Anda di halaman 1dari 26

1

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I. PENDAHULUAN ... 2
BAB II. ISI
2.1 Kokain dan Gangguan yang Diakibatkan ... 4
2.1.1 Kokain . 4
2.1.2 Gangguan Akibat Kokain 5
2.2 Amphetamine Type Stimulants dan Gangguan yang Diakibatkan 8
2.2.1 Amphetamine Type Stimulants ... 8
2.2.1.1 Metamphetamine 8
2.2.1.2 MDMA . 8
2.2.2Gangguan Akibat Amphetamine Type Stimulants 9
2.3 Penatalaksanaan 12
2.3.1 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk Kokain 12
2.3.2 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk ATS .. 21
2.3.3 Psikoterapi 23
BAB III. PENUTUP
3. 1 Kesimpulan . 26
DAFTAR PUSTAKA 27












2

Bab I
Pendahuluan

Stimulans adalah zat yang merangsang sistim saraf pusat sehingga mempercepat
proses-proses dalam tubuh, seperti meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan
darah. Stimulan dapat membuat orang lebih siaga dan menyembunyikan kelelahan. Contoh-
contoh zat yang termasuk dalam stimulans adalah amfetamin,met-amfetamin, kokain, nikotin,
kath, kafein dan MDMA. kokain adalah salah satu zat stimulant yang kuat, yang dapat
ditemukan dalam bentuk bubuk, free-based cocain dan garam kokain yang diolah dari daun
coca.Sedangkan Amphetamine Type Stimulants (ATS) merujuk pada kumpulan obat yang
termasuk amphetamine dan metamphetamine, meskipun demikian, zat-zat yang termasuk dari
golongan ini cukup luas, salah satunya MDMA atau Ecstasy derivate tipe amphetamine
yang mempunyai efek halusinogen.Dulu amfetamin sulfat digolongkan dalam ilmu
kedokteran sebagai obat untuk obesitas, epilepsy, narkolepsi, dan depresi.
Menurut United Nations Office on Drug and Crime di seluruh dunia diperkirakan
terdapat 26 juta orang yang menggunakan met-amfetamin pada tahun 2003-2004, sedangkan
yang menggunakan kokain 14 juta orang. Penelitian Badan Narkotika Nasional tahun 2008
menunjukkan adanya peningkatan bermakna atas sitaan met-amfetamin dari 48,8 kg pada
tahun 2001 menjadi 1241,2 kg pada tahun 2006, atau terjadi peningkatan 25 kali hanya dalam
waktu 5 tahun. Survey yang sama menunjukkan bahwa met-amfetamin Indonesia menduduki
peringkat kedua jenis zat paling banyak digunakan setelah ganja.
1

Penggunaan ATS merupakan masalah pokok pada sebagian besar daerah. Pada 2012,
pengguna ATS memiliki porsi terbesar kedua sekitar 19,1% pada penerima pengobatan di
tanah daratan China, di bawah jumlah penerima pengobatan pada pengguna opioid dengan
persentase 79,7%. Meski pengguna ATS terhitung sebanyak 35,7% (4.884 orang) dari total
jumlah pengguna yang mendapatkan pengobatan di Indonesia pada 2012, angka ini masih di
bawah jumlah pengguna opioid yang terobati dengan angka 53,1% (7.262 orang).
2

Pada survey terbaru tentang penggunaan zat, ditemukan prevalensi ecstasy berada
pada posisi ketiga substansi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat usia antara 16-64
tahun dengan persentase 2,6% setelah cannabis (14,6%) dan halusinogen (3,2%). Di
Indonesia, serangan ecstasy telah meningkat secara kontinu dari 0,1 ton pada 2009 hingga 1,3
ton pada 2012. Hasil survey penggunaan zat di antara pekerja Indonesia usia antara 15 - 60
3

tahun pada 2012,ecstasy termasuk dalam urutan ketiga substansi yang banyak digunakan
dengan persentase 2,50% setelah cannabis (7,11%) dan tranquilizers and sedatives (4,09%).
Survey sekolah Indonesia di antara pelajar usia 15-19 tahun juga mengindikasikan
peningkatan prevalensi ecstasy dengan urutan kedua terbanyak setelah benzodiazepine
(0,34%) dan cannabis (1,3%).
2
Pada referat ini, khusus akan dibicarakan tentang Gangguan yang disebabkan Kokain
dan zat ATS serta penatalaksanaannya


























4

Bab II
Isi

2.1 Kokain dan Gangguan yang Diakibatkan
2.1.1 Kokain
3
Adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia saat ini belum begitu popular. Namun
bertambahnya sitaan kokain secara illegal dan meningkatnya kasus-kasus pengguna kokain
akihir-akhir ini, bukan tidak mungkin epidemic kokain akan merajai pasaran peredaran
NAPZA dalam masa-masa mendatang.
Kokain dihasilkan dari daun tumbuhan yang disebut Erythroxylon coca.Tanaman
tersebut tumbuh subur di sebelah timur pegunungan Andes di Amerika Selatan.Tanaman ini
juga tumbuh di beberapa tempat di Asia Tenggara, Eropa dan Amerika Serikat.
Bentuk kokain yang diperjualbelikan di Indonesia dalam bentuk bubuk putih. Ada 3 cara
penggunaan kokain untuk memasukkannya ke dalam tubuh, yaitu:
1. Bubuk kokain (dalam bentuk garam kokain hidrokhlorid) langsung diinhalasi
memalui lubang hidung (sering disebut dengan istilah snorting) dan kemudian
diabsorbsi ke dalam pembuluh darah melalui mukosa lubang hidung
2. Free-base cocain, adalah garam kokain yang dikonversikan dengan larutan yang
mudah menguap. Setelah dipanaskan, uap diinhalasi melalui bibir (seperti merokok),
dengan cepat diabsorbsi melalui membrane alveoli paru
3. Garam kokain yang disuntikkan melalui intravenous


Gambar 1. Kokain



5

2.1.2 Gangguan Akibat Kokain
3
Umumnya pengguna kokain memulai kebiasaannya dengan cara snorting dan berakhir
dengan menyuntik intravenous atau dengan cara merokok. Akibat penyalahgunaan kokain
adalah :
1. Problem Fisik
a) Dengan menggunakan snorting dapat terjadi komplikasi : pilek terus menerus,
sinusitis, epistaksis, luka-luka pada rongga hidung, perforasi septum nasi.
b) Dengan suntukan dapat menyebabkan: infeksi lokal pada kulit sampai sistemik
(virus, bakteri, parasite, atau jamur), abses daerh kulit, endocarditis bakteri, hepatitis
(B dan C), HIV/AIDS
c) Inhalasi melalui merokok dapat menyebabkan radang tenggorokan, melanoptysis
atau sputum berbercak-bercak darah, bronchitis kronis sampai pneumonia.
d) Cocain baby (retardasi pertumbuhan intrauterine, bayi lahir lebih kecil sampai
prematur yang diikuti kelainan menta :irritable, gangguan tidur, kesukarn makan).

2. Problem Psikiatri
a) Toleransi dan ketergantungan sifat toleransi tubuh terhadap kokain sanngat cepat,
kendati pengguna tidak menyadari dosis yang digunakan kian meningkat. Akibatnya,
ia tidak mampu mengendalikan diri, dan untuk mencukup kebutuhnnya ia
mengkonsumsi kokain dengan mencampurinya dengan zat adiktif lain (speedball)
untuk mendapatkan efek yang diinginkan
b) Gejala fisik putus zat kurang dikenal. Namun secara mental sangat merugikan
berupa: agitasi, depresi, fatigue, high craving, cemas, marah meledak-ledak, gangguan
tidur, mimpi aneh, makan berlebihan, mudah tersinggung, mual, otot-otot pegal
gingga lethargy.

3. Problem Sosial
a) Problem interpersonal: separasi perkawinan sampai perceraian, pertengkaran dalam
rumah tangga
b) Problem finansil: toleransi karena penggunaan kokain menyebabkan besarnya biasa
penyediaan kokain, terbatasnya penghasilan menyebabkan hutang yang menumpuk
c) Problem pekerjaan: kehilangan pekerjaan karena rusaknya produktivitas diri, angka
absen yng meningkat, kehilangan professional licence atau certificate
d) Problem legal: ditahan, dihukum hingga dipidana
6

4. Sebab Kematian
a) Umumnya karena overdosis (lebih dari 1,2 sampai 1,5 gram bubuk kokain asli)
b) Penyebab kematian karena: kelumpuhan alat pernapasan, artimia kordis, kejang
berulang kali, mati lemas karena merasa seperti dicekik, reaksi alergi, stroke (karena
naiknya tekanan darah secara mendadak), kehamilan (perdarahan antepartum, aborsi)
c) Pada bayi dapat terjadi Sudden Infant Death Syndome

Efek akut pada dosis rendah :
1. Anastesi lokal
2. Dilatasi pupil
3. Vasokonstriksi
4. Peningkatan pernapasan
5. Peningkatan denyutjantung
6. Peningkatan tekanan darah
7. Peningkatan suhu tubuh

Efek akut pada dosis tinggi (reaksi toksik):
1. Stereotipik, perilaku repetitif
2. Ansietas/ agitasi berat/ panik
3. Agresif
4. Kedutan otot/tremor/hilang koordinasi
5. Peningkatan refleks
6. Gagal napas
7. Peningkatan tekanan darah yang bermakna
8. Nyeri dada/angina
9. Edema paru
10. Gagal ginjal akut
11. Konvulsi
12. Penglihatan kabur
13. Stroke akut
14. Kebingungan/delirium
15. Halusinasi, lebih sering halusinasi dengar
16. Dizziness
17. Kekakuan otot
7

18. Lemah, nadi cepat
19. Aritmia jantung
20. Iskemi miokardial dan infark
21. Berkeringat/suhu tubuh sangat tinggi (suhu rektal bisa mencapai 41C)
22. Sakit kepala
23. Nyeri perut/mual/muntah

Efek pada penggunaan kronis :
1. Insomnia
2. Depresi
3. Agresif atau liar
4. Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan
5. Kedutan otot
6. Ansietas
7. Psikosis - waham curiga, halusinasi
8. Hilang libido dan/atau impotensi
9. Peningkatan refleks
10. Peningkatan denyut nadi

Gejala putus kokain (terjadi setelah beberapa hari penggunaan kokain)
1. Mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi) dan
a) Kelelahan
b) Insomnia atau hipersomnia
c) Agitasi psikomotor atau retardasi
d) Craving
e) Peningkatan nafsu makan
f) Mimpi buruk
2. Gejala putus alkohol mencapai puncaknya dalam 2-4 hari
3. Gejala disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu





8

2.2. Amphetamine Type Stimulants dan Gangguan yang diakibatkan
2.2.1 Amphetamine Type Stimulants
Amphetamin adalah senyawa kimia yang bersifat stimulansia ( lebih dikenal dengan
Amphetamin Type Stimulants atau ATS). Dulu amfetamin sulfat digolongkan dalam
ilmu kedokteran sebagai obat untuk obesitas, epilepsy, narkolepsi, dan depresi.
4

Ada dua jenis amfetamin tipe stimulan:
1. MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine)
4

MDMA mulai di kenal sekitar tahun 1980 dengan nama Ecstacy atau Ekstasi. Nama
lain : xtc, fantasy pils, inex, cece, cein. Ecstasy dalam bentuk pil, tablet atau kapsul dan
shabu dalam bentuk bubuk kristal putih (mirip bumbu masak). Nama jalanannya adalah
speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Ecstasy: digigit dengan gigi sedikit demi
sedikit kemudian ditelan.







Gambar 2. Shabu/MDMA (kiri) dan Ecstasy (kanan)
2. Metamfetamin.
4

Metamfetamin disebut juga es adalah bentuk zat murni yang disalahgunakan
dengan cara dihirup, dihisap, atau injeksi intravena. Efek psikologisnya berlangsung
berjam-jam dan sangat kuat. Zat ini dipakai dengan cara uap yang dipanaskan melalui
tabung air kemudian dihisap melalui bibir (dengan bong plastik).
Zat ini disebut juga: Chalk, Crystal, Glass, Ice, Met, Speed, Tina, SS, crank.
Metamfetamin memiliki lama kerja lebih panjang di banding MDMA
(Methylenedioxymethamphetamine), yaitu dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya
lebih kuat.



9

Kedua zat ini digunakan sebagai alasan klasik: for fun, recreational use,
meningkatkan libido dan memperkuat sex performance.





Gambar 3. Metamfetamin

2.2.2 Gangguan Akibat ATS
Gangguan akibat penyalahgunaan amfetamin (termasukecstasy dan shabu) adalah :
1. Problem Fisik
a) Malnutrisi akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan
b) Denyut jantung meninggi sehingga membahayakan bagi mereka yang pernah
mempunyai riwayat penyakit jantung
c) Gangguan ginjal, emboli paru dan stroke
d) HIV / AIDS bagi mereka yang menggunakan suntikan amfetamin
2. Problem Psikiatri
a) Perilaku agresif
b) Confusional state, psikosis paranoid sampai skizofrenia
c) Kondisi putus zat menyebabkan: lethargy, fatigue, exhausted, serangan panic,
gangguan tidur
d) Depresi berat sampai suicide
e) Halusinasi (terutama ecstasy dan shabu)
3. Problem Sosial
a) Suicide
b) Kecelakaan lalu lintas
c) Aktivitas kriminal
4. Sebab Kematian
a) Suicide
b) Serangan jantung
c) Tindak kekerasan, kecelakaan lalu lintas
d) Dehidrasi, sindrom keracunan air

10

Efek Fisik dan Psikologis
Efek dari metamfetamin lebih kuat dibandingkan efek dari amfetamin.Metamfetamin
diketahui lebih bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai dampakyang lebih buruk.
Pengguna metamfetamin dilaporkan lebih jelas menunjukkangejala ansietas, agresif,
paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin.Efek psikologis yang
ditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, tapiberlangsung lebih lama.
1


Tabel 1. Efek Fisik Akut dan Psikologis Penggunaan Amfetamin
1

Dosis rendah Dosis tinggi
Susunan Syaraf
Pusat,
neurologi, perilaku
Peningkatan stimulasi,
insomnia, dizziness, tremor
ringan
Euphoria/disforia, bicara
berlebihan
Meningkatkan rasa percaya
diri dan kewaspadaan diri
Cemas, panik
Menekan nafsu makan
Dilatasi pupil
Peningkatan energi, stamina
dan penurunan rasa lelah
Stereotipik atau perilaku
yang sukar ditebak
Perilaku kasar atau
irasional, mood yang
berubah-ubah, termasuk
kejam dan agresif
Bicara tak jelas
Paranoid, kebingungan
dan gangguan persepsi
Sakit kepala, pandangan
kabur, dizziness
Psikosis (halusinsi, delsi,
paranoia)
Dengan penambahan dosis
dapat meningkatkan libido
Sakit kepal
Gemerutuk gigi
Gangguan
serebrovaskular
Kejang
Koma
Gemerutuk gigi
Distorsi bentuk tubuh
secara keseluruhan
Kardiovskular Takikardia (mungkin juga
bradikardia)
Hipertensi
Palpitasi, aritmia
Stimulasi krdiak
(takikardia, angina, MI)
Vasokonstriksi /
hipertensi
11

Kolaps kardiovaskuler
Pernapasan Peningkatan frekuensi napas dan
kedalaman pernapasan
Kesulitan bernapas /
gagal napas
Gastrointestinal Mual dan muntah
Konstipasi,diare atau
kramabdominal
Mulut kering
Mual dan muntah
Kram abdominal
Kulit Kulit berkeringat, pucat
Hiperpireksia
Kemerahan atau flushing
Hiperpireksia, disforesis
Otot Peningkatan refleks tendon

Efek fisik dan psikologis jangka panjang :
1. Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan
2. Gangguan makan, anpreksia atau defisiensi gizi
3. Kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis
4. Daerah injeksi: bengkak, skar, abses
5. Kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel amfetamin
padapembuluh darah yang kecll.
6. Disfungsi seksual
7. Gejala kardiovaskuler
8. Delirium, paranoia, ansietas akut, halusinasi, amphetamines induced psychosisakan
berkurang bila penggunaan napza dihentikan,bersamaan dengandiberikan medikasi
jangka pendek.
9. Depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau adanya gangguanmakan
pada protracted withdrawal.
10. Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi.

Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:
1. Agresif / perkelahian
2. Penggunaan alkohol
3. Berani mengambil resiko
4. Kecelakaan
5. Sex tidak aman
6. Menghindar dari hubungan social dengan sekitarnya
12

7. Penggunaan obat-obatan lain
8. Problem hubungan dengan orang lain
Tabel2. Masalah gangguan kesehatan mental yang paling sering terkait dengan gangguan
penggunaan NAPZA
Jenis
NAPZA
Ggn.
Amn
esis
Ggn
.
Ce
mas
Deliri
um
Gg
n.
Mo
od
Ggn.
Psiko
tik
Ggn.
Fs.
Seks
ual
Gg
n.
Tid
ur
CNS
Stimulant

Amfetam
in
X X X X X X
Kafein X X
Kokain X X X X X X
Nikotin X X

2.3 Penatalaksanaan
2.3.1 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk Kokain
5
Tujuan pengobatan farmakologis dari ketergantungan kokain adalah sama seperti untuk
setiap modalitas pengobatan lain. Artinya, untuk membantu pasien menjauhkan diri dari
penggunaan kokain dan pasien dapat kembali mengendalikan kehidupan mereka.Pada
mekanisme perilaku dimana pengobatan bisa mencapai tujuan terapi itu sangat sulit untuk di
presiksi dan berbeda-beda untuk setiap obat dan pasien. Secara teori, pengobatan bisa
membantu beberapa orang untuk jauh dari prilaku penggunaan kokain melalui beberapa cara
mekanisme. : (1) dengan mengurangi atau menghilangkan efek kesenangan dari pemakaian
dosis kokain (misalnya, dengan mengurangi euforia atau tinggi), (2) dengan mengurangi atau
menghilangkan keadaan subyektif (seperti keinginan) yang mempengaruhi untuk mengambil
kokain, (3) dengan mengurangi atau menghilangkan efek buruk dari pemakaian kokain
(seperti dengan mengurangi efek gejala putus obat), (4) menganggap kokain sebagai musuh,
atau (5) dengan meningkatkan efek positif yang diperoleh dari perilaku tidak menggunakan
kokain. Saat ini tersedia obat yang dianggap bertindak dalam satu atau lebih dari tiga
mekanisme pertama, dan mekanisme ini adalah fokus dari penelitian dalam pengembangan
obat.
13

Setidaknya ada empat pendekatan farmakologis yang berpotensi dalam pengobatan
ketergantungan kokain.Pendekatan ini adalah (1) terapi substitusi dengan stimulan cross-
toleran (analog dengan metadon sebagai pengobatan pemeliharaan ketergantungan opioid). (2)
pengobatan dengan obat antagonis yang menghambat pengikatan kokain di jalan kerjanya
(antagonis farmakologis murni, analog dengan pengobatan naltrexone dari ketergantungan
opioid), (3) pengobatan dengan obat yang fungsinya sebagai antagonis dari efek kokain
(seperti mengurangi efek atau keinginan untuk menggunakan kokain), dan (4) perubahan
farmakokinetik kokain sehingga pada pemakaian obat yang sedikit sudah bisa mencapai
jalan kerjanya di otak.
Kokain memiliki dua cara kerja neurofarmakologis mayor: blokade presynaptic pompa
neurotransmitter reuptake, sehingga menghasilkan efek stimulan psikomotor, dan blokade
saluran ion natrium dalam membran saraf, sehingga efek terjadi anestesi lokal.

Pilihan pengobatan :
A. Antidepresan
5
Beberapa contoh golongan obat yang termasuk dalam antidepresan :
1. Antideprean Heterosiklik
Heterosiklik antidepresan tryciclic dan antidepresan heterosiklik lainnya adalah golongan
yang paling banyak digunakan dan paling dipelajari untuk pengobatan ketergantungan
kokain.Penggunaan antidepresan ini menduduki peringkat kedua terbaik untuk mengobati
gejala depresi sering terjadi pada pecandu kokain.Mekanisme farmakologisnya adalah dengan
meningkatkan aktivitas amina biogenik neurotransmitter di sinaps.Peningkatan tersebut
dicapai terutama dengan menghambat re-uptake pompa presinaptik neurotransmitter.
Desipramine menghambat reuptake norepinefrin, dengan beberapa tindakan pada re-
uptake serotonin, ini merupakan obat pertama yang ditemukan efektif untuk pasien rawat
jalan, double-blind, uji klinis terkontrol; sebuah temuan yang menerima publisitas luas
bahkan sebelum studi lengkap diterbitkan dalam jurnal atau review. Sehingga desipramine
hasil studi yang terbaik sebagai tricyclic anti depresan, dengan lebih dari setengah lusin uji
klinis terkontrol dalam literatur yang diterbitkan. Dosis tipikal adalah 150-300 mg/hari
(sekitar 2,5 mg/kg), mirip dengan yang digunakan dalam pengobatan depresi.
Perbedaan karakteristik pasien, pengobatan yang bersamaan, dan konsentrasi plasma
desipramine dapat menjelaskan beberapa variabilitas dalam keberhasilan dalam penggunaan
desipramine.Misalnya pasien dengan depresi dan tanpa gangguan kepribadian antisosial
mungkin merespon baik pada penggunaan desipramine. Pasien ketergantungan kokain dan
14

opiat akan merespon lebih baik pada despiramine, jika terapi ketergantungan opioid dengan
buprenorfin daripada dengan metadon. Ada bukti bahwa pasien dengan konsentrasi plasma
desipramine di atas 200 mg/ml akan memberikan progonosis buruk, prognosis baik pada
konsentrasi sekitar 125mg/mL.
Penelitian dengan antidepresan heterosiklik lainnya telah menunjukkan bukti yang
sedikit dalam keberhasilan.Reboxetine dan maproline, yang memblokir re-uptake
norepinephrine, hanya efektif pada beberapa penelitian.Imipramine, prekursor dari
desipramine, yang memblokir re-uptake serotonin, lebih banyak daripada reuptake
norepinefrin, tidak menunjukkan keberhasilan dalam dua uji klinis terkontrol.Nefazodone
dan venlafaxine, yang memblokir re-uptake serotonin dan norepinefrin, juga tidak efektif
dalam uji klinis terkontrol.Mircazapine yang meningkatkan aktivitas serotonin dan
norepinefrin otak dengan memblokir autoregulatory 2 adrenergic dan penerimaan 5-HT2
hanya menunjukkan beberapa manfaat dalam percobaan kecil.
Tidak ada efek samping yang ditemukan tidak terduga atau efek samping medis yang
serius yang dilaporkan dalam uji klinis dari penggunaan antidepresan heterosiklik.

2. Selective Serotonin reuptake inhibitors
5
Antidepresan yang selektif memblokir pompa presynaptic re-uptake serotonin telah
menarik minat karena peran serotonin dan reseptornya dalam modulasi dopaminergik otak
dan perilaku dari efek kokain.Beberapa uji klinis terkontrol belum menemukan keuntungan
dari fluoxetine (20,40,atau 60 mg/hari), paroxetine (20 mg/hari), atau sertraline (100 mg/hari)
dibandingkan plasebo.Sebuah uji klinis baru-baru ini menemukan citalopram(20 mg/hari)
secara signifikan lebih baik daripada plasebo.Penelitian tersebut, tidak seperti studi
sebelumnya, yang digunakan manajemen kontingensi selain terapi kognitif-perilaku,
menunjukkan pengaruh pentingnya pengobatan psikososial pada keberhasilan pengobatan.

3. Monoamine Oxidase Inhibitors
5
Dasar pemikiran untuk menggunakan monoamine oxidase (MAO) inhibitor terletak pada
efeknya dalam meningkatkan kadar neurotransmiter otak amina biogenik dengan
menghambat enzim katabolik utama. Penelitian pada phenelzine, pada dosis antidepresant
dari 30-90 mg/hari, menunjukkan bahwa obat ini dapat mengurangi penggunaan kokain, dan
stimulan lain. Namun, tindakan klinis manfaatnya mungkin dibatasi oleh kebutuhan untuk
makanan dan obat-obatan secara bersamaan, untuk menghindari terjadinya krisis hipertensi,
15

karena secara teoriditemukan bahwa efek pecandu kokaindapat kembali relaps/kambuh pada
pasien untuk penggunaan kokain pada saat masih minum menjalani pengobatan.
Penelitian akhir-akhir ini berfokus pada selektif MAO inhibitor yang hanya berperan
pada MAO tipe B, tipe predominan di otak, sedangkan MAO tipe A, tipe predominan
ditractus gastrointestinal.Ini adalah penghambatan MAO di GIT yang menghasilkan krisis
hipertensi setelah konsumsi makanan yang mengandung tyramine atau obat
catecholaminergic tertentu. Selegiline, pasar untuk perawatan dari parkinson dan, dalam
bentuk transdermal untuk pengobatan depresi pada cukup selektif untuk jenis MAO B pada
dosis yang dianjurkan (10 mg/hari untuk parkinson, 12 mg/hari untuk depresi) dan sedang
dipelajari sebagai pengobatan ketergantungan kokain. Sebuah uji kontroler terbaru multisite
menggunakan selegiline diberikan melalui patch kulit (transdermal system selegiline)
ditemukan tidak ada bukti dari keberhasilannya.

4. Antidepresan lain
5
Bupropion menarik perhatian dari para peneliti karena merupakan inhibitor lemah
monoamine reuptake dan memiliki beberapa stimulan yang samaseperti efek perilaku pada
hewan.Uji klinis pada metadon-maintained, pasien ketergantung kokain ditemukan tidak ada
efek yang signifikan terhadap penggunaan kokain, kecuali dalam subjek juga menerima
pengobatan manajemen berkelanjutan.
Ritanserin a-5-HT2 antagonis reseptor dikembangkan sebagai antidepresan, menarik
minat karena mengurangi pemberian kokain di beberapa (tetapi tidak semua) hewan
penelitian.Namun, dua uji klinis terkontrol menemukan ritancerine tidak lebih baik
dibandingkan plasebo dalam mengurangi penggunaan kokain.

B. Agonis Dopamin (Agen Anti-Parkinson)
5
Variasi dari pengobatan agonis dopamine langsung dan tidak langsung telah dievaluasi,
berdasarkan hipotesi deplesi dopamine untuk ketergantungan kokain, walaupun data yang
mendukung hipotesis tersebut pada manusia adalah serupa, agonis dopamine, yang
menstimulasi aktivitas sinaps dopamine, akan memperbaiki efek penurunan aktivitas
dopamine yang diakibatkan dari peningkatan penggunaan kokain. Yang termasuk dari efek
penggunaan kokain adalah antara lain, anhedonia, anergia, depresi, dan cocaine craving. Pada
tikus, reseptor agonis dopamine seperti bromocriptine dan lisuride mengurangi metabolism
kokain, membalikkan tingkat metabolism dan peningkatan ambang stimulasi intracranial
dalam memproduksi mesokortikolimbik dopaminergic stelah pemakaian kronik
16

kokain.Bromokriptin, pergolide, dan amantadine, semua dijual untuk pengobatan Parkinson
(atau dalam keadaan defisiensi dopamine lainnya), adalah pengobatan dopamine agonis yang
paling banyak diteliti.
Amantadine adalah agonis dopamine tidak langsung yang bekerja engan melepaskan
dopamine pada presinaps, obat ini juga merupakan antagonis lemah pada reseptor N-Methyl
D-Aspartate glutamate.Namun, dari enam penelitian tentang obat ini, hanya satu yang
menunjukkan bahwa amantadine (200-400 mg/hari) lebih baik dari placebo dalam
pengobatan penyalahgunaan kokain.
Asam aminio L-DOPA, precursor untuk katekolamin sintetik yang digunakan untuk
terapi Parkinson telah digunakan untuk meningkatkan level dopamine pada otak dalam
pengobatan ketergantungan kokain.Biasa digunakan sebagai monoterapi maupun terapi
kombinasi dengan carbidopa, inhibitor dekarboksilasi asam amino perifer, yang mencegah
perubahan L-DOPA menjadi dopamine di luar otak.Pada empat penelitian yang dilakukan
bahwa pengobatan tersebut memiliki keunggulan dibandingkan pengobatan dengan placebo.
L-thyrosine, precursor asam amino dari L-DOPA, mengurangi Cocaine carving pada
sekelompok kecil pasien (dua belas banding lima puluh dua) pada penelitian double blind,
dan ditemukan kurang efektif dalam pengurangan pemakaian kokain.

Disulfiram, dapat dikelompokkan menjadi agen agonis dopamine karena cara kerjanya
yang memblokir konversi dopamine ke norepinefrin melalui enzim dopamine-B-Hidroksilase,
yang mengakibatkan peningkatan level dopamine.ketertarikan penggunaan disulfiram untuk
terapi ketergantungan kokain dikarenakan banayaknya ketergantungan kokain yang
berbarengan dengan ketergantungan alcohol. Pada penelitian, ditemukan bahwa disulfiram
(250 mg/hari) meningkatkan abstinensi penggunaan kokain dibandingkan dengan placebo.
Walapun disulfiram ditemukan efektof dalam pengobatan ketergantungan kokain, tetapi
muncul pertanyaan tentang keamanan pemakaiannya dalam praktik klinik. Pada penelitian
ditemukan bahwa premedikasi disulfiram (250 mg/ hari selama 3 hari) secara signifikan akan
memperpanjang kadar waktu paruh plasma kokain, meningkatkan konsentrasi plasma kokain,
dan mempotensiasi efek takikardia dan hipertensipada pemakaian kokain intranasal. Namun
demikian, disulfiram tetap dianggap sebagai terapi baru yang menjanjikan dalam pengobatan
ketergantungan kokain, terlepas dari adanya efek samping yang mungkin dapat disebabkan
oleh obat ini.

C.Zat Stimulan
5
17

Seperti terapi metadon pada ketergantungan opiate, penggunaan zat stimulan sebagai
terapi pada ketergantungan kokain dapat menjadi salah satu cara untuk dapat mengatasi
penggunaan kokain dan cocaine craving.seperti metadon, keuntungan dari terapi substitusi
stimulan adalah rendahnya risiko medis karena merupakan terapi oral, penggunaan medikasi
yang murni yang telah diketahui potensinya, dan penggunaan medikasi yang mempunyai
onset lambat dan efek yang panjang. Beberapa pengobatan psikomotor stimulant sekarang
digunakan untuk pengobatan pada penyakit Attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD),
narkolepsi, dan penekan nafsu makan. Dari penelitian penelitian yang dilakukan, dilaporkan
tidak ada efek samping yang bearti, yang memberikan suatu kemungkinan bahwa terapi
substitusi ini mempunyai tingkat keamanan yang baik dalam pengobatan ketergantungan
kokain.Modafinil, digunakan sebagai terapi narkolepsi, OSA, serangan kantuk, dan kelainan
tidur, dapat dikelompokkan sebagai stimulant lemah, mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi
termasuk dalam blok transporter dopamine presinaps yang kemudian akan meningkatkan
pelepasan glutamate pada otak dan akan menurunkan kadar pelepasan GABA. Pada
penelitian, disebutkan bahwa penggunaan sebanyak 200 - 400 mg/hari secara teratur dapat
meningkatkan abstinensi pada penggunaan kokain.Modafinil adalah agen stimulant yang
sangat aman dan dapat ditoleransi dengan baik, tidak pernah dilaporkan penggunaan agen ini
dapat mengakibatkan cocaine craving maupun menyebabkan euphoria. Pada prinsipnya,
kokain sendiri, dalam formulasi onset lambat, dapat digunakan sebagai terapi agonis
maintenans, sama seperti pada nikotin transdermal onset lambat atau transbukal untuk terapi
ketergantungan nikotin onset cepat (cigarettes). Kapsul garam kokain oral (100 mg, 4 kali
sehari) dapat menjadi terapi pengganti pada penggunaan kokain intravena (25 mg) dan
mengurangi konsumsi rokok rasa kokain di Peru (dimana kokain oral merupakan barang
industry legal).

D. Antipsikotik
5
Antipsikotik generasi pertama, yang dimana merupakan reseptor antagonis dopamine
poten, tidak secara signifikan merubah penggunaan kokain kronis pada pasien skizofrenia
yang menyalahgunakan kokain selama pengobatan kronik antipsikotik.Kegunaan yang lebih
besar diharapkan pada generasi kedua antipsikotik, yang dikarenakan spectrum mekanisme
kerjayang lebih luas dari obat tersebut pada pengikatan reseptor (pada dopamine dan
serotonin).Walaupun demikian, pemakaian obat ini belum dapat dibuktikan melalui
penelitian pada pengguna kokain tanpa disertai adanya gangguan psikotik. Pada penelitian,
olanzapine digunakan pada 18 pasien ketergantungan opiate dan kokain (yang juga diterapi
18

substitusi dengan metadon) mengalami penurunan pemakaian kokain sebanyak 53.2%.
Kewaspadaan tetap harus diteliti dalam penggunaan antipsikotik pada pengguna kokain
karena potensinya yang dapat mengakibatkan terjadinya neuroleptic malignant syndrome,
yang didasarkan pada penurunan level dopamine pada pengguna kokain. Pengguna kokain
dan amphetamine juga dapat berada di risiko yang meningkat dalam terjadinya dyskinesia
yang disebabkan oleh antipsikotik.

E. Antikonvulsan
5
Antikonvulsan telah dicoba dalam pengobatan ketergantungan kokain karena
antikonvulsan memblokir perkembangan kokain.Antikonvulsan mampu meningkatkan
sensitivitas saraf untuk obat karena paparan intermiten sebelumnya. Di tingkat
neurotransmitter, antikonvulsan mungkin efektif karena mampu meningkatkan penghambatan
aktivitas GABA dan / atau menurunkan rangsang aktivitas glutamat di otak, baik yang akan
mengurangi respon terhadap kokain dalam dopaminergik, cortico mesolimbic otak.
Carbamazepine merupakan antikonvulsan yang paling dipelajari. Empat dari lima
pasien penggunaa kokain yang dilakukan trial terapi rawat jalan dengan carbamazepine
ditemukan efeknya tidak berpengaruh signifikan terhadap penggunaan kokain. Sedangkan,
untuk Gabapentin ditemukan tidak efektif dalam tiga uji klinis terkontrol, seperti lamotrigin,
dan asam valproik dalam uji tunggal.
Beberapa antikonvulsan lain telah menunjukkan hasil yang lebih baik. Tiagabine, yang
meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat reuptake presynapticnya, secara
signifikan mengurangi penggunaan kokain dalam dua uji klinis terkontrol pada dosis 12 atau
24 mg setiap hari, tetapi tidak memiliki efek dalam uji klinis ketiga pada 20 mg per hari.
Semua tiga percobaan menggunakan bersamaan terapi kognitif-perilaku. Topiramate, yang
menurunkan aktivitas glutamat dengan memblokir AMPA-jenis reseptor glutamat dan
meningkatkan aktivitas GABA, secara signifikan mengurangi penggunaan kokain dalam
percobaan klinis terkontrol sampai dengan 200 mg sehari, dalam hubungannya dengan terapi
kognitif-perilaku.
Vigabatrin (-vinyl-GABA), yang meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat
pemecahan GABA oleh GABA-transaminase, mengurangi penggunaan kokain.Vigabatrin
tidak dipasarkan di Amerika Serikat karena efek sampingnya pada penglihatan, tapi tidak ada
yang diamati selama studi jangka pendek.Fenitoin (300 mg sehari) secara signifikan
mengurangi kokain digunakan dalam satu percobaan klinis terkontrol, terutama pada
konsentrasi serum di atas 60 g / ml.
19

Baclofen merupakan antispasmotic, yang mekanisme kerjanya meningkatkan aktivitas
GABA dengan berperan sebagai agonis pada reseptor GABA.Satu percobaan klinis
terkontrol menemukan bahwa baclofen (60 mg sehari) tidak secara signifikan mengurangi
penggunaan kokain, kecuali pada kelompok pengguna kokain berat.

F. Suplemen Gizi dan Produk Herbal
5
Suplemen gizi.Penggunaan campuran asam amino, baik sendiri atau dengan suplemen
gizi lainnya (vitamin dan mineral), telah dipublikasikan secara luas dalam bidang pengobatan
penyalahgunaan narkoba berdasarkan peraturan yang diberlakukan pada obat-obatan resep
dan keselamatan, suplemen gizi ini dirasakan dapat digunakan dan kecilnya efek
samping.Tirosin (asam amino prekursor L-DOPA) dan L-triptofan (asam amino prekursor
serotonin, telah ditandai dengan klaim keberhasilan, tetapi dalam suatu penelitian 28 hari,
ditemukan bahwa campuran tirosin dan triptofan tidak berpengaruh signifikan (1 gram setiap
hari) pada ketergantungan kokain atau gejala witdrawal. Percobaan klinis terkontrol yang
lebih baru ditemukan L-tryptophan, bahkan ketika digabungkan dengan pengobatan
manajemen kontingensi, tidak lebih baik dibandingkan plasebo dalam mengurangi
penggunaan kokain.L-carnitine (500 mg / hari) ditambah koenzim Q10 (200 mg / hari) tidak
lebih baik dibandingkan plasebo dalam uji klinis 8 minggu.Sebuah uji klinis terkontrol yang
kecil yang menemukan bahwa magnesium L-aspartat (732 mg setiap hari), bentuk yang
mudah diserap dari magnesium, tidak lebih baik dari plasebo.
Produk herbal.Berbagai produk herbal dan derivat tanaman telah disebut-sebut sebagai
pengobatan untuk penyalahgunaan narkoba, tetapi hanya sedikit yang dilakukan evaluasi
klinis.salah satu yang telah menerima publisitas substansial, tetapi belum evaluasi klinis,
adalah ibogaine, alkaloid indol yang ditemukan di kulit akar semak Tabernanthe iboga di
Afrika Barat. Senyawa ini telah diklaim untuk menekan penggunaan terhadap kokain (dan
opioid dan alkohol) untuk beberapa bulan setelah dosis oral tunggal.Ginkgo Biloba (120 mg
/ hari selama 8 minggu) tidak lebih baik dibandingkan plasebo dalam uji klinis terkontrol.

G. Obat Lainnya
5
Penghambat Kanal Kalsium (Amlodipine) juga telah diusulkan sebagai pengobatan
untuk ketergantungan kokain karena pengaruhnya terhadap pelepasan neurotransmiter dan
penghambatan efek psikologis kokain di beberapa orang, tapi tidak semua, pada studi
penelitian. Namun, amlodipine tidak menunjukkan keberhasilan dalam uji klinis terkontrol.
20

Berbagai macam obat lain telah dievaluasi untuk pengobatan ketergantungan kokain,
sering atas dasar laporan kasus atau penelitian pada hewan menunjukkan bahwa obat-obat
tersebut dapat mempengaruhi dalam memperkuat efek kokain.
Ondansentron, antagonis reseptor 5-HT3 yang digunakan untuk mengurangi mual dan
muntah, secara signifikan mengurangi penggunaan kokain dalam uji klinis skala
kecil.Efeknya signifikan hanya pada dosis tertinggi (4 mg dua kali sehari).

Kombinasi pengobatan
5
Penggunaan bersamaan dua obat yang berbeda yang dipelajari dengan harapan bahwa
kombinasi tersebut akan meningkatkan kemanjuran sambil meminimalkan efek samping, baik
dengan bertindak pada sistem tunggal neurotransmiter oleh dua mekanisme yang berbeda
atau bertindak atas dua sistem neurotransmiter yang berbeda. Penggunaan bersamaan agen
dopaminergik, bupropion dan bromocriptine pada pasien ketergantungan cocain telah
ditemukan aman, meski dari hasil penelitian menunjukkan sedikit keberhasilan. Penggunaan
bersamaan pergolide (antagonis reseptor D1 D2 dopamin) dirancang untuk menghasilkan aksi
agonis D1 relatif murni, juga menemukan sedikit bukti kemanjuran, begitu juga pada
kombinasi penggunaan amantadine dan propranolol.
Penggunaan gabungan phentermine, dopamin release dan serotonin release,
fenfluramine yang masing-masing yang dipasarkan sebagai penekan nafsu makan, dan
menerima publisitas substansial selama tahun 1990-an yang dikenal dengan phen-fen
yang dipakai pada obesitas dan gangguan adiktif. Kombinasi obat ini telah mengacaukan
hasil pengobatan rawat jalan pada pasien dengan ketergantungan cocain. Sejak penarikan
fenfluramine, kombinasi ini tidak lagi tersedia dikarenakan adanya hubungan antara
hipertensi pulmonal dan penyakit katup jantung. Kombinasi lain yang menggantikan
fenfluramine dengan inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) seperti fluoxetine yang
belum dievaluasi secara sistematis.
Kombinasi yang tepat dari flumazenil intravena ( reseptor benzodiazepine antagonis )
dan gabapentin oral dan hydroxyzine ( histamin antagonis ) secara substansial mengurangi
metamfetamin yang digunakan.

2.3.2 Penatalaksanaan Farmakoterapi untuk Zat ATS
Banyak dari obat-obatan yang dievaluasi untuk pengobatan ketergantungan kokain juga
telah diteliti untuk pengobatan ketergantungan amfetamin, sering untuk alasan farmakologis
21

yang sama. Namun, kebanyakan hasil uji klinis tidak menunjukkan hasil yang
menggembirakan.
Pendekatan yang paling menjanjikan yaitu antara substitusi agonis dengan stimulans
dan peningkatan aktivitas gaba. Dua dari tiga uji klinis terkontrol dengan d-amphetamine
(satu menggunakan formulasi berkelanjutan) ditemukan penurunan yang signifikan dalam
menggunakan amfetamin dibandingkan dengan plasebo. Ada kejadian buruk tidak signifikan
dalam studi apapun. Pelepasan lambat methylphenidate (54 mg sehari) mengurangi
penggunaan amfetamin secara signifikan lebih daripada plasebo dalam satu uji klinis
terkontrol. Modafanil (200 mg dua kali sehari) berkurangnya amfetamin yang digunakan
dalam laporan kasus dan saat ini mengalami sebuah uji klinis terkontrol.
Vigabatrin, antikonvulsan yang meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat
pemecahan GABA oleh GABA-transaminase, secara substansial mengurangi pemakaian
methamphetamine dalam dua uji label terbuka. Vigabatrin tidak dipasarkan lagi di amerika
serikat dikarenakan adanya efek samping ophthalmologik, tetapi tidak pernah diamati
selama studi jangka pendek ini. Baclofen, antispasmotic yang meningkatkan aktivitas GABA
dengan bertindak sebagai agonis di GABA
B
reseptor, sama sekali tidak memiliki efek pada
pengguna metamfetamin pada sebuah uji klinis terkontrol tetapi secara signifikan
menunjukkan pengurangan pada penggunaan pada subgrup patuh obat. Gabapentin
merupakan antikonvulsan yang mekanisme aksinya tidak diketahui , ini tidak berbeda dari
plasebo, bahkan di subgrup patuh.
Obat lain yang menjanjikan pada penelitian uji klinis termasuk naltrexone, bupropion
dan risperidone. Bupropion sebagai antidepresan sama sekali tidak menunjukkan kemanjuran
dalam dua uji klinis tetapi secara signifikan menunjukkan pengurangan pada subgrup
pengguna methamphetamin dengan tingkat penggunaan methamphetamine dosis rendah.
Antipsikotik risperidone, baik pemakaian secara oral atau disuntikkan, menunjukkan
pengurangan pada pengguna methamphetamin dalam dua uji label terbuka. Generasi kedua
antipsikotki yang lain, aripiprazole (15 mg sehari) menunjukkan tidak berkhasiat pada
sebuah uji klinis yang kecil.
Obat-obatan yang tidak menunjukkan efektivitas dalam pengobatan ketergantungan
amfetamin dalam uji klinis termasuk antidepresan trisiklik (misalnya, imipramine,
despiramine), inhibitor reuptake serotonin selektif (e.g.,fluoxetine, sertraline, paroxetine),
ondansetron (antagonis reseptor 5-HT3), dan calcium channel blocker seperti amlodipine.
22

Namun, pada penyalahgunaan zat ATS, terdapat terapi khusus untuk pasien yang
berada dalam keadaan tertentu, yaitu saat terjadi intoksikasi dan saat terjadi gejala putus zat.
Berikut pilihan terapinya :
A. Terapi kondisi Intoksikasi
6

1. Intoksikasi amfetamin atau zat yang menyerupai
a) Simptomatik tergantung kondisi klinis, untuk penggunaa oral : merangsang muntah
dengan activated charcoal atau kuras lambung adalah penting
b) Antipsikotik : haloperidol 2-5 mg per kali pemberian atau chlorpromazine mg/kgBB
oral setiap 4-6 jam
c) Antihipertensi bila perlu, tekana darah diatas 140/100 mmHg
d) Kontrol termperatur dengan selimut dingin atau chlorpromazine untuk mencegah
temperature tubuh meningkat
e) Aritmia cordis, lakukan cardiac monitoring : contoh untuk palpitasi diberikan
propanolol 20-80 mg/hari
f) Bila ada gejala ansietas berikan ansiolitik golongan benzodiazepine:diazepam 3x5 mg
atau chlordiazeprox de 3x25 mg
g) Asamkan urin dengan ammonium chloride 2,75 mEq/kg atau ascorbic acid 8 mg/hari
sampai pH urin < 5 akan mempercepat ekskresi zat

B. Terapi pada kondisi putus zat
6

1. Putus zat amfetamin dan zat yang menyerupai
a) Observasi 24 jam untuk menilai kondisi fisik dan psikiatrik
b) Rawat inap diperlukan apabila gejala psikotik berat, gejala depresi berat atau
kecenderungan bunuh diri, dan komplikasi fisik lain
c) Terapi : antipsikotik (haloperidol 3 x 1,5-5 mg, atau risperidon 2 x 1,5-3 mg),
antiansietas (alprazolam 2 x 10 mg), atau diazepam 3x5-10 mg, atau clobazam 2x10 mg)
atau antidepresi golongan SSRI atau trisiklik/tertrasiklik sesuai kondisi klinis
2.3.3 Psikoterapi
Cognitive Behavioral Therapy (Terapi Kognitif Perilaku)
Terapi Kognitif Perilaku adalah suatu bentuk psikoterapi yang ditekankan pada apa
yang pasien pikirkan dan lakukan. Terapi kognisi-perilaku (CBT) merupakan suatu proses
mengajar, melatih dan menguatkan perilaku positif. Terapi ini memebantu seorang individu
23

untuk mengidentifikasi pola kognitif atau pikiran dan emosi yang berhubungan dengan
perilaku. Terapi ini merupakan gabungan antara terapi kognitif dengan terapi perilaku. Terapi
ini menganggap kesulitan-kesulitan emosional berasal dari pikiran atau keyakinan yang salah
(kognisi) yang menyebabkan perilaku yang tidak produktif. Kondisi-kondisi psikiatrik
tampaknya membaik apabila cara berpikir pasien menjadi lebih akurat dan jika perilaku
individu lebih tepat. Oleh karena itu, terapis bekerjasama dengan pasien mengidentifikasi dan
mengoreksi salah persepsi dan perilaku yang salah. Terapi ini sangat berdasar pada realitas
dan menekankan hal yang terjadi di sini dan saat ini (apa yang dipikirkan pasien saat ini;
bagaimana perilaku pasien saat ini).

Prinsip - prinsip Terapi Perilaku- Kognitif
Prinsip dasar dari terapi perilaku kognitif adalah mengajarkan kepada pasien bahwa
kepercayaan dan pemikiran tidak rasional adalah penyebab dari gangguan emosional dan
tingkah laku (Hoffman, 1984). Sebelum proses terapi dimulai, terapis perlu terlebih dahulu
menjelaskan susunan terapi kepada subjek, yang meliputi penjelasan tentang sudut pandang
teori modifikasi perilaku dan teori terapi kognitif terhadap perilaku yang tidak adaptif, prinsip
yang melandasi prosedur modifikasi perilaku kognitif, dan tentang langkah-langkah di dalam
terapi. Penjelasan ini penting perannya untuk meningkatkan motivasi individu dan menjalin
kerjasama yang baik. Perlu pula dijelaskan bahwa fungsi terapis hanyalah sebagai fasilitator
timbulnya perilaku yang dikehendaki, dan individu yang berperan aktif dalam proses terapi
(Ivey, 1993). Oleh karena itu individu harus benar-benar terampil menggunakan prinsip-
prinsip terapi kognitif dan modifikasi perilaku dengan masalah yang dialaminya, dan peran
terapis penting dalam mengajak individu memahami perasaannya dan teknik terapi yang
efektif untuk terjadinya perubahan perilaku yang dikehendaki. Terkait dengan perlunya
pemahaman tentang prinsip-prinsip modifikasi perilaku-kognitif, Meichenbaum (dalam Ivey,
1993) mengemukakan 10 hal yang harus diperhatikan seorang terapis dalam penggunaan
modifikasi perilaku-kognitif, yaitu:
1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku klien ditentukan oleh pikiran, perasaan,
proses fisiologis, dan akibat yang dialaminya. Terapis dapat memasuki sistem
interaksi dengan memfokuskan pada pikiran, perasaan, proses fisiologis, dan
perilaku yang dihasilkan klien.
24

2. Proses kognitif sebenarnya tidak menyebabkan kesulitan emosional, namun yang
menyebabkan kesulitan emosional adalah karena proses kognitif itu sendiri
merupakan proses interaksi yang kompleks. Bagian penting dari proses kognisi
adalah meta-kognisi yaitu klien berusaha untuk memberi komentar secara internal
pada pola pemikiran dan perilakunya saat itu. Struktur kognisi yang dibuat individu
untuk mengorganisasi pengalaman adalah personal schema. Terapis perlu
memahami personal schema yang digunakan oleh klien untuk lebih mamahami
masalah yang dialami klien. Perubahan personal skema yang tidak efektif adalah
bagian yang penting dari terapi
3. Tugas penting dari seorang terapis adalah menolong klien untuk memahami cara
klien membentuk dan menafsirkan realitas.
4. Modifikasi perilaku-kognitif memahami persoalan dengan pendekatan psikoterapi
yang diambil dari sisi rasional atau objektif.
5. Modifikasi perilaku-kognitif ditekankan pada penjabaran serta penemuan proses
pemahaman pengalaman klien
6. Dimensi yang cukup penting adalah untuk mencegah kekambuhan kembali.
7. Modifikasi perilaku-kognitif melihat bahwa hubungan baik yang dibangun antara
klien dan terapis merupakan sesuatu yang penting dalam proses perubahan klien.
8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu klien perlu dibawa
ke dalam suasana terapi yang mengungkap pengalaman emosi.
9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan klien.
10. Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses pencegahan timbulnya
perilaku maladaptif.
Tujuan Pendekatan Terapi Perilaku Kognitif
Pendekatan terapi perilaku kognitif adalah pendekatan pemberian bantuan yang
bertujuan mengubah suasana hati dan perilaku individu dengan mempengaruhi pola
berfikirnya (Beck, 1985; Burns, 1986). Pada dasarnya pendekatan terapi perilaku kognitif
bertujuan untuk mengenali kejadian yang memberi tekanan, mengenali dan memantau
gangguan-gangguan kognitif yang muncul dalam menanggapi kejadian atau peristiwa, dan
mengubah cara berfikir dalam menginterpretasikan dan menilai kejadian dengan cara-cara
yang lebih sehat.

25

Bab III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Kokain dan Amphetamine Type Stimulants (ATS) merupakan zat stimulant yang
memiliki efek yang merangsang sistim saraf pusat sehingga mempercepat proses-proses
dalam tubuh, seperti meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan
darah.Penyalahgunaan zat-zat ini dapat mengakibatkan berkurangnya efektivitas pengguna
dalam hal kognitif, emosi, dan social yang membuat kerugian yang besar.Modalitas terapi
yang sementara ada, baik dari segi efektivitas maupun keamanan, belum dapat memenuhi
harapan dari penulis untuk dapat menjadi terapi bagi penyalahgunaan kedua zat ini.Namun,
ada beberapa modalitas yang cukuo menjanjikan dalam beberapa penelitian yang telah
dilakukan.Disulfiram, adalah modalitas terapi yang paling menjanjikan untuk terapi
penyalahgunaan kedua zat ini yang disertai dengan penyalahgunaan alcohol.Antidepresan
trisiklik, seperti despiramine dan imipramine, dapat digunakan bagi pasien penyalahgunaan
kedua zat ini yang disertai dngan adanya gejala depresi. Antikonvulsan, seperti topiramat,
tiagabine, dan fenitoin, telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada beragam penelitian.
Terapi maintenans zat stimulan juga mempunyai prospek yang cerah untuk pasien dengan
penyalahgunaan kedua zat ini dalam dosis yang rendah dan onset yang panjang.
Modalitas terapi lain, yang berupa psikoterapi, juga telah dikembangkan dan
didayagunakan untuk terapi pasien dengan ketergantungan kedua zat ini. Penulis
beranggapan, untuk saat ini, bahwa kombinasi dari kedua modalitas ini merupakan solusi
yang terbaik untuk penatalaksanaan penyalahgunaan kedua zat ini.Kedepannya, dari berbagai
penelitian yang dilakukan, kami berharap semakin banyak modalitas terapi yang tersedia dan
efektivitas serta keamanan modalitas terapi juga meningkat.





26

Daftar Pustaka
1. Kurniadi H. Wreksoatmodjo B. Napza dan Tubuh Kita. Jakarta : Yayasan Jendela;
2004.
2. UNODC
3. Husin AB, Siste K. Gangguan penggunaan zat. Dalam: Buku ajar psikiatri. Jakarta:
FKUI; 2014.h. 143-71.
4. Sadock BJ, Sadock VA, Eds. Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi X.
Philadelphia, Baltimore, New York: Lippincott Williams &Wilkins, 2007.
5. Addiction. American Psychiatric Association. 2014.
6. Keputusan Menteri 420
7. Preda A. Stimulants. 2013. Diunduh dari: www.medscape.com/article. (15 Juni
2014).
8. Pamusu D, Amir N, Effendi J, Khamelia, Kembaren L, Aritonang I, et al. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri. 2012. h. 18-28
.

Anda mungkin juga menyukai