Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Definisi dan pengertian Cholesistitis

Radang kandung empedu (kolesitasis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandug empedu yang di sertai
keluhan nyeri perut kanan atas dan panas badan.
(dr. FX. Pridady)

Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu disertai
keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan.Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis akut
serta kronik. (Dr. Suparyanto, M.Kes 2009)

Kolesistiti adalah peradangan kandung empedu baik secara akut ataupun kronis (Barbara C. Long, 1996 : 154)
Kolesistitis sering disebabkan cholelithiasis (kehadiran choleliths, atau batu empedu, di kandung empedu itu),
dengan choleliths paling sering memblokir saluran cystic langsung. Hal ini menyebabkan inspissation (penebalan)
dari empedu , empedu stasis , infeksi sekunder dan organisme usus, terutama E. coli and Bacteroides species. coli
dan Bacteroides spesies.

Anatomi empedu
B. Angka Kejadian
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk,insidensi kolesistitis di Negara kita relative lebih rendah di
banding negara-negara barat.
Sebuah diperkirakan 10-20% orang Amerika memiliki batu empedu, dan sebanyak sepertiga dari orang-orang
mengembangkan kolesistitis akut. Kolesistektomi baik untuk berulang kolik bilier kolesistitis akut atau merupakan
prosedur bedah umum utama sebagian besar dilakukan oleh dokter bedah umum, yang mengakibatkan sekitar
500.000 operasi setiap tahunnya.
C. Penyebaran
Kebanyakan pasien dengan kolesistitis akut memiliki remisi lengkap dalam 1-4 hari. Namun, 25-30% dari pasien
baik memerlukan operasi atau mengembangkan beberapa komplikasi.
Pasien dengan kolesistitis acalculous memiliki tingkat kematian berkisar antara 10-50%, yang jauh melebihi 4%
diharapkan angka kematian yang diamati pada pasien dengan kolesistitis calculous. Emphysematous kolesistitis
memiliki tingkat mortalitas mendekati 15%.
Perforasi terjadi dalam 10-15% kasus.
D. Faktor Resiko
faktor risiko utama untuk kolesistitis, memiliki peningkatan prevalensi di kalangan orang-orang keturunan
Skandinavia, Pima India, dan populasi Hispanik, cholelithiasis sedangkan kurang umum di antara orang dari sub-
Sahara Afrika dan Asia. Beberapa faktor resiko yang lain sebagai berikut:
adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya
Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
Usia lebih dari 40 tahun .
Kegemukan (obesitas).
Faktor keturunan
Aktivitas fisik
Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
Hiperlipidemia
Diet tinggi lemak dan rendah serat
Pengosongan lambung yang memanjang
Nutrisi intravena jangka lama
Dismotilitas kandung empedu
Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan
penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etiologi Penyakit
a. Dalam 90% kasus tentang, kolesistitis akut disebabkan oleh batu empedu menghalangi saluran di kantong empedu
b. pembedahan (terjadi perubahan fungsi)
c. sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
d. luka bakar
e. Pemasangan ifus dalam waktu lama
f. Trauma abdomen,

B. Mekanisme Etiologi Terhadap Penyakit
a. Batu empedu
Sifat kolesterol yang larut lemak dibuat menjadi larut air dengan cara agregasi melalui garam empedu dan lesitin
yang dikeluarkan bersama kedalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu
(supersatusasi), kolesterol tidak lagi tidak terdispersi sehingga terjadi penggumpalan menjadi kristal kolesterol
monohidrat padat. Sumbatan batu empedu pada duktus sistikus menyebabkan distensi kandung empedu dan
gangguan aliran darah darah dan limfe, bakteri komensal kemudian berkembang biak sehingga mengakibatkan
inflamasi pada saluran kandung empedu.

Gambar: Lembar brosur terpisah yang disebut "Batu empedu" yang singkat berisi daftar berbagai masalah yang
dapat menyebabkan batu empedu

Foto radiologi batu empedu penyebab kolesistitis
b. Pembedahan (terjadi perubahan fungsi)
dapat terjadi sebagai akibat dari jejas kimiawi oleh sumbatan batu empedu yang menjadi predisposisi terjadinya
infeksi atau dapat pula terjadi karena adanya ketidakseimbangan komposisi empedu seperti tingginya kadar garam
empedu atau asam empedu, sehingga menginduksi terjadinya peradangan akibat jejas kimia.

c. Infeksi
Suda jelas jika terjadi membentukan batu empedu akan terjadi infeksi dengan Adanya kuman seperti E. Coli,
salmonela typhosa, cacing askaris, atau karena pengaruh enzim enzim pankreaskarena, Sistem saluran empedu
adalah sistem drainase yang membawa empedu dari hati dan kandung empedu ke daerah dari usus kecil yang disebut
duodenum

d. Luka bakar
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh
kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas

e. Pemasangan infus dalam jangka waktu lama
Pemasangan infus lama dapat menyebabkan radang pada kandung empedu karna cairan infus banyak mengandung
elektrolit sehingga jika terpasang lama maka dapat membentuk kristal yng disebut batu empedu selain it
juga cairan tersebut sangat pekah sehingga tidak dapat diserap oleh empedu di kandung empedu

f. Trauma abdomen
trauma abdomen adalah suatu keadaan klinik akibat kegawatan di rongga abdomen biasanya timbul secara
mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama yang memerlukan penanganan segera. Hal ini bisa disebabkan
karena pertama adanya inflamasi/peradangan padak kandung empedu.

C. Sing Dan Symptom
1. sakit perut sisi kanan atas
2. Nyeri yang berpinda panda
3. Mual, munta, perut terasa kembung
4. Kulit berwarna kuning (apabila batu empedu menghalangi saluran empedu).
5. Suhu badan tinggi (demam)
D. Mekanisme Sing Dan Symptom Terhadap Kolesistitis

1. sakit perut sisi kanan atas
Jadi kalau kita mengalami nyeri perut di sebelah kanan, tinggal melihat bagian atas atau bawah, bila yang nyeri
bagian atas, kemungkinan yang mengalami gangguan adalah organ-organ yang terletak pada bagian kanan atas tadi,
diantara berbagai organ tadi, yang paling sering terjadi gangguan pada sebelah kanan atas adalah Gangguan Hati,
Radang pada kandung empedu akibat adanya batu, serta kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil. Tetapi kalau
tempat nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai menembus kebelakang, bisa-bisa organ Ginjal yang
lagi mengalami masalah.

2. Nyeri yang hilang timbul dan berpindah-pindah tempat dari sebelah kanan atas perut lalu mengarah ke punggung,
dan berpindah lagi ke bahu dan ke dada depan.

3. Mual, munta, perut terasa kembung
Perut terasa kembung terutama sesudah makan-makanan yang berlemak, makanan yang digoreng yang di sebabkan
karna empedu suda tidak ferfungsi secara maksimal yaitu untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen
hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak.

4. Kulit berwarna kuning (apabila batu empedu menghalangi saluran empedu).
Penyakit kuning warna kuning di kulit, selaput lendir, atau mata. Pigmen kuning dari bilirubin. Bilirubin adalah
hasil dari sel-sel darah merah tua. Blirubin kuning adalah warna yang Anda lihat ketika memar adalah
penyembuhan. Penyakit kuning terjadi ketika terjadi terlalu banyak sel darah merah tua dalam darah. Jika ada terlalu
banyak sel darah merah pensiun bagi hati untuk menangani, pigmen kuning menumpuk di dalam tubuh. Ketika ada
cukup untuk bisa dilihat, hasil penyakit kuning.

5. Suhu badan tinggi (demam)
Demam merupakan respon fisiologis tubuh terhadap penyakit yang di perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan
peningkatan suhu pusat tubuh dan aktivitas kompleks imun. Demam banyak ditemukan pada keadaan perjalanan
penyakit yang secara nyata disebabkan oleh infeksi bakteri maupu firus

E. Patofisiologi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang
ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang
dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup Oddi
tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya
diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung
empedu. Jika pengobatan tertunda atau tidak tersedia, dalam beberapa kasus kandung empedu menjadi sangat
terinfeksi dan bahkan gangren. Hal ini dapat mengakibatkan keracunan darah (septikemia), yang sangat serius dan
dapat mengancam hidup. mungkin komplikasi lain termasuk: kantong empedu dapat perforasi (pecah), atau fistula
(saluran) bisa terbentuk antara kandung empedu dan usus sebagai akibat dari peradangan lanjutan.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis kolesistitis meliputi pemeriksaan
laboratorium (meski kurang akurat),.radiografi, CT Scan, USG, MRI, HBS (hepatobiliary scintigraphy) dan
endoscopy. Tentu saja pilihan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan tergantung pada pusat kesehatan yang
bersangkutan, apakah memilikinya atau tidak.
Pemeriksaan laboratorium. Meski kurang akurat untuk mendiagnosis kolesistitis, namun beberapa temuan pada
pemeriksaan lab ini dapat menjadi pertimbangan untuk menunjang diagnosis : a. Leukositosis dengan pergeseran ke
kiri (leukosit imatur lebih tinggi jumlahnya dibandingkan leukosit matur) dapat dijumpai pada kolesistitis. b. Kadar
enzim intrinsik hati Alanin Amino Transferase (ALT) dan Aspartat Amino Transferase (AAT) digunakan untuk
mengevaluasi fungsi hati dan adanya hepatitis serta dapat pula jumlahnya meningkat pada kolesistitis dan obstruksi
saluran empedu. c. Kadar Bilirubin dan Alkalin Fosfatase diperiksa untuk mengevaluasi obstruksi saluran empedu
yang umum dijumpai. d. Kadar Amilase dan Lipase biasanya digunakan untuk memeriksa adanya Pankreatitis,
namun Amilase dapat pula meningkat pada kolesistitis. e. Peningkatan kadar Alkalin Fosfatase ditemukan pada
sekitar 25% pasien dengan kolesistitis. f. Urinalisis digunakan untukmenyingkirkan Pyelonefritis dan batu ginjal. g.
Pasien wanita yang berada pada usia subur wajib menjalani pemeriksaan kehamilan. Sebuah studi retrospektif oleh
Singer berusaha menunjukkan hubungan antara kondisi klinis dengan temuan pemeriksaan lab. HBS (hepatobiliary
scintigraphy) pada pasien dengan kolesistitis akut . Ia menemukan 40 pasien memiliki hasil lab. HBS yang positif
namun sebanyak 36 orang (90%) di antara yang positif tersebut, tidak mengalami demam dan 16 orang (40%) tidak
mengalami leukositosis. Hasil studi ini menunjukkan tidak ada manfaat klinis dari mengkombinasikan beberapa
jenis pemeriksaan lab dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi kolesistitis yang di konfirmasi berdasarkan
temuan HBS.
Rekomendasi Pemeriksaan Radiologi : Asosiasi Radiologi Amerika (ACR) telah menyusun kriteria foto radiologi
yang direkomendasikan untuk kolesistitis : a. Sonografi (USG) dianjurkan sebagai pemeriksaan awal untuk
kolesistitis akut dan scintigrafi merupakan alternatif penggantinya yang dianjurkan. b. CT Scan dianjurkan sebagai
pemeriksaan radiologi sekunder yang dapat mengidentifikasi kelainan ekstrabilier sebagai komplikasi dari
kolesistitis akut seperti gangren, formasi gas dan perforasi. c. CT Scan dengan kontras intravena berguna untuk
mendiagnosis kolesistitis akut pada pasein dengan nyeri perut yang tidak khas. d. MRI dengan media kontras
intavena berbasis gadolinium, juga merupakan modalitas pemeriksaan radiologi sekunder yang berguna sebagai
konfirmasi kolesistitis akut. e. MRI tanpa kontras berguna untuk melakukan pemeriksaan pada wanita hamil dengan
dugaan kolesistitis akut yang dengan USG tidak menghasilkan diagnosis yang jelas. Tiadanya kontras mengurangi
resiko paparan raioaktif terhadap ibu dan janinnya. f. Bahan kontras sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang
sedang mendapat terapi dialisis kecuali pada keadaaan darurat dan mutlak diperlukan,
Radiografi (X-Ray). Batu empedu dapat divisualisasikan dengan peeriksaan radiografi meski tanpa kontras pada 10-
15% kasus. Penemuan ini hanya mengindikasikan kolelitiasis, dengan atau tanpa kolesistitis. Udara bebas sub
diafragmatika tidak mungkin berasal dari saluran empedu. Bila ia ada, berarti mengindikasikan sutau kondisi
penyakit lain di luar gangguan saluran empedu. Udara yang terlokalisir di dinding kandung empedu, biasanya
menunjukkan adanya kolesistitis emfisematosa yang dihasilkan bakteri penghasil gas seperti E. Coli , Clostridia dan
bakteri streptokokus anaerob. Kolesistitis Emfisematosa memiliki angka kematian yang tinggi dan biasanya
dijumpai pada pasien pria dengan diabetes dan kolesistitis akalkulus (non batu). Kandung empedu yang
terkalsifikasi difus, seringkali merupakan suatu karsinoma meskipun 2 studi menunjukkan tidak ada hubungan
antara kalsifikasi parsial darikandung empedu dengan karisnoma. Penemuan lain dari pemeriksaan radiografi dapat
berupa batu ginjal, obstruksi intestinal dan pneumonia.
Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan dengan USG merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas antara 90-95% dan
spesifisitas 80-85% untuk kolesistitis. Bila disertai batu empedu dengan diamater lebih dari 2 mm , maka sensitivitas
dan spesifisitasUSG menjadi lebih dari 95%. Hasil pemeriksaan USG yang menunjukkan kemungkinan adanya
kolesistitis antara lain : cairan di daerah perikolesistik, penebalan dinding kandung empedu hingga lebih dari 4 mm
dan tanda murphy sonografi positif. Adanya batu juga menunjang diagnosis. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan
setelah 8 jam puasa oleh karena batu empedu divisualisasikan dengan baik pada kandung empedu yang terdistensi
oleh cairan empedu.
CT Scan dan MRI Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk memprediksi kolesistitis akut
adalah lebih dari 95%. Kelebihan pemeriksaan ini dibandingkan ERCP (endoscopic retrogade
cholangiopancreatography) adalah sifatnya yang non invasif, namun kelemahannya adalah tidak memiliki efek
terapi serta tidak cocok pada kasus kolesistitis tanpa batu empedu. Hasil pemeriksaan CT Scan dan MRI yang
menunjukkan adanya kolesistitis adalah : penebalan dinidng kandung empedu (> 4 mm), cairan di perikolesistik,
edema subserosa (bila tidak ada ascites), gas intramural, dan pengelupasan mukosa. CT Scan dan MRI juga
bermanfaat untuk melihat struktur sekitar bila diagnosis tidak meyakinkan.
HBS (hepatobiliary scintigraphy) Keakuratan HBS dalam mendeteksi kolesistitis akut mencapai 95%. Sementara
sensitivitasnya dalam rentang 90-100% dan spesifisitasnya 85 hingga 95%.
Endoskopi (ERCP = Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) Pemeriksaan ERCP sangat bermanfaat
dalam memvisualisasikan anatomi kandung dan saluran empedu pada pasien berisiko tinggi memiliki batu empedu
yang disertai gejala sumbatan saluran empedu positif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sahai dkk, ERCP lebih
dianjurkan dibandingkan USG Endoskopik dan Cholangiografi Intraoperatif pada pasien yang berisiko tinggi
memiliki batu empedu dan akan menjalani operasi kolesistektomi laparoskopik. Kelemahan ERCP adalah
membutuhkan tenaga khusus yang ahli mengoperasikan alatnya, biaya tinggi serta kemungkinan adanya komplikasi
seperti pankreatitis (3-5% kasus).
Pemeriksaan Histologi. Perubahan awal pada kolesistitis adalah edema dan kongesti vena. Berdasarkan gambaran
histologinya, kolesistitis akut biasanya saling tumpang tindih dengan kolesistitis kronik. Penemuan yang spesifik
diantaranya : adanya fibrosis, mukosa yang rata dan sel inflamasi kronik. Herniasi mukosa yang juga dikenal
sebagai Sinus Rokitansky-Aschoff berkaitan dengan peningkatan tekanan hidrostatik dan ditemukan pada sekitar
56% kasus. Nekrosis fokal disertai influx sel neutrofil juga dapat ditemukan. Pada kasus yang berat dapat dijumpai
gangren dan perforasi.
Penatalaksanaan /Terapi Penatalaksanaan. pasien dengan kolesistitis tergantung pada derajat keparahan serta ada
tidaknya komplikasi yang menyertai. Kasus yang tanpa disertai komplikasi seringkali dapat berobat jalan saja
namun pada kasus yang disertai komplikasi harus dengan terapi pembedahan. Pada pasien yang tidak stabil, drainase
perkutaneus kolesistostomi transhepatik dapat sangat membantu. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi.
Terapi definitif diantaranya : kolesistektomi disertai penempatan alat drainase, dan bila terdapat batu maka ERCP
juga merupakan pilihan yang baik. Pasien kolesistitis yang rawat inap dan akan dioperasi sebaiknya tidak mendapat
asupan makanan per oral, kecuali bila kolesistitisnya tanpa komplikasi , pasien masih diijinkan makan dalam bentuk
cair serta rendah lemak per oral hingga tiba saatnya operasi.
Terapi awal dan pemberian Antibiotik Untuk kolesistitis akut, terapi awal meliputi pengistirahatan usus (bowel rest),
hidrasi intravena, koreksi elektrolit, analgesia, dan antibiotik intravena. Untuk kasus yang ringan, terapi antibiotik
menggunakan satu jenis antibiotik berspektrum luas sudah cukup memadai. Beberapa pilihan untuk jenis terapi awal
ini : a. Sanford guide merekomendasikan piperacillin/tazobactam (Zosyn, 3,375 gram IV/6 jam atau 4,5 gram IV/8
jam), ampicilin/sulbactam (Unasyn, 3 gram IV/6 jam), atau meropenem (Merrem, 1 gram IV/8 jam). Pada kasus
berat yang mengancam jiwa, Sanford guide merekomendasikan Imipenem/cilastatin ( primaxin, 500 mg IV/6 jam).
b. Regimen alternatif meliputi sefalosporin generasi ketiga plus metronidazole (Flagyl, 1 gram IV bolus diikuti 500
mg IV/6 jam). c. Bakteri yang biasa ditemukan pada kolesititis adalah : Eschericia coli, Bacteroides fragilis,
Klebsiella, Enterococcus, dan Pseudomonas. d. Bila terdapat emesis dapat diberikan antiemesis dan suction
nasogastrik. e. Oleh karena sering terjadi progesi yang cepat dari kolesistitis akalkulus menjadi gangren dan
perforasi, deteksi dan intervensi dini sangat dibutuhkan. f. Obat-obatan suportif dapat diberikan seperti pengatur
kestabilan hemodinamik, antibiotik untuk mengtasi bakteri gram negatif usus dan bakteri anaerobik, terutama bila
curiga adanya infeksi saluran empedu. g. Stimulasi kontraksi kandung empedu harian dengan menggunakan
kolesistokinin intavena, menunjukkan keefektifannyadalam mencegah gumpalan di kandung empedu pada pasien
yang menerima nutrisi parenteral total (TPN).
Terapi konservatif untuk kolesistitis tanpa komplikasi. Pasien dapat dirawat jalan pada kasus kolesititis tanpa
komplikasi dengan memberikan terapi antibiotik, analgesik dan kontrol untuk follow up. Kriteria pasien yang dapat
di rawat jalan adalah : a. Tidak demam (afebris) dengan tanda vital yang stabil. b. Tidak ada bukti adanya obstruksi
berdasarkan hasil lab. c. Tidak ada masalah medis lain, usia lanjut, kehamilan serta masalah immunocompromised.
d. Analgesia yang adekuat. e. Pasien memiliki sarana dan akses transportasi yang mudah ke sarana kesehatan. f.
Bersedia untuk kontrol/follow up. Beberapa obat-obatan yang dapat diberikan : a. Antibiotik profilaksis :
levoflaxacin (Levaquin, 500 mg per oral 1x/hari) dan metronidazole (500 mg per oral 2x/hari). b. Antiemetik :
prometazin (phenergan) oral/rectal , prochlorperazine (compazine). c. Analgesik : oxycodone/acetaminophen
(percocet) oral.
Kolesistektomi Kolesistektomi laparoskopi merupakan terapi bedah standar untuk kolesistitis. Kolesistektomi dini
yang dilakukan dalam 72 jam setelah pasien masuk rumah sakit, memberikan keuntungan dari sisi medis maupun
sosioekonomi. Pada pasien yang hamil, kolesistektomi laparoskopi dinyatakan aman untuk semua umur kehamilan
namun paling aman pada trimester kedua. kolesistektomi laparoskopik dilihat dari laparoskop. sumber wikipedia.
CT Scan yang dilakukan 72 jam sebelum operasi sangat membantu mendeteksi adanya kolesistitis gangrenosa yang
ditandai dengan : defek pada dinding kandung empedu, cairan di perikolesistik dan tidak ditemukan adanya batu
empedu. Asosiasi dokter bedah gastrointestinal dan endoskopi Amerika (SAGES) telah mengeluarkan guideline
pada tahun 2010 mengenai aplikasi klinik dari bedah laparoskopi saluran empedu ini. Guideline ini mencakup
petunjuk kapan melakukan tindakan, prosedur operasi dan manajemen pasien post operasi. Berikut beberapa poin
lainnya : a. Antibiotik preoperatif hanya diberikan untuk mengurangi risiko infeksi luka bedah pada pasien berisiko
tinggi dan hanya menggunakan satu dosis preoperatif saja. b. Kolangiografi intraoperatif dapat membantu mengenali
cedera yang mungkin terjadi dan menurunkan risiko cedera saluran empedu. c. Bila cedera duktus biliaris
ditemukan, pasien harus dirujuk pada dokter spesialis hepatobiliari terlebih dahulu sebelum melakukan perbaikan,
kecuali bila dokter bedahnya telah memiliki pengalaman reparasi duktus biliaris yang memadai. Kontraindikasi
untuk kolesistektomi laparoskopi antara lain : a. Berisiko tinggi terhadap anastesi umum. b. Obesitas berat. c. Ada
tanda perforasi kandung empedu seperti : abses, peritonitis dan fistula. d. Batu empedu raksasa atau diduga
keganasan. e. Penyakit hati stadium akhir yang disertai hipertensi portal dan koagulopati berat. f. SAGES guideline
juga menambahkan kontraindikasi yakni : syok septik akibat kolangitis, pankreatitis akut, peralatan dan tenaga ahli
yang tidak memadai, serta baru saja mendapat prosedur bedah abdominal lainnya.
Drainase perkutaneus Untuk pasien yang kontraindikasi/berisiko tinggi terhadap prosedur bedah, maka terapi
Drainase perkutaneus kolesistostomi transhepatik (yang dipandu USG) merupakan pilihan terapi definitif
dikombinasikan dengan pemberian antibiotik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
kolesistitis akalkulus akut dapat diterapi dengan drainase perkutaneus saja, akan tetapi SAGES guideline
menganjurkan bahwa terapi ini hanya bersifat sementara sampai pasien dapat menerima kolesistektomi.
Terapi Endoskopik Endoskopi memiliki kelebihan yakni sebagai alat bantu untuk mendiagnosis juga dapat sebagai
terapi. Beberapa prosedur endoskopik untuk kolesistitis : a. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP). Terapi ini dapat memvisualisasikan anatomi sekaligus dapat menyingkirkan batu empedu pada duktus
biliaris komunis. b. Endoscopic ultrasound-guided transmural cholecystostomy. Penelitian menunjukkan bahwa
terapi ini aman sebagai terapi awal, interim maupun definitif untuk pasien dengan kolesistitis akut berat yang
berisiko tinggi terhadap prosedur kolesistektomi. c. Endoscopic gallbladder drainage. Mutignani dkk, menyimpulkan
dalam penelitiannya terhadap 35 orang pasien kolesistitis akut bahwa terapi ini efektif untuk kolesistitis akut namun
sifatnya hanya sementara saja.

Anda mungkin juga menyukai