Oleh Kelompok IV Denny Hermawan :1115251145 I Made Bayu Terayana :1115251147
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 2014
TEORI STRUKTUR MODAL
Teori Struktur Modal Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir,2001). Modal pada dasarnya terbagi atas dua bagian yaitu modal Aktif (Debet) dan modal Pasif (Kredit). Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan penyertaan kepemilikan perusahaan. Struktur yang optimal suatu perusahaan harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham (Brigham dan Houston,2001:5-6). Teori strukrur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan dividen dianggap konstan. Dengan kata lain seandainya perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang (sebaliknya) Untuk mengukur Struktur Modal tersebut maka dapat digunakan beberapa Teori yang menjelaskan Struktur Modal dalam suatu Perusahaan.
1. Balancing Theory Teori Keseimbangan (Balancing Theories) mempunyai tujuan untuk menyeimbangan komposisi hutang dan modal sendiri. Balancing Theories dimulai dari keadaan yg ekstrem yaitu pada kondisi pasar modal yang sempurna dan tidak ada pajak. Tentu saja kondisi ini tidak pernah ada dalam dunia nyata. Kemudian kodisi dilanjutkan dengan memperlonggar satu demi satu asumsi-asumsi yang medasarinya. Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin
tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu : a. Biaya Langsung Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis.
b. Biaya Tidak Langsung Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar. Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang akan meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring (Persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga
2. Balancing teory dengan pendekatan tradisional prinsip pembiayaan a. Pendekatan laba bersih (net income approach) Pendekatan laba bersih mangasumsikan bahwa investor mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang yang semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat. b. Pendekatan laba operasi (net operating income approach) Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan. Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekwensinya biaya modal rata-rata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting. c. Pendekatan tradisional (traditional approach) Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat bunga hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage tertentu akan meningkat. Ketiga pendekatan struktur modal tradisional ini pada mulanya dikembangkan oleh David Durand pada tahun 1952.
3. Balancing teory pendekatan Modigliani dan Miller Franco Modigliani dan Miller (MM) memperkenalkan model teori struktur modal secara matemtis, scientific dan atas dasar penelitian yang terus menerus. MM memperkenalkan teori struktur modal dengan beberapa asumsi sebagai berikut: a. Risiko bisnis perusahaan dapat diukur dengan standar laba sebelum bunga dan pajak ( EBIT ) dan perusahaan yang memiliki risiko bisnis sama dikatakan berada dalam kelas yang sama. b. Semua investor dan investor potensial memiliki estimasi terhadap EBIT perusahaan di masa datang; dengan demikian semua investor memiliki harapan yang sama atau homogeneous expectations tentang laba perusahaan dan tingkat risiko perusahaan. c. Saham dan obligasi diperdagangkan dalam pasar modal yang sempurna atau perfect capital market. Adapun kriteria pasar modal yang efisien adalah:
informasi selalu tersedia bagi semua investor ( symmetric information) dan dapat diperoleh tanpa biaya; tidak ada biaya transaksi dan investor bersikap rasional investor dapat melakukan diversifikasi investasi secara sempurna; tidak ada pajak pendapatan perseorangan investor baik individu maupun institusi dapat meminjam dengan tingkat bunga bebas risiko Pendekatan MM Tanpa Pajak Preposisi I, Pada tahun 1958 mereka mengajukan suatu teori yang ilmiah tentang struktur modal perusahaan. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Teori mereka menggunakan beberapa asumsi: 1) Risiko bisnis perusahaan diukur dengan EBIT (Standard Deviation Earning Before Interest and Taxes) 2) Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT perusahaan di masa mendatang. 3) Saham dan obligasi diperjual belikan di suatu pasar modal yang sempurna. 4) Seluruh aliran kas adalah perpetuitas (sama jumlahnya setiap periode hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain, pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama. 5) Tidak terdapat agency cost. 6) Tidak ada pajak. 7) Investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan 8) Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan 9) Tidak ada biaya kebangkrutan 10) Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang. 11) Para investor adalah price-takers. 12) Jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).
Preposisi II, MM berpedapat bahwa dalam keadaan pasar modal sempurna biaya modal sendiri perusahaan yang memiliki hutang adalah sama dengan biaya modal sendiri perusahaan yang tidak memiliki hutang ditambah premium risiko. Besar kecilnya premium risiko tergantung pada selisih antara biaya modal sendiri dan biaya hutang perusahaan yang tidak memiliki hutang dikalikan dengan besarnya hutang. ) / )( ( S D K K K K d S u S L S
....(4.7) Dari preposisi kedua ini MM berpendapat bahwa apabila hutang perusahaan semakin besar maka biaya modal sendiri juga semakin besar. Hal ini disebabkan karena risiko yang dihadapi oleh pemilik modal sendiri semakin besar dengan demikian pemilik modal sendiri meminta tingkat keuntungan yang diminta pemilik modal sendiri adalah sebesar tingkat keuntungan atas modal sendiri dari perusahaan yang tidak memiliki hutang plus premium risiko. Pendekatan MM dengan Pajak Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan teori MM tahun 1958.Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan perusahaan. Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga hutang bisa dipakai sebagai pengurang pajak.
Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang. Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Implikasi dari preposisi II ini adalah
penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal hutang lebih kecil dibandingkan dengan biaya modal saham), sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat). Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi teori MM mengatakan agar perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya, karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan.
4. Model Miller Miller merumuskan model penilaian perusahaan yang memperhatikan pajak penghasilan untuk perusahaan (corporate tax) dan untuk individu (personal Tax). Pajak pribadi ini adalah pajak penghasilan dari saham dan pajak pengasilan dari obligasi. Untuk menentukan nilai perusahaan pada saat terdapat corporate and personal income tax. dipergunakan pendekatan dengan menentukan imbalan yang diterima oleh pemilik saham (shareholders) dan pemilik obligasi (bondholders). Nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang. Hal ini terjadi karena manfaat yang berasal dari pembayaran pajak yang rendah pada level perusahaan hilang sebagai akibat pembayaran pajak yang lebih pada level individu. Nilai perusahaan justru dapat turun apabila perusahaan menerbitkan obligasi (atau menggunakan hutang) apabila terdapat personal income tax, dan (1-Td) > (1-Tc)x(1- Ts). Dengan demikian, keberadaan personal income tax dan kemungkinan perbedaan Ts dan Td juga dapat menjelaskan mengapa perusahaan mungkin tidak menggunakan extreme leverage.
5. Packing Order teory Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu : a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan. b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa. c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi. d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil. Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya. Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang
menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penulisan ini ialah didalam mengevaluasi analisis strategi investasi pada saham terdapat beberapa pilihan teknik strategi yang dapat dilakukan oleh investor untuk memperoleh return dan capital gain. Analisis Strategi tersebut yaitu : Teknik analisis, Analisis Fundamental, Analisa Kuantitatif, Analisis Portofolio, Bandarmologi, Strategi Can Slim, Strategi income investing, Strategi GARP investing, Strategi growth investing, Strategi value investing, dan Strategi analisis kualitatif. Sedangkan pada strategi investasi pada obligasi menjadi strategi yang digunakan investor agar mendapatkan risiko yang minimal dan pengembalian yang maksimal, strategi ini melalui berbagai strategi yaitu: Strategi Pengelolaan Pasif, Strategi Imunisasi, dan Strategi Aktif.
Selain analisis strategi investasi pada saham dan obligasi adapula beberapa pendekatan praktis dalam investasi yang meliputi analisis Sensitivitas, Analisis pulang pokok (BEP) untuk NPV, dan pendekatan Pohon Keputusan untuk Keputusan yang Berurutan.
Daftar Pustaka
Modul bu prof. Wiagustini, Teori Struktur Modal naruli-maestro.blogspot.com/2011/09/pecking-order-theory.html en.wikipedia.org/wiki/Pecking_order_theory