Anda di halaman 1dari 15

BAB I

ANEURISMA AORTAE

I.PENDAHULUAN
Kata aneurisma berasal dari bahasa Yunani aneurysma berarti pelebaran.
Aneurisma adalah keadaan dimana pembuluh darah menjadi membesar secara abnormal atau
mengembang (over-inflated) seperti balon yang menonjol keluar. Pelebaran yang terjadi
adalah lokal dan lebih dari 50% diameter pembuluh darah. Aneurisma sering terjadi pada
arteri di basis otak (circus willis) dan di aorta. Beberapa lokasi yang dapat terjadi aneurisma
antara lain : aorta (abdominal aneurysm dan thoracic aneurysm), otak (cerebral aneurysm),
tungkai bawah (popliteal artery aneurysm), usus (mesenteric aneurysm), dan splenic artery
aneurysm. Aneurisma adalah keadaan yang berbahaya karena dapat rupture dan
menyebabkan kematian kapan saja.
(6,7)
Aneurisma aorta adalah aneurisma yang melibatkan aorta. Aorta adalah pembuluh
darah besar utama yang berasal dari jantung yang mensuplai darah ke abdomen, pelvis, dan
tungkai bawah. Aorta dapat mengalami aneurisma, dan biasanya tarjadi pada abdomen di
bawah ginjal (abdominal aneurysm), tetapi dapat juga terjadi di rongga thorak (thoracic
aneurysm). Hal tersebut dapat terjadi jika dinding aorta menjadi lemah karena deposit lemak
(plak) pada atheroskelrosis. Aneurisma juga dapat terjadi sebagai penyakit yang diturunkan
seperti Marfan Syndrome.( 6,7)


II.INSIDEN
Aneurisma aorta bisa terjadi pada siapa saja, tetapi sering pada laki-laki usia 40-70
tahun. Kejadian terbanyak pada usia 70 tahun. Di Amerika, insiden penyakit ini sekitar 2-4%
dari populasi penduduk.( 2,7)

III.EPIDEMIOLOGI
Aneurisma aorta banyak ditemukan pada penduduk Afrika, Asia, dan Amerika.
Angka kejadian bervariasi antara laki-laki dan perempuan, dan lebih banyak pada laki-laki
dan perokok.(4)


IV.ETIOLOGI
Aneurisma dapat terjadi sebagai kelainan kongenital atau akuisita. Penyebab pasti
penyakit ini belum diketahui, defek pada beberapa komponen dari dinding arteri dapat
bertanggung jawab terhadap faktor resiko untuk terjadinya aneurisma aorta meliputi tekanan
darah yang tinggi, kadar kolesterol yang tinggi, diabetes, perokok, alkoholism, insomnia dan
obesitas. Penyebab yang paling banyak dari aneurisma aorta adalah pengerasan dari arteri
disebut arteriosclerosis. Sekitar 80% dari aneurisma aorta adalah dari arteriosclerosis.
Arteriosclerosis dapat melemahkan dinding aorta dan tekanan darah yang dipompakan
melewati aorta menyebabkan ekspansi pada area yang lemah. Kehamilan sering dihubungkan
dengan pembentukan dan rupture dari anaeurisma arteri splenica.(6)

Faktor resiko aneurisma aorta antara lain : (2,3,6)

1. Genetik, adanya tendensi familial dalam terjadinya aneurisma. Cenderung menderita
aneurisma pada usia muda dan punya tendensi yang besar untuk menderita rupture aneurisma
daripada individu tanpa riwayat keluarga.Terdapat juga keadaan genetic dari jaringan ikat
yang jarang terjadi seperti Ehlers-Danlos syndrome dan Marfan syndrome.
2. Tekanan darah tinggi.
3. Kadar kolesterol serum yang tinggi.
4. Diabetes mellitus.
5. Post-traumatik, aneurisma dapat terjadi setelah trauma fisik pada aorta.
6. Arteritis, seperti pada Takayasu disease, giant cell arteritis, and relapsing polychondritis.
7. Infeksi myotic (fungal) yang dapat berasosiasi dengan immunodeficiency, penggunaan
obat IV, dan operasi katup jantung.

V.ANATOMI

Aorta adalah pembuluh darah besar (main trunk) dari segenap pembuluh darah yang
berfungsi membawa darah teroksigenasi ke berbagai jaringan tubuh untuk kebutuhan
nutrisinya. Aorta berada sebagai bagian atas dari ventrikel dengan diameter sekitar 3 cm, dan
setelah naik (ascending) untuk jarak yang pendek, ia melengkung (arch) kebelakang dan ke
sisi kiri, tepat pada pangkal paru kiri, kemudian turun (descending) dalam thorax pada sisi
kiri kolumna vertebralis, masuk rongga abdomen lewat hiatus diafragmatikus, dan berakhir,
dimana diameternya mulai berkurang (1,75 cm), setingkat dengan vertebra lumbalis ke IV, ia
bercabang menjadi arteri iliaca comunis dekstra dan sinistra. Dari uraian diatas maka aorta
dapat dipisahkan menjadi beberapa bagian: aorta ascenden, arcus aorta, dan aorta descenden
yang dibagi lagi menjadi aorta thoracica dan aorta abdominalis.(4,6)
Aorta Ascendens panjangnya sekitar 5 cm, menyusun bagian atas dari basis ventrikel
kiri, setinggi batas bawah kartilago kosta ke III. Dibelakang kiri pertengahan sternum ia
melintas keatas secara oblik, kedepan, dan kekanan, searah aksis jantung, setinggi batas atas
dari kartilago kosta ke II. Pada pangkal asalnya, berlawanan dengan segmen valvula aortikus,
terdapat tiga dilatasi kecil disebut sinus aortikus. Segmen dilatasi ini disebut bulbus aortikus,
dan pada potongan transversal menunjukkan bentuk oval. Aorta ascendens terdapat dalam
pericardium.(4,5)
Arcus Aorta dimulai setinggi batas atas artikulasi sternokostalis ke II pada sisi
kanannya, dan berjalan keatas, kebelakang, dan ke kiri di depan trachea, kemudian mengarah
ke belakang pada sisi kiri trachea dan akhirnya turun lewat sisi kiri tubuh pada setinggi
vertebra thoracic ke IV, pada batas bawahnya dan kemudian berlanjut menjadi aorta
descenden. Sehingga terbentuk dua kurvatura: satu dimana ia melengkung keatas, yang kedua
dimana ia melengkung kedepan dan kekiri. Batas atasnya kira-kira 2,5 cm dibawah batas
superior manubrium sterni.(2,3)
Aorta desenden dibagi menjadi dua bagian, thoracica dan abdominalis, saat melewati
dua rongga besar tubuh.Aorta thoracalis terdapat dalam cavum mediastinum posterior.
Dimulai pada batas bawah dari vertebra thoracic ke IV dimana ia merupakan lanjutan dari
arcus aorta, dan berakhir di depan batas bawah dari vertebra thoracic ke XII pada hiatus
aorticus diafragma. Dalam perjalanannya ia terdapat di sisi kiri kolumna vertebralis; ia
mendekati garis tengah saat turun, dan saat terminasinya berada tepat di depan kolumna
vertebralis.(1,4,6)
Aorta abdominalis dimulai pada hiatus aortikus diafragma, didepan batas bawah dari
korpus vertebrae thoracic terakhir, dan, turun didepan kolumna vertebralis, berakhir pada
korpus vertebra lumbalis ke IV, sedikit kekiri dari garis tengah tubuh, kemudian terbagi
menjadi dua arteri iliaca comunis. Aorta semakin berkurang ukurannya dengan semakin
banyak ia mempercabangkan pembuluh darah.(3,5)




VI.PATOGENESIS

Aorta manusia adalah sirkuit yang relatif rendah tahanan untuk peredaran darah.
Ekstremitas bawah memiliki tahanan arteri yang terbesar, dan trauma yang berulang sebagai
cerminan gelombang arterial pada distal aorta, dapat mencederai dinding aorta dan
menyebabkan degenerasi aneurisma. Hipertensi sistemik juga dapat mencederai, dan
mempercepat ekspansi aneurisma.(2,4,6)

Secara hemodinamik, keadaan dilatasi aneurisma dan peningkatan stress dinding
sesuai dengan hukum Laplace. Spesifiknya, hukum Laplace menyatakan bahwa tekanan
dinding proporsional terhadap tekanan dikali radius dari arterial (T = P x R). Peningkatan
diameter, diikuti dengan peningkatan tekanan dinding, sebagai respon terhadap peningkatan
diameter.(2,4)

Patogenesis dari pembentukan aneurisma aorta belum dimengerti secara baik.
Aneurisma aorta dikarakteristikkan dengan destruksi elastin dan kolagen pada tunica media
dan adventitia, hilangnya sel otot polos tunica media dengan penipisan dinding pembuluh,
dan infiltrat limfosit dan makrofag transmural. Atherosclerosis adalah gambaran utama yang
mendasari aneurisma. National Heart, Lung, and Blood Institute Request for Applications
(HL-99-007) mengajukan judul "Pathogenesis of Abdominal Aortic Aneurysms" dan
diidentifikasi 4 mekanisme yang relevan dengan pembentukan aneurisma aorta abdominalis :
(7)
1) Degradasi proteolitik dari dinding jaringan ikat aorta.
Pembentukan aneurisma melibatkan proses komplek dari destruksi tunica media aorta dan
jaringan penyokongnya lewat degradasi elastin dan kolagen.
2) Inflamasi dan respon imun
Gambaran histologi yang menonjol dari aneurisma aorta abdominalis adalah infiltrasi
transmural oleh makrofag dan limfosit.
3) Stress biokimia pada dinding.
Saat aneurisma terbentuk, maka peningkatan stress dinding adalah penting dalam percepatan
dilatasi dan peningkatan risiko ruptur. -blockers berperan untuk mengurangi stress dinding
dan telah diperkirakan berperan protektif untuk dilatasi aneurisma dan ruptur pada model
binatang.

4) Molekular genetik.
Familial cluster dan subtype HLA menunjukkan baik peran genetik dan imunologis dalam
patognesis aneurisma. Yang terbaru, tidak ada polimorfisme gen tunggal atau defek yang
dapat diidentifikasi sebagai denominator yang paling sering untuk aneurisma aorta
abdominalis.

VII.DIAGNOSIS
1.GAMBARANKLINIS
Aneurisma terbentuk secara perlahan selama beberapa tahun dan sering tanpa gejala.
Jika aneurisma berkembang secara cepat, maka terjadi robekan (ruptur aneurisma), atau
kebocoran darah sepanjang dinding pembuluh darah (aortic dissection), gejala dapat muncul
tiba-tiba.
Aneurisma aorta abdominalis
1. Aneurisma asimptomatik
Aneurisma ini biasanya ditemukan saat pemeriksaan fisik rutin dengan dideteksinya
pulsasi aorta yang prominen. Lebih sering aneurisma asimptomatik ditemukan sebagai
penemuan insidental saat pemeriksaan USG abdomen atau CT scan. Denyut perifer
biasanya normal, tetapi penyakit arteri oklusif pada renal atau ekstremitas bawah
sering ditemukan pada 25% kasus. Aneurisma arteri popliteal terdapat pada 15%
kasus pasien dengan aneurisma aorta abdominalis.(5,6,7)
2. Aneurisma simptomatik
Nyeri midabdominal atau punggung bawah atau keduanya dan adanya pulsasi aorta
prominen dapat mengindikasikan pertumbuhan aneurisma yang cepat, ruptur, atau
aneurisma aorta inflamatorik. Aneurisma inflamatorik terhitung kurang dari 5% dari
aneurisma aorta dan dikarakteristikkan dengan inflamasi ekstensif periaortic dan
retroperitoneal dengan sebab yang belum diketahui. Biasanya terdapat demam ringan,
peningkatan laju endap darah, dan riwayat infeksi saluran pernapasan atas yang baru
saja. pasien sering sebagai perokok aktif. Infeksi aneurisma aorta (baik dikarenakan
oleh emboli septik atau kolonisasi bakteri aorta normal dari aneurisma yang ada)
sangat jarang terjadi tetapi harus diperkirakan pada pasien dengan aneurisma sakular
atau aneurisma yang bersamaan dengan fever of unknown origin.(5,6,7)


Aneurisma aorta thoracica
Manifestasi klinisnya tergantung dari besarnya ukuran, posisi aneurisma, dan
kecepatan tumbuhnya. Sebagian besar adalah asimptomatik dan ditemukan dalam
prosedur diagnostik untuk keadaan lain. Beberapa pasien mengeluh nyeri substernal,
punggung, atau leher. Yang lainnya menderita dispneu, stridor, atau batuk akibat
penekanan pada trakhea, disphagia akibat penekanan pada esophagus, hoarseness
akibat penekanan pada nervus laryngeus recurrent sinistra, atau edema leher dan
lengan akibat penekanan pada vena cava superior. Regurgitasi aorta karena distorsi
anulus valvula aortikus dapat terjadi dengan aneurisma aorta ascenden.(3,5,6)

2.GAMBARAN RADIOLOGI

1.Ultrasonography (USG)

USG adalah pemeriksaan skrining pilihan dan bernilai juga untuk mengikuti
perkembangan aneurisma pada pasien dengan aneurisma yang kecil (<5 cm).
Biasanya aneurisma membesar 10% diameter pertahunnya, sehingga USG abdomen
direkomendasikan untuk aneurisma yang lebih besar 3,5 cm. Tetapi USG hanya bisa
memeriksa aneurisma di distal dari arteri renalis, oleh karena daerah suprarenal dan
thorakal tertutup oleh jaringan paru.

2. CT-Scan

Pemeriksaan CT-Scan terutama spiral CT-Scan merupakan pemeriksaan
penting dalam diagnosis aneurisma aorta, dan dapat menjadi pengganti pemeriksaan
aortography bila terdapat kontraindikasi penggunaan zat kontras. CT-Scan tidak
hanya tepat dalam menentukan ukuran aneurisma tetapi juga menentukan hubungan
terhadap arteri renalis.

3. Angiography aorta (aortography)
Aortography diindikasikan sebelum repair aneurisma arterial occlusive disease
pada visceral dan ekstremitas bawah atau saat repair endograft akan dilakukan.
Pemeriksaan aortography sampai saat ini masih menjadi gold standard pemeriksaan
dalam diagnosis aneurisma aorta.

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. Tortuosity (Aging) of the aorta
2. Mediastinal teratoma
3. Achalasia

IX.PENGOBATAN
Aneurisma aorta abdominalis.
Terapi aneurisma secara tradisional adalah intervensi bedah atau observasi
(watchful waiting) dengan kombinasi pengawasan tekanan darah. Jika aneurisma
berukuran kecil dan tidak ada gejala (misalnya aneurisma yang ditemukan saat
pemeriksan kesehatan rutin), maka direkomendasikan pemeriksaan kesehatan periodik
saja, meliputi pemeriksaan ultrasonik tiap tahunnya, untuk memantau apakah
aneurisma menjadi besar. Aneurisma yang menyebabkan gejala membutuhkan
tindakan bedah untuk mencegah komplikasi. Operasi direkomendasikan untuk pasien
dengan aneurisma yang lebih dari 5 cm diameternya dan aneurisma yang meningkat
ukurannya secara cepat.( 2,5,6).
Ada dua pendekatan tindakan bedah. Secara tradisional adalah membuka
abdomen. Pembuluh darah yang abnormal digantikan oleh graft yang dibuat dari
material sintetis, seperti Dacron. Pendekatan lain disebut endovascular repair. Tube
tipis disebut catheters dimasukkan lewat arteri ke inguinal. Tube ini memungkingkan
graft diletakkan tanpa membuat potongan besar di abdomen dan penyembuhan dapat
lebih cepat.(6)
Aneurisma aorta thoracica.
Indikasi untuk pembedahan meliputi adanya gejala, ekspansi cepat, atau
ukuran yang lebih besar dari 5 cm. Risiko operasi dari kondisi komorbid harus
dipertimbangkan jika merekomendasikan repair aneurisma yang asimptomatik.
Morbiditas dan mortalitas tinggi dibandingkan dengan aneurisma aorta abdominal.
Insisi aneurisma thoracoabdominal berasosiasi dengan risiko tinggi komplikasi
pulmonal dan manajemen nyeri postoperatif yang lebih ekstensif.(3,5)
Repair endovascular dari aneurisma aorta thoracica mengurangi risiko
kardiopulmonal, tetapi lokasi aneurisma yang sulit dapat menggantikan repair
endovascular dengan metode terkini. Penelitian terbaru mengembangkan branched
stent graft untuk perbaikan dari aneurisma arkus dan thorakoabdominal.(7)

X.PROGNOSA
A.Kelangsungan Hidup
Mortalitas setelah open elective atau endovascular repair adalah
1-5%. Pada umumnya pasien dengan aneurisma aorta yang lebih besar dari 5 cm
mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk meninggal sebagai konsekuensi
dari ruptur dibandingkan dari reseksi bedah. Survival rate 5 tahun setelah tindakan
bedah adalah 60-80%. 5-10% pasien akan mengalami pembentukan aneurisma
lainnya berdekatan dengan graft.(4,6)

B. Kelangsungan Organ
Biasanya baik jika perbaikan dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman sebelum
ruptur. Kurang dari 50% dari pasien bertahan dari ruptur aneurisma abdominal.(4,6)




















DAFTAR PUSTAKA

1. Andrew JM, Richard Lofgren, Loren HK. Aortic Aneurysm : Fundamentals of
Chest Radiology, second edition. Saunders : Elsevier, p.207-14.
2. Darrin Clouse, John WH, Hartzell VS, Peter CS, Charles MR, Duanne MI, et al.
Acute Aortic Dissection : Population-Based Incidence Compared with
Degenerative Aortic Aneurysm Rupture. Mayo Clinic Proc. 2004;79:p.176-80.
3. Jud WG, Helen T. Aortic Aneurysm : Pocket Radiologist Chest Top 100
Diagnosis. Richard HW, ed. W.B. Saunders company. p.281-85
4. Kang, dr. Case Study a Patient with Dysphagia. www.jykang.co.uk/case-study-
01.php
5. Kevin MB, Catherine AK, Susanne S, Elvira VL, John DC, William S, et al.
Volumetric Analysis of Abdominal Aortic Aneurysm.
www.dpi.radiology.uiowa.edu/.../paperaaa/aaa.html
6. MS Shin, MS Forshag. Pulmonary Atelectasis and Dysphagia in a 69-Year-Old
Cachetic Man. http://chestjournal.org

















BAB II
ILUSTRASI KASUS

Anamnesis
Pasien Tn. AS, Laki-laki, 54 tahun, RM: 68-19-31, datang ke RSUD Arifin Achmad dengan:

Keluhan Utama :
Benjolan pada kedua lipat paha yang terasa nyeri

Riyawat Penyakit Sekarang
- Sejak 8 tahun Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS) pasien mengeluhkan timbulnya
benjolan pada lipat paha sebelah kanan sebesar kelereng, benjolan hilang timbul
secara tiba-tiba. Tidak ada nyeri maupun keluhan tambahan lainnya.
- Sejak 2 tahun SMRS pasien mengeluhkan benjolan bertambah besar dari sebelumnya
kemudian muncul juga di lipat paha kiri pasien sebesar kelereng. Kedua benjolan
timbul ketika pasien bekerja berat dan hilang bila pasien istirahat. Tidak ada nyeri
maupun keluhan tambahan lainnya. BAB dan BAK tidak pernah ada keluhan.
- Sejak 5 bulan SMRS kedua benjolan dirasakan semakin membesar hingga sebesar
telur ayam. Menetap, dapat dimasukkan kembali dengan bantuan tangan pasien
namun timbul kembali ketika pasien berdiri. Benjolan dirasakan mulai mengganggu
aktifitas. Kemudian pasien berobat alternative (benjolan di urut), namun benjolan
kembali muncul beberapa waktu kemudian. Tidak ada nyeri maupun keluhan
tambahan lainnya.
- 2 minggu SMRS kedua benjolan dirasakan nyeri. Nyeri hilang timbul dan bertambah
ketika pasien berjalan. BAB dan BAK lancar.
- Sejak 5 hari SMRS benjolan bertambah nyari hingga terasa sangat mengganggu
aktifitas. Kadang disertai nyeri perut, nyeri bertambah bila BAB, BAB tidak ada
darah/nanah. Demam -).
- Pasien berobat ke RSUD AA dan disarankan untuk operasi .





Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat asma (-)
- Riwayat Hipertensi (+)
- Riwayat penyakit jantung
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat operasi sebelumnya (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Vital sign : TD : 130/85 mmHg
HR : 92 x/i
RR : 21 x/i
T :37,2
0
C
Kepala : dalam batas normal
Mata : tidak cekung, konjungvita anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : dalam batas normal
Mulut : mukosa bibir basah, gigi ompong (gigi 16, 45, dan 46), gigi palsu (-),
mulut tidak kaku dan dapat digerakkan dengan bebas.
Tenggorokan : grade I

Pemeriksaan paru
Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi (-), sesak (-)
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba RIC V 1 jari medial linea midclavicula
sinistra
Perkusi : batas kanan : linea sternalis dekstra
Batas kiri : RIC V 1 jari medial linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ 1 > BJ 2 di apeks, bising jantung (-)


Pemeriksaan abdomen:
Region inguinalis
Inspeksi : tampak benjolan pada inguinal kiri dan kanan sebesar telur
ayam, sewarna kulit sekitar
Palpasi : parabaan kenyal, hangat, berb, tidak ada darah maupun nanah,
nyeri tekan (-), dapat dimasukkan dengan bantuan tangan.
Ukuran 4,5cm x 6,5 cm x 1,5cm dan 4,8cm x 6,2cm x 2cm.

Pemeriksaan Penunjang (30-08-10)
Lab darah rutin:
Hb : 12,3 gr%
Leu : 10.700/mm
3
Trom : 334.000/mm
3
Ht : 36,2 vol%
Rontgen Thoraks: Kesan Scoliosis, cardiomegali dan Aneurisma aorta
CT Scan Thoraks: Kesan Aneurisma Aorta, cardiomegali dan tak ada lesi masa di paru

Diagnosis Kerja : Hernia Inguinalis Medialis Bilateral dengan Aneurisma Aorta
Penatalaksanaan : herniorapy dengan spinal anestesi

Persiapan operasi
- Pasien dipuasakan 6-8 jam
- Pasien tidak menggunakan perhiasaan maupun gigi palsu
- Akses intravena (18G) sudah terpasang dan lancar
- Loading cairan RL 1000 ml pre op

Persiapan alat dan obat
- Mempersiapkan mesin anestesi, sirkuit anestesi, cuff balon, monitor, tensimeter, saturasi
serta mengecek tabung O2, N2O, sevoflurane dan isoflurane
- Mempersiapkan stetoskop, laringoskop (lampu menyala dan terang), orofaring tube
ukuran 7cm, plester, mandrin, ETT ukuran 6,5;6 dan 7,5 dan suction.
- Mempersiapkan spinal set: handscoon steril, spuit 5 cc, spinal cath nomor 25 G, kassa
alcohol dan povidone iodine.
- Mempersiapkan midazolam 2,5 mg, buccain spinal 25 mg, catapress 150 mcg, ephedrine
HCL 50 mg/ml dalam 10 cc aquades dan ketorolac 60 mg.
- Mempersiapkan propofol 100 mg, fentanyl 50 mcg, succinylcholin 60 mg, notrixum 20
mg.

Pre Medikasi
Midazolam 2,5 mg

Induksi Anestesi
- Posisikan pasien dalam keadaan duduk. Buat pasien membungkuk agar prosesus
spinosus mudah teraba.
- Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaca dengan tulang
punggung ialah L4 atau L4-L5. Tentukan tempat tusukan, dalam hal ini dilakukan
pada L3-L4.
- Sterilkan tempat tusukan dengan betadin dan alkohol.
- Dilakukan cara tusukan median dengan jarum spinal no 25 G. Tusukkan jarum spinal
sedikit ke arah sefal sampai terasa tidak ada tahanan, mandrin jarum spinal di cabut
dan terlihat keluar cairan Liquor, pasang semprit yang berisi bukain 15 mg dan
catapres 150 mcg dan obat dapat dimasukkan secara perlahan-lahan (0,5 ml/detik)
diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk menyakinkan posisi jarum tetap baik.
- Cabut jarum spinal dan tutup bekas tusukan jarum dengan plaster antiseptik.
- Baringkan pasien dengan menggunakan satu bantal dan berikan oksigen 3 liter/menit
dengan menggunakan kanul binasal.

Maintenance
Cuff: O2 3l/i kanul

Recovery
Ketorolac 30 mg bolus IV
Ketorolac 30 mg drip dalam 500ml RL, 15 gtt/i



Instruksi post op anestesi spinal pada tanggal 21-09-2010 pukul 12.15 WIB, TD 130/85
mmHg. Nadi 92x/menit, saturasi 99%
Pasien post op dirawat di ruangan
Awasi tensi, nadi, nafas dan saturasi tiap 15 menit hingga stabil
Oksigenasi dengan O2 2-3 liter/menit hingga 2 jam post op
Pasien boleh minum dan makan 2 jam pos op
Pasien berbaring selama 24 jam pos op
Analgetik post op
Cairan rumatan RL 16-20 tetes/ menit
Lain-lain sesuai kebutuhan pasien























BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus seorang laki-laki usia 54 tahun dilakukan operasi hernoirapy elektif.
Pengelolaan dalam bidang anestesi mencakup dalam hal menghilangkan rasa sakit,
pengelolaan kardiovaskuler, pengendalian cairan, fungsi respirasi SSP dan organ lain.
Pada kasus ini pasien hernia inguinalis medialis bilateral dengan aneurisma aorta
akan dilakukan herniorapy elektif. Dengan tindakan tersebut diharapkan pasien telah siap
baik secara fisik maupun mental dalam mengadapi stress pembedahan dan anestesi.
Induksi aneatesi pada pasien ini adalah dengan regional anestesi. Spinal anestesi
merupakan pilihan pada kasus ini, sesuai indikasi spinal anestesi pada kasus ini yaitu
daerah perianal serta abdomen bagian bawah. Pada pasien ini disertai adanya aneurisma
aorta oleh sebab itu diharapkan dengan spinal anestesi terjadinya vasodilatasi pembuluh
darah sehingga terhindarnya kemungkinan peningkatan tekanan darah yang dapat
menyebabkan rupturnya aneurisma tersebut.

Anda mungkin juga menyukai