel Nonfluoride enamel opacities Excl.: deposits [accretions] on teeth (K03.6) K00.4Disturbances in tooth formation Aplasia and hypoplasia of cementum Dilaceration of tooth Enamel hypoplasia (neonatal)(postnatal)(prenatal) Regional odontodysplasia Turner tooth Excl.: Hutchinson teeth and mulberry molars in congenital syphilis (A50.5) mottled teeth (K00.3) K00.5Hereditary disturbances in tooth structure, not elsewhere classified Amelogenesis Dentinogenesis Odontogenesis imperfecta Dentinal dysplasia Shell teeth K00.6Disturbances in tooth eruption Dentia praecox Natal Neonatal tooth Premature: eruption of tooth shedding of primary [deciduous] tooth Retained [persistent] primary tooth K00.7Teething syndrome K00.8Other disorders of tooth development Colour changes during tooth formation Intrinsic staining of teeth NOS K00.9Disorder of tooth development, unspecified Disorder of odontogenesis NOS K01Embedded and impacted teeth Excl.: embedded and impacted teeth with abnormal position of such teeth or adjacent teeth (K07.3) K01.0Embedded teeth An embedded tooth is a tooth that has failed to erupt without obstruction by another tooth. K01.1Impacted teeth An impacted tooth is a tooth that has failed to erupt because of obstruction by another tooth. K02Dental caries K02.0Caries limited to enamel White spot lesions [initial caries] K02.1Caries of dentine K02.2Caries of cementum K02.3Arrested dental caries K02.4Odontoclasia Infantile melanodontia Melanodontoclasia K02.8Other dental caries K02.9Dental caries, unspecified K03Other diseases of hard tissues of teeth Excl.: bruxism (F45.8) dental caries (K02.-) teeth-grinding NOS (F45.8) K03.0Excessive attrition of teeth Wear: of teeth approximal occlusal K03.1Abrasion of teeth Abrasion: dentifrice habitual occupational ritual traditional Wedge defect NOS of teeth K03.2Erosion of teeth Erosion of teeth: NOS due to: o diet o drugs and medicaments o persistent vomiting idiopathic occupational K03.3Pathological resorption of teeth Internal granuloma of pulp Resorption of teeth (external) K03.4Hypercementosis Cementation hyperplasia K03.5Ankylosis of teeth K03.6Deposits [accretions] on teeth Dental calculus: subgingival supragingival Deposits [accretions] on teeth: betel black green materia alba orange tobacco Staining of teeth: NOS extrinsic NOS K03.7Posteruptive colour changes of dental hard tissues Excl.: deposits [accretions] on teeth (K03.6) K03.8Other specified diseases of hard tissues of teeth Irradiated enamel Sensitive dentine Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify radiation, if radiation-induced. K03.9Disease of hard tissues of teeth, unspecified K04Diseases of pulp and periapical tissues K04.0Pulpitis Pulpitis: NOS acute chronic (hyperplastic)(ulcerative) irreversible reversible K04.1Necrosis of pulp Pulpal gangrene K04.2Pulp degeneration Denticles Pulpal: calcifications stones K04.3Abnormal hard tissue formation in pulp Secondary or irregular dentine K04.4Acute apical periodontitis of pulpal origin Acute apical periodontitis NOS K04.5Chronic apical periodontitis Apical or periapical granuloma Apical periodontitis NOS K04.6Periapical abscess with sinus Dental Dentoalveolar abscess with sinus K04.7Periapical abscess without sinus Dental Dentoalveolar Periapical abscess NOS K04.8Radicular cyst Cyst: apical (periodontal) periapical residual radicular Excl.: lateral periodontal cyst (K09.0) K04.9Other and unspecified diseases of pulp and periapical tissues K05Gingivitis and periodontal diseases K05.0Acute gingivitis Excl.: acute necrotizing ulcerative gingivitis (A69.1) herpesviral [herpes simplex] gingivostomatitis (B00.2) K05.1Chronic gingivitis Gingivitis (chronic): NOS desquamative hyperplastic simple marginal ulcerative K05.2Acute periodontitis Acute pericoronitis Parodontal abscess Periodontal abscess Excl.: acute apical periodontitis (K04.4) periapical abscess (K04.7) periapical abscess with sinus (K04.6) K05.3Chronic periodontitis Chronic pericoronitis Periodontitis: NOS complex simplex K05.4Periodontosis Juvenile periodontosis K05.5Other periodontal diseases K05.6Periodontal disease, unspecified K06Other disorders of gingiva and edentulous alveolar ridge Excl.: atrophy of edentulous alveolar ridge (K08.2) gingivitis: NOS (K05.1) acute (K05.0) chronic (K05.1) K06.0Gingival recession Gingival recession (generalized)(localized)(postinfective)(post-operative) K06.1Gingival enlargement Gingival fibromatosis K06.2Gingival and edentulous alveolar ridge lesions associated with trauma Irritative hyperplasia of edentulous ridge [denture hyperplasia] Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify cause. K06.8Other specified disorders of gingiva and edentulous alveolar ridge Fibrous epulis Flabby ridge Giant cell epulis Peripheral giant cell granuloma Pyogenic granuloma of gingiva K06.9Disorder of gingiva and edentulous alveolar ridge, unspecified K07Dentofacial anomalies [including malocclusion] Excl.: hemifacial atrophy or hypertrophy (Q67.4) unilateral condylar hyperplasia or hypoplasia (K10.8) K07.0Major anomalies of jaw size Hyperplasia, hypoplasia: mandibular maxillary Macrognathism (mandibular)(maxillary) Micrognathism (mandibular)(maxillary) Excl.: acromegaly (E22.0) Robin syndrome (Q87.0) K07.1Anomalies of jaw-cranial base relationship Asymmetry of jaw Prognathism (mandibular)(maxillary) Retrognathism (mandibular)(maxillary) K07.2Anomalies of dental arch relationship Crossbite (anterior)(posterior) Disto-occlusion Mesio-occlusion Midline deviation of dental arch Openbite (anterior)(posterior) Overbite (excessive): deep horizontal vertical Overjet Posterior lingual occlusion of mandibular teeth K07.3Anomalies of tooth position Crowding Diastema Displacement Rotation Spacing, abnormal Transposition of tooth or teeth Impacted or embedded teeth with abnormal position of such teeth or adjacent teeth Excl.: embedded and impacted teeth without abnormal position (K01.-) K07.4Malocclusion, unspecified K07.5Dentofacial functional abnormalities Abnormal jaw closure Malocclusion due to: abnormal swallowing mouth breathing tongue, lip or finger habits Excl.: bruxism (F45.8) teeth-grinding NOS (F45.8) K07.6Temporomandibular joint disorders Costen complex or syndrome Derangement of temporomandibular joint Snapping jaw Temporomandibular joint-pain-dysfunction syndrome Excl.: current temporomandibular joint: dislocation (S03.0) strain (S03.4) K07.8Other dentofacial anomalies K07.9Dentofacial anomaly, unspecified K08Other disorders of teeth and supporting structures K08.0Exfoliation of teeth due to systemic causes K08.1Loss of teeth due to accident, extraction or local periodontal disease K08.2Atrophy of edentulous alveolar ridge K08.3Retained dental root K08.8Other specified disorders of teeth and supporting structures Enlargement of alveolar ridge NOS Irregular alveolar process Toothache NOS K08.9Disorder of teeth and supporting structures, unspecified K09Cysts of oral region, not elsewhere classified I ncl.: lesions showing histological features both of aneurysmal cyst and of another fibro-osseous lesion Excl.: radicular cyst (K04.8) K09.0Developmental odontogenic cysts Cyst: dentigerous eruption follicular gingival lateral periodontal primordial K09.1Developmental (nonodontogenic) cysts of oral region Cyst (of): globulomaxillary incisive canal median palatal nasopalatine palatine papilla K09.2Other cysts of jaw Cyst of jaw: NOS aneurysmal haemorrhagic traumatic Excl.: latent bone cyst of jaw (K10.0) Stafne cyst (K10.0) K09.8Other cysts of oral region, not elsewhere classified Dermoid cyst Epidermoid cyst Lymphoepithelial cyst of mouth Epstein pearl Nasoalveolar cyst Nasolabial cyst K09.9Cyst of oral region, unspecified K10Other diseases of jaws K10.0Developmental disorders of jaws Latent bone cyst of jaw Stafne cyst Torus: mandibularis palatinus K10.1Giant cell granuloma, central Giant cell granuloma NOS Excl.: peripheral giant cell granuloma (K06.8) K10.2Inflammatory conditions of jaws Osteitis of jaw (acute)(chronic)(suppurative) Osteomyelitis (neonatal) Osteoradionecrosis Periostitis Sequestrum of jaw bone Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify radiation, if radiation-induced. K10.3Alveolitis of jaws Alveolar osteitis Dry socket K10.8Other specified diseases of jaws Cherubism Exostosis Fibrous dysplasia of jaw Unilateral condylar: hyperplasia hypoplasia K10.9Disease of jaws, unspecified K11Diseases of salivary glands K11.0Atrophy of salivary gland K11.1Hypertrophy of salivary gland K11.2Sialoadenitis Excl.: epidemic parotitis (B26.-) uveoparotid fever [Heerfordt] (D86.8) K11.3Abscess of salivary gland K11.4Fistula of salivary gland Excl.: congenital fistula of salivary gland (Q38.4) K11.5Sialolithiasis Calculus Stone of salivary gland or duct K11.6Mucocele of salivary gland Mucous: extravasation cyst retention cyst of salivary gland Ranula K11.7Disturbances of salivary secretion Hypoptyalism Ptyalism Xerostomia Excl.: dry mouth NOS (R68.2) K11.8Other diseases of salivary glands Benign lymphoepithelial lesion of salivary gland Mikulicz disease Necrotizing sialometaplasia Sialectasia Stenosis Stricture of salivary duct Excl.: sicca syndrome [Sjgren] (M35.0) K11.9Disease of salivary gland, unspecified Sialoadenopathy NOS K12Stomatitis and related lesions Excl.: cancrum oris (A69.0) cheilitis (K13.0) gangrenous stomatitis (A69.0) herpesviral [herpes simplex] gingivostomatitis (B00.2) noma (A69.0) K12.0Recurrent oral aphthae Aphthous stomatitis (major)(minor) Bednar aphthae Periadenitis mucosa necrotica recurrens Recurrent aphthous ulcer Stomatitis herpetiformis K12.1Other forms of stomatitis Stomatitis: NOS denture ulcerative vesicular K12.2Cellulitis and abscess of mouth Cellulitis of mouth (floor) Submandibular abscess Excl.: abscess (of): periapical (K04.6-K04.7) periodontal (K05.2) peritonsillar (J36) salivary gland (K11.3) tongue (K14.0) K12.3Oral mucositis (ulcerative) Mucositis(oral) (oropharyngeal): NOS drug-induced radiation induced viral Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify external agent Excl.: mucositis (ulcerative) of: nose and nasal sinuses (J34.8) vagina and vulva (N76.8) gastrointestinal tract (except oral cavity and oropharynx) (K92.8) K13Other diseases of lip and oral mucosa I ncl.: epithelial disturbances of tongue Excl.: certain disorders of gingiva and edentulous alveolar ridge (K05-K06) cysts of oral region (K09.-) diseases of tongue (K14.-) stomatitis and related lesions (K12.-) K13.0Diseases of lips Cheilitis: NOS angular exfoliative glandular Cheilodynia Cheilosis Perlche NEC Excl.: ariboflavinosis (E53.0) cheilitis due to radiation-related disorders (L55-L59) perlche due to: candidiasis (B37.8) riboflavin deficiency (E53.0) K13.1Cheek and lip biting K13.2Leukoplakia and other disturbances of oral epithelium, including tongue Erythroplakia Leukoedema of oral epithelium, including tongue Leukokeratosis nicotina palati Smoker palate Excl.: hairy leukoplakia (K13.3) K13.3Hairy leukoplakia K13.4Granuloma and granuloma-like lesions of oral mucosa Eosinophilic granuloma Granuloma pyogenicum Verrucous xanthoma of oral mucosa K13.5Oral submucous fibrosis Submucous fibrosis of tongue K13.6Irritative hyperplasia of oral mucosa Excl.: irritative hyperplasia of edentulous ridge [denture hyperplasia] (K06.2) K13.7Other and unspecified lesions of oral mucosa Focal oral mucinosis K14Diseases of tongue Excl.: erythroplakia focal epithelial hyperplasia leukoedema leukoplakia of tongue (K13.2) hairy leukoplakia (K13.3) macroglossia (congenital) (Q38.2) submucous fibrosis of tongue (K13.5) K14.0Glossitis Abscess Ulceration (traumatic) of tongue Excl.: atrophic glossitis (K14.4) K14.1Geographic tongue Benign migratory glossitis Glossitis areata exfoliativa K14.2Median rhomboid glossitis K14.3Hypertrophy of tongue papillae Black hairy tongue Coated tongue Hypertrophy of foliate papillae Lingua villosa nigra K14.4Atrophy of tongue papillae Atrophic glossitis K14.5Plicated tongue Fissured Furrowed Scrotal tongue Excl.: fissured tongue, congenital (Q38.3) K14.6Glossodynia Glossopyrosis Painful tongue K14.8Other diseases of tongue Atrophy Crenated Enlargement Hypertrophy (of) tongue K14.9Disease of tongue, unspecified Glossopathy NOS