Anda di halaman 1dari 10

Widya Astri Lintera / 08700212

LUKA BAKAR (COMBUTIO)


Definisi
Suatu penyakit yang disebabkan oleh karena kontak dengan sumber panas, dapat berupa
api, air panas, bahan kimia, listrik/petir, radiasi, sehingga menyebabkan kerusakan pada kult,
mukosa, dan jaringan yang lebih dalam.
Etiologi
Berdasarkan penyebab terjadinya, luka bakar dapat terjadi karena :
1. Luka bakar karena api.
2. Luka bakar karena air panas.
3. Luka bakar karena bahan kimia.
4. Luka bakar karena listrik, radiasi, dan petir.
5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.
6. Luka bakar karena tungku panas / udara panas.
7. Luka bakar karena ledakan bom.
Bahan kimia yang dapat menyebabkan luka bakar adalah asam kuat atau basa kuat. seperti
sodium hidroksida, silver nitrate, dan bahan kimia berbahaya lainnya (seperti asam sulfur
ataupun asam nitrat).
Fase Luka Bakar
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya
cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan
sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik.


2. Fase subakut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan
(kulit dan jaringan dibawahnya), menimbulkan masalah :
1. Proses inflamasi..
2. Infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
3. Proses penguapan cairan tubuh yang disertai evaporative heat loss yang
menyebabkan perubahan dan gangguan proses metabolisme.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah
pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik,
kontraktur, dan deformitas lainnya.
Patofisiologi
Patofisiologi luka bakar berdasarkan fase-fase luka bakar meliputi :
1. Fase akut
Ada 3 masalah yang muncul pada fase ini :
1. Cedera inhalasi
Adalah terminologi yang digunakan untuk menjelaskan perubahan mukosa
saluran nafas akibat adanya paparan terhadap iritan dan menimbulkan manifestasi klinik
berupa distress pernafasan. Reaksi tersebut berupa inflamasi akut dengan edema dan
hipersekesi mukosa saluran nafas. Iritan ini jarang merupakan kontak langsung dengan
sumber panas karena adanya refleks pernafasan dengan upaya menahan nafas. Iritan
biasanya berupa produk toksik dari sisa pembakaran tidak sempurna (toxic fumes) ayau
zat kimia. Hal ini dimungkinkan terjadi pada kecelakaan disebabkan api atau zat kimia di
ruang tertutup atau korban dalam keadaan tidak sadar.
Edema mukosa yang masif di saluran bagian atas menyebabkan obstruksi lumen,
biasanya terjadi kurang dari 8 jam pasca cedera yang menyebabkan sumbatan total
saluran nafas atas. Perubahan inflamatorik mukosa bagian bawah biasanya terjadi empat
sampai lima hari setelah trauma.
2. Gangguan mekanisme bernafas
Adanya eskar melingkar di permukaan dinding dada, menyebabkan gangguan
ekspansi rongga dada pada saat respirasi, sehingga volume inspirasi berkurang sehingga
menyebabkan gangguan secara tidak langsung pada oxygen exchange.

3. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi terjadi pada luka bakar disebabkan perubahan permeabilitas
kapiler, perubahan tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik yang diikuti ektravasasi
cairan dengan manifestasi hipovolemik dan penimbunan cairan di runag interstisiil
(edema). Reaksi yang timbul akibat adanya system homeostasis tersebut adalah dengan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Sirkulasi dipertahankan melalui kompensasi
organ jantung untuk memenuhi perfusi organ-organ vital di tingkat sentral seperti otak,
jantung, paru.

2. Fase subakut
Pada fase ini didominasi dengan permasalahan sekitar kehilangan kulit dan jaringan yang
menyebabkan penguapan cairan , elektrolit dan protein. Jaringan nekrosis menyebabkan dua
hal utama, yaitu pelepasan mediator inflamasi yang menginduksi hipermetabolisme dan SIRS
yang berakhir dengan SDOM (syndrome Disfungsi Organ Multipel) dan masalah infeksi
(sepsis).
3. Fase lanjut
Parut hipertrofik dan kontraktur. Luka yang mengalami penyembuhan dalam waktu 10
hari memiliki tendensi timbulnya parut hipertrofik 4%, bila penyembuhan lebih dari 21 hari
memiliki tendensi parut hipertrofik 75 %.
2

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida
dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada
keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock ( shock Hipovolemik ) merupakan
komplikasi yang sering terjadi.


Zona luka bakar :
1. Zona koagulasi : Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi Protein)
akibat pengaruh panas.
2. Zona Stasis : Daerah yang berada di luar Zona koagulasiterjdi, pada daerah
ini terjadi kerusakan enotel pembuluh darah , trombosit, lekosit, dan gangguan perfusi
jaringan, perubahan permeabilitas kapiler.
3. Zona Hiperemi : Daerah di luar zona stasis dimana terjadi vasodilatasi tanpa banyak
melibatkan reaksi.

Luas Luka Bakar
Banyak metoda perhitungan luka bakar, dari yang sederhana seperti rule of thumb, yaitu
luas dihitung 1% setiap ukuran sebesar telapak tangan penderita. Luas luka bakar dinyatakan
dalam % terhadap luas seluruh tubuh. Pada dewasa digunakan rumus 9. yaitu, luas kepala dan
leher, dada, punggung, perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri,
paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9 %.
Sisanya 1 persen ada daerah genital. Pada bayi digunakan rumus 10 , sedangkan pada anak
digunakan rumus 10-15-20. Untuk anak: kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang
masing-masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah
kanan dan kiri masing-masing 15%. Prognosis dan penanganan ditentukan oleh dalam dan luas
permukaan yang terkena, juga oleh letak luka yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan
penderita. Daerah perineum, ketiak, leher dan tangan sulit perawatannya antara lain karena
mudah mengalami kontraktur. Karena bayi dan orang lanjut usia daya kompensasinya lebih
rendah, maka prognosisnya lebih buruk.


Derajat Luka Bakar
Dikelompokkan beradasarkan kedalaman kerusakan yang terjadi. Klasifikasi tradisional
mengenal luka bakar derajat I, II, dan III, sedangkan sekarang digolongkan menjadi
1. Superficial thickness (grd I)
2. Partial thickness superficial (grd IIa)
3. Partial thickness deep (grd II b)
4. Full thickness (grd III)
Klasifikasi dan temuan klinis

Derajat
I II III
Bagian Kulit
yang Rusak
Epidermis Epidermis dan
sebagian dermis
Epidermis, dermis,
dan lapisan di
bawahnya
Bula - + -
Dasar Hiperemis Merah/pucat Putih/pucat
Eskar - - +
Nyeri +, karena
ujung saraf
tidak
terganggu
+ -


Berdasarkan berat ringannya luka bakar, diperoleh beberapa kategori luka bakar
menurut American Burn Association:
1. Luka bakar berat/ kritis (major burn)
1. Derajat II-III > 20% pada pasien berusia < 10 tahun atau diatas 50 thn.
2. Derajat II- III > 25 % pada kelompok usia selain yang disebutkan pada butir
pertama
3. Luka bakar pada muka, telinga tangan, kaki dan perineum
4. Adanya cedera pada jalan napas tanpa memperhitungkan luas luka bakar.
5. Luka bakar listrik tegangan tinggi
6. Disertai trauma lainnya
7. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang/moderate
1. Luka bakar dengan luas 15-25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III
kurang dari 10 %.
2. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia kurang 10 thn atau dewasa lebih
dari 40 thn, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %.
3. Luka bakar dengan derajat III kurang dari 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.
3. Luka bakar ringan
1. Luka bakar dengan luas kurang dari 15 % pada orang dewasa.
2. Luka bakar dengan luas kurang dari 10 % pada anak-anak
3. Luka bakar dengan luas kurang dari 2 % pada segala usia yang tidak mengenai
muka, tangan, kaki, perineum.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah yaitu darah rutin, ureum kreatinin, elektrolit, GDS dan
analisa gas darah merupakan data dasar untuk menilai dan diagnosis awal keadaan penderita.
Pada pemeriksaan radiologi foto thoraks, apabila dicurigai adanya trauma inhalasi, dan pasca
pemasangan CVP. Pemeriksaan kultur dan resistensi tes.
Komplikasi
1. Syok, karena kehilangan cairan
2. Sepsis/toksis
3. Gagal ginjal mendadak
4. Pneumonia
Penatalaksanaan
Pre-hospital
1. Sedapat mungkin penanganan ABC (sesuai ATLS)
2. Jauhkan dari sumber luka bakar
3. Ingatkan pada orang yang terbakar jangan lari atau berdiri karena api akan lebih besar
4. Padamkan api dengan disiram air, tutup kain basah atau berguling
5. Bilas dengan air jika luka bakar kimiawi, jangan dengan anti karena akan timbul reaksi
panas
6. Trauma listrik putuskan aliran
7. Pada keracunan CO biasanya karena terjebak dalam ruangan tertutup, timbul gejala
seperti pusing, sakit kepala dan muntah-muntah, terapi dengan oksigen murni
8. Lepaskan pakaian dan perhiasan
9. Early cooling, siram air
10. Jangan es/ice-pack !
11. Luka bakar kimia : irigasi sebanyak-banyaknya, jangan netralisir.
12. Luka bakar listrik : padamkan sumber, gunakan non-conducting.
Penanganan di Emergensi
Tindakan penyelamatan jiwa sesuai dengan prosedur ATLS.
Penanganan:
1. Bebaskan jalan nafas, perhatikan kemungkinan edema laring.
2. Oksigen lembab 5 liter/mnt
3. Resusitasi cairan sesuai formula Baxter-Parkland,
4. Monitoring tanda-tanda vital, diuresis dari waktu ke waktu
5. Pemasangan CVP bila luas luka bakar 40 %, dengan nilai normal pada fase akut adalah
0 2 cmH20
6. NGT apabila diperlukan,
7. Kateter untuk monitoring diuresis
8. Antitetanus profilaksis
9. Antibiotik spektrum luas
10. Analgetik, bila perlu golongan narkotik dengan pengawasan ketat
11. Debridement dalam narkose bila keadaan umum pasien sudah stabil. Tindakan
debridemen dapat diulangi sesuai kondisi pasien
12. Penutupan defek dengan skin grafting
13. Perawatan luka dengan antibiotik topikal (silversulfadiazine, MEBO,dll)
Indikasi rawat :
1. Derajat 2 > 15% pada dewasa, > 10% pada anak
2. Derajat 2 pada muka, tangan, kaki, perineum, atau persendian
3. Derajat 3 > 2% dewasa, setiap derajat 3 pada anak berapapun luasnya
4. Disertai trauma jalan nafas, luka listrik dan komplikasi lain
Perawatan RS
Apabila termasuk kriteria luka bakar sedang dan berat (sesuai American Burn Association) maka
pasien dirawat :
1. Di burn unit bila tersedia
2. Rawat inap biasa/isolasi bila burn unit tidak tersedia
3. Dirawat di ICU sampai kondisinya stabil. Kemudian dapat dipindahkan ke burn unit bila
tersedia.
4. Tindakan definitif berupa:
Debridement ulang, escarotomi/escarectomy
Penutupan defek dengan STSG/FTSG
Fisioterapi

Anda mungkin juga menyukai