Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Hemifacial spasm termasuk dalam golongan movement disorder yang secara
karakteristik ditandai dengan adanya kontraksi involunter otot wajah yang dipersarafi
oleh saraf VII (N.Facialis), bersifat paroksismal, timbul secara sinkron dan intermitten
pada satu sisi wajah. Kontraksi bersifat tonik dengan variasi derajat keparahannya.
Umumnya kontraksi dimulai pada daerah sekitar mata (m. orbicularis oculi), menjalar
secara bertahap ke otot daerah pipi dan akhirnya ke daerah mulut.
Prevalensi spasme hemifasial dilaporkan oleh Auger dan Whisnat (1990)
adalah 14,5 per 100.000 populasi wanita dan 7,4 per 100.000 populasi pria. Spasme
hemifacial ini timbul pada usia decade limapuluhan dan lebih banyak dijumpai pada
wanita. Di Indonesia belum ada data yang pasti tentang penderita spasme hemifacial.
Pada penelitian oleh Jusuf Misbach (agt 1999 31 jan 2001) tentang penggunaan
injeksi toksin botulinum pada spasme hemifasial dari 20 pasien yang ada terdapat 19
pasien laki-laki (95%) dan 1 pasien wanita (5%).
Kejang hemifacial (Hemifacial spasm) mempengaruhi pria dan wanita tetapi
lebih sering terjadi pada usia pertengahan dan wanita yang lebih tua. Kejang tersebut
kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi arteri atau simpul pada arteri yang
menekan syaraf cranial VII dimana terdapat batang otak.
Nukleus fasialis menerima serabut-serabut yang menyilang dan tidak
menyilang melalui traktus kortikobulbaris. Otot-otot wajah dibawah dahi menerima
persarafan korteks kontralateral (hanya serabut kortikobulbaris yang menyilang).
Apabila terdapat suatu lesi rostral dari nukleus fasialis akan menimbulkan paralisis
dari otot-otot fasialis kontralateral kecuali otot frontalis dan orbikularis okuli. Karena
otot frontalis dan orbikularis okuli menerima persarafan dari kortikal bilateral, maka
otot-otot tersebut tidak akan dilumpuhkan oleh lesi yang mengenai satu korteks
motorik atau jaras kortikobulbarisnya.

2

Saraf kranial N. VII (fasialis) mengandung 4 macam serabut, yaitu :
1. Serabut somato-motorik, yang mensarafi otot-otot wajah (kecuali M. Levator
palpebra (N. III)), M. Platisma, M. Digastrikus bagian posterior, M. Stilohioid dan M.
Stapedius di telinga tengah.
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius
superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga
hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilar serta sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian
depan lidah.
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba)
dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh nervus trigeminus. Daerah
overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf (tumpang tindih)) ini terdapat di lidah,
palatum, meatus akustikus elsterna dan bagian luar gendang telinga.










3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hemifacial Spasme
2.1.1 Definisi
Kejang hemifacial (Hemifacial Spasm) adalah kejang tidak disadari yang tidak
terasa sakit pada salah satu bagian wajah disebabkan kerusakan syaraf cranial VII (N.
Facialis). Saraf ini menggerakkan otot wajah, merangsang kelenjar ludah dan air
mata, dan memungkinkan bagian depan lidah untuk mengetahui rasa.
2.1.2 Etiologi Dan Faktor Resiko
Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan hemifacial spasm adalah :
Idiopatik
Vascular compression
Facial nerve compression by mass
Brainstem lesion such as stroke or multiple sclerosis plaque
Secondary to trauma or Bell palsy
Usia setengah baya atau lebih tua adalah faktor resiko pada hemifacial spasm.
Jika orang yang lebih muda dari 40 tahun terkena penyakit ini, mungkin ada penyakit
neurologis yang mendasarinya (misalnya multiple sclerosis). Hemifacial spasm bisa
disebabkan cedera pada saraf kranial ketujuh (N. Facialis). Sebuah tumor atau
pembuluh darah yang menekan saraf atau Bells Palsy. Penyebabnya mungkin juga
tidak diketahui. Salah satu pemicu yang paling umum adalah pembuluh darah
menekan nervus facialis, yang menyebabkan otot-otot sekitarnya untuk kedutan atau
kejang.



4
2.1.3 Anatomi Nervus Facialis
Nervus fasialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi
wajah. Disamping itu saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah,
kelenjar air mata dan ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung. Dan ia juga
menghantarkan berbagai jenis sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga,
sensasi 2/3 depan lidah, dan sensasi viseral umum dari kelenjar ludah, mukosa
hidung, dan faring. Dan sensasi proprioseptif dari otot-otot yang disarafinya.
Sel sensorik terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di
kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3 depan lidah dihantar melalui saraf lingual
ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar
sensasi eksteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir
pada akar desenden dan inti- inti akar desenden dari saraf trigeminus.
Inti motorik N. VII terletak di pons. Serabutnya mengitari inti N. IV dan
keluar di bagian lateral pons. N. VII bersama N. Intermedius dan N. VIII kemudian
memasuki meatus akustikus internus. Disini N. VII bersatu dengan N. Intermedius
dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian
masuk ke dalam Os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen
stilomastoid dan bercabang untuk mensarafi otot-otot wajah.

Gambar 1. Anatomi nervus facialis
5
2.2 Patofisiologis
Pertama dijelaskan oleh Gowers pada tahun 1884 , Hemifacial Spasme (HFS)
merupakan suatu mioklonus otot segmental yang diinervasi oleh nervus facialis.
Gangguan ini terjadi dalam dekade kelima atau keenam dari kehidupan, hampir selalu
unilateral, meskipun gangguan bilateral dapat terjadi jarang pada kasus yang berat.
Hemifacial spasm biasanya dimulai dengan gerakan klonik singkat dari otot
orbicularis oculi dan menyebar dalam beberapa tahun ke otot wajah lainnya
(corrugator, frontalis, orbicularis oris, platysma,zygomaticus).
Gerakan klonik berlangsung untuk kontraksi tonik berkelanjutan dari otot
yang terlibat. Iritasi kronis pada nervus facialis atau nukleus facialis merupakan
penyebab yang mungkin dari Hemifacial Spasm, mungkin timbul dari kondisi dari
penyakit dasar yang dimiliki.
Iritasi dari nucleus nervus facialis diyakini menyebabkan hipereksitabilitas
dari nucleus nervus facialis, sementara iritasi pada segmen proksimal saraf dapat
menyebabkan ephatic transmisi dalam nervus facialis. Mekanisme lain menjelaskan
involunter ritmik kontraksi mioclonic diobservasi pada hemifacial spasm.
Lesi kompresi (misalnya tumor, arteriovenous malformation, paget disease)
dan lesi non kompresi (misalnya stroke, multiple sclerosis plaque, basilar meningitis)
mungkin dapat timbul sebagai hemifacial spasm. Sebagian besar kasus hemifacial
spasm sebelumnya yang dianggap idiopatik itu mungkin disebabkan oleh pembuluh
darah yang menyimpang ( misalnya cabang distal dari arteri anterior inferior
cerebellar atau arteri vertebralis) mengompresi nervus facialis dalam cerebellopontine
angle.
2.3 Gejala Klinis
Gerakan involunter pada wajah hanya sebuah gejala. Lelah, anxietas, dan
membaca mungkin merangsang gerakan tersebut. Otot pada salah satu bagian wajah
tidak sengaja kejang, biasanya diawali dengan kelopak mata, kemudian menyebar
menuju pipi dan mulut. Kejang kemungkinan sementara pada awalnya tetapi bisa jadi
hampir berlanjut. Gangguan tersebut pada hakekatnya tidak menyakitkan tetapi bisa
memalukan.
6
Gejala dari hemifacial spasm, yaitu :
Berkedut intermitten dari otot kelopak mata
Penutupan mata secara paksa
Spasme otot-otot wajah bagian bawah
Mulut menarik ke satu sisi
Kejang terus menerus yang melibatkan semua otot di satu sisi wajah




Gambar 2. Hemifacial spasm





7
2.4 Diagnosis
Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter
otot wajah yang dipersarafi N.VII (N. facialis) , bersifat paroksismal, timbul secara
sinkron dan intermitten pada satu sisi wajah. Biasanya timbul pada usia dekade
limapuluhan dan banyak dijumpai pada wanita.
Pada spasme hemifasial typical kontraksi dimulai pada musculus orbicularis
oculi dan menjalat secara bertahap ke otot daerah pipi dan menyebar ke daerah mulut,
meliputi musculus orbicularis oris, buccinator dan platysma. Spasme hemifasial
atypical lebih jarang ditemukan. Pada spasme hemifasial typikal kontraksi dimulai
pada musculus orbicularis oris dan buccinator, dan menyebar ke musculus orbicularis
oculi. Madjid Samii dkk menemukan dari 143 pasien spasme hemifasial , kasus
typical ditemukan pada 95,9% dan atypical 4,1%. Beberapa hal yang dapat
mencetuskan timbulnya spasme hemifasial antara lain : stress,kelelahan fisik,
kecemasan dan cahaya yang terang.
Pola timbulnya spasme hemifasial pada pasien ini sesuai dengan typical
hemifasial spasm, dimana mula-mula pasien merasakan kedutan pada bagian bawah
mata kanan yang kemudian secara bertahap menjalar ke daerah pipi dan mulut.
Serangan makin sering saat pasien stress dan kelelahan.
Spasme hemifasial harus dibedakan dengan tics, blepharospasm dan facial
myokimia. Secara klinis karakteristik facial myokimia berupa suatu gerakan
menyerupai getaran otot muka yang menetap dan berlanjut. Gambaran EMG berupa
salah satu cetusan (discharge) Spontan yang asinkron dari motor unit yang
berdekatan.
Pada tics gerakan biasanya bersifat tiba-tiba, sesaat, stereotipik dan
terkoordinasi serta berulang dengan interval yang tidak teratur. Penderita biasanya
merasakan keinginan untuk melakukan gerakan-gerakan tersebut. Dengan demikian
penderita merasa lega. Penderita tics biasanya berhubungan dengan penyakit
obsesive compulsive. Pemeriksaan EMG pada hemifasial spasm secara karakteristik
ditandai timbulnya irama gelombang frekuensi tinggi ( 150-400 Hz ), dengan
sinkronisasi. Sedangkan pada blink refleks dengan perekaman elektrofisiologis dapat
terlihat sinkinesis dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang-cabang N.VII secara
8
jelas. Diagnosa pasti penyebab spasme hemifasial sulit ditegakkan. Ada beberapa
penyebab yang dapat menimbulkan spasme hemifasial, yaitu tumor, malformasi
pembuluh darah dan proses infeksi lokal yang semuanya dapat menimbulkan
penekanan pada nervus VII. Sebagai penyebab terbanyak dan telah dibuktikan yaitu
adanya penekanan oleh pembuluh darah . Dari 143 kasus spasme hemifasial yang
dilakukan tindakan mikrovaskular dekompresi didapatkan copressing vessel yang
paling sering adalah Anterior Inferior Cerebellar Artery ( AICA) pada 73 kasus (
Madjid S.dkk,1998).
Terdapat 2 teori yang menerangkan terjadinya kontraksi tonik-klonik
involunter pada otot- otot wajah yang dipersarafi N.VII yaitu eksitasi ektopik dan
transmisi epatik.


Gambar 3. Pasien hemifacial spasm saat tidak kejang dan saat kejang.

2.5 Differantial Diagnostik
Tics Facial tics yang singkat, berulang, terkoordinasi, gerakan semipurposeful dari
otot- otot wajah dan leher yang dikelompokkan. Tics dapat terjadi secara
fisiologis atau dalam hubungan dengan encepalopati difus. Beberapa obat
(misalnya antikonvulsan, kafein, metilpenidate, antiparkinson agent)
berhubungan dengan produksi tics. Tunggal, berulang, gerakan stereotipe
(misalnya meringis berulang, throat clearing, vokalisasi) mendefinisikan
gangguan tics sederhana.
9
Hemimasticatory spasm Hemimasticatory spasm hampir sama denga hemifacial
spasm dan terjadi dengan iritasi pada saraf motorik trigeminal. Kondisi yang
jarang adalah myoclonus segmental dan muncul dengan kontraksi involunter
unilateral dari trigeminal yang diinervasi otot pengunyah ( biasanya masseter).
Mirip dengan Hemifacial spasm, Hemimasticatory spasm merespon
pengobatan dengan obat-obatan dan toksin botulinum. Namun, sedikit bukti
yang mengeksplor manfaat pembedahan pada pasien dengan penyakit ini.
Myoclonic movement Gerakan myoclonic mempengaruhi otot-otot wajah juga bisa
muncul dari lesi pada level otak atau batang otak. Ini dibedakan dari
hemifacial spasm oleh distribusi gerakan abnormal (lebih umum dan mungkin
bilateral) dan mungkin dengan pemeriksaan electrodiagnostic. Central
myoclonus merespon anticonvulsant management.
Craniofacial Tremor Craniofacial tremor mungkin terjadi dalam hubungan dengan
tremor esensial, parkinson disease, thyroid disfunction, atau gangguan
elektrolit. Kejang focal motor harus dibedakan dari gangguan gerakan wajah.
Terutama hemifacial spasm. Kelemahan postictal dan keterlibatan yang lebih
besar dari wajah bagian bawah adalah hal yang membedakan dengan kejang
focal motor.
Facial myokimia Facial myokimia muncul sebagai vermikular twitching dibawah
kulit, sering dengan penyebaran seperti gelombang. Hal ini dibedakan dari
gerakan wajah abnormal lainnya dengan karakteristik electromyogram. Facial
myokimia dapat terjadi dengan beberapa proses di batang otak. Pada kasus
yang berat mungkin bermanfaat jika diberikan toksin botulinum. Kebanyakan
kasus adalah idiopatik dan sembuh tanpa pengobatan dalam beberapa minggu.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada spasme hemifasial sebaiknya diobati terlebih dulu
dengan medika mentosa dengan pemberian Carbamazepin dengan dosis 600-1200
mg/hr. Jesel dkk (1982) memberikan carbamazepin pada 46 kasus spasme hemifasial
dan ternyata didapatkan perbaikan pada 16 kasus (35%) dan hilangnya gejala pada 10
pasien (22%).Pada hasil penelitian lain dikatakan carbamazepin efektif pada lebih dari
10
50% kasus. Dapat pula diberikan pelemas otot (baclofen). Bila dengan kedua macam
obat tersebut kurang berhasil maka dapat digunakan Botulinum Toxin injeksi
(BOTOX). Toksin botulinum merupakan
neurotoksin hasil produksi Clostridium Botulinum yang menghambat
pelepasan asetilkolin di muscular junction. Cara kerjanya yaitu menimbulkan efek
paralisis pada otot yang disuntik dengan jalan memblokade secara irreversibel
transmisi kolinergik pada terminal saraf presinap. Dosis yang digunakan tergantung
dari daerah otot yang akan disuntik. Obat suntikan ini merupakan hasil pengolahan
toksin botulinum serotipe A. Secara klinis kelemahan akan tampak 1-3 hari setelah
pemberian toksin ini dan akan berakhir 3-6 bulan kemudian tergantung dosis dan
kepekaan individu. Adapun aplikasi toksin botulinum dalam klinik selain untuk
spasme hemifasial adalah untuk : blepharospasm, tortikolis, tremor, tics dan
mioklonus palatal.
Operasi dekompresi terhadap pembuluh darah juga merupakan suatu cara
pengobatan terhadap spasme hemifasial. Operasi ini memiliki efek samping yang
cukup serius. Menurut penelitian Janneta dkk dekompresi mikrovaskuler merupakan
terapi pilihan bagi spasme hemifasial disamping botox.
2.7 Proknosis
Prognosis dari hemifacial spasme tergantung pada pengobatan dan bagaimana
respon pasien terhadap pengobatan. Beberapa individu akan relatif bebas dari gejala,
beberapa mungkin membutuhkan pembedahan. Lainnya mungkin hanya dapat diobati
dengan toksin botulinum atau obat-obatan dan akan harus hidup pada tingkat yg lebih
besar atau kecil dari kejang pada wajah pada hari-hari dikehidupan mereka.
Hemifacial spasme adalah kondisi progresif dimana lebih dari waktu pasien
akan mengalami gejala yang lebih parah. Kurang dari 10 % pasien mengalami
kambuh kembali dari gejala mereka. Pada kasus yang berat, hemifacial spasme
menyebabkan penutupan kelopak mata secara tiba-tiba yang membuat mata melihat
menjadi sangat sulit. Meskipun prognosis buruk, harus diingat hemifacial spasme
adalah kondisi yang dapat diobati.

11
BAB III
KESIMPULAN
Kejang hemifacial (Hemifacial Spasm) adalah kejang tidak disadari yang tidak
terasa sakit pada salah satu bagian wajah disebabkan kerusakan syaraf cranial
VII (N. Facialis). Saraf ini menggerakkan otot wajah, merangsang kelenjar
ludah dan air mata, dan memungkinkan bagian depan lidah untuk mengetahui
rasa.
Hemifasial spasme secara karakteristik ditandai adanya kontraksi involunter
otot wajah yang dipersarafi N.VII (N. facialis) , bersifat paroksismal, timbul
secara sinkron dan intermitten pada satu sisi wajah. Biasanya timbul pada usia
dekade limapuluhan dan banyak dijumpai pada wanita.
Kejang hemifacial (Hemifacial spasm) mempengaruhi pria dan wanita tetapi
lebih sering terjadi pada usia pertengahan dan wanita yang lebih tua. Kejang
tersebut kemungkinan disebabkan oleh kelainan posisi arteri atau simpul pada
arteri yang menekan syaraf cranial VII dimana terdapat batang otak.












12
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenter D. O., Hemifacial spasm, HANDBOOK OF PATHOPHYSIOLOGY, 1
st

edition, Pennsylvania: Springhouse, 2001

2. Lumbantobing S. M., Nervus Fasialis, NEUROLOGI KLINIK PEMERIKSAAN
FISIK DAN MENTAL, ed. 4, Jakarta: FKUI, 2004.

3. Mardjono M., Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, NEUROLOGI
KLINIS DASAR, ed. 9, Jakarta: Dian Rakyat, 2003

4. http://emedicine.medscape.com/article/1170722

5. http://www.medlink.com/medlinkcontent.asp

6. http://www.mountsinai.org/patient-care/health-library/diseases-and-
conditions/hemifacial-spasm

Anda mungkin juga menyukai