Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Fraktur adalah rusaknya kuntinuitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan
eksternal yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang bila fraktur mengubah
posisi tulang struktur yang ada disekitarnya (otot, tedon, saraf dan pembuluh darah)
juga mengalami kerusakan. Cidera traumatic paling banyak menyebabkan fruktur,
fraktur patologisnya terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena
dimineralisasi yang berlebihan (Carpenito, 1999).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh roda paksa (Mansjoer, 2000)
Fraktur adalah pemisahan atau patah tulang, ada lebih dari 150 klasifikasi,
lima yang utama adalah :
1. Lukoplete : Fraktur yang melibatkan baian potongan menyilang tulang
salah satu patah yang lain biasanya hanya bengkok
(greastick)
2. Complete : Garis fraktur melibatkan seluruh potongan meyilang dari
tulang dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
3. Tertutup (simple) : Fraktur tidak meluas melewati kulit
4. Terbuka (compored) : Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit dimana
potensial untuk terjadi infeksi
5. Patolgis : fraktur terjadi pada penyakit tulang dengan tidak ada
trauma / hanya minimal
(Doenges, 1999)
J enis khusus fraktur
1. Greenstick : fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang
lainnya membengkok
2. Transversal : fraktur sepanjang garis tengah tulang
3. Oblik : fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
4. Spiral : fraktur memuntir sepanjang batang tulang
5. Kominutif : fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
6. Depresi : fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam
7. Kompresi : fraktur dimana tulang tulang mengalami kompresi (pada tulang
belakang)
8. Avulsi : tertariknya fragmen tulang ligament / tedon pada perlekatnya
9. Epitiseal : fraktur melalui epifesis
10. Impoksi : fraktur dimana fragmen tulang terdorong kef ragmen tulang
lainnya
(Smeltzer, Suzanne C, 2001)


B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Tulang terbagi dalam empat kategori : tulang panjang (mis fremur), tulang
pendek (mis tulang tarsalia), tulang pipih (mis sternum) dan tulang tidak teratur (mis
vertebra).
Tulang tersusun oleh jaringan tulang konselus (trabekular / spongius) atau
kortikel (kompak), tulang panjang (mis fremur berbentuk seperti tangkai / batang
panjang dengan ujung yang membulat) ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago
artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan
dan gerakan.
Tulang pendek (misal metakarpal) terdiri dari tulang konselus ditutupi selapis
tulang kompak. Tulang pipih (mis sternum) merupakan tempat penting utnuk
hematopoiesis dan sering memberikan perlundungan bagi organ vital. Tulang tak
teratur (misal vertebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.
Ositeoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matrik tulang. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon (unit matrik tulang). Osteoklas adalah sel multi
nuklea atau berinti banyak yang berperan dalam penghancuran dan resorbsi tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang konselus. (Rasjad, 1999)
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari tungkai bawah
dan terletak medial dan fibula / tulang betis : tibia adalah tulang pipa dengan sebuah
batang dan dua ujung.
- Ujung atas memperlihatkan adanya kondil medial dan kondil lateral, kondil lateral
memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendiandengan kepala fibula
pada sendi fibio-fibuler superior, tuberkel dan fibia ada disebelah depan dengan
tepat dibawah kondil-kondil ini, bagian depan memberi kaitan kepada tendon
patella yaitu tendon dari insersi otot ekstensor kwadrisep.
- Batang, dalam irisan melintang bentuknya segitiga, sisi anteriornya peling
menjulang dan sepertiga sebelah tengah, terletak subkutan bagian ini membentuk
Krista tibia.
- Ujung bawah masuk dalam formasi persendian mata kaki, tulangnya sedikit dan
kebawah sebelah medial mejulang menjadi maleolus medial / maleolus tibiae.
Fibula / tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah tulang itu adalah
tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung.
- Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar dari tibia,
tetapi tidak masuk dalam formusi sendi lutut.
- Batangnya ramping dan terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyak kaitan
- Ujung bawah disebelah bawah lebih memanjang menjadi maleolus lateralis /
maleolus fibulae. (Everlyn Peace, 2002 )

C. ETIOLOGI
Fraktur dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian/jatuh
dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pada
kerja oleh karena mesin / karena trauma olah raga (Rasjad, 1999).
Patah tulang juga bisa disebabkan oleh penyakit seperti osteoporosis terjadi
karena response tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang sebagai akibatnya,
tulang manjadi keropos secara cepat dan rapuh sehingga mengalami patah tulang
karena trauma minimal dan bahkan stress normal (Carpenito, 1999)
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya mereuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm organ tubuh dapat mengalami
cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang
(Smeltzer, Suzanne C, 2001)

D. Patofisiologi
Tulang dikatakan fraktur atau patah apabila terdapat interupsi dari kontinuitas
tulang. Biasanya fraktur disertai cidera jaringan sekitarnya yaitu otot, tendon,
persyarafan dan pembuluh darah (Long, 1996). Beberapa perubahan akan terjadi
segera oleh karena benturan (trauma) yang mendesak ke jaringan mengakibatkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan valudilatasi sehingga menimbulkan
pembengkakan, penekanan pada ujung-ujung saraf menimbulkan nyeri, kekurangan
oksigen dalam darah oleh karena penurunan perfusi jaringan sangat berperan dalam
timbulnya nyeri karena telah terjadi ischami otot yang pada tahap lanjut akan terjadi
kematian jaringan kulit / nekrose (Handerson, 1997)
Akibat luka terjadi perdarahan, ikut keluar trombosit dan sel-sel radang,
trombosit mengeluarkan prostioglandin, bahan kimia tertentu dan asam amino
tertentu yang mempengaruhi darah terjadi vasokontruksi dari proses penghentian
perdarahan sel radang keluar dari pembuluh darah secara diapedenesis dan menuju ke
daerah luka secara khemotaksis, sel mostosid mengeluarkan sasotinin dan histamine
yang meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema dengan
demikian timbul tanda radang dolor (sakit), rubor (kemerahan) dan color (hangat)
karena pembuluh darah melebar (Soelanto Reksoprodjo, 1995)

E. Manifestasi Klinik
Riwayat trauma, nyeri local dan semakin nyeri bila digerakkan, baik pada
gerakan aktif maupun pasif serta mengalami gangguan fungsi gerak pada ekstremitas
yang fraktur, deformitas, (kelainan bentuk seperti penonjolan yang abnormal, rotasi
dan pemendekan) terasa kreptasi bila fraktur digerakkan, krepitasi timbul oleh
pergeseran / beradunya ujung tulang, gerakan tidak normal misalnya pertengahan
femur dapat digerakkan, ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang
membuktikan putusnya kontinuitas tulang sesuai dengan defisiensi fraktur
(Reksoprodja, 1995)
Manifestasi klinik fraktur adalah
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi
2. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan / tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat ataupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan perbandingan
dengan ekstremitas normal
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur

F. Komplikasi
Komplikasi awal
1. Syok
Syok hipovolemik / traumatic : karena perdarahan dan kehilangan cairan
eksternal.
Kondisi fraktur : fraktur ekstremitas, toraks, pelvis dan vertebra
Penanganan : mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri, pembebatan
yang memadai dan melindungi dari cedera lebih lanjut
2. Sindrom emboli lemak
Kondisi : fraktur tulang panjang, pelvis, fraktur multiple, cidera remuk (usia 20-
30 th)
3. Sindrom komportemen
Disebabkan karena penurunan ukuran komportemen otot karena fosio yang
membungkus otot terlalu ketat dan gips / balutan yang menjerat / peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan
4. Koagulasi intravaskuler disminata (KID)
Komplikasi lambat
1. Penyatuan terlambat / tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi sistolik dan distraksi
(tarikan jauh) fragmen tulang dan kegagalan penyatuan ujung dan patahan tulang
2. Nekrosis asoskuler tulang
Dapat terjadi setelah fraktur (khususnya pada kolom femoris) dialokasi terapi
kartikostiroid dosis tinggi berkepanjangan, penyakit ginjal kronik, anemia sel
sabit
3. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah terjadi,
namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan
gejala.
(Smeltzer, Suzane S, 2001)

G. Penatalaksanaan Medis
Pasien bila mengalami cidera dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus
disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun
angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan
jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut, nyeri dapat berkurang dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur, bila fraktur terbuka
luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan
yang lebih dalam.
Prinsip-prinsip penanganan fraktur meliputi :
1. Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajaranya dan rotasi anatomis, reduksi tertutup, fraksi dan reduksi terbuka
dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya dengan manipulasi dari fraksi
manual, fraksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Reduksi terbuka dilakukan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
2. Imobilisasi fraktur / mempertahankan dalam posisi dan kesejahteraa yang besar
sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
(pembalutan, gips, bidai, fraksi kontinu, pin dan teknik gips) dan imobilisasi
dengan fiksasi interna (Nail, palt, skrup dan batang)
3. Mempertahankan dan mengembalikan, fungsi
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
Memantau status neurovaskuler
Mengontrol kecemasan dan nyeri
Latihan isometric dan getting otot
Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
Kembali ke aktivitas secara bertahap
(Smeltzer, Suzane C, 2001)


H. Pengkajian Fokus
1. Demografi
Umur biasanya terjadi pada usia dewasa awal
J enis kelamin bisa terjadi pada perempuan dan laki-laki
Pekerjaan dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas berlebihan
2. Keluhan utama
Penderita biasanya datang karena adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, kretisasi atau datang dengan gejala-
gejala lain.
3. Riwayat penyakit sekarang
Tulang kartikol mempunyai struktur yang menahan kompresi dan tekanan
memuntir. Kebanyak fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan, fraktur juga dapat terjadi
karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi,
penganiayaan, tertipa benda berat, kecelakaan pada kerja oleh karena mesin.
4. Riwayat Penyakit dahulu
Pada riwayat penyakit dahulu perlu ditanyakan kepada penderita pernah
mengalami fraktur atau tidak, penyakit yang bias menyebabkan terjadinya fraktur
antara lain osteoporosis, hipoklasemia (kurang konsumsi tulang) dan pengaruh
obat kortikosteroid.
Gejala fraktur tergantung pada sisi berat dan jumlah kerusakan pada struktur lain
(Doenges, 2000)
1. Aktifitas dan istirahat
Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (kemungkinan segera,
fraktur sendiri / terjadi sekunder dari pembengkakan jaringan)
2. Sirkulasi
Hipertensi / hipertensi, takikardi penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal
yang cidera pengisian kapiler lompat, pucat pada bagian yang terkena
pembengkakan jaringan / masa haematom pada sisi cidera
3. Neurosensori
Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot, kesemutan deformitas local onggulasi
abnormal, pemindahan rotasi, krepitasi, spasme terlihat kelemahan / hilang fungsi
4. Nyeri / kenyamanan
Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cidera tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf
spasme / kram otot
5. Keamanan
Laserasi, avulasi jaringan, perdarahan dan perubahan warna
6. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : lingkungan cidera
Perkembangan rencana pemulangan : menunjukkan terata lama dirawat : remur
7,8 hari, panggul / pelvis : 6,7 hari, lainnya 4,5 hari bila memerlukan perawatan di
rumah sakit
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan roentgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur
2. Skan tulang, homogram, skan CT : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan faskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh trauma multipel)
5. Kreatinin ; trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.

I. Pathway
Trauma / roda paksa
Tulang
Kompresi tulang
Patah tulang sempurna Patah tulang tak sempurna
Patah tulang tertutup
Patah tulang terbuka
Kerusakan struktur
tulang
Patahan tulang merusak
jaringan/pembuluh darah
Kebersihan plasma darah
Akumulasi di dalam
jaringan
Bengkak / tumor
Desakan ke jaringan di
sekitar atau tekanan
Saraf terjepit /
desak
Nyeri
Perdarahan lokal
hematome pada
daerah fraktur
Aliran darah ke perifer
jaringan terkurang /
terhambat
Warna jaringan pucat,
nadi lemah, sianosis,
kesemutan
Saraf perifer
terganggu
Resiko
tinggi cidera
Gg mobilitas
fisik
Resiko defisit
volume cairan
Gg perfusi
jaringan


J. Fokus Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan fragmen, tulang, spasme otot dan cidera pada jaringan
lunak (Doenges, 1999)
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : Pasien menyatakan nyeri berkurang dan dapat di kontrol ekspresi
wajah tenang
Intervensi
a. Kaji lokasi intensitas dan tipe nyeri gunakan peningkat nyeri
Rasional : mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektifan intervensi,
tingkat ansietas serta mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri
b. Pertahankan imobilitas bagian yang sakit dengan tirah baring
Rasional : menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang atau
tegangan yang cidera
c. Bantu dan ajarkan metode alternative penatalaksanaan rasa nyeri
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri
d. Berikan lingkungan yang nyaman dan berikan dorongan untuk melakukan
aktifitas segera
Rasional : mempertahanan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi pada jaringan yang cidera
e. Kolaborasi
Lakukan kompres dingin atau es 24 48 jam perhari
Pemberian obat-obat analgetik
Rasional : menurunkan edema atau pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan terputusnya kontravitas tulang
Tujuan :
- Menunjukkan mekanik tubuh yang meningkatkan stabilitas sisi
fraktur
- Menunjukkan pembentukan / mulai penyatuan fraktur dengan
tepat
Kriteria hasil : Mendapatkan mobilitas pada tingkat optimal secara aktif dan ikut
secara dalam rencana perawatan
Intervensi
a. Kaji imobilitas yang dihasilkan oleh cidera / pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap immobilisasi
Rasional : pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri atau persepsi diri
tentang keterbatasan fisik aktual
b. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada daerah yang
cidera maupun yang tidak
Rasional : meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan
tonus otot dan mempertahankan gerak sendi
c. Bantu klien dalam imobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat segera
mungkin
Rasional : mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring, meningkatkan
penyembuhan dan normalisasi fungsi organ
d. Berikan dorongan pda pasien untuk melakukan aktifitas sehari dalam lingkup
keterbatasan, berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan
Rasional : meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi dan meningkatkan
kesehatan diri langsung
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
Tujuan : Ketidaknyamanan hilang
Kriteria hasil : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu
Intervensi
a. Kaji kulit untuk luka terbuka adanya benda asing, kemurahan dan perdarahan
Rasional : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan gips atau traksi
b. Ubah posisi dengan sering bila memungkinkan
Rasional : mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan
meminimalkan resiko kerusakan kulit
c. Observasi untuk potensial area yang tertekan
Rasional : tekanan dapat menyebabkan ulserasi, nekrosis atau kelumpuhan
syaraf
d. Letakkan bantalan pelindung dibawah kaki dan diatas tonjolan tulang
Rasional : meminimalkan tekanan pada area ini
e. Palpasi jaringan yang diplester tiap hari dan catat adanya nyeri tekan
Rasional : bila dibawah plester nyeri tekan, diduga ada eritasi kulit dan
siapkan untuk membuka sistem balutan
4. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah
akibat adanya trauma jaringan / tulang (Tucker, 1998)
Tujuan : Perfusi jaringan adekuat
Kriteria hasil :
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (menunjukkan nadi distal
fraktur)
- Kulit teraba hangat
Intervensi
a. Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari atau sendi distal cidera
Rasional : meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah
khususnya pada ekstremitas bawah
b. Kaji pengisian kapiler laporkan temuan normal bandingkan dengan
ekstremitas yang fraktur
Rasional : penurunan atau tak adanya nadi dapat menggambarkan cidera
vaskuler dan perlunya evaluasi di medik segera terhadap status sirkulasi
c. Pertahankan kesejajaran tubuh observasi terhadap tanda-tanda sindroma
kompartemen (warna jaringan pucat, nadi, lemah, nyeri pati rasa, sianosis)
Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detik) warna putih
menunjukkan gangguan arterial
d. Observasi perubahan tanda-tanda vital
Rasional : ketidakadekuatan pelumas sirkulasi akan mempengaruhi system
perfusi jaringan
e. Observasi tanda-tanda iskemi (penurunan suhu dan peningkatan rasa)
Rasional : dislokasi fraktur sendi dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan
5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin
adekuat, tekanan darah stabil, membrane mukosa mulut lembab,
turgor kulit baik
Intervensi
a. Ukur dan catat setiap 4 jam intake dan putput cairan
Rasional : menentukan kehilangan dari kebutuhan cairan
b. Berikan makanan dan cairan
Rasional : memenuhi kebutuhan makan dan minum
c. Berikan support verbal dalam pemberian cairan
Rasional : meningkatkan konsumsi yang lebih
d. Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
Rasional : meningkatkan nafsu makan
e. Ubah posisi pasien setiap 4 jam
Rasional : meningkatkan sirkulasi

Anda mungkin juga menyukai