Anda di halaman 1dari 21

1

Anatomi :
Humerus adalah tulang lengan panjang yang kokoh, yang membentang dari bahu ke
siku. Anatomi humerus terutama terkait dengan poros, ujung atas dan ujung bawah. Ujung
atas membentuk sendi bahu bulat dan berartikulasi dengan glenoid rongga. Ujung bawah
tidak teratur dalam bentuk karena untuk mendukung berbagai gerakan, seperti siku menekuk
(fleksi), rotasi (pronasi dan supinasi ). ujung bawahjuga disebut kondilus humeri,
berartikulasi dengan radius tulang serta tulang ulna untuk membentuk sendi siku. Beberapa
otot-otot penting lengan berasal baik atau melampirkan pada poros tulang humerus, seperti
brachalis, trisep, dan sebagainya, yang memberikan gerakan pada siku dan sendi
bahu (Orthopedmapia, 2011). Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung
atas), korpus, dan ujung bawah.
1. Kaput
Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi
dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu.
Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar
2

ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor
dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor.
Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat
tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi
fraktur.
2. Korpus
Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah
lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima
insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari
sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf
muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3. Ujung Bawah
Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama
tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk
gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum
yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat
epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)
Fraktur humerus distal dapat berupa fraktur humerus suprakondilaris atau fraktur
humerus condylar. Sebuah fraktur humerus suprakondilaris berada di persimpangan Kondilus
(ujung bawah) dan poros, dan patah tulang siku yang paling umum pada anak-anak. Sebuah
fraktur condylar adalah fraktur humerusparah yang umumnya terjadi karena
cedera kecepatan tinggi, seperti kecelakaan mobil atau jatuh dari ketinggian. Kecelakaan
seperti ini sering mengakibatkan siku tidak stabil bahkan setelah operasi dan sering
memerlukan suatu operasi siku pengganti untuk mendapatkan kembali fungsi
siku (Orthopedmapia, 2011).




3



Definisi :
Menurut Mansjore Arif et al (2000), fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan
fraktur (patah tulang) menurut Smeltzer S.C & Bare B.G (2001) adalah terputusnya
kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur suprakondiler humerus sendiri adalah fraktur yang terjadi pada 1/3 distal
humerus tepat proksimal troklea dan capitulum humeri. Garis fraktur berjalan melalui apeks
coronoid dan fossa olecranon, biasanya berupa fraktur transversal. Merupakan fraktur yang
sering terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa, garis fraktur terletak sedikit lebih
proksimal daripada fraktur suprakondiler pada anak dengan garis fraktur kominutif, spiral
disertai angulasi. (Sander M.A., 2010)





4



Epidemiology :
Fraktur ini sering terjadi pada anak-anak, yaitu sekitar 65 % dari seluruh kasus patah
tulang lengan atas. Mayoritas fraktur suprakondiler pada anak-anak terjadi pada usia 3 10
tahun, dengan puncak kejadiannya pada usia 5 dan 7 tahun. Dan biasanya paling sering
ditemukan pada anak laki laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 2 : 1.
Fraktur columna tunggal relatif jarang terjadi dan hanya mencakup 3-5% dari
keseluruhan jenis patah tulang humerus distal. Fraktur columna lateral lebih umum terjadi
daripada patah tulang columna medial. Patah tulang jenis ini merupakan presentasi dari
pemanjangan distal columna masing-masing, termasuk sebagian dari permukaan artikular. Ini
digambarkan sebagai tinggi atau rendah, tergantung pada sejauh mana proksimal dari garis
fraktur dan tingkat keterlibatan permukaan sendi. Milch mendeskripsikan fraktur jenis ini
sebagai patah tulang kondilus medial atau lateral (Noffsinger M.A., 2012).
Fraktur bicolumna adalah jenis fraktur humerus distal yang lebih umum terjadi. Pada
beberapa penelitian, fraktur bicolumna terhitung menyumbang sekitar 70% dari keseluruhan
jenis patah tulang humerus distal pada orang dewasa. Patah tulang jenis ini melibatkan
gangguan dari columna medial dan lateral yang menyebabkan terganggunya segitiga humeri
dan mengakibatkan pemisahan dari permukaan artikular dari poros humerus. (Noffsinger
M.A., 2012).
5


Etiologi :
Secara historis, mekanisme terjadinya fraktur suprakondiler humerus telah diterima
sebagai terjadinya beban aksial pada siku, dengan olekranon yang bertindak sebagai pasak
pemisahan columna medial dan lateral humerus distal. Namun, pada penelitian mekanik
terbaru yang dilakukan pada mayat telah menunjukkan bahwa supracondylar (bicolumn)
fraktur lebih mungkin terjadi dengan siku tertekuk di atas 90 dengan pola fraktur yang
dihasilkan berkaitan dengan tingkat fleksi siku serta arah dan besarnya gaya yang diberikan
(Noffsinger M.A., 2012).
Pergeseran posterior
Menunjukkan cedera yang luas, biasanya akibat jatuh pada tangan yang terlentang.
Humerus patah tepat di atas kondilus. Fragmen distal terdesak ke belakang (karena lengan
bawah biasanya dalam pronasi) dan terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proksimal yang
bergerigi menyodok jaringan lunak ke bagian anterior, kadang-kadang mencederai arteri
brakialis atau saraf medianus.
Pergeseran anterior
Merupakan fraktur yang jauh lebih jarang terjadi dan diperkirakan terjadi akibat adanya
benturan benturan langsung (misalnya, jatuh pada siku) saat siku dalam keadaan fleksi.
6



Patofisiologi :
Daerah suprakondiler humeri merupakan daerah yang relatif lemah pada ekstremitas
atas. Di daerah ini terdapat titik lemah, dimana tulang humerus menjadi pipih
disebabkan adanya fossa olecranon di bagian posterior dan fossa coronoid di bagian
anterior. Maka mudah dimengerti daerah ini merupakan titik lemah bila ada trauma
didaerah siku. Terlebih pada anak-anak sering dijumpai fraktur di daerah ini.
Bila terjadi oklusi a. brachialis dapat menimbulkan komplikasi serius yang disebut
dengan Volkmanns Ischemia. A. brachialis terperangkap dan kingking pada daerah
fraktur.
Selanjutnya a. brachialis sering mengalami kontusio dengan atau tanpa robekan
intima.
7



Klasifikasi :
Ada 2 mekanisme terjadinya fraktur yang menyebabkan dua macam jenis fraktur
suprakondiler yang terjadi:
1. Tipe Ekstensi (sering terjadi pada 99% kasus). Bila melibatkan sendi, fraktur suprakondiler
tipe ekstensi diklasifikasikan sebagai: fraktur transkondiler atau interkondiler. Fraktur
terjadi akibat hyperextension injury (outstreched hand) gaya diteruskan melalui elbow
joint, sehingga terjadi fraktur proksimal terhadap elbow joint. Fragmen ujung proksimal
terdorong melalui periosteum sisi anterior di mana m. brachialis terdapat, ke arah a.
brachialis dan n. medianus. Fragmen ini mungkin menembus kulit sehingga terjadi fraktur
terbuka (Sander M.A., 2010).
2. Tipe fleksi (jarang terjadi). Trauma terjadi akibat trauma langsung pada aspek posterior
elbow dengan posisi fleksi. Hal ini menyebabkan fragmen proksimal menembus tendon
triceps dan kulit (Sander M.A., 2010).
Klasifikasi fraktur suprakondiler humeri tipe fleksi dan tipe ekstensi dibuat atas dasar
derajat displacement:
Tipe I : undisplaced
Tipe II : partially displaced
Tipe III : completely displaced

8



Modifikasi Wilkins untuk klasifikasi Gartland :
Tipe I : undisplaced
Tipe IIA : cortex posterior intact dan terdapat angulasi saja
Tipe IIB : cortex posterior intact, terdapat angulasi dan rotasi
Tipe IIIA : displace komplit, tidak ada kontak cortical, posteromedial
Tipe IIIB : displace komplit, tidak ada kontak cortical, posterolateral













9



Manifestasi Klinisnya :
Ciri-ciri adanya fraktur biasanya ditandai dengan gejala :
Bengkak (swelling) pada sendi siku
Deformitas pada sendi siku
Sakit (pain)
Denyut nadi arteri Radialis yang berkurang (pulsellessness)
Pucat (pallor)
Rassa semutan (paresthesia, baal)
Kelumpuhan (paralisis)
Pada fraktur suprakondiler humerus, biasanya terlihat adanya siku yang membengkak
dan membuat pasien kesakitan sehingga pasien ragu-ragu untuk memindah-mindahkan
tangannya. Siku mungkin terlihat mengalami angulasi dan ekstremitas atas mengalami
pemendekan. Dalam beberapa kasus terdapat luka terbuka pada 30% dari jenis patah tulang
ini. Riwayat pasien dengan fraktur suprakondiler humerus mengalami trauma energi tinggi
atau jatuh dari ketinggian yang signifikan (Noffsinger M.A., 2012).
10



Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang :
A. Anamnesis
Biasanya pasien datang dengan suatu trauma (traumatik, fraktur), baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota
gerak. Anamnesis harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Pasien biasanya datang karena
adanya nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan
gejala-gejala lain (Subagyo H. 2013).
Pada pasien anak yang masih sangat kecil sering terdapat kesulitan untuk mendapatkan
anamnesa, terutama jika tidak ada saksi yang melihat saat terjadinya trauma. Jika orang tua
pasien ada, biasanya anamnesa mengenai saat jatuh, jatuh setelah berjalan atau jatuh setelah
belajar melangkah bisa didapatkan (Subagyo H. 2013).

B. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik, ada beberapa hal yang umumnya dapat terlihat pada fraktur
suprakondiler humerus :
1. Tipe ekstensi
sendi siku dalam posisi ekstensi daerah siku tampak bengkak
tonjolan fragmen di bawah subkutis.
11

2. Tipe fleksi
posisi siku fleksi (semifleksi), dengan siku yang bengkak dengan sudut jinjing
yang berubah.
3. Gangguan sirkulasi perifer dan lesi pada saraf tepi warna kulit, palpasi pulsasi,
temperatur, waktu dari capilarry refill memerlukan tindakan reduksi fraktur segera.
4. N. Medianus (28 - 60%) tidak dapat oposisi ibu jari dengan jari lain.

Okay Sign
5. Cabang N. Medianus N. Interosseus anterior ketidakmampuan jari I dan II untuk
melakukan fleksi (pointing sign).

Pointing Sign
6. N. Radialis (26 - 61%) tidak mampu melakukan ekstensi ibu jari dan ekstensi jari
lainnya pada sendi metakarpofalangeal.
12


Wrist Drop
7. N. Ulnaris (11 - 15%) tidak bisa abduksi dan aduksi jari - jari.
Pasien diminta menahan kertas diantara ibu jari dan jari telunjuk sedang
pemeriksa berusaha untuk menarik kertas tersebut; flexi ibu jari sendi interphalangeal
yang keras menandakan kelemahan m. adduktor pollicis dan m. interosseus dorsalis 1
akibat kompensasi dari m. flexor pollicis longus dan disebut Froments sign.

Frontmen Sign
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. pemeriksaan
penunjang dengan radiologi proyeksi AP/LAT, untuk melihat tipe ekstensi atau fleksi.
13

Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang
harus dibaca pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak.
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi.
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.



Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

2. Pemeriksaan Laboratorium :
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
14

Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.

3. Pemeriksaan Lain :
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: untuk mengetahui
ada/tidaknya mikroorganisme penyebab infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: untuk mengetahui jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
Indium Imaging: untuk mengetahui adanya infeksi pada tulang.
MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.











15


Penatalaksanaan :
A. Terapi koservatif
Indikasi :
pada anak undisplaced/ minimally dispaced fractures
fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengankapasitas fungsi yang
terbatas.
Prinsipnya adalah reposisi dan immobilisasi Pada undisplaced fracture hanya
dilakukan immobilisasi dengan elbow fleksi selama tiga minggu. Pada pasien dengan
pembengkakan tidak hebat dilakukan reposisi dalam narkose umum. Bila reposisi
berhasil, dalam 1 minggu lakukan foto rontgen ulang.
Gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu atau diganti dengan mitela (agar
pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam mitela).Umumnya penyembuhan fraktur
suprakondiler ini berlangsung cepat dan tanpa gangguan.
16




B. Operasi
Operasi dilakukan apabila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala Volkmann
Ischemia atau lesi saraf tepi, dapat dilakukan tindakan reposisi terbuka secara operatif.
Indikasi Operasi :
Displaced fracture
Fraktur disertai cedera vaskular
Fraktur terbuka
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali
menghasilkan fragmen distal yang komunitif dengan garispatahnya berbentuk T atau
Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih baikdilakukan tindakan operasi yaitu reposisi
terbuka dan fiksasi fragmenfraktur dengan fiksasi yang rigid.




17

Komplikasi :
1. Pembentukan lepuh kulit
Pembengkakan sendi siku terjadi karena gangguan drainase atau mungkin juga
karena verban yang terlalu kuat.
2. Maserasi kulit pada daerah antekubiti
Komplikasi ini terjadi karena setelah reposisi, dilakukan fleksi akut pada sendi siku
yang menyebabkan tekanan pada kulit.
3. Iskemik Volkmann
Iskemik Volkmann terutama terjadi pada fraktur suprakondiler humeri tipe ekstensi,
fraktur antebraki (fraktur ulna dan radius) dan dislokasi sendi siku. Iskemik terjadi karena
adanya obstruksi sirkulasi vena karena verban yang terlalu ketat, penekanan gips atau
fleksi akut sendi siku. Disamping itu terjadi pula obstruksi pembuluh darah arteri yang
menyebabkan iskemik otot dan saraf lengan bawah.
Arteri brakialis terjepit pada daerah fraktur dan penjepitan hanya dapat dihilangkan
dengan reduksi fraktur baik secara tertutup maupun terbuka.

18

4. Mal union cubiti varus (Gunstock deformity)
Pada mal union cubiti varus siku berbentuk seperti huruf 0, secara fungsi baik,
namun secara kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan
siku dengan teknik French osteotomy.











19



Prognosis
Prognosis baik telah meningkat secara dramatis selama 30 tahun terakhir karena
perkembangan teknik bedah dan instrumentasi. Namun, pasien yang mengalami cedera
fraktur suprakondiler humerus, sikunya mungkin tidak akan pernah menjadi normal sehingga
pasien harus diedukasi tentang keadaan ini. Tujuan dari terapi fraktur suprakondiler humerus
adalah untuk memberikan siku nyaman yang fungsinya mendekati keadaan senormal
mungkin. Sebagian besar aktivitas sehari-hari memerlukan fleksi antara sudut 30-130 yang
memungkinkan pasiem untuk makan dan menjaga kebersihan pribadi. Kompensasi untuk
kurangnya extensi akan lebih mudah daripada mengkompensasi kurangnya fleksi, dan
kompensasi untuk kurangnya pronasi akan lebih mudah daripada mengkompensasi
kurangnya supinasi (Noffsinger M.A., 2012).
Kemampuan gerak akhir yang dicapai pasca terapi terkait dengan tingkat energi trauma
awal dan stabilitas kesuksesan pemulihan yang memungkinkan untuk melakukan range of
motion awal. Trauma energi tinggi (misalnya, luka tembak, luka menyamping, cedera akibat
kecelakaan kendaraan bermotor) menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan lunak yang
20

lebih banyak dan peningkatan jaringan parut, yang cenderung menyebabkan terbatasnya
ambang gerak tangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rilis kapsul yang dilakukan
pada saat fiksasi awal untuk trauma energi tinggi fraktur humerus distal bisa meningkatkan
jangkauan gerak jangka panjang. Kemampuan fleksi biasanya kembali paling awal dalam
kurun waktu 2-4 bulan, dan kemampuan ekstensi akhir dapat berkembang sampai 12 bulan
setelah cedera. Penggunaan splints ekstensi dinamis guna memperoleh ekstensi akhir telah
terbukti menunjukkan beberapa keuntungan bagi pasien (Noffsinger M.A., 2012).

Umumnya pada trauma energi rendah, hasil terapi yang sukses bisa mengembalikan
sudut gerak dengan rentang 15-140 dengan supinasi dan pronasi penuh serta tanpa adanya
rasa sakit atau rasa sakit yang minimal. Pada trauma energi tinggi, hasil terapi yang serupa
lebih sulit untuk didapatkan. Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas bisa dijumpai pada
25% pasien yang menariknya tidak muncul karena korelasi langsung dengan jumlah energi
awal saat terjadinya trauma atau dengan kisaran akhir gerakan (Noffsinger M.A., 2012).gnosis






21

Daftar Pustaka

Noffsinger M.A., 2012. Supracondylar Humerus Fractures Treatment & Management,
diunduh pada tanggal 16 Agustus 2014 dari
http://emedicine.medscape.com/article/1269576-overview
Sander M.A., 2010. Fraktur Suprakondiler Humerus, diunduh pada tanggal 16 Agustus 2014
dari http://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/20/fraktur-suprakondiler-humerus/
Subagyo H., 2013. Fraktur Supracondylair Humeri Pada Anak, diunduh pada tanggal 16
Agustus 2014 dari http://www.ahlibedahtulang.com/artikel-187-
FRACTURE%20SUPRACONDYLAIR%20HUMERI%20PADA%20ANAK.html
Mezi M., 2014. OPEN fraktur Suprakondiler humerus, diunduh pada tanggal 16 Agustus
2014 dari http://memesil.blogspot.com/2014/03/open-fraktur-suprakondiler-
humerus.html
Kurniawan B., 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Fraktur, diunduh pada tanggal 16
Agustus 2014 dari http://halapaaja.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-fraktur_7338.html

Anda mungkin juga menyukai