Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Retinoblastoma adalah salah satu penyakit kanker primer pada mata yang
paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Penyakit ini tidak hanya dapat
mengakibatkan kebutaan, melainkan juga kematian. Di negara berkembang, upaya
pencegahan dan deteksi dini belum banyak dilakukan oleh para orang tua. Salah
satu sebabnya adalah pengetahuan yang masih minim mengenai penyakit kanker
tersebut.
Dalam penelitian menyebutkan bahwa 5-10% anak usia prasekolah dan
10% anak usia sekolah memiliki masalah penglihatan. Namun seringkali anak-
anak sulit menceritakan masalah penglihatan yang mereka alami. Karena itu,
skrining mata pada anak sangat diperlukan untuk mendeteksi masalah penglihatan
sedini mungkin. Skrining dan pemeriksaan mata anak sebaiknya dilakukan pada
saat baru lahir, usia 6 bulan, usia 3-4 tahun, dan dilanjutkan pemeriksaan rutin
pada usia 5 tahun ke atas. Setidaknya anak diperiksakan ke dokter mata setiap 2
tahun dan harus lebih sering apabila telah ditemukan masalah spesifik atau
terdapat faktor risiko.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan
tentang penyakit retina blastoma ke masyarakat luas yang mana di negara
Indonesia masih kurang di perhatikan. Dan kami sebagai perawat perlu
memahami dan mengetahui mengenai asuhan keperawatan terhadap pasien
dengan retino blastoma.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atasdapat diambil rumusan masalah yaitu :
a. Apakah pengertian dari retinoblastoma ?
b. Bagaimanakah anatomi dan fisiologi dari retinoblastoma ?
c. Apakah etiologi dari retinoblastoma ?
d. Apakah manifestasi klinis dari retinoblastoma ?
2

e. Apakah klasifikasi dari retinoblastoma ?
f. Bagimnakah patofisiologi dari retinoblastoma ?
g. Bagaimanakah woc dari retinoblstoma
h. Bagimanakah penatalaksaan dari retinoblastoma?
i. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang dari retinoblastoma ?
j. Bagaimanakah pencegahan dari retinoblastoma ?

1.3 Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil tujuan masalah sebagai berikut
:
a. Mengetahui pengertian dari retinoblastoma !
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari retinoblastoma !
c. Mengetahui etiologi dari retinoblastoma !
d. Mengetahui manifestasi klinis dari retinoblastoma !
e. Mengetahui klasifikasi dari retinoblastoma !
f. Mengetahui patofisiologi dari retinoblastoma !
g. Mengetahui woc dari retinoblstoma!
h. Mengetahui penatalaksaan dari retinoblastoma!
i. Mengetahui pemeriksaan dari retinoblastoma !
j. Mengetahui pencegahan dari retinoblastoma !










3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah tumor ganas elemen elemen embrional retina.
Gangguan ini merupakan tumor ganas utama intra okuler terjadi pada anak anak
terutama pada umur di bawah 5 tahun dan sebagian besar diagnosis antara usia 6
bulan dan 2 tahun. Sebagian besar adalah mutasi sporadis tetapi hampir 10 %
herediter. Retinoblastoma dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%).
Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui
kromosom. Insiden gangguan ini 1 dalam 15.000 bayi lahir hidup.
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf
embrionik retina. Kasus ini jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara
awal. Rata rata usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13
bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus
unilateral, dan tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan
evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan
anestesi pada anak anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia
dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo, 2006 ).

2.2 Anatomi Dan Fisiologi




4

Anatomi Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran
daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.
Bagian anterior berakhir pada ora serata, di bagian retina yang letaknya sesuai
dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira
berdiameter 1 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Di
tengah makula lutea terdapat bercak mengkilap yang merupakan reflek fovea.
Kira-kira 3 mm ke arah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat
putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang di tengahnya agak
melekuk dinamakan eksvakasi foali. Arteri retina sentral bersama venanya
masuk ke dalam bola mata di tengah papil saraf optik.
Retina meluas ke depan hampir mencapai badan siliaris. Struktur ini tersusun
dalam 10 lapisan dan mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones), yang
merupakan reseptor penglihatan, ditambah 4 jenis neuron:
1. Sel bipolar
2. Sel ganglion
3. Sel horizontal
4. Sel amakrin
Karena lapisan saraf pada retina disatukan bersama-sama oleh sel-sel glia yang
disebut sel muller. Tonjolan-tonjolan dari sel-sel ini membentuk membran
pembatas dalam di permukaan dalam retina dan membran pembatas luar di
lapisan reseptor.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas
lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nukleus, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5

5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aseluler merupakan tempat
sinaps sel tripolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan
iskemia dan merah pada hyperemia.

Fungsi Retina
Fungsi retina pada dasarnya adalah menerima bayangan visual yang dikirim
ke otak. Bagian sentral retina atau daerah makula mengandung lebih banyak
fotoreseptor kerucut daripada bagian perifer retina.

- Sel kerucut (cones) yang berjumlah 7 juta dan paling banyak di region fovea,
berfungsi untuk sensasi yang nyata (penglihatan yang paling tajam) dan
penglihatan warna.
- Sel batang (rods) untuk sensasi yang sama-samar pada waktu malam atau
cahaya remang. Sel ini mengandung pigmen visual ungu yang disebut
rhodopsin.
6

2.3 Etiologi Retinoblastoma
Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu
alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13g14. Bisa karena
mutasi atau diturunkan.
Mutasi terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini
dapat timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel. Mutasi
dalam sebuah sel benih akan ditransmisikan kepada turunan sel tersebut. Sejumlah
faktor, termasuk virus, zat kimia, sinar ultraviolet, dan radiasi pengion, akan
meningkatkan laju mutasi. Mutasi kerapkali mengenai sel somatic dan kemudian
diteruskan kepada generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yag berbeda, yaitu bilateral atau
unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan
selalu unilateral, sedangkan 90 % kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan
unilateral sebanyak 10%. Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom
13q14, yang berperan sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal.
Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya
cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersifat
somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan secara
autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu
saraf penglihatan/nervus optikus).
2.4. Manifestasi Klinis Retinoblastoma
a. Leukokoria merupakan keluhan dan gejala yang paling sering ditemukan.
b. Tanda dini retinoblastoma adalah mata juling, mata merah atau
terdapatnya warna iris yang tidak normal.
c. Tumor dengan ukuran sedang akan memberikan gejala hipopion, di
dalam bilik mata depan, uveitis, endoftalmitis, ataupun suatu
panoftalmitis.
d. Bola mata menjadi besar, bila tumor sudah menyebar luas di dalam bola
mata.
e. Bila terjadi nekrosis tumor, akan terjadi gejala pandangan berat.
7

f. Tajam penglihatan sangat menurun.
g. Nyeri
h. Pada tumor yang besar, maka mengisi seluruh rongga badan kaca
sehingga badan kaca terlihat benjolan berwarna putih kekuning-kuningan
dengan pembuluh darah di atasnya.

2.5 Klasifikasi Retinoblastoma
Fig. 1. Leukocoria, unilateral sporadic
retinoblastoma. A white pupillary reflex is the
presenting manifestation of retinoblastoma in
about 90% of patients in the United States.
(Photo courtesy of Dr. Jerry A. Shields, Wills
Eye Hospital)
Fig. 2. Bilateral leukocoria, familial
retinoblastoma. The presence of bilateral
tumors indicates that the affected patient is a
carrier of familial retinoblastoma who can
transmit the tumor to progeny. Bilateral tumors
occur in about two thirds of patients with
familial retinoblastoma. (Photo courtesy of Dr.
Jerry A. Shields, Wills Eye Hospital)
Fig. 3. Leukocoria, endophytic
retinoblastoma. Tumor growing in the vitreous
cavity produces white pupillary reflex. (Photo
courtesy of Dr. Jerry A. Shields, Wills Eye
Hospital)
Fig. 4. Leukocoria, exophytic retinoblastoma.
The tumor has arisen from the outer layers of
the retina, producing a retinal detachment.
Retinal vessels are seen behind the lens. (Photo
courtesy of Dr. Jerry A. Shields, Wills Eye
Hospital)


8

Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi
1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd,dan terdapat pada atau
dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang
ekuator
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10
diameter papil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
b. Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
Tumor menjadi lebih besar, bola mata memebesar menyebabakan
eksoftalmus kemudian dapt pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita
disertai nekrose diatasnya.
Menurut Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan
tempat utama dimana retinoblastoma menyebar sebagai berikut :
1. Derajat I intraocular
a. tumor retina.
b. penyebaran ke lamina fibrosa.
c. penyebaran ke ueva.
2. Derajat II orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti
dengan biopsi.
b. Nervous optikus.
9

2.6 Patofisiologi
Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang
ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal
dari jaringan retina embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan bilateral (30 %).
Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediten yang diwariskan melalui
kromosom.
Massa tumor dapat tumbuh ke dalam vitreous (endofilik) dan tumbuh
menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadang-
kadang tumor berkembang difus.
Pertumbuhan endofilik lebih umum terjadi. Tumor endofilik timbul
dari lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina. Tipe
eksofilik timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti ablasio retina yang
solid.
Perluasan retina okuler ke dalam tumor vitreous dapat terjadi pada
tipe endofilik dan dapat timbul sebaran metastase lewat spatium subretina atau
melalui tumor vitreous. Selain itu tumor dapat meluas lewat infiltrasi pada lamina
cribrosa langsung ke nervus optikus dengan perluasan ke lapisan koroid dapat
ditemukan infiltrasi vena-vena pada daerah tersebut disertai metastasis hematogen
ke tulang dan sumsung tulang.
Tumor mata ini, terbagi atas IV stadium, masing-masing:
Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang)
Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.
Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui
ujung nervus optikus yang dipotong saat enuklasi.
Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak.
Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan, sering
terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang
selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.
2.7 Woc (Terlampir)

10

2.8 Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah
pengobatan local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik
untuk jenis ekstrokular, regional, dan metastatic.
Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih
terlindungi. Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki
riwayat keluarga, karena diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien
dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya terambil atau keluar karena
penyakit intraocular yang sudah lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal
pengobatan local.

Jenis terapi
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk
retinoblastoma. Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha
prosedur ini, untuk meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila
enukleasi dilakukan pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan
terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita. Bagaimanapun, jika mata
kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan konservatif mungkin bisa
diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior,
atau terjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena
katarak atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi
dapat ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah menyebar ke
ekstraokular. Massa orbita harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti
vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan
menaikkan relaps orbita.



11

2. External beam radiotherapy (EBRT)
Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi
merupakan terapi efektif lokal untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator
linjar dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang meliputi
seluruh retina. Pada bayi mudah harus dibawah anestesi dan imobilisasi selama
prosedur ini, dan harus ada kerjasama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter
radioterapi untuk memubuat perencanan. Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran
tumor, tetapi tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan
terlihat dengan fotokoagulasi. Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus
diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi komplikasi hambatan
pertumbuhantulang orbita, yang akhirnya akan meyebabkan ganguan kosmetik.
Hal yang lebih penting adalah terjadi malignasi skunder.
3. Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang
makin sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya
digunakan untuk tumoryang ukurannya kecil sa,pai sedang yang tidak setuju
dengan kryo atau fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi
akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi.
Belum ada bukti bahwa cara ini menimbulkan malignansi sekunder.
4. Kryo atau fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan
dapat diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa
kali sampai kontrol lokal terapi. Kryoterapi biasanya ditujukan unntuk
tumorbagian depan dan dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di
konjungtiva. Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor
bagian belakang baik menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak
boleh diberikan pada tumor dekat makula atau diskus optikus, karena bisa
meninggalkan jaringan parut yang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua
cara ini tidak akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang.

12

5. Modalitas yang lebih baru
Pada beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan
kemoterapi sebagai terapi awal untuk kasus interaokular, dengan tujuan untuk
mengurabgi ukuran tumor dan membuat tumor bisa diterapi secara lokal.
Kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna untuk kasus intraocular, tetapi dengan
menggunakan obat yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi ke mata, obat ini
muncul lagi. Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan
EBICT atau enukleasi, khususnya kasus yang telah lanjut. Carboplatin baaik
sendiri atau dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau VM26 setelah
digunakan. Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai terspi awal kasus
retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata.
6. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian
yang luas, prospektif dan random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada
sejumlah kecil pasien dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena
kurang diterimanya secra luas sistem stadium yang dibandingkan dengan berbagai
macam variasi. Sebagian besar penelitian didasarkan pada gambaran factor risiko
secara histopatologi.
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting
untuk menentukan risiko relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi
adjuvant untuk pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor
risiko potensial seperti nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor
undifferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi ingtratekal
dan radiasi intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan.
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal
dianjurkan. Obat yang digunakan adalah carboplatin, cis;platin, etoposid,
teniposid, sikofosfamid, ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini
adalah dikombinasi dengan idarubisin. Meskipun laporan terakhir menemukan
bahwa invasi keluar orbita dan limfonodi preauricular dihubungkan dengan
keluaran yang buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan hidup yang
panjang dengan pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi.
13

Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai
kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan ekspresi yang belebihan p
170 glikoprotein pada retinoblastoma, yang dihubungkan dengan multidrug
resistance terhadap kemoterapi.

2.9 Pemeriksaan Peenunjang Retino Blastoma
Diagnosis pasti retinoblastoma intaokuler dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan patologi anatomi. Karena tindakkan biopsy merupakan
kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan bebrapa
pemeriksaan sebagai sarana penunjang:
1. Fundus Okuli : Ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina
disertai pembuluh darah pada permukaan atau pun di dalam massa tumor
tersebut dan berbatas kabur
2. X Ray :Hampir 60 70 % penderita retinoblastoma menunjukkan
kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi kesaraf optic foramen
:Optikum melebar.
3. USG : Adanya massa intraokuler
4. LDH : Dengan membandingkan LDH aqous humor dan serum darah, bila
ratsio lebih besar dari 1,5 dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma
intaokuler (Normal ratsioKurangdari 1)
5. Ultrasonografi dan tomografi computer dilakukan terutama untuk pasien
dengan metastasis keluar, misalnya dengan gejala proptosis bola mata.
2.10 Pencegahan
Dilakukan skrining genetic kemudian jika di dalam keluarga terdapat
riwayat retinoblastoma, sebaiknya mengikuti konsultasi genetic untuk membantu
meramalkan resiko terjadinya retinoblastoma pada keturunannya.



14

Gambar Retino blastoma :














15

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Data
a. Identitas klien meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan
diagnosa medis.
b. Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia,
pendidikan, pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
c. Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin, hubungan
dengan klien, dan status kesehatan.
2. Keluhan Utama
Keluhan dapat berupa perubahan persepsi penglihatan, mata kemerahan,
radang pada mata, adanya leucocoria (bintik putih), demam, kurang nafsu
makan, gelisah, cengeng, nyeri pada luka post operasi, terjadi infeksi pada
luka post operasi, serta perawatan dan pengobatan lanjutan dari tindakan
operasi.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa berupa bintik putih pada mata
tepatnya pada retina, terjadi pembesaran, mata merah dan besar.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan Kemungkinan memakan
makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi ditempat lain misal:
pernapasan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya ada
anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.

16


4. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

1. Prenatal :ibu klien tidak ada gangguan pada masa kehamilan.
Nutrisi yang didapatkan cukup seperti susu dan gizi seimbang
2. Intranatal : waktu lahir klien tidak mengalami gangguan. Bayi
lahir cukup 9 bulan dengan proses normal
3. Postnatal : Nafas normal, menangis (+), sianosis (-)

5.Riwayat Tumbuh Kembang

1. Kemandirian dan bergaul : klien masih belum mandiri dalam
memenuhi kebutuhan dasar manusia. Seperti makan, minum, mandi dan
lain-lain. Klien dibantu ibu dalam pemenuhan KDMnya. Klien
2. Motorik Kasar : klien sudah bisa melangkah dan
berjalan tegak 4 langkah
3. Motorik Halus : klien mampu membuka dan
menutup buku, memainkan sendok
4. Kognitif dan Bahasa :klien sudah pandai meniru kata-
kata, sudah mulai bisa mengucapkan papa dan mama
5. Psikososial : klien terlihat ramah dan mudah
dekat dengan perawat. Klien suka tersenyum dan tertawa.

6. Riwayat Sosial

1. Yang mengasuh klien : ibu dan nenek klien
2. Hubungan dengan anggota keluarga : baik, terlihat dari kedekatan
keluarga dan kasih sayang keluarga terhadap klien apalagi klien adalah
anak peratama.
3. Hubungan dengan teman sebaya : klien dapat bergaul dengan
baik berhubungan dengan di lingkungan rumah klien banyak anak-anak
dan ada juga yang seusia dengan klien.
17

4. Pembawaan secara umum : klien anak yang riang dan ceria.
Klien juga anak yang aktif bergerak.
5. Lingkungan rumah : ramai dengan anak-anak, rumah
rapat-rapat/ berdekatan seperti suasana di desa.

7.Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : baik
2. TB/ BB (cm) : 75 cm /9,2 kg
3. Kepala
a. Lingkar kepala :
b. Rambut : Kebersihan bersih
Warna pirang (kecoklatan) Tekstur lembut
Distribusi rambut banyak Kuat/mudah tercabut kuat
4. Mata : Simetris kiri dan kanan
Sclera : ikterik
Konjungtiva : anemis (-)
Palpebra :
5. Telinga : Simetris kiri dan kanan Serumen tidak ada
Pendengaran normal
6. Hidung : Septum simetris kiri dan kanan Sekret tidak
ada, Polip tidak ada
7. Mulut : Kebersihan bersih Warna Bibir merah
muda
Kelembapan kering
a. Lidah : tidak ada kelainan
b. Gigi : 8 buah, 4 gigi atas dan 4 gigi bawah
8. Leher
a. Kelenjer Getah Bening : normal perbesaran (-)
b. Kelenjer Tiroid : normal perbesaran (-)
c. JVP : 5-2

18

9. Dada
Jantung
a. Inspeksi : Permukaan datar, dada kiri dan
kanan simetris
b. Palpasi : Teraba 2 jari di RIC V
c. Auskultasi : Bunyi Jantung normal
Paru-paru :
d. Inspeksi : simetris kiri-kanan, nafas tambahan
(-)
e. Palpasi : fremitus kiri = kanan
f. Perkusi : sonor
g. Auskultasi : wh -/- , rh -/-

10. Perut
a. Inspeksi : membuncit (-)
b. Palpasi : nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)
c. Perkusi : tympani
d. Auskultasi : BU (+) normal

11. Punggung : Bentuk lurus
12. Ekstremitas : Kekuatan dan tonus otot normal
refleks- refleks normal
13. Genitalia : tidak ada kelainan
14. Kulit : Warna pucat Tugor jelek Integritas
Elastisitas 2-3 detik
15. Pemeriksaan neurologis : kejang (-)

8.Pemeriksaan Tumbuh Kembang
- DDST
- STATUS NUTRISI
BB/U : 9,2/10,3 x 100% = 0,89 = 89% (normal)
TB/U : 75/77 x 100% = 0,97 = 97% (normal)
19

BB/TB : 9,2/9,3 x 100% =0,99 = 96% (normal)
Berdasarkan peritungan tersebut Interpretasi kategori status gizi klien
adalah normal.

10.Pemeriksaan Psikososial (Erick.H.Erickson)
Klien sedang di tahap kemandirian, masa malu dan ragu. Hal ini
dibuktikan dengan klien yang selalu ingin aktif dan tidak mau tenang di
tempat tidur. Klien tapak selalu ingin mandiri.

11.Pemeriksaan Spiritual
Klien terlihat diajarkan oleh orangtua untuk beribadah dan
mengucapkan kalimat-kalimat seperti basmalah, hamdalah, dll. Klien juga
terlihat menirukan ucapan dari orang tuaya.


3.2 NANDA NOC NIC
NANDA NOC NIC
Gangguan persepsi
sensori penglihatan
DO: Mata
kemerahan
DS: Klien
mengatakan
penglihatannya
kabur

Visual (Body image,
Cognitive orientation,
Sensory function
Auditory (Cognitive
orientation. Communicative
receptive ability,Distorted
thought control)
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan
pemahaman verbal, tulis
atau sinyal respon
b. Menunjukkan
pergerakan dan ekspresi
wajah yang rileks
a. Orientasikan pasien
terhadap lingkungan,
staf, orang lain di
areanya.
b. Letakkan barang yang
dibutuhkan/posisi bel
pemanggil dalam
jangkauan.
c. Dorong klien untuk
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan/kemungkina
n kehilangan
penglihatan.
d. Lakukan tindakan
untuk membantu pasien
untuk menangani
keterbatasan
penglihatan, contoh,
atur perabot/mainan,
perbaiki sinar suram
dan masalah
20

c. Menjelaskan rencana
memodifikasi gaya
hidup untuk
mengakomodasi
kerusakan visual dan
pendengaran
d. Bebas dari bahaya fisik
karena penurunan
keseimbangan
pendengaran,
penglihatan dan sensasi
e. Memelihara kontak
dengan sumber
komunitas yang tepat
penglihatan malam
e. Ketajaman penglihatan
dapat digunakan untuk
mengetahui gangguan
penglihatan yang terjadi
f. Orientasi akan
mempercepat
penyesuaian diri pasien
di lingkungan baru
g. Mempermudah
pengambilan barang
jika dibutuhkan
Nyeri
DO:
Pembengkakan
pada bola mata,
dan adanya radang
DS: Klien merasa
nyeri karena
pembengkakan dan
radang pada
matanya

Pain Level, Pain Control,
Comfort Level
Pain : Disruptive Effects
Kriteria Hasil :
a. Menggunakan skala
nyeri untuk
mengidentifikasi tingkat
nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri.
c. Melaporkan kebutuhan
tidur dan istirahat
tercukupi
d. Mampu menggunakan
metode non farmakologi
Manajemen Nyeri/ Paint
management
a. Kaji secara
komphrehensif tentang
nyeri, meliputi: lokasi,
karakteristik dan onset,
durasi, frekuensi,
kualitas,
intensitas/beratnya
nyeri, dan faktor-faktor
presipitasi
b. observasi isyarat-isyarat
non verbal dari
ketidaknyamanan,
khususnya dalam
ketidakmampuan untuk
komunikasi secara
21

untuk mengurangi nyeri
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
e. Tanda vital dalam
rentang normal


efektif
c. Berikan analgetik sesuai
dengan anjuran
d. Gunakan komunikiasi
terapeutik agar pasien
dapat mengekspresikan
nyeri
e. Kaji latar belakang
budaya pasien
f. Tentukan dampak dari
ekspresi nyeri terhadap
kualitas hidup: pola
tidur, nafsu makan,
aktifitas kognisi, mood,
relationship, pekerjaan,
tanggungjawab peran
g. Kaji pengalaman
individu terhadap
nyeri, keluarga dengan
nyeri kronis
h. Evaluasi tentang
keefektifan dari
tindakan mengontrol
nyeri yang telah
digunakan
i. Berikan dukungan
terhadap pasien dan
keluarga
j. Berikan informasi
tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa lama
22

terjadi, dan tindakan
pencegahan
k. kontrol faktor-faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
(seperti: temperatur
ruangan, penyinaran,
dll)
l. Ajarkan penggunaan
teknik non-farmakologi
(seperti: relaksasi,
guided imagery, terapi
musik, distraksi,
aplikasi panas-dingin,
massase)
m. Evaluasi keefektifan
dari tindakan
mengontrol nyeri
n. Modifikasi tindakan
mengontrol nyeri
berdasarkan respon
pasien
o. Tingkatkan
tidur/istirahat yang
cukup
p. Anjurkan pasien untuk
berdiskusi tentang
pengalaman nyeri
secara tepat
23

q. Beritahu dokter jika
tindakan tidak berhasil
atau terjadi keluhan
r. Informasikan kepada
tim kesehatan
lainnya/anggota
keluarga saat tindakan
nonfarmakologi
dilakukan, untuk
pendekatan preventif
s. Monitor kenyamanan
pasien terhadap
manajemen nyeri
2. Pemberian Analgetik/
Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik,
kualitas,dan keparahan
sebelum pengobatan
b. Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
c. Cek riwayat alergi obat
d. Pilih analgetik secara
tepat /kombinasi lebih
dari satu analgetik jika
telah diresepkan
e. Tentukan pilihan
analgetik (narkotik, non
narkotik, NSAID)
berdasarkan tipe dan
24

keparahan nyeri
f. Monitor tanda-tanda
vital, sebelum dan
sesuadah pemberian
analgetik
g. Monitor reaksi obat dan
efeksamping obat
h. Dokumentasikan respon
setelah pemberian
analgetik dan efek
sampingnya
Manajemen Lingkungan:
Kenyamanan
a. Pilihlah ruangan dengan
lingkungan yang tepat
b. Batasi pengunjung
c. Tentukan hal hal yang
menyebabkan
ketidaknyamanan
pasien sepeti pakaian
lembab
d. Sediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
e. Tentukan temperatur
ruangan yang paling
nyaman
f. Hindari penyinaran
langsung dengan mata
g. Sediakan lingkungan
yang tenang
h. Perhatikan hygiene
25

pasien untuk menjaga
kenyamanan
i. Atur posisi pasien yang
membuat nyaman
Resiko cedera
DO: Klien jalan
meraba-raba
DS: Klien
mengeluh sulit
beraktifitas karena
penglihatan kabur

Perilaku Aman: Mencegah
jatuh
indikator
- Menghindari jatuh dan
terpeleset di lantai
Menggunakan tongkat
- Menjauhkan bahaya
yang bisa menyebabkan
jatuh
- Memakai alas kaki yang
tidak mudah slip
- Mengatur tinggi tempat
tidur
- Menggunakan alat
Bantu penglihatan

1. Manajemen
Lingkungan
a. Sediakan lingkungan
yang aman untuk pasin
b. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien,
sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi
kognitif pasien dan
riwayat penyakit
terdahulu pasien
c. Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya (misalnya
memindahkan
perabotan)
d. Menyediakan tempat
tidur yang nyaman dan
bersih.
e. Membatasi pengunjung
f. Memberikan
penerangan yang cukup
g. Menganjurkan keluarga
untuk menemani
pasien.
h. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
i. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
j. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

26

2. Mencegah Jatuh :
a. Kaji penyebab defisit
fisik pasien
b. Kaji karakteristik
lingkungan yang
menyebabkan jatuh
c. Monitor gaya jalan
pasien, keseimbangan,
tingkat kelelahan
d. Berikan penerangan
yang cukup
e. Pasang siderail tempat
tidur
















27

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Retinoblastoma adalah tumor ganas elemen elemen embrional retina.
Gangguan ini merupakan tumor ganas utama intra okuler terjadi pada anak anak
terutama pada umur di bawah 5 tahun dan sebagian besar diagnosis antara usia 6
bulan dan 2 tahun.
Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu
alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13g14. Bisa karena
mutasi atau diturunkan.
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah
pengobatan local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik
untuk jenis ekstrokular, regional, dan metastatic.
4.2 Saran
Pembaca dapat memahami hal-hal yang berhubungan dengan penyakit
retinoblastoma.









28

WOC RETINOBLASTOMA


















Tumor tumbuh ke
dalam vitrenous
Mutasi pada sel retina
Endofitik
Tumbuh keluar lapisan
retina / sub retina

Retino blastoma
Kesalahan replikasi
gerakan atau perbaikan
sel

Lingkungan berpolusi,
bahan kimia, sinar UV,
radiasi
Eksofiatik
29




















Leukocaria
Penurunan visus mata
Strabismus
Penurunan lapang
pandang
Ketidakmampuan
untuk fiksasi
Mata mengalami
deviasi
Tumor mencapai
area macular
Resiko tinggi cidera
Gangguan penglihatan
Peningkatan massa
Peningkatan TIO
Mata menonjol
Nyeri
Pembatasan
aktivitas
Proses sosialisasi
terganggu
Gangguan persepsi
sensori penglihatan
Gangguan persepsi
sensori penglihatan

Anda mungkin juga menyukai