Anda di halaman 1dari 22

1

LI 1. Memahami & menjelaskan KLB



1.1 Definisi

Timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur
oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.

Ketentuan KLB untuk DBD :
Jumlah kasus bulan ini >2 X dari kasus bulan yang sama tahun lalu
Jumlah kasus bulan ini > 2X dari rata-rata tahun lalu
Jumlah kasus bulan ini > dari jumlah kasus tertinggi tahun lalu
1 kasus kematian
1 kasus DSS

Tujuan Umum KLB :
Mencegah meluasnya (penanggulangan).
Mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).

Tujuan khusus :
Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit .
Memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB,
Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB

1.2 Penyebab
1. Herd Immunity yang rendah
Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak kebal lagi,
atau antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri.
2. Patogenesiti
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit.
3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan
ataupun perkembangan organisme tersebut.
Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
Terjadi di daerah dengan padat hunian.
2

Jenis penyakit yang menimbulkan KLB :
Penyakit menular : Diare, Campak, Malaria, DHF
Penyakit tidak menular : Keracunan, Gizi buruk
Kejadian bencana alam yang disertai dengan wabah penyakit
1.3 Klasifikasi
Karakteristik Penyakit yang berpotensi KLB :
Penyakit yang terindikasi mengalami peningkatan kasus secara cepat.
Merupakan penyakit menular dan termasuk juga kejadian keracunan.
Mempunyai masa inkubasi yang cepat.
Terjadi di daerah dengan padat hunian.
Klasifikasi KLB menurut Penyebab:
1. Toksin
a. Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococus aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella.
b. Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens.
c. Endotoxin.
2. Infeksi : Virus, Bacteri, Protozoa, Cacing.
3. Toksin Biologis : Racun jamur, Alfatoxin, Plankton, Racun ikan, Racun tumbuh-tumbuhan
4. Toksin Kimia
Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida.
Zat kimia organik: nitrit, pestisida.
Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya
Klasifikasi menurut Sumber KLB
1. Manusia, ex: jalan napas, tenggorokan, tangan, tinja, air seni, muntahan, seperti
Salmonella, Shigella, Staphylococus, Streptoccocus, Protozoa, Virus Hepatitis.
2. Kegiatan manusia, ex : Toxin biologis dan kimia (pembuangan tempe bongkrek,
penyemprotan, pencemaran lingkungan, penangkapan ikan dengan racun).
3. Binatang, ex : binatang piaraan, ikan, binatang mengerat, contoh : Leptospira,
Salmonella, Vibrio, Cacing dan parasit lainnya, keracunan ikan/plankton
4. Serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), ex : Salmonella, Staphylokok, Streptokok.
5. Udara, ex : Staphyloccoccus, Streptococcus, Virus, pencemaran udara.
6. Permukaan benda-benda/alat-alat, ex : Salmonella.
7. Air, ex : Vibrio Cholerae, Salmonella.
8. Makanan/minuman, misal : keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

1.4 Kriteria
Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya
3

kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu.
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang
Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu
kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).Jumlah penderita baru dalam
satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan
angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat
atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu
menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode
sebelumnya.
7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun
sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus : Kholera, "DHF/DSS": a). Setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya (pada daerah endemis). b) Terdapat satu atau lebih penderita
baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas
dari penyakit yang bersangkutan.
9. Beberapa penyakit yg dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan
pestisida.


1.5 Metodologi Penyelidikan KLB
Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit ditentukan, sehingga metoda yang
dipakai pada penyelidikan KLB sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al.,
1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
1. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau retrospektif
tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat merupakan suatu penelitian
deskriptif, analitik atau keduanya.
2. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
4

3. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah sakit, klinik,
laboratorium dan lapangan).
4. Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu mencegah
meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan datang
(pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan terjadi KLB
Langkah-langkah Penyelidikan KLB
1. Persiapan penelitian lapangan
2. Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3. Memastikan Diagnose Etiologis
4. Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5. Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6. Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7. Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8. Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9. Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10. Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11. Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12. Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

1.6 Pencegahan
Pencegahan Primordial
Untuk Menghindari kemunculan dari adanya faktor resiko. Pencegahan primordial
memerlukan peraturan yang tegas dari yang berwenang untuk tidak melakukan hal-hal
yang akan menjadikan faktor risiko bagi timbulnya penyakit tertentu.
5

Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan
serta pejamu. Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab bertujuan untuk
mengurangi atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan usaha
antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, penyemprotan insektisida dalam rangka
menurunkan dan menghilangkan sumber penularan.
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ini meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar
dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk
mencegah proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau
komplikasi.
Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Mencegah jangan sampai mengalami cacat atau kelainan permanen, mencegah
bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi.

Penanggulangan
Penaggulangan KLB Adalah kegiatan yg dilaksanakan utk menangani penderita,
mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB
yg sedang terjadi
Tujuan penanggulangan KLB :
Mengenal dan mendeteksi sedini mungkin terjadinya klb
Melalukan penyelidikan klb
Memberikan petunjuk dalam mencari penyebab dan diagnose klb
Memberikan petunjuk pengiriman dan penanggulangan klb
Mengembangkan sistem pengamatan yang baik dan menyeluruh, dan menyusun
perencanaan yang mantap untuk penanggulangan klb
Upaya Penanggulangan KLB :
Penyelidikan epidemiologis
Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina
Pencegahan dan pengendalian
Pemusnahan penyebab penyakit
Penanganan jenazah akibat wabah
Penyuluhan kepada masyarakat
Indikator Program penanggulangan KLB adalah :
Terselenggaranya system kewaspadaan dini KLB di unit-unit pelayanan wilayan
puskesmas, kabupaten/kota, propinsi dan nasional.
6

Deteksi dan respon dini KLB
Tidak terjadi KLB besar.
Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB :
Menurunnya frek KLB
Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB
Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB
Memendeknya periode KLB
Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB
Penanggulangan pasien saat KLB :
Jangka pendek
o Menemukan dan mengobati pasien
o Melakukan rujukan dengan cepat
o Malakukan kaporasi sumber air dan disinfeksi kotoran yang tercemar
o Memberi penyuluhan tentang hygiene dan sanitasi lingkungan
o Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektoral
Jangka panjang
o Memperbaiki faktor lingkungan
o Mengubah kebiasaan tidak sehat menjadi sehat
Pelatihan petugas
Upaya penaggulangan KLB DBD :
Pengobatan/ perawatan penderita
Penyelidikan epidemiologi
Pemberantasan vector
Penyuluhan kepada mayarakat
Evaluasi/ penilaian penanggulangan KLB
1.7 Indikator keberhasilan penanggulangan KLB
1. Menurunnya frekuensi KLB.
2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.
3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.
4. Memendeknya periode KLB.
5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.



LI 2. Memahami dan Menjelaskan Penyelidikan Epidemiologi
7



2.1 Definisi
adalah rangkaian kegiatan untuk mengetahui suatu kejadian baik sedang berlangsung maupun
yang telah terjadi, sifatnya penelitian, melalui pengumpulan data primer dan sekunder,
pengolahan dan analisa data, membuat kesimpulan dan rekomendasi dalam bentuk laporan.

2.2 Tujuan dan Manfaat Epidemiologi
Manfaat Epidemiologi antara lain:
1. Membantu pekerjaan Administrasi Kesehatan
2. Dapat menerangkan penyebab masalah kesehatan
3. Dapat menerangkan perkembangan alamiah penyakit
4. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan
a. Epidemi (singkat dan tinggi)
b. Pandemi (peningkatan yang sangat tinggi dan telah amat luas)
c. Endemi (frekuansi tetap dalam waktu yang lama)
d. Sporadik (berubah-ubah menurut perubahan waktu)
Tujuan Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Mendapatkan besaran masalah yang sesunguhnya, Mendapatkan gambaran klinis dari suatu
penyakit, Mendapatkan gambaran kasus menurut variabel Epidemiology, Mendapatkan
informasi tentang faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi, Dari ke empat
8

tujuan di tersebut dapat dianalisis sehingga dapat memberikan suatu penanggulangan atau
pencegahan dari penyakit itu.

2.3 Langkah Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE)
1. Tahap survey pendahuluan :
a. Memastikan adanya KLB
b. Menegakan diagnosa
c. Buat hypotesa sementara ( penyebab, cara penularan, faktor yg mempengaruhi)
2. Tahap Pengumpulan Data :
a. Identifikasi kasus kedalam variabel epid (orang, tempat, waktu)
b. Uji hipotesis
c. Menentukan kelompok yg rentan
3. Tahap pengolahan data :
a. Lakukan pengolahan menurut variable epid, menurut ukuran epid, menurut nilai
statstik.
b. Lakukan analisa data menurut variable epid, ukuran epid,dan nilai statistik.
Bandingkan dg nilai yang sudah ada
c. Buat intepretasi hasil analisa
d. Buat laporan hasil penanggulangan
4. Tentukan tindakan penanggulangan dan pencegahan :
* Tindakan penanggulangan :
- Pengobatan penderita
- Isolasi kasus
* Tindakan pencegahan :
- Surveilans yg ketat
- Perbaikan mutu lingkungan
- Perbaikan status kesehatan masyarakat

2.4 Indikasi
Pencegahan & Penanggulangan
Laporan masyarakat, politik, serta kepentingan legal aspek
On the Job Traning
Penelitian
Masalah Program Pemberantasan


LI 3. Memahami dan menjelaskan pelayanan puskesmas
9

Definisi Adalah organisasi kes fungsional yg merup pusat pengembangan kes masy yg juga
membina peran serta masy & memberikan pelayanan scr menyeluruh & terpadu kpd masy di
wily kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI 1991)
Fungsi puskemas :
a) Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan.
b) Pusat Pemberdayaan masyarakat.
c) Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
Untuk tercapainya Visi Pembangunan Kesehatan, Puskesmas berdasarkan ketiga
fungsi tersebut, bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan
upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan
nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut
dapat dikelompokkan menjadi:
a) Upaya Kesehatan Wajib:
i. Upaya Promosi Kesehatan
ii. Upaya Kesehatan Lingkungan
iii. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
iv. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
v. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
vi. Upaya Pengobatan

b) Upaya Kesehatan Pengembangan, berdasar permasalahan kesehatan setempat
dan kemampuan Puskesmas, dapat dipilih berdasar upaya kesehatan yang telah
ada :
Upaya Kesehatan Sekolah
Upaya Kesehatan Olah Raga
Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
Upaya Kesehatan Kerja
Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
Upaya Kesehatan Jiwa
Upaya Kesehatan Mata
Upaya Kesehatan Usia lanjut
Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisonal
c) Upaya Kesehatan Inovasi, yakni upaya lain diluar upaya tersebut diatas yang
sesuai dengan kebutuhan.

10

3.1 Jadwal imunisasi puskesmas







3.2 Sistem rujukan dari puskesmas



Kesehatan atau sehat-sakit adalah suatu yang kontinum dimulai dari sehat walafiat
sampai dengan sakit parah. Kesehatan seseorang berada dalam bentang tsb. Sakit
mempunyai beberapa tingkat, yakni :
- Sakit ringan (mild)
Umur ( bulan ) Vaksin Tempat
Bayi lahir di rumah
0 HB1 Posyandu
1 BCG / Polio 1 Posyandu
2 DPT/HB kombo 1, polio 2 Posyandu
3 DPT/HB kombo 2, polio 3 Posyandu
4 DPT/HB kombo 3, polio 4 Posyandu
9 Campak Posyandu
Bayi lahir di RS/ Bidan Praktek
0 HB1, Polio 1, BCG RS / Bidan
2 DPT/HB kombo 1, polio 2 RS / Bidan
3 DPT/HB kombo 2, polio 3 RS / Bidan
4 DPT/HB kombo 3, polio 4 RS / Bidan
9 Campak RS / Bidan
11

- Sakit sedang (moderate)
- Sakit berat (severe)
Maka bentuk pelayanan nya bpun harus berbeda. Untuk sakit ringan, tidak diperlukan
pelayanan yang canggih,. Namun pada sakit yang sudah parah tidak cukup hanya
dengan pelayanan yang sederhana, melainkan memerlukan pelayanan yang spesifik.
Jenis-jenis pelayanan
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (prmary healthcare)
Diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk
meningkatkan kesehatan mereka. Pelayanan ini bersifat pelayanan kesehatan
dasar, dan di Indonesia pelayanan ini berbentuk PUSKESMAS.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (Secondary health service)
Diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan inap, yang
sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Contohnya adalah
rumah sakit tipe C dan memerlukan tersedianya tenaga tenaga spesialis

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health service)
Pelayanan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak
bias ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah kompleks, dan
memerlukan tenaga super spesialis. Contoh nya adalah Rumah sakit tipe A dan tipe
B.

Rujukan menurut SK Menteri Kesehatan RI yakni melaksanakan pelimpahan tanggung
jawab timbal balik terhadap suatu penyakit atau masalah kesehatan secara vertical
dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang berkemampuan
cukup , atau secara horizontal dalam arti sesame unit yang setingkat kemampuannya.
Hal yang dirujuk bukan hanya pasien saja, tapi juga masalah-masalha kesehatan
kaunnya seperti teknologi, sarana, bahan laboratorium, dsb.

Klasifikasi rujukan
a. Rujukan medis
Rujukan ini berkaitan dengan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
pasien. Di samping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan
bahan-bahan pemeriksaan.

b. Rujukan kesehatan masyarakat
Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, saran
dan operasional.


Jenis-jenis rujukan :
12

a. Rujukan medik : konsultasi penderita, untuk keperluan diagnostic, pengobata,
tindakan operaif, dll.
b. Pengiriman bahan (specimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
Mendatangkan ng lebih kompeten atau mengirim tenaga yang lebih lompeten atau
ahli untuk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat.
c. Rujukan kesehatan : rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang
bersifa preventif dan promotif, antara lain meliputi bantuan :
Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian luar biasa atau
berjangkitnya penyakit menular
Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah
Penyidikan sebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan
dan bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan masal
Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas
terjadinya bencana alam.
Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air
bersih bagi masyarakat umum
Pemeriksaan specimen air di laboratorium kesehatan dsb

Manfaat rujukan
1. Dari sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan (Police Maker) :
o Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan
berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap pelayanan
kesehatan.
o Memperjelas system pelayanan kesehatan, krena terdapat hubungan
kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.
o Memudahkan administrasi pada setiap aspek perencanaan.
2. Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (Health Consumer) :
o Meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan
yang sama secara berulang- ulang.
o Mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena
telah diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang setiap sarana
kesehatan.
3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan
(Health Provider) :
o Memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat
positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi.
o Membantu peningkatan ketrampilan dan pengetahuan yakni melalui
kerjasama yang terjalin.
o Memudahkan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana
kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

3.3 Mutu pelayanan dan Cakupan
13

Sistem mutu adalah program perencanaan, kegiatan, sumberdaya dan kejadian yang didorong
oleh manajemen, berlaku diseluruh organisme dan proses dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan. Selain dari dimensi mutu, cakupan dari mutu juga harus diperhatikan. Yang mana
cakupan tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan.
2. Menterjemahkan secara cepat dan dicirikan pada produk jasa yang kita berikan.
3. Merancang sistem agar produk jasa disampaikan secara tepat dan cepat.
4. Mempersiapkan personal yang akan memberikan pelayanan.
5. Memepersiapkan material untuk menghasilkan informasi pelayanan tersebut.
6. Mempersiapkan sistem untuk memperoleh informasi baik.
Mutu Pelayanan Kesehatan dapat dilihat dalam 5 dimensi mutu yaitu :
1. Responsiveness (Cepat Tanggap)
Pelayanan kesehatan yang responsif ditentukan oleh sikap staf yang didepan karena
berhubungan langsung dengan para pengguna jasa dan keluarganya.
2. Reliability Pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat sesuai dengan yang
ditawarkan.
3. Assurance
Pengetahuan, kesopanan dan sifat petugas yang dipercaya oleh pelanggan. Dimensi ini
meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.
4. Empathy
Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staf kepada setiap
pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk
dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh bantuannya
5. Tangible
Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para
penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai.
Contohnya ruang penerimaan dan perawatan pasien yang bersih, nyaman, lengkap.

Cakupan pelayanan kesehatan
Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi
bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut :
1. Masukan (Input) adalah sub-sub elemen yang diperlukan sebagai masukan untuk
berfungsinya sistem.
2. Proses ialah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan sehingga
menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
3. Keluaran (out put) ialah hal yang dihasilkan oleh proses.
4. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah beberapa waktu
lamanya.
5. Umpan balik (feed back) ialah juga merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai
masukan untuk sistem tersebut.
6. Lingkungan (environment) ialah dunia di luar sistem yang mempengaruhi sistem
tersebut.

14

3.4 System pencegahan
1. Peningkatan status kesehatan masyarakat ilakukan melalui beberapa kegiatan berikut
ini:
Pendidikan kesehatan
Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) seperti penyuluhan masalah gizi.
Pengamatan tumbuh kembang anak (growth and development monitoring)
Pengendalian lingkungan
Program P2M melalui kegiatan imunisasi dan pemberantasan vector
Stimulasi dan pendidikan dini dalam keehatan keluarga dan asuhan keperawatan
pada anak atau balita serta penyuluhan tentang pencegahan tentang kecelakaan.
Penyuluhan untuk pencegahan keracunan.
Masalah kesehatan yang di cegah bukan hanya penyakit infeksi yang menular, tetapi juga
masalah kesehatan yang lainnya seperti kecelakaan, kesehatan jiwa, kesehatan kerja, dan lain
sebagainya. Besarnya masalah kesehatan masyarakat dapat di ukur dengan menghitung tingkat
morbiditas (kejadian sakit), mortalitas (kematian), fertilitas (tingkat kelahiran), disability (tingkat
kecatatan) pada kelompok-kelompok masyarakat.

2. Perlindungan umum dan khusus usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan
secara khusus atau umum kepada seseorang atau masyarakat.
Imunisasi dan Higiene perseorangan
Perlindungan diri dari kecelakaan
Kesehatan Kerja
Perlindungan diri dari lingkungan

3. Diagnosa dini dan pengobatan segera karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, sehingga sering kesulitan mendeteksi
penyakit yang terjadi di dalam masyarakat. Bentuk usaha tersebut dapat dilakukan
melalui: Pemeriksaan masal, Survei terhadap kontak, sekolah, dan rumah, Penanganan
kasus dan pengobatan adekuat.

4. Pembatasan kecacatan Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang
kesehatan membuat masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas.
Pengobatan yang tidak layak dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau
ketidakmampuan. Bentuk pendidikan kesehatan antara lain sebagai berikut.
Penyempurnaan dan intensifikasi terapi lanjutan.
Pencegahan komplikasi
Perbaikan fasilitas kesehatan.
Penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain.

15

5. Rehabilitasi Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang
menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut diperlukan latihan-latihan tertentu.



LI 4. Permasalahan Sosial & Budaya yang berkaitan dengan Kesehatan

Perilaku Kesehatan Masyarakat dan Pola pencarian pengobatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Bentuk dari
perilaku tersebut ada dua yaitu pasif dan aktif. Perilaku pasif merupakan respon internal dan
hanya dapat dilihat oleh diri sendiri sedangkan perilaku aktif dapat dilihat oleh orang lain.
Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan. Perilaku tersebut
umumnya dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit. Perilaku sehat yang
dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan meningkatkan kesehatannya tersebut.
Perilaku sehat mencakup perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindari dari penyakit
dan penyebab penyakit atau masalah, atau penyebab masalah (perilaku preventif). Contoh dari
perilaku sehat ini antara lain makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga secara teratur,
dan menggosok gigi sebelum tidur.
Yang kedua adalah perilaku sakit. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah
terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah
kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking
behavior). Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang bila terkena
masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan melalui sarana pelayanan kesehatan
seperti puskesmas dan rumah sakit.
Secara lebih detail, Becker (1979) membagi perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
kesehatan menjadi tiga, yaitu:
1. perilaku kesehatan : hal yang berkaitan dengan tindakan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya. Contoh : memilih makanan yang sehat, tindakan-tindakan yang
dapat mencegah penyakit.
16

2. perilaku sakit : segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang individuyang merasa
sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Contoh
pengetahuan individu untuk memperoleh keuntungan.
3. perilaku peran sakit : segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang
sakit untuk memperoleh kesehatan.
Terdapat dua paradigma dalam kesehatan yaitu paradigma sakit dan paradigma
sehat.Paradigma sakit adalah paradigma yang beranggapan bahwa rumah sakit adalah
tempatnya orang sakit. Hanya di saat sakit, seseorang diantar masuk ke rumah sakit. Ini adalah
paradigma yang salah yang menitikberatkan kepada aspek kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan
paradigma sehat Menitikberatkan pada aspek promotif dan preventif, berpandangan bahwa
tindakan pencegahan itu lebih baik dan lebih murah dibandingkan pengobatan.

Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat
Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia
adalahsebagai berikut.
1. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta penyebaran
penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah.
2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada golongan wanita.
3. Kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, dan perilaku yang kurang
menunjang dalam bidang kesehatan.
4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan.Aspek sosial
budaya yang berhubungan dengan kesehatanAspek soaial budaya yang berhubungan
dengan kesehatan anatara lain adalah faktorkemiskinan, masalah kependudukan, masalah
lingkungan hidup, pelacuran dan homoseksual.

Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut :
Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa. Alasannya
antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau
kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak
apapun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula
masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting
daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan
belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.Alasan lain yang
sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh
letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, tidak responsif, dan
sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut
biaya, dan sebagainya.
17

Kedua, tindakan mengobati sendiri, dengan alasan yang sama seperti telah
diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau
masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa
bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah
dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan
keluar tidak diperlukan.
Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional. Untuk
masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki
tempat teratas dibanding dengan pengobatan-pengobatan yang lain.Dukun yang
melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian dari masyarakat, berada di
tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang
dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat
daripada dokter, bidan, farmasis, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka,
seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan
kebudayaan mereka.
Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung
obat dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang jamu. Obat-obat yang mereka
dapatkan pada umumnya adalah obat-obat yang tidak memakai resep sehingga
sukar untuk dikontrol. Namun demikian, sampai sejauh ini pemakaian obat-obat
bebas oleh masyarakat belum mengakibatkan masalah yang serius. Khususnya
mengenai jamu sebagai sesuatu untuk pengobatan makin tampak peranannya
dalam kesehatan masyarakat. Untuk itu perlu diadakan penelitian yang lebih
mendalam.

Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang
diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang
dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.
Keenam, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang
diselenggarakan oleh dokter praktik.
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit adalah
berbeda dengan konsep kita tentang sehat-sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara
kelompok-kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula.
Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian
pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak
dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum
sama dengan konsep sehat-sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau
menggunakan fasilitas yang diberikan. Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan
pengertian kita, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan mereka pergunakan.
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor besar yaitu faktor
predisposing, faktor enabling, dan faktor need.
18

1. Faktor predisposing adalah predisposisi seseorang untuk menggunakan pelayanan
yaitu faktor demografi,faktor struktur sosial, dan faktor keyakinan terhadap
kesehatan
2. Faktor Enabling merupakan kemampuan seseorang untuk mencari pelayanan berupa
sumberdaya keluarga atau sumber daya masyarakat.
3. Faktor need adalah kebutuhan seseorang akan pelayanan
Komunikasi
Komunikasi kesehatan disebut juga promosi kesehatan. Karena komunikasi merupakan kegiatan
untuk mengondisikan fakktor-faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan, dan sikap
masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negative
tentang penyakit, makanan, lingkungan, dan sebagainya, mereka tidak berprilaku sesuai dengan
nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan komunikasi, pemberian informasi-informasi
tentang kesehatan. Untuk berkomunikasi yang efektif para petugas kesehatan perlu dibekali
ilmu komunikasi, termasuk media komunikasinya.
Pola Pikir
Perilaku pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) adalah pola atau perilaku pencarian
pelayanan kesehatan di masyarakat. Dua hal yang perannya kuat dalam menentukan
pengambilan keputusan tentang pengobatan.
Pertama adalah persepsi mereka terhadap penyakit. Orang yang mempesepsikan penyakitnya
sebagai penyakit ringan cenderung untuk memilih pengobatan sendiri (self medication)
misalnya dengan mencari obat di warung atau apotik, orang yang mengganggap penyakit
mereka serius, biasanya tiga hari sampai seminggu tidak sembuh cenderung untuk memilih
datang ke dokter atau layanan kesehatan, tetapi mereka yang menganggap penyakitnya sangat
serius atau kronis seperti diabetes, stroke dan hipertensi justru memilih pengobatan alternatif
baik itu tabib, pengobatan herbal, maupun dukun.
Kedua adalah persepsi mereka tentang layanan kesehatan profesional. Mereka yang
mempersepsikan bahwa pengobatan profesional sulit untuk dijangkau, mahal dan tidak efektif
cenderung untuk lari ke pengobatan sendiri dan pengobatan alternatif. Pada penderita penyakit
kronis yang sifatnya degeneratif seperti penyakit diabetes dan darah tinggi atau strok,
tampaknya kebanyakan mengangap bahwa penyembuhan melalui usaha medis adalah sia-sia.
Kebiasaan
Aspek social dan budaya mempengaruhi kesehatan Masing-masing kebudayaan memiliki
berbagai pengobatan untuk penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Pada masyarakat
tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka
menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu
manusia dan menyebabkan sakit. Masing-masing suku memiliki cara yang beda-beda dalam
pengobatan penyakitnya yang tidak berhubungan dengan ilmu kedokteran.

Penanggulangan
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan di puskesmas perlu ditunjang dengan adanya
penelitian-peneliatian sosial budaya masyarakat, persepsi dan perilaku masyarakat tersebut
terhadap sehat-sakit. Bila diperoleh data bahwa masyarakat masih mempunyai persepsi sehat-
sakit yang berbeda dengan kita, maka kita dapat melakukan pembetulan konsep sehat-sakit itu
19

melalui pendidikan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, pelayanan yang kita berikan akan
diterima oleh masyarakat.
Dampak
Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well
being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan dengan
ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi penduduk, dan
sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat
preventif,promotif,kuratif,rehabilitatif.

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling besar
pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Tingkah laku
sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas
social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang
ditentukan secara klinis), bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi
yang berbeda di kalangan pasien.


LI 5. MM. Tujuan syariat islam dan Hukum menjaga kesehatan dalam islam
Menurut buku Syariah dan Ibadah (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim Dirasah Islamiyah
dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang merupakan tujuan utama dari Syariat
Islam, yaitu:

1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din)
Agama Islam harus dibela dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang
hendak merusak aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk
memilih agama, seperti ayat Al-Quran:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam) (QS Al-Baqarah [2]: 256).
Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan terciptanya rahmatan lilalamin, maka Allah
SWT telah membuat peraturan-peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang
mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisaa [4]:
48).
Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan ditumpas.

2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi)
Agama Islam sangat menghargai jiwa seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum
qishash yang merupakan suatu bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh
orang lain akan dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai,
20

seseorang yang yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian
seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan) pada
orang-orang yang dibunuh (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Namun, qishash tidak diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat
(ganti rugi) telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:
Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan
hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik (pula) (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para calon
pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai taruhannya.
Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.

3. Memelihara akal (Hifzh al-aqli)
Kedudukan akal manusia dalam pandangan Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan
untuk memikirkan ayat-ayat Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia
kamil. Salah satu cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari
khamar (minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:
Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman keras) dan judi.
Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya. (QS Al-Baqarah [2]: 219).
Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa bermabuk-mabukan dan dosa
perjudian.

4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli)
Islam secara jelas mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah
jelas ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi. Al-
Quran telah mengatur hal-hal ini:
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS
Al-Baqarah [2]: 221).
Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan emosional
(dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal)
Dengan adanya Syariat Islam, maka para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena
Islam mengenal hukuman Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di
dalam Al-Quran:

21

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS Al-Maidah [5]: 38).
Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena. Ada batasan tertentu dan alasan yang
sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan berarti orang mencuri dengan serta merta
dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya.
Jika ia mencuri karena lapar dan hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal
laparnya, tentunya tidak akan dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja
memperkaya diri dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti
buatnya. Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib
masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian..
Hukum berobat dalam islam
1. Pendapat pertama mengatakan bahwa berobat hukumnya wajib, dengan alasan adanya
perintah Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam untuk berobat dan asal hukum perintah
adalah wajib, ini adalah salah satu pendapat madzhab Malikiyah, Madzhab Syafiiyah, dan
madzhab Hanabilah.
2. Pendapat kedua mengatakan sunnah/ mustahab, sebab perintah Nabi shallallahu alaihi wa
sallam untuk berobat dan dibawa kepada hukum sunnah karena ada hadits yang lain Rosululloh
shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan bersabar, dan ini adalah madzhab Syafiiyah.
3. Pendapat ketiga mengatakan mubah/ boleh secara mutlak , karena terdapat keterangan
dalil- dalil yang sebagiannya menunjukkan perintah dan sebagian lagi boleh memilih, (ini
adalah madzhab Hanafiyah dan salah satu pendapat madzhab Malikiyah).
4. Pendapat kelima mengatakan makruh, alasannya para sahabat bersabar dengan sakitnya,
Imam Qurtubi rahimahullah mengatakan bahwa ini adalah pendapat Ibnu Masud, Abu Darda
radhiyallahu anhum, dan sebagian para Tabiin.
5. Pendapat ke enam mengatakan lebih baik ditinggalkan bagi yang kuat tawakkalnya dan
lebih baik berobat bagi yang lemah tawakkalnya, perincian ini dari kalangan madzhab Syafiiyah.













22

Anda mungkin juga menyukai