Anda di halaman 1dari 59

Referat Upper Motor Neuron

Page 1

REFERAT ILMU PENYAKIT SARAF
UPPER MOTOR NEURON DISEASES (UMN)

Pembimbing: Dr. Hardhi Pranata, Sp.S

Disusun oleh:
Muhammad Shazni Afandi Bin Rusli
11-2012-270


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 14 APRIL 2014 17 MEI 2014
RUMAH SAKIT UMUM BHAKTI YUDHA, DEPOK
Referat Upper Motor Neuron


Page 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan karunia-Nya
akhirnya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul Upper Motor Neuron (UMN) .
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas penulis selama mengikuti Kepanitraan Klinik
di bagian Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Bhakti Yudha periode 14/04/2014 17/05/2014.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Hardhi Pranata, SpS, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini. Juga kepada pihak-
pihak lain yang turut membantu dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis sangat menyadari bahwa pengumpulan data-data dan penyusunan referat ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun terhadap
referat ini, penulis akan menerima dengan tangan terbuka.
Akhirnya, penulis berharap semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.



Depok, April 2014

Penulis



Referat Upper Motor Neuron


Page 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.1
DAFTAR ISI2
BAB I. PENDAHULUAN..3
I.1. Latar Belakang...3
BAB II. PEMBAHASAN..4
II. 1.Definisi.4
II. 2. Anatomi dan Fisiologi4
II. 3. Macam-macam Penyakit.6
II. 3. 1. Trauma Capitis6
II. 3. 2. Koma.26
II. 3. 3. Epilepsi.40
BAB III. PENUTUP.54
III. 1. Kesimpulan.54
DAFTAR PUSTTAKA..56




Referat Upper Motor Neuron


Page 4

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Susunan Neuro Muskular yaitu neuron yang mempersarafi otot, secara anatomi susunan tersebut
terdiri atas upper motor neuron, lower motor neuron, alat penghubung antar unsur saraf dan otot
skeletal. Gaya saraf yang disalurkan melalui lintasan-lintasan neuronal adalah potensial aksi,
yang sejak dulu di juluki impuls dan tidak lain berarti pesan. Dan impuls yang disampaikan
kepada otot sehingga menghasilkan gerak otot yang dinamakan impuls motorik
1
.












Referat Upper Motor Neuron


Page 5

BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Definisi
Upper motor neuron (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls
dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau
kornu anterior.
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik
serebri atau batang otak yang seluruhnya dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf
pusat.
II. 2. Anatomi dan Fisiologi
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dala m
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari
traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk
gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya
untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.
Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan LMN. Kerusakan LMN menimbulkan
kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang
refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan
kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka
(hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang.
Referat Upper Motor Neuron


Page 6


Gambar 1. Perbedaan UMN dan LMN

Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba
di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN.
Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan
menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada
otot-otot sisi yang berlawanan.
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Fungsi
tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu
terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik
dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu
jalur tertentu yang disebut lengkung refleks.
1
Fungsi medula spinalis
1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.
2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai
3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum
4. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

Lengkung refleks
Reseptor: penerima rangsang
Referat Upper Motor Neuron


Page 7

Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat
refleks)
Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat
terjadinya sinap ((hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan /
penerusan impuls)
Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel
efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf /penggerak)
Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat
berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.

Gambar 2. Lengkung refleks
II. 3. Macam-macam penyakit
II.3.1. Trauma Capitis
2,3
1. Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak,
Referat Upper Motor Neuron


Page 8

robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
neurologis.
2 Anatomi
a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,connective
tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose connective
tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
b. Tulang Tengkorak

Gambar 3. Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio
temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media
tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

c. Meningen
Referat Upper Motor Neuron


Page 9

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

Gambar 4. Lapisan meningen
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang
melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid
di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara
duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di
garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini
dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
2. Selaput Arakhnoid
Referat Upper Motor Neuron


Page 10

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak
antara piamater sebelah dalam dan duramater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini
dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari piamater
oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan subarakhnoid
umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
3. Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Piamater adarah membrana vaskular yang
dengan erat membungkus otak, meliputi gyrus dan masuk kedalam sulci yang paling dalam.
Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang
masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.
II.3.1.3 Mekanisme dan Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada
kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur tulang
tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan
intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak atau
cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini mengubah
tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan otak di tempat
benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan benturan (countre
coup).
Gangguan metabolisme jaringan otak akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan
herniasi jaringan otak melalui foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat
mengalami iskhemi, nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.
Fungsi otak sangat bergantung pada tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera kepala dapat
menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi karena berkurangnya
oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena aliran darah ke otak yang menurun,
Referat Upper Motor Neuron


Page 11

misalnya akibat syok. Karena itu, pada cedera kepala harus dijamin bebasnya jalan nafas,
gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak terganggu sehingga oksigenisasi cukup.
2.4. Gambaran Klinis
Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera dapat
dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui sistem GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal,
Movement).
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)

Gambar 5. Tes membuka mata (eye)
Secara spontan 4
Atas perintah 3
Rangsangan nyeri 2
Tidak bereaksi 1
2. Kemampuan komunikasi (V)
Referat Upper Motor Neuron


Page 12


Gambar 4. Kemampuan komunikasi (verbal)
Orientasi baik 5
Jawaban kacau 4
Kata-kata tidak berarti 3
Mengerang 2
Tidak bersuara 1
3. Kemampuan motorik (M)

Gambar 5. Kemampuan motorik
Kemampuan menurut perintah 6
Reaksi setempat 5
Menghindar 4
Referat Upper Motor Neuron


Page 13

Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak bereaksi 1
5. Pembagian Cedera Kepala
3,4
1. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
Ada riwayat trauma kapitis
Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan
cukup istirahat.
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (gegar otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari
10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin
mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat
dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu
hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini
timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang
selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan
selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan
Referat Upper Motor Neuron


Page 14

atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang
seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang
destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak
membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap
lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan
karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup , contrecoup, dan intermediatemenimbulkan
gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan
UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan organic brain
syndrome.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma
kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga terjadi
vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan
lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan
bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan adanya
kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti perdarahan,
simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika,
subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak
langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing atau
penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak
langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.
Referat Upper Motor Neuron


Page 15

5. Fractur Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila
adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
Referat Upper Motor Neuron


Page 16


a b c
Gambar 6. Tanda-tanda fraktur basis kranii
a. Raccon`s eyes (brill haematoma)
b. Otorrhea
c. Rhinorrhea
6. Derajat Cedera Kepala
1. Cedera Kepala Ringan (CKR). Termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri.
Pada cedera kepala ringan ditemukan:
a. Skor GCS 14-15
b. Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
c. Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
d. Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan
neurologis.
2. Cedera Kepala Sedang (CKS). Dapat ditemukan:
a. Skor GCS 9-12
b. Ada pingsan lebih dari 10 menit
Referat Upper Motor Neuron


Page 17

c. Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
d. Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
3. Cedera Kepala Berat (CKB). Dapat ditemukan:
a. Skor GCS <8
b. Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat
c. Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
d. Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

7. Diagnosa
Diagnosa cedera kepala ditegakkan berdasarkan ada tidaknya riwayat trauma kapitis dan
gejala-gejala klinis serta dari pemeriksaan penunjang.
8. Pemeriksaan Penunjang
Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma kapitis adalah:
a. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Indikasi dilakukan
CT Scan yaitu :
Penurunan kesadaran (GCS < 15).
Fraktur tulang tengkorak
Tanda klinis adanya fraktur basis kranii
Nyeri kepala persisten/ muntah
Cedera penetrasi
Kejang
Deficit neurologis (lateralisasi)

Referat Upper Motor Neuron


Page 18

b. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat
terjadinya trauma
c. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
d. Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
9. Komplikasi
9.1. Jangka pendek
a. Hematom Epidural
Letak epidural yaitu antara tulang tengkorak dan duramater. Terjadi akibat pecahnya arteri
meningea media atau cabang-cabangnya.

Gambar 7. Hematom epidural
Referat Upper Motor Neuron


Page 19

Gejalanya yaitu setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar
kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang
bersifat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah
meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula miosis, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak
bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
Kejadiannya biasanya akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam) dengan adanya lucid
interval, peningkatan TIK dan gejala lateralisasi berupa hemiparese
Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma subkutan.
Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral
dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis,
refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.
Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan ada bagian hiperdens yang bikonveks dan LCS biasanya
jernih. Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan
pembuluh darah.
b. Hematom subdural
Letak subdural yaitu di bawah duramater. Terjadi akibat pecahnya bridging vein, gabungan
robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri.
Gejala subakut mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama dan gejala kronis timbul
3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma.
Pada pemeriksaan CT-Scan setelah hari ke 3 yang kemudian diulang 2 minggu kemudian
terdapat bagian hipodens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak
(bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak). Juga
terlihat bagian isodens dari midline yang bergeser.
Referat Upper Motor Neuron


Page 20


Gambar 8. Perdarahan subdural
Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan
melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-
dekompresi.
c. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada lobus
temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa
perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian,
perdarahannya akan direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.

Gambar 9. Perdarahan intraserebral
Referat Upper Motor Neuron


Page 21


d. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak,
hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala :
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Hemiparese
Dilatasi pupil ipsilateral
Kaku kuduk
e. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga berjam-
jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik,
nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun
normal, hanya tekanannya dapat meninggi dan kesadaran menurun.


9.2. Jangka Panjang
1. Kerusakan saraf cranial
a. Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang jika total disebut
dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Tidak ada pengobatan khusus bagi penderita
anosmia.
b. Gangguan penglihatan
Referat Upper Motor Neuron


Page 22

Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera (trauma). Biasanya
disertai hematoma di sekitar mata, proptosis akibat adanya perdarahan, dan edema di
dalam orbita. Gejala klinik berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya
negative, atauhemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang
mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi papil yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada
mata tersebut bersifat irreversible.
c. Oftalmoplegi
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya
disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi,
tetapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
d. Paresis fasialis
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya
kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang mengalami
kerusakan.



e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigodan nistagmus karena
ada hubungan yang erat antara koklea, vestibula dan saraf. Dengan demikian adanya cedera yang
berat pada salah satu organ tersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ lain.
2. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memahami atau memproduksi
bahasa disebabkan oleh penyakit system saraf pusat. Penderita disfasia membutuhkan perawatan
Referat Upper Motor Neuron


Page 23

yang lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit karena masalah komunikasi. Tidak ada
pengobatan yang spesifik untuk disfasia kecuali speech therapy.
3. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan) merupakan manifestasi
klinik dari kerusakan jaras pyramidal di korteks, subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya
berkaitan dengan cedera kepalaadalah perdarahan otak, empiema subdural, dan herniasi
transtentorial.
4. Sindrom pasca cedera kepala
Sindrom pasca trauma kepala (postconcussional syndrome) merupakan kumpulan gejala yang
kompleks yang sering dijumpai pada penderita cedera kepala. Gejala klinisnya meliputi nyeri
kepala, vertigo gugup, mudah tersinggung, gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, mudah
terasa lelah,
sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.
5. Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal antara arterikarotis interna dengan
sinus kavernosus, umumnya disebabkan oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala klinik berupa
bising pembuluh darah (bruit) yang dapat didengar penderita atau pemeriksa dengan
menggunakan stetoskop, proptosisdisertai hyperemia dan pembengkakan konjungtiva, diplopia
dan penurunan visus, nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot penggerak
bola mata.
6. Epilepsi
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam minggu pertama pascatrauma
(early posttrauma epilepsy) dan epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (late
posttraumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul dalam tahun pertama meskipun ada
beberapa kasus yang mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
Referat Upper Motor Neuron


Page 24

10. Penatalaksanaan
10.1. Penatalaksanaan Umun
a. Observasi GCS dan Tanda Vital (T,N,R,S)
b. Head up 30
0

c. O
2
lembab 4-6 liter/m
d. IVFD NaCl 0,9% (30-40cc/kgBB perhari)
e. Antibiotik
f. Analgetik
g. Antagonis H2 reseptor
h. K/P : Manitol, Anti Konvulsan
i. Pasang NGT, Kateter
10.2. Penatalaksanaan TTIK
Terapi Konservatif
Posisi : Head up 30
0
.
Hiperventilasi ringan 15-30 menit
Manitol 20% dosis 0,25 - 2 gr/Kg BB/kali pemberian tiap 4 6 jam
Terapi operatif (craniotomy, diversi LCS, dekompresi)
Indikasi ;
Fraktur depress
Intracranial hematoma (EDH/SDH/ICH) > 25 cc
Midline Shift > 5 cm
Cedera penetrasi
Indikasi rawat bagi pasien cedera kepala yaitu :
a. Penurunan kesadaran
Referat Upper Motor Neuron


Page 25

b. Nyeri kepala (dari sedang hingga berat)
c. Riwayat tidak sadarkan diri selam > 15 menit
d. Fraktur tulang tengkorak
e. Rhinorea otorhea
f. Cedera penetrasi
g. Intoksikasi alcohol atau obat-obatan
h. Trauma multiple
i. Hasil CT Scan abnormal
j. Amnesia
k. Tidak ada keluarga

11.Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan pencegahan terhadap
peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya kecelakaan lalu lintas
seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu
lintas, memakai sabuk pengaman,dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang dirancang untuk
mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian
pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh tercepat pada kasus
cedera. Guna menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas
Referat Upper Motor Neuron


Page 26

utama dari masalah yang lainnya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh
karena kegagalan mengenali masalah airwayyang tersumbat baik oleh karena aspirasi isi gaster
maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri.
Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan
jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena
pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru. Selain itu
aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan adalah membantu
pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan
akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang berdarah sehingga
pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut
dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila
perlu dilanjutkan dengan pemberian transfuse darah. Syok biasanya disebabkan karena penderita
kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat,
penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk
mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan
psikologis bagi penderita.
Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani
melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
Referat Upper Motor Neuron


Page 27

1. Rehabilitasi Fisik
d. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan atas
dan bawah tubuh.
e. Perlengkapan splint dan kaliper
f. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tama dimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya dan memotivasi
kembali keinginan dan rencana masa depannya. Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan
harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya memerlukan
semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan paling
sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak ketergantungan
terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).
3,4

II. 3.2. Koma
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan unarousable
unresponsiveness, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat
dibangunkan.
6,9
Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu
yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan
tepat, dimana saja dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di bidang medis sangat perlu untuk
memahami dan mengetahui setiap tindakan yang perlu dilakukan dalam penanganan koma.
5,7,9
Patofisiologi
Referat Upper Motor Neuron


Page 28


RANGSANGAN
2,6,7,8,9

Kesadaran dibagi dua yaitu kualitas dan derajat kesadaran. Jumlah (kuantitas) input/rangsangan
menentukan derajat kesadaran, sedangkan kualitas kesadaran ditentukan oleh cara pengolahan
input yang menghasilkan output SSP. Pada topik koma kita lebih menitikberatkan kepada derajat
dari kesadaran.
2
Berdasarkan skema diatas kita dapat melihat bahwa input/rangsangan dibagi dua, spesifik dan
non-spesifik. Input spesifik merujuk kepada perjalanan impuls aferen yang khas dimana
menghasilkan suatu kesadaran yang khas pula. Lintasan yang digunakan impuls-impuls tersebut
dapat dinamakan lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di
daerah korteks primer (penghantarannya berlangsung dari titik ke titik), yang berarti bahwa suatu
titik pada kulit yang dirangsang mengirimkan impuls yang akan diterima oleh sekelompok
neuron dititik tertentu daerah reseptif somatosensorik primer. Setibanya impuls aferen di tingkat
korteks terwujudlah suatu kesadaran akan suatu modalitas perasaan yang spesifik, yaitu perasaan
nyeri di kaki atau di wajah atau suatu penglihatan, penghiduan atau suatu pendengaran tertentu.
Referat Upper Motor Neuron


Page 29

Input yang bersifat non-spesifik adalah sebagian dari impuls aferen spesifik yang disalurkan
melalui lintasan aferen non-spesifik (lintasan ini lebih dikenal sebagai diffuse ascending
reticular system) yang terdiri dari serangkaian neuron-neuron di substansia retikularis medulla
spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke thalamus (inti intralaminar).Inti
intralaminar yang menerima impuls non-spesifik tersebut akan menggalakkan dan memancarkan
impuls yang diterimanya menuju/merangsang/menggiatkan seluruh korteks secara difuse dan
bilateral sehingga timbul kesadaran/kewaspadaan. Karena itu, neuron-neuron inti intralaminar
disebut neuron penggalak kewaspadaan, sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri
yang digalakkan disebut neuron pengemban kewaspadaan
2,6,7,8
Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang terendah, maka
koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak
berfungsi (koma kortikal bihemisferik) atau oleh sebab neuron penggalak kewaspadaan tidak
berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma diensefalik)
2
Dari penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa berdasarkan susunan anatomi, koma dibagi
menjadi 2 yaitu; koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik
2,5,7

1. Koma kortikal bihemisferik
2,5

Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur, metabolisme dan
fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua, untuk
metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku seperti
protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme sel tidak
dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh blood brain barrier.
Angka pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian O2 ialah
3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit. (7)Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses
oksidasi, 50% dipakai untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang
menyusun infrastruktur neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi.
Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi
mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila metabolisme
Referat Upper Motor Neuron


Page 30

neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap, bilamana tidak ada
perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme.
Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma Metabolik.
Yang dapat membangkitkan koma metabolik antara lain:
Hipoventilasi
Anoksia iskemik.
Anoksia anemik.
Hipoksia atau iskemia difus akut.
Gangguan metabolisme karbohidrat.
Gangguan keseimbangan asam basa.
Uremia.
Koma hepatik
Defisiensi vitamin B.
2. Koma diensefalik.
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di daerah mesensefalon
dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma diensefalik dibagi menjadi
2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
Lesi supratentorial.
Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak hemisferium kea rah foramen
magnum, yang merupakan satu-satunya jalan keluaruntuk suatu proses desak didalam ruang
tertutup seperti tengkorak. Karena itu batang otak bagian depan (diensefalon) mengalami distorsi
dan penekanan.
Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi lumpuh dan substansia retikularis mengalami
gangguan. Oleh karena itu bangkitlah kelumpuhan saraf otak yang disertai gangguan penurunan
Referat Upper Motor Neuron


Page 31

derajat kesadaran. Kelumpuhan saraf otak okulomotorius dan trokhlearis merupakan ciri bagi
proses desak ruang supratentorial yang sedang menurun ke fossa posterior serebri.
Yang dapat menyababkan lesi supratentorial antara lain; tumor serebri, abses dan hematoma
intrakranial.
Lesi infratentorial.
Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior). Pertama,
proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak system retikularis. Kedua, proses
didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak system retikularis batang otak.
Proses yang timbul berupa (i).penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formasio
retikularis). (ii) herniasi serebellum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebelli yang
kemudian menekan formation retikularis di mesensefalon. (iii) herniasi tonsiloserebellum ke
bawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan medulla oblongata. Secara klinis, ketiga
proses tadi sukar dibedakan. Biasanya berbauran dan tidak ada tahapan yang khas.
Penyebab lesi infratentorial biasanya GPDO di batang otak atau serebelum, neoplasma, abses,
atau edema otak.
Etiologi
Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat/dibuat jembatan keledai menjadi kalimat
SEMENITE. Selain itu ada juga beberapa buku yang menggunakan jembatan keledai yang
berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama. Dari jembatan keledai ini kita juga dapat
membedakan manakah yang termasuk ke dalam koma bihemisferik ataupun koma diensefalik
5,6

S ; Sirkulasi gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)
E ; Ensefalitis akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll
M ; Metabolik akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu kinerja otak.
(gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
E ; Elektrolit gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).
Referat Upper Motor Neuron


Page 32

N ; Neoplasma tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan penekanan
intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi, muntah).
I ; Intoksikasi keracunan.
T ; Trauma kecelakaan.
E ; Epilepsi.10
Diagnosa dan Gambaran klinis
Untuk mendiagnosis koma atau penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi masalah
adalah apa yang menjadi penyebab koma tadi dan bagaimana situasi koma yang sedang
dihadapinya ( tenang, herniasi otak, atau justru agonia). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka
harus dimulai dengan anamnesia, dilanjutkan dengan pemeriksaan intern, pemeriksaan
neurologis, dan pemeriksaan tambahan sesuai dengan kebutuhan.
1. Anamnesa.
Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil heteroanamnesis dari orang yang
menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya. Hal yang harus diperhatikan antara lain:
Penyakit penderita sebelum koma.
Keluhan penderita sebelum tidak sdar
Obat yang digunakan.
Apa ada sisa obat, muntahan, darah, dsb didekat penderita saat ia ditemukan tidak sadar.
Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan?. Gejala apa saja yang nampak oleh
orang-orang disekitarnya?.
Apakah ada trauma sebelumnya
Apakah penderita mengalami inkontinensia urin dan feses.
2. Pemeriksaan intern/fisik.
a. Tanda-tanda vital.
b. Bau nafas penderita (amoniak, aseton, alcohol, dll)
Referat Upper Motor Neuron


Page 33

c. Kulit ; turgor (dehidrasi), warna (sianosis - intoksikasi CO, obat-obatan), bekas injeksi
(morfin), luka-luka karena trauma.
d. Selaput mukosa mulut (adanya darah atau bekas minum racun).
e. Kepala; *Opistotonus (meningitis), *Miring kanan/kiri (tumor fossa posterior).
*Apakah keluar darah atau cairan dari telinga/hidung?. *Hematom disekitar mata (Brill
hematoma) atau pada mastoid (Battles sign). *Apakah ada fraktur impresi?.
f. Leher; Apakah ada fraktur? Jika tidak, periksa kaku kuduk.
g. Thorax; paru & jantung.
h. Abdomen; Hepar (koma hepatik), ginjal (koma uremik), retensi urin (+/-).
i. Ekstrimitas; sianosis ujung jari, edema pada tungkai.
3. Pemeriksaan neurologis.
a. Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
b. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi.
*) Observasi umum.
Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah, membasahi bibir. Bila (+), prognosis
cukup baik.
Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk). Disebabkan oleh
gangguan metabolik.
Lengan dan tungkai.
i. Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity gangguan di hemisfer, batang otak
masih baik.
ii. Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity) kerusakan di batang otak.
*) Pola pernafasan.
Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).: Terjadi keadaan apnea, kemudia timbul
pernafasan yang berangsur-angsur bertambah besar amplitudonya. Setelah mencapai
suatu puncak, akan menurun lagi proses di hemisfer dan/batang otak bagian atas.
Referat Upper Motor Neuron


Page 34

Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) : Pernfasan cepat dan dalam disebabkan
gangguan di tegmentum (antara mesenfalon dan pons). Letak prosesnya lebih kaudal dari
pernafasan cheyne-stokes, prognosisnya juga lebih jelek.
Pernafasan apneustik : Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikuti oleh poenghentian
ekspirasi selama beberapa saat. Gangguan di pons. Prognosis lebih jelek daripada
hiperventilasi neurogen sentral karena prosesnya lebih kaudal.
Pernafasan ataksik : Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat, dan tidak teratur
Terganggunya formation retikularis di bagiandorsomedial dan medulla oblongata.
Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering disebut sebagai tanda menjelang ajal.
*). Kelainan pupil.
Untuk menentukan letak kelainan di batang otak, yang harus diperhatikan adalah (1)besarnya,
(2)bentuknya, (3)refleks pupil.
Jangan menggunakan midriatikum karena akan menghilangkan refleks pupil.
Kelainan gerakan dan/atau kedudukan bola mata dapat menunjukkan topical dari lesi :
Lesi di hemisfer Deviation Conjugee (mata melihat kearah hemisfer yang terganggu),
pupil & refleks cahaya normal.
Lesi di thalamus Kedua bola mata melihat kearah hidung. Kadang hemianestesia
(badan, tungkai, wajah). Dystonic posture (lengan dalam posisi aneh)
Lesi di pons Kedua bola mata di tengah, tidak ada gerakan walau dengan perubahan
posisi (dolls eye maneuver abnormal), pupil pinpoint, refleks cahaya (+), kadang ada
ocular bobbing.
Lesi di serebelum Bola mata ditengah, pupil besar, bentuk normal, refleks cahaya (+)
normal. Sering karena perdarahan yang meningkatkan TIK, sehingga mengganggu N.VI.
Gangguan N.Okulomotorius Pupil anisokor, refleks cahaya negative (pada pupil yang
lebar), sering disertai ptosis. Gangguan pada N.III sering merupakan tanda pertama akan
terjadinya herniasi tentorial. Adanya perdarahan atau edema di daerah supratentorial akan
Referat Upper Motor Neuron


Page 35

mendorong lobus temporalis ke bawah. Desakannya akan menekan N.III, yang bila
proses berlanjut akan menekan batang otak, dan menyebabkan kematian.
*) Refleks sefalik
Refleks pupil ; Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi). Konvergensi sulit
diperiksa pada penderita dengan kesadaran menurun. Oleh karena itu pada penderita
koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan konsensual. Bila refleks cahaya terganggu
gangguan di mesensefalon.
Dolls eye phenomenon gangguan di pons (refleks okulo-sefalik negative).
Refleks okulo-vestibular menggunakan tes kalori. Jika ( -) berarti terdapat gangguan di
pons.
Refleks kornea merangsang kornea dengan kapas halus akan menyebabkan penutupan
kelopak mata. Bila negative berarti ada kelainan di pons.
Refleks muntah sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang pada
kerusakan di medula oblongata.
*). Reaksi terhadap rangsangan nyeri.
Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum. Rangsangan tersebut akan
menimbulkan refleks sbb:
Abduksi fungsi hemisfer masih baik (high level function).
Menghindar (Flexi dan aduksi) hanya ada low level function.
Flexi ada gangguan di hemisfer.
Extensi kedua lengan dan tungkai gangguan di batang otak.
Secara garis besarnya, pemeriksaan untuk menentukan letak lesi dapat dilihat pada kolom
dibawah ini, dimana masing-masing lesi memiliki gejala tertentu / gejala yang khas secara klinis
2,5,6,7,10
Referat Upper Motor Neuron


Page 36


*). Fungsi traktus piramidalis.
Merupakan saluran saraf terpanjang, sehingga apabila terjadi kerusakan struktur susunan saraf
pusat amat sering terganggu.Bila traktus piramidalis tidak terganggu, kemungkinan besar
kelainan disebabkan oleh gangguan metabolisme. Adanya gangguan pada traktus piramidalis
dapat diketahui dengan adanya:
Paralisis (kelumpuhan)
Refleks tendinei (otot) bila traktus piramidalis terganggu, akan terdapat penurunan
refleks sisi kontralateral. (penurunan refleks tendon hanya sementara, pada akhirnya
refleksnya meningkat).
Refleks patologik (+) positif.
Tonus pada fase akut terjadi penurunan tonus kontralateral. Bila lesi piramidalis sudah
lama, tonus akan meningkat (pada umumnya kita hanya menemukan peningkatan tonus).
*). Pemeriksaan laboratorium.
Referat Upper Motor Neuron


Page 37

Darah rutin, fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), fungsi hati (LFT, SGOT, SGPT), elektrolit,
glukosa darah.Liquor serebrospinalis harus diperiksa bila diduga ada infeksi intarakranial
(meningitis, meningoensefalitis). Kontraindikasi LP dalah peningkatan tekanan intracranial.
Pada pemeriksaan liquor serebrospinalis harus diperhatikan:
Warna ; normalnya jernih. Bila ada perdarahan, dihitung jumlah eritrosit.
< 50/mm kemungkinan suatu emboli.
1000/mm kemungkinan perdarahan intraserebral.
10.000/mm kemungkinan infark haemorhage.
25.000/mm kemungkinan perdarahan subarakhnoid.16
Jumblah sel ; Normal < 5/m.
Bila meningkat meningitis/meningoesefalitis.
Peningkatan mononuclear menunjukkan adanya meningitis serosa, yang dapat
disebabkan oleh TB, virus, atau jamur.

Protein ; Kadar protein liquor normalnya 0,15-0,45 g/l. Meningkat pada keradangan /
perdarahan.
Glukosa ; kadar glukosa liquor normalnya 2/3 kadar glukosa darah. Kadar glukosa yang
menurun ada infeksi (TBC, bacterial).
Bakteriologi ; Pemeriksaan pengecatan gram dan kultur bila dicurigai adanya infeksi
intracranial.
Pemeriksaan khusus ;
Keganasan sitologi
TB pengecatan ziehl-nelson
Neurosifilis VDRL / TPHA.
*). Pemeriksaan dengan alat.
CT scan merupakan pemeriksaan yang paling sering atau umum digunakan
Referat Upper Motor Neuron


Page 38

Oftalmoskop : Pada setiap penderita koma, fundus okuli harus diperiksa untuk melihat
adanya (1).papiledema. (2).tanda-tanda arteriosclerosis pembuluh darah di retina.
(3).Tuberkel di koroidea.
Elektroensefalografi (EEG) ; untuk melihat kelainan difus atau fokal. Harus
dibandingkan antara hemisfer kiri dan kanan. Serial EEG diperlukan untuk evaluasi
penderita koma.
Eko-ensefalografi ; menggunakan gelombang ultrasound. Midline echo pada orang
normal menandakan posisi ventrikel III. Yang perlu diperhatikan adalah dorongan dari
midline echo untuk menentukan lateralisasi.
Doppler ( B scan) ; alat untuk mengukur kecepatan aliran darah di arteria karotis dan
pembuluh darah kolateral (temporalis,orbita). Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui
adanya stenosis pada arteri.
Arteriografi ; pemeriksaan invasive dengan memasukkan kontras ke dalam pembuluh
darah. Hanya dilakukan pada pasien dengan dugaan kelainan pembuluh darah
MRI (magnetic resonance imaging).
Gambaran klinik.
Dipandang dari penampilan klinik, penderita koma dapat bersikap tenang seakan akan tidur pulas
atau bersikap gelisah, banyak gerak, dan/atau berteriak. Manifestasi klinik penurunan kesadaran
bervariasi, bergantung pada penyakit yang mendasarinya atau komplikasi yang muncul setelah
terjadinya penurunan kesadaran.
Gejala klinik yang dapat menyertai koma antara lain; demam, gelisah, kejang, muntah, retensi
lendir atau sputum di tenggorokkan, retensi atau inkontinensia urin, hipertensi, hipotensi,
takikardi, bradikardi, takipnea, dispnea, edema fokal atau anasarka, ikterus, sianosis, pucat,
perdarahan subkutis, dan sebagainya.
Pada lesi intrakranial dapat terjadi hemiplegia, defisit nervi kranialis, kaku kuduk, deviasi mata,
perubahan diameter pupil, edema papil.
Referat Upper Motor Neuron


Page 39

Pada trauma kapitis dapat terjadi braile hematoma, hematoma belakang telinga (battle sign),
perdarahan telinga dan hidung, dan likorea.
Koma kortikal bihemisferik disebut juga koma metabolik, dimana pada koma jenis ini
terdapat penyakit primer yang mendasari (penyakit non-saraf) timbulnya koma. Gejala klinisnya:
organic brain syndrome dan gangguan neurologist yang bilateral.
Koma diensefalik timbul akibat gangguan fungsi atau lesi struktur formation retikularis
(batang otak) akibat proses desak ruang. Gejala klinisnya : semua manifestasi gangguan
neurologik menunjukkan ciri lateralisasi seperti hemiparese, anisokor, dll
2,5,6,10

Diagnosis banding koma
6
1. Afasia global akut pada keadaan ini penderita tidak mengerti dan tidak dapat
berbicara, tetapi refleks-refleks sefalik lainnya masih baik.
2. Lock in syndrome pada sindroma ini didapatkan paralysis keempat ekstrimitas,
penderita tidak dapat berbicara, tetapi penderita masih dapat melakukan kedipan dan
gerakan bola mata. Gerakan ini dapat dipakai untuk berkomunikasi. Sindroma ini
dijumpai pada lesi di mesensefalon.
Penatalaksanaan dan Prognosis
Penatalaksanaan penderita koma secara umum harus dikelola menurut prinsip 5 B yaitu
2,5,6,10

1. Breathing Jalan napas harus bebas dari obstruksi. Posisi penderita miring agar lidah
tidak jatuh kebelakang, serta bila muntah tidak terjadi aspirasi. Bila pernapasan berhenti
segera lakukan resusitasi.
2. Blood Diusahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf pusat. Komposisi kimiawi
darah dipertahankan semaksimal mungkin, karena perubahan-perubahan tersebut akan
mengganggu perfusi dan metabolisme otak.
Referat Upper Motor Neuron


Page 40

3. Brain Usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita kejang
sebaiknya diberikan difenilhidantoin 3 dd 100 mg atau karbamezepin 3 dd 200 mg per os
atau nasogastric. Bila perlu difenilhidantoin diberikan intravena secara perlahan.
4. Bladder Harus diperhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi. Kateter harus
dipasang kecuali terdapat inkontinensia urin ataupun infeksi.
5. Bowel Makanan penderita harus cukup mengandung kalori dan vitamin. Pada
penderita tua sering terjadi kekurangan albumin yang memperburuk edema otak, hal ini
harus cepat dikoreksi. Bila terdapat kesukaran menelan dipasang sonde hidung.
Perhatikan defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.
Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, secara singkat akan diuraikan berdasarkan urutan
SEMENITE ;
6
1. Sirkulasi
a. Perdarahan subaranoidal Asam traneksamat 4 dd 1 gr iv perlahan-lahan selama 2
minggu, dilanjutkan peroral selama 1 minggu untuk mencegah kemungkinan rebleeding.
Nimodipin (ca blocker) untuk mencegah vasospasme. Setelah 3 minggu sebaiknya
dilakukan arteriografi untuk mencari penyebab perdarahan, dan bila mungkin diperbaiki
dengan jalan operasi.
b. Perdarahan intraserebral Pengobatan sama seperti diatas. Pembedahan hanya
dilakukan bila perdarahan terjadi di lokasi tertentu, misalnya serebelum.
c. Infark otak keadaan ini dapat disebabkan oleh karena trombosis maupun emboli.
Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3 kelompok :
Pengobatan terhadap edema otak, mis. Dengan mannitol
Pengobatan untuk memperbaiki metabolisme otak, mis. Dengan citicholine /
codergocrine mesylate / piracetam
Pemberian obat antiagregasi trombosit dan antikoagulan.
Penatalaksanaan secara lebih detil mengenai gangguan sirkulasi dapat dibaca pada tulisan-tulisan
lain mengenai CVA.
2. Ensefalomeningitis.
Referat Upper Motor Neuron


Page 41

Meningitis purulenta antibiotic
Meningitis tuberkulosa dipakai kombinasi INH, rifampisin, kanamisin, dan pirazinamide.
3. Metabolisme.
Koma karena gangguan metabolime harus diobati penyakit primernya. Penatalaksanaannya
terletak di bagian penyakit dalam.
4. Elektrolit dan endokrin.
Bagian penyakit dalam. Kalium selain menyebabkan gangguan saraf juga dapat menyebabkan
gangguan jantung.
5. Neoplasm.
Dilakukan oleh ahli bedah saraf.
6. Intoksikasi penderita koma karena intoksikasi diberikan activator metabolic dan
diuresis paksa untuk mengeluarkan penyabab intoksikasi. Bila memungkinkan berikan
antidotnya.
7. Epilepsi
11

Secara umum, pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 x bangkitan dalam
setahun. Tegakkan diagnosis, jelaskan kepada keluarga penderita seputar tujuan
pengobatan dan efek samping.
Sesuaikan jenis obat dengan jenis serangan epilepsy yang di jumpai, sebaiknya
monoterapi.
Mulailah dengan dosis rendah yang dinaikkan bertahap sampai tercapai dosis efektif.
Bila perlu penggantian obat, obat pertama diturunkan secara bertahap dan naikkan
obat kedua bertahap.
Jika serangan tetap tidak terkontrol meskipun sudah mendapat monoterapi / terapi
optimal, sebaiknya rujuk ke spesialis saraf.
Pada status epileptikus :
Referat Upper Motor Neuron


Page 42

o Bayi dan anak ; dosis 15-20 mg / kgBB i.v pemberian secara perlahan-lahan
kurang dari 1-3 mg / kgBB / menit.
o Dewasa : dosis 10-15 mg / kgBB perlahan-lahan < 50 mg / menit disusul
dengan dosis rumatan 3-4 x 100 mg / hari, oral / i.v
Prognosis.
Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala seperti di bawah ini lebih dari 3 hari:
1. Adanya gangguan fungsi batang otak, seperti dolls eye phenomenon negative, refleks
kornea negative, refleks muntah negative.
2. Pupil lebar tanpa adanya refleks cahaya.
3. GCS yang rendah (E1-M1-V1).
II.3.3. Epilepsi
A. Definisi
Epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanien yang berarti serangan dan menunjukan
bahwa sesuatu dari luar tubuh seseorang menimpanya, sehingga dia jatuh.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure)
yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten,
yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuron-neuron secara
paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan
oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi
secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan, jenis bangkitan, faktor
pencetus dan kronisitas.
Referat Upper Motor Neuron


Page 43

KLASIFIKASI EPILEPSI
12
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981, epilepsi diklasifikasikan menjadi 2
yakni berdasarkan bangkitan epilepsi dan berdasarkan sindrom epilepsi.
Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsi :
1. Bangkitan Parsial
Bangkitan parsial diklasifikasikan menjadi 3 yakni,
a.Parsial Sederhana (kesadaran tetap baik)
1.Dengan gejala motorik
2.Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
3.Dengan gejala autonom
4.Dengan gejala psikis
b.Parsial Kompleks (kesadaran menurun)
1. Berasal sebagai parsial sederhana dan berekambang menjadi penurunan kesadaran
2. Dengan penurunan kesadaran sejak awaitan
c. Parsial yang menjadi umum sekunder
1. Parsial sederhana yang menajdi umum tonik-konik
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan menjadi umum tonik-konik

2. Bangkitan Umum
A. Absence / lena / petit mal
Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa detik
(sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini
Referat Upper Motor Neuron


Page 44

biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran
hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata
penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan
benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya
lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran
yang khas yakni spike wave yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara
menyeluruh.
B. Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal
yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai
gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh
ensepalopati metabolik.
C. Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan
dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi.
D. Tonik-klonik /Grand mal
Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak
kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan
tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit
lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar
secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.
E. Mioklonik
Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot skelet yang
muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak. Gambaran klinis yang terlihat
Referat Upper Motor Neuron


Page 45

adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadinya cepat.
F. Atonik
Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh
secara Tiba-tiba.
3. Tak Tergolongkan
Klasifikasi untuk epilepsi dan sindrom epilepsi yakni,
1. Berkaitan dengan lokasi kelainanny (localized related)
a. Idiopatik (primer)
b. Simtomatik (sekunder)
c. Kriptogenik
2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan usia
a. Idiopatik (primer)
b. Kriptogenik atau simtomatik sesuai dengan peningkatan usia (sindrom west, syndrome
lennox-gasraut, epilepsi lena mioklonik dan epilepsi mioklonik-astatik)
c. Simtomatik
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal dan umum
a. Bangkitan umum dan fokal
b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus : bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu.
a. kejang demam
b. status epileptikus yang hanya timbul sekali (isolated)
c. bangkitan yang hanya terjadi karena alkohol, obat-obatan, eklamsi atau hiperglikemik
non ketotik.
Referat Upper Motor Neuron


Page 46

d. Epilepsi refrektorik
ETIOLOGI EPILEPSI
Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi
idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik,
misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak,
toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya
belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.
Penyebab spesifik dari epilepsi antara lain ;
1. Kelainan yang terjadi selama kehamilan/perkembangan janin contohnya ibu mengkonsumsi
obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin, minum-minuman alkhohol atau
mendapatkan terapi penyinaran.
2. Kelainan yang terjadi saat kelahiran (bayi baru lahir) :
Brain malvormation
Gangguan oksigenasi sebelum lahir (Hipoksia-Asfiksia)
Gangguan elektrolit
Gangguan metabolisme janin
Infeksi
3. Saat usia bayi anak-anak
demam (kejang demam)
tumor otak (jarang)
infeksi
4. Saat usia anak dewasa
Kelainan kongenital sepeti sindrom down, neurofibromatosis, dll.
Referat Upper Motor Neuron


Page 47

Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka
kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka
kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.
Penyakit otak yang berjalan secara progresif seperti tumor otak (jarang)
Trauma kepala
5. Saat usia tua/lanjut
Stroke
Penyakit Alzeimer
Trauma

PATOFISOLOGI EPILEPSI
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari pada proses
inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion
ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat
penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron
diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan
keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks serebri penting dalam
mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon
depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi
konduksi Ca2+ secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang
memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan
menyebarkan aktivitas kejang.
Referat Upper Motor Neuron


Page 48

3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel
piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bias
dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini
menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas
penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon
NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren
dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami
depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan
berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah
besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di
dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda
(lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat.
Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat
bervariasi.
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 katagori yaitu :
1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka
tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya
dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan berbeda-
beda.
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat
diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya
epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama
SED dan NPF.
Referat Upper Motor Neuron


Page 49

3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan
epilepsi pada penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai ambang yang
rendah, PF dapat membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion klorida, tetapi
sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang tinggi
ion kalium dalam sel (intraseluler), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi.
Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila
natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi
karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal,
sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak,
secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter GABA dan Glisin) kurang optimal
hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat dan Aspartat) berlebihan
hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA (gamma
aminobutyric acid) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi ternyata
kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik
(IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis
mengatakan bahwa aktifitas epileptic disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh
GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA
ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa
perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan
menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja,
Referat Upper Motor Neuron


Page 50

sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok
neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis ada 2
penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal (GABA) sehingga terjadi
pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik
(Glutamat) berlebihan. Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital,
hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan
rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul
epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada
abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu
menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan
selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita
epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis
dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan. Pada bayi dan anak-
anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena efek traumatik, gangguan metabolik,
gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya. Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron
serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat membuat
neuron glia atau lingkungan neuronal epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi,
gangguan metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi
anak tanpa brain damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap
penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta benigne centrotemporal epilepsy.
Walaupun demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang
sama.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui anamnesis dan
pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara
Referat Upper Motor Neuron


Page 51

kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat
ditegakkan.
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak
pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu yang
terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan)
merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga
memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
Pola / bentuk serangan
Lama serangan
Gejala sebelum, selama dan paska serangan
Frekwensi serangan
Faktor pencetus
Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
Usia saat serangan terjadinya pertama
Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma
kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus.
Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur
dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya
Referat Upper Motor Neuron


Page 52

keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat
menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.34
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan
penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan
fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.
Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal
gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang
tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya
gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran
EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami
serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video
EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat
untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk
kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat
diperlukan pada persiapan operasi.
Referat Upper Motor Neuron


Page 53

c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan
melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan secara
anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan
dan kiri
PENATALAKSANAAN
11
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang optimal. Ada
beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi
frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta
menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni,
1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat
minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih
dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan
tersebut.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai dengan dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan, maka
ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama dosisnya
diturunkan secara perlahan.
5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak terkontorl
dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

Referat Upper Motor Neuron


Page 54

Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme kerjanya
1. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada reseptor
NMDA, monoamine dan asetilkolin.
2. Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida dan
neurotransmitter yang voltage dependen
3. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABAA , menurunkan eksitabilitas glutamate,
emnurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.
4. Valporat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan kalsium
(T) dan kalium.
5. Levetiracetam : Tidak diketahui
6. Gabapetin : Modulasi kalsium channel tipe N
7. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang voltage dependent
8. Okskarbazepin : Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium, modulasi aktivitas
chanel.
9. Topiramat : Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediated chloride, modulasi
efek reseptor GABAA.
10. Zonisomid : Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasi glutamate.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara bertahap
setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa penghentian
membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatika
ketika hendak menghentikan OAE yakni,
1. Syarat umum yang meliputi :
Referat Upper Motor Neuron


Page 55

Penghentian OAE telah diduskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana
penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.
Gambaran EEG normal
Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6bulan.
Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG abnormal
Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
Penggunaan OAE lebih dari 1
Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas bangkitan
selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka pengobatan
menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.
Penatalaksanaan untuk status epileptikus
1. Stadium I (0-10 menit)
memperbaiki fungsi kardio dan respirasi
memperbaiki jalan nafas, oksigenasi dan resusitasi bilama diperlukan.
2. Stadium II (1-60 menit)
pemeriksaan status neurologik
pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu
Referat Upper Motor Neuron


Page 56

pemeriksaan EEG
pasang infus
ambil 50-100cc darah untuk pemeriksaan laborat
pemberian OAE cito : diazepam 0.2mg/kg dengan kecepatan pemberian 5 mg/ menit IV
dapat diulang lagi bila kejang masih berlangsung setelah 5 menit pemberian.
Beri 50cc glukosa
Pemberian tiamin 250mg intravena pada pasien alkoholisme
Menangani asidosis dengan bikarbonat.
3. Stadium III 90-60/90 menit)
menentukan etiologi
bila kejang terus berkangsung setekah pemberian lorazepam/diazepam, beri phenitoin IV
15-20mg/kg dengan kecepatan kuranglebih 50mg/menit sambil monitoring tekanan
darah.
Atau dapat pula diberikan Phenobarbital 10mg/kg dengan kecepatan kurang lebih
10mg/menit (monitoring pernafasan saat pemberian)
Terapi vasopresor (dopamin) bila diperlukan.
Mongoreksi komplikasi
4. Stadium IV (30-90 menit)
Bila tetap kejang, pindah ke ICU
Beri propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu).




Referat Upper Motor Neuron


Page 57

BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Upper motor neuron (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan
impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang
otak atau kornu anterior.
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi
dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terd iri
dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk
gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya
untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.
Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan
kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang
refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan
kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka
(hiperrefleksia).
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak,
robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
neurologis.
Derajat Cedera Kepala : Cedera kepala Ringan (CKR), cedera kepala sedang (CKS),
cedera kepala berat (CKB).
Referat Upper Motor Neuron


Page 58

Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan
oleh berbagai faktor. Kesadaran / kewaspadaan berhubungan dengan impuls non-spesifik.
Neuron-neuron inti intralaminar disebut neuron penggalak kewaspadaan, sedangkan neuron-
neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut neuron pengemban kewaspadaan
koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban kewaspadaan sama
sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik) atau oleh sebab neuron penggalak
kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma
diensefalik).
Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat SEMENITE. Diagnosa berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurology, dan pemeriksaan tambahan berupa
pemeriksaan laborat dan pemeriksaan dengan alat (CT-scan, dll). Penatalaksanaannya
berdasarkan 5B dan etiologi.
Epilepsi berasal dari kata Yunani epilambanien yang berarti serangan dan
menunjukan bahwa sesuatu dari luar tubuh seseorang menimpanya, sehingga dia jatuh.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan
(seizure) yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada neuron-
neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi.
Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa perubahan
kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan
oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang terjadi
secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan, jenis bangkitan, faktor
pencetus dan kronisitas.

Referat Upper Motor Neuron


Page 59

Daftar Pustaka
1. Ngoerah, I.G. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Universitas Airlangga. Hal 301-
305.
2. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, dian Rakyat, Jakarta, 2004.
3. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi
Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000.
4. Robert L. Martuza, Telmo M. Aquino, Trauma dalam Manual of Neurologic
Therapeutics With Essentials of Diagnosis, 3th ed, Litle Brown & Co, 2000.
5. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada
University Press.
6. Prof. Dr. dr. B. Chandra, Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK.Unair
/ RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
7. Priguna Sidharta, M. D., Ph. D. , Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, Dian
Rakyat.
8. J.G.Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Diterjemahkan oleh dr.
Andri Hartono, Gadjah Mada University press, cetakan ke empat 1993.
9. Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik dan
mental, cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
10. Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
11. Dr. Manfaluthi, SpS, Dr. Nizar Yamani, SpS, Dr. Lina Soertidewi, SpS, dan kawan-
kawan PERPEI (Perhimpunan Penanggulangan Epilepsi Indonesia) cabang jakarta, Buku
Panduan / Modul Penanggulangan Epilepsi Mudah Aman & Sederhana (EMAS), tahun
2004, PERPEI.
12. The Commission on Classification and Terminology of the Iternational League Against
Epilepsy. Proposal for revised classification of epilepsies and epileptic sydromes.
Epilepsia 1989; 30:389-99.

Anda mungkin juga menyukai