Anda di halaman 1dari 27

1

Eklampsia
Fakultas Kedokteran Universitas Ukrida
Jalan Arjuna Utara, No.6, Jakarta Barat, Indonesia
Sucitra.setiawan@yahoo.com
Makalah PBL 25 Sistem Reproduksi
E9:
Sucitra Setiawan : 102008042
Mariza Gautami Siwabessy: 102011098
Pulela Dewi Loisoklay : 102011150
Nofanny Felicia : 102011210
Kevin Rianto Putra : 102011294
Debora Semeia Takaliuang : 102011304
Jorgie Nefrorinaldy : 102011390
Faerella Kartika Huzna : 102011408
Hazirah binti Hashim : 102011439

SKENARIO
Ny. SP 18 tahun, primigravida dibawa secara tergesa-gesa oleh suaminya ke UGD karena kejang.
Haid terakhir tg 25 September 2013. Selama hamil tidak pernah memeriksakan diri ke bidan
maupun dokter. Pada pemeriksaan : Pasien tidak sadar, tekanan darah 180/120 mmHg. Nadi
72x/menit dan bengkak di kedua kaki, tangan , perut dan muka. Fundus uteri setinggi 3 jari
dibawah proc. Xyphoideus, anak letak kepala, puki. Denyut jantung anak 132x/menit teratur.
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam Kehamilan adalah penyebab kematian utama ketiga pada ibu hamil setelah
perdarahan dan infeksi. Bagaimana suatu peristiwa kehamilan dapat memicu atau
memperberat hipertensi merupakan pertanyaan yang masih belum memperoleh jawaban yang
memuaskan.Angka kejadian Hipertensi dalam Kehamilan kira-kira 3.7 % seluruh kehamilan. HG-
2

Hipertensi Gestasional adalah terminologi untuk menggambarkan adanya hipertensi berkaitan
dengan kehamilan yang sifatnya new-onset
Hipertensi karena kehamilan
1. Hipertensi
Keadaan dengan tekanan darah diastoloik minimal 90mmHg atau tekanan sistolik
minimal 140 mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15mmHg atau kenaikan
tekanan sistolik minimal 30mmHg. Tekanan darah harus diukur paling sedikit 2 kali
dengan selang waktu 6 jam.
2. Preeklampsia
Keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau keduanya, yang
terjadi akibat kehamilan setelah minggu ke 20, atau kadang-kadang timbul lebih awal
bila terdapat perubahan hidatifirmis yang luas pada vili korialis.
3. Eklampsia
Didiagnosis bila wanita denagn kriteria klinis preeklampsi, timbul kejang-kejang yang
bukan disebabkan oleh penyakit neurologis lain seperti epilepsi.
Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan
Superimposed preeclampsia/eclampsia
Keadaan preeklampsia atau eklampsia yang terjadi pada wanita yang menderita
hipertensi vaskuler kronis atau penyakit ginjal.
Hipertensi bersamaan dengan kehamilan
Penyakit hipertensi kronik
Penyakit hipertensi yang menetap dengan penyebab apa pun, dan sudah diderita sebelum
kehamilan atau timbul setelah minggu ke 2- tanpa adanya mola hidatinosa atau perubahan
molar yang luas, atau hipertensi yang selama 6 minggu postpartum

3

ANAMNESIS
1
Karena pasien datang dengan keadaan kejang, maka anamnesis dilakukan melalui
alloanamnesis, yaitu menanyakan kepada orang-orang terdekat pasien dan mengetahui tentang
keadaan pasien contohnya seperti suami. Antara hal yang dapat ditanyakan adalah seperti:
1. Identitas pasien.
2. Menanyakan tentang riwayat kejang pasien. Kapan mulainya, berapa lama, apakah
pernah mengalami sebelum ini.
3. Menanyakan hari pertama haid terakhir pasien.
4. Pasien sudah berapa kali hamil, apakah ada komplikasi pada kehamilan sebelumnya.
5. Menanyakan apakah pasien pernah menerima antenatal care. Antenatal care penting
untuk mendeteksi hipertensi pada kehamilan.
6. Menanyakan apakah ada riwayat penyakit lainnya, seperti hipertensi, epilepsy,
hipoglikemi dsb.
7. Menanyakan apakah pasien pernah timbul keluhan lainnya.
8. Menanyakan apakah ada riwayat trauma, pengambilan obat-obatan dsb.
PEMERIKSSAN FISIK
1,2
1. Pemeriksaan Umum.
a. Menilai keadaan umum dan sikap pasien pada saat pasien dibawa ke rumah
sakit.
b. Kesadaran pasien dengan mengikut Glasgow Coma Scale.
Pada umumnya kejang pada eklamsia terbagi dalam 2 fase, yaitu:
Fase 1 : berlangsung dalam 15-20 saat dan bermula dengan facial twitching.
Tubuh menjadi kaku dan menyebabkan kontraksi muscular di seluruh tubuh
pasien.
Fase 2 : berlangsung dalam 60 saat. Bermula dari rahang, menjalar ke otot
muka dan kelopak mata, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Otot mula
berkontraksi dan berelaksasi secara berganti-ganti dengan cepat.
4

Kemudian fase 2 diikuti oleh periode koma atau tidak sadar untuk beberapa
lama. Setelah itu pasien sadar kembali dan terjadi agitasi. Periode hiperventilasi
terjadi setelah itu untuk mengkompensasi respiratorik dan lactic asidosis yang
terjadi saat fase apnoe.

c. Tanda-tanda vital
i. Tekanan darah (>160/110 mmHg)
ii. Suhu
iii. Denyut nadi (Takikardi)
iv. Frekuensi napas (Takipnea)




5


2. Pemeriksaan obstetrik.
a. Inspeksi
b. Palpasi
i. Pemeriksaan Leopold:
Teknik :
1. Ibu dipersilahkan berbaring telentang dengan sendi lutut semi fleksi untuk
mengurangi kontraksi otot dinding abdomen.
2. Leopold I s/d III, pemeriksa melakukan pemeriksaan dengan berdiri disamping kanan
ibu dengan menghadap kearah muka ibu ; pada pemeriksaan Leopold IV, pemeriksa
berbalik arah sehingga menghadap kearah kaki ibu.
Leopold I :
o Kedua telapak tangan pemeriksa diletakkan pada puncak fundus uteri.
o Tentukan tinggi fundus uteri untuk menentukan usia kehamilan.
o Rasakan bagian janin yang berada pada bagian fundus (bokong atau kepala
atau kosong).
Leopold II :
o Kedua telapak tangan pemeriksa bergeser turun kebawah sampai disamping
kiri dan kanan umbilikus.
o Tentukan bagian punggung janin untuk menentukan lokasi auskultasi denyut
jantung janin nantinya.
o Tentukan bagian-bagian kecil janin.



6

Leopold III :
o Pemeriksaan ini dilakukan dengan hati-hati oleh karena dapat menyebabkan
perasaan tak nyaman bagi pasien.
o Bagian terendah janin dicekap diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan.
Ditentukan apa yang menjadi bagian terendah janin dan ditentukan apakah sudah
mengalami engagemen atau belum
Leopold IV :
o Pemeriksa merubah posisinya sehingga menghadap ke arah kaki pasien.
o Kedua telapak tangan ditempatkan disisi kiri dan kanan bagian terendah
janin.
o Digunakan untuk menentukan sampai berapa jauh derajat desensus janin.

Menentukan tinggi fundus uteri untuk memperkirakan usia kehamilan berdasarkan
parameter tertentu ( umbilikus, prosesus xyphoideus dan tepi atas simfisis pubis)


c. Auskultasi
i. Dilakukan dengan stetoskop kebidanan atau fetal heart detector
(Doppler) untuk mendengarkan dan menentukan frekuensi bunyi jantung
anak.
d. Pemeriksaan edema
i. Menentukan apakah terdapat pitting edema pada kaki, tangan dan muka.
Pada eklamsia, edema terjadi di seluruh tubuh.



7

PEMERIKSAAN PENUNJANG
2
Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis preeklamsia/eklamsia terutama ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium,
contohnya seperti:
i. Pemeriksaan urinalisis.
a. Proteinuria (>300mg/24jam atau Dipstick >1+) adalah antara manifestasi klinis
yang sering pada pasien eklamsia. Pada pemeriksaan konvensional biasanya
dilakukan urin yang dikumpul secara berkala dalam 24 jam, tetapi dapat juga
dilakukan dalam 12 jam.
b. Oliguria/anuria.
c. Kadangkala terdapat juga peningkatan asam urat ringan.

ii. Pemeriksaan darah lengkap
a. Terdapat anemia, karena hemolisa mikroangiopatik atau hemodilusi yang
fisiologis pada kehamilan.
b. Trombositopeni (<100000) karena berlakunya hemolisa dan kekurangan sel
platelet terkait sindroma HELLP.
c. Tingkat haptoglobin serum rendah.
d. Peningkatan lactate dehydrogenase (LDH) serum (>600 IU/L)
e. Peningkatan kreatinin serum karena penurunan volume darah intravascular atau
penurunan glomerular filtration rate (GFR). Creatinine clearance (CrCl) mungkin
kurang dari 90 mL/min/1.73 m
2
.

iii. Tes fungsi hepar
a. Peningkatan SGOT >72 IU/L
b. Peningkatan bilirubin (>1,2mg/dL)
8

Peningkatan nilai-nilai ini terjadi terutama disebabkan oleh kerusakan hepatocellular
atau sindroma HELLP.
Pemeriksaan radiologi
A. CT Scan
CT Scan kepala dengan atau tanpa kontras, dapat menyingkirkan kemungkinan
thrombosis vena serebral, perdarahan intracranial, dan lesi pada CNS, yang dapat
terjadi pada kehamilan dan menimbulkan gejala kejang.Pertimbangkan CT Scan pada
pasien yang pernah mengalami trauma, tidak berespon terhadap terapi Magnesium
Sulfat, atau menunjukkan gejala atipikal seperti kejang setelah 24 jam post partum
B. Transabdominal Ultrasonography
Transabdominal ultrasonography dilakukan untuk menentukan usia kehamilan.
Dapat juga digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan rupture plasenta.

DIAGNOSIS KERJA
3
Nyonya SP berumur 18 tahun, primigravida datang ke rumah sakit dengan keluhan kejang dan tidak
sadar. Tekanan darahnya sangat tinggi yaitu 180/120mmHg, edem. Pasien juga tidak pernah
memeriksakan diri ke bidan maupun dokter selama kehamilan. Working diagnosis untuk Nyonya SP
adalah eklampsia.
Eklampsia adalah komplikasi yang fatal dan mengancam nyawa kehamilan. Eklampsia adalah lanjutan
dari wanita hamil yang sebelumnya didiagnosis dengan preeklamsia yang disertai dengan kejang dan
koma. Dalam beberapa kasus kejang atau koma mungkin merupakan tanda pertama yang dikenali pada
seorang wanita hamil preeclampsia. Tanda peringatan yang penting untuk preeclampsia pada wanita
hamil adalah sakit kepala parah, kabur penglihatan atau penglihatan ganda. Toksemia adalah gambaran
umum yang digunakan untuk menggambarkan preeclampsia dan eklampsia
Meskipun terdapat perubahan dalam cara eklampsia dilihat, masih umum untuk berbicara
tentang kondisi eklampsia dalam hal preeclampsia. Itulah sebabnya mengapa definisi resmi
9

eklampsia masih berbicara tentang kejang atau koma (dalam pengaturan diagnosis
preeclampsia).
Antara karakteristik gejala yang datang bersamaan dengan kejang adalah :

Proteinuria
Peningkatan tekanan darah (>140 mm Hg atau sistolik >90mmHg diastolic)
Sakit perut
Penurunan output urin
Tanda-tanda gawat janin indikasi bahawa bayi mengalami masalah
Trombositopenia

Gejala tambahan ini digunakan sebagai dasar untuk mendiagnois eklampsia tetapi tidak selalu
diperlukan untuk membuat diagnosis. Simptom definitive untuk mendiagnosis eklampsia adalah
tekanan darah yang sangat tinggi,kejang dan koma. Setiap wanita hamil dengan teknan darah
tinggi yang mengalami kejang yang tidak dapat dikaitkan dengan beberapa penyebab lain dapat
didiagnosis dengan eklampsia.
DIAGNOSIS BANDING
4-5

1. Pre-eklampsia ringan
Pre eklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Tekanan darah ibu
adalah >140mmHg sistolik atau >90mmHg diastolic. 0.3gram protein dikumpulkan
dalam sampel urin 24jam atau berkelanjutan pengukuran 1+ protein pada urin dipstick.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas
namun tidak ada tanda-tanda lain dari masalah ibu atau bayi. Penyebab pre eklampsia
ringan belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap sebagai maladaptation
syndrome akibat vasospasme general dengan segala akibatnya.
2. Pre-eklampsia berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya
hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada
10

kehamilan 20 minggu atau lebih. Preeklampsia berat adalah masalah yang lebih
serius.Diagnosis pre eklampsia berat memerlukan fitur dasar pre eklampsia ingan serta
beberapa indikasi masalah tambahan baik dengan ibu atau bayi. Dengan demikian salah
satu temuan berikut ini diperlukan untuk diagnosis preeclampsia berat :
ETIOLOGI
7
Etiologi pasti preeklampsia/eklampsia masih belum diketahui. Beberapa teori antara lain
memperkirakan faktor-faktor:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada penderita preeklampsia-eklampsia (PE-E), didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan
normal ianya akan meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian
akan diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III
sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan
(TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

Signs of central nervous system problems (severe headache, blurry vision, altered mental
status)
Signs of liver problems (nausea and/or vomiting with abdominal pain)
At least twice the normal measurements of certain liver enzymes on blood test
Very high blood pressure ( greater than 160 systolic or 110 diastolic)
Thrombocytopenia (low platelet count)
Greater than 5g of protein in a 24-hour sample
Very low urine output (less than 500mL in 24 hours)
Signs of respiratory problems (pulmonary edema, bluish tint to the skin)
Severe fetal growth restriction
Stroke
11

2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada penderita PE - E:
a. Beberapa wanita dengan preeklampsia-eklampsia mempunyai kompleks imun
dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada
preeklampsia-eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa
sistem imun humeral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE - E, tetapi tidak ada bukti
bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE - E.
3. Peran Faktor Genetik/familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE - E antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi PE - E pada anak-anak dari
ibu yang menderita PE - E.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE - E pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat PE - E dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

12

PATOFISIOLOGI
6
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori dikemukakan oleh
para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Oleh karena itu disebut " Penyakit Teori.
Eklampsia adalah lanjutan dari pasien yang mengalami pre-eklampsia selama kehamilan dan pre
eklampsinya tidak ditangani dengan tepat dan segera disertai dengan kejang. Eklampsia secara teorinya
adalah pre eklampsia berat yang disertai kejang.
Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal
ditemukan spasme hebat arteriol glomerolus. Jadi jika semua arteriole dalam tubuh mengalami spasme
, maka tekanan darah akan naik. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui penyebabnya mungkin
karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriol sehingga terjadi
perubahan pada glomerulus.
Beberapa teori yang mencoba menjelaskan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan yakni
:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan
jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen
arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodiolatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami konstriksi dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah
ke uteroplasenta menurun dan terjadi iskemik dan hipoksia plasenta.
2. Teori radikal bebas
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau atom/ molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang di hasilkan plasenta
iskemia adalah radikal hidroksik yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membran sel, nucleus, dan
protein sel endotel.

13

3. Teori disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel hal ini yang disebut disfungsi endotel. Disfungsi sel endotel akan mengakibatkan :
Gangguan metabolisme prostaglandin.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan .
Perubahan yang khas pada sel endotel kapiler glomerulus
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan bahan-bahan vasopresor
Peningkatan faktor koagulasi.

4.Teori intoleransi immunoligik ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing.
Hal ini disebabkan adanya human leucocyte antigen protein G(HLA-G) yang berperan penting dalam
modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer ibu. Pada plasenta yang
mengalami hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di
desidua daerah plasenta dapat menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas
sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan terjadinya
dilatasi arteri spiralis.
5. Teori adaptasi kardiovaskuler
Pada hamil normal terdapat pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor
akibat di lindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Pada
hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan ternyata
terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Banyak peneliti membuktikan
bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
telah terjadi pada trimester I (pertama).


14

6. Teori genetic
Ada faktor genetik dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika di bandingkan dengan genotip janin. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsi 26% anak perempuan akan mengalami
preeklampsia pula.
7. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan akan
mengurangi resiko preeklamsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh
yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivitas trombosit dan mencegah
vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti juga menanggap bahwa defisiensi kalsium pada
diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklamsia dan eklampsia. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami
preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.
8. Teori stimulasi inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris
trofoblas sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas sebagai akibat reaksi stress
oksidatif. Bahan ini sebagai bahan asing yang merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal jumlah debris trofoblas masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis
pada preeklamsia di mana preeklamsia terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga produksi debris
apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel
endotel dan sel-sel makrofag atau granulosit lebih besar sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi
yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu. Redman menyatakan bahwa disfungsi endotel
pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan mengakibatkan aktivitas
leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu.
Perubahan beberapa sistem dan organ yang ditemukan pada penderita preeklamsia:
15

i. Otak : Resistensi pembuluh darah meningkat menyebabkan edema yang
menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi
perdarahan

ii. Plasenta dan rahim : Karena aliran darah ke plasenta menurun maka terjadi gangguan
pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan
eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaannya terhadap rangsang
sehingga dapat terjadi partus prematur.
iii. Ginjal : Aliran darah ke ginjal yang menurun menyebabkan filtrasi glomerolus berkurang dan
menyebabkan filtrasi natrium menurun sehingga terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi
glomerolus dapat menurun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat
terjadi oligouria dan anuria.

iv. Paru-paru : Kematian pada preekiampsia sebagian besar disebabkan karena edema paru yang
menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena aspirasi pneumonia atau abses paru.

v. Jantung : Pada sebagian besar penderita yang mati oleh karena eklampsia, jantungnya
biasa mengalami perubahan degeneratif pada miokard. Sering ditemukan degenerasi
lemak serta nekrosis dan perdarahan.

vi. Hati : Kelainan pada hati yang dapat dijumpai seperti perdarahan dan nekrosis pada tepi
lobulus, trombus pada pembuluh darah kecil terutama sekitar vena portal.

vii. Mata : Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Ablasio retina dapat
terjadi akibat edema intraokuler tapi jarang terjadi. Adanya perubahan peredaran
darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina juga dapat
menyebankan diplopia, skotoma, dan ambliopia.

viii. Volume plasma : Pada hamil normal plasma meningkat dengan bermakna untuk memenuhi
kebutuhan janin. Sebaliknya pada preeklamsi tanpa sebab yang jelas terjadi penurunan volume
plasma 30%-40% dibanding hamil normal disebut hipovolemi. Hipovelemi diimbangi
dengan vasokontriksi sehingga terjadi hipertensi.
16


ix. Koagulasi dan fibrinolisis : Gangguan koagulasi pada preeklamsi misalnya trombositopeni
jarang yang berat tapi sering dijumpai. Pada preeklamsia terjadi peningkatan FDP, penurunan
anti trombin III, dan peningkatan fibronektin.

x. Viskositas darah : Viskositas darah di tentukan oleh volume plasma, molekul makro :
fibrinogen dan hematokrit. Pada preeklamsia viskositas darah meningkat, mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.

xi. Edema : Dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema terjadi karena hipoalbuminemia
atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema yang patologik adalah edema yang
nondependen pada muka dan tangan atau edema generalisata dan biasanya disertai kenaikan
berat badan yang cepat.

xii. Neurologik : Perubahan neurologik dapat berupa :
Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak sehingga menimbulkan vasogenik edema.
Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus
Hiperfleksi sering disertai pada preeklamsia berat
Dapat timbul kejang eklamptik
Perdarahan intracranial meskipun jarang.

EPIDEMIOLOGI
6
Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial ekonomi
rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya meningkat
pada wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu,
dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid. Insiden eklampsia secara
17

keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran hidup di negara maju. Di negara
berkembang, insiden bervariasi luas antara 6-100/ 10.000 kelahiran hidup
*Faktor risiko
Pre-eklampsia dan risiko eklampsia lebih umum dalam:
nulliparitas
primigravidae (terutama remaja dan perempuan muda lebih dari 35 tahun)
riwayat keluarga menderita preeklampsia atau pasien sendiri pernah ada riwayat
preeklampsia, eklampsia.
wanita dengan diabetes, mola hydatidosa, polyhydramnion, hidrops fetalis .
sosial ekonomi rendah
wanita yang gemuk
perempuan dengan hipertensi esensial atau ginjal
diabetis gestasional
Faktor-faktor risiko berikut membuat bahaya kematian akibat eklampsia lebih besar

PERJALANAN KLINIS
Tergantung apakah gejala kejang pertama kali timbul sebelum persalinan, selama persalina,
atau pada masa nifas. Eklampsia paling seing timbul pda trimester terakhir kehamilan dan
semakin sering terjadi ketika kehamilan mendekati usia aterm. Hampir semua kasus eklampsia
postpartum timbul dalam waktu 24jam setelah melahirkan. Tentu saja wanita yang baru
mengalami kejang pertama kali setelah lebih dari 48 jam postpartum, perlu dipikirkan
kemungkinan diagnosis yang lain.
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah dengan dimulainya
gerakan kejang berupa twiching dari otot-otot muka khusnya sekitar mulut, yang beberapa
detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh
menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol,
kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot
tubuh pada saat ini mengalami keadaan kontraksi tonik. Keaadaan ini berlangsung 15-30 menit.
18

Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya
rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat diserta pula dengan terbuka dan
tertutupnya kelopak mata. Kemuadia disusul dengan kontraksiintermiten pada otot-otot muka
dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksis otot-otot tubuh ini sehingga seringkali
penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula tergigit lidah akibat kontraksi otot rahang
yang terbuka dan tertutup dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang kadang
disertai bercak bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada
konjungtiva mata dijumpai bintik bintik perdarahan.
Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir, sehingga pernapasan tertahan, kejang klonik
berlangsung kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah, dan akhirnya
penderita diam tidak bergerak.
Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit, kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah
dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbul kejang, tekanan
darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat, yang mungkin oleh
karena gangguan serebral. Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atau
anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah
Koma yang sering terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera
diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan eposide kejang berikutnya. Setelah
berakhir kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat
terjadinya hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbuklan
sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma, umunya mengalami disorientasi dan sedikit
gelisah. Untuk menilai derajat hilangnya kesadaran, dapat dipakai beberapa cara. Di Rumah
Sakit Dr. Soetomo telah diperkenalkan suatu cara untuk menilai derajat kedalaman koma
tersebut yaitu Glascow Coma Scale. Di Inggeris untuk mengevaluasi koma pada eklampsia
ditambah penilaian kejang yang disebut Glacow-Pittsburg Coma Scoring System


19

MANIFESTASI KLINIS
8

penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa
kali.
oedem (pembengkakan kaki, tangan, muka)

pre-eklampsia ringan (mild)
tekanan darah 140/90
proteinuria 300mg dalam urine 24 jam / pemeriksaan kualitatif hasilnya + atau ++

Pre-eklampsia berat :
# tekanan sistole 160 mmHg atau diastole > 110 mmHg
# proteinuria > 500mg /24 jam atau > 3+ pada tes celup
# oliguria (<500 ml dalam 24 jam)
# gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran , sakit kepala hebat , gangguan
penglihatan, skotoma.
# nyeri epigastrium dan ikterus (akibat teregangnya kapsula Glisson.)
# Hemolysis elevated liver enzymes low platelets (HELLP
# oedema paru atau sianosis
# trombositopenia
# penyebab utama kematian maternal adalah cerebral hemorrhage, gagal ginjal, DIC
(disseminated intravascular coagulopathy) , edema paru akut, kegagalan hati.
# pertumbuhan janin terhambat

Eklampsia bila gejala-gejala preeklampsia + kejang atau koma.

PENATALAKSANAAN
4

Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi vital, yang
harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan mencegah kejang,
20

mengatasi hipoksemia dan sidemia mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang,
mengendalikan tekanan darah, khususnya pada wkatu krisis hipertensi, melahirkan janin pada
tepat waktu dan dengan cara yang tepat. Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif
eklampdia, merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan
medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan
mengatasi penyulit, khusunya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin
sehingga dapat melahirkan janin pada saat dengan cara yang tepat.
Pengobatan Medika mentosa
1. Obat antikejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat. Bila dengan jenis
obat ini kejang masih sukar di atasi, dapat dipakai obat jenis lain , misalnya tiopental.
Diazepan dapat dipakai sebagai obat alternatif pilihan, namun mengingat dosis yang
diperlukan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang
berpengalaman. Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memnitor
plasma elektrolit. Obat kardiotonika ataupun obat-obat anti hipertensi hendaknya selalu
disiapkan dan diberikan benar-benar atas indikasi.

2. Magnesium sulfat (MgSO
4
)
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian magnesium sulfat
pada preeklampsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan
fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk memperbaiki asidosis,
mempertahankan ventilasi paru-paru, pengatur tekanan darah, mencegah
dekompensasi kordis.
Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting misalnya
meliputi cara-cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, memcegah aspirasi,
mengatur infus penderita, dan memonitoring produksi urin.


21

3. Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan ialah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
Dirawat di kamar isolasi cukup terng, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis
segera dapat di ketahui. Penderita dibaringkan ditempat tidur yang lebar, dengan rail
tempat tidur harus dipasang dan dikunci kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke
dalam mulut penderita dan jangan mencoba melepaskan sudap lidah yang tergigit
karena dapat mematahkan gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap.
Hendaknya di jaga agar kepala dan ekstrimitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat
menghentak-hentak benda keras di sekitanya.fiksasi badan pada tempat tidur harus
cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera
beri oksigen.
4. Perawatan koma
Perlu diingatkan bahwa penderita koma tidak dapat bereaksi atau mempertahankan diri
terhadap suhu yang ekstrem, posisi tubuh yang menimbulkan nyeri dan aspirasi, karena
hilangnya refleks muntah. Bahaya terbesar yang mengancam penderita ialah
terbuntunya jalan napas atas. Setiap penderita eklampsia yang jatuh dalam koma harus
dianggap bahwa jalan napas atas terbuntu, kecualu dibuktikan lain. Oleh karena itu,
tindakan pertama-tama pada penderita yang jatuh koma, ialah menjaga dan
mengusahakan agar jalan napas atas tetap terbuka. Untuk menghindari terbuntunya
jalan napas atas ileh pangkal lidah dan epiglotis dilakukan tindakan sebagai berikut.
Cara yang sederhana dan cukup efektif dalam menjaga terbukanya jalan napas adalah
menuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan dan dagu ditarik ke
atas,
jaw-trust, yaitu mandibula kiri kanan diekstensi ke atas sambil mengangkat
kepala ke belakang. Tindakan ini kemudia dilanjutkan dengan pemasangan
oropharyngeal airway.
Hal kedua yang perlu diperhatikan ialah bahwa penderita koma akan kehilangan refleks
muntah sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi bahan lambung sangat besar.
22

Lambung ibu hamil harus selalu dianggapo sebagai lambung oenuh. Oleh karena itu,
semua benda yang ada di dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir
ataupun sisa makanan, harus segera diisap secara intermiten. Penderita ditidurkan
dalam posisi stabil untuk drainase lendir.
Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glascow Coma Scale. Pada
perawatan koma perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama, bila nutrisi tidak mungkin, dapat diberikan melalui Nasi Gastric
Tube (NGT)
5. Perawatan edema paru
Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita dirawat di ICU karena membutuhkan
perawatan animasi dengan respirator.
Pengobatan obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia haris diakhiri tanpa
memanda umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan di akhiri bila sudah mencapai
stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan pasca persalinan,
bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana
lazimnya.

KOMPLIKASI
6
Komplikasi ibu
Sistem saraf pusat : perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral, hipertensi
ensefalopati, edema serebri, makular / retina detachment dan kebutaan.
Gastrointestinal - hepatik : subkapsular hematoma hepar, ruptur kapsul hepar.
Ginjal : gagal ginjal akut (GGA), insuffisiensi ginjal.
Hematologik : DIC , trombositopenia dan hematoma luka operasi.
23

Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik/nonkardiogenik, kardiak arrest dan iskemia
miokardium.
Kematian maternal.
Komplikasi janin
Intrauterine Growth Retardation (IUGR)
Solusio plasenta
Oligohidramnion
Prematuritas
Sindroma distress pernapasan
Intrauterine Death (IUD)
Kematian neonatal perdarahan intraventrikular.

PROGNOSIS
4
Bila penderita tidak terlambat pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan
tampak jelas setelah kehamilannya di akhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan
patofisologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala
pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.
Eklampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali janin dari ibu yang sudah
mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eklampsia juga tergolong buruk.
Seringkali janin mati intrauterin atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi
sudah sangat inferior.



24

PREVENTIF
9
Melakukan pemeriksaan antenatal yang teratur (dimonitor tekanan darah dan kenaikan
berat badan tiap bulan/minggu sesuai dengan usia kehamilan).

Sentiasa istirahat dan mengurangi pekerjaan sehari-hari, lebih banyak duduk dan
berbaring.

Umur kehamilan di atas 20 minggu , tirah baring posisi miring kiri karena dapat
menghilangkan tekanan rahim pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran
darah balik dan akan menambah curah jantung.

Menjaga berat badan supaya tidak bertambah secara berlebihan

ANTENATAL CARE (ANC)
Antenatal care adalah pengawasan sebelum persalinam terutama ditentukan pada
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim
Tujuan ANC:

a) TujuanUmum
Menyiapkan seoptimal mungkin kondisi fisik, mental ibu dan janin selama kehamilan,
persalinan dan nifas sehingga didapatkan ibu dan anak sehat.

b)Tujuan Khusus

1.Mengenali dan menangani penyulit- penyulit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan,
persalinan dan nifas.

2.Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita sedini mungkin.
25


3.Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.

4.Memberikan nasehat tentang cara hidup sehari-hari dan KB, kehamilan, persalinan, nifas
dan laktasi.

Manfaat ANC
a) Dapat mengikuti dan mengetahui tindakan kesehatan ibu dan janin sehingga sekiranya
terdapat kelainan dapat segera diperbaiki.
b) Memperoleh pelayanan 5T (Timbang, Tensi,Tinggi fundus uteri, Tetanus Toxoid, Tablet
Fe) dan pelayanan lainnya.
c) Supaya memperoleh nasehat tentang kesehatan dan keluarga berencana yang meliputi
berbagai hal seperti:
1.Perawatan diri selama hamil
2.Kebutuhan makanan
3.Penjelasan tentang kehamilan
4.Persiapan persalinan
5.Tanda dan bahaya pada kehamilan dan persalinan
6.Penyuluhan KB

Jadwal Pemeriksaan ANC
a) Jadwal melakukan pemeriksaan ANC sebanyak 12-13 kali selama kehamilan. Di
Negaraberkembang pemeriksaan ANC dilakukan sebanyak 4 kali sudah cukup sebagai kasus
tercatat.
1.Pemeriksaan pertama dilaksanakan segera setelah diketahui terlambat haidnya satu bulan.
2.Pemeriksaan ulang setiap minggu sesudah umur kehamilan delapan bulan sampai terjadinya
persalinan.

26

b) Jadwal pemeriksaan ANC sebanyak 12-13 kali selama kehamilan. Dinegara berkembang
pemeriksaan ANC dilakukan sebanyak 4 kali sudah cukup sebagai kasus tercatat.

c) Kunjungan ANC sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan yaitu trisemester pertama 1 kali,
trisemester kedua 1 kali dan trisemeter ketiga 2 kali.
d) Perlu segera pemeriksaan kehamilan bila dilaksanakan ada gangguan atau bila janin
tidak bergerak lebih dari 12 jam.

Pelayanan/asuhan Standar Minimal Termasuk 7 T
a) (Timbang) berat badan
b) Ukur (Tekanan) darah
c) Ukur (Tinggi) fundus uteri
d) Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)
e) Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
f) Tes terhadap penyakit menular sexual
g) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan

KESIMPULAN
Preeklampsia - eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan sebab
utama kematian ibu dan sebab kematian perinatal yang tinggi di Indonesia sehingga diagnosis
dini preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus
diperhatikan dengan seksama. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari
tanda preeklampsia yaitu hipertensi, edema dan proteinuri sangat penting dalam usaha
pencegahan, di samping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain



27

DAFTAR PUSTAKA
1. Eclampsia. Michael GR et al. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview#a1
2. Cunningham F.G, McDonald, Gant : Hypertensive Disorders in Pregnancy, In Williams
Obstetrics 21
st
ed, Prentice Hall International, Inc, USA, 2005;568-70
3. Rambulangi J. Penanganan pendahuluan pra rujukan penderita preeklampsia berat dan
eklampsia. Jakarta:Cermin Dunia Kedokteran No. 139 ; 2003. p. 16-8
4. Wiknjosastro H. Preeklampsia dan eklampsia. Dalam : Ilmu kebidanan. Edisi keempat.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2008. p.530-553.
5. Wiknjosastro H. Preeklampsia dan eklampsia. Dalam : Ilmu kebidanan. Edisi ketiga.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2006. p.281-300.
6. Gabbe G Steven, Niebly R Jennifer, Simpson Leigh Joe. Hypertension. In :Obstetrics
Normal and Problem Pregnencies. Fifth edition. United State : Cruchhill livingstone; 2007.
p. 863-890
7. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri. Kapita Selekta Kedokteran. 3
rd
ed, 2009;
270-273
8. E.Stewart Taylor. Obstetrics & Fetal Medicine. Becks Obstetrical Practice.10
th
ed,2000;
222-231
9. Eklampsia. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/47584405/Eklampsia

Anda mungkin juga menyukai