Anda di halaman 1dari 55

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Abses serebri adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus maupun parasit. Sebagian besar abses serebri berasal langsung dari
penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis, penyebaran infeksi sistemik secara
hematogen, maupun lewat trauma pasca operasi
1
.
Berkembangnya teknik pencitraan, pembedahan, pengisolasian bakteri dan
terapi antibiotik memberi pengaruh terhadap mortalitas dan morbiditas abses
serebri. Angka mortalitas pada kasus abses serebri memang menurun tetapi masih
tergolong cukup tinggi. Penderita abses serebri yang sanggup bertahan biasanya
akan sembuh dengan sekuel neurologis yang permanen seperti hemaparese,
lumpuh syaraf kranial, kejang berulang dalam periode yang lama, gangguan
intelektual dan tingkah laku, ataxia, gangguan penglihatan, dan atrofi optik. Hal
ini menjadikan abses serebri yang sebenarya jarang dijumpai terutama di negara-
negara maju, tetap menjadi penyakit serius berprognosis buruk yang
membutuhkan diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat
1,2,3,4
.

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah mengeksplorasi dan memahami
aspek teori abses serebri, serta mengintegrasikannya dengan aplikasi kasus abses
2

serebri di lapangan, sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Unversitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mengembangkan
kemampuan penulis maupun pembaca khususnya dari peserta P3D untuk
mengintegarasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus yang ditemui di
lapangan.



















3

BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pribadi
Nama : BURHAN
No. MR : 51.35.13
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 52 tahun
Suku Bangsa : Tidak Jelas
Agama : Islam
Alamat : Jln. Pembangunan Lk. II, Pangkalan Susu, Medan
Status : Menikah
Pekerjaan : Supir
Tanggal Masuk : 24 September 2012
Tanggal Keluar : -

2.2 Anamnesa
Keluhan Utama : Lemah lengan dan tungkai kanan
Telaah : Hal ini dialami os sejak 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit Haji Adam Malik, Medan. Kelemahan terjadi secara tiba-tiba saat os sedang
istirahat. Namun, menurut keluarga, beberapa minggu sebelum keluhan tersebut,
perilaku os tampak berubah. Os menjadi sering mudah teringgung dan mudah
marah. Riwayat nyeri kepala, muntah menyembur, dan kejang disangkal. Riwayat
4

hipertensi, DM, penyakit jantung, dan hiperkolesterolemia tidak jelas. Riwayat
merokok dijumpai, sebanyak 1 bungkus/hari. Riwayat stroke sebelumnya tidak
dijumpai. Riwayat trauma tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai.
RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas

Anamnesa Traktus
Traktus Sirkulatorius : Tidak ada keluhan
Traktus Respiratorius : Tidak ada keluhan
Traktus Digestivus : Tidak ada keluhan
Traktus Urogenitalis : Tidak ada keluhan
Penyakit Terdahulu dan Kecelakaan : -
Intoksikasi dan Obat-obatan : -

Anamnesa Keluarga
Faktor Herediter : Tidak jelas
Faktor Familier : Tidak jelas
Lain-lain : -

Anamnesa Sosial
Kelahiran dan Pertumbuhan : Tidak jelas
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tamat SMP
5

Pekerjaan : Supir
Perkawinan dan Anak : Kawin, Jumlah anak: 3 Orang

2.3 Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,8 C
Kulit dan selaput lendir : dalam batas normal
Kelenjar dan getah bening : pembesaran tidak dijumpai
Persendian : dalam batas normal

Kepala dan Leher
Bentuk dan posisi : bulat dan medial
Pergerakan : bebas
Kelainan panca indra : tidak dijumpai
Rongga mulut dan gigi : karies (+)
Kelenjar parotis : dalam batas normal
Desah : tidak dijumpai


6

Rongga Dada dan Abdomen
Rongga dada Rongga abdomen
Inspeksi Simetris Fusiformis Simetris
Palpasi Stem fremitus ka=ki, Soepel, H/L tidak teraba
Kesan: normal
Perkusi Sonor Timpani
Auskultasi SP: vesikuler; ST:(-) Peristaltik (+) N
SJ: dalam batas normal
Genitalia
Toucher : tidak dilakukan pemeriksaan

2.4 Status Neurologi
Sensorium : Compos mentis (tidak kooperatif)
Kranium
Bentuk : bulat
Fontanella : tertutup rata
Palpasi : teraba pulsasi a.carotis dan a.temporalis
Perkusi : cracked pot sign (-)
Auskultasi : bruit arteri (-)
Transiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Perangsangan Meningeal
Kaku kuduk : (-)
7

Tanda Kernig : (-)
Tanda Brudzinski I : (-)
Tanda Brudzinski II : (-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)

Saraf Otak/ Nervus Kranialis
Nervus I Meatus nasi dextra Meatus nasi sinistra
Normosmia sulit dinilai sulit dinilai
Anosmia sulit dinilai sulit dinilai
Parosmia sulit dinilai sulit dinilai
Hiposmia sulit dinilai sulit dinilai
Kakosmia sulit dinilai sulit dinilai

Nervus II Ocular dextra Ocular sinistra
Visus sulit dinilai sulit dinilai
Lapangan Pandang
Normal sulit dinilai sulit dinilai
Menyempit sulit dinilai sulit dinilai
Hemianopsia sulit dinilai sulit dinilai
8

Skotoma sulit dinilai sulit dinilai
Refleks Ancaman (+)N (+)N
Fundus Okuli
Batas Tidak dilakukan pemeriksaan
Warna Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstravasasi Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri Tidak dilakukan pemeriksaan
Vena Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III,IV,VI Ocular dextra Ocular sinistra
Gerakan bola mata sulit dinilai sulit dinilai
Nistagmus sulit dinilai sulit dinilai
Pupil
Lebar Isokor, 3 mm Isokor, 3 mm
Bentuk bulat bulat
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung
Rima palpebra 7 mm 7 mm
Deviasi conjugate (-) (-)
Fenomena Dolls Eye tidak dilakukan tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Strabismus (-) (-)
9

Nervus V Kanan Kiri
Motorik
Membuka dan menutup (+) (+)
mulut
Palpasi otot masseter & sulit dinilai sulit dinilai
temporalis
Kekuatan gigitan sulit dinilai sulit dinilai
Sensorik
Kulit sulit dinilai sulit dinilai
Selaput lendir sulit dinilai sulit dinilai
Refleks Kornea
Langsung sulit dinilai sulit dinilai
Tidak langsung sulit dinilai sulit dinilai
Refleks masseter sulit dinilai sulit dinilai
Refleks bersin sulit dinilai sulit dinilai

Nervus VII Kanan Kiri
Motorik
Mimik sulit dinilai sulit dinilai
Kerut kening sulit dinilai sulit dinilai
Menutup mata sulit dinilai sulit dinilai
Meniup sekuatnya sulit dinilai sulit dinilai
Memperlihatkan gigi sulit dinilai sulit dinilai
10

Tertawa sulit dinilai sulit dinilai
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah sulit dinilai sulit dinilai
Produksi kelenjar ludah sulit dinilai sulit dinilai
Hiperakusis sulit dinilai sulit dinilai
Refleks stapedial sulit dinilai sulit dinilai

Nervus VIII Kanan Kiri
Auditorius
Pendengaran dalam batas normal dalam batas normal
Test Rinne tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan
Test Weber tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan
Test schwabach tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus (-) (-)
Reaksi Kalori tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan
Tinnitus tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus IX, X
Pallatum Mole : sulit dinilai
Uvula : medial
Disfagia : (-)
11

Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : sulit dinilai

Nervus XII Kanan Kiri
Mengangkat bahu sulit dinilai sulit dinilai
Fungsi otot sternikleidomastoideus sulit dinilai sulit dinilai

Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung lidah sewaktu istirahat : medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan : medial

Sistem Motorik
Trofi : Eutrofi
Tonus Otot : Normotonus
Kekuatan otot : sdn, kesan lateralisasi ke kanan
Sikap (Duduk-Berdiri-Berbaring) : Berbaring

12

Gerakan Spontan Abnormal
Tremor : (-)
Khorea : (-)
Ballismus : (-)
Mioklonus : (-)
Atetosis : (-)
Distonia : (-)
Spasme : (-)
Tic : (-)
Tes Sensibilitas
Eksteroseptif : sulit dinilai
Propioseptif : sulit dinilai
Fungsi Kortikal Untuk Sensibilitas
Stereognosis : sulit dinilai
Pengenalan Dua Titik : sulit dinilai
Grafestesia : sulit dinilai

Refleks
Refleks fisiologis Kanan Kiri
Biceps (+) Normal (+) Normal
Triceps (+) Normal (+) Normal
Radioperiost (+) Normal (+) Normal
APR (+) Normal (+) Normal
13

KPR (+) Normal (+) Normal
Test strumple (+) Normal (+) Normal
Refleks patologis Kanan Kiri
Babinski (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Hoffman-Tromner (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Klonus lutut (-) (-)
Refleks primitive (-) (-)

Koordinasi
Lenggang
Bicara : sulit dinilai
Menulis : sulit dinilai
Perabaan apraksia : sulit dinilai
Mimik
Tes telunjuk-telunjuk : sulit dinilai
Tes telunjuk-hidung : sulit dinilai
Diadokokinesia : sulit dinilai
Tes tumit-lutut : sulit dinilai
14

Tes Romberg : sulit dinilai

Vegetatif
Vasomotorik : dalam batas normal
Sudomotorik : dalam batas normal
Pilo-Erektor : dalam batas normal
Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
Potens dan Libido : sulit dinilai

Vertebra
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : (+) bebas
Pinggang : (+) bebas

Tanda Perangsangan Radikuler
Laseque : (-)
Cross Laseque : (-)
Lhermitte : (-)
15

Naffziger : (-)

Gejala-Gejala Serebelar
Ataksia : (-)
Disartria : (-)
Tremor : (-)
Nistagmus : (-)
Fenomena rebound : (-)
Vertigo : (-)

Gejala-Gejala Ekstrapiramidal
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)

Fungsi Luhur
Kesadaran kualitatif : Compos mentis (tidak kooperatif)
Ingatan lama : sulit dinilai
Ingatan baru : sulit dinilai
Orientasi
Diri : baik
Tempat : sulit dinilai
Waktu : sulit dinilai
16

Situasi : sulit dinilai
Intelegensia : sulit dinilai
Daya pertimbangan : sulit dinilai
Reaksi emosi : terganggu
Afasia
Ekspresif : (+)
Represif : (-)
Apraksia : sulit dinilai
Agnosia
Agnosia visual : sulit dinilai
Agnosia jari-jari : sulit dinilai
Akalkulia : sulit dinilai
Disorientasi kanan-kiri: sulit dinilai

2.5 Kesimpulan Pemeriksaan
Keluhan Utama : Lemah lengan dan tungkai kanan
Telaah : Hal ini dialami os sejak 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit Haji Adam Malik, Medan. Kelemahan terjadi secara tiba-tiba saat os sedang
istirahat. Riwayat nyeri kepala, muntah menyembur, dan kejang disangkal.
Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, dan hiperkolesterolemia tidak jelas.
Riwayat merokok dijumpai, sebanyak 1 bungkus/hari. Riwayat stroke
sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat trauma tidak dijumpai. Riwayat demam tidak
dijumpai.
17

RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas

Status Presens
Sens : Compos Mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,8 C

Nervus Kranialis
N.I : sulit dinilai
N.II, III : RC +/+, pupil isokor 3 mm
N.III, IV, VI : sulit dinilai
N.V : buka tutup mulut baik
N.VII : sulit dinilai
N.VIII : pendengaran baik
N.IX, X : uvula medial
N.XI : sulit dinilai
N.XII : lidah istirahat medial

Status Neurologis
Sensorium : Compos Mentis
18

Peningkatan TIK : Sakit kepala (-), muntah (-), kejang (-)
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), tanda kernig (-), brudzinski
I/II (-)
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : + +
KPR/APR : + +
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : - -
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : Sulit dinilai, kesan lateralisasi ke kanan

Diagnosa
Diagnosa Fungsional : CM + Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra
Diagnosa Etiologik : dd - Stroke Iskemik
- Stroke Hemoragik
- SOL
Diagnosa Anatomik : Lobus Frontalis Hemisfer Kiri
Diagnosis Sementara : CM + Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra
ec dd - Stroke Iskemik
- Stroke Hemoragik
- SOL
Penatalaksanaan
- Bed rest
19

- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj Citicolin 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab

Anjuran
- Cek Darah Lengkap, KGD sewaktu, RFT, Elektrolit
- Head CT Scan
- Foto Toraks

2.6 Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 24 September 2012:
Test Hasil Nilai normal
Complete Blood Count
Hemoglobin (Hb)

12.00 g %

11.7 15.5g %
Erytrocyte (RBC) 3.54 x 10
6
/mm
3
4.20 4.86 x10
6
/mm
3

Leukocyte (WBC) 5.84 x 10
3
/mm
3
4.5 11 x10
3
/mm
3

Hematocrite 33.90 % 38 - 44 %
Trombocyte (PLT) 229 x 10
3
/mm
3
150 450 x10
3
/mm
3

MCV 95.80 fL 85 95 fL
MCH 33.90 pg 28 32 pg
MCHC 35.40 g % 33 35 g %
RDW
MPV
PCT
PDW
13.30 %
8.80 fL
0.20 %
9.1 fL
11,6 14,8 %
7.0-10.2 fL
Cell Count:
Neutrofil 52.40 % 37 80 %
Limfosit 29.30 % 20 40 %
Monosit 12.70 % 2 8 %
Eosinophil 5.30 % 1 6 %
Basophil 0.300 % 0 1 %
Neutrophil absolute 3.06 x 10
3
/L 2.7 6.5 x10
3
/L
20

Limfosit absolute 1.71 x 10
3
/L 1.5 3.7 x10
3
/L
Monosit absolute 0.74 x 10
3
/L 0.2 0.4 x10
3
/L
Eosinophil absolute 0.31 x 10
3
/L 0 0.10 x10
3
/L
Basophil absolute 0.02 x 10
3
/L 0 0,1 x10
3
/L

KIMIA KLINIK (24 September 2012)
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 100.40 mg/dL <200
GINJAL
Ureum 28.60 mg/dL <50
Kreatinin 0.75 mg/dL 0.50-0.90
ELEKTROLIT
Natrium 138 mEq/L 135-155
Kalium 3.0 mEq/L 3.6-5.5
Klorida 106 mEq/L 96-106

KIMIA KLINIK (2 Oktober 2012)
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Puasa 92 mg/dL 70-120
Glukosa Darah 2 Jam PP 218 mg/dL <200
GINJAL
Asam Urat 4.0 mg/dL <7.0
LEMAK
Kolesterol Total 146 mg/dL < 200
Trigliserida 86 mg/dL 40-200
Kolesterol HDL 47 mg/dL >65
Kolesterol LDL 81 mg/dL <150

HEAD CT-SCAN
Hasil Pembacaan Head CT-Scan (26 September 2012)
Infratentorial cerebellum dan ventrikel IV tampak normal. Supratentorial tampak
lesi isodens pada frontal kiri dengan perifokal edema yang cukup luas dengan
mass effect maupun midline shift ke kanan. Ventrikel lateralis kanan/kiri tertekan,
cortical sulci obliterated.
21


Kesimpulan Radiologis: Massa pada frontal kiri berukuran 3.5 x 4.5 cm dengan
perifokal edema yang cukup luas + herniasi subfalcine ke kanan.
Pembesaran salah satu
potongan CT Scan.




Gambar Hasil Head CT-Scan (26 September 2012)

Hasil Pembacaan Head CT-Scan dengan Kontras (3 Oktober 2012)
CECT:
Infratentorial cerebellum dan ventrikel IV tampak normal. Supratentorial tampak
ring enhancement pada sebuah lesi di frontal kiri dengan perifokal edema. Tidak
tampak mass effect maupun midline shift. Sistem ventrikular normal, cortical sulci
obliterated.
22

Kesan: Abses pada frontal kiri dengan perifokal edema.
Pembesaran salah satu
potongan CT Scan.





Gambar Hasil CT Scan dengan Kontras (3 Oktober 2012)

Hasil Foto Toraks (24 September 2012)
Kesan: Normal











Gambar Hasil Foto Toraks (24 September 2012)
23

2.7 Follow up

25 September 2012 (H-2)
S : lemah lengan dan tungkai kanan
O :
Status Presens
Sensorium : CM, tidak kooperatif
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/ menit
Temperatur : 36,8 C
Status Neurologis
Sensorium : CM (tidak kooperatif)
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan: lateralisasi ke kanan

A: Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec
dd - Stroke Iskemik
- Stroke Hemoragik
- SOL

P : Bed rest
24

IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
Inj Citicolin 1 amp/12 jam
Vitamin B complex 3 x 1 tab
KSR 1 x 1 tab

26 September 2012 (H-3)
S : lemah lengan dan tungkai kanan
O :
Status Presens
Sensorium : CM, tidak kooperatif
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/ menit
Temperatur : 36,4 C
Status Neurologis
Sensorium : compos mentis
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan: lateralisasi ke kanan

A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec
dd - Stroke Iskemik
- Stroke Hemoragik
- SOL
25

P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj Citicolin 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- KSR 1 x 1 tab
- Paracetamol tab 300 mg (k/p)
- Fisioterapi aktif


27 September 2012 (H-4)
S : lemah lengan dan tungkai kanan, gelisah
O :
Status Presens
Sensorium : CM, tidak kooperatif
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 91 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/ menit
Temperatur : 36,4 C
Status Neurologis
Sensorium : CM
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan: lateralisasi ke kanan

26

A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec
dd - Stroke Iskemik
- Stroke Hemoragik
- SOL

P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj Citicolin 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- KSR 1 x 1 tab
- Paracetamol tab 300 mg (k/p)
- Fisioterapi aktif

28 September 2012 (H-5)
S : lemah lengan dan tungkai kanan, gelisah.
Anamnesis Lanjutan: Menurut keluarga os, beberapa minggu sebelum keluhan
lemah dan tungkai kanan, perilaku os tampak berubah. Os menjadi sering
mudah teringgung dan mudah marah.
O :
Status Presens
Sensorium : CM, tidak kooperatif
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/ menit
Temperatur : 36,3 C
Status Neurologis
Sensorium : CM
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
27

B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan: lateralisasi ke kanan

A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec SOL intrakranial
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-1)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg
R/ Konsul Psikiatri

29 September 2012 (H-6)
S : lemah lengan dan tungkai kanan, gelisah.
O :
Status Presens
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/ menit
Temperatur : 36,2 C
Status Neurologis
Sensorium : Compos Mentis
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
28

B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan: lateralisasi ke kanan.
A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec SOL intrakranial
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-2)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- Halloperidol tab 2 x 0,5 mg
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg

Hasil Konsul dari Psikiatri
A : Gangguan Mental Organik
P : Halloperidol 2 x 0,5 mg

30 September 2012 (H-7)
S : lemah lengan dan tungkai kanan, gelisah
O :
Status Presens
Sensorium : CM, tidak kooperatif
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/ menit
Temperatur : 36,8 C
Status Neurologis
Sensorium : CM
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
29

N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan lateralisasi ke kanan

A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec SOL intrakranial
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-3)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- Halloperidol tab 2 x 0,5 mg
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg


1 Oktober 2012 (H-8)
S : lemah lengan dan tungkai kanan, gelisah
O :
Status Presens
Sensorium : CM, tidak kooperatif
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/ menit
Temperatur : 36,0 C
Status Neurologis
Sensorium : CM
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
30

N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan lateralisasi ke kanan

A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec SOL intrakranial
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-4)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- Halloperidol tab 2 x 0,5 mg
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg

2 Oktober 2012 (H-9)
S : lemah lengan dan tungkai kanan, gelisah
O :
Status Presens
Sensorium : CM, tidak kooperatif
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/ menit
Temperatur : 36,0 C
Status Neurologis
Sensorium : CM
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
31

N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan: lateralisasi ke kanan

A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec SOL intrakranial
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-5)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- Halloperidol tab 2 x 0,5 mg
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg
- Fisioterapi

3 Oktober 2012 (H-10)
S : lemah lengan dan tungkai kanan
O :
Status Presens
Sensorium : CM
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Frekuensi napas : 24 x/ menit
Temperatur : 37,4 C
Status Neurologis
Sensorium : Compos Mentis (Tidak kooperatif)
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
32

N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan lateralisasi ke kanan
A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec SOL intrakranial
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-6)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- Halloperidol tab 2 x 0,5 mg
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg
- Fisioterapi
- Head CT scan kontras
- PCT 3 x 500 mg (k/p)

4 Oktober 2012 (H-11)
S : lemah lengan dan tungkai kanan, gelisah
O :
Status Presens
Sensorium : CM (Tidak kooperatif)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/ menit
Temperatur : 36,4 C
Status Neurologis
Sensorium : CM, tidak kooperatif
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
33

N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan lateralisasi ke kanan

A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec SOL intrakranial
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-7)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Vitamin B complex 3 x 1 tab
- Halloperidol tab 2 x 0,5 mg
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg
- Fisioterapi
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam (skin test) (H-1)
Metronidazole 4 x 500 mg
Fisioterapist: Telah dilakukan tindakan fisioterapi dengan keluhan lemah lengan
dan tungkai kanan. Modalitas: Infra red dan exeresi therapy selama 20
menit.

5 Oktober 2012 (H-12)
S : Gelisah
O :
Status Presens
Sensorium : CM (tidak kooperatif)
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/ menit
Temperatur : 36,7 C
Status Neurologis
34

Sensorium : CM (Tidak kooperatif)
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan lateralisasi ke kanan
A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec Abses serebri
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-8)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
- Inj. Diazepam 1 amp (k/p)
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam(H-2)
- Metronidazole 4 x 500 mg
- Halloperidol tab 2 x 0,5 mg
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg

6 Oktober 2012 (H-13)
S : Gelisah
O :
Status Presens
Sensorium : CM (tidak kooperatif)
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 72 x/menit
Frekuensi napas : 20 x/ menit
35

Temperatur : 36,6 C
Status Neurologis
Sensorium : CM (Tidak kooperatif)
Peningkatan tekanan intrakranial : (-)
Perangsangan meningeal : (-)
Nervus Kranialis
N I : normosmia
N II,III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor 2 mm
N III, IV, VI : gerak bola mata (+) N
N V : buka tutup mulut (+) N
N VII : sudut mulut tertarik ke kiri
N VIII : pendengaran baik
N IX, X : uvula medial
N XI : angkat bahu (+) N
N XII : lidah dijulurkan medial
Refleks Fisiologis
B/T : (+/+) / (+/+)
APR/ KPR : (+/+) / (+/+)
Refleks Patologis
H/ T : (-/-) / (-/-)
Babinski : (-/-)
Kekuatan Motorik: sdn, kesan lateralisasi ke kanan
A : Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec Abses serebri
P : - Bed rest
- IVFD R-Sol 20 gtt/ menit
- Inj. Dexamethasone 1 amp/6 jam (H-9)
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
- Inj. Diazepam 1 amp, bolus lambat
- Inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam(H-3)
- Metronidazole 4 x 500 mg
- Halloperidol tab 2 x 0,5 mg
- Alprazolam tab 1 x 0,5 mg






36

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Abses serebri adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri,
fungus maupun parasit
1
.

3.2 Etiologi
Mikroorganisme penyebab abses sereberi antara lain yakni:
a. Bakteri yang menyebar ke otak secara perkontinuitatum atau hematogen.
Bakteri aerob lebih sering dibanding anaerob terutama golongan Streptococcus
( 32,1 % ), disusul ( 15,7 % ), Staphylococcus aureus ( 13,4 % ). Dilaporkan
bahwa Staphylococcus aureus lebih virulen dari pada Hemolitic
streptococcus pada pembentukan abses pada otak
5
. Bakteri aerob lain yang
dapat djumpai dari abses serebri Haemophylus influenza, Baccilus gram
negative, sementara bakteri lainnya juga daapat menjadi agenetiologi adalah
bakteri anaerob (Bacterioides fragillis, Microaerophylic cocci, Actinomyces
israelli, Bacterioides Sp, Fusobacterium), dan Enterobacteriaceae (Klebsiella
pneumoniae, Escherichia coli, and Proteus species
5,7
.
b. Fungi (eg, Aspergillus, Candida, Cryptococcus, Mucorales, Coccidioides,
Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, Bipolaris, Exophiala
37

dermatitidis, Curvularia pallescense, Ochronosis gallopava, Ramichloridium
mackenziei)
3
.
c. Parasit (Toxoplasma gondii, Entamoeba histolytica, Trypanosoma cruzi,
Schistosoma, Paragonimus, Taenia solium, Toxoplasma gondii )
3
.

3.3 Epidemiologi
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini
telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap masih
tinggi yaitu sekitar 10 60 % atau rata rata 40 %. Penyakit ini sudah jarang
dijumpai terutama di negara- negara maju, namun karena resiko kematiannya
tinggi, abses yang terjadi pada otak termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan
1
.
Menurut Britt, Richard et al, penderita abses otak lebih banyak dijumpai
pada laki laki dari pada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya
masih usia produktif yaitu sekitar 20 50 tahun. Hasil penelitian Xiang Y Han (
The University of Texas MD, Anderson Cancer Center Houtson Texas ) terhadap
penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989 2002),
menunjukkan bahwa jumlah penderita laki laki > perempuan deng an
perbandingan 7: 2, berusia 38 78 tahun dengan rate kematian 55%
1
.
.

Demikian juga dengan hasil penelitian terhadap 20 pasien abses otak yang
terkumpul selama 2 tahun (1984 1986) dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya,
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak
38

pada laki laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan
50 tahun dengan angka kematian 35 %
1
.

3.4 Patogenesa dan Patologi
Hampir semua abses yang terjadi pada otak merupakan infeksi sekunder dari
penyakit otogenik (sinus paranasal, telinga tengah, mastoid sel), ondontogen,
trauma kepala, tindakan pembedahan kraniotomi, endokarditis, dan infeksi lain di
dalam tubuh, dan berhubungan dengan penyakit jantung bawaan. Infeksi ke otak
secara perkontinuitatum, hematogen, atau kombinasi keduanya. Sedangkan 30%
lainnya, bersifat kriptogenik (tidak ditemukan sumber infeksinya)
5
.
Otitis Media Acuta (OMA) dan Otitis Media Kronik (OMK) menyebabkan
abses otak. Komplikasi ke intracranial dari Otitis Media dan mastoiditis dapat
terjadi melalui :
destruksi tulang segmen timpani yang disebabkan cholesteatoma;
hematogen yang didahului tromplebitis atau melalui perivaskulari
sheath;
melalui struktur anatomi yang sudah ada : foramen ovale, f. rotundun,
canalis n. facialis, meatus acusticus internus
5
.
Perjalanan ondontogenik ke arah serebral jarang terjadi. Penjalaran
perkontinuitatum odontogenik bisa melaui loge intra temporalis, fossa
pterygopalatina dan orbita, foramen (laccrum, ovale, roturidum ), fosa opticum,
dan hematogen melalui trombophebitis vena wajah yang meyebabkan thrombosis
sinud cavernosus ke otak
5
.
39

Kondisi umum yang berhubungan dengan abses yang terjadi pada otak
adalah kelainan jantung kongenital sianotik. Dari suatu penelitian didapati
kelainan jantung kongenital sianotik 6 % anak dapat mendapatkan komplikasi
abses otak. Tetrologi of Fallot merupakan yang tersering, sekitar 4 % dari kasus
endokarditis mempunyai komplikasi abses pada otak. Infeksi yang terjadi pada
paru dapat berkomplikasi ke abses otak secara hematogen. Tindakan bedah
kraniotomi, misalnya pemasangan traksi Hallo pada cedera cervikal, pemasangan
pintasan hidrosefalus, dan trauma kepala meyebabkan abses otak
5
.
Setelah bakteri atau mikroorganisme meninfeksi jaringan otak akan
terjadi serebritis (abses serebral ) yang merupakan stadium dini dari abses otak.
Hal ini ditandai dengan peradangan akut pusat nekrosis, terbentuknya reticulin,
infiltrasi neutrofil, sel plasma dan sel mononuclear pada jaringan perivascular,
edema serebral yang selanjutnya akan berkembang ke abses otak yang luas
6
.

Tabel. Waktu dan Perkembangan Pembentukan Abses Serebri
7
Serebritis Awal Serebritis Lanjut Pembentukan Kapsul
Awal
Pembentukan Kapsul
Akhir
Hari ke 1 dan ke-3 Hari ke 4 s/d ke-9 Hari ke 10 s/d 13 hari ke 14
Infeksi serebri
Terisi sel sel
radang
Edema substansia
alba, batas belum
jelas
Jaringan pusat
nekrosis
Fibroblast
Neovaskular tepi
daerah nekrotik
Resolusi daerah
serebritis
Peningkatan
makrofag dan
fibroblast
Pembentukan
kapsul dan edema
Kapsul matang
mengelilingi
daerah inflamasi
berisi debris dan
sel PMN
Edema serebri
semakin meluas

3.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga
40

untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan
infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor
resiko yang ada, serta riwayat penyakit terdahulu untuk memastikan
diagnosisnya
5
.

3.5.1 Gejala dan tanda klinis
Gejala kilinis yang hampir selalu ditemui pada kasus abses serebri adalah:
Sakit kepala
Muntah muntah
Kejang kejang
Gejala pusing, vertigo, ataxia,
Gangguan bicara, hemianopsis, unialateral midriasis, gejala fokal
1
.

3.5.2 Pemeriksaan fisik dan neurologis
Pemeriksaan fisik difokuskan untuk mencari sumber infeksi, seperti pemeriksan
telinga, sinus, rongga mulut
8
.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, ada tidaknya peningkatan TIK, fungsi saraf kranialis,
refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk
memastikan keterlibatan meningen. Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan
penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya
gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral
atau tunggal
4
.
41


3.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Tabel Pemeriksaan Penunjang
3,7,8
Pemeriksaan Hasil
Pemeriksaan Darah Lengkap
Leukosit meningkat sampai 70% pada kasus abses serebri.
Nilai trombosit, hemoglobin dan hemotokrit penting diketahui
dalam mempertimbangkan operasi.
leukositosis
Laju Endap Darah
Dilakukan jika dicurigai adanya abses, atau jika hasil neuro-
imaging menunjukkan gambaran seperti cincin.
LED biasanya meningkat >90% pada abses
meningkat
Serum CRP meningkat
HST
Profil koagulasi sebaiknya dilakukan untuk pasien yang
mungkin akan dibedah.
normal
Kultur darah
Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis abses
serebri. Kultur darah bisa menjadi negatif jika penderita sudah
mendapat antibiotik. Tidak bermanfaat pada kasus yang
dicurigai disebabkan jamur atau parasit.
bisa positif
Serum titer toxoplasma
Dilakukan pada penderita yang terkonfirmasi atau dicurigai
HIV atau penyakit imunokompromise lainnya.
bisa positif
MRI dengan kontras
MRI dapat menunjukkan lebih detail dibandingkan CT-scan
kepala, namun membutuhkan lebih banyak waktu dan biaya.
Satu atau lebih
gambaran cincin
CT-scan kepala dengan atautanpa kontras
Sering dilakukan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada
pasien yang diduga abses. CT-scan kurang sensitif
dibandingkan MRI untuk mendeteksi lessi di fosa posterior
dan lesi ayng masih dalam tahap awal.
Satu atau lebih
gambaran cincin
EEG
Pemeriksaan EEG penting untuk mengetahui lokasi abses
dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu
gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada
lokasi abses
Gelombang lambat
delta
USG kepala (bayi)
Hanya bermanfaat pada bayi yang fontanellanya masih
terbuka, dan untuk menskrining hidrosefalus pada kelompok
yang berisiko tinggi.
Mungkin
menunjukkan lesi
kavitas

42

Tabel Pemeriksaan Lain yang Mungkin Diperlukan
8

Pemeriksaan Hasil
Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
Memakan banyak waktu
peningkatan succinate,
acetate, amino acid, dan
lactic acid peaks

LP dengan analisis CSF
Lumbar punksi dilakukan dengan sangat hati-hati dan
hanya jika lesinya kecil dan dicurigai disebabkan
Toxoplasma gondii. LP tidak diindikasikan pada kasus
yang diduga abses bakterial
Peningkatan leukosit,
penurunan glukosa,
toxoplasmosis: PCR
positif
CT dada, abdomen, dan pelvis
Dilakukan jika pasien tidak emergensi, sebagai
pemeriksaan penunjang untuk massa intracranial dan
malignansi.
Negatif
Scan tulang
Dilakukan jika pasien tidak emergensi, sebagai
pemeriksaan penunjang untuk massa intracranial dan
malignansi. Biasanya negatif, kecuali bila terdapat
osteomieltis.
Negatif
Mammogram
Dilakukan jika dicurigai adanya tumor payudara secara
klinis maupun dari faktor resiko.
Negatif

3.6 Diagnosa Banding
Tabel Diagnosa Banding Abses Serebri
8

Diagnosa
Banding
Perbedaan gejala/tanda Perbedaan Hasil Pemeriksaan
Tumor primer SSP Gejala bisa identik, tetapi pada
sedikit kasus dijumpai
meningismus atau demam
Sumber infeksi tidak dijumpai
Manifestasi klinis terjadi dalam
periode yang panjang, dalam
hitungan minggu atau bulanan.
Hitung leukosit, LED, dan serum
CRP biasanya tidak meningkat.
MRI sering kali memperlihatkan
gambaran yang heterogen.
Pemeriksaan defenitif adalah
pemeriksaan sampel lesi.
Lesi metastatic Jarang menunjukkan demam dan
meningismus.
Riwayat, tanda atau gejala dari
tumor primer bisa dijumpai.

CT chest, abdomen, & pelvis, jika
memungkinkan dapat dilakukan
bone scan atau mammogram
untuk mengetahui letak tumor
primer. Adakalanya memperlihat-
kan lesi cryptogenic. Diagnosis
pasti: biopsy atau reseksi.
43

Tumor rekuren
atau penyebaran
nekrosis pada
pasien post-
operasi
Waktu kejadian umumnya
membedakan penyebaran
nekrosis, yang terjadi setelah
radioterapi lengkap.
Seringkali asimptomatik.
Demam dan tanda meningeal
tidak dijumpai.
Peningkatan leukosit lebih
mengindikasikan abses kecuali
bila pasien memperoleh
kortikosteroid.
MRI umumnya memperlihatkan
adanya cairan dalam rongga bekas
bedah, yang mirip dengan rongga
berisi purulen pada abses otak.
Jika masih curiga, operasi
eksplorasi dapat dilakukan.
Multiple
sclerosis(MS)
Riwayat gejala neurologis yang
berkepanjangan.
Demam dan meningismus
Terjadi pada populasi dengan
karakteristik tertentu
Memperlihatkan tanda spesifik;
tanda Lhermitte's , tanda
Uhthoff's.
Analisa CSF (jika dilakukan
lumbal punksi) memperlihat-kan
karakteristik MS.
MRI memperlihatkan lesi
eksklusif berwarna putih yang
berfluktuasi sepanjang waktu dan
bervariasi tingkat perbaikannya.
Acute
disseminated
encephalomyelitis
(ADEM)
Riwayat kejadian inflamasi atau
vaksinasi sebelumnya.
Lebih sering pada anak-anak dan
pasien dari wilayah tropis.

MRI memperlihatkan lesi yang
berbatas putih. Evoked potentials
konsisten dengan demyelinasi.
Stroke iskemik Tidak dijumpai demam maupun
tanda meningeal. Defisit
neurologis muncul tiba-tiba dan
kemudian menjadi stabil. Jarang
dijumpai nyeri kepala.
Tidak dijumpai peningkatan
leukosit, LED, dan serum CRP.
MRI jarang memperlihatkan
peningkatan kontras kecuali pada
nekrosis pseudolaminar.
Terbatas pada distribusi satu
vaskular saja.


3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses serebri terdiri atas medikasi dan operasi, yang dipilih
berdasarkan etiologi abses, ukuran, jumlah dan lokasi abses, status neurologis
penderita, dan edema di sekitar abses
2,4
.
Antibiotik. Merupakan terapi lini pertama, tetapi jika tidak dijumpai
sepsis maupun kritis sebaiknya antibiotik hanya diberikan setelah hasil
kultur diperoleh. Durasi pemberian umumnya 6-8 minggu secara IV
kemudian dilanjutkan secara oral selama 4-8 minggu. Jika dikombinasi
dengan drainase abses, durasi ini dapat dikurangi menjadi 3-4 minggu saja.
44

Antibiotik empiris segera diberikan pada kasus yang mendesak atau tidak
memungkinkan untuk diaspirasi. Antibiotik empiris yang diberikan adalah
vancomycin HCl 15mg/kgBB/ 12 jam/ IV, ditambah metronidazole
500mg/ 6 jam/ IV.atau clindamycin 900mg/ 8 jam/ IV, ditambah
sefalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime 2g / 6 jam/ IV. Sebagian
studi merekomendasikan lokasi abses sebagai dasar pemilihan antibiotik
empiris
2,7,8,9,10
.
Tabel Terapi Antibiotik Empiris
10

Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid pada abses serebri masih
menjadi kontroversial. Kortikosteroid bermanfaat menurunkan tekanan
intrakranial, namun di sisi lain kortikosteroid juga memperlambat proses
enkapsulasi abses, memicu nekrosis, mengurangi penetrasi antibiotik ke
dalam abses, meningkatkan resiko ruptur ventrikular, mengurangi kontras
sehingga mempengaruhi gambaran CT-scan, juga berpeluang
menimbulkan efek rebound saat kortikosteroid dihentikan. Oleh karena itu
dalam kasus abses serebri, kortikosteroid hanya diberikan bila terdapat
45

edema otak yang signifikan atau yang tidak berkurang dengan diuretik,
dan pemberiannya hanya untuk periode yang singkat saja. Dexamethasone
diberikan dengan dosis tunggal 10 mg via IV, lalu diikuti 4-6mg/6 jam via
oral
3,7,8,9,10
.
Antikonvulsan. Meskipun belum ada konsensus yang menetapkan, kasus-
kasus abses serebri direkomendasikan untuk memperoleh profilaksis
antikonvulsan. Pemberian obat ini harus dimonitor dengan baik karena
seringkali berinteraksi dengan antibiotik. Antikonvulsan yang digunakan
adalah fenitoin (dosis tunggal oral 1000mg pada hari pertama, lalu diikuti
300-600mg/hari yang dibagi dalam 3 dosis), carbamazepine (200-400 mg,
oral, dua kali sehari), sodium valproate (15 mg/kg/hari, dibagi dalam 3-4
dosis, oral), atau levitiracetam (750mg, oral, dua kali sehari)
8
.
Pembedahan. Kombinasi pembedahan dan terapi antibiotik merupakan
penanganan lini pertama dari abses pyogenik berdiameter > 2.5 cm, dan
merupakan penanganan lini kedua dari abses kecil yang tidak
menunjukkan respon terhadap terapi antibiotik saja selama 4 minggu atau
justru semakin membesar setelah mendapat terapi 2 minggu. Pembedahan
ini dapat mengurangi penularan infeksi, memperoleh sampel kultur untuk
diagnosis yang akurat, mengurangi efek massa dan meningkatkan efikasi
antibiotik. Tetapi pembedahan juga tetapi juga berisiko menyebarkan agen
infeksius ke sistem ventrikular sehingga dapat menimbulkan ventrikulitis.
Bedah terbuka dilakukan pada lesi kortikal yang besar atau multi-locul
dimana obstruksi cairan serebrospinal dapat memicu dekompensasi dini
46

pada pasien. Bedah terbuka juga dapat dilakukan pada abses serebri fungal
karena sulitnya antifungal menembus blood-brain barrier. Kontraindikasi
dilakukannya operasi eksisi adalah jumlah lesi yang multipel, dan lokasi di
kedalaman hemisfer
.2,4,7,8


3.7.1 Penatalaksanaan Abses Serebri Bakterial
Kasus-kasus yang masih dalam tahap serebritis, kasus-kasus lesi tunggal
berdiameter < 2cm, dan kasus-kasus abses multipel yang kritis/terminal
merupakan indikasi untuk pemberian medikasi saja. Abses dengan diameter lesi >
2.5 cm ditangani dengan aspirasi, drainase, atau eksisi komplit. Jika terdapat lesi
multipel, dapat dilakukan aspirasi dan pemberian antibiotik. Untuk penilaian
respon terapi, sebaiknya dilakukan neuro-imaging serial. Jika tidak terdapat
perbaikan secara klinis atau radiologis, harus dipikirkan untuk melakukan operasi.
Pemantauan pasien abses serebri sebaiknya dilakukan minimal selama 1 tahun
untuk memastikan tidak adanya abses berulang. Pada pasien dugaan abses
bakterial dengan hasil kultur negatif, terapi antibiotik empiris tetap
dilanjutkan
2,7,8,11
.

3.7.2 Penatalaksanaan Abses Serebri Fungal
Pasien diterapi dengan antibiotik sampai adanya konfirmasi disebabkan
oleh jamur. Agen antifungal pada umumnya sulit menembus blood-brain barrier
sehingga terapi antifungal biasanya dikombinasi dengan aspirasi abses. Candida
albicans diterapi dengan amphotericin B liposomal (dosis dikonsultasi dengan
47

spesialis), flukonazole 400mg IV/hari, atau caspofungin 70 mg IV dosis tunggal
pada hari pertama diikuti 50 mg per harinya. Cryptococcal diterapi dengan
amphotericin B liposomal ditambah flucytosine oral 150 mg/kg/hari dibagi dalam
4 dosis, atau flukonazole 400mg IV/hari
8
.

3.7.3 Penatalaksanaan Abses Serebri Parasitik
Pasien diterapi dengan antibiotik sampai adanya konfirmasi disebabkan
oleh parasit. Toxoplasma gondii diterapi dengan pyrimethamine oral 200 mg dosis
tunggal pada hari pertama diikuti 75 mg oral per hari, dan sulfadiazine oral 1500
mg dibagi dalam 4 dosis per hari. Obat alternatif lainnya adalah trimethoprim-
sulfamethoxazole oral 5 mg/kgBB perhari dibagi dalam 2 dosis. Jika
toxoplasmosis ditemukan pada pasien yang baru didiagnosa HIV atau pada pasien
HIV yang belum memperoleh antiretroviral, HAART (highly active
antiretroviral) wajib segera diberikan dan diharapkan dapat membantu resolusi
infeksi toxoplasma. Taenia solium diterapi dengan praziquantel oral 50
mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis. Naegleria fowleri diterapi dengan amphotericin
B liposomal, meskipun infeksi ini hampir selalu berakibat fatal
8
.

3.7.4 Penatalaksanaan Abses Serebri Kriptogenik
Kebanyakan kasus pada awalnya diduga sebagai kasus bakterial. Penatalaksanaan
yang diberikan sama seperti abses serebri bakterial
8
.


48


3.8 Komplikasi
a. Ventrikulitis
Disebabkan oleh rupturnya abses ke sistem ventrikular secara spontan maupun
saat operasi. Umumnya dibutuhkan terapi antibiotik intratekal dan mungkin
berkomplikasi dengan hidrosefalus. Komplikasi ini cukup serius, berprognosis
buruk dan angka mortalitasnya meningkat dengan signifikan
7,8,10
.
b. Hiponatremi
Dapat terjadi sebagai akibat dari terbuangnya garam serebral atau SIADH
(syndrome of inappropriate antidiuretic hormone). Penurunan serum sodium
sebaiknya dievaluasi sebagai kemungkinan SIADH, terutama jika ditemui restriksi
cairan. Hiponatremi tidak boleh dikoreksi terlalu agresif (tidak lebih dari 12 mEq
perhari) untuk mencegah myelinolisis pusat pons
8
.
c. Disfungsi Kognitif
Neonatus dan anak-anak penderita penyakit jantung sianotik yang mengalami
abses serebri memiliki resiko tinggi mengalami penurunan kognitif
8
.
d. Kejang
Kejang merupakan komplikasi abses serebri yang paling sering dijumpai, dan
diterapi dengan obat antiepileptik. Semua pasien abses serebri sebaiknya diawasi
tanda kejang dan ditempatkan di tempat yang sesuai standar penatalaksanaan
kejang
7,8
.
e. Hidrosefalus
49

Hidrosefalus jarang terjadi pada abses serebri, namun kejadian hidrosefalus
meningkat bila komplikasi lain seperti ventrikulitis juga telah terjadi sebelumnya
8
.
f. Kematian
Pasien abses serebri biasanya meninggal akibat rupturnya kavitas abses ke dalam
ventrikel, atau akibat edema sekitar yang memicu herniasi
3,8
.

3.9 Prognosis
Prognosis pasien dengan abses serebri semakin membaik dalam beberapa tahun
terakhir, terutama sejak diperkenalkannya CT dan MRI, berkembangnya teknik
operasi, dan pendekatan secara kombinasi medikasi-operasi. Angka mortalitas
turun menjadi sekitar 15%, namun angka ini dapat meningkat pada pasien
gangguan imunitas, penerima transplant, dan pasien dengan abses dalam pada
hemisfer. Prognosis buruk biasanya berkaitan dengan keterlambatan diagnosis,
cepatnya perkembangan infeksi, kecacatan neurologis, abses multipel dan dalam,
ruptur ventrikular, Glasgow Coma Scale yang buruk, pengobatan inadekuat,
kortikosteroid berkepanjangan, adanya penyakit penyerta seperti penyakit jantung
sianotik, dan agen kausatif tertentu (Aspergillus sp, Pseudomonas sp, Nocardia
sp)
3, 8,11
.
Pasien yang dapat bertahan biasanya sembuh dengan sekuel defisit
neurologis yang permanen, meliputi: hemiparese, lumpuh syaraf kranial, kejang
berulang dalam periode yang lama, gangguan intelektual dan tingkah laku, ataxia,
gangguan penglihatan, dan atrofi optik
3,4
.

50

BAB IV
DISKUSI

Abses otak lebih banyak dijumpai pada laki laki dari pada perempuan dengan
perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20 50 tahun.
Pada kasus ini, os merupakan seorang laki-laki, namun berusia 52 tahun
1
.
Abses serebri disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus
maupun parasit yang berasal dari infeksi sekunder dari penyakit otogenik (sinus
paranasal, telinga tengah, mastoid sel), ondontogen, trauma kepala, tindakan
pembedahan kraniotomi, endokarditis, dan infeksi lain di dalam tubuh, dan
berhubungan dengan penyakit jantung bawaan. Infeksi ke otak secara
perkontinuitatum, hematogen, atau kombinasi keduanya. Sedangkan 30% lainnya,
kriptogenik, masih belum diketahui sumber infeksinya. Pada pasien ini sumber
infeksi primer masih belum jelas namun diduga berasal dari infeksi pada gigi yang
dialami os sejak kecil
5
.
Gejala klinis yang hampir selalu ditemui pada kasus abses serebri adalah;
1) Sakit kepala, 2) Muntah-muntah, 3) Kejang-kejang, 4) Gejala pusing, vertigo,
ataxia, 5) Gangguan bicara, hemianopsis, unialateral midriasis, gejala fokal. Pada
pemeriksaan radiologis yang merupakan gold standard untuk penegakan abses
serebri dapat dijumpai gambaran cincin (ring enhancement). Pada pasien ini,
keluhan yang didapati hanya lemah pada lengan dan tungkai kanan namun tidak
dijumpai keluhan umum abses serebri seperti tersebut di atas, sehingga diagnosis
cenderung ke arah stroke
1
.
51

Dari hasil pemeriksaan head CT scan tanpa kontras pada tanggal 26
September 2012, ditemukan gambaran perifokal edema yang luas pada lobus
frontalis hemisfer sinistra, sehingga diagnosa yang dinaikkan menjadi Space
Occupaying Lessions (SOL). Dalam follow up rawatan selama di RSHAM, pasien
tampak gelisah, sering meronta-ronta dan komunikasi yang kurang baik serta
bicara tidak jelas. Setelah dilakukan alloanamnesa lanjutan, keluarga
mengeluhkan os sudah mengalami sering gelisah, mudah tersinggung dan mudah
marah pada beberapa minggu sebelum pasien mengeluhkan lemah pada lengan
dan tungkai kanan. Diduga gangguan perilaku tersebut merupakan akibat dari
perkembangan lesi pada bagian otak yang berperan untuk fungsi kepribadian,
yakni lesi di lobus frontalis, yang jelas terlihat pada hasil CT-scan. Dugaan ini
diperkuat dengan adanya hasil konsul dari bagian Psikiatri yang mendiagnosa os
mengalami ganguan mental organik.
Pada pemeriksaan head CT-scan dengan kontras pada tanggal 3 Oktober
2012, didapati gambaran ring enhancement pada sebuah lesi di lobus frontalis
hemisfer kiri dengan perifokal edema, sehingga diagnosa os ditegakkan sebagai
Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec abses serebri.
Penanganan abses serebri harus dilakukan segera, meliputi pemberian
antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase atau eksisi), mengatasi edema
serebri dan pengobatan infeksi primer lokal. Secara umum pemilihan antibiotik
empirik sebagai pengobatan awal abses serebri didasarkan atas sumber infeksi.
Jika faktor predisposisi tidak dijumpai, maka regimen yang digunakan adalah
Cephalosporin gen.III ditambah Metronidazole. Pada kasus ini, faktor
52

predisposisi pada pasien masih belum jelas, sehingga diberikan antibiotik
Ceftriaxone dan Metronidazole
9,11
.
Pemberian kortikosteroid pada kasus abses serebri sebenarnya masih
kontroversial, dan hanya diberikan pada kasus dengan edema yang signifikan
untuk mengurangi penurunan TIK. Pada kasus ini diberikan Dexamethasone
karena tampak jelas adanya gambaran perifokal edema yang sangat luas
3,9,11
.
Prognosis baik ditentukan oleh usia muda, tidak dijumpai penurunan
kesadaran pada awal diagnosa penyakit, dan tidak dijumpai penyakit komorbid.
Pada pasien ini tidak dijumpai penurunan kesadaran maupun penyakit komorbid,
sehingga prognosis cukup baik meskipun berpotensi meninggalkan sekuel
neurologis jangka lama seperti hemiparese, lumpuh syaraf kranial, kejang
berulang dalam periode yang lama, gangguan intelektual dan tingkah laku
3,4,11
.











53

BAB V
PERMASALAHAN

Adapun hal-hal yang masih menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah:
1. Dimanakah lokasi infeksi primer pada pasien ini?
2. Apakah masih dibutuhkan aspirasi cairan pus untuk dilakukan kultur?
3. Dengan adanya pemberian Dexamethason pada pasien ini, apakah dosis
antibiotiknya perlu ditingkatkan?
4. Masih menunggu waktu dua minggu setelah hari pertama pemberian
antibiotik untuk dilakukan head CT-scan ulang guna melihat respon
antibiotik, sehingga dapat menentukan langkah penanganan selanjutnya.












54

DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim AA: Abses Otak. Majalah Kedokteran Nusantara Vol.38 No.4,
Desember 2005.
2. Hakan T: Management of bacterial brain abscesses. Neurosurg Focus 24
(6):E4, 2008.
3. Brook I: Brain abscess. 2012.
Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/212946. [Tanggal 7
Oktober 2012].
4. Ropper AH, Brown R. Infections of the Nervous System (Bacterial, Fungal,
Spirochetal, Parasitic) and Sarcoidosis. In: Ropper AH, Brown R, editors.
Adams and Victors Principles of Neurology, 8th ed. New York: McGraw-
Hill, 2005, p.606-609
5. Laminof MJ:Brain Abscess in Clinical Neurology, 3
rd
Ed. A large Medical
Book. Connecticut. 1995,p.297 298
6. Wirjokusumo S: Infeksi Cerebral yang Berasal dari Infeksi Odontogen pada
Infeksi Susunan Saraf. PKB II Ilmu Penyakit Saraf FK Unair.
Surabaya.1996
7. Sudewi AA, Sugianto P, Ritarwan R: Infeksi pada Sistem Saraf. Percetakan
UNAIR. 2011. p.21-29
8. British Medical Journal: Brain Abscess. 2012.
Diakses dari:
55

http://bestpractise.bmj.com/best-practise/monograph/925/basics.html.
[Tanggal 7 Oktober 2012].
9. Erdogan E, Cansever T: Pyogenic brain abscess. Neurosurg Focus 24 (6):E2,
2008
10. Rappaport ZV, Vajda J: Intracranial Abscess: Current Concepts in
Management. Neurosurgery Quarterly, Vol. 12, No. 3, 2002.
11. Isada, C.M. 2012. Brain abscess.
Diakses dari:
http://www.clevelandclinicmeded.com/
medicalpubs/diseasemanagement/infectious-disease/brain-abscess/.
[Tanggal 5 Oktober 2012].

Anda mungkin juga menyukai