Anda di halaman 1dari 6

KINETIKA METANOLISIS BERKATALIS ASAM PADA

PRE-TREATMENT BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH


BERKADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) TINGGI

KINETICS OF ACID CATALYZED METHANOLYSIS AT


BIODIESEL PRE-TREATMENT FROM USED FRYING OIL
WITH HIGH FREE FATTY ACID

Abdul Kahar
FT Unmul Keahlian Energi dan Sistem Proses Teknik Kimia
Jl. Ki Hajar Dewantara Kampus Gunung Kelua, Samarinda – 75123
Telp./Faks: (0541) 736834 / (0541) 749315, e-mail: kahar.abdul@gmail.com

Abstract
Biodiesel is an alternative diesel fuel consisting of the alkyl monoesters of fatty acids from vegetable
oils or animal fats. The problem with processing these waste oils is that they often contain large
amounts of free fatty acids that cannot be converted to biodiesel using an alkaline catalyst. These
free fatty acids react with the alkaline catalyst to produce soaps that inhibit the separation of the
biodiesel, glycerin, and wash water. At this research done variation at temperature; T and time; t.
Before done pre-treatment phase and acid catalyzed methanolysis reaction, hence done initial Fisics-
chemistry property analysis at used frying oil. As according to research procedure, after used frying
oil, methanol and catalyst is entered, hence done free fat acid contents parameter analysis and acid
number at minute to: 10, 30, 45, 60, 90 and 150; in each temperature that is: 40, 50, and 60OC. Then
hereinafter to know quality of earning pre-treatment and acid catalyzed methanolysis reaction, done
final fisics-chemistry property analysis at used frying oil before and after acid catalyzed
methanolysis. Time and temperature optimum of acid catalyzed methanolysis reaction used frying
oil is having successively is 180 minutes and 60OC with derivation of grade free fatty acid (FFA)
0,2% and acid number 0,421 mg KOH/g. Reaction rate equation of acid catalyzed methanolysis and
reaction rate constante following the first-pseudo reaction order, be as follows:
3668,9955

d [C18 H 32O 2 ]
= k1[C16 H 32 O 2 ] and k = 2,5896.e
RT

dt

A. PENDAHULUAN
Minyak jelantah adalah minyak goreng bekas pakai (dari rumah tangga, rumah makan, warung,
café, katering, pabrik amplang (krupuk ikan makanan khas Kaltim) dan atau restoran-restoran masakan
Cina). Minyak goreng, dimana selama proses penggorengannya dan selanjutnya menjadi minyak jelantah,
banyak membentuk senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan biasanya juga banyak mengandung zat-
zat pengotor yaitu sisa-sisa hasil gorengan, kadar air serta asam lemak bebas (ALB) yang tinggi, sehingga
berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi lagi karena dapat menimbulkan banyak penyakit seperti kanker
dan penyempitan pembuluh darah. Dan sementara itu jika dibuang begitu saja maka akan mencemari
lingkungan sekitar.
Bila ditinjau dari komposisinya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang
berkelanjutan dapat merugikan kesehatan manusia (Darnoko, D. 2002 Prutenis J, dkk. 2005.).
Minyak nabati yang kadar asam lemak bebas (ALB)nya lebih besar dari 1% menyebabkan
rendahnya efisiensi kinerja reaktor biodiesel, sehingga diperlukan perlakuan pendahuluan. Minyak nabati
yang kadar asam lemak bebasnya >1%, perlu dilakukan deasidifikasi, melalui reaksi metanolisis atau dengan
gliserolisis (Andi Nur A.S., 2006). Katalis yang ditambahkan harus cukup untuk mengkatalis reaksi dan juga
bereaksi dengan asam lemak bebas (ALB). Jika kandungan asam lemak bebas terlalu tinggi (lebih dari 0,5% -
1%) atau jika terdapat air dalam reaksi, sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk emulsi
dengan methanol dan minyak, sehingga methanolisis tidak dapat terjadi. Karena itu, minyak yang digunakan
harus diolah sedemikian rupa untuk membuang asam lemak bebas (ALB) dan semua umpan masuk dijaga
agar bebas air (Bode. 2002).
Sebaiknya digunakan minyak nabati yang kadar asam lemak bebas (ALB)-nya rendah (> 1%). Jika
lebih dari 1%, perlu diberi perlakuan pendahuluan karena bisa berakibat pada rendahnya efisiensi kinerja
biodiesel (Hancsók, J., dkk. 2004).
Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung kadar asam lemak bebas
(ALB/FFA) tinggi yakni lebih dari 2%, maka perlu dilakukan proses pra-esterifikasi untuk menurunkan kadar
asam lemak bebas (Yuli, 2006).
Pre-treatment yang biasa dilakukan pada bahan baku yang memiliki kadar asam lemak bebas
(ALB/FFA), gums, waxes dan lain-lain yang tinggi; adalah: degumming, deasidification, bleaching,
deodoration, hydrogenation (Laura. 2006), esterifikasi asam (Yuli., 2006; Canakci dan Van Gerpen. 2001)
dan Enzymatic glycerolysis (Fadiloglu dkk. 2003).
Penelitian tentang kinetika transesterifikasi biodiesel telah banyak dilakukan (Darnoko dan Cheryan.
2000; Noureddini dan Zhu. 1997; Tobias. 2004; Titipong I. 2006.) dan tetapi yang berhubungan dengan
kinetika reaksi bahan baku yang memiliki kadar asam lemak bebas (ALB/FFA) tinggi belum banyak diteliti.
Kinetika reaksi mempelajari laju reaksi kimia dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap laju reaksi secara
kuantitatif. Kinetika reaksi akan memberikan data empirik tentang laju reaksi, rA; konstanta laju reaksi, k;
dan orde reaksi,n. Data empirik ini sangat penting dan diperlukan pada pra-rancangan peralatan reaktor dan
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam skala teknik (technical scale).
1.1. Teknologi Proses Biodiesel
Kondisi proses produksi biodiesel dengan menggunakan katalis basa adalah:
1. Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150OF dan 20 psi).
2. Menghasilkan konversi yang tinggi (hingga 98%) dengan waktu reaksi dan terjadinya reaksi
samping yang rendah.
3. Tanpa tahap intermediate, konversi langsung menjadi biodiesel.
4. Tidak memerlukan konstruksi peralatan yang mahal (Bode H., 2002).
Ada beberapa proses yang dapat diaplikasikan untuk memproduksi biodiesel; diantara yakni: 1.
Transesterifikasi homogen berkatalis Basa; 2. Transesterifikasi homogen berkatalis Asam; 3. Pre-esterifikasi
FFA berkatalis Asam dan Transesterifikasi homogen berkatalis Basa; 4. Transesterifikasi berkatalis Enzim; 5.
Hidrolysis dan Esterifikasi berkatalis Asam; 6. Pyrolisis; 7. Transesterifikasi Superkitis Alkohol; 8.
Transesterifikasi heterogen berkatalis Asam; dan 9. Transesterifikasi heterogen berkatalis Basa (Dora dkk.
2005).
Selain itu tidak mengandung sulfur dan senyawa benzena yang karsinogenik, sehingga biodiesel
merupakan bahan bakar yang lebih aman dan mudah ditangani dibandingkan dengan petroleum diesel. Secara
kimia biodiesel termasuk dalam golongan monoalkil ester atau metil ester dengan panjang rantai karbon 12
sampai 20. Itulah yang membedakannya dengan petroleum diesel yang komponen utamanya adalah
hidrokarbon. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Biodiesel Sawit dan Petroleum Diesel
Konsentrasi, Konsentrasi,
Biodiesel Sawit Petroleum Diesel
% %
Metil laurat (12;0) 0,35 Parafin 20
Metil miristat (14:0) 1,08 Iso parafin + naphthenes 55
Metil palmitat (16:0) 43,79 Alkil aromatik & aditif 25
Metil palmitoleat (16:1) 0,15
Metil stearat (18:0) 4,42
Metil oleat (18:1) 39,90
Metil linoleat (18:2) 9,59
Metil linolenat (18:3) 0,17
Metil arakhinat (20:0) 0,38
Metil dekanoat (20:1) 0,18
Sumber: Darnoko, D. 2002

Biodiesel dapat berupa Metil Ester atau Etil Ester, tetapi yang paling sering digunakan adalah Metil
Ester karena metanol mudah didapat dan lebih murah. Dan alkohol (metanol atau etanol) yang digunakan
biasanya berlebih, dengan ratio minyak : alkohol adalah 6 : 1, sehingga kecepatan reaksi dapat didekati
dengan reaksi orde satu semu (Purnavita dkk. 2004). Beberapa aspek yang berpengaruh pada proses
transesterifikasi adalah jenis katalis (asam atau basa) yang digunakan, ratio molar minyak/alkohol (metanol
atau etanol), temperatur, kemurnian reaktan (minyak atau lemak) terutama kandungan air, dan kadar asam
lemak bebas (Ulf Schuchardt, dkk. 1998).
Mengingat tingginya kandungan asam lemak bebas (ALB) yang terdapat dalam minyak jelantah,
maka katalis basa tidak dapat langsung digunakan dalam trasesterifikasinya dengan metanol. Canakci M dan
Van G.J. (dalam Ramadhas A.S. dkk, 2005) menemukan bahwa transesterifikasi tidak dapat terjadi jika asam
lemak bebas (ALB) dalam minyak sekitar 3% (Duran A., 2005; Leung D.Y.C, dkk. 2006).
Sekalipun proses produksi biodiesel berkatalis homogen relatif cepat dan menunjukkan konversi
yang tinggi dengan reaksi samping yang minimal, akan tetapi beberapa hal yang harus diperhatikan untuk
proses berkatalis homogen sebagai berikut;
1. Katalis tidak dapat direcovery dan harus dinetralisasi pada akhir reaksi.
2. Proses sangat sensitif akan kehadiran air dan asam lemak bebas (ALB), karena itu dibutuhkan
kualitas umpan yang baik untuk menghindari reaksi samping yang tak diinginkan (Hydrolisis
dan Saponifikasi) atau menambah tahap reaksi untuk mengkonversi/mengeliminasi ALB.
3. Penggunaannya yang terbatas pada proses kontinu. (Dora E. Lopez, dkk. 2005).

1.2. Kinetika Reaksi Metanolisis Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas (ALB) yang bereaksi dengan alokohol (metanol), adalah suatu reaksi yang
disebut dengan reaksi esterifikasi. Reaksi esterfikasi berkatalis asam merupakan reaksi yang reversibel
(Fessenden, Ralph J.dan Joan S. Fessenden. 1992).
Reaksi esterifikasi berkatalis asam, dapat ditulis dengan persamaan reaksi umum sebagai berikut:
O
O
H 2SO 4
CH 3OH C H 2O
C 60 O C
R OCH 3
R OH
ALB Metanol Metil Ester Air …………… 1
Gambar 1. Reaksi Metanolisis ALB menjadi Metil Ester - Biodiesel

Biasanya minyak dan lemak bekas memiliki tingkat keasaman yang sangat tinggi (lebih dari 2%)
dan ini tidak dapat langsung digunakan untuk memproduksi biodisel. Sehingga untuk dapat
memanfaatkannya, maka sebelum tahap transesterifikasi, harus diawali dengan melakukan tahap esterifikasi
asam lemak bebas (ALB) dengan bantuan katalis asam. Oleh karenanya, kinetika katalis-asam tidak dapat
diteliti dengan baik (Prutenis J., dkk. 2005). Untuk transesterifikasi berkatalis-alkali, bahan baku harus
dipanaskan dan menurunkan asam lemak bebas (ALB)nya dahulu (dibawah 0,5%) (Orchidea R. dkk, 2006;
Fadiloglu, S., 2003).

B. METODE PENELITIAN
2.1. Prosedur Penelitian
2.2.1. Tahap Pre-treatment Sample
Minyak jelantah (minyak goreng bekas) yang diperoleh, sebanyak 500 mL dipanaskan hingga
mencapai temperatur yang diinginkan. Kemudian ditambahkan arang aktif dan bentonit, dan diaduk dengan
kecepatan tertentu. Minyak yang sudah dipucatkan disaring dengan kertas saring dalam keadaan panas.
2.2.2. Tahap Esterifikasi Berkatalis Asam Minyak Jelantah
Sebanyak 30 gram minyak jelantah dimasukkan ke dalam labu leher tiga, yang dihubungkan dengan
alat pendingin bola yang dilengkapi dengan pengaduk magnet dan es pendingin untuk labu. Kemudian
ditambahkan metanol sebanyak 120 mL. Sambil diaduk dengan magnet stirer diteteskan 6 ml H2SO4 (p)
secara perlahan-lahan. Campuran tersebut selanjutnya direfluks selama 3 - 4 jam pada suhu 40 – 60°C.
Metanol yang berlebihan yang terdapat pada hasil reaksi diuapkan dengan rotary evaporator. Residu yang
diperoleh diekstraksi dengan pelarut n-heksan lalu dicuci sebanyak 3 kali dengan akuades dalam corong
pisah. Ke dalam hasil cucian yang diperoleh ditambahkan NaHCO3 lalu disaring. Kemudian filtratnya
dikeringkan dengan penambahan Na2SO4 anhidrat setelah disaring. Filtrat hasil saringan diuapkan dengan
rotary evaporator, dan ditimbang residu yang diperoleh.
2.2.5. Analisis Parameter Kinetika
Untuk dapat memprediksi konstanta dan laju reaksi selama berlangsungnya reaksi esterifikasi
berkatalis asam antara minyak jelantah dengan metanol, analisis parameter kinetika dilakukan mulai dari
awal proses sampai akhir proses. Sesuai dengan prosedur penelitian, setelah minyak jelantah, metanol dan
katalis dimasukkan, maka dilakukan sampling pada menit ke: 10, 30, 45, 60, 90 dan 150 pada setiap
temperatur yaitu: 40, 50, dan 60OC. Untuk menganalisa bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (ALB).
Analisis parameter kinetika seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Parameter Kinetika
No. Parameter Metode
1. Bilangan Asam, mg KOH/g ASTM D 664
2. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) ASTM D 664

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Hubungan Kadar ALB dan Bilangan Asam terhadap Waktu dan temperatur
3,3 T: 40 C T: 40 C
7,45
T: 50 C T: 50 C
6,705
2,75 T: 60 C T: 60 C
5,96

5,215
Kadar ALB, % ALB
2,2

Bilangan Asam
4,47
1,65 3,725
2,98
1,1
2,235

1,49
0,55
0,745

0 0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180
Waktu, m enit Waktu, menit

a. b.
Gambar 2. Hubungan waktu dengan a. kadar Asam Lemak Bebas dan b. Bilangan Asam dengan Variasi
Temperatur TOC

Dari tabel 3 dan gambar 2, terlihat bahwa kadar asam lemak bebas (ALB) semakin berkurang
dengan bertambahnya waktu (15, 30, 45, 60, 90, 150 dan 180 menit), dimana semakin tinggi temperaturnya
(40, 50 dan 60OC) semakin tinggi pula tingkat penurunannya. Sebagaimana terlihat pada gambar 2;
penurunan kadar asam lemak bebas (ALB) pada temperatur 40OC lebih kecil daripada temperatur 50OC dan
temperatur 60OC. Kadar asam lemak bebas (ALB) pada temperatur 40, 50, dan 60OC yang semula 3,2%
berkurang dengan semakin bertambahnya waktu berturut-turut adalah: 0,7%, 0,4% dan 0,2%.
Dari tabel 3 dan gambar 2, terlihat bahwa bilangan asam semakin berkurang dengan bertambahnya
waktu (15, 30, 45, 60, 90, 150 dan 180 menit), dan semakin tinggi temperaturnya (40, 50 dan 60OC) semakin
tinggi pula tingkat penurunannya. Sebagaimana terlihat pada gambar 3; penurunan bilangan asam pada
temperatur 40OC lebih kecil daripada temperatur 50OC dan temperatur 60OC. Bilangan asam pada temperatur
40, 50, dan 60OC yang semula 7,377 mg KOH/g berkurang dengan semakin bertambahnya waktu berturut-
turut menjadi: 1,795; 0,982; dan 0,421 mg KOH/g.
Jadi dengan bertambahnya waktu dan temperatur, reaksi metanolisis minyak jelantah berkatalis
asam, maka kadar asam lemak bebas (ALB) dan bilangan asam minyak jelantah semakin menurun.

3.2. Kinetika Reaksi Metanolisis: Konstanta Laju Reaksi Desulfurisasi dan Orde Reaksi Desulfurisasi
Pirit dan Energi Aktivasi

Reaksi metanolisis berkatalis asam, yang menjadi dasar dalam proses pre-treatmen minyak jelantah
ini dapat dituliskan sebagai berikut:

k1
C16 H32 O2 + C2 H5OH ← → C18 H36O 2 + H 2 O ……………………………… 4a.

k2

Reaksi-reaksi elementernya adalah sebagai berikut:


C16 H 32 O 2 + C 2 H 5OH 
k1
→ C18 H 36 O 2 + H 2 O ……………………………… 4b.
C18 H 36 O 2 + H 2 O 
k2
→ C16 H 32O 2 + C 2 H 5OH ……………………………… 4c.
Dimana k1 adalah konstanta laju reaksi arah produk dan k2 adalah konstanta laju reaksi arah reaktan.
Persamaan laju reaksi dari persamaan reaksi 4a, dapat dituliskan sebagai berikut:
d [C18 H 32 O 2 ]
= k1[C16 H 32 O 2 ]a [C2 H 5 OH]b - k2 [C18 H 36 O 2 ]c [H 2 O]d ...…………. 5.
dt
Pada reaksi metanolisis berkatalis asam ini, konsentrasi dari salah satu reaktan jauh melebihi salah
satu reaktan yang lain, yaitu methanol ( [C 2 H 5 OH] ) sehingga konsentrasinya hampir tetap sama maka dapat
dianggap konstan, dan orde reaksi pada methanol ini disebut reaksi orde semu. Maka orde reaksi untuk
masing-masing komponen, Orde reaksi arah reaktan dan produk, adalah a = b = c = d =1. Maka k2 dapat
dianggap <<< (sangat kecil) sehingga persamaan reaksi 5 akan menjadi:
d [C18 H 32 O 2 ]
= k1[C16 H 32 O 2 ] ………………………………………………….. 6.
dt
Jadi reaksi metanolisis berkatalis asam merupakan reaksi berorde I. Sehingga reaksi ini dapat
didekati dengan persamaan laju reaksi orde I sebagai berikut:
[ A] [ A]
= k .t atau ln 0 = k .t , ditataulang akan menjadi [ A] = [ A]O .e . Persamaan ini
-k.t
− ln
[ A]O [ A]
menunjukkan bahwa jika ln [ A]0 dialurkan terhadap t, maka reaksi orde kesatu akan menghasilkan garis
[ A]
lurus. Dimana grafik tersebut membuktikan bahwa reaksi ini adalah orde kesatu dan harga k dapat diperoleh
dari kemiringannya.
Konstanta laju reaksi, k adalah tetapan perbandingan antara laju reaksi dan hasil kali konsentrasi
spesi yang mempengaruhi laju reaksi. Harga konstanta laju bertambah jika temperatur dinaikkan, seperti
terlihat pada Tabel 4. Energi aktivasi adalah energi minimum yang harus dimiliki oleh molekul-molekul
pereaksi (reaktan) agar menghasilkan terjadinya reaksi jika saling bertabrakan. Dalam persamaan Arrhenius:
k = A.e − E A / RT , dapat dilihat bahwa temperatur bertambah, maka e − E A / RT bertambah (k bertambah besar),
seperti terlihat pada Tabel 9.
Pada tabel 4 terlihat bahwa konstanta laju reaksi makin meningkat dengan bertambahnya temperatur
metanolisis temperatur, seperti pada temperatur 40OC, 50OC, dan 60OC berturut-turut adalah 6,90.10-3;
9,10.10-3 dan 9,80.10-3 dengan energi aktivasi sebesar 3668,9955 dan faktor pra-eksponensial 2,5896.
Menaikkan temperatur berarti menambah energi. Energi yang diserap oleh molekul-molekul
sehingga energi kinetik molekul menjadi lebih besar, akibatnya molekul-molekul bergerak lebih cepat dan
tabrakan dengan benturan yang lebih besar makin sering terjadi. Dengan demikian, tabrakan antar molekul
yang mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi itu menyebabkan reaksi kimia juga makin banyak terjadi.
Ini berati bahwa laju reaksi kimia semakin tinggi.

Tabel 4. Konstanta Laju, Orde reaksi, Energi Aktivasi dan Faktor Pra-eksponensial
Konstanta laju reaksi, k Orde reaksi, Energi Aktivasi, Faktor pra-
Temp, OC
mol/menit n EA; kal/mol eksponensial, A
40 6,9.10-3 1
50 9,1.10-3 1 3668,9955 2,5896
60 9,8.10-3 1

Sehingga persamaan laju reaksi metanolisis minyak jelantah berkatalis asam dan konstanta laju
reaksi yang mengikuti orde reaksi kesatu semu, adalah sebagai berikut:
3668,9955

d [C18 H 32 O 2 ]
= k1[C16 H 32 O 2 ] dan k = 2,5896.e ……………………….. 7.
RT

dt

D. KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dengan bertambahnya waktu dan temperatur, reaksi metanolisis minyak jelantah berkatalis asam, maka
kadar asam lemak bebas (ALB) dan bilangan asam minyak jelantah semakin menurun. Waktu dan
temperatur optimum reaksi metanolisis minyak jelantah berkatalis asam berturut-turut adalah 180 menit
dan 60OC dengan penurunan kadar ALB 0,2% dan bilangan asam 0,421 mg KOH/g.
2. Persamaan laju reaksi metanolisis minyak jelantah berkatalis asam dan konstanta laju reaksi yang
mengikuti orde reaksi kesatu semu, adalah sebagai berikut: d [C18 H 32 O 2 ] = k1[C16 H 32 O 2 ] dan
dt
3668,9955

k = 2,5896.e RT
3. Untuk membuat biodiesel dari minyak jelantah sebaiknya menggunakan minyak jelantah yang berkadar
Asam Lemak Bebas (ALB) rendah ( 0,5%).
4.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, tentang pengaruh konsentrasi katalis asam, perbandingan
Minyak dan metanol, serta kecepatan pengadukan, hal ini untuk mendapat dan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi reaksi metanolisis berkatalis asam; selain: laju reaksi, rA; konstanta laju reaksi, k; dan orde
reaksi, n; serta memberikan data empirik yang mempengaruhi dalam skala teknik (technical scale); yang
sangat penting dan diperlukan pada pra-rancangan disain reaktor dan juga untuk mendapatkan kondisi-
kondisi ideal dan mendekati kondisi operasi yang sebenarnya, seperti temperatur operasi, residence time,
space velocity, dan laju alir volumetrik.
E. UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih yang sebesarnya kami ucapkan pada DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Dengan
Nomor Kontrak: 026/SP2H/PP/DP2M/III/2008 yang telah mendanai penelitian ini.

F. DAFTAR PUSTAKA

1. Angela C. Pinto, dkk. 2005. Biodiesel: An Overview. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 16, No. 6b,
November/December 2005, Sao Paolo, hal. 1 – 31.
2. Bode Haryanto. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. Diakses 15 Maret 2006 dari USU Digital
Library.
3. Canakci., M. dan Van Gerpen., J. 2001. Biodiesel Production from Oils and Fats High Free Fatty
Acids. Trans. ASAE 2001; 44, hal. 1429 – 1436.
4. Dadan Kusdiana dan Shiro Saka. 2003. Effects of Water on Biodiesel Fuel Production by Supercritical
Methanol Treatment. J. Bioresource Technology, xxx (2003) xxx – xxx.
5. Darnoko, D. 2002. Biodiesel Sawit Bahan Bakar Alternatif. Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Medan.
Intisari Agustus 2002, No. 469 Tahun XXXVIII, hal.138 – 144.
6. Darnoko D, dan Munir Cheryan. 2000. Kinetics of Palm Oil Transesterification in a Batch Reactor.
JAOCS, Vol. 77, No. 12, December 2000, hal. 1263 – 1267.
7. Fadiloglu., S., O.N. Cifci, dan F. Gogus.2003. Reduction of Free Fatty Acid Content of Olve-pomace
Oil by Enzymatic Glycerolysis. J. Food Sci. Tech Int. 2003; 9(1); hal. 11 – 15.
8. Hancsók, J., F. Kovács, dan M. Krár. 2004. Productin of Vegetable Oil Fatty Acid Methyl Esters From
Used Frying Oil by Combined Acidic/Alkali Transesterification. J. Petroleum & Coal 46 (3), 2004, hal.
36-44.
9. Kalangit. K, Sakidja, dan T. M. B. Turangan. 2000. Pengaruh Suhu, Katalis dan Konsentrasi Reaktan
pada Laju Reaksi Interesterifikasi. J. Penelitian IKIP Manado, Maret 2000, No. 1a, Tahun IV, hal. 312
– 319.
10. Laura T. Piero.2006. Converting Used Cooking Oli to Biodiesel. Institut de Ciencia I Tecnologia
Ambientals (ICTA) – Universitat Autonoma De Barcelona, Florense 20th June 2006.
11. Leung, D.Y.C., B.C.P. Koo, dan Y. Guo. 2005. Degradation of Biodiesel under different Storage
Conditions. J. Bioresource Technology 97 (2005), hal. 250 – 256.
12. Noureddini, H. Dan D. Zhu. 1997. Kinetics of Transesterificatin 0f Soybean Oil. JAOCS, 74 (1997),
hal. 1457 – 1463.
13. Prutenis Janulis, Egle Sendzikiene, Violeta Makareviciene, dan Kiril Kazancev. 2005. Usage of Fatty
Waste for Production Biodiesel. J. Environmental Research, Engineering and Management, 2005, No. 4
(43), hal. 101 – 105.
14. Zullaikah, S., Chao-Chin Lai, Shiak Ramjan Vali, dan Yi-Hsu Ju. 2005. A Two-Step Acid-Catalyzed
Process for the Production of Biodiesel from Rice Bran Oil. J. Bioresource Technology 96 (2005), hal.
1889 – 1896.
15. Slamet Sudarmadji, Bambang Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan
dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai