Anda di halaman 1dari 32

KLASIFIKASI KARIES

Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :


D1, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering
D2, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah
D3, karies mencapai email
D4, karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ)
D5, karies menyerang dentin
D6, karies menyerang pulpa

APA PENGERTIAN DARI?
a. White spot/ lesi putih: Proses awal terjadinya lubang gigi yang timbul akibat
pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan
demineralisasi namun pada fase ini permukaan gigi masih utuh. Bercak putih
(White spot) timbul akibat pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi
yang disebut dengan demineralisasi.

b. Iritasi pulpa: Iritasi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi
mengalami kerusakan sampai batas dentino enamel junction.

c. Karies email: Karies email merupakan karies yang terjadi pada permukaan
email gigi (lapisan terluar dan terkaras dari gigi), dan belum terasa sakit hanya
ada pewarnaan hitam atau cokelat pada email. Apabila keseimbangan antara
laju proses demineralisasi dengan remineralisasi berlanjut maka permukaan lesi
awal akan runtuh akibat dari pelarutan apatie yang sudah melemah sehingga
menghasilkan kavitas.

d. Karies dentin: Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang
gigi) atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi
biasanya terasa sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.

e. Hiperemi pulpa: Hiperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa.
Hyperemi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami
kerusakan, terjadi sirkulasi darah bertambah karena terjadi pelebaran pembuluh
darah halus di dalam pulpa. Pulpa terdiri dari saluran pembuluh darah halus,
urat-urat syaraf,dan saluran lymfe.

f. Pulpitis reversible: Inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dilenyapkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal.
Stimulus ringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi
oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodonsium yang dalam,
dan fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor-
faktor yang dapat menyebabkan pulpitis reversibel.

g. Pulpitis Irreversibel: Inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun
penyebabnya dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis.
Pulpa irreversible ini seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari
pulpa reversible. Dapat pula disebabkan oleh kerusakan pulpa yang parah
akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, trauma atau
pergerakan gigi dalam perawatan ortodontic yang menyebabkan terganggunya
aliran darah pulpa.

h. Nekrosis Pulpa: Suatu perubahan morfologis yang menunjukkan kematian sel
pada jaringan pulpa.

i. Periodontitis: Peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi (= jaringan
periodontium). Yang termasuk jaringan penyangga gigi adalah gusi, tulang
yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligamen periodontal (selapis
tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam kantongnya dan juga berfungsi
sebagai media peredam antara gigi dan tulang).

PENGGUNAAN ANALGESIK DAN ANTIBIOTIK DALAM KEHAMILAN
Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat
atau farmakoterapi. Tujuan setiap terapi obat yang diresepkan selama kehamilan
adalah untuk menghindari reaksi obat yang merugikan baik pada ibu maupun janin.
Telah diketahui bahwa tidak satupun obat yang digunakan untuk merawat rasa
nyeri atau infeksi sepenuhnya tanpa risiko. Namun akibat yang ditimbulkan dari tidak
dirawatnya infeksi selama kehamilan melebihi risiko yang mungkin ditimbulkan oleh
sebagian besar obat-obatan yang dibutuhkan untuk perawatan gigi.
Pada masa kehamilan, obat-obatan sangat mudah diabsorbsi, oleh karena itu
dokter gigi harus sangat berhati-hati dalam memberi resep obat-obatan kepada pasien
hamil. Reaksi toksik , alergi atau hipersensitivitas yang terjadi pada wanita hamil
dapat mempengaruhi kesehatannya dan membatasi kemampuannya untuk menjalani
kehamilan. Efek obat yang merugikan secara spesifik terhadap kesehatan janin adalah
mencakup cacat kongenital, keguguran, komplikasi kelahiran, berat badan rendah dan
ketergantungan obat pasca lahir.
Food and Drug Administration atau FDA Amerika telah menetapkan lima
kategori untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan risiko terhadap wanita hamil dan
janinnya. Kelima kategori ini memberikan pedoman untuk keamanan relatif obat
yang diresepkan bagi wanita hamil. Berikut ini kategori obat-obatan berdasarkan
FDA.
1. Kategori A : Kategori ini meliputi obat-obatan dan bahan yang telah diuji melalui
penelitian terkontrol pada wanita. Penelitian tersebut menunjukkan tidak ada
resiko terhadap fetus selama semester pertama kehamilan dan kemungkinan
bahaya terhadap janin kecil.
2. Kategori B : Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa bahan ini tidak
beresiko terhadap janin, tetapi belum ada penelitian terkontrol yang telah
dilakukan pada manusia untuk memastikan kemungkinan efek samping terhadap
janin. Kategori ini juga meliputi obat-obatan yang telah menunjukkan efek
samping pada janin hewan, tetapi penelitian terkontrol pada manusia tidak
diungkapkan adanya resiko terhadap janin.
3. Kategori C : Penelitian pada hewan telah memperlihatkan bahwa obat ini
mungkin memiliki efek teratogenik dan/atau toksik terhadap embrio, tetapi belum
dilakukan penelitian terkontrol pada wanita. Suatu obat juga masuk ke dalam
kategori ini bila tidak ada penelitian terkontrol yang dilakukan pada manusia
maupun hewan
4. Kategori D : Terdapat bukti risiko terhadap janin manusia, tetapi manfaatnya
dalam situasi tertentu, misalnya penyakit yang serius atau keadaan yang
membahayakan nyawa tanpa tersedia terapi alternatif lainnya, dapat
membenarkan pemakaian obat-obatan ini semasa kehamilan.
5. Kategori X : Penelitian pada hewan atau manusia telah memperlihatkan bahwa
obat ini menyebabkan perubahan pada janin atau telah menunjukkan bukti-bukti
peningkatan resiko terhadap janin, berdasarkan eksperimen pada hewan dan
manusia. Risiko terhadap janin melebihi segala manfaatnya.

Obat-obatan dalam kategori A dan B umumnya dianggap tepat untuk
digunakan selama kehamilan. Obat-obatan kategori C harus digunakan dengan
peringatan, dan obat-obatan kategori D dan X harus dihindari atau merupakan
kontraindikasi. Obat-obatan yang digunakan di kedokteran gigi seperti anestestikum
lokal, analgesik, antibiotik, antifungi dan obat-obatan lainnya biasanya memiliki
waktu paruh metabolik pendek yang diberikan untuk periode terbatas, oleh karena itu
cenderung kurang menyebabkan komplikasi selama kehamilan.
Berikut ini tabel anestetikum lokal yang aman dan tidak aman digunakan pada
masa kehamilan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan anestetikum lokal selama
kehamilan antara lain:
1. Penggunaan yang aman adalah anestetikum lokal dengan kadar rendah atau
tanpa epinefrin, sebab pada masa kehamilan biasanya terdapat komplikasi
kehamilan berupa peningkatan tekanan darah.
2. Untuk kategori anestetikum lokal yang aman (Tabel 1), maksimum
penggunaan adalah 2 karpul.
3. Hindari pemberian epinefrin pada pasien wanita hamil yang menderita
hipertensi. Gunakan 4% prilokain tanpa epinefrin (Citanest Plain) setelah
konsultasi dan mendapat keterangan dari obstetrisian pasien.
Pada kasus penanganan nyeri orofasial, kasus-kasus emergensi yang disertai
rasa nyeri ataupun terdapat potensi nyeri setelah dilakukannya perawatan, maka
analgesik diberikan untuk meredakan rasa nyeri tersebut. Idealnya, analgesik haruslah
aman, tidak memiliki efek samping, tidak invasif, penggunaannya sederhana dan
onset serta offset yang cepat.34 Analgesik yang paling sering digunakan pada masa
kehamilan yaitu asetaminofen (kategori B) dapat diberikan pada setiap trimester
kehamilan.
Analgesik golongan opium tertentu seperti oksikodon, morfin, kodein atau
propoksifen digunakan secara hati-hati dan hanya jika diindikasikan. Penggunaan
analgesik opium yang berkelanjutan dan dosis yang tinggi akan berakibat retardasi
pertumbuhan dan perkembangan, risiko janin menderita cacat kongenital mutipel
seperti cacat jantung dan celah bibir atau palatum serta ketergantungan fisik.
Pada sebagian analgesik golongan opium kategori B pada akhir trimester
ketiga kehamilan menjadi kategori C/D, seperti kodein, hidrokodon dan oksikodon
dikontraindikasikan pada trimester ketiga karena dapat menyebabkan neonatal
respiratory depression dan ketergantungan opium. Meperidin (Demerol) dianjurkan
penggunaannya pada rasa nyeri yang sangat parah.
Aspirin (kategori C) harus dihindari pemakaiannya karena dapat
menyebabkan komplikasi persalinan dan perdarahan pasca melahirkan pada ibu.
Anti-inflamasi nonsteroid (AINS) hanya diberikan pada masa kehamilan jika
diindikasikan. AINS diberikan secara intermiten dengan dosis efektif yang paling
rendah pada masa kehamilan. Pada minggu ke-6 hingga minggu ke-8 prepartum,
penggunaan AINS sudah harus dihentikan. Aspirin dan AINS mempunyai mekanisme
lazim menghambat sintesa prostaglandin yang dapat menyebabkan konstriksi duktus
arteriosus pada janin yang mengakibatkan hipertensi pulmoner pada janin.
Berikut ini analgesik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa
kehamilan berdasarkan FDA.


Berikut ini antibiotik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa
kehamilan.

Obat-obatan lain seperti klorheksidin kumur, antifungi nistatin (kategori B)
dan klotrimazol (kategori C) aman diresepkan pada masa kehamilan. Klotrimazol,
ketoconazol, fluconazol (kategori C) sebaiknya dihindari pemakaiannya.
Kortikosteroid tergolong dalam FDA kategori C. Umumnya digunakan untuk
mengobati berbagai kondisi oral yang terinflamasi, untuk pasien wanita hamil
biasanya diresepkan kortikosteroid topikal misalnya obat kumur.

OBAT- OBAT SARIAWAN

1. Aloclair Gel



Komposisi:
- Aloe Vera
- Sodium Hyaluronate
- Glycyrhettinic Acid
- Polyvinylpyrrolidone (PVP)

Bentuk Sediaan:
- Oral Rinse (60 mL)
- Gel (8 mL)
- Spray (15 mL)

Farmakologi:
Membentuk selaput pelindung / lengketan pada lesi dan memberikan efek
analgesik, antiseptik, antiinflamasi serta wound healing.

Indikasi:
Stomatitis (sariawan) & Lesi traumatik di mulut.

Dosis:
- Oral Rinse: 10 mL dikumur 1 menit 3-4 x/hari
- Gel: Oles 1-2 cm 3-4 x/hari
- Spray: 3 -4 Semprot 3 - 4 x/hari

Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap salah satu komponen Aloclair plus.

Peringatan dan Perhatian:
Terasa lengket di dalam mulut.

Efek Samping:
Efek samping belum pernah dilaporkan.


2. Gentian Violet (Methylrosanilinium chloride)




Komposisi:
Tiap ml mengandung : gentian violet 10 mg

Cara Kerja Obat:
Crystal violet atau ungu gentian (juga dikenal sebagai gentian violet) adalah
triarylmethane pewarna. Pewarna ini digunakan sebagai histologis noda dan di
metode Gram klasifikasi bakteri. Dalam dunia medis, gentian violet memiliki
efek anti bakteri dan anti jamur.

Indikasi:
Bibir pecah,sariawan
Kontraindikasi :
Kulit lecet atau kulit terkelupas.
Cara Pakai:
Oleskan 2-3 kali sehari pada luka / sariawan

Peringatan dan Perhatian :
- Bila digunakan di mulut jangan sampai tertelan
- Untuk obat luar

Efek Samping :
Iritasi kulit, menimbulkan pewarnaan pada kulit (bersifat sementara).


OBAT-OBAT KUMUR
Obat kumur merupakan larutan atau cairan yang digunakan untuk membilas rongga
mulut dengan sejumlah tujuan antara lain untuk menyingkirkan bakteri perusak,
bekerja sebagai penciut, untuk menghilangkan bau tak sedap, mempunyai efek terapi
dan menghilangkan infeksi atau mencegah karies gigi. Obat kumur dikemas dalam
dua bentuk yakni dalam bentuk kumur dan spray. Untuk hampir semua individu obat
kumur merupakan metode yang simpel dan dapat diterima untuk pengobatan secara
topikal dalam rongga mulut.

1. Bactidol
Heksetidina 0,1% & Alkohol 9% untuk gingivitis, periodontitis, stomatitis
bertukak, sariawan, angina vinciulas ent, rasa sakit setelah perawatan
periodonsia, faringitis. Obat kumur dalam botol 30 ml, 60ml, 120ml. dosis 15ml
dikumur setiap pagi dan malam hari.

2. Dactylen
Alkohol 23,1%, eucalyptol0,09%, menthol 0,04%, methyl salicylate 0,05%,
thynol 0,06%; untuk hygiene rongga mulut, stomatitis, gingivitis, peridontitis,
faringitis. Obat kumur dalam botol 230ml. dosis 4 sendok the sesuai kebutuhan.
Bilas dengan air biasa setelah berkumur.


3. Hexadol
Heksetidin 0,1% Alkohol 9% untuk gingivitis, periodontitis, stomatitis bertukak,
perikoronitis, dan sariawan. Obatkumur dalam bentuk botol 120 ml. dosis 15ml
obat kumur dikumur selama 30 detik saat pagi dan malam hari.

4. Listerine
Timol 0,06%, eukaliptol 0,09%, mentol 0,04%, metilsalisilat 0,05%, alcohol
22,86%. Untuk antispetik luka. Larutan dalam botol 30mlm 115ml, 200 ml,
400ml. dosis tidak disebutkan.

5. Minosep
Clorheksidine 0,2% untuk gingivitis, periodontitis, stomatitis bertukak, sariawan,
angina Vincent, rasa sakit setelah perawatan periodontitis, perikoronitis,
faringitis. Dalam bentuk botol 60ml, dosis 15ml. dikumur saat pagi dan malam
hari.


Beberapa bahan-bahan aktif beserta fungsinya secara umum dapat dijumpai dalam
obat kumur, antara lain :

a) Bahan antibakteri dan antijamur, mengurangi jumlah mikroorganisme dalam
rongga mulut, contoh: hexylresorcinol, chlorhexidine, thymol, benzethonium,
cetylpyridinium chloride, boric acid, benzoic acid, hexetidine, hypochlorous acid.

b) Bahan oksigenasi, secara aktif menyerang bakteri anaerob dalam rongga mulut
dan busanya membantu menyingkirkan jaringan yang tidak sehat, contoh:
hidrogen peroksida, perborate

c) Astringents (zat penciut), menyebabkan pembuluh darah lokal berkontraksi
dengan demikian dapat mengurangi bengkak pada jaringan, contoh: alkohol, seng
klorida, seng asetat, aluminium, dan asam-asam organik, seperti tannic, asetic,
dan asam sitrat

d) Anodynes, meredakan nyeri dan rasa sakit, contoh: turunan fenol, minyak
eukaliptol, minyak watergreen.

e) Bufer, mengurangi keasaman dalam rongga mulut yang dihasilkan dari
fermentasi sisa makanan, contoh: sodium perborate, sodium bicarbonate .

f) deodorizing agents (bahan penghilang bau), menetralisir bau yang dihasilkan dari
proses penguraian sisa makanan, contoh: klorofil.

g) deterjen, mengurangi tegangan permukaan dengan demikian menyebabkan
bahan-bahan yang terkandung menjadi lebih larut, dan juga dapat
menghancurkan dinding sel bakteri yang menyebabkan bakteri lisis. Di samping
itu aksi busa dari deterjen membantu mencuci mikroorganisme ke luar rongga
mulut, contoh: sodium laurel sulfate.

Beberapa bahan inaktif juga terkandung dalam obat kumur, antara lain:
a. Air, penyusun persentasi terbesar dari volume larutan
b. Pemanis, seperti gliserol, sorbitol, karamel dan sakarin
c. Bahan pewarna
d. Flavorings agents (bahan pemberi rasa).

Contoh Obat Kumur Antiperdarahan:
Hemiseal


Komposisi:
Feracrylum 1% w/v

Bentuk Sediaan:
Botol dispenser 150 mL

Farmakologi:
Hemiseal berikatan dengan albumin membantu mengubah fibrinogen menjadi fibrin
sehingga terbentuk koagulum (bekuan darah). Hemiseal juga memiliki efek antiseptik

Indikasi:
Perdarahan gusi, perdarahan kapiler karena bedah mulut minor

Dosis:
Kulum / kumur 10 mL hemiseal selama 1 menit

Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap feracrylum
Pemberian bersama asam aminocarpoic epsilon

Peringatan dan Perhatian:
Jangan diencerkan, jangan ditelan, jangan digunakan bila ada perubahan warna atau
kemasan rusak

Efek Samping:
Belum ada yang dilaporkan.


PERJALANAN NERVUS TRIGEMINUS
Saraf trigeminus adalah saraf yang berperan dalam mengirimkan sensasi dari
kulit bagian anteriorkepala, rongga mulut dan hidung, gigi dan meninges(Lapisan
otak). Saraf Trigeminus memiliki tiga divisi (mata/oftalmik, rahang atas/maksilaris
dan rahang bawah/mandibula) yang selanjutnya diperlakukan sebagai saraf-saraf
terpisah. Pada divisi mandibula terdapat juga serabut saraf motorik yang mensarafi
otot-otot yang digunakan dalam mengunyah. Saraf Trigeminus merupakan saraf
campuran dimana sebagian besar merupakan serat saraf sensoris wajah, dan sebagian
yang lain merupakan serat saraf motoris dari otot mastikasi.

Anatomi Nervus Trigeminus
Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani
arcus branchialis pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan
aferen somatik umum (yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen
proprioseptif), dengan nuclei sebagai berikut :

a. Nucleus Motorius Nervus Trigemini
Dari Nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah
ventrolateral menyilang serat-serat pedunculus cerebellaris medius (fibrae
pontocerebellares) dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami
motori nervi mandibularis dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.

b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini
Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan
daerah calvaria bagian ventral sampai vertex.Di antara kedua nucleus di atas terdapat
perbedaan fungsional yang penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat
aferan N. V yang relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba,
sedangkan nucleus spinalis N. V terdiri atas sel-sel neuron kecil dan menerima serat-
serat N. V yang halus yang mengantarkan impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan
suhu.


Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada
kulit muka, konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian
frontal dari rongga mulut , juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari
bagian lateral pons berupa akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang
lebih kecil, yang disebut juga portio minor nervi trigemini, merupakan akar saraf
motoris.
Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri dari
serabut-serabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah. Dalam
perjalanannya akar saraf ini melalui ganglion disebelah medial dari akar sensoris
yang jauh lebih besar, sebelum bergabung dengan saraf mandibularis pada saat
melalui foramen ovale dari os. Sphenoid. Akar sensoris saraf trigeminal yang lebih
besar disebut dengan portio major nervi trigemini yang memberi penyebaran serupa
dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar saraf sensoris ini akan
melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari sini keluar tiga cabang saraf
tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan cabang mandibularis.Cabang
pertama yaitu saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis superior dan
memberi persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis sampai
bregma ( terutama dari saraf frontalis ) dan suatu cabang yang lebih kecil ke bagian
atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa dari sinus
frontalis dan sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid
juga disarafi oleh serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus. Cabang kedua, yaitu
saraf maksilaris memasuki fossa pterygopalatina melalui foramen maksilaris superior
memberikan cabang saraf zygomatikus yang menuju ke orbita melewati fissura
orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita
melewati fissura yang sama.
Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa
cabang yang menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral
dari hidung dan bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis,
didapat beberapa cabang yang mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari
rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut yang bersebelahan. Cabang yang ketiga,
merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf mandibularis. Saraf ini keluar dari
rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid, selain terdiri dari akar-akar
saraf motoris dari saraf trigeminal, juga membawa serabut-serabut sensoris untuk
daerah buccal, ke rahang bawah dan bagian depan dari lidah, gigi mandibularis,
ginggiva.
Cabang aurikulo temporalis yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi
daearah didepan dan diatas daun telinga maupun meatus akustikus eksternus dan
membrana tympani. Serabut serabut sensoris untuk duramater yang merupakan
cabang cabang dari ketiga bagian saraf trigeminal berperan dalam proyeksi rasa
nyeri yang berasal dari intrakranial. Terdapat hubungan yang erat dari saraf
trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis, dimana ganglia siliaris berhubungan
dengan saraf ophtalmikus , ganglion pterygopalatina dengan saraf maksilaris
sedangkan ganglion otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang
mandibularis
Nervus sensori yang terdapat pada bagian rahang dan gigi dalam tubuh kita
berasal dari suatu cabang nervus cranial yang ke-V atau dikenal juga sebagai nervus
trigeminal. N. trigeminus berasal dari permukaan anterolateral pertengahan pons
varoli sebagai 2 akar (radices) yaitu: Portio major: radix sensorial yang terdiri atas
komponen-komponen sensorik dan portio minor: radix motorik yang terdiri atas
komponen motorik.
Serabut portio major n. trigeminus muncul dari sisi lateral permukaan ventral
pons varoli sedangkan portio minor dari permukaan pons kira-kira 2mm- 5mm
disebelah medioanterior portio major. Radik ini kemudian akan berjalan ke anterior
didalam fossa crania anterior dimana berkas-berkas tersebut akan bergabung didalam
ganglion semilunare gasseri (ganglion trigeminal), ganglion ini terdapat di suatu
lekukan pada duramater yang dinamakan cavum trigeminus (cavum meckeli). Nervus
trigeminus di lepaskan dari ganglion semilunaris dan memiliki 3 cabang nervus yaitu
N. ophtalmicus,N. maxillaris dan N. mandibularis.
N. ophtalmicus terletak disebelah kaudal, N. mandibularis terletak rostral dan
N. maxillaries diantara keduanya. N. ophtalmicus dan N. maxillaries bersifat
sensorik, sedangkan N. mandibularis bersifat sensorik dan motorik. Kemudian
meninggalkan cavum cranii melalui foramen ovale bersama-sama dengan N.
mandibularis

Nervus Maksilaris
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila,
palatum, dan gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini
akan bercabang lagi menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini
kemudian akan bercabang lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior,
nervus alveolaris superior medii, dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus
alveolaris superior anterior mempersarafi gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris
superior medii mempersarafi gingiva dan gigi premolar serta gigi molar I bagian
mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi gingiva dan gigi molar I
bagian distal serta molar II dan molar III.

Nervus Mandibularis
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior.
Nervus alveolaris inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah
akar gigi molar sampai ke tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah
merupakan sebuah cabang besar, tapi merupakan dua atau tiga cabang yang lebih
besar yang membentuk plexus dimana cabang pada inferior ini memasuki tiap akar
gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada
persarafan mandibula. Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa
pipi, saraf ini juga memiliki cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada
gingiva buccal di area molar pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini
memanjang dari caninus sampai ke molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di
dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa pada beberapa area mukosa lidah dan
gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat melanjutkan perjalanannya pada
permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula melalui foramen kecila
pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini berkontribusi pada
persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.


ICD 10 PENYAKIT GIGI DAN MULUT

Diseases of oral cavity, salivary glands and jaws
(K00-K14)
K00Disorders of tooth development and eruption
Excl.:
embedded and impacted teeth (K01.-)
K00.0Anodontia
Hypodontia
Oligodontia
K00.1Supernumerary teeth
Distomolar
Fourth molar
Mesiodens
Paramolar
Supplementary teeth
K00.2Abnormalities of size and form of teeth
Concrescence
Fusion
Gemination
of teeth
Dens:
evaginatus
in dente
invaginatus
Enamel pearls
Macrodontia
Microdontia
Peg-shaped [conical] teeth
Taurodontism
Tuberculum paramolare
Excl.:
tuberculum Carabelli, which is regarded as a normal variation and should not
be coded
K00.3Mottled teeth
Dental fluorosis
Mottling of enamel
Nonfluoride enamel opacities
Excl.:
deposits [accretions] on teeth (K03.6)
K00.4Disturbances in tooth formation
Aplasia and hypoplasia of cementum
Dilaceration of tooth
Enamel hypoplasia (neonatal)(postnatal)(prenatal)
Regional odontodysplasia
Turner tooth
Excl.:
Hutchinson teeth and mulberry molars in congenital syphilis (A50.5)
mottled teeth (K00.3)
K00.5Hereditary disturbances in tooth structure, not elsewhere classified
Amelogenesis
Dentinogenesis
Odontogenesis
imperfecta
Dentinal dysplasia
Shell teeth
K00.6Disturbances in tooth eruption
Dentia praecox
Natal
Neonatal
tooth
Premature:
eruption of tooth
shedding of primary [deciduous] tooth
Retained [persistent] primary tooth
K00.7Teething syndrome
K00.8Other disorders of tooth development
Colour changes during tooth formation
Intrinsic staining of teeth NOS
K00.9Disorder of tooth development, unspecified
Disorder of odontogenesis NOS
K01Embedded and impacted teeth
Excl.:
embedded and impacted teeth with abnormal position of such teeth or adjacent
teeth (K07.3)
K01.0Embedded teeth
An embedded tooth is a tooth that has failed to erupt without obstruction by
another tooth.
K01.1Impacted teeth
An impacted tooth is a tooth that has failed to erupt because of obstruction by
another tooth.
K02Dental caries
K02.0Caries limited to enamel
White spot lesions [initial caries]
K02.1Caries of dentine
K02.2Caries of cementum
K02.3Arrested dental caries
K02.4Odontoclasia
Infantile melanodontia
Melanodontoclasia
K02.8Other dental caries
K02.9Dental caries, unspecified
K03Other diseases of hard tissues of teeth
Excl.:
bruxism (F45.8)
dental caries (K02.-)
teeth-grinding NOS (F45.8)
K03.0Excessive attrition of teeth
Wear: of teeth
approximal
occlusal
K03.1Abrasion of teeth
Abrasion:
dentifrice
habitual
occupational
ritual
traditional
Wedge defect NOS
of teeth
K03.2Erosion of teeth
Erosion of teeth:
NOS
due to:
o diet
o drugs and medicaments
o persistent vomiting
idiopathic
occupational
K03.3Pathological resorption of teeth
Internal granuloma of pulp
Resorption of teeth (external)
K03.4Hypercementosis
Cementation hyperplasia
K03.5Ankylosis of teeth
K03.6Deposits [accretions] on teeth
Dental calculus:
subgingival
supragingival
Deposits [accretions] on teeth:
betel
black
green
materia alba
orange
tobacco
Staining of teeth:
NOS
extrinsic NOS
K03.7Posteruptive colour changes of dental hard tissues
Excl.:
deposits [accretions] on teeth (K03.6)
K03.8Other specified diseases of hard tissues of teeth
Irradiated enamel
Sensitive dentine
Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify
radiation, if radiation-induced.
K03.9Disease of hard tissues of teeth, unspecified
K04Diseases of pulp and periapical tissues
K04.0Pulpitis
Pulpitis:
NOS
acute
chronic (hyperplastic)(ulcerative)
irreversible
reversible
K04.1Necrosis of pulp
Pulpal gangrene
K04.2Pulp degeneration
Denticles
Pulpal:
calcifications
stones
K04.3Abnormal hard tissue formation in pulp
Secondary or irregular dentine
K04.4Acute apical periodontitis of pulpal origin
Acute apical periodontitis NOS
K04.5Chronic apical periodontitis
Apical or periapical granuloma
Apical periodontitis NOS
K04.6Periapical abscess with sinus
Dental
Dentoalveolar
abscess with sinus
K04.7Periapical abscess without sinus
Dental
Dentoalveolar
Periapical
abscess NOS
K04.8Radicular cyst
Cyst:
apical (periodontal)
periapical
residual radicular
Excl.:
lateral periodontal cyst (K09.0)
K04.9Other and unspecified diseases of pulp and periapical tissues
K05Gingivitis and periodontal diseases
K05.0Acute gingivitis
Excl.:
acute necrotizing ulcerative gingivitis (A69.1)
herpesviral [herpes simplex] gingivostomatitis (B00.2)
K05.1Chronic gingivitis
Gingivitis (chronic):
NOS
desquamative
hyperplastic
simple marginal
ulcerative
K05.2Acute periodontitis
Acute pericoronitis
Parodontal abscess
Periodontal abscess
Excl.:
acute apical periodontitis (K04.4)
periapical abscess (K04.7)
periapical abscess with sinus (K04.6)
K05.3Chronic periodontitis
Chronic pericoronitis
Periodontitis:
NOS
complex
simplex
K05.4Periodontosis
Juvenile periodontosis
K05.5Other periodontal diseases
K05.6Periodontal disease, unspecified
K06Other disorders of gingiva and edentulous alveolar ridge
Excl.:
atrophy of edentulous alveolar ridge (K08.2)
gingivitis:
NOS (K05.1)
acute (K05.0)
chronic (K05.1)
K06.0Gingival recession
Gingival recession (generalized)(localized)(postinfective)(post-operative)
K06.1Gingival enlargement
Gingival fibromatosis
K06.2Gingival and edentulous alveolar ridge lesions associated with trauma
Irritative hyperplasia of edentulous ridge [denture hyperplasia]
Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify cause.
K06.8Other specified disorders of gingiva and edentulous alveolar ridge
Fibrous epulis
Flabby ridge
Giant cell epulis
Peripheral giant cell granuloma
Pyogenic granuloma of gingiva
K06.9Disorder of gingiva and edentulous alveolar ridge, unspecified
K07Dentofacial anomalies [including malocclusion]
Excl.:
hemifacial atrophy or hypertrophy (Q67.4)
unilateral condylar hyperplasia or hypoplasia (K10.8)
K07.0Major anomalies of jaw size
Hyperplasia, hypoplasia:
mandibular
maxillary
Macrognathism (mandibular)(maxillary)
Micrognathism (mandibular)(maxillary)
Excl.:
acromegaly (E22.0)
Robin syndrome (Q87.0)
K07.1Anomalies of jaw-cranial base relationship
Asymmetry of jaw
Prognathism (mandibular)(maxillary)
Retrognathism (mandibular)(maxillary)
K07.2Anomalies of dental arch relationship
Crossbite (anterior)(posterior)
Disto-occlusion
Mesio-occlusion
Midline deviation of dental arch
Openbite (anterior)(posterior)
Overbite (excessive):
deep
horizontal
vertical
Overjet
Posterior lingual occlusion of mandibular teeth
K07.3Anomalies of tooth position
Crowding
Diastema
Displacement
Rotation
Spacing, abnormal
Transposition
of tooth or teeth
Impacted or embedded teeth with abnormal position of such teeth or adjacent
teeth
Excl.:
embedded and impacted teeth without abnormal position (K01.-)
K07.4Malocclusion, unspecified
K07.5Dentofacial functional abnormalities
Abnormal jaw closure
Malocclusion due to:
abnormal swallowing
mouth breathing
tongue, lip or finger habits
Excl.:
bruxism (F45.8)
teeth-grinding NOS (F45.8)
K07.6Temporomandibular joint disorders
Costen complex or syndrome
Derangement of temporomandibular joint
Snapping jaw
Temporomandibular joint-pain-dysfunction syndrome
Excl.:
current temporomandibular joint:
dislocation (S03.0)
strain (S03.4)
K07.8Other dentofacial anomalies
K07.9Dentofacial anomaly, unspecified
K08Other disorders of teeth and supporting structures
K08.0Exfoliation of teeth due to systemic causes
K08.1Loss of teeth due to accident, extraction or local periodontal disease
K08.2Atrophy of edentulous alveolar ridge
K08.3Retained dental root
K08.8Other specified disorders of teeth and supporting structures
Enlargement of alveolar ridge NOS
Irregular alveolar process
Toothache NOS
K08.9Disorder of teeth and supporting structures, unspecified
K09Cysts of oral region, not elsewhere classified
I ncl.:
lesions showing histological features both of aneurysmal cyst and of another
fibro-osseous lesion
Excl.:
radicular cyst (K04.8)
K09.0Developmental odontogenic cysts
Cyst:
dentigerous
eruption
follicular
gingival
lateral periodontal
primordial
K09.1Developmental (nonodontogenic) cysts of oral region
Cyst (of):
globulomaxillary
incisive canal
median palatal
nasopalatine
palatine papilla
K09.2Other cysts of jaw
Cyst of jaw:
NOS
aneurysmal
haemorrhagic
traumatic
Excl.:
latent bone cyst of jaw (K10.0)
Stafne cyst (K10.0)
K09.8Other cysts of oral region, not elsewhere classified
Dermoid cyst
Epidermoid cyst
Lymphoepithelial cyst
of mouth
Epstein pearl
Nasoalveolar cyst
Nasolabial cyst
K09.9Cyst of oral region, unspecified
K10Other diseases of jaws
K10.0Developmental disorders of jaws
Latent bone cyst of jaw
Stafne cyst
Torus:
mandibularis
palatinus
K10.1Giant cell granuloma, central
Giant cell granuloma NOS
Excl.:
peripheral giant cell granuloma (K06.8)
K10.2Inflammatory conditions of jaws
Osteitis of jaw (acute)(chronic)(suppurative)
Osteomyelitis (neonatal)
Osteoradionecrosis
Periostitis
Sequestrum of jaw bone
Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify
radiation, if radiation-induced.
K10.3Alveolitis of jaws
Alveolar osteitis
Dry socket
K10.8Other specified diseases of jaws
Cherubism
Exostosis
Fibrous dysplasia
of jaw
Unilateral condylar:
hyperplasia
hypoplasia
K10.9Disease of jaws, unspecified
K11Diseases of salivary glands
K11.0Atrophy of salivary gland
K11.1Hypertrophy of salivary gland
K11.2Sialoadenitis
Excl.:
epidemic parotitis (B26.-)
uveoparotid fever [Heerfordt] (D86.8)
K11.3Abscess of salivary gland
K11.4Fistula of salivary gland
Excl.:
congenital fistula of salivary gland (Q38.4)
K11.5Sialolithiasis
Calculus
Stone
of salivary gland or duct
K11.6Mucocele of salivary gland
Mucous:
extravasation cyst
retention cyst
of salivary gland
Ranula
K11.7Disturbances of salivary secretion
Hypoptyalism
Ptyalism
Xerostomia
Excl.:
dry mouth NOS (R68.2)
K11.8Other diseases of salivary glands
Benign lymphoepithelial lesion of salivary gland
Mikulicz disease
Necrotizing sialometaplasia
Sialectasia
Stenosis
Stricture
of salivary duct
Excl.:
sicca syndrome [Sjgren] (M35.0)
K11.9Disease of salivary gland, unspecified
Sialoadenopathy NOS
K12Stomatitis and related lesions
Excl.:
cancrum oris (A69.0)
cheilitis (K13.0)
gangrenous stomatitis (A69.0)
herpesviral [herpes simplex] gingivostomatitis (B00.2)
noma (A69.0)
K12.0Recurrent oral aphthae
Aphthous stomatitis (major)(minor)
Bednar aphthae
Periadenitis mucosa necrotica recurrens
Recurrent aphthous ulcer
Stomatitis herpetiformis
K12.1Other forms of stomatitis
Stomatitis:
NOS
denture
ulcerative
vesicular
K12.2Cellulitis and abscess of mouth
Cellulitis of mouth (floor)
Submandibular abscess
Excl.:
abscess (of):
periapical (K04.6-K04.7)
periodontal (K05.2)
peritonsillar (J36)
salivary gland (K11.3)
tongue (K14.0)
K12.3Oral mucositis (ulcerative)
Mucositis(oral) (oropharyngeal):
NOS
drug-induced
radiation induced
viral
Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, to identify
external agent
Excl.:
mucositis (ulcerative) of:
nose and nasal sinuses (J34.8)
vagina and vulva (N76.8)
gastrointestinal tract (except oral cavity and oropharynx) (K92.8)
K13Other diseases of lip and oral mucosa
I ncl.:
epithelial disturbances of tongue
Excl.:
certain disorders of gingiva and edentulous alveolar ridge (K05-K06)
cysts of oral region (K09.-)
diseases of tongue (K14.-)
stomatitis and related lesions (K12.-)
K13.0Diseases of lips
Cheilitis:
NOS
angular
exfoliative
glandular
Cheilodynia
Cheilosis
Perlche NEC
Excl.:
ariboflavinosis (E53.0)
cheilitis due to radiation-related disorders (L55-L59)
perlche due to:
candidiasis (B37.8)
riboflavin deficiency (E53.0)
K13.1Cheek and lip biting
K13.2Leukoplakia and other disturbances of oral epithelium, including tongue
Erythroplakia
Leukoedema
of oral epithelium, including tongue
Leukokeratosis nicotina palati
Smoker palate
Excl.:
hairy leukoplakia (K13.3)
K13.3Hairy leukoplakia
K13.4Granuloma and granuloma-like lesions of oral mucosa
Eosinophilic granuloma
Granuloma pyogenicum
Verrucous xanthoma
of oral mucosa
K13.5Oral submucous fibrosis
Submucous fibrosis of tongue
K13.6Irritative hyperplasia of oral mucosa
Excl.:
irritative hyperplasia of edentulous ridge [denture hyperplasia] (K06.2)
K13.7Other and unspecified lesions of oral mucosa
Focal oral mucinosis
K14Diseases of tongue
Excl.:
erythroplakia
focal epithelial hyperplasia
leukoedema
leukoplakia
of tongue (K13.2)
hairy leukoplakia (K13.3)
macroglossia (congenital) (Q38.2)
submucous fibrosis of tongue (K13.5)
K14.0Glossitis
Abscess
Ulceration (traumatic)
of tongue
Excl.:
atrophic glossitis (K14.4)
K14.1Geographic tongue
Benign migratory glossitis
Glossitis areata exfoliativa
K14.2Median rhomboid glossitis
K14.3Hypertrophy of tongue papillae
Black hairy tongue
Coated tongue
Hypertrophy of foliate papillae
Lingua villosa nigra
K14.4Atrophy of tongue papillae
Atrophic glossitis
K14.5Plicated tongue
Fissured
Furrowed
Scrotal
tongue
Excl.:
fissured tongue, congenital (Q38.3)
K14.6Glossodynia
Glossopyrosis
Painful tongue
K14.8Other diseases of tongue
Atrophy
Crenated
Enlargement
Hypertrophy
(of) tongue
K14.9Disease of tongue, unspecified
Glossopathy NOS

Anda mungkin juga menyukai