Anda di halaman 1dari 49

PREVALENSI MIOPIA PADA SISWA SD KELAS 4 DAN 6

DI KELURAHAN PONDOK RANJI CIPUTAT TAHUN 2009


Laporan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
RAHMADHINI
NIM: 106103003475
PROGRAMSTUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
PREVALENSI MIOPIA PADA SISWA SD KELAS 4 DAN 6
DI KELURAHAN PONDOK RANJI CIPUTAT TAHUN 2009
Laporan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
RAHMADHINI
NIM: 106103003475
PROGRAMSTUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/2009 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 6 November 2009
Rahmadhini
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PREVALENSI MIOPIA PADA SISWA SD KELAS 4 DAN 6
DI KELURAHAN PONDOK RANJI CIPUTAT TAHUN 2009
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh :
Rahmadhini
NIM: 106103003475
Pembimbing
dr. Erfira, Sp.M
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul PREVALENSI MIOPIA PADA SISWA SD KELAS
4 DAN 6 DI KELURAHAN PONDOK RANJI CIPUTAT TAHUN 2009 yang
diajukan oleh Rahmadhini (NIM: 106103003475), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 6 November 2009. Laporan
penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 6 November 2009
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang Pembimbing Penguji
dr. Nurul Hiedayati, Ph.D dr. Erfira, Sp.M Prof. Dr.dr. Sardjana, SpOG(K),SH
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN
Prof.Dr(hc).dr. MK. Tadjudin, SpAnd Dr.dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh;
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
dan memberikan dukungan baik moral dan materi kepada Penulis sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT atas izin dan kuasa Nya sehingga Penulis bisa menyelesaikan
penelitian ini.
2. dr. Erfira, Sp.M dan dr. Fransiska Tjakradijaja, Sp.GK selaku pembimbing
yang selalu membimbing Penulis di tengah kesibukannya dan telah
meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan serta motivasi dalam
penulisan skripsi ini serta mendorong agar Penulis cepat menyelesaikan
skripsi ini.
3. Prof.Dr.dr. Sardjana SpOG(K), SH selaku penguji dan pemberi bimbingan
intensif kepada Penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
lebih baik lagi.
4. Prof.Dr(hc).dr. M.K Tadjudin, SpAnd. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr.dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR selaku Kepala Jurusan Pendidikan
dokter (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua Penulis, H. Johnnyzal Salim, SH. MH dan Dra.
Nurhamidar, yang senantiasa memberikan dukungan moral, materi, motivasi
dan doa yang tiada hentinya kepada Penulis.
7. Kedua saudari Penulis, Ranti Yunizar dan Refriyani Pebria atas dorongan
dan motivasi yang diberikan kepada Penulis sehingga skripsi ini selesai.
8. Seluruh dosen FKIK yang telah memberikan ilmu yang tak ternilai sehingga
Penulis mendapatkan ilmu kedokteran di Program Studi Pendidikan Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
9. Teman-teman riset Penulis (Ahmad Kesma Septian, Ali Farhan Fathoni,
Aruma Adi Sutrisno, Gita Sari Aryani), teman-teman Second Family (you
are the best!!), teman-teman kelas Penulis dan lainnya yang tidak bisa
Penulis sebutkan satu persatu.
10. Semua pihak yang telah membantu Penulis dalam pembuatan skripsi ini.
Mungkin dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga Penulis
selalu membuka kritik dan saran demi tercapainya skripsi yang lebih baik lagi di
kemudian hari. Penulis berharap semoga sedikit ilmu di dalam skripsi ini
bermanfaat bagi penulis dan setiap orang yang membacanya serta dapat
memberikan inspirasi bagi teman-teman yang berniat mengadakan penelitian
serupa.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 6 November 2009
Penulis
vii
ABSTRAK
Rahmadhini. Pendidikan Dokter. Prevalensi Miopia pada Siswa SD Kelas 4 dan 6
di Kelurahan Pondok Ranji Ciputat Tahun 2009.
Latar belakang. Berdasarkan data WHO terdapat 314 juta orang di dunia yang
hidup dengan gangguan penglihatan dan 45 juta dari mereka buta. Dua belas juta
anak di dunia yang berusia 5 sampai 15 tahun mengalami gangguan penglihatan
karena kelainan refraksi yang tidak dikoreksi. Berdasarkan penelitian pada
berbagai populasi di berbagai negara, distribusi miopia pada siswa bevariasi.
Metode. Penelitian dilaksanakan dengan rancangan deskriptif analitik.
Pemeriksaan refraksi dilakukan pada 89 siswa SD kelas 4-6. Sampel penelitian
diambil dari populasi dengan cara simple random sampling. Semua data yang
masuk, kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk presentase.
Hasil. Dari 89 siswa SD kelas 4-6 di Kelurahan Pondok Ranji Ciputat yang
menjalani pemeriksaan tajam penglihatan, 51 responden (57,3%) menderita
miopia dan 38 responden (42,7%) memiliki tajam penglihatan normal.
Kesimpulan. Prevalensi miopia pada siswa SD kelas 4-6 di Kelurahan Pondok
Ranji Ciputat sebesar 57,3%.
Kata kunci : prevalensi, miopia, siswa SD
viii
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan Keaslian Karya
Lembar Persetujuan Pembimbing
Pengesahan Panitia Ujian
ii
iii
iv
Kata Pengantar
Abstrak
v
vii
Daftar Isi viii
BAB I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
3
3
BAB II. Tinjauan Pustaka
2.1 Kerangka Teori
2.2.1 Anatomi Bola Mata
2.2.2 Penglihatan
2.2.3 Ametropia
2.2.4 Miopia
2.2.5 Etiologi dan Faktor Resiko Miopia
2.2.6 Tajam Penglihatan atau Visus
2.2.7 Pemeriksaan Visus
2.2 Kerangka Konsep
5
5
6
7
8
10
11
12
14
BAB III. Metodologi Penelitian
3.1 Desain Penelitian
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3 Populasi Penelitian
3.4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
3.5 Besar Sampel
3.6 Kriteria Penelitian
3.6.1 Kriteria Inklusi
15
15
15
15
16
17
17
ix
3.6.2 Kriteria Eksklusi
3.7 Prosedur Penelitian
3.8 Identifikasi Variabel
3.8.1 Variabel Independent
3.8.2 Variabel Dependent
3.9 Rencana Managemen dan Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
3.9.2 Penyajian Data
3.9.3 Analisis Data
3.9.4 Interpretasi Data
3.9.5 Laporan Data
3.10 Izin Subjek Penelitian
3.11 Batasan Operasional
3.12 Alur Penelitian
3.13 Anggaran Biaya
17
17
19
19
19
19
19
20
20
20
20
20
20
22
24
BAB IV. Hasil dan Pembahasan 25
BAB V. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
35
36
Lampiran-lampiran
Lampiran 1
Lampiran 2
37
38
Daftar Pustaka 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan refraktif merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering
terjadi. Kelainan refraktif yang tidak dikoreksi terus meningkat di seluruh dunia, hal
ini disadari menjadi penyebab signifikan kelainan visual yang dapat dicegah.
Terdapat 314 juta orang di dunia yang hidup dengan gangguan penglihatan dan
45 juta dari mereka buta berdasarkan data WHO. Resiko untuk gangguan penglihatan
ini meliputi usia, jenis kelamin dan letak geografis. Dua belas juta anak di dunia yang
berusia 5 sampai 15 tahun mengalami gangguan penglihatan karena kelainan refraksi
yang tidak dikoreksi; suatu kondisi yang sebenarnya dapat didiagnosis dengan mudah
dan dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak atau dengan tindakan bedah. Banyak
studi juga menunjukkan bahwa wanita secara signifikan memiliki resiko lebih tinggi
untuk terjadinya kelainan refraksi dibanding dengan laki-laki. Sedangkan berdasarkan
letak geografis, 87% orang dengan gangguan penglihatan tinggal di negara
berkembang
(1)
.
Kelainan refraktif yang sering terjadi pada populasi usia sekolah adalah miopia.
Berdasarkan penelitian pada berbagai populasi di berbagai negara, distribusi miopia
pada siswa bevariasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa prevalensi miopia
meningkat pada tingkat pembelajaran
(2)
.
2
Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian miopia antara lain
genetik, jenis kelamin, suku, aktivitas melihat dekat meliputi waktu yang dihabiskan
untuk membaca, penggunaan komputer, menonton televisi dan bermain TV game,
serta lamanya pajanan terhadap cahaya. Faktor genetik merupakan faktor penting
dalam perkembangan miopia. Adanya paling tidak salah satu orang tua yang
menderita miopia secara signifikan lebih tinggi pada anak penderita miopia
dibandingkan dengan anak non-miopia (45,5% vs 17,8%)
(3)
.
Kejadian miopia pada tingkat pendidikan pun berbeda. Berdasarkan penelitian
pada siswa SD di Jakarta, didapatkan bahwa prevalensi miopia untuk siswa kelas tiga
adalah 21,74% sedanggkan untuk siswa kelas enam adalah 30%
(4)
.
Di Indonesia belum ada skrining atau pemeriksaan mata anak usia pra-sekolah
dan usia sekolah yang secara berkala dilakukan untuk menyaring miopia sehingga
dapat segera diatasi atau dikoreksi dengan kacamata
(4)
. Hal ini penting karena koreksi
dari kelainan refraktif dapat memberikan penglihatan normal pada anak
(1)
. Upaya ini
juga dapat mencegah akibat yang timbul seperti gangguan belajar pada anak
(4)
.
Oleh karena latar belakang diatas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian
mengenai prevalensi miopia dan faktor yang mempengaruhinya pada siswa SD kelas
4 dan 6 di Kelurahan Pondok Ranji Ciputat.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Berapakah prevalensi miopia pada siswa SD kelas 4 dan 6 di Kelurahan Pondok
Ranji Ciputat?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Memperoleh informasi mengenai miopia pada anak SD kelas 4 dan 6 dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat digunakan dalam tindakan
preventif untuk mengurangi dampak negatif terhadap perkembangan kecerdasan anak
dan proses pembelajaran.
1.3.2 Tujuan khusus
Diketahuinya angka kejadian miopia pada siswa SD kelas 4 dan 6 berdasarkan
usia, jenis kelamin, adanya anggota keluarga yang menggunakan kacamata, suku
serta pekarjaan orang tua.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi masyarakat
1. Memberikan gambaran informasi dan pengetahuan mengenai miopia pada
anak.
4
2. Memberikan informasi mengenai kelainan miopia yang diderita responden
sehingga dapat segera ditangani.
1.4.2 Bagi institusi
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian
selanjutnya mengenai kelainan refraksi terutama miopia.
1.4.3 Bagi peneliti
1. Memperoleh keterampilan dan pengetahuan dalam melaksanakan penelitian
terutama dalam bidang kesehatan.
2. Meningkatkan kemampuan dalam melakukan skrining tajam penglihatan
dengan menggunakan Snellen chart.
3. Melatih kemampuan berkomunikasi yang nantinya akan diperlukan saat terjun
di masyarakat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Kerangka Teori
2.1.1 Anatomi bola mata
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah oleh
selubung fasia bola mata. Penampang bola mata seperti terlihat dalam gambar 1
terdiri atas tiga lapisan, dari luar ke dalam adalah: tunika fibrosa, tunika
vasculosa, dan tunika sensoria bulbi.
Tunika fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opak, sklera, dan bagian
anterior yang transparan, yaitu kornea. Tunika vasiculosa dari belakang ke depan,
disusun oleh: choroidea, corpus ciliare dan iris. Tunika sensoria terdiri atas
retina
(5)
.
Gambar 1: Bagian-bagian bola mata
(10)
6
Media refraksi adalah bagian mata yang akan membiaskan cahaya dalam
proses melihat sehingga bayangan benda jatuh pada retina. Media refraksi terdiri
dari kornea, cairan mata, lensa dan badan kaca.
Kornea adalah selaput mata yang bening dan tembus cahaya dan
merupakan jaringan yang menutup bola mata bagian depan. Pembiasan terkuat
dilakukan oleh kornea
(5)
.
Lensa mata terdiri dari zat tembus cahaya yang jernih atau transparan yang
berbentuk cakram bikonveks. Lensa mata dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi
(5)
.
Badan kaca mata memiliki fungsi yang sama dengan cairan mata untuk
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina
(5)
.
Retina merupakan bagian bola mata yang mengandung reseptor cahaya.
Fungsi retina adalah menerima rangsangan cahaya dari luar dan akan diteruskan
ke otak melalui saraf optik
(5)
.
2.1.2 Penglihatan
Penglihatan yang baik adalah hasil kombinasi jalur visual neurologik yang
utuh, mata yang secara struktural sehat dan dapat memfokuskan secara tepat
(6)
.
Agar dapat menghasilkan informasi visual yang akurat, cahaya harus difokuskan
dengan tepat di retina. Ketika sinar cahaya paralel dari objek jauh jatuh di retina
dengan mata dalam keadaan istirahat atau tidak berakomodasi, keadaan refraktif
mata dikenal sebagai emetropia. Sedangkan apabila sinar cahaya paralel tidak
7
jatuh pada fokus di retina pada mata dalam keadaan istirahat, keadaan refraktif
mata disebut ametropia
(5)
. Mata ametropia memerlukan lensa koreksi agar
bayangan benda terfokus dengan baik. Gangguan optik ini disebut kesalahan
refraksi. Refraksi adalah prosedur untuk menetapkan dan menghitung kesalahan
optik alami ini
(6)
.
Keseimbangan dalam penglihatan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan, kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar paling kuat dibandingkan dengan bagian mata lainnya. Bila
terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea atau adanya perubahan panjang
bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula
(5)
.
2.1.3 Ametropia
Dalam bahasa yunani, amertos berarti tidak sebanding atau tidak seimbang,
sedangkan ops berarti mata. Sehingga kata ametropia berarti keadaan pembiasan
mata dengan panjang bola mata yang tidak seimbang. Hal ini dapat disebabkan
oleh gangguan pembiasan sinar pada media penglihatan atau kelainan bentuk
bola mata
(5)
.
Berdasarkan penyebabnya, ametropia dibagi menjadi dua, ametropia aksial
dan ametropia refraktif. Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat
sumbu bola mata lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda
difokuskan di depan atau di belakang retina. Sedangkan ametropia refraktif adalah
ametropia yang terjadi akibat kelainan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila
8
daya bias kuat, maka bayangan benda terletak di depan retina atau bila daya bias
kurang, maka bayangan benda akan terbentuk di belakang retina
(5)
.
Ametropia dapat dibagi menjadi miopia, hipermetropia dan astigmatisma.
Miopia (penglihatan dekat), terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi,
biasanya karena bola mata yang panjang, dan sinar cahaya paralel jatuh pada
fokus di depan retina. Hipermetropia (penglihatan jauh), terjadi apabila kekuatan
optik mata terlalu rendah, biasanya karena mata terlalu pendek, dan sinar cahaya
paralel mengalami konvergensi pada titik di belakang retina. Astigmatisme,
dimana kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama. Sinar cahaya
paralel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang berbeda.
2.1.4 Miopia
Miopia didefinisikan sebagai keadaan refraksi dimana pantulan paralel sinar
yang masuk ke mata saat istirahat difokuskan di depan retina
(7)
. Pantulan sinar
pada bola mata yang mengalami miopia terlihat pada gambar 2. Sedangkan
juvenile-onset myopia adalah miopia dengan onset (angka kejadian) antara usia 7
hingga 16 tahun, terutama tergantung dari pertumbuhan globe axial length
(2)
.
9
Gambar 2: Mata miopia dan koreksinya
(11)
.
Pada miopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau
kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat
(5)
. Dikenal beberapa bentuk
miopia, antara lain miopia refraktif dan miopia aksial. Miopia refraktif adalah
miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias media penglihatan. Hal ini
terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat.
Miopia aksial adalah miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata,
dengan kelengkungan koenea dan lensa yang normal
(5)
.
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam miopia ringan, dimana
miopia lebih kecil dari 3 dioptri; miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri;
dan miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 dioptri.
Progresi miopi 1 D atau lebih dilaporkan pada 15%-25% anak usia 7-13
tahun, prevalensi miopia paling meningkat pada anak perempuan usia 9-10 tahun,
sedangkan pada anak laki-laki usia 11-12 tahun. Semakin dini terjadinya miopia,
semakin besar progresinya. Pada sebagian besar individu, progresi miopi berhenti
10
pada pertengahan usia remaja, sekitar usia 15 tahun untuk anak perempuan dan 16
tahun untuk anak laki-laki. 75% miopia pada remaja bersifat stabil
(2)
.
2.1.5 Etiologi dan Faktor Resiko Miopia
Prevalensi miopia di seluruh dunia terus meningkat, namun patogenesisnya
masih belum jelas. Etiologi miopia diyakini multifaktorial dengan interaksi yang
erat antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Adanya riwayat miopia pada
paling tidak salah satu orang tua, berhubungan dengan kejadian miopia. Riwayat
miopia pada minimal salah satu orang tua secara signifikan lebih tinggi pada
penderita miopia dibandingkan dengan orang tanpa miopia (45,5%vs 17,8%)
(3)
.
Miopia lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki
dengan presentase pada penelitian di Iran sebesar 60,7% : 39,3%
(7)
. Pada
penelitian kelainan refraktif siswa usia 7-15 tahun di Qazvin, Iran didapatkan juga
bahwa prevalensi miopia meningkat seiring dengan pertambahan usia
(8)
.
Faktor genetik mungkin merupakan faktor yang paling penting; namun
faktor lain meliputi pekerjaan jarak dekat dan pendidikan juga dapat
mempengaruhi. Terdapat hubungan antara aktivitas melihat dekat meliputi waktu
yang dihabiskan untuk membaca, penggunaan komputer, menonton televisi dan
bermain TV game, serta lamanya pajanan terhadap cahaya dengan kejadian
miopia
(3)
.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai prevalensi miopia dan faktor
resikonya pada siswa SD di Jakarta, diantara beberapa faktor resiko miopia ,
tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kecenderungan yang lebih besar
11
dalam peningkatan prevalensi miopia
(4)
. Namun belum jelas apakah tingkat
pendidikan itu sendiri yang merupakan faktor resiko miopia atau tingkat
pendidikan memperbarat atau memicu faktor laain seperti aktivitas yang
memerlukan penglihatan dekat seperti membaca. Hal ini ditunjukkan dari hasil
penelitian tersebut dimana didapatkan bahwa prevalensi miopia untuk siswa kelas
tiga adalah 21,74% sedangkan untuk siswa kelas enam adalah 30%.
Faktor suku juga berpengaruh terhadap tingkat kejadian miopia. Miopia
lebih banyak ditemukan pada suku Jawa dibandingkan dengan non-Jawa dengan
resiko hampir tiga kali menderita miopia pada kelompok suku Jawa
(4)
.
2.1.6 Tajam Penglihatan atau Visus
Penglihatan dapat dibagi menjadi penglihatan sentral dan penglihatan
perifer. Ketajaman penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan sasaran
dengan berbagai ukuran yang terpisah pada jarak standar dari mata
(6)
.
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata. Untuk
mengetahui tajam penglihatan seseorang, dapat digunakan kartu snellen seperti
pada gambar 3 dan bila penglihatan mata kurang maka tajam penglihatan diukur
dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari ataupun proyeksi sinar
(5)
.
Ukuran besarnya kemampuan mata untuk membedakan bentuk dan rincian
benda ditentukan dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat
dilihat pada jarak tetentu. Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan
dengan melihat kemampuan mata membaca huruf-huruf berbagai ukuran pada
jarak baku untuk kartu. Hasilnya dinyatakan dengan angka pecahan seperti 20/20
12
untuk penglihatan normal
(5)
. Nilai perama adalah jarak tes dalam kaki antara kartu
snellen dengan mata pasien dan nilai kedua adalah baris huruf terkecil yang dapat
dibaca mata pasien dari jarak tes. Penglihatan 20/60 berarti mata pasien hanya
dapat membaca dari jarak 20 kaki huruf yang cukup besar dibaca dari jarak 60
kaki oleh mata orang normal
(6)
.
Gambar 3: Snellen chart
(12)
.
2.1.7 Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata dengan atau tanpa
kacamata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam penglihatan
kanan dahulu kemudian kiri lalu mencatatnya
(5)
.
Dengan gambar kartu Snallen ditentukan tajam penglihatan dimana mata
hanya dapat membedakan 2 titik terpisah bila titik tersebut membentuk sudut 1
menit. Satu huruf hanya dapat dilihat bila seluruh huruf membentuk sudut 5 menit
13
dan setiap bagian dipisahkan dengan sudut 1 menit. Makin jauh harus dilihat,
maka makin besar huruf tersebut harus dibuat karena sudut yang terbentuk harus
tetap 5 menit
(5)
.
Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 sampai 6
meter, karena pada jarah ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat
atau tanpa akomodasi. Untuk mengetahui sama atau tidaknya ketajaman
penglihatan kedua mata dapat dilakukan dengan menutup salah satu mata
(5)
.
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat
kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole
(5)
. Melihat kartu Snellen melalui
sebuah lempengan dengan lubang kecil mencegah sebagian besar berkas yang
tidak terfokus memasuki mata. Hanya sedikit berkas yang terfokus di pusat yang
dapat mencapai retina, sehingga menghasilkan bayangan yang lebih tajam
(6)
. Bila
dengan pinhole penglihatan lebih baik, maka ada kelainan refraksi yang masih
dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan
diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau kekeruhan
media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun. Pada seseorang
yang terganggu akomodasinya atau adanya presbiopi, maka apabila melihat
benda-benda yang sedikit didekatkan akan terlihat kabur
(5)
.
14
Agen
Panjang bola
mata
Miopia
Lingkungan
Lama menonton
televisi
Lama menggunakan
komputer
Lama
membaca
dekat
Penerangan saat
membaca
Tingkat
pendidikan
ayah
Suku Pekerjaan
ibu
Pekerjaan
ayah
Pejamu
Genetik Usia Jenis
Kelamin
2.2 Kerangka Konsep
Variabel yang diteliti pada penelitian ini
Variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini
Hubungan yang tidak diteliti pada penelitian ini
Hubungan yang diteliti pada penelitian ini
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitik dengan metode pengumpulan
data secara cross sectional untuk menilai prevalensi miopia pada siswa SD kelas 4
dan 6.
3. 2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN. Pondok Ranji 2 Kelurahan Pondok Ranji
Ciputat. Skrining dilaksanakan pada bulan Oktober 2009.
3. 3 Populasi penelitian
Populasi target pada penelitian ini yaitu seluruh murid SD kelas 4 dan 6.
Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh murid SD kelas 4 dan 6 yang
bersekolah di Kelurahan Pondok Ranji Ciputat.
3. 4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
Sampel terdiri dari murid laki-laki dan perempuan SD yang berkelas 4 dan 6 di
Ciputat yang dipilih secara acak. SD yang dijadikan sebagai tempat pengambilan
sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel
simple random sampling yaitu dengan mengocok seluruh SD di Kelurahan Pondok
16
Ranji Ciputat. Dari SD tersebut dipilih 89 orang dengan metode pengambilan sampel
stratified random sampling. Pada cara ini sampel dipilih secara acak untuk tiap strata
(kelas) yaitu dengan memilih 44-45 orang untuk masing-masing kelas dari kelas 4
dan kelas 6.
3. 5 Besar Sampel
n1 = ((Z)
2
x p x (1-p))
d
2
= ((1,96)
2
x 0,3 x (0.7))
0,1
2
= 80,6
n2 = n1 + ( 10% x n1)
= 80,6 + 8.06
= 88,66
Maka, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 89 siswa
SD kelas 4 dan 6.
Keterangan:
n1 : besar sampel minimal
n2 : jumlah sampel minimal ditambah dengan substitusi 10% dari jumlah sampel
minimal. Substitusi adalah jumlah responden dalam persen untuk
mengantisipasi kesalahan.
17
Z : 1,96 pada interval kepercayaan (IK) 95%
p : proporsi dari kategori variabel yang diteliti yaitu 0,3
(4)
.
(1-p) : q = 1- 0,3 = 0,7
d : derajat ketetapan absolut yang diinginkan, dalam hal ini diambil 10%
3. 6 Kriteria Penelitian
3.6.1 Kriteria Inklusi
Seluruh anak kelas 4 dan 6 yang bersekolah dan hadir pada saat pelaksanaan
penelitian.
3.6.2 Kriteria Eksklusi
1. Siswa SD yang sedang menderita penyakit mata yang dapat mempengaruhi
visus.
2. Siswa SD yang tidak diizinkan oleh orang tuanya untuk mengikuti penelitian.
3. 7 Prosedur Penelitian
Penelitian akan dilakukan di daerah Ciputat pada bulan Oktober 2009. Pada
hari pertama peneliti akan melakukan skrining ketajaman penglihatan pada dengan
menggunakan snellen chart terhadap subjek penelitian. Kemudian peneliti akan
membagikan quisioner untuk diisi oleh subjek penelitian dibantu oleh orang tua/wali
murid di rumah. Isi kuisioner meliputi data diri responden, riwayat miopia pada
18
anggota keluarga, usia, jenis kelamin, pekerjaan bapak dan peklerjaan ibu. Hasil
quisioner dikembalikan kepada peneliti di hari kedua.
Pemeriksaan
Pada skrining tajam penglihatan, subjek berdiri sejauh 6 m dari snellen chart.
Pemeriksaan ketajaman penglihatan dilakukan pada salah kedua mata secara
bergantian. Saat sedang dilakukan pameriksaan pada mata kanan maka mata kiri
subjek akan ditutup dengan telapak tangan dengan rapat namun tidak menekan bola
mata, demikian pula sebaliknya. Kemudian subjek akan diminta menyebutkan nama
huruf pada snellen chart yang ditunjuk pemeriksa. Pemeriksa akan menunjuk satu
persatu seluruh huruf pada snellen chart, dimulai dari huruf di baris paling atas
hingga subjek salah menyebut 3 huruf dari baris yang ditunjuk. Lalu pemeriksa akan
mencatat katajaman penglihatan subjek sesuai standard yang tertera pada snellen
chart. Apabila hasil tajam penglihatan subjek adalah 6/6, maka pemeriksa akan
meletakkan lensa positif di depan mata subjek untuk melihat apakah mata subjek
normal atau subjek menderita hipermetropia. Apabila hasil tajam penglihatan subjek
kurang dari 6/6, maka pemeriksa akan meletakkan lensa negatif di depan mata subjek.
Apabila penglihatan subjek lebih baik, maka subjek menderita miopia. Kemudian
pemeriksa akan melakukan uji pinhole. Pinhole akan diletakkan di depan mata yang
akan diperiksa dan subjek diminta membaca baris terakhir yang masih dapat dibaca
sebelumnya. Apabila dengan uji pinhole penglihatan tidak bertambah baik maka
19
kemungkinan terdapat kelainan organik pada mata seperti kelainan retina atau saraf
optik.
3. 8 Indentifikasi Variabel
3.8.1 Variabel Independent
a. Riwayat miopia pada anggota keluarga
b. Usia
c. Jenis kelamin
d. Suku
e. Pekerjaan bapak
f. Pekerjaan ibu
3.8.2 Variabel Dependent
Miopia pada anak
3. 9 Rencana Manajemen dan Analisis Data
3.9.1 Pengolahan Data
Data-data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui proses editing, koding,
pemasukan data dan verifikasi. Setelah itu data dimasukkan dan diolah dengan
menggunakan program SPSS versi 16 dengan menggunakan kerangka tabel yang
sudah dipersiapkan sebelumnya.
20
3.9.2 Penyajian Data
Data yang didapat kemudian disajikan dalam bentuk tekstuler dan tabuler.
1.9.3 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji statistik yang sesuai.
1.9.4 Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan secara deskriptif analitis.
1.9.5 Laporan Data
Data yang telah disusun dalam bentuk laporan hasil penelitian dipresentasikan
teman sejawat dan staf pengajar.
3. 10 Izin Subyek Penelitian
Subjek yang dimasukan dalam penelitian ini, adalah mereka yang telah
diberikan izin oleh orang tua secara tertulis untuk diikutsertakan dalam panelitian.
3. 11 Batasan Operasional
a. Riwayat kelainan pada anggota keluarga
Pada penelitian ini dinilai adanya anggota keluarga responden seperti ayah,
ibu atau saudara kandung yang memakai kacamata.
21
b. Usia
Usia responden saat mengikuti penelitian adalah usia yang dihitung
berdasarkan tanggal lahir responden. Usia responden pada penelitian ini
dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok usia pertama adalah
kelompok usia 8 tahun, kelompok usia kedua adalah kelompok usia 9 tahun,
kelompok usia ketiga adalah kelompok usia 10 tahun, kelompok usia keempat
adalah kelompok usia 11 tahun, kelompok kelima adalah kelompok usia 12
tahun dan kelompok keenam adalah kelompok usia 13 tahun.
c. Jenis kelamin
Pada penelitian ini, responden dikelompokkan berdasarkan jenis kelaminnya
menjadi kelompok laki-laki dan perempuan.
d. Suku
Dalam penelitian ini, suku responden dikelompokkan menjadi suku Jawa dan
non Jawa.
e. Pekerjaan orang tua
Dalam penelitian ini jenis pekerjaan ayah akan dikelompokkan menjadi
pekerja formal, non formal dan tidak bekerja. Sedangkan untuk pekerjaan ibu
akan dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu pekerja formal, non
formal, ibu rumah tangga (IRT) dan meninggal.
f. Tajam penglihatan pada anak
Responden dengan tajam penglihatan 6/6 atau lebih digolongkan sebagai non
miopia. Sedangkan responden yang tergolong miopia adalah responden yang
22
hasil pemeriksaan tajam penglihatannya kurang dari 6/6 pada saat dilakukan
pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan snellen chart dan
penglihatannya membaik dengan lensa negatif dan uji pinhole .
3.12 Alur Penelitian
Kerangka operasional penelitian ini tampak pada gambar. Penelitian ini
terdiri dari 2 bagian, yaitu pemeriksaan tajam penglihatan mata dengan
menggunakan snellen chart dan pengumpulan data umum (identitas) responden
dengan kuisioner. Sampel terdiri dari murid laki-laki dan perempuan SD yang
berkelas 4 dan 6 di Ciputat yang dipilih secara acak. SD yang dijadikan sebagai
tempat pengambilan sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik
pengambilan sampel simple random sampling yaitu dengan mengocok seluruh SD di
Kelurahan Pondok Ranji Ciputat. Pada SD tersebut dipilih 89 orang dengan metode
pengambilan sampel stratified random sampling. Pada cara ini sampel dipilih secara
acak untuk tiap strata (kelas) yaitu dengan memilih 44-45 orang untuk masing-
masing kelas 4 dan kelas 6 SD.
23
6 SD di Pondok Ranji
45 siswa kelas 4
44 siswa kelas 6
X siswa kelas 4 dengan visus < 6/6
X siswa kelas 4 dengan visus 6/6
X siswa kelas 6 dengan visus < 6/6
X siswa kelas 6 dengan visus 6/6
X jumlah quisioner yang kembali
X siswa SD kelas 4 dan 6 dengan
miopia dan non miopia
berdasarkan data umum
Simple random sampling
Stratified random sampling
Pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart
Kuisioner disebar
24
3.13 Anggaran Biaya
No. Jenis Pengeluaran Harga
Satuan
Jumlah Total
1. Souvenir Rp. 2.000,00 89 buah Rp.178.000,00
2. Foto copy surat
pemberitahuan dan inform
consent orang tua
Rp. 100,00 2 lembar x
89
Rp. 17.800,00
3. Foto copy kuisioner Rp. 100,00 2 lembar x
89
Rp. 17.800,00
4. Transportasi untuk 2 hari Rp. 20.000,00
Total Rp. 223.600,00
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari total 7 SD di daerah Pondok Ranji sebanyak 89 siswa kelas 4 dan 6
menjadi responden penelitian. Dari tabel 1 dapat dilihat responden penelitian
terdiri dari 53 siswa laki-laki (59,6%) dan 36 siswa perempuan (40,4%).
Responden sebagian besar berusia 9 tahun (33,7%) dengan rata-rata usia adalah
10,29 tahun. Mayoritas responden berasal dari pulau Jawa dan terdiri dari suku
Jawa (35,9%), Betawi (30,3%), Sunda (19,1%), Kudus (1,1%) dan Madura (1,1%)
sedangkan sisanya berasal dari luar pulau Jawa. Tiga puluh tiga responden
memiliki bapak yang bekerja sebagai pedagang (37,1%) sedangkan sisanya
bekerja sebagai supir (24,7%), buruh (10,1%), karyawan swasta (5,6%), guru
(1,1%), PNS (2,2%), penjahit (1,1%) dan lain-lain (6,7%). Terdapat 10 orang
siswa (11,2%) yang sudah tidak memiliki bapak. Mayoritas pekerjaan ibu
responden adalah ibu rumah tangga (60,7%).
Dari tabel 4.1 juga dapat dilihat bahwa 76 orang responden (85,4%)
mengaku orang tua mereka tidak menggunakan kaca mata, 12 orang responden
(13,5%) salah satu orang tuanya mengenakan kaca mata dan hanya 1 orang
responden (1,1%) yang kedua orang tuanya menggunakan kacamata. Mayoritas
responden (92,1%) tidak memiliki saudara kandung yang memakai kaca mata.
26
Tabel 4.1 Sebaran responden menurut data umum
Variabel Klasifikasi Jumlah Persentase
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
53
36
59,6%
40,4%
Usia 8 tahun
9 tahun
10 tahun
11 tahun
12 tahun
13 tahun
2
30
16
26
11
4
2,2%
33,7%
18,0%
29,2%
12,4%
4,5%
Suku Aceh
Batak
Medan
Padang
Betawi
Sunda
Jawa
Kudus
Madura
Manado
3
3
2
2
27
17
32
1
1
1
3,4%
3,4%
2,2%
2,2%
30,3%
19,1%
35,9%
1,1%
1,1%
1,1%
Pekerjaan bapak Karyawan swasta
Guru
PNS
Buruh
Pedagang
Supir
Penjahit
Lain-lain
Meninggal
5
1
2
9
33
22
1
5
10
5,6%
1,1%
2,2%
10,1%
37,1%
24,7%
1,1%
6,7%
11,2%
Pekerjaan ibu Karyawan swasta
Guru
1
1
2,2%
1,1%
27
PNS
Buruh
Pedagang
PRT
IRT
Lain-lain
Meninggal
2
1
18
8
54
2
2
2,2%
1,1%
20,2%
9,0%
60,7%
2,2%
2,2%
Penggunaan
kacamata pada
orang tua
Tidak ada
1 orang tua
Kedua orang tua
76
12
1
85,4%
13,5%
1,1%
Penggunaan
kacamata pada
saudara kandung
Ada
Tidak ada
7
82
7,9%
92,1%
Dari tabel 4.2 dapat dilihat hasil pemeriksaan tajam penglihatan responden
dengan menggunakan snellen chart. Tajam penglihatan responden dibagi menjadi
dua kelompok yaitu kelompok non miopia yang memiliki hasil tajam penglihatan
6/6 atau lebih dan kelompok miopia yang hasil pemeriksaan tajam penglihatannya
lebih kecil dari 6/6. Dari 89 responen yang menjalani pemeriksaan tajam
penglihatan 51 responden (57,3%) menderita miopia dan 38 responden (42,7%)
memiliki tajam penglihatan normal. Tingkat kejadian miopia ini lebih tinggi
dibandingkan dengan penelitian di daerah Jakarta dimana angka kejadian miopia
pada siswa SD adalah 25,58%
(4)
. Namun angka ini terlihat tidak berbeda jauh
dengan penelitian prevalensi miopia pada anak usia sekolah (7-15 tahun) di Iran
dimana angka kejadian miopia pada respondennya sebesar 65,03%
(8)
.
28
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan tajam penglihatan responden
Tajam penglihatan Jumlah Presentase
Non miopia
38
42,7%
Miopia 51 57,3%
Tabel 4.3 Sebaran miopia pada kelas 4 dan 6 SD
Kelas 4 (n=45) Kelas 6 (n=44)
Jumlah Presentase Jumlah Presentase
Sebaran non miopia 10 22,22% 28 63,64%
Sebaran miopia
Unilateral
Bilateral
35
15
20
77,78%
33,33%
44,44%
16
8
8
36,36%
18,18%
18,18%
Prevalensi miopia berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel
4.3 dimana angka kejadian miopia untuk kelas 4 adalah 35 (77,78%) siswa SD
dari 45 responden kelas 4 SD dengan 15 siswa (33,33%) menderita miopia pada
salah satu mata dan 20 siswa (44,44%) menderita miopia pada kedua mata.
Sedangkan untuk kelas 6 terdapat 16 (36,36%) siswa SD yang menderita miopia
dari 44 responden kelas 6 SD dengan 8 siswa (18,18%) menderita miopia pada
salah satu mata dan 8 siswa (18,18%) menderita miopia pada kedua mata.
Tabel 4.4 menunjukkan prevalensi miopia dan non miopia pada anak kelas
4 dan 6 SD berdasarkan jenis kelamin. Prevalensi responden yang menderita
29
miopia dari penelitian ini terdiri dari 34 (66,67%) siswa laki-laki dari 51
responden yang menderita miopia dan 17 (33,33%) siswa perempuan dari 51
responden yang menderita miopia. Hasil sebaran angka kejadian miopia
berdasarkan jenis kelamin juga berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana
prevalensi anak perempuan penderita miopia lebih besar dibandingkan dengan
anak laki-laki (56,06% vs 43,94%)
(4)
. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa faktor
lingkungan mungkin lebih berperan dalam kejadian miopia pada anak. Pada
penelitian di Jogja juga didapatkan bahwa kejadian miopia pada anak dipengaruhi
oleh lamanya pajanan terhadap komputer serta tingkat ekonomi keluarga.
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan tajam penglihatan responden
Tajam penglihatan
Miopia Non miopia
Jumlah Presentase Jumlah Presentase
Laki-laki
34 66,67%
19 50%
Perempuan 17 33,33% 19 50%
Prevalensi miopia berdasarkan usia responden dapat dilihat pada tabel 4.5.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa presentase miopia dari kelompok usia 8
tahun sampai dengan kelompok usia 13 tahun terus menurun. Sedangkan
prevalensi non miopia terus meningkat. Berdasarkan tabel 4.5, pada kelompok
usia 8 tahun, prevalensi kejadian miopia pada responden adalah sebesar 2 orang
siswa (100%) sedangkan tidak ada responden yang non miopia pada kelompok
usia ini. Untuk kelompok usia 9 tahun prevalensi siswa yang menderita miopia
30
adalah sebanyak 22 orang responden (73,33%) dari 30 responden pada kelompok
usia ini dan untuk non miopia sebanyak 8 orang responden (26,67%). Sedangkan
pada kelompok usia 10 tahun, angka kejadian miopia sebanyak 11 orang
responden (68, 75%) dari total 16 responden pada kelompok ini dan untuk non
miopia sebanyak 5 orang responden (31,25%). Prevalensi miopia pada responden
dengan kelompok usia 11 tahun adalah 12 orang responden (46,15%) dari
keseluruhan 26 orang responden dan sisanya 14 orang responden (31, 25%) non
miopia. Pada kelompok usia 12 tahun dapat dilihat sebanyak 4 orang responden
(36,36%) dari total 11 orang responden menderita miopia dan 7 orang responden
(63,64%) non miopia. Angka kejadian miopia pada kelompok usia 13 tahun
adalah sebesar 0% yaitu dimana tidak ada reponden yang menderita miopia pada
kelompok usia ini sedangkan untuk non miopia sebesar 100% dimana keseluruhan
4 orang responden pada penelitian ini non miopia. Variasi ini dapat disebabkan
oleh kurangnya sampel dan ketidakseragaman jumlah sempel pada masing-masing
kelompok usia.
Tabel 4.5 Sebaran prevalensi miopia berdasarkan usia responden
Tajam penglihatan
Miopia Non miopia
Jumlah Presentase Jumlah Presentase
8 tahun
2 100%
0 0%
9 tahun 22 73,33% 8 26,67%
10 tahun 11 68, 75% 5 31, 25%
11 tahun 12 46,15% 14 53,85%
31
12 tahun 4 36,36% 7 63,64%
13 tahun 0 0% 4 100%
Pada penelitian ini didapatkan suku bangsa responden terdiri dari Aceh,
Batak, Medan, Padang, Betawi, Sunda, Jawa, Kudus, Madura dan Manado. Suku
responden tersebut kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu
suku Jawa (Betawi, Sunda, Jawa, Kudus dan Madura) dan non Jawa (Aceh, Batak,
Medan, Padang dan Manado) agar dapat dianalisis lebih mudah. Pada tabel 4.6
dapat dilihat bahwa pada kelompok suku Jawa terdapat 46 siswa (58,98%)
menderita miopia dan 32 siswa (41,02%) non miopia. Sedangkan pada kelompok
suku non Jawa tedapat 5 siswa (45,45%) yang menderita miopia dan 6 siswa
(54,54%) non miopia. Dari hasil ini dapat dilihat berbandingan, angka kejadian
miopia pada suku Jawa lebih besar dibandingkan dengan suku non Jawa. Hasil ini
sejalan dengan hasil penelitian di SD Jakarta dimana didapatkan kelompok suku
Jawa memiliki resiko hampir tiga kali menderita miopia dibandingkan dengan
kelompok suku non Jawa
(4)
. Namun resiko ini tidak terlihat dalam hasil penelitian
ini, hal ini dapat disebabkan beberapa hal antara lain jumlah sampel yang kurang
dan suku asal tidak berpengaruh rerhadap prevalensi miopia pada sampel
penelitian ini.
Pekerjaan bapak responden dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar
yaitu pekerja formal yang terdiri dari guru, PNS dan karyawan swasta; pekerja
non formal yang meliputi pedagang, buruh, supir, penjahit dan lain-lain; dan tidak
32
bekerja termasuk responden yang sudah tidak memiliki bapak (meninggal). Pada
kelompok pekerjaan bapak di sektor formal terdapat 5 orang siswa (62,5%) yang
menderita miopia dan 3 orang siswa (37,5%) emetropia. Pada kelompok pekerjaan
bapak di sektor non formal terdapat 42 siswa (59,15%) menderita miopia dan
sisanya 29 siswa (40,85%) termasuk kelompok non miopia.
Pekerjaan ibu responden dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu
pekerja formal yang terdiri dari guru, PNS dan karyawan swasta; pekerja non
formal yang terdiri dari pedagang, buruh, penjahit dan lain-lain; ibu rumah tangga
(IRT) dan responden yang sudah tidak memiliki ibu (meninggal). Dari kelompok
tersebut didapatkan pada kelompok pekerja formal didapatkan 2 orang siswa
(66,67%) menderita miopia dan 1 orang siswa (33,33%) termasuk non miopia.
Dari kelompok ibu yang bekerja di bidang non formal didapatkan 19 orang siswa
(61,29%) menderita miopia dan sisanya 12 orang siswa (38,71%) non miopia.
Dari kelompok siswa yang memiliki ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga
terdapat 30 orang siswa (46,87%) menderita miopia dan 24 orang siswa (53,13%)
yang non miopia.
Tabel 4.6 Data sosiodemografik pada kelompok miopia dan non miopia
Variabel
Miopia Non miopia
Jumlah Presentase Jumlah Presentase
Suku bangsa
Jawa
Non jawa
46
5
58,98%
45,45%
32
6
41,02%
54,54%
33
Pekerjaan ayah
Formal
Non formal
Tidak bekerja
5
42
4
62,5%
59,15%
40%
3
29
6
37,5%
40,85%
60%
Pekerjaan ibu
Formal
Non formal
IRT
Meninggal
2
19
30
0
66,67%
61,29%
46,87%
0%
1
12
24
1
33,33%
38,71%
53,13%
100%
Riwayat penggunaan
kacamata pada
keluarga
Salah satu
orang tua
Kedua orang
tua
Saudara
kandung
10
0
2
83,33%
0%
28,57%
2
1
5
16,67%
100%
71,43%
Pada riwayat penggunaan kacamata pada keluarga, prevalensi miopia pada
kelompok siswa SD yang memiliki satu orang tua pengguna kacamata adalah
sebanyak 10 orang siswa (83,33%) sedangkan untuk non miopia adalah sebanyak
2 orang siswa (16,67%). Sedangkan pada kelompok siswa yang memiliki kedua
orang tua pengguna kacamata hanya terdapat 1 orang siswa yaitu pada siswa non
miopia. Untuk kelompok adanya saudara kandung yang merupakan pengguna
kacamata, prevalensi miopia pada siswa adalah sebesar 2 orang sedangkan non
miopia adalah sebesar 5 orang siswa. Jumlah orang tua responden maupun
adanya saudara responden yang menggunakan kacamata mungkin tidak dapat
menggambarkan hubungan genetik dengan angka kejadian miopia karena dilihat
dari tingkat ekonomi yang tergambarkan oleh pekerjaannya, orang tua responden
34
mungkin tidak pernah memeriksakan matanya. Hal ini juga digambarkan dari
tidak adanya responden yang menggunakan kacamata.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Dari 89 responden yang menjalani pemeriksaan tajam penglihatan 51
responden (57,3%) menderita miopia dan 38 responden (42,7%) memiliki
tajam penglihatan normal.
5.1.2 Prevalensi miopia pada kelompok laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok perempuan.
5.1.3 Presentase angka kejadian miopia dari kelompok usia 8 tahun sampai
dengan kelompok usia 13 tahun terus menurun.
5.1.4 Prevalensi miopia pada kelompok suku Jawa lebih besar dibandingkan
dengan non miopia. Sedangkan pada kelompok suku non Jawa angka
kejadian non miopia lebih besar dibandingkan dengan miopia.
36
5.2 Saran
5.2.1 Berdasarkan besarnya penemuan kejadian miopia pada anak usia sekolah
dasar terutama pada kelas 4 dan 6, peneliti menyarankan agar diadakan
skrining rutin miopia di SD.
5.2.2 Peneliti menyarankan agar diadakan penyuluhan untuk orang tua siswa
mengenai pentingnya koreksi mata miopia.
5.2.3 Peneliti merekomendasikan diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai
prevalensi miopia pada anak usia sekolah terutama sekolah dasar.
37
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
nama :
alamat :
no. telp :
adalah benar orang tua/wali dari:
nama :
kelas :
usia :
bersedia menjadi peserta dan mengizinkan anak saya menjadi peserta penelitian
- Prevalensi Miopia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Pada Siswa SD
Kelas 4 dan 6 di Kelurahan Pondok Ranji Ciputat Tahun 2009
- Pengetahuan Sikap dan Perilaku Orang Tua dan Siswa SD Kelas 4-6
Mengenai Miopia
- Prevalensi Buta Warna dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Pada
Siswa SD Kelas 4 dan 6 di Kelurahan Pondok Ranji Ciputat Tahun 2009
serta bersedia mendampingi anak saya tersebut dalam mengisi kuisioner yang
dibagikan dengan data yang sebenar-benarnya.
Saya telah mendapatkan informasi mengenai proses yang akan dijalani dalam
penelitian ini dan bersedia mengikuti penelitian ini serta mengizinkan anak saya
mengikuti penelitian ini atas kemauan sendiri, tanpa paksaan dari pihak manapun dan
tidak akan melakukan tuntutan hukum di kemudian hari mengenai hal ini.
Tanda tangan
__________________________
(nama lengkap)
38
Lampiran 2
KUISIONER
Prevalensi Miopia Pada Siswa SD Kelas 4 dan 6
di Kelurahan Pondok Ranji Ciputat Tahun 2009
1. Identitas Responden
Hari, Tanggal wawancara : ..................,..................................
No. Sampel : ........
Nama responden : ...........................................................................
Usia : ................... tahun
Anak ke- : ................... dari ................ bersaudara
Jenis Kelamin :........................................
Kelas : .......................
Suku : ...........................................................................
Nama orang tua a. Ayah : ..................................................
b. Ibu : ..................................................
Pekerjaan orang tua a. Ayah : ..................................................
b. Ibu : ..................................................
Alamat responden : .............................................. RT.......RW.........
Kecamatan .......................................................
Kelurahan ..........................................................
Telepon rumah : ...................................................
Ketajaman penglihatan responden:
Visus responden Kanan : ...........................
Kiri : ...........................
Pertanyaan yang berhubungan dengan riwayat kelainan refraksi pada keluarga:
1. Apakah ayah kamu memakai kacamata? Ya / Tidak
2. Apakah ibu kamu memakai kacamata? Ya / Tidak
3. Berapakah saudara kandungmu yang memakai kacamata?
39
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO: Visual impairment and blindeness diakses 2 Agustus 2009
2. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/
3. -. 1997. Basic and clinical science course section 3: optics, refraction and
contac lenses. USA: american academy of Ophtalmology. P:118
4. Season of Birth, Natural Light, and Myopia diakses 19 April 2009
5. http://www.v2020la.org/pub/PUBLICATIONS_BY_TOPICS/Refractive%2
0Errors/Near%20work,%20education,%20family%20history%20and%20my
opia....pdf
6. Barliana JD, Mangunkusumo VW. Prevalensi dan faktor resiko miopia pada
pelajar kelas tiga dan enam sekolah dasar. Oftalmologica Indonesiana
2005;32:74-83.
7. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 2. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2002
8. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi umum. Ed 14. Jakarta: Widya
Medika. 2000.
9. Curtin BJ. 1985. The myopias: basic science and clinical management.
Philadelphia: Harper & row publisher. P.3
10. Prevalence of Refractive Errors in Primary School Children 7-15 years of
qazvin city diakses 19 April 2009
11. http://www.eurojournals.com/ejsr_28_2_01.pdf
12. Saw SM, Koh D, Lee J, et all. Prevalence rates of refractive errors in
sumatra, Indonesia. Investigative Ophtalmology & Visual Science. Vol 43,
No.10. 2002. 3174.
13. http://www.visionsofjoy.org/images/eye%20anatomy1.jpg
14. http://www.childrenshospital.org/az/Site1517/Images/myopia_big.gif
15. http://eyemakeart.files.wordpress.com/2009/02/snellen_20_ft_eye_chart-
1.jpg

Anda mungkin juga menyukai