Anda di halaman 1dari 10

Infeksi di rumah sakit atau infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang menjadi

penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Walaupun beberapa kejadian
infeksi nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien, namun menyebabkan pasien dirawat
lebih lama akibatnya pasien harus membayar lebih mahal.
STERI LI SASI
Sterilisasi adalah proses pengolahan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua
mikroorganisme termasuk endospora pada suatu alat / bahan.
Proses sterilisasi di rumah sakit sangat penting sekali dalam rangka pengawasan
pencegahan infeksi nosokomial.
Keberhasilan usaha tersebut akan tercermin pada kualitas dan kuantitas mikroorganisme
yang terdapat bahan, alat serta lingkungan kerja rumah sakit.
Sebaiknya proses sterilisasi di RS dilaksanakan secara sentralisasi dengan tujuan agar
tercapainya :
1. Efisiensi dalam menggunakan peralatan dan sarana.
2. Efisiensi tenaga.
3. Menghemat biaya investasi, instalasi dan pemeliharaannya.
4. Sterilisasi bahan dan alat yang disterilkan dapat dipertanggung jawabkan.
5. Penyederhanaan dalam pengembangan prosedur kerja, standarisasi dan peningkatan
pengawasan mutu.
Untuk kerja yang bertanggung jawab terhadap proses sterilisasi di rumah sakit adalah
Instalasi Sterilisasi Sentral. Instalasi Sterilisasi Sentral mempunyai kegiatan mengelola
semua kebutuhan peralatan dan perlengkapan tindakan bedah serta non bedah. Mulai dari
penerimaan, pengadaan, pencucian, pengawasan, pemberian tanda steril penyusunan dan
pengeluaran barang barang hasil sterilisasi ke unit pemakaian di RS.
Macam-macam sterilisasi
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dan
kimiawi.
1. Sterilisai secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil
(0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses
ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran.
Pemanasan
a. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh alat :
jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
b. Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-180
0
C. Sterilisasi panas kering cocok
untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
c. Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat
menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
d. Uap air panas bertekanan : menggunalkan autoklaf

Penyinaran dengan UV
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh
mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UV.

3. Sterilisaisi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.

A. Tehnik Sterilisasi
Sebelum memilih tehnik sterilisasi yang tepat dan efisien diperlukan pemahaman terhadap
kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan dan alat yang akan disterilkan.
Kontaminasi terjadi karena adanya perpindahan mikroorganisme yang berasal dari
berbagai macam sumber kontaminasi.
Sumber kontaminasi dapat berasal dari :
1. Udara yang lembab atau uap air.
2. Perlengkapan dan peralatan di rumah sakit.
3. Personalia yang di rumah sakit ( kulit, tangan, rambut dan saluran nafas yang terinfeksi ).
4. Air yang tidak disuling dan tidak disterilkan.
5. Ruang yang tidak dibersihkan dan di desinfektan.
6. Pasien yang telah terinfeksi.
Sterilisasi dimaksudkan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme
ditetntukan oleh daya mikroorganisme terhadap tehnik sterilisasi.
Tehnik sterilisasi ada beberapa cara :
a. Sterilisasi dengan pemanasan :
Pemanasan basah dengan Autoklaf
Pemanasan kering dengan pemijatan dan udara panas.
Pemanasan dengan bactericid.
b. Sterilisasi dengan penyaringan.
c. Sterilisasi dengan menggunakan zat kimia.
d. Sterilisasi dengan penyinaran.
B. Pemilihan tehnik sterilisasi berdasarkan pertimbangan
- Tehnik yang murah, cepat dan sederhana.
- Hasil yang diperoleh benar benar steril.
- Bahan yang disterilkan tidak boleh mengalami perubahan.
3. Pengawasan
Suatu bahan steril yang dihasilkan selama dalam penggunaan harus dapat dijamin kualitas
dan kuantitasnya. Waktu kadaluwarsa suatu bahan steril sangat tergantung kepada tehnik
sterilisasi. Pengawasan terhadap proses sterilisasi dapat dilakukan dengan cara mentest
bahan atau alat yang dianggap masih steril dengan memakai indicator fisika, kimia dan
biologi tergantung pada tehnik sterilisasi yang digunakan waktu mensterilkan bahan / alat
tersebut.
4. Pengujian
Ada tiga pilihan yang dapat digunakan sebagai tehnik dalam pengujian sterilisasi :
a. Pemanasan sample langsung pada media pembenihan.
b. Pembilasan penyaring, hasil pembilasan diinkubasikan setelah ditanam dalam media
pembenihan.
c. Penambahan media pembenihan paket ke dalam larutan yang akan diuji kemudian
diinkubasi.
Jaminan hasil penguian dapat dicapai jika pengawasan dimulai semenjak pemilihan bahan
dan alat yang akan disterilkan. Tehnik sterilisasi yang akan dipakai sampai dengan proses
penyimpanan dan pendistribusian bahan / alat yang sudah steril.
DESINFEKSI
1. Pengertian
Desinfeksi adalah suatu proses baik secara kimia atau secara fisika dimana bahan yang
patogenik atau mikroba yang menyebabkan penyakit dihancurkan dengan suatu desinfeksi
dan antiseptic.
Desinfektan adalah senyawa atau zat yang bebas dari infeksi yang umumnya berupa zat
kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau mikroorganisme yang membahayakan
menginaktifkan virus.
Antiseptik adalah zat zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan hidup.
Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptic di
rumah sakit adalah Instalasi Farmasi.
Instalasi Farmasi mempunyai kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, pembuatan,
penyusunan dan penyaluran desinfektan / antiseptic ke unit pemakai di rumah sakit.

Desinfektan tingkat rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan :

1. Golongan pertama
Desinfektan yang tidak membunuh virus HIV dan Hepatitis B.
1. Klorhexidine (Hibitane, Savlon).
2. Cetrimide (Cetavlon, Savlon).
3. Fenol-fenol (Dettol).

Desinfektan golongan ini tidak aman untuk digunakan :
1. Membersihkan cairan tubuh (darah, feses, urin dan dahak).
2. Membersihkan peralatan yang terkena cairan tubuh misalnya sarung tangan yang
terkena darah.
Klorheksidine dan cetrimide dapat digunakan sebagai desinfekan kulit
fenol-fenol dapat digunakan untuk membersihkan lantai dan perabot seperti meja dan
almari namun penggunaan air dan sabun sudah dianggap memadai.

2. Golongan kedua
Desinfektan yang membunuh Virus HIV dan Hepatistis B.
a). Desinfektan yang melepaskan klorin.
Contoh : Natrium hipoklorit (pemutih, eau de javel), Kloramin (Natrium
tosilkloramid, Kloramin T) Natrium Dikloro isosianurat (NaDDC), Kalsium
hipoklorit (soda terklorinasi, bubuk pemutih)

b). Desinfektan yang melepaskan Iodine misalnya : Povidone Iodine (Betadine, Iodine lemah)
1. Alkohol : Isopropil alkohol, spiritus termetilasi, etanol.
2. Aldehid : formaldehid (formalin), glutaraldehid (cidex).
3. Golongan lain misalnya : Virkon dan H2O2. (Imbang, 2009)
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi suatu desinfektan adalah:
1.Waktu dan lamanya kontak dengan mikroba
2.Suhu desinfektan
3.Konsentrasi desinfektan
4.Jumlah dan tipe dari mikroorganisme
5.Keadaan bahan yang didesinfektan
Bahan kimia menimbulkan suatu pengaruh yang lebih selektif terhadap jasad renik
dibandingkan dengan perlakuan fisik seperti panas dan radiasi.
Dalam memilih bahan kimia sebagai suatu desinfektan atau antiseptik perlu diperhatikan hal-
hal berikut :
1.Sifat mikrosida (membunuh jasad renik)
Spora pada umumnya lebih tahan daripada bentuk vegetatif dan hanya beberapa desinfektan
sebagaihalogen, formalin, dan etilen oksida yang efektif terhadap spora.
2.Sifat mikrostatik (menghambat pertumbuhan jasad renik)
Beberapa komponen kimia pada konsentrasi rendah tidak dapat membunuh jasad renik, tetapi
hanya menghambat pertumbuhannya, misalnya senyawa tertentu yang terdapat pada rempah-
rempah, dan komponen ini mempunyai sifat bakteriostatik atau fungisid.
3.Kecepatan penghambatan
Komponen kimia mempunyai kecepatan membunuh yang berbeda-beda terhadap jasad renik.
Beberapa komponen lainnya hanya efektif setelah beberapa jam. Sel yang sedang tumbuh
atau berkembang biak lebih sensitive dan mudah dibunuh dibandingkan dengan sel dalam
keadaan istirahat atau statik
4.Sifat-sifat lain
Dalam pemilihan suatu desinfektan harus disesuaikan dengan harga yang tidak mahal,
efektivitasnya tetap dalam waktu yang lama. Larut dalam air dan stabil dalam larutan. Juga
perlu diperhatikan sifat racunnya dan sifat iritasi pada kulit.



PENGGUNAAN DESINFEKTAN
Desinfektan sangat penting bagi rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan membantu
mencegah infeksi terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis
yang ada di rumah sakit dan juga membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh
penyakit pasien. Perlu diperhatikan bahwa desinfektan harus digunakan secara tepat
(Imbang, 2009).
2. Tehnik Desinfeksi
Tehnik desinfeksi yang dilakukan tidak mutlak bebas dari mikroorganisme hidup seperti pada
sterilisasi karena desinfektan / antiseptic tidak menghasilkan sterilisasi.
Pemilihan desinfetan yang tepat seharusnya memenuhi criteria berikut :
a. Daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas yang rendah.
b. Spektrum luas, dapat mematikan berbagai macam mikroorganisme.
c. Dalam waktu singkat dapat mendesinfeksi dengan baik.
d. Stabil selama dalam penyimpanan.
e. Tidak merusak bahan yang didesinfeksi.
f. Tidak mengeluarkan bau yang mengganggu.
g. Desinfektannya sederhana dan tidak sulit pemakaiannya.
h. Biaya murah dan persediaannya tetap ada dipasaran.
Faktor yang mempengaruhi pemilihan desinfektan yaitu sifat sifat zat kimia yang akan
digunakan seperti konsentrasi, temperature, pH dan bentuk formulasinya disamping itu
kepekaan mikroorganisme terhadap kerja zat kimia serta lingkungan dimana desinfektan
tersebut akan digunakan.
2. Pengawasan Desinfeksi
Pengawasan desinfeksi dilakukan terhadap penggunaan desinfeksi sangat tergantung kepada
pengaruh suhu, pencemaran, pH, aktifitas permukaan, jumlah mikroorganisme dan adanya
zat zat yang mengganggu pada waktu mempergunakan desinfektan.
PERBEDAAN STERILISASI DAN DESINFEKSI

a. Sterilisasi
1. Semua mikroba termasuk spora bakteri akan terbunuh.
2. Dapat dilakukan dengan menggunakan pemanasan uap (autoklav) atau dengan panas
kering.
3. Dapat juga dilakukan dengan penjenuhan dengan glutaraldehid atau formaldehid
selama 10 jam.

b. Desinfeksi tingkat tinggi
1. Semua mikroba, sebagian dari spora bakteri terbunuh.
2. Dapat dilakukan dengan pendidihan selama 20 menit atau dengan penjenuhan dengan
jumlah besar disinfektan selama 30 menit misalnya dengan mengunakan glutaraldehid
atau H2O2

c. Desinfeksi tingkat rendah
Akan menghilangkan jumlah mikroba sehingga peralatan atau permukaan badan aman
untuk dipegang. Desinfeksi ini dapat dilakukan dengan beberapa macam
disinfektan(Signaterdadie, 2009)



Hand hygiene
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan
tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan
memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah
satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen
yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain,
baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-
permukaan lain seperti handuk, gelas).
Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan
tubuh lain (seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci
dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar
bahwa dirinya sedang ditularkan
[1]
)
PBB telah mencanangkan tanggal 15 Oktober sebagai Hari Mencuci Tangan dengan Sabun
Sedunia. Ada 20 negara di dunia yang akan berpartisipasi aktif dalam hal ini, salah satu di
antaranya adalah Indonesia.
Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan pencegahan yang menjadi perilaku sehat dan
baru dikenal pada akhir abad ke 19. Perilaku sehat dan pelayanan jasa sanitasi menjadi
penyebab penurunan tajam angka kematian dari penyakit menular yang terdapat pada negara-
negara kaya (maju) pada akhir abad 19 ini. Hal ini dilakukan bersamaan dengan isolasi dan
pemberlakuan teknik membuang kotoran yang aman dan penyediaan air bersih dalam jumlah
yang mencukupi.
Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif
dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun. Menggunakan
sabun dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan
waktunya lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif
karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergesek
dalam upaya melepasnya. Didalam lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit
hidup. Efek lainnya adalah, tangan menjadi harum setelah dicuci dengan menggunakan sabun
dan dalam beberapa kasus, tangan yang menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan
dengan sabun menjadi menarik untuk dilakukan.
Kesadaran masyarakat untuk mencuci tangan dengan sabun
Ditempat tempat dimana mencuci tangan merupakan praktik umum yang dilakukan sehari-
hari, dan banyak terdapat sabun dan air bersih, orang tidak menyadari untuk mencuci
tangannya dengan sabun. Sebuah penelitian di Inggris mengungkapkan bahwa hanya separuh
orang yang benar-benar mencuci tangannya setelah membuang hajat besar/ kecil. Penelitian
lain di Amerika Serikat pada dokter-dokter disana terungkap bahwa dokter banyak lupa
mencuci tangannya setelah menangani pasien satu dan berganti ke pasien lainnya dengan
frekuensi yang cukup tinggi. Para staf kesehatan sepenuhnya mengerti betapa pentingnya
mencuci tangan dengan sabun, namun hal ini tidak dilakukan karena: ketidadaan waktu (tidak
sempat), kertas untuk pengeringnya kasar, penggunaan sikat yang menghabiskan waktu
[2]

dan lokasi wastafel yang jauh dimana tangan harus berkali-kali dicuci menggunakan sabun
dan dikeringkan sehingga merepotkan.
Pencucian tangan khusus dalam lingkungan medis biasanya membutuhkan banyak sekali
sabun dan air untuk memperoleh busa dan saat telapak tangan digosok secara sistematis
dalam kurun waktu 15-20 detik dengan teknik mengunci antar tangan, setelah tangan
dikeringkan pun para tenaga medis tidak diperkenankan untuk mematikan air atau membuka
pegangan pintu, apabila hal ini mereka harus lakukan, tangan harus dilidungi dengan kertas
tisyu atau handuk kering bersih
[3]
.
Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan mencuci tangan dengan
sabun dengan benar dapat menurunkan separuh dari penderita diare. Penelitian ini dilakukan
di Karachi, Pakistan dengan intervensi pencegahan penyakit dengan melakukan kampanye
mencuci tangan dengan sabun secara benar yang intensif pada komunitas secara langsung.
Komunitas yang mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding yang mirip yang tidak
mendapatkan intervensi menunjukkan bahwa jumlah penderita diare berkurang separuhnya.
Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare, penelitian intervensi,
kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan menggunakan data elektronik dan data yang
terkumpul menunjukkan bahwa risiko relatif yang didapat dari tidak mencuci tangan dari
percobaan intervensi adalah 95 persen menderita diare, dan mencuci tangan degan sabun
dapat mengurangi risiko diare hingga 47 persen
[4]
.
Jenis sabun untuk mencuci tangan
Segala jenis sabun dapat digunakan untuk mencuci tangan baik itu sabun (mandi) biasa,
sabun antiseptik, ataupun sabun cair. Namun sabun antiseptik/ anti bakteri seringkali
dipromosikan lebih banyak pada publik. Hingga kini tidak ada penelitian yang dapat
membuktikan bahwa sabun antiseptik atau disinfektan tertentu dapat membuat seseorang
rentan pada organisme umum yang berada di alam
Perbedaan antara sabun antiseptik dan sabun biasa adalah, sabun ini mengandung zat anti
bakteri umum seperti Triklosan yang memiliki daftar panjang akan resistensinya terhadap
organisme tertentu. Namun zat ini tidak resisten untuk organisme yang tidak terdapat
didaftar, sehingga mereka mungkin tidak seefektif apa yang diiklankan
[sunting] Mencegah penyakit


Diagram F transmisi penyakit diambil dari sumber: Wagner dan Lanoix
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyakit
diare dan ISPA, yang keduanya menjadi penyebab utama kematian anak-anak. Setiap tahun,
sebanyak 3,5 juta anak-anak diseluruh dunia meninggal sebelum mencapai umur lima tahun
karena penyakit diare dan ISPA. Mencuci tangan dengan sabun juga dapat mencegah infeksi
kulit
[7]
, mata
[7]
, cacing yang tinggal di dalam usus
[7]
, SARS, dan flu burung
[8]
.
Pada sebuah penelitan yang dipublikasikan Jurnal Kedokteran Inggris (British Medical
Journal) pada November 2007 menyatakan bahwa mencuci tangan dengan sabun secara
teratur dan menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, bisa jadi lebih efektuf untuk
menahan penyebaran virus ISPA seperti flu dan SARS. Temuan ini dipublikasikan setelah
Inggris mengumumkan bahwa mereka menggandakan obat-obatan anti virus sebagai
persiapan pandemik flu yang mungkin terjadi dimasa depan. Berdasarkan 51 riset, peneliti
menemukan bahwa pendekatan melalui perlindungan fisik yang murah sebaiknya diberikan
prioritas dalam rencana nasional mengatasi pandemik flu, saat bukti-bukti banyak
menunjukkan bahwa penggunaan vaksin dan obat-obatan anti virus tidak efisien untuk
menghentikan penyebaran influenza.
Ke 51 penelitian ini membandingkan intervensi untuk mencegah penularan virus ISPA dari
binatang ke manusia atau manusia ke manusia dengan isolasi, karantina, menjauhkan diri
secara sosial, perlindungan diri dan perlindungan melalui perilaku sehat, intervensi lainnya
hingga tidak melakukan apapun juga. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa secara
individual mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, sarung tangan dan pelindung
lebih efektif untuk menahan laju penyebaran virus ISPA, dan lebih efektif lagi bila
dikombinasikan. Para peneliti juga akan mengadakan evaluasi lanjutan akan kombinasi
manakah yang terbaik untuk diterapkan. Penelitian lainnya yang dibulikasikan oleh Cochrane
Library journal pada Oktober 2007 menemukan bahwa mencuci tangan dengan air dan sabun
adalah cara yang sederhana dan efektif untuk menahan virus ISPA, mulai dari virus flu
sehari-hari hingga virus pandemik yang mematikan
[9]
.
Sebuah penelitian lain tentang kebijakan kesehatan yang dilakukan oleh Bank Dunia
menunjukkan bahwa perilaku sehat seperti mencuci tangan dengan sabun kurang
dipromosikan sebagai perilaku pencegahan penyakit, dibandingkan promosi obat-abatan flu
oleh staf kesehatan. Hal ini diperparah apabila lokasi penduduk terpencil dan sulit terjangkau
media cetak maupun elektronik (seperti radio dan TV)
[10]
.
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun
1. Diare. Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk
anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait
menemukan bahwa cuci tangan dengan sabut dapat memangkas angka penderita diare
hingga separuh
[11]
. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air,
namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia
seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal
dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika
mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang
terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih
dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor. Tingkat kefektifan
mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan angka penderita diare dalam persen
menurut tipe inovasi pencegahan adalah: Mencuci tangan dengan sabun (44%),
penggunaan air olahan (39%), sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%),
penyediaan air (25%), sumber air yang diolah (11%)
[12]

2. Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita.
Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernapasan ini
dengan dua langkah: dengan melepaskan patogen-patogen pernapasan yang terdapat
pada tangan dan permukaan telapak tangan dan dengan menghilangkan patogen
(kuman penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak
hanya diare namun juga gejala penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah
ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan seperti
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil dapat
mengurangi tingkat infeksi hingga 25 persen
[7]
. Penelitian lain di Pakistan
menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi saluran
pernapasan yang berkaitan dengan pnemonia pada anak-anak balita hingga lebih dari
50 persen
[13]
.
3. Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit, . Penelitian juga telah membuktikan
bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan penggunaan sabun dalam mencuci
tangan mengurangi kejadian penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan
cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.
daftar pustaka
http://isniawahib.blogspot.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Mencuci_tangan_dengan_sabun

Anda mungkin juga menyukai