Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN

Perilaku seksual bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi faktor-


faktor yang kompleks. Seksualitas ditentukan oleh anatomi, fisiologi, psikologi, kultur
dimana orang tinggal, hubungan seseorang dengan orang lain, dan mencerminkan
perkembangan pengalaman seks selama siklus kehidupannya. Ini termasuk persepsi
sebagai laki-laki atau wanita dan semua pikiran, perasaan, dan perilaku yang
berhubungan dengan kepuasan dan reproduksi, termasuk ketertarikan dari seseorang
terhadap orang lain.
(1)

Seksualitas normal termasuk hasrat, perilaku yang menimbulkan kenikmatan
pada dirinya dan pasangannya, dan stimulasi organ seks primer termasuk koitus tanpa
disertai rasa bersalah, atau kecemasan, dan tidak kompulsif. Pada beberapa konteks
seks diluar pernikahan, masturbasi, dan bebagai bentuk stimulasi seksual terhadap
organ selain seksual primer mungkin masih dalam batas normal.
(1)

Seksualitas seseorang dan kepribadian keseluruhan adalah sangat terjalin
sehingga tidak mungkin untuk membicarakan seksualitas sebagai bagian yang
terpisah. Dengan demikian istilah psikoseksual digunakan untuk mengesankan
perkembangan dan fungsi kepribadian sebagai sesuatu yang dipengaruhi oleh
seksualitas seseorang. Psikoseksual jelas bukan terbatas pada perasaan dan perilaku
seksual, demikian juga tidak sama dengan libido dalam pandangan Freud.
(1)

Seksualitas seseorang tergantung pada empat faktor-faktor yang saling
berhubungan: identitas seksual, identitas jenis kelamin, orientasi seksual, dan perilaku
seksual. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan
fungsi kepribadian dan keseluhannya dinamakan faktor psikoseksual. Seksualitas
adalah sesuatu yang lebih dari jenis kelamin fisik, koitus atau nonkoitus, dan sesuatu
yang kurang dari tiap aspek perilaku diarahkan untuk mendapatkan kesenangan.
Fungsi utama perilaku seksual bagi manusia adalah membentuk ikatan, untuk
mengekspresikan dan meningkatkan cinta antara dua orang, dan untuk mendapatkan
keturunan.
(1)

Dalam dunia psikologi abnormal, gangguan abnormalitas seksual merupakan
ruang lingkup di dalamnya. Berdasar DSM IV TR (Asosiasi Psikiatrik Amerika)
diklasifikasi menjadi tiga garis besar yaitu Disfungsi seksual, Parafilia dan Gangguan
Identitas Gender.

1.) Disfungsi psikoseksual inhibisi dalam keinginan seksual atau penampilan
psikofisiologik
2.) Parafilia perangsangan seksual terhadap stimulus yang menyimpang
3.) Gangguan identitas gender pasien merasa sebagai jenis kelamin yang
berlawanan.
Seiring dengan perkembangan zaman yang modern, kebebasan demokrasi dan
human right, salah satu jenis dari gangguan abnormal seksual parafilia, yaitu
Homoseksual mulai dihapus dari DSM IV TR dan dinyatakan bukan merupakan
gangguan abnormal seksual lagi bahkan saat ini di luar negeri sudah melegalkan
perkawinan sejenis.
(1,2)
Pada referat ini, kita akan membahas tentang parafilia yang pada PPDGJ
disebut sebagai gangguan preferensi seksual (F65). Istilah parafilia diciptakan oleh
Wilhelm Stekel pada 1920an. Parafilia merupakan istilah untuk segala sesuatu
mengenai kebiasaan seksual, gairah seksual, atau kepuasan terhadap perilaku seksual
yang tidak lazim dan ekstrim.
(2)

Parafilia adalah stimulasi seksual atau tindakan yang menyimpang dari
kebiasaan seksual normal, namun bagi beberapa orang, tindakan menyimpang ini
penting untuk mendapatkan rangsangan seksual dan orgasme. Individu seperti ini
mampu mendapatkan pengalaman dalam kenikmatan seksual, namun mereka tidak
memiliki respon terhadap stimulasi yang secara normal dapat menimbulkan gairah
seksual. Orang-orang dengan parafilia terbatas pada stimulasi atau tindakan spesifik
yang menyimpang.
(2)
Parafilia merupakan suatu tindakan bagi sebagian orang untuk melepaskan
energy seksual atau frustrasi mereka. Biasanya tindakan ini diikuti dengan gairah dan
orgasme dan dicapai dengan masturbasi dan fantasi. Gangguan ini kurang dikenali
oleh masyarakat dan sering sulit untuk diobati. Hal ini karena orang yang memiliki
gangguan ini menyembunyikan masalah mereka disebabkan oleh perasaan rasa
bersalah, malu dan sering tidak bekerjasama dengan profesi medis.
(3)
Parafilia yang
dialami oleh seseorang dapat merupakan parafilia dengan kebiasaan mendekati
normal sampai kebiasaan yang merusak atau menyakiti dirisendiri ataupun diri sendiri
dan pasangan, dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap merusak dan
mengancam komunitas yang lebih luas.
(2,3)

Psikopatologis parafilia tidak sama dengan psikologis perilaku normative
seksual dan fantasi seksual orang dewasa pada umumnya. Kegiatan konsensual orang
dewasa dan hiburan yang mungkin melibatkan beberapa aspek roleplay seksual atau
aspek fetishisme seksual tidak selalu dipastikan sebagai kegiatan parafilia.























GANGGUAN PREFERENSI SEKSUAL
DEFINISI
F65.0 Gangguan Preferensi Seksual
(4)

Termasuk : Parafilia
Tidak termasuk : Problem yang berhubungan dengan orientasi seksual
(F66.-)
Parafilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual
terhadap objek yang tidak wajar atau aktivitas seksual yang tidak pada umumnya.
Dengan kata lain, terdapat deviasi (para) dalam ketertarikan seseorang (filia).
(5)
Parafilia (paraphilia) diambil dari bahasa Yunani yaitu para yang artinya "pada
sisi lain", dan philos artinya "mencintai".
(6)
Parafilia adalah gangguan seksual
yang ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek
seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan.
(2)

KLASIFIKASI
1. Parafilia Menurut Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorder
Edisi Revisi I V (DSM-IV-TR)
(2,7,8)

Ekshibisionisme
Fetishisme
Froteurisme
Pedofilia
Masokisme Seksual
Sadisme Seksual
Voyeurisme
Fetishisme Transvestik
Parafilia Lain yang Tidak Ditentukan (NOS : Not Oherwise Specified)
contoh: Zoofilia

2. F65. Gangguan Preferensi Seksual Menurut Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi III (PPDGJ III)
(4)

F65.0 Fetihisme
F65.1 Tranvetisme Fetihistik
F65.2 Ekshibisionisme
F65.3 Voyeurisme
F65.4 Pedofilia
F65.5 Sadomasokisme
F65.6 Gangguan Preeferensi Seksual Multipel
F65.8 Gangguan Preferensi Seksual Lainya
F65.9 Gangguan Preferensi Seksual YTT

EPIDEMIOLOGI
Parafilia dipratekkan oleh sejumlah kecil populasi. Tetapi, sifat gangguan
yang berulang menyebabkan tingginya frekuensi kerusakan akibat tindakan
parafilia. Di antara kasus parafilia yang dikenali secara hukum, pedofilia adalah
jauh lebih sering dibandingkan yang lainnya. Voyeurisme memiliki resiko yang
tidak besar. 20% wanita dewasa telah menjadi sasaran orang dengan
ekshibisionisme dan voyeurisme. Masokisme seksual dan sadisme seksual
kurang terwakili dalam perkiraan prevalensi yang ada. Zoofilia merupakan kasus
yang jarang.
Menurut definisinya, parafilia adalah kondisi yang terjadi pada laki-laki.
Lebih dari 80% penderita parafilia memiliki onset sebelum usia 18 tahun. Pasien
parafilia umunya memiliki 3 sampai 5 parafilia baik yang bersamaan atau pada
saat terpisah. Kejadian perilaku parafilia memuncak pada usia antara 15 dan 25
tahun, dan selanjutnya menurun. Parafilia jarang terjadi pada pria umur 50 tahun,
kecuali mereka tinggal dalam isolasi atau teman yang senasib.


ETIOLOGI
1. Faktor Psikososial
Dalam model psikoanalitik klasik, seseorang dengan parafilia adalah
orang yang gagal untuk menyelesaikan proses perkembangan normal ke arah
penyesuaian heteroseksual, tetapi model tersebut telah dimodifikasi oleh
pendekatan psikoanalitik. Kegagalan menyelesaikan krisis oedipus dengan
mengidentifikasi aggressor ayah (untuk laki-laki) atau aggressor ibu (untuk
perempuan) menimbulkan baik identifikasi yang tidak sesuai dengan orang tua
dengan jenis kelamin berlawanan atau pilihan objek yang tidak tepat untuk
penyaluran libido. Eksibisionisme dapat merupakan suatu upaya menenangkan
kecemasan mereka akan kastrasi.
(2)
Kecemasan kastrasi membuat eksibisionis
meyakinkan diri sendiri tentang maskulinitasnya dengan menunjukkan kelaki-
lakiannya kepada orang lain.
(9)

Apa yang membedakan satu parafilia dengan parafilia lainnya adalah
metode yang dipilih oleh seseorang (biasanya laki-laki) untuk mengatasi
kecemasan yang disebabkan oleh: (1) kastrasi oleh ayah dan (2) perpisahan
dengan ibu. Bagaimanapun kacaunya manifestasi, perilaku yang dihasilkan
memberikan jalan keluar untuk dorongan seksual dan agresif yang seharusnya
telah disalurkan kedalam perilaku seksual yang tepat.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa penyebab parafilia. Freud dan
koleganya mengajukan bahwa beberapa parafilia dapat disebabkan oleh
penyimpangan dari fase courtship. Normalnya, fase ini akan berujung pada
proses mating pada pria dan wanita. Fase ini dimulai dari masa remaja dan
dengan/ tanpa adanya sexual intercourse pada tahap awal perkembangan
seksual.
Fase Definitif Courtship
a) Locating partner potensial fase inisial dari courtship.
b) Pretactile interaction berbicara, main mata dst.
c) Tactile interaction memegang, memeluk, dst. (foreplay).
d) Effecting genital union sexual intercourse .
Teori lain mengaitkan timbulnya parafilia dengan pengalaman diri
yang mengondisikan atau mensosialisasikan anak melakukan tindakan
parafilia. Awitan tindakan parafilia dapat terjadi akibat orang meniru perilaku
mereka berdasarkan perilaku orang lain yang melakukan tindakan parafilia,
meniru perilaku seksual yang digambarkan media, atau mengingat kembali
peristiwa yang memberatkan secara emosional di masa lalu. Teori
pembelajaran menunjukkan bahwa karena mengkhayalkan minat parafilia
dimulai pada usia dini dan karena khayalan serta pikiran pribadi tidak
diceritakan kepada orang lain, penggunaan dan penyalahgunaan khayalan dan
dorongan parafilia terus berlangsung tanpa hambatan sampai usia tua.
(2)
2. Faktor Biologis
Beberapa studi mengidentifikasi temuan organik abnormal pada orang
dengan parafilia. Di antara pasien yang dirujuk ke pusat medis besar, yang
memiliki temuan organik positif mencakup 74 % pasien dengan kadar
hormone abnormal, 27 % dengan tanda neurologi yang ringan atau berat, 24 %
dengan kelainan kromosom, 9 % dengan kejang, 9 % dengan disleksia, 4 %
dengan EEG abnormal, 4 % dengan gangguan jiwa berat, 4 % dengan cacat
mental. Tes psikofisiologis telah dikembangkan untuk mengukur ukuran
volumemetrik penis sebagai repon stimulasi parafilia dan nonparafilia.
Prosedur dapat digunakan dalam diagnosis dan pengobatan, tetapi memiliki
keabsahan diagnostik yang diragukan karena beberapa laki-laki dapat
menekan respon erektilnya.
(2)

Karena sebagian besar orang yang mengidap parafilia adalah laki-laki,
terdapat spekulasi bahwa androgen berperan dalam gangguan ini. Berkaitan
dengan perbedaan dalam otak, suatu disfungsi pada lobus temporalis dapat
memiliki relevansi dengan sejumlah kecil kasus eksibisionisme.
(9)
3. Teori Behavioural (Kelakuan)
Berdasarkan teori ini, parafilia disebabkan oleh proses conditioning. Jika
objek nonseksual dipakai sering dan diulang-ulang untuk aktivitas seksual maka
akan mengakibatkan objek tersebut menjadi sexually arousing. Tidak harus
dengan adanya dorongan positif tapi bisa disebabkan oleh dorongan negatif.
Misalnya jika anak laki-laki suka membanggakan penisnya ketika ereksi maka
ibunya akan memarahinya, akibat dari itu, anak merasa bersalah dan malu
dengan kelakuan seksual normal.
Pedofilia, ekshibisionisme dan vouyerisme merupakan akibat dari
perilaku yang beresiko dilakukan secara berulang-ulang. Conditioning bukan
satu-satunya hal yang berperan pada perkembangan parafilia. Hal yang juga
berpengaruh adalah kepercayaan diri yang rendah. Ini sering dijumpai pada
pasien parafilia.
(5)

4. Teori Dawkin (Teori Transmisi Gen)
Parafilia dipengaruhi oleh lingkungan dan genetik. Contohnya
kebanyakan orang akan mendapatkan orgasme yang pertama pada prepubertas
tetapi ada beberapa orang dapat terjadi sebelum periode prepubertas. Ada
sedikit orang yang tanpa adanya stimulus eksternal bisa mengalami orgasme,
orang ini biasanya memiliki dorongan seksual yang tinggi saat bayi (sonogram
menunjukkan bayi memegang penisnya dalam uterus). Anak yang aktif secara
seksual pada usia muda akan cenderung aktif secara seksual pada remaja. Hal
ini dipengaruhi oleh DNA dan akan diturunkan kepada anak- anaknya.
(5)

5. Teori Darwin
Faktor operatif dari teori Darwin ada 2, yaitu kuantitas dan kualitas.
Kuantitas jika dari keturunan yang dihasilkan yang besar dibandingkan dengan
yang survive. Kualitas yaitu yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Pria
yang secara fisik dapat menghasilkan banyak keturunan (kuantitas), dan wanita
yang bertanggung jawab untuk kualitas. Wanita akan lebih berhati hati dalam
memilih pasangannya sedangkan pria cenderung hanya untuk melakukan
hubungan seksual dengan banyak wanita (tidak memilih-milih). Hal tersebut
menjelaskan mengapa parafilia sering terjadi pada pria. Study dari Sharnor
(1978) menyatakan bahwa pria usia 12-19 tahun memikirkan seks 20 kali
dalam 1 jam atau sekali dalam 3 menit Pria usia 30-39 tahun, memikirkan
seks 4 kali per jam. Hal ini dapat menjelaskan alasan, mengapa parafilia
biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun.
(5)

MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama dari parafilia adalah dorongan, fantasi, dan rangsangan yang
terjadi berulang-ulang dan ada kaitannya dengan :
1. Obyek-obyek yang bukan manusia (sepatu, baju dalam, bahan kulit atau
karet).
2. Menyakiti diri sendiri atau menghina mitra sendiri.
3. Individu-individu yang tidak diperbolehkan menurut hukum (anak-anak,
orang yang tidak berdaya atau pemerkosaan).
DIAGNOSIS
1. Fetihisme
Fetishisme adalah kelainan yang dikarakteristikan sebagai dorongan
seksual hebat yang berulang dan secara seksual menimbulkan khayalan yang
dipengaruhi oleh objek yang bukan manusia.
(10)
Pada fetishisme, dorongan seksual terfokus pada benda atau bagian
tubuh (seperti, sepatu, sarung tangan, celana dalam, atau stoking) yang secara
mendalam dihubungkan dengan tubuh manusia. Pada penderita fetishisme,
penderita kadang lebih menyukai untuk melakukan aktivitas seksual dengan
menggunakan obyek fisik (jimat), dibanding dengan manusia. Penderita akan
terangsang dan terpuaskan secara seksual jika:
(1,11)

1. Memakai pakaian dalam milik lawan jenisnya
2. Memakai bahan karet atau kulit
3. Memegang, atau menggosok-gosok atau membaui sesuatu, misalnya
sepatu bertumit tinggi.
Objek fetish sering digunakan untuk mendapatkan gairah selama
melakukan masturbasi, dorongan seksual tidak dapat terjadi jika
ketidakhadiran dari objek tersebut. Jika terdapat pasangan seksual,
pasangannya ditanya untuk memakai pakaian atau objek lain sesuai objek
fethisnya selama aktivitas seksual.
(2)


Gambar 1. Foot Fetishism

Pedoman Diagnostik Fetihisme menurut PPDGJ III
(4)

Mengandalkan pada beberapa benda mati(non-living object) sebagai
rangsangan untuk membangkitkan keinginan seksual dan memberikanb
kepuasan seksual. Kebanyakan benda tersebut (object fetish) adalah
ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian atau sepatu
Diagnosis ditegakkan apabila object fetish benar-benar merupakan sumber
yang utama dari rangsangan seksual atau penting sekali untuk respon
seksual yang memuaskan.
Fantasi fetihistik adalah lazim, tidak menjadi suatu gangguan kecuali
apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak
semestinya sampai menggangu hubungan seksual dan menyebabkan bagi
penderitaan individu.
Fetihisme terbatas hampir hanya pada pria saja
Kriteria Diagnostik Fetihisme menurut DSM-IV
(8)
1. Selama waktu sekurangnya 6 bulan terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa pemakaian benda-benda mati (misalnya, pakaian dalam wanita)
2. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan
penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
2. Objek fetish bukan perlengkapan pakaian wanita yang digunakan pada cross-
dressing (berpakaian lawan jenis) seperti pada fetishisme transvestik atau
alat-alat yang dirancang untuk tujuan stimulasi taktil pada genital, misalnya
sebuah vibrator. Tranvetisme Fetihistik
Tranvetisme Fetihistik adalah gejala keadaan seseorang yang mencari
rangsangan dan pemuasan sexual dengan memakai pakaian dan berperan
sebagai seorang dari sex yang berlainan.
(11)
Cross dressing tersebut dapat
berupa menggunakan salah satu bahan yang dipakai wanita atau mengenakan
pakaian wanita lengkap dan menampilkan diri sebagai wanita di depan umum.
Tujuan orang tersebut adalah untuk mencari kepuasan seksual. Pria yang
mengalami penyakit ini mengadakan masturbasi pada waktu mengenakan
pakaian wanita dan berfantasi mengenai pria lain yang tertarik dengan
pakaiannya. Seorang wanita dikatakan mengalami kelainan ini jika mereka
mengenakan pakaian laki-laki untuk mencari kepuasan seksual.
(2)


Gambar 2. Tranvetisme Fetihistik pada Laki - Laki
Pedoman Diagnostik Tranvetisme Fetihistik menurut PPDGJ - III
(4)

Mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan tujuan pokok untuk
mencapai kepuasaan seksual
Gangguan ini harus dibedakan dari fetihisme (F65.0) dimana pakaian
sebagai objek fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga untuk
menciptakan penampilan seorang dari lawan jenis kelaminya. Biasanya
lebih dari satu jenis barang yang dipakai dan seringkali suatu perlengkapan
yang menyeluruh, termasuk rambut palsu dan tat arias wajah.
Transvetisme fetihistik deibedakan dari trasvetisme transsexual oleh
adanya hubungan yang jelas dengan bangkitnya gairah seksual dan
keinginan/hasrat yang kuat untuk melepaskan baju tersebut apabila
orgasme sudah terjadi dan rangsang seksual menurun
Adanya riwayat transvetisme fetihistik biasanya dilaporkan sebagai suatu
fase awal oleh para penderita transeksualisme dan kemungkinan
merupakan suatu stadium dalam perkembangan transeksualisme.
Kriteria Diagnostik Fetishisme Transvestik menurut DSM-IV
(8)

a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, pada laki-laki heteroseksual, terdapat
khayalan yang merangsang secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku
yang berulang dan kuat berupa cross dressing.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis dan gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
3. Ekshibisionisme
Eksibisionisme adalah dorongan berulang untuk menunjukkan alat
kelamin pada orang asing atau pada orang yang tidak menyangkanya.
Kegairahan seksual terjadi pada saat antisipasi terhadap pertunjukan tersebut,
dan orgasme didapatkan melalui masturbasi selama atau setelah peristiwa.
Dinamika laki-laki dengan eksibisonisme adalah untuk menegaskan
maskulinitas mereka dengan menunjukkan penis dan dengan melihat reaksi
korbanketakutan, kaget, jijik.
(2)

Pedoman Diagnostik Ekhibisionisme menurut PPDGJ-III
(4)

Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk memamerkan alat
kelamin kepada asing (biasanya lawan jenis kelamin) atau kepada orang
banyak di tempat umum, tanpa ajakan atau niat untuk berhubungan lebih
akrab.
Ekshibisionisme hampir sama sekali terbatas pada laki-laki heteroseksual
yang memamerkan pada wanita, remaja atau dewasa, biasanya menghadap
mereka dalam jarak yang aman di tempat umum. Apabila yang
menyaksikan itu terkejut, takut, atau terpesona, kegairahan penderita
menjadi meningkat.
Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya
penyaluran seksual, tetapi pada penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan
bersamaan (stimultaneously) dengan kehidupan seksual yang aktif dalam
suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama, walaupun demikian
dorongan menjadi lebih kuat pada saat menghadapi konflik dalam
hubungan tersebut.
Kebanyakan penderita ekshibisionisme mendapatkan kesulitan dalam
mengendalikan dorongan tersebut dan dorongan ini bersifat ego-alien
(suatu benda asing bagi dirinya).
Kriteria Diagnosik Eksibisionisme menurut DSM-IV
(8)

a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa memamerkan alat kelaminnya sendiri kepada orang yang tidak
dikenal dan tidak menduga.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
4. Voyeurisme
Istilah voyeurism, dari kata Prancis berarti melihat, mengacu pada keinginan untuk
memandang tindakan dan ketelanjangan hubungan seks.
(12)
Voyeurisme adalah
preokupasi rekuren dengan khayalan dan tindakan yang berupa mengamati orang lain
yang telanjang atau sedang berdandan atau melakukan aktivitas seksual. Gangguan ini
juga dikenal sebagai skopofilia. Masturbasi sampai orgasme biasanya terjadi selama
atau setelah peristiwa.
(2)
Voyeurisme ini merupakan kegiatan mengintip yang
menggairahkan dan bukan merupakan aktivitas seksual dengan orang yang dilihat.
Sebagian besar pelaku voyeurisme ialah dari golongan pria.
(13)


Gambar 3. Voyeurisme
Pedoman Diagnostik Voyeurisme menurut PPDGJ-III
(4)

Kecenderungan yang berulang atau menetap untuk melihat orang yang
sedang berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti sedang
menanggalkan pakaian.
Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan seksual dan mastrubasi,
yang dilakukan tanpa orang yang diintip menyadarinya.
Kriteria Diagnostik Voyeuisme menurut DSM-IV
(8)

a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa mengamati orang telanjang yang tidak menaruh curiga, sedang
membuka pakaian, atau sedang melakukan hubungan seksual.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosil, pekerjaan, atau
fingsi penting lainnya.
5. Pedofilia
Kata ini berasal dari bahasa Yunani: paidophilia (), pais (, "anak-
anak") dan philia (, "cinta yang bersahabat" atau "persahabatan". Di zaman
modern, pedofil digunakan sebagai ungkapan untuk "cinta anak" atau "kekasih anak"
dan sebagian besar dalam konteks ketertarikan romantis atau seksual.
(14)
Pedofilia
juga merupakan gangguan psikoseksual, yang mana fantasi atau tindakan seksual
dengan anak-anak prapubertas merupakan cara untuk mencapai gairah dan kepuasan
seksual. Perilaku ini mungkin diarahkan terhadap anak-anak berjenis kelamin sama
atau berbeda dengan pelaku. Beberapa pedofil tertarik pada anak laki-laki maupun
perempuan.Sebagian pedofil ada yang hanya tertarik pada anak-anak, tapi ada pula
yang juga tertarik dengan orang dewasa dan anak-anak.
(2,11)


Gambar 4. Pedofilia
Pedoman Diagnostik menurut Pedofilia PPDGJ III
(4)

Preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra-pubertas atau awal
masa pubertas, baik laki-laki maupun perempuan
Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan
Preferensi tersebut harus berulang dan menetap
Termasuk : laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner seksual
dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai
hubungan seksual yang diharapkan, maka kebiasaanya beralih kepada
anak-anak sebagai pengganti.
Kriteria Diagnostik Pedofilia menurut DSM-IV
(8)

a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa aktivitas seksual dengan anak prapubertas atau dengan anak-
anak (biasanya berusia 13 tahun atau kurang)
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
c. Orang sekurangnya berusia 16 tahun dan sekurangnya berusia 5 tahun
lebih tua dari anak, atau anak-anak dalam kriteria A.


6. Sadomasokisme
Sadisme seksual adalah preferensi mendapatkan atau meningkatkan
kepuasan seksual dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun
mental. Perbuatan sadistik dalam bersetubuh antara lain memukul, menampar,
menggigit, mencekik, menoreh mitranya dengan pisau, menyayat-nyayat
mitranya dengan benda tajam. Juga bisa dengan mengeluarkan kata-kata kotor,
penyiksaan berat sampai dengan pembunuhan untuk mendapatkan kepuasan
seks dan untuk mendapatkan orgasme adalah puncak dari sadisme dimana
tubuh korban dirusak dan dibunuh dengan kejam. Biasanya hal ini dilakukan
dengan kondisi jiwa psikotik. Ada semacam obsesi sangat kuat merasa ditolak
oleh wanita, sekaligus rasa agresif, dendam dan benci.
Masokhisme seksual yaitu mencapai kepuasan seksual dengan
menyakiti diri sendiri, lebih sering terjadi pada wanita, sedangkan sadisme
lebih sering terjadi pada laki-laki.
(2,3)

Gambar 5. Sadomasokisme
Kriteria Diagnostik Sadomasokisme menurut PPDGJ-III
(4)

Preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan pengikatan atau
menimbulkan rasa sakit atau penghinaan; (individu yang lebih suka untuk
menjadi resipien dari perangsangan demikian disebut masokisme,
sebagai pelaku = sadism)
Seringkali individu mendapatkan rangsangan seksual dari aktivitas
sadistik maupun masokistik.
Kategori ini hanya digunakan apabila sadomasokistik merupakan sumber
rangsangan yang penting pemuasan seksual.
Harus dibedakan dari kebrutalan dalam hubungan seksual atau kemarahan
yang tidak berhubungan dengan erotisme.
Kriteria Diagnostik Untuk Sadisme Seksual menurut DSM-IV
(8)

a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa tindakan (nyata atau disimulasi) dimana penderitaan korban secara
fisik atau psikologis (termasuk penghinaan) adalah menggembirakan
pelaku secara seksual.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
Kriteria Diagnostik Untuk Masokisme Seksual menurut DSM-IV
(8)

a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa tindakan (nyata, atau disimuasi) sedang dihina, dipukuli, diikat,
atau hal lain yang membuat menderita.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
7. Gangguan Preferensi Seksual Multipel
Kadang kadang lebih dari satu gangguan preferensi seksual yang
terjadi pada seseorang dan tidak satupun lebih diutamakan daripada yang
lainnya. Kombinasi yang paling sering adalah fetihisme, transvestisme dan
sadomasokisme.
(4)

8. Gangguan Preferensi Seksual Lainya
Suatu varietas dari pola lain pada preferensi dan aktivitas seksual
mungkin terjadi, yang masing masing relatif tidak lazim. Ini mencakup
kegiatan seperti melakukan panggilan telepon cabul, menggosok menempel
pada orang untuk stmulasi seksual di tempat umum yang ramai (frotteurisme),
aktivitas seksual dengan binatang. Menggunakan cekikan atau anoksia untuk
mengintensifkan kepuasan seksual dan kepuasan terhadap partner dengan
cacat badan tertentu seperti tungkai yang diamputasi.
Perbuatan erotik terlalu bermacam macam dan banyak diantaranya
terlalu jarang atau idionsikatrik untuk diberikan istilah khusus untuk setiap
kelainan. Menelan urin, melaburkan feses, atau menusuk kulup atau puting
susu merupakan sebagian dari perilaku yan termasuk sadomasokisme.
Masturbasi dengan berbagai cara ialah lzim, tetapi praktek yang lebih ekstrem
seperti memasukkan benda ke rektum atau uretra penis atau strangulas diri
parsialis, apabila menggantikan hubungan seksual yang lazim, termasuk dalam
abnormalitas. Nekrofilia juga harus dimasukkan dalam kategori ini.
(4)

Frotteurisme
Frotteurisme biasanya ditandai oleh seorang laki-laki yang
menggosokkan penisnya kepada bokong atau bagian tubuh seorang wanita
yang berpakaian lengkap untuk mencapai orgasme. Pada saat yang lain, ia
mungkin menggunakan tangannya untuk meraba korban yang tidak menaruh
curiga. Tindakan ini biasanya terjadi pada tempat ramai, khususnya dalam
kereta dan bus. Orang dengan frotteurisme adalah sangat pasif dan terisolasi,
dan cara tersebut seringkali merupakan satu-satunya sumber kepuasan
seksualnya.
(2)

Kriteria diagnostik Frotteurisme menurut DSM-IV
(8)

a. Selama waktu sekurangnya 6 bulan, terdapat khayalan yang merangsang
secara seksual, dorongan seksual, atau perilaku yang berulang dan kuat
berupa menyentuh atau bersenggolan dengan orang yang tidak
menyetujuinya.
b. Khayalan, dorongan seksual, atau perilaku yang menyebabkan penderitaan
yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lainnya

Nekrofilia
Nekrofilia adalah obsesi untuk mendapatkan kepuasan seksual dari mayat.
Sebagian besar orang dengan nekrofilia mendapatkan mayat untuk
eksploitasinya dari rumah mati. Beberapa orang diketahui menggali kuburan.
Suatu waktu, orang membunuh untuk memuaskan desakan seksualnya. Pada
beberapa kasus yang dipelajari, orang dengan nekrofilia percaya bahwa
mereka membebankan penghinaan terbesar yang dipikirkannya pada korban
mereka yang mati.
(2)


Gambar 6. Frotteurisme Gambar 7. Nekrofilia

9. Parafilia yang tidak ditentukan
(2)

Skatologia Telepon
Pada skatologia telepon, ditandai oleh panggilan telepon yang cabul,
ketegangan dan perangsangan yang dimulai saat akan menelepon, melibatkan
pasangan yang tidak menaruh curiga, penerima telepon mendengarkan saat
penelepon (biasanya laki-laki) secara verbal membuka preokupasinya atau
mengajak wanita untuk menceritakan aktivitas seksualnya, dan percakapan
tersebut disertai dengan masturbasi, yang seringkali disudahi setelah kontak
terputus.
Orang dapat juga mengggunakan jaringan computer interaktif untuk
mengirimkan pesan cabul melalui surat elektronik. Di samping itu, orang
menggunakan jaringan computer untuk mengirimkan pesan dan gambar-
gambar video yang seksual. Beberapa orang secara kompulsif menggunakan
jasa tersebut.

Parsialisme
Dalam parsialisme seseorang memfokuskan pada satu bagian tubuh dan
menyingkirkan bagian lainnya. Kontak genital mulut seperti kunilingus
(kontak oral dengan genital eksternal wanita), felasio (kontak oral dengan
penis), dan analingus (kontak oral dengan anus) adalah suatu aktivitas yang
normalnya berhubungan dengan pemanasan seksual (foreplay). Freud
memandang bahwa permukaan mukosa tubuh sebagai erotogenik dan mampu
menghasilkan sensasi yang menyenangkan. Tetapi jika seseorang
menggunakan aktivitas tersebut sebagai sumber satu-satunya kepuasan seksual
dan tidak dapat melakukan koitus atau menolak melakukan koitus, terdapat
suatu parafilia. Keadaan ini juga dikenal sebagai oralisme.

Zoofilia
Pada zoofilia, binatang yang mungkin dilatih untuk berperan serta
adalah disukai untuk khayalan perangsangan atau aktivitas seksual, termasuk
hubungan seksual, masturbasi, dan kontak oral-genital. Zoofilia sebagai suatu
parafilia yang terorganisasi adalah jarang. Bagi sejumlah orang, binatang
adalah sumber utama hubungan, sehingga tidak mengejutkan bahwa binatang
rumah tangga digunakan secara sensual atau seksual.
Hubungan seksual dengan binatang kadang-kadang merupakan
suatu hasil pertumbuhan dari tersedianya atau kesenangan, khususnya pada
bagian dunia dimana kaidah yang ketat melarang seksualitas pramarital atau
dalam situasi isolasi yang berlebihan. Tetapi, karena masturbasi juga tersedia
dalam situasi tersebut, suatu predileksi untuk kontak dengan binatang
kemungkinan ditemukan pada zoofilia oportunistik.

Gambar 8. Zoofilia
Koprofilia Dan Klismafilia
Koprofilia adalah kesenangan seksual yang berhubungan dengan
keinginan untuk defekasi pada tubuh pasangan, didefekasi oleh pasangan, atau
makan feses (koprofagia). Suatu varian adalah pemakaian kompulsif kata-kata
cabul (koprolalia). Parafilia tersebut adalah berhubungan dengan fiksasi pada
stadium anal dari perkembangan psikoseksual. Demikian juga, penggunaan
enema sebagai bagian dari stimulasi seksual, klismafilia, adalah berhubungan
dengan fiksasi anal.
Urofilia
Urofilia adalah minat dalam kenikmatan seksual yang berhubungan
dengan keinginan untuk kencing pada tubuh pasangan atau dikencingi oleh
pasangan; ini adalah suatu bentuk erotikisme uretral. Keadaan ini mungkin
disertai dengan teknik masturbasi yang melibatkan insersi benda asing ke
dalam uretra untuk mendapatkan stimulasi seksual baik pada laki-laki maupun
wanita.

Masturbasi
Masturbasi adalah aktivitas normal yang sering ditemukan pada semua
stadium kehidupan dari masa bayi sampai usia lanjut. Hal ini tidak selalu
dianggap demikian. Freud percaya neurastenia adalah disebabkan oleh
masturbasi yang berlebihan. Pada awal tahun 1990-an, kegilaan masturbasi
(masturbatory insanity) adalah suatu diagnosis yang sering ditemukan pada
rumah sakit untuk kegilaan criminal di AS. Masturbasi dapat didefinisikan
sebagai pencapaian kenikmatan seksual biasanya menyebabkan orgasme
oleh diri sendiri (autoerotikisme). Alfred Kinsley menemukan bahwa
masturbasi adalah lebih menonjol pada laki-laki daripada wanita, tetapi
perbedaan tersebut tidak lagi benar. Frekuensi masturbasi bervariasi dari tiga
sampai empat kali dalam seminggu pada masa remaja sampai satu sampai dua
kali seminggu pada masa dewasa. Masturbasi sering ditemukan pada orang
yang telah menikah; Kinsey melaporkan bahwa keadaan ini terjadi rata-rata
satu kali sebulan pada pasangan yang menikah.
Teknik masturbasi adalah bervariasi pada kedua jenis kelamin dan dari orang
ke orang. Teknik yang paling sering adalah stimulasi langsung pada klitoris
atau penis dengan tangan atau jari. Stimulasi tidak langsung mungkin juga
digunakan, seperti menggosokan pada bantal atau mengencangkan panggul.
Kinsey menemukan bahwa 2% wanita mampu mencapai orgasme melalui
khayalan saja. Laki-laki dan wanita telah diketahui menginsersikan benda-
benda ke dalam uretranya untuk mencapai orgasme. Vibrator tangan sekarang
digunakan sebagai alat masturbasi oleh kedua jenis kelamin.
Masturbasi adalah abnormal jika ia menjadi satu-satunya jenis aktivitas
seksual yang dilakukan, jika dilakukan sedemikian seringnya sehingga
menyatakan suatu kompulsi atau disfungsi seksual, atau jika secara terus
menerus disukai untuk berhubungan seks dengan pasangan.
Hipoksifilia
Hipoksifilia adalah keinginan untuk mencapai perubahan kesadaran
sekunder karena hipoksia saat mengalami orgasme. Dalam gangguan ini orang
mungkin menggunakan obat (seperti nitrit volatil atau nitrogen oksida) yang
menghasilkan hipoksia. Asfiksiasi autoerotik juga berhubungan dengan
keadaan hipoksik tetapi harus diklasifikasikan sebagai suatu bentuk masokisme
seksual.



DIAGNOSIS BANDING
Klinisi perlu membedakan suatu parafilia dari coba-coba dimana tindakan
dilakukan untuk mengetahui efek baru dan tidak secara rekuren atau kompulsif.
Aktivitas parafilia paling sering terjadi pada masa remaja. Beberapa parafiliak
(khususnya tipe kacau) adalah bagian dari gangguan mental lain, seperti
skizofrenia. Penyakit otak mungkin melepaskan impuls yang buruk.
PENATALAKSANAAN
1. Kendali Eksternal
Penjara adalah mekanisme kendali eksternal untuk kejahatan seksual yang
biasanya tidak berisi kandungan terapi. Memberitahu teman sebaya, atau
anggota keluarga dewasa lain mengenai masalah dan menasehati untuk
menghilangkan kesempatan bagi perilaku untuk melakukan dorongannya.
2. Terapi Seks
Adalah pelengkap yang tepat untuk pengobatan pasien yang menderita
disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba melakukan aktivitas
seksual yang tidak menyimpang dengan pasangannya.
3. Terapi Perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari. Stimuli
yang menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat, telah
dipasangkan dengan impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang. Stimuli
dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh pasien bilamana mereka
merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar impulsnya.
4. Terapi Obat
Termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah diindikasikan
sebagai pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika parafilia disertai
dengan gangguan-gangguan tersebut.
Antiandrogen, seperti ciproterone acetate di Eropa dan
medroxiprogesterone acetate (Depo-Provera) di Amerika Serikat, telah
digunakan secara eksperimental pada parafilia hiperseksual.
Medroxiprogesterone acetate bermanfaat bagi pasien yang dorongan
hiperseksualnya diluar kendali atau berbahaya (sebagai contoh masturbasi
yang hampir terus-menerus, kontak seksual setiap kesempatan, seksualitas
menyerang yang kompulsif). Obat serotonorgik seperti Fluoxetin (prozac)
telah digunakan pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan yang
terbatas.
5. Psikoterapi Berorintasi Tilikan
Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk mengobati
parafilia. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti dinamikanya sendiri
dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan perkembangan parafilia. Secara
khusus, mereka menjadi menyadari peristiwa sehari-hari yang menyebabkan
mereka bertindak atas impulsnya (sebagai contohnya, penolakan yang nyata
atau dikhayalkan). Psikoterapi juga memungkinkan pasien meraih kembali
harga dirinya dan memperbaiki kemampuan interpersonal dan menemukan
metode yang dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi
kelompok juga berguna.
PROGNOSIS
Prognosisnya buruk untuk parafilia adalah berhubungan dengan onset usia
yang awal, tingginga frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau
malu terhadap tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Perjalanan penyakit
dan prognosisnya baik jika pasien memiliki riwayat koitus disamping parafilia,
jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang
berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.










DAFTAR PUSTAKA
1). Ronawulan, Endah. Bahan ajar mata kuliah kedokteran Jiwa gangguan
psikoseksual. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. 2006.
2). Sadock, BJ. Kaplan & Sadocks Synopsis Of Psychiatry 10
th
ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2007.p.705-14
3). Bannon, G.E. & Carroll, K.S. Paraphilias 2008 .Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/291419-clinical [Accessed 30 April
2011].
4). Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III
(PPDGJ-III), Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayan Medik,
1993. Cetakan Pertama
5). Nevid., Greene., Beverly., Rathus. (2005) Psikologi Abnormal (5th ed). (Tim
Fakultas Psikologi UI, trans). Jakarta : Erlangga.
6). Nevid,J.S.,Rathus, S.A., Greene ,B. (2003) Psikologi Abnormal ed 5. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
7). Ebert MH, Loosen PT, and Nurcombe B. Current Diagnostic & Treatment In
Psychiatry. New York: Lange; 2003
8). Diagnostic and Statistical Mannual of Mental Disorder fourth edition (DSM-
IV), American Psychiatric Association, Washington DC.
9). Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada; 2006. p611-641.
10). Fetishism. Available from http://mentaldisorder.com. Last update on 2005
11). Maramis WF, Maramis AA. (2009). Catatan Buku Kedokteran Jiwa. Edisi 2.
Surabaya : Airlangga University Press
12). Robert Levey, PhD, MPH : Sexual and Gender Identity Disorders,
http://www.emedicine.com
13). Anonim : Parafilia, http://www.medicastore.com
14). http://id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia#cite_note-Liddell.2C_H.G._1959-4.
Accessed April 29, 2012.

Anda mungkin juga menyukai