Anda di halaman 1dari 54

A.

Pengertian
Menurut Mansjoer (2005:356), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibia plateau) adalah
fraktur yang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih
terfiksasi ke tanah. Menurut pendapat lain yaitu Smeltzer (2002:2357), fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Sedangkan menurut
Sjamsuhidajat (1996:1138), fraktur adalah terputusnya jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Kemudian menurut Tucker (1998:198), fraktur
adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas tulang. Pendapat lain oleh Doenges
(1999:761) yang menerangkan bahwa, fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian tersebut di atas adalah bahwa
fraktur merupakan suatu keadaan terputusnya jaringan atau kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang pada umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan ditentukan sesuai dengan jenis
dan luasnya.
B. Jenis / Klasifikasi Fraktur
Menurut Smeltzer (2001:257) jenis-jenis fraktur yaitu:
Fraktur complete adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergeseran (bergeser pada posisi normal). Fraktur in complete, patah hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan robeknya kulit. Fraktur terbuka (fraktur
kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke
patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
Grade I dengan luka bersih kurang dari l cm panjangnya.
Grade II luka lebih besar, luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif,
merupakan yang paling kuat.
Menurut Smeltzer (2001:257) fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen
tulang, fraktur bergeser/tidak bergeser. Jenis ukuran fraktur adalah:
Greenstick : fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang.
Oblique : fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak
stabil dibanding batang tulang).
Spiral : fraktur memuntir seputar batang tulang.
Communitive : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
Depresi : fraktur dengan tulang patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada
tulang tengkorak dan tulang wajah).
Kompresi : fraktur di mana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
Patologik : fraktur yang terjadi pada bawah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit
paget, metastasis tumor tulang).
Avulasi : tertariknya fragmen tulang dan ligamen atau tendon pada perlekatannya.
Impaksi : fraktur di mana fragmen tulang lainnya rusak.
C. Etiologi
Menurut Long (1996:357) dan Reeves (2001:248), faktor-faktor yang dapat menyebabkan
fraktur adalah:
Benturan dan cidera (jatuh pada kecelakaan).
Fraktur patologik, kelemahan tulang karena penyakit/osteoporosis.
Patah karena letih, patah tulang karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi, seperti karena
berjalan kaki yang terlalu jauh.
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang. Fraktur sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan
kecelakaan kendaraan bermotor.
Sedangkan menurut Appley (1995:212) faktor-faktor yang dapat menyebabkan fraktur
adalah:
Fraktur akibat trauma
Terjadi akibat benturan dan cidera yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan.
Trauma langsung
Tulang dapat patah pada area yang terkena jaringan lunak. Pemukulan menyebabkan fraktur
melintang. Penghancuran menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak
yang luas.
Trauma tidak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang tertekan kekuatan
itu. Kekuatan dapat berupa:
1) Pemuntiran, menyebabkan fraktur spinal.
2) Penekukan, menyebabkan fraktur melintang.
3) Penekukan dan penekanan menyebabkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai
fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga terpisah.
Fraktur kelelahan
Terjadi akibat tekanan berulang-ulang sering ditemukan pada tibia, fibula, metatarsal,
terutama pada atlet dan penari.
Fraktur patologik
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misal: oleh tumor
atau tulang itu sangat rapuh atau osteoporosis).
Fraktur oblique pendek
Fraktur yang terjadi dari kombinasi pemuntiran, penekukan dan penekanan.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
Deformitas (terlihat maupun teraba).
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.


F. Penatalaksanaan Fraktur
Tindakan umum menurut Handerson (1997:222) yaitu:
Reposisi
Setiap pergeseran atau angulasi pada ujung patahan harus direposisi dengan hati-hati melalui
tindakan manipulasi yang biasanya dengan anestesi umum.
Imobilisasi
Untuk memungkinkan kesembuhan fragmen yang diperlukan:
1) Fiksasi Interna
Ujung patahan tulang disatukan dan difiksasi pada operasi misalnya : dengan sekrup, paku,
plat logam.
2) Fiksasi Interna
Fraktur diimobilisasi menggunakan bidai luas dan traksi.
Fisioterapi dan mobilisasi
Untuk memperbaiki otot yang dapat mengecil secara cepat jika tidak dipakai.
, eksisi Penatalaksanaan medis dengan ORIF
Pengertian
ORIF atau Open Reduction Internal Fixation adalah reduksi terbuka dari fiksasi internal di
mana dilakukan insisi pada tempat yang mengalami fraktur. Kemudian direposisi untuk
mendapatkan posisi yang normal dan setelah direduksi, fragmen-fragmen tulang
dipertahankan dengan alat orthopedik berupa pen, sekrup, plat dan paku (Price,1996:374).
Indikasi
Menurut Appley (1996:378) indikasi dilakukan ORIF adalah:
1) Fraktur yang tidak dapat direduksi ke arah operasi.
2) Fraktur yang baik stabil secara bawaan.
3) Fraktur patologik.
4) Fraktur multiple.
5) Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (paraplegi, pasien dengan
cideramultiple sangat lanjut usia).
Keuntungan dan kerugian ORIF
Keuntungan ORIF menurut Price (1996:372) adalah:
1) Ketelitian fragmen tulang yang patah.
2) Keseimbangan memeriksa pembuluh darah dan saraf yang ada di sekitarnya.
3) Mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai.
4) Tidak perlu memasang gips berulangkali.
5) Memerlukan anestesi.
Pendapat lain dikemukakan oleh Departemen Kesehatan RI (1996:93),
keuntungan ORIFadalah:
1) Darah sedikit yang hilang.
2) Segera mungkin ambulasi dan latihan tubuh yang nyeri.
3) Mudah membersihkan luka.
Sedangkan kerugian ORIF menurut Price (1996:372) adalah risiko infeksi melalui pen,
karena 10% dari jumlah total pasien yang dipasang internal fiksasi terinfeksi, bila pen
terinfeksi maka akan terjadi osteomyelitis yang sukar disembuhkan. Perawatan luka
diberikan 2 kali sehari agar infeksi tidak terjadi.
Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai pengertian di atas bahwa tujuan dari
penatalaksanaan ORIF adalah:
Mengembalikan/memperbaiki bagian-bagian tulang yang patah ke dalam bentuk semula.
Imobilisasi untuk mempertahankan bentuk.
Memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak.
Menurut Mansjoer (2000:201) penatalaksanaan medis fraktur adalah:
Pemeriksaan terhadap jalan nafas.
Pemeriksaan proses jalan nafas.
Pemeriksaan sirkulasi.
Lakukan foto radiologi.
Pemasangan alat bila dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak, terdiri dari:
1) Pembidaian, misalnya mitella untuk fraktur humeri dengan kedudukan baik.
2) Imobilisasi saja tanpa reposisi.
3) Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips.
Terapi operatif terdiri dari :
1) Reposisi terbuka, fiksasi interna.
2) Reposisi tertutup dengan kontras radiologi diikuti fiksasi eksterna.
Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (Open Reduction
Internal Fixation) atroplastik, eksisionalfragmen dan pemasangan endoprostacid.
Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin:
Berikan toksin anti tetanus
Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif.
Dengan teknik debridement. Prosedur teknik debridement adalah: melakukan nekrosis umum
atau anestesis lokal bila luka ringan dan kecil, bila cukup luas pasangtourniquet, cuci seluruh
ekstremitas selama 5-10 menit, kemudian lakukan pencukuran, luka diirigasi
dengan hall steril, lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk, eksisi luka lapis demi
lapis mulai dari kulit, sub kulit fasia otot, eksisi otot-otot yang tidak vital dan dibuang, lalu
buang tulang-tulang kecil yang tidak melekat periosteum. Pertahankan program tulang besar
yang perlu untuk stabilitas, luka fraktur terbuka dan lalu dibiarkan terbuka dan perlu ditutup
satu minggu, kemudian setelah edema menghilang (secondary sature) atau dapat juga hanya
dijahit pada situasi bila luka tidak terlalu terbuka atau lebar (jahit luka jarang).
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur menurut Doenges (2000: 762) adalah sebagai
berikut:
Pemeriksaan Rontgen
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
CT Scan/ MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
Pemeriksaan Laboratorium
Hb (Hemoglobin) mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau juga dapat menurun
(perdarahan).
Leukosit meningkat sebagai respon stress normal setelah trauma.
Kreatinin, trauma meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
Arteriogram, dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
H. Konsep Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
Menurut Doenges (2000:761), pengkajian pasien post ORIF adalah sebagai berikut:
Aktivitas dan istirahat
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dan dari pembengkakan jaringan serta nyeri).
Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau ansietas),
hipotensi (kehilangan darah), penurunan atau tidak ada nadi pada bagian distal yang cidera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
Neurosensasi
Gejala : Hilang gerakan atau sensori, spasme otot, keras atau kesemutan (parestesis).
Tanda : Perforasi lokal : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit),
spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.
Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan
atau kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan
saraf, spasme atau kram otot (setelah imobilisasi).
Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan
lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post ORIF dengan fraktur tibia 1/3
proksimal dextra menurut Wilkinson (2007: 629) adalah:
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (cidera jaringan
lunak).
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah perbaikan,
perubahan pigmentasi dan perubahan sensasi.
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kehancuran jaringan
(kehilanganbarier kulit) dan kerusakan respon imun.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran
diri, adanya ancaman kematian (tersedak atau sulit bernafas).
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran
darah, cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus dan hipovolemia.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri
atau vena, trauma pada pembuluh darah.
3. Fokus Intervensi
Fokus intervensi keperawatan pada pasien ORIF menurut Doenges (1999: 764-775) dan
Engram (1998: 629) adalah sebagai berikut:
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik (cidera jaringan
lunak).
Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
Kriteria hasil : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, menunjukkan tindakan
santai, dapat beraktivitas, tidur, istirahat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi
dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi.
Intervensi :
1) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi, karakteristik nyeri
dan kaji tingkat nyeri dengan standar PQRST
Rasional : Untuk memulihkan pengawasan keefektifan intervensi, tingkat ansietas dapat
mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri.
2) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cidera.
Rasional : Membantu dalam menghilangkan ansietas.
3) Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental dalam aktivitas, begitu juga
berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
4) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif atau pasif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi pada jaringan yang cidera.
5) Berikan alternatif tindakan kenyamanan. Contoh : pijatan, perubahan posisi, relaksasi,
nafas dalam, imajinasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi perifer.
6) Monitor tanda-tanda vital, observasi kondisi umum pasien dan keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengetahui perkembangan kesehatan klien.
7) Atur posisi yang nyaman dan aman
Rasional : Mengurangi nyeri dan pergerakan.
8) Pertahankan imobilisasi pada bagian yang sakit.
Rasional : Nyeri dan spasme dikontrol dengan imobilisasi.
9) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan nyeri atau spasme otot.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
Tujuan : Pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri.
Kriteria hasil : Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling
tinggi yang mungkin, mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau fungsi
yang sakit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan imobilisasi dan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Informasi yang benar dapat meningkatkan kemajuan kesehatan.
2) Bantu pasien dalam rentang gerak, latih dan bantu ROM(Range Of Motion) pasif/aktif.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot, tulang dan mencegah kontraktur.
3) Bantu dan dorong pasien dalam aktivitas perawatan diri.
Rasional : Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi serta kesehatan diri.
4) Bantu dan dorong pasien dalam mobilisasi.
Rasional : Menurunkan risiko komplikasi tirah baring (decubitus).
5) Observasi tekanan darah dan atur posisi elevasi tungkai.
Rasional : Mengawasi adanya hipotensi postural karena tirah baring, posisi elevasi dapat
mengurangi edema.
6) Ubah posisi secara periodik dan dorong pasien untuk latihan batuk efektif dan nafas
dalam.
Rasional : Mencegah atau menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernafasan.
7) Pertahankan tirah baring dan melatih tangan serta ekstremitas yang sakit dengan
lembut.
Rasional : Meminimalkan nyeri dan mencegah salah posisi.
8) Beri bantuan dalam menggunakan alat gerak.
Rasional : Mobilisasi menurunkan komplikasi.
9) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk melatih pasien.
Rasional : Berguna dalam pembuatan aktivitas program latihan mobilisasi.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, medikasi, bedah perbaikan,
perubahan pigmentasi dan perubahan sensasi.
Tujuan : Meminimalkan terjadinya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan ketidaknyamanan hilang dan mencapai penyembuhan
luka sesuai waktu.
Intervensi :
1) Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi di
sekitar luka.
Rasional :Untuk menentukan intervensi selanjutnya, mengetahui indikasi, keefektifan
intervensi dan terapi yang diberikan.
2) Massase kulit dan penonjolan tulang.
Raional : Menurunkan tekanan pada area yang peka.
3) Ubah posisi pasien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan risiko terjadinya kerusakan kulit (decubitus).
4) Kaji posisi cincin bebat pada otot traksi.
Rasional : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cidera kulit.
5) Beri bantalan di bawah kulit yang terpasang traksi.
Rasional : Meminimalkan tekanan pada area yang terpasang gips atau traksi.
6) Lakukan perawatan pada area kulit yang terpasang gips atau traksi ataupun yang
dilakukan tindakan bedah.
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan kulit.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan topikal.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kehancuran jaringan
(kehilanganbarier kulit) dan kerusakan respon imun.
Tujuan : Meminimalkan terjadinya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau
eritema dan demam.
Intervensi :
1) Pantau kondisi umum pasien dan monitor tanda-tanda vital, kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional : Mengetahui perkembangan kesehatan pasien.
2) Inspeksi kulit terhadap adanya iritasi.
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan kulit yang lebih luas.
3) Kaji sisi pen dan kulit. Perhatikan adanya keluhan peningkatan nyeri
Rasional : Untuk mengidentifikasi timbulnya infeksi lokal.
4) Observasi keadaan luka terhadap pembentukan bulla, krepitasi dan bau drainase yang
tidak enak.
Rasional : Mengetahui tanda-tanda infeksi gas gangren.
5) Kaji tonus otot dan reflek tendon.
Rasional : Kekakuan otot, spasme tonus otot rahang menunjukkan tanda tetanus.
6) Inspeksi kulit terhadap adanya iritasi.
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan kulit yang lebih luas.
7) Selidiki adanya nyeri yang muncul secara tiba-tiba, perhatikan adanya keluhan
peningkatan nyeri.
Rasional : Merupakan indikasi terjadinya osteomyelitis.
8) Berikan perawatan dengan teknik septik dan aseptik pada pen kawat steril dan alat-alat
yang terpasang pada pasien (kateter, infus)
Rasional : Dapat mencegah kemungkinan terjadinya infeksi.
9) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik dan vitamin C.
Rasional : Program pengobatan untuk mencegah infeksi, untuk menjamin keseimbangan
Nitrogen positif dan meningkatkan proses penyembuhan.
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep diri, gambaran
diri, adanya ancaman kematian (tersedak atau sulit bernafas).
Tujuan : Ansietas berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat
ditangani, pasien mengakui dan mendiskusikan rasa takut, pasien menunjukkan tentang
perasaan yang tepat
Intervensi :
1) Diskusikan dalam tindakan keamanan.
Rasional : Menenangkan dan menurunkan ansietas karena ketidaktahuan dan atau takut
menjadi kesepian.
2) Dorong pasien dalam mengekspresikan ketakutan atau masalah.
Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
3) Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah.
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu pasien melalui penilaian
awal, juga selama pemulihan.
4) Dorong pasien dalam menggunakan manajemen stress
Rasional : Membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran
darah: cidera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan trombus dan hipovolemia.
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan
Kriteria hasil : Terabanya nadi, kulit hangat/kering, sensasi normal, sensasi biasa, tanda
vital stabil dan haluaran urine adekuat untuk situasi individu.
Intervensi :
1) Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit
Rasional : Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur
Rasional : Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih menunjukkan
gangguan arterial, sianosis diduga adanya gangguan vena.
3) Awasi posisi atau lokasi cincin penyokong bebat
Rasional : Alat traksi dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah atau saraf,
terutama pada aksila dan lipat paha, mengakibatkan iskemia dan kerusakan saraf permanen.
4) Ambulasi sesegera mungkin
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah, khususnya pada
ekstremitas bawah.
5) Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat atau sianosis umum, kulit dingin,
perubahan mental
Rasional : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistim perfusi jaringan.
6) Berikan kompres es di sekitar fraktur sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan edema atau pembentukan hematoma yang dapat mengganggu
sirkulasi.
Kurang perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada ekstremitas
Tujuan : Tidak terjadi defisit perawatan diri.
Kriteria hasil : Pasien menunjukkan tidak adanya defisit perawatan diri
Intervensi :
1) Dorong pasien dalam mengekspresikan dan mendiskusikan masalah yang berhubungan
dengan cidera.
Rasional : Fraktur dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
2) Libatkan orang terdekat dalam perawatan diri.
Rasional : Dapat membantu pasien dalam ADL (Activity Daily Living).
3) Dorong pasien berpartisipasi dalam program terapi.
Rasional : Pasien memperoleh kembali kemandirian.
4) Berikan bantuan ADL (Activity Daily Living) sesuai kebutuhan.
Rasional : Merawat kebutuhan dasar dan mempertahankan harga diri.
5) Dorong partisipasi aktif dalam aktivitas sehari-hari.
Rasional : Rasa harga diri dapat ditingkatkan dengan aktivitas perawatan diri.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah arteri
atau vena, trauma pada pembuluh darah.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan ditandai dengan tekanan darah
dalam rentang yang normal, nadi perifer tidak teraba, edema perifer tidak ada.
Kriteria hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif dan motorik/sensorik
yang membaik, menunjukkan tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra
Kranial).
Intervensi :
1) Melakukan perawatan sirkulasi perifer secara komprehensif misal: periksa nadi perifer,
edema, pengisian kapiler, warna, dan suhu ekstremitas.
Rasional : Mengetahui keefektifan intervensi dan perkembangan pasien.
2) Ajarkan pasien pentingnya mematuhi diit dan program pengobatan.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
3) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung.
Rasional : Meningkatkan aliran darah balik vena.
4) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran
darah dan perfusi jaringan.
5) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti koagulan, contoh:
heparin dan warfarin natrium.
Rasional : Untuk meningkatkan aliran darah serebral.
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2008 hari Rabu jam 09.00 WIB. Data diperoleh
dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan
metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa.
Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Alamat : Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan
Agama : Katholik
Tanggal masuk : 22 April 2008
No. RM : 147689
Diagnosa Medis : Fraktur tibia 1/3 proksimal dextra
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. I
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Alamat : Wonosari 4/2, Magelang, Muntilan
Hubungan dengan pasien : Istri pasien
Keluhan Utama
Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah
Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami patah tulang pada tungkai kanan dan
mengalami nyeri berat, skala nyeri 6. Pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari
Sabtu tanggal 19 April 2008, 10 hari yang lalu sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00
WIB. Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah
kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke
kanan. Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien
menggunakan tungkai kanannya sebagai tumpuan. Oleh sebab itu pasien menderita patah
tulang. Saat jatuh pasien tidak pingsan. Beberapa saat setelah kecelakaan pasien dibawa ke
RS Muntilan tidak diberikan pengobatan hanya dilakukan pembidaian dan diberi
perban. Pasien dirawat di RS Muntilan 3 hari. Kemudian atas permintaan keluarga pasien
dirujuk ke RSO Prof. Dr. R. Soeharso, Surakarta pada hari Selasa tanggal 22 April 2008 jam
19.00 WIB. Di IGD pasien mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per
menit) pada tangan kiri kemudian pukul 22.00 WIB pasien dipindahkan ke bangsal
Cempaka. Keesokan harinya pasien dilakukan pemeriksaan rontgen, laboratorium serta EKG
(Elektro Kardio Grafi). Sekarang pada saat pengkajian yaitu Rabu tanggal 30 April 2008
pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan post operasi hari pertama.
Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus
menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak bergerak. Saat ini pasien mendapatkan terapi
injeksi Cefotaxime 21 gram per IV (Intra Venous) dan injeksi Ketorolac 31 ampul per IV
infus. Selain itu pasien juga mendapatkan terapi injeksi Actrapid 4 IU setiap sebelum makan.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung
dibawa ke Puskesmas/ mantri di daerahnya. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya
pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum
pernah dioperasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan
hipertensi. Tetapi sekarang ini pasien menderita penyakit DM (Diabetes Mellitus) terbukti
dengan kadar GDS (Gula Darah Sewaktu) tanggal 29 April 2008 yaitu 198 mg/dl dan gula
darah 2 jam PP (Post Prandial) yaitu 225 mg/dl.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami
kecelakaan. Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit yang
diderita suaminya. Di dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit keturunan
seperti DM, hipertensi, jantung dan penyakit menular seperti TBC, AIDS, Hepatitis. Pasien
juga mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai alergi baik obat-
obatan maupun makanan.
Pola Kehidupan Sehari-hari
Pola persepsi kesehatan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa ia dan keluarganya sangat memperhatikan
masalah kesehatan. Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau
diperiksakan ke Puskesmas atau mantri.
Selama sakit : Keluarga pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal harganya jadi
keluarga akan merawat Tn. H dengan baik. Pasien mengatakan jika sudah sembuh nanti akan
lebih memperhatikan kesehatan dan akan berhati-hati jika naik kendaraan.
Pola Nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi, sayur
(bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging). Porsi 1 piring habis.
Pasien tidak suka makanan (sayuran yang bersantan contohnya: sayur nangka, kluwih, dan
opor). Pasien biasa minum 6-7 gelas perhari 1400 cc, pasien biasanya minum air putih dan
teh.
Selama sakit : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan
RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis
porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak. Setiap sebelum makan
pasien selalu diberikan injeksi Actrapid 4 IU (IntraUnit) pada lengannya
secara SC(SubCutan). Pasien minum air putih 5-6 gelas setiap harinya 1200 cc. Diit dari
RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ).
Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB (Buang Air Besar) 1 kali sehari biasanya saat
pagi hari dengan konsistensi feses lunak, warna kuning kecoklatan, bau khas, tidak ada
lendir/ darah, tidak ada keluhan. Pasien mengatakan sehari BAK (Buang Air Kecil) 7-8 x/
hari dengan konsistensi jernih, kekuningan dan bau khas.
Selama sakit : Pasien mengatakan semenjak dirawat, BAB tidak ada masalah tetap 1
kali dalam sehari tetapi waktunya tidak tentu. Warna feses kuning kecoklatan, bau khas dan
tidak ada lendir/ darah. Pasien mengatakan BAK 4-5 x/ hari dengan konsistensi jernih,
kekuningan dan bau khas. Pasien BAB dan BAK dibantu oleh keluarga dengan
menggunakan pispot.
Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur malam 5-6 jam dimulai pukul 22.0004.00
WIB, tidurnya tidak ada gangguan. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah tidur
siang.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidur setelah minum obat. Selama di RS Ortopedi
pasien bisa tidur tetapi jika nyeri bekas operasi kambuh pasien terbangun. Pasien tidur
malam 8 jam dimulai pukul 21.0005.00 WIB dan tidur siang 2 jam dimulai pukul
12.0014.00 WIB. Pasien tidur dengan posisi elevasi tungkai.
Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sehari-hari bekerja sebagai sopir. Berangkat jam
06.00 pagi dan pulang tidak tentu, tapi rata-rata pulang jam 20.00 WIB. Keseharian pasien
hanya dilakukan untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasien
tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di desanya karena pekerjaannya yang selalu pulang
malam.
Selama sakit : Pasien mengatakan izin bekerja selama masih sakit. Pasien mengatakan
aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga yang tidak lain adalah istrinya (Ny. I). Untuk
makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB dengan pispot. Pasien dibantu keluarga
karena tidak bisa bergerak. Pasien setiap pagi disibin oleh istrinya.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum
Mandi
Toilet
Berpakaian
Mobilitas ditempat tidur
Berpindah ambulasi (ROM)

PP
P


Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dibantu dengan alat
2 : Dibantu orang lain/keluarga/perawat
3 : Dibantu orang lain dan alat
4 : Tergantung sepenuhnya
Pola Kognitif
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak tahu bahaya dari patah tulang jika tidak segera
diatasi.
Selama sakit : Pasien mengatakan sudah tahu tentang tindakan penangananan dari patah
tulang yang sedang dideritanya, pasien mendapatkan informasi dari dokter dan perawat yang
merawatnya.
Pola Konsep Diri
1) Gambaran diri : Pasien mengatakan sedih dengan keadaannya saat ini, tetapi pasien
bisa menerima kondisinya saat ini karena masih banyak orang yang lebih menderita.
2) Harga diri : Pasien mengatakan tidak malu/ rendah diri dengan keadaannya
sekarang ini, keluarga dan sahabat selalu memberi semangat menjalani hidup.
3) Peran : Pasien mengatakan perannya sebagai ayah, kepala keluarga, dan
pencari nafkah. Sekarang ini pasien tidak bisa lagi bekerja karena kondisi pasien yang
sedang sakit. Untuk biaya RS pasien menggunakan uang tabungannya di Bank.
4) Identitas : Pasien mengatakan bahwa dirinya sebagai seorang ayah yang berumur
49 tahun dan beragama Katholik.
5) Ideal diri : Pasien berharap untuk cepat sembuh sehingga dapat beraktivitas
seperti sediakala sebelum sakit dan dapat berkumpul dengan keluarga, saudara, dan sahabat.
Pola Hubungan Pasien
Sebelum sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga, teman, tetangga baik tidak
ada masalah.
Selama sakit : Pasien mengatakan hubungan dengan dokter, perawat di RS Ortopedi dan
dengan pasien lain baik. Istri selalu setia menunggu pasien di RS (Rumah Sakit).
Pola Seksual dan Reproduksi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan masih melakukan hubungan seksual dengan istrinya 2 kali dalam seminggu.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak ada keluhan dengan alat genetalianya. Pasien
mengatakan selama dirinya dirawat di RS pasien belum melakukan hubungan seksual dengan
istrinya karena saat ini yang dipikirkan pasien adalah tungkai kakinya bisa cepat sembuh.
Pola Koping dan Toleransi Peran
Sebelum sakit : Bila ada masalah, pasien menceritakan kepada keluarga. Pasien
mengatakan bila ada masalah maka diselesaikan secara musyawarah.
Selama sakit : Pasien mengatakan berusaha sabar, pasrah dan menerima keadaannya
serta menyerahkan kepada Tuhan dengan keadaannya saat ini, serta menyerahkan
pengobatannya kepada tim medis RS Ortopedi.
Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan selalu rajin sembahyang ke gereja setiap 1 minggu
sekali pada hari Sabtu sore bersama istri dan anak-anaknya.
Selama sakit : Pasien mengatakan tidak bisa menjalankan ibadah karena keadaannya
sekarang ini tetapi pasien selalu berdoa kepada Tuhan agar cepat diberi kesembuhan.
Pemeriksaan Umum pada tanggal 30 April 2008 jam 09.00 WIB
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
1) TD (Tekanan Darah) : 130/90 mmHg
2) N (Nadi) : 80 x/ menit
3) S (Suhu) : 367 oC
4) RR (Respirasi) : 24 x/ menit
GCS (Glasgow Coma Scale) : E4 V5 M6
Kepala : Mesochepal, tidak terdapat lesi.
Rambut : Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, tidak beruban, rambut pendek, tidak
berketombe, rambut bersih.
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak terdapat serumen,
tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik.
Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan penciuman, tidak ada
massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan, tidak terpasang O2.
Mulut : Mulut berbau, gigi tidak caries, lidah kotor, tidak ada stomatitis, tidak
memakai gigi palsu, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir lembab.
Wajah : Tampak segar, tampak bekas luka jatuh tetapi luka sudah mengering, kening
berkerut menahan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada nyeri tekan dan
nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure).
Dada :
Pemeriksaan Fisik
1) Jantung :
a) Inspeksi : IC (Ictus Cordis) tidak nampak
b) Palpasi : IC (Ictus Cordis) tidak kuat angkat
c) Perkusi : Pekak, batas jantung kesan tidak melebar
d) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal terdengar lupdup, bising negatif, tidak ada
suara tambahan.
2) Paru-paru :
a) Inspeksi : Pengembangan paru kanan dan kiri simetrik
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri sama.
c) Perkusi : Bunyi paru resonan
d) Auskultasi : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing.
Abdomen :
a) Inspeksi : Tidak ada asites, tidak ada nodul, bentuk simetris, kontur kulit
lentur, tidak ada benjolan/ massa.
b) Auskultasi : Bising usus 16 x/ menit
c) Perkusi : Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan,
suaratympani.
d) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
Genetalia : Menolak dilakukan pemeriksaan. Tidak terpasang kateter. Untuk BAB dan
BAK dengan pispot.
Ekstremitas : 5 5
2 5
1) Ekstremitas atas: Tangan kanan dan kiri dapat melawan tahanan pemeriksa dengan
kekuatan maksimal, tangan kiri terpasang infus RL 20 tpm (tetes per menit), tidak ada luka
pada ekstremitas atas, dapat digerakkan dengan bebas, dan tidak ada edema.
2) Ekstremitas bawah :
a) Kanan : Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, tungkai kanan
terpasang balutan bekas operasi hari pertama, balutan kering, tidak tambas, tampak pada jari-
jari kaki kanan mengalami pembengkakan, tidak terpasang drain.
P (Paliatif) : tungkai sebelah kanan, nyeri jika untuk bergerak
Q (Quality) : nyeri seperti tertusuk-tusuk
R (Regio) : tungkai sebelah kanan menempel lutut (sebelah 1/3 proksimal pada tulang
tibia).
S (Scale) : skala nyeri: 6 saat dilakukan pengkajian post operasi hari kedua.
T (Time) : terus menerus berhenti jika posisi enak dan tidak bergerak.
b) Kiri : Pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal,
tampak pada lutut dan di bawah lutut sebelah kiri luka-luka post trauma, luka sedikit kering
dan warna merah.
Kulit : Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik (< 2 detik), tidak ada biang
keringat, tidak ada decubitus, pada tungkai kaki kanan yang telah di operasi ORIF tampak
adanya 10 jahitan, daerah luka tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 22 April 2008
Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Normal
LED
Hb
Leukosit
Trombosit
HCT
Masa perdarahan
Masa pembekuan
Hitung jenis :Eosinofil
Basofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Protein total
Albumin
Globulin
SGOT
SGPT
Alkali fosfat
Ureum
Kreatinin
GDS
Uric acid
Cholesterol acid
6
14,9
17.300
266.000
44
2
4
1
-
-
67
28
4
6,6
3,6
3
14
17
246
47
1,0
198
2,4
173
Mm
gr/dl
/mm3
/mm3
Vol %
Menit
Menit
%
%
%
%
%
%
gr/dl
gr/dl
gr/dl
U/L
U/L
U/L
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
0-10
13-16
5.000-10.000
200.000-500.000
40-48
1-3
2-6
1-3
0-3
2-6
50-70
20-40
2-8
6-8
3,5-5,5
1,3-3,3
< 37
< 42
60-300
10-50
0,6-1,1
70-100
3,4-7
220
Trigliserid
HBSAg
Golongan darah : O
290
Negatif
150
Negatif
Pemeriksaan GDS (Gula Darah Sewaktu) dan GDP (Gula Darah Puasa) tanggal 29 April
2008
GDP : 146 mg/dl
GDS : 189 mg/dl
Pemeriksaan rontgen pada tanggal 22 April 2008
Tampak gambaran fraktur pada tibia dextra 1/3 proksimal.
Pemeriksaan Rontgen pada tanggal 30 April 2008 (post operasi ORIF dandebridement).
Gambar tibia 1/3 proksimal post platting dengan 5 sekrup dan pinning os fibula 1/3proksimal
dengan 4 sekrup.
Terapi tanggal 30 April 2008
Infus RL 20 tpm
Injeksi Cefotaxime 21 gram per Intra Venous
Injeksi Ketorolac 31 ampul per Intra Venous
Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 31 di lengan kanan/kiri.
Diit RKTP
Posisi elevasi tungkai
Observasi VS (Vital Sign)/ KU (Kondisi Umum) dan perdarahan
Ambulasi dengan menggunakan walker
Perawatan luka
Fisioterapi
Jenis tindakan operasi : ORIF dan dedridement
Obat oral :
1). Asam mefenamat 31 tablet
2). Cascidin (calcium dan multivitamin) 21 tablet
3). Ciprofloxacin 21 tablet
4). Glibenclamid diminum tanggal 1 Mei 2008
Analisa Data
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R Soeharso
Tgl/Ja
m Data fokus Problem Etiologi TTD
1-05-
08
08.00
WIB
DS :Pasien mengatakan
nyeri pada luka postoperasi
hari kedua pada tungkai
kakinya sebelah kanan, skala
nyeri: 6
DO :
1. P : Tungkai sebelah kanan
nyeri jika untuk bergerak
2. Q : Nyeri seperti
tertusuk-tusuk
3. R : Tungkai sebelah kanan
menempel lutut
(sebelah 1/3proksimal tepatn
ya pada tulang tibia)
4. S : Skala nyeri: 6
5. T : Nyeri terus
menerus berhenti saat
posisi enak dan tidak
bergerak
6. Pasien tampak menahan
sakit
7. Ekspresi wajah pasien
tampak tegang
8. TTV : TD : 130/ 90
mmHg
Nyeri
akut
Agen-agen yang
menyebabkan
cidera fisik, luka
insisi postoperasi
.
Jurith
a

N : 80 x/ menit
S : 367 oC
RR : 24 x/ menit
9. Pasien tampak takut
menggerakkan kakinya
sebelah kanan
1-05-
08
08.00
WIB
DS :1. Pasien mengatakan
takut untuk bergerak dan
nyeri pada tungkai kakinya
sebelah kanan jika untuk
bergerak
Pasien mengatakan kaki
kanan tidak bisa digerakkan
dan nyeri jika untuk
bergerak
DO :
1. Pasien tampakbedrest,
posisi elevasi tungkai
2. Tampak
balutanpost operasi hari
kedua
Pasien tampak lemah
Pasien tampak takut
bergerak
Dalam aktivitasnya pasien
dibantu oleh keluarga dan
perawat
Pasien tampak membatasi
gerakan
Tampak pada tungkai dan
kaki sebelah kanan bengkak
Hambata
n
mobilitas
fisik
Kerusakan
neuromuskuler
dan
muskuloskeletal,
nyeri post operas
i
Jurith
a
1-05- DS :Pasien mengatakan ini Risiko Luka insisi Jurith
08
08.00
WIB
hari kedua post operasi
DO :
1. Tampak pada tungkai
kanan 1/3
proksimalterpasang balutan
luka post operasi, balutan
kering, tidak tambas
2. Pasien tidak terpasang
drain di tungkai kaki
kanannya
3. Leukosit : 17.300/ mm3
4. GDP : 146 mg/dl, GDS :
189 mg/ dl
5. Hasil rontgendidapatkan
gambaran tibia 1/3
proksimal post
platting dengan 5 sekrup
dan pinning os fibula 1/3
proksimal 4 sekrup
infeksi bedah, prosedur
invasif,
kehancuran
jaringan
a
1-05-
08
08.00
WIB
DS :Pasien mengatakan
terdapat luka bekas operasi
pada tungkainya
DO :
1. Tampak adalanya
luka post ORIFpada tungkai
kaki kanan, 10 jahitan
2. Daerah luka post
ORIF tampak kemerahan
dan bengkak
Kerusaka
n
integritas
kulit
Bedah perbaikan
dan imobilisasi
Jurith
a
Prioritas Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen yang menyebabkan cidera fisik, luka
insisi post operasi.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler dan
muskuloskeletal, nyeri post operasi.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bedah perbaikan dan imobilisas
Risiko infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah, prosedur invasif.
Intervensi
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/Jam
No.
Dx
Tujuan dan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional TTD
1 Mei 08
08.00 WIB 1
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 324 jam
diharapkan nyeri
berkurang atau
hilang dengan
kriteria hasil:
Skala nyeri 2-3.
Ekspresi wajah
santai dan tenang
TTV dalam batas
normal.
Pasien tampak
rileks.
Kaji tingkat nyeri
dengan
standarPQRST.
Ajarkan dan
dorong untuk
manajemen stress
(relaksasi, nafas
dalam, imajinasi,
sentuhan
terapeutik).
Monitor TTV dan
observasi KU
pasien dan keluhan
pasien.
Atur posisi yang
aman dan nyaman.
Pertahankan
imobilisasi pada
bagian yang sakit.
Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian
analgetik.
Mengetahui
tindakan
keperawatan yang
diberikan sesuai
dengan tingkatan
nyeri.
Memfokuskan
Untuk mengetahui
perkembangan
kesehatan klien.
Mengurangi nyeri dan
pergerakan.
Nyeri dan spasme
dikontrol dengan
imobilisasi.
Program pengobatan
untuk menurunkan
nyeri. Juritha
kembali perhatian
koping terhadap
stress sehingga
dapat menurunkan
nyeri.
1 Mei 08
08.00 WIB 2
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 324 jam
diharapkan
masalah hambatan
mobilitas fisik
dapat teratasi
dengan kriteria
hasil:
Kemampuan
mobilitas pasien
meningkat.
Pasien menjadi
tidak takut untuk
bergerak.
Pasien mampu
beraktivitas secara
bertahap.
Pasien mampu
menggunakan alat
bantu gerak.
Pertahankan tirah
baring dan melatih
tangan serta
ekstremitas sakit
dengan lembut.
Atur posisi elevasi
tungkai.
Latih dan
bantuROM
(Range Of
Motion) pasif dan
aktif.
Bantu dan dorong
pasien untuk
melakukan
aktivitas
perawatan secara
bertahap.
Beri bantuan
dalam
menggunakan alat
gerak.
Kolaborasi dengan
ahli fisioterapi
untuk melatih
pasien.
Meminimalkan
nyeri dan
mencegah salah
posisi.
Posisi elevasi
mengurangi edema.
Meningkatkan
kekuatan otot.
Meningkatkan
kekuatan otot.
Mobilisasi
menurunkan
komplikasi.
Melatih otot dan sendi-
sendi agar tidak
mengalami kontraktur
dan komplikasi. Juritha
1 Mei 08
08.00 WIB 3
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 324 jam
diharapkan tidak
terjadi kerusakan
integritas kulit
dengan kriteria
hasil:
Pasien
mengatakan
ketidaknyamanan
hilang.
Pasien mencapai
proses
penyembuhan
secara maksimal
dengan cepat.
Pasien
menunjukkan
regenerasi jaringan
pada area yang
luka.
Ubah posisi pasien
dengan sering.
Lakukan
perawatan pada
area kulit yang
dilakukan tindakan
bedah.
Kaji/ catat ukuran,
warna, kedalaman
luka, perhatikan
jaringan nekrotik
dan kondisi di
sekitar luka.
Kolaborasi dengan
dokter dalam

Meminimalkan risiko
terjadinyadecubitus.
Mencegah terjadinya
kerusakan kulit.
Mengetahui indikasi
keefektifan dan terapi
yang diberikan.
Mempercepat proses
regenerasi jaringan.
Mempercepat proses
penyembuhan. Juritha
pemberian obat-
obatan topikal.
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
pemberian diit.
1 Mei 08
08.00 WIB 4
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 324 jam
diharapkan tidak
terjadi infeksi
dengan kriteria
hasil:
TTV dalam batas
normal.
Tidak ada
bengkak.
Luka tidak tambas,
kering dan bersih.
Tidak ada tanda-
tanda infeksi.
Mencapai
penyembuhan luka
sesuai waktu.
Bebas drainase
purulen atau
eritema dan
demam.
Pantau KU pasien
dan monitor TTV,
kaji tanda-tanda
infeksi.
Lakukan
perawatan luka
dengan tepat dan
Perhatikan adanya
keluhan
peningkatan nyeri.
Kaji tonus otot dan
refleks tendon.
Selidiki adanya
nyeri yang muncul
tiba-tiba.
Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian
antibiotik dan
Vitamin C
Mengetahui
perkembangan
kesehatan pasien.
Mempercepat
penyembuhan luka dan
mencegah infeksi.
Mengetahui tanda-
tanda infeksi gas
gangren.
Mencegah terjadinya
kerusakan kulit yang
lebih luas.
Untuk
mengidentifikasi
keluhan nyeri.
Mengkaji tanda-tanda
tetanus.
Merupakan indikasi
terjadinya
osteomyelitis.
Program pengobatan
untuk mencegah
infeksi.
Untuk menjamin
keseimbangan nitrogen
positif dan
meningkatkan proses
penyembuhan. Juritha
steril.
Observasi keadaan
luka terhadap
pembentukanbulla,
krepitasi dan bau
drainase yang
tidak enak.
Inspeksi kulit
terhadap adanya
iritasi.
Implementasi
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/jam
No
Dx Implementasi Respon pasien TTD
1 Mei 08
08.00 WIB
Kamis
08.30 WIB
09.45 WIB
12.00 WIB
14.00 WIB
1,4
1
3
2
1,4
Mengobservasi KU (Kondisi Umum),
TTV (Tanda-Tanda Vital) pasien dan
mengkaji tingkat nyeri pasien
denganPQRSTMengajarkan nafas dalam,
mempertahankan imobilisasi pada kaki
kanan dan mengatur posisi tidur
terlentang dengan kaki kanan diganjal
dengan bantal
Mengubah posisi pasien dengan sering ke
kanan dan ke kiri.
Melatih pasien untuk menggerakkan jari
kaki kanan, menggerakkan telapak kaki
kanan secara aktif dan melatih pasien
untuk mengangkat kaki kiri secara aktif.
Mengobservasi TTV dan KU pasien.
Subyektif:Pasien
mengatakan nyeri pada
tungkai kakinya yang
sebelah kanan setelah
dioperasi, skala nyeri 6
Obyektif:
P: Nyeri jika untuk
bergerak
Q: Nyeri seperti
tertusuk-tusuk
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terus
menerus berhenti jika
posisi nyaman dan
tidak bergerak
Hasil rontgen: tampak
gambaran fraktur tibia
1/3 proksimal
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
dengan post platting os
tibia dengan 5 sekrup
danpost pinning 4
sekrup.
Subyektif:
Pasien mengatakan
bisa melakukan nafas
dalam jika nyeri
timbul.
Obyektif:
Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak posisi
terlentang, kaki kanan
khususnya pada
tungkai atas dan lutut
diganjal dengan bantal.
Pasien tampak rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
bersedia untuk ubah
posisi.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
kiri, kanan, setengah
duduk.
Subyektif:
Pasien mengatakan
takut untuk bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak dibantu
perawat dalam
bergerak ROMaktif
dan pasif.
Tampak jari-jari kanan
pasien digerakkan
dengan hati-hati.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kadang nyeri timbul
lagi jika untuk
bergerak.
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
S : 36 6 o C
N : 84 x/ menit
RR : 22 x/ menit
14.30 WIB
15.30 WIB
16.00 WIB
17.00 WIB
19.30 WIB
1,2
1
4
1,3,4
4
Mengatur posisi yang aman dan nyaman
pada pasien dengan elevasi
tungkaiMengkaji tingkat nyeri
Memantau tanda-tanda infeksi yaiturubor,
kalor, dolor, tumor dan fungsiolesaserta
mengobservasi keadaan luka terhadap
pembentukan bulla,krepitasi dan drainase.
Memberikan injeksi sesuai
dengan advisedokter yaitu:
injeksi Cefotaxime 21 gram per IV infus
injeksi Ketorolac 31 ampul per IV infus
injeksi Actrapid 4 IUper SC
Menginspeksi kulit terhadap adanya
iritasi, memperhatikan adanya keluhan
peningkatan nyeri dan menyelidiki
adanya nyeri yang muncul tiba-tiba.
Subyektif:Pasien
mengatakan nyaman
dengan posisi tidur
seperti ini.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur.
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyeri pada pangkal
tungkai kaki sebelah
kanan kadang masih
terasa jika untuk
bergerak dan berkurang
dengan nafas dalam,
skala nyeri: 6.
Obyektif:
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK

P : nyeri jika untuk
bergerak
Q : nyeri seperti ngilu
R : nyeri pada pangkal
paha
S : skala nyeri 6
T : nyeri terus menerus
berhenti jika posisi
nyaman
Subyektif:
Pasien mengatakan
balutan
luka postoperasi belum
diganti sejak kemarin,
skala nyeri : 5
Obyektif:
Balutan tidak
merembes
Disekitar luka tidak
merembes
S : 36 0C
Tampak bengkak pada
luka
Kekuatan otot 5 5
2 5
Subyektif:
Pasien mengatakan
tidak sakit waktu
disuntik.
Obyektif:
Cefotaxime dan
Ketorolac masuk
semua lewat selang
infus tanpa tumpah.
Injeksi Actrapid masuk
tanpa tumpah pada
lengan sebelah kiri
Subyektif:
Pasien bersedia
diinspeksi dan dikaji.
Pasien mengatakan
tidak terjadi
peningkatan nyeri.
Pasien mengatakan
nyeri terus menerus
dan berhenti jika posisi
nyaman.
Obyektif:
Pasien tampak tenang
dan santai.
Terkadang kening
tampak mengkerut
menahan nyeri.

21.30 WIB
06.00 WIB
05.00 WIB
4
2
1,3,4
Mengkaji reflek tendon dan tonus
ototMembantu dan mendorong pasien
untuk melakukan aktivitas perawatan diri
secara bertahap.
Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat-obatan yaitu: injeksi
Cefotaxime 21 gram per IV infus dan
injeksi Ketorolac 31 ampul per IV infus.
Subyektif:Pasien
mengatakan mau untuk
diperiksa.
Obyektif:
Kekuatan otot 5 5
2 5
2. Pada ekstremitas
bawah sebelah kanan
tampak ada gerakan
pada sendi tetapi tidak
dapat melawan
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK

gravitasi.
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan sedikit demi
sedikit mengambil
makanan dan minum
secara mandiri tanpa
bantuan istri
Obyektif:
Pasien tampak
memenuhi perintah
perawat.
Subyektif:
Pasien bersedia di
suntik
Pasien mengatakan
tidak sakit waktu
disuntik.
Obyektif :
Injeksi telah masuk
semua lewat selang
infus tanpa tumpah,
infus kembali lancar 20
tpm.
2 Mei 08
07.45 WIB
Jumat
10.00 WIB
10.30 WIB
12.00 WIB
12.30 WIB
3,4
3
1,3,4
1,4
1
2
Memantau tanda-tanda infeksi yaiturubor,
kalor, dolor, tumor, fungsiolesa,
mengobservasi keadaan luka terhadap
pembentukan bulla, krepitasi dan bau
drainase yang tidak enak dan mengkaji
serta mencatat ukuran, warna, kedalaman
luka, lalu memperhatikan jaringan
nekrotik dan kondisi di sekitar
luka.Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian diit RKTP dan menganjurkan
pasien untuk banyak makan yang tinggi
protein, contoh (putih telur, ikan kutuk)
Subyektif:Pasien
mengatakan nyeri pada
luka postoperasi belum
berkurang, skala nyeri
6.
Obyektif:
Balutan postoperasi
hari ketiga kering,
tidak tambas.
Tampak bengkak pada
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha

13.00 WIB dan menghindari/ membatasi jumlah
kalori (contoh: nasi).
Melakukan aff infus karena obat telah
habis maka obat diganti dengan oral
yaitu: Asam mefenamat 31 tablet,
Cascidin 21 tablet, Ciprofloxacin 21
tablet dan Glibenclamid 31.
Mengobservasi KU pasien dan TTVnya.
Mengkaji nyeri.
Berkolaborasi dengan ahli fisioterapi
dalam melatih bergerak jari, tungkai dan
telapak kaki kanan secara pasif (ekstensi
dan fleksi) dan melatih kaki kiri untuk
mengangkat secara aktif (fleksi dan
ekstensi).
jari-jari kaki kanan dan
tungkai bawah.
Tidak
ada bulla,krepitasi dan
drainase.
Ada jahitanpost operasi
dengan jumlah : 10
S: 362 O C
Kekuatan otot
5 5
2 5
Subyektif:
Pasien mengatakan
telah menghabiskan 2/3
dari porsi yang
disediakan oleh RS.
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk, tampak
mendengarkan dan
menuruti perintah
perawat.
Subyektif
Pasien mengatakan
sakit saat infus dilepas.
Obyektif:
Infus telah dilepas dan
obat diberikan.
Pasien tampak
mendengarkan
penjelasan dari perawat
bahwa obat diminum
setelah makan.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kondisinya baik.
Obyektif:
TD : 110/ 70 mmHg
RR : 20 x/ menit
N : 80 x/ menit
S : 362 oC
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyeri pada
luka postoperasi sudah
berkurang.
Obyektif:
P : masih sedikit
nyeri jika digunakan
untuk bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-
tusuk sedikit
berkurang
R : nyeri pada tungkai
kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 5
T : nyeri 10 menit
kemudian berhenti jika
posisi nyaman dan
nyeri timbul lagi jika
untuk bergerak.
Pasien tampak sedikit
santai dan rileks.
Subyektif:
Pasien mengatakan
sudah tidak takut untuk
bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak dibantu
oleh perawat
dalam ROMaktif dan
pasif.
15.00 WIB
16.00 WIB
16.30 WIB
20.00 WIB
1,4
2
3
1,2,4
Mengobservasi KU, TTV pasien dan
mengkaji tingkat nyeri.Membantu
aktivitas perawatan diri
Menganjurkan pasien untuk latihan
duduk.
Mengingatkan kepada pasien untuk
minum obat Asam mefenamat 31 tablet,
Cascidin 21 tablet, Ciprofloxacin 31
tablet dan Glibenclamid 31 tablet untuk
mengontrol GDS.
Subyektif:Pasien
mengatakan kaki
kanannya masih nyeri
walaupun tidak separah
kemarin, skala nyeri: 5
Obyektif:
P : nyeri jika untuk
bergerak
Q : nyeriseperti ngilu
R : nyeri pada tungkai
kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 5
T : nyeri hilang timbul
TD : 120/ 80 mmHg
N : 82 x/ menit
S : 36 oC
RR : 22 x/ menit.
Subyektif :
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Obyektif:
Pasien tampak segar
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK
Ari,AmK

Subyektif:
Pasien mengatakan
akan mencoba latihan
duduk
Pasien mengatakan
ya
Obyektif:
Pasien tampak latihan
duduk dan tampak
mengangguk.
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan, pasien
mengatakan iya.
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat.
22.15 WIB
05.00 WIB
06.00 WIB
06.30 WIB
06.45 WIB
1,2
2
1,3,4
1
3
Mengatur posisi yang nyaman dan aman
pada pasien dengan posisi elevasi
tungkai.Membantu dan mendorong
pasien untuk melakukan aktivitas
perawatan diri secara bertahap.
Mengingatkan kepada pasien untuk
minum obat
Mengingatkan untuk nafas dalam jika
nyeri timbul, mempertahankan
imobilisasi pada kaki kanan dan mengatur
posisi tidur terlentang dengan kaki kanan
diganjal dengan bantal
Mengubah posisi pasien setiap 30 menit
Subyektif:Pasien
mengatakan nyaman
dengan posisi tidur
seperti ini.
Obyektif:
Pasien tampak
tertidur pulas.
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan belajar
mengambil makan
sendiri tanpa harus
minta bantuan istri
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK
Heru,AmK
Heru,AmK

Obyektif:
Pasien tampak
melakukan aktivitasnya
secara mandiri.
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
Obyektif:
Pasien tampak
mengangguk dan
mendengarkan
penjelasan perawat
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu melakukan nafas
dalam jika nyeri
timbul.
Obyektif:
Pasien tampak
memperagakan nafas
dalam dengan benar.
Pasien tampak dalam
posisi terlentang, kaki
kanan khususnya pada
tungkai atas dan lutut
diganjal dengan bantal.
Subyektif:
Pasien mengatakan
rajin mengubah posisi
tidurnya
Obyektif:
Pasien tampak rileks.
3 Mei 08
08.00 WIB
Sabtu
09.30 WIB
12.00 WIB
12.30 WIB
13.00 WIB
4
3
2
1,4
1,3,4
1,4
1,2
Melakukan medikasi/
perawatan postoperasiMemberikan obat
topikal (sofratulle) pada jahitan
luka postoperasi.
Melatih pasien untuk menggerakkan jari
kaki kanan, menggerakkan telapak kaki
kanan secara pasif dan melatih pasien
untuk mengangkat kaki kiri secara aktif.
Mengobservasi KU pasien
Mengingatkan pasien untuk minum obat
Mengkaji tingkat nyeri pasien
dengan PQRST.
Mengatur posisi yang nyaman dan aman
pada pasien dengan posisi elevasi
tungkai.
Subyektif:Pasien
mengatakan nyeri saat
dibersihkan lukanya.
Obyektif:
Pasien tampak
meringis menahan
sakit, luka tampak
bersih, tidak ada
pus, bulla/ drainase,
tampak bengkak pada
sekitar area jahitan
luka postoperasi,
bengkak pada jari kaki
kanan dan tungkai
bawah.
Subyektif:
Pasien mengatakan
sudah tidak takut untuk
bergerak.
Obyektif:
Pasien tampak
menggerakkan jari kaki
kanan.
KU: baik
Subyektif:
Pasien mengatakan
akan rajin minum obat
Obyektif:
Pasien mendengarkan
dan melaksanakan
perintah perawat.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha

nyeri tetapi sudah
sedikit berkurang,
skala: 4
Obyektif:
P : nyeri jika untuk
bergerak
Q : nyeri seperti
tertusuk-tusuk
R : nyeri pada tungkai
kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 4
T: nyeri kadang-
kadang saja jika
digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyaman dengan posisi
tidur seperti ini.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur
pulas.
15.00 WIB
16.00 WIB
18.30 WIB
1
1,3
1,3,4
Mengingatkan untuk nafas dalam jika
nyeri timbul, mempertahankan
imobilisasi pada kaki kanan dan mengatur
posisi tidur terlentang dengan kaki kanan
diganjal dengan bantalMembantu
aktivitas perawatan diri
Mengingatkan kepada pasien untuk
minum obat Asam mefenamat 31 tablet,
Cascidin 21 tablet, Ciprofloxacin 31
tablet dan Glibenclamid 31 tablet untuk
mengontrol GDS.
Subyektif:Pasien
mengatakan selalu
melakukan nafas dalam
jika nyeri timbul.
Obyektif:
Pasien tampak
berbaring dalam posisi
terlentang, kaki kanan
khususnya pada
tungkai atas dan lutut
diganjal dengan bantal.
Ari,AmKAri,AmK
Ari,AmK

Pasien tampak tenang
dan santai
Subyektif:
Pasien mengatakan
nyaman setelah disibin
Obyektif:
Pasien tampak segar
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu berhati-hati
dalam makan sehingga
gula darahnya tidak
meningkat.
Pasien mengatakan
selalu rajin minum obat
setelah makan.
Obyektif:
Pasien tampak
menjelaskan yang
dilakukan pada
perawat, pasien
mengangguk.
22.00 WIB
05.00 WIB
06.00 WIB
1,2
1,4
3
Mengatur posisi yang nyaman dan aman
pada pasien dengan posisi elevasi
tungkai.Mengobservasi KU pasien dan
mengkaji tingkat nyeri pasien
dengan PQRST.
Melakukan ubah posisi pasien dengan
sering ke kanan dan ke kiri.
Subyektif:Pasien
mengatakan nyaman
dengan posisi tidur
seperti ini.
Obyektif:
Pasien tampak tertidur
pulas.
Subyektif:
Pasien mengatakan
kakinya sebelah kanan
masih nyeri tapi sudah
Heru,AmKHeru,AmK
Heru,AmK

sedikit berkurang, skala
nyeri: 4
Obyektif:
P : nyeri jika untuk
bergerak
Q :
nyerisepertitertusuk-
tusuk
R : nyeri pada tungkai
kanan 1/3 proksimal
S : skala nyeri 4
T : nyerikadang-
kadang saja jika
digunakan untuk
bergerak
Subyektif:
Pasien mengatakan
selalu rajin untuk
mengubah posisi
tidurnya.
Obyektif:
Pasien tampak
mengubah posisi
tidurnya dengan miring
ke kiri, kanan dan
setengah duduk.
Evaluasi Formatif
Nama Klien : Tn. H
Ruang/RS : Cempaka/RSO Prof. Dr. R. Soeharso
Tanggal/Jam
No.
Dx Evaluasi formatif TTD
Kamis
1 Mei 08
14.00 WIB
1
2
3
4
S : Pasien mengatakan nyeri pada
tungkai kakinya, masih terasa jika
untuk bergerak tapi berkurang
dengan nafas dalam, skala nyeri:6O
: P : Nyeri jika untuk bergerak
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada luka post operasi hari
kedua pada tungkai sebelah kanan,
1/3 proksimal mendekati lutut.
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri terus menerus berhenti
jika posisi nyaman dan dan tidak
bergerak.
Pasien tampak menahan sakit,
ekspresi wajah tegang
A : Masalah nyeri akut belum
teratasi
P : Lanjutkan intevensi:
1. Kaji tingkat nyeri.
Monitor TTV, observasi KU dan
keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit
Lakukan program terapi dari
dokter
S : Pasien mengatakan masih takut
jika untuk bergerak, pasien
mengatakan nyeri jika untuk
bergerak.
O : Pasien tampak bedrest, posisi
pasien tidur terlentang dengan
elevasi tungkai paha kanan pasien
diatas bantal, pasien tampak takut
dan kesakitan jika untuk bergerak,
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha

aktivitas kebutuhan pasien sehari-
hari dibantu keluarga dan pasien
tampak lemah.
Kekuatan otot
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas
fisik belum teratasi
P : Lanjutkan intevensi:
1. Pertahankan tirah baring
Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi
S : Pasien mengatakan bersedia rajin
untuk mengatasi posisi dan bersedia
untuk dilakukan tidakan
keperawatan yaitu perawatan luka,
pasien mengatakan telah
menghabiskan 2/3 dari porsi yang
disediakan oleh RS.
O : Tampak 10 jahitan pada
luka postORIF, balutan luka tampak
bersih, tidak terdapat jaringan
nekrotik, tampak kulit yang dijahit
belum menyatu.
A : Masalah kerusakan integritas
kulit belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi:
1. Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area kulit
yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal
(sofratulle).
Pemberian diit RKTP.
S : Pasien mengatakan balutan
luka belum diganti sejak kemarin.
O : Balutan tampak tidak merembes,
pasien tidak terpasang drain, tidak
ada tanda-tanda infeksi dan tidak
ada bengkak, TD : 110/ 70
mmHg,N : 84 x/ menit, S : 366
oC, RR : 22 x/ menit
A : Masalah risiko infeksi teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
1. Pantau KU & monitor TTV
Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi
protein, vitamin C dan D
Kolaborasi pemberian antibiotik
Jumat
2 Mei 08
14.00 WIB
1
2
3
4
S : Pasien mengatakan nyeri pada
lukapost operasi hari ketiga sudah
berkurang.O : P : masih sedikit
nyeri jika untuk bergerak
Q : nyeri seperti ngilu sedikit
berkurang
R : nyeri pada tungkai kanan 1/3
proksimal
S : skala nyeri 5
T: nyeri 10 menit kemudian
berhenti jika posisi nyaman dan
nyeri timbul jika untuk bergerak.
Pasien tampak sedikit santai dan
rileks, TD: 110/ 70 mmHg, N: 80 x/
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
menit, S: 363 oC, RR: 20 x/ menit
A : Masalah nyeri akut teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
Kaji tingkat nyeri.
Monitor TTV, observasi KU dan
keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit
Lakukan program terapi dari dokter
S : Pasien mengatakan sudah tidak
takut untuk bergerak dan sudah
latihan bergerak di tempat tidur.
O : Pasien tampak mencoba latihan
di tempat tidur dengan bergerak dan
duduk di tempat tidur.
Pasien tampak tenang, pasien
tampak menahan nyeri jika
bergerak/ tidak berhati-hati.
Kekuatan otot
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas
fisik teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
Pertahankan tirah baring
Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi
S : Pasien mengatakan telah
menghabiskan 2/3 dari porsi yang
disediakan oleh RS, pasien
mengatakan banyak makan putih
telur, pasien mengatakan bersedia
rajin untuk mengubah posisi dan
bersedia untuk dilakukan tindakan
keperawatan yaitu perawatan luka.
O : Tampak 10 jahitan pada
luka post ORIF, balutan luka
tampak bersih, tidak terdapat jahitan
yang lepas, tidak terdapat jaringan
nekrotik, tidak adabulla.
A : Masalah kerusakan integritas
kulit belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
Pantau KU & monitor TTV
Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi
protein, vitamin C dan D
Kolaborasi pemberian antibiotik
S : Pasien mengatakan balutan luka
sudah diganti tadi pagi
O : Balutan luka post ORIF tidak
tambas, kering, tidak berbau,
balutan sudah
dimedikasi, post operasi hari ketiga
tampak kaki kanan dan kiri terdapat
lukapost trauma mulai mengering
dan kemerahan, tidak ada bengkak
pada area operasi hanya bengkak
pada jari kaki dan telapak kaki
sebelah kanan, pada
luka post operasi tidak terpasang
drain, terpasang pinning pada os
fibula 1/3 proksimal dengan 4
sekrup danplatting pada os tibia 1/3
proksimal dengan 5 sekrup. TD :
110/ 70 mmHg, N: 80x/ menit, S :
363 oC, RR : 20 x/ menit
A : Masalah risiko infeksi teratasi
sebagian
P : Pertahankan intervensi:
Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area kulit
yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal
(sofratulle).
Pemberian diit RKTP.


Tanggal/Jam No.Dx Evaluasi Sumatif TTD
Sabtu
3 Mei 08
14.00 WIB
1
2
3
4
S : Pasien mengatakan nyeri pada
lukapost operasi
sudah berkurang jika untuk
bergerak, skala nyeri: 4O : P:
Nyeri jika untuk bergerak karena
tidak hati-hati
Q : Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Nyeri pada luka post operasi
pada tungkai kanan 1/3 proksimal
S : Skala nyeri : 4
T : Nyeri kadang-kadang saja jika
digunakan untuk bergerak. Nyeri
berkurang bila posisi nyaman dan
dengan nafas dalam.
TD : 110/ 70 mmHg, N : 84 x/
menit, S : 365 oc, RR : 22 x/
Juritha
Juritha
Juritha
Juritha
menit, KU pasien : baik
A : Masalah nyeri akut teratasi
sebagian
P : Pertahankan intervensi:
Kaji tingkat nyeri.
Monitor TTV, observasi KU dan
keluhan pasien
Atur posisi aman dan nyaman
Imobilisasikan bagian yang sakit
Lakukan program terapi dari
dokter
S : Pasien mengatakan sudah tidak
takut untuk bergerak dan sudah
bisa duduk dengan mandiri.
O : Pasien tampak latihan gerak
dan duduk di tempat tidur, pasien
tampak rileks dan tidak takut
bergerak, pasien tampak memulai
aktivitas secara mandiri. Kekuatan
otot
5 5
2 5
A : Masalah hambatan mobilitas
fisik teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi:
Pertahankan tirah baring
Atur posisi elevasi tungkai
Kolaborasi dengan Fisioterapi
S : Pasien mengatakan telah rajin
mengkonsumsi putih telur dan
ikankutuk, pasien mengatakan
bersedia untuk mengubah posisi
tidurnya.
O : Tampak 10 jahitan pada
luka post ORIF, belum
dilakukan aff jahitan karena kulit
belum menyatu, balutan luka
tampak bersih, tidak terdapat
jahitan yang lepas, tidak
ada bulla dan tidak ada jaringan
nekrotik.
A : Masalah kerusakan integritas
kulit belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
Pantau KU & monitor TTV
Lakukan perawatan luka
Anjurkan banyak makan tinggi
protein, vitamin C dan D
Kolaborasi pemberian antibiotik
S : Pasien mengatakan nyeri
sewaktu lukanya dibersihkan,
pasien mengatakan sudah merasa
nyaman karena luka telah
dibersihkan.
O : Luka tambas, kering, tidak ada
pus, tidak ada bengkak, tidak ada
tanda-tanda infeksi, TD : 110/ 70
mmHg, N : 84 x/ menit, S : 365
OC, RR : 22 x/ menit, masih
terpasang pinning dan platting.
A : Masalah risiko infeksi belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi:
Ubah posisi dengan sering
Lakukan perawatan pada area
kulit yang di operasi.
Kaji adanya jaringan nekrotik.
Lanjutkan pemberian obat topikal
(sofratulle).
Pemberian diit RKTP.

DAFTAR PUSTAKA
Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Applay Edisi
7, Widya Medika, Jakarta.
Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8, EGC, Jakarta.
Carpunito, L. J, 2000, Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
Carpenito, L. J, 2000, Hand Book of Nursing Diagnosis, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI, Jakarta.
Doenges, E, Marilyn, 1996, Rencana Asuhan Keperawatan dan Pedoman untuk
Mendokumentasikan Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta.
Handei, Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
(terjemahan), volume 3, EGC, Jakarta.
Handerson, M. A, 1997, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Yayasan Enssential Medika,
Yogyakarta.
Mansjoer, Areif, 2005, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, FKUI, Jakarta.
Nanda, 2007, Panduan Diagnosa Keperawatan, Prima Medika, Jakarta.
http://nurkholisalrosyid.wordpress.com/2013/07/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan-gangguan-fraktur/

Anda mungkin juga menyukai