Anda di halaman 1dari 39

1

PRESENTASI KASUS
ANESTESI UMUM DENGAN LMA NAPAS
KENDALI

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Anastesi
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Siska Widayati, Sp.An

Disusun Oleh :
Dian Putri Lestari
(1220221140)

Kepaniteraan Klinik Departemen Anestesi dan Reanimasi
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERAN JAKARTA
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 26 Mei - 28 Juni 2014

2

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatNya penulis akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan presentasi kasus yang berjudul
Anestesi Umum dengan LMA
Tujuan dari penyusunan presentasi kasus ini adalah untuk memperdalam pengetahuan
tentang Anestesi Umum dengan LMA khususnya bagi dokter-dokter muda yang sedang
menjalankan kepaniteraan klinik di RSPAD Gatot Soebroto. Penulis berharap presentasi kasus
ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian, dan dapat
dipergunakan dengan sebaik baiknya oleh berbagai pihak yang berkepentingan.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terimakasih kepada:
1. Dr. Siska Widayati, Sp.An selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dalam penyusunan presentasi kasus ini.
2. Seluruh dokter spesialis anestesi, dokter PPDS anestesi, dan rekan rekan dokter muda
atas semua dukungan dan bantuannya.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Jakarta, Juni 2014

Penulis






3

BAB I
LAPORAN KASUS

Laporan kasus ini membahas penggunaan anestesi umum dengan pemasangan LMA pada
seorang pasien berjenis kelamin perempuan, usia 21 tahun dengan diagnosis penyakit tumor
mammae dextra, pembedahan yang dilakukan adalah eksisi biopsi.

I.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Usia : 21 tahun
Status : Menikah
Suku : Sunda
Alamat : Jl. Tanah tinggi I No.53 Jakarta Pusat
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal Masuk RS : 06 Juni 2014
No rekam medik : 436000

I.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kanan

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien merasa timbulnya benjolan di payudara
kanan kurang lebih sejak 1 tahun yang lalu. Pertama
kali muncul benjolan berukuran sebesar kelereng,
saat ini benjolan masih sebesar kelereng. Benjolan
tidak nyeri, mudah digerakan, tidak ada discharge,
tidak ada retraksi putting, tidak ada penurunan berat
badan, tidak ada demam, batuk dan pilek. Pasien
tidak memakai gigi palsu dan tidak ada gigi goyang.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit serupa disangkal
4


Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi disangkal, diabetes mellitus disangkal,
asma, jantung disangkal, kanker disangkal

Riwayat Penyakit Sistemik : Hipertensi disangkal, Diabetes Mellitus disangkal,
penyakit jantung disangkal, penyakit paru
disangkal, penyakit hati disangkal, penyakit ginjal
disangkal, asma disangkal, alergi obat/makanan
disangkal, riwayat penurunan kesadaran disangkal,
riwayat kejang disangkal.

Riwayat Operasi : Tidak ada

Riwayat Pengobatan : Saat ini tidak mengkonsumsi pengobatan untuk
penyakit tertentu.

Riwayat Trauma : Disangkal.

Riwayat Pola Hidup : Merokok disangkal, minuman alkohol
disangkal, narkotika disangkal.

I.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Underweight
BB : 40 kg
TB : 160 cm
Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/m
RR : 16 x/m
5

Suhu : 36,6
0
C
Status Generalis
Kepala : bentuk normocephal, rambut hitam, distribusi
rambut merata
Mata : konjunctiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, refleks
cahaya +/+, pupil isokor 3mm
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Hidung : napas cuping hidung (-) hiperemis -/-, sekret -/-,
massa -/-, perdarahan -/-, lendir -/-.
Mulut dan gigi : sianosis (-), gigi goyang (-), protesa (-), maloklusi
(-), malposisi (-), karies (-), lidah kotor (-), malampati I, buka
mulut maksimal 3 jari
Tenggorokan : faring hiperemis (-), T1 T1 tenang
Leher : tampak simetris, jarak mental-hyoid 3 jari, jarak
hyoid-thyroid 2 jari, pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-),
retraksi otot bantu napas (-), ekstensi leher sempurna tanpa tahanan
Thoraks :
Paru-paru :
o Inspeksi : pergerakan dada simetris dextra sinistra
o Palpasi : fremitus taktil simetris dextra sinistra
o Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
o Auskultasi : suara dasar napas vesikuler, wheezing tidak ada,
rhonki tidak ada

Jantung :
o Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : iktus kordis kuat angkat
o Perkusi : batas jantung tidak melebar
o Auskultasi : BJ I-II regular, murmur tidak ada, gallop tidak ada

6

Abdomen :
o Inspeksi : datar
o Auskultasi : bising usus dalam batas normal
o Palpasi : nyeri tekan tidak ada, supel,
o Perkusi : timpani

Ekstremitas atas dan bawah : edema tidak ada, cyanosis tidak ada, akral hangat,
capillary refill time < 2 detik

Status lokalis :
o Mammae dextra : terdapat benjolan berukuran 2x3 cm, berbatas tegas,
mobile, konsitensi kenyal, nyeri tekan (-), discharge (-), retraksi puting (-)
o Mammae sinistra : tidak tampak kelainan
-
I.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
J enis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 14 12 16 g/dL
Hematokrit 42 37 47 %
Eritrosit 4,9 4,3 6,0 juta/uL
Leukosit 5.900 4.800 10.800 /uL
Trombosit 351.000 150.000
400.000/uL
MCV 86 80 96 fl
7

MCH 29 27 32 pg
MCHC
Faal Hemostasis
Koagulasi
Waktu Perdarahan
Waktu Pembekuan
34


100
500
32- 36 g/dL


1-3 menit
1-6 menit

Foto Rontgen Thorax : dalam batas normal
USG payudara : kesan massa padat mammae dextra dd/ FAM

I.5 Diagnosis
Tumor Mammae Dextra

I.6 Penggolongan Status Fisik Pasien Menurut ASA
ASA I

I.7 Rencana Pembedahan
Eksisi biopsi

I.8 Rencana Anestesi
Anestesi umum dengan pemasangan LMA napas kendali

I.9 Kesimpulan
Pasien seorang perempuan 21 tahun, status fisik ASA I dengan diagnosis tumor mammae
dextra yang akan dilakukan tindakan Eksisi Biopsi dengan rencana Anestesi Umum
dengan pemasangan LMA.

I.2 PERSIAPAN PRA ANESTESI
8

Persiapan Pasien
Sebelum Operasi
1. Pasien di konsultasikan ke spesialis anestesi, spesialis jantung, spesialis paru dan
spesialis penyakit dalam untuk menilai kondisi fisik pasien, apakah pasien dalam
kondisi fisik yang layak untuk dilakukan tindakan operasi.
2. Setelah mendapatkan persetujuan dari spesialis anestesi, spesialis jantung, spesialis
paru dan spesialis penyakit dalam, pasien di periksa hari sebelum operasi (kunjungan
pre-operatif).

Diruang perawatan ( 6 Juni 2014)
1. Informed consent : bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien tindakan medis
apa yang akan dilakukan kepada pasien bagaimana pelaksanaanya, kemungkinan
hasilnya, resiko tindakan yang akan dilakukan.
2. Surat persetujuan operasi : merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga pasien
yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan sehingga
bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien tidak akan mengajukan
tuntutan.
3. Pasien dipuasakan sejak pukul 23.00 WIB tanggal 6 Juni 2014, tujuannya untuk
memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan
membahayakan pasien.
4. Pengosongan kandung kemih pada pagi harinya pada pukul 5.00.
Di Ruang Persiapan (7 Juni 2014)
1. Identifikasi Pasien
2. Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.
3. Pemeriksaan fisik pasien di ruang persiapan : TD=110/80 mmHg, nadi= 88x/menit,
suhu=36
0
C, RR=20x/menit
4. Pendataan kembali identitas pasien di ruang operasi. Anamnesa singkat yang meliputi
BB, umur, riwayat penyakit, riwayat kebiasaan, dll.
5. Pasien masuk kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi kemudian dilakukan
pemasangan EKG, manset, infus, dan oksimeter.
9

6. Pemeriksaan tanda tanda vital.

Persiapan Alat
Laringoskop
Stetoskop
LMA no. 3
Guedel (Oropharyngeal airway)
Plester/Tape : Hypafix
Mandrin
Suction
Balon/pump
Spuit 20 cc
Gel lubricating
Hand scoen
Face mask adult
Mesin anestesi
- Komponen I : Sumber gas, flowmeter, dan vaporizer
- Komponen II : Sirkuit nafas / system ventilasi yaitu open,
semiopen, semiclose
- Komponen III : Alat penghubung sistem ventilasi dengan pasien yaitu sungkup
muka dan pipa ombak
EKG monitor
Sfigmomanometer digital
Oksimeter/saturasi
Infuse set
- Infuse set dan cairan infus Ringer Laktat
- Abocath no.20 G
- Plester
- Alcohol swab
- Tourniquet

10

Persiapan obat-obatan anestesi
Premedikasi ringan : Midazolam 3 mg
Dosis : 0.05 0.1 mg/kgBB 2 4 mg
Pemberian : 2,5 mg
Suplemen anestesi : Fentanyl 50 g
Dosis : 1 2 g/kgBB 40-80 g
Pemberian : 80 g
Induksi : Propofol 80 mg
Dosis : 2 2,5 mg/kgBB 80 100 mg
Pemberian : 80 mg
Relaksan : Atracurium 50 mg
Dosis : 0,5 0,6 mg/kgBB 20-24 mg
Pemberian : 20 mg
Maintenance (rumatan) : Isoflurane, N
2
O, O
2

Antibiotik : Ceftriaxone 1 gram
Anti emetic selama op : Ondansetron 4 mg
Obat reverse : Sulfas atropine 0,5 mg : Prostigmine 1 mg
Anti emetic post op : Ondansetron 4 mg
Analgetik post op : Tramadol 100 mg
Obat emergency :
- Sulfas Atropin dosis 0.5 mg- 1 mg IV
- Epinephrine dosis 1 mg atau 0.02 mg/kg larutan 1:10.000
- Ephedrine dosis 5-20 mg
- Dexamethason dosis 0.5- 25 mg/hari IV
- Aminophylline dosis 5-6 mg/kg IV
- Amiodarone dosis 150 mg IV dalam 10 menit (maks 2.2 gr)
- Nalokson dosis 1-2 mcg/kgBB IV
- Lidokain
- Calcium Glukonas
Obat Tambahan/Pilihan lain :
- Analgetik :
11

o Tramadol dosis 100 mg IV
o Asam mefenamat dosis 500 mg IV
- Antibiotik : Ceftriaxone dosis 1 - 2 gr
- Carbazochrome Na Sulfonate dosis 50 mg IV
- Anti fibrinolitik : Asam Traneksamat dosis 500 mg IV
- Anti emetik : Metoclopramide dosis 10 mg IV
- Kortikosteroid : Dexamethasone dosis 5 mg IV

Rencana terapi cairan intraoperative :
Pada pasien diberikan cairan Ringer Laktat yang setiap kolfnya berisi 500 ml. Rencana
terapi pasien di dalam ruang operasi adalah :
M (Maintenance)
4 ml x 10 kgBB 4 ml x 10 = 40 ml
2 ml x 10 kgBB 2 ml x 10 = 20 ml
1 ml x sisa kgBB 1 x 20 = 20 ml
Total maintenance cairan 80 ml
O (Operasi)
Karena operasi ini termasuk operasi ringan, maka kebutuhan cairannya adalah : 4 x
kgBB pasien 4 x 40 = 160 cc
P (Puasa)
Karena pasien sudah dipuasakan selama 8 jam, maka kebutuhan cairannya adalah
Lama puasa x M 8 x 80 ml = 640 ml

Jadi, total cairan yang dibutuhkan adalah :
Pada Jam 1 = M + 50%(P) + O = 80 + 50%(640) + 160 = 560 ml
Pada Jam 2 = M + 25%(P) + O = 80 + 25%(640) + 160 = 400 ml
Pada Jam 3 = M + 25%(P) + O = 80 + 25%(640) + 160 = 400 ml

I.3 PELAKSANAAN ANESTESI
I.3.1 Proses Anestesi
o Pukul 12.50 WIB
12

Memasang infus Ringer Laktat 1
Memasang monitor EKG dan oksimeter pulse
Mengukur tekanan darah
TD 124/85 mmHg, nadi : 73 x/menit, saturasi O
2
: 99%, pernafasan : 17
x/menit
o Pukul 13.00 WIB
Pasien dalam posisi terlentang. Pasien diberitahukan bahwa akan
dilakukan tindakan pembiusan.
Pemberian premedikasi Midazolame 3 mg iv dilanjutkan dengan Fentanyl
80 mcg iv
TD : 120/73 mmHg, Nadi : 65x/mnt, SaO2 : 99%
Induksi dengan Propofol 100 mg IV
Diberikan Atrakurium 30 mg IV
Setelah reflek bulu mata menghilang dilakukan preoksigenasi dengan
sungkup muka menggunakan O
2
sebanyak 4 liter / menit
Setelah relaksasi pasien di insersi dengan LMA no 3
Dengan steteskop bahwa paru kanan dan kiri sama dan dinding dada
kanan dan kiri bergerak simetris pada setiap inspirasi buatan.
LMA dihubungkan dengan konektor ke sirkuit nafas alat anestesi,
kemudian N
2
O dibuka 2 liter/menit dan O
2
2 liter/menit (N
2
O : O
2
=50% :
50%) kemudian isofluran dibuka 2 vol%.
Inspirasi 300 ml dengan frekuensi 12 kali per menit
TD : 100/58 mmHg, N: 61x/menit, SpO2 : 99%
o Pukul 13.15 WIB
Pembedahan dimulai
TD : 105/61 mmHg, Nadi : 83 x/mnt, Saturasi O2 99%
Cairan infus Ringer Laktat 1 telah habis sebanyak 500 ml, digantikan
dengan infus Ringer Laktat 2.
o Pukul 13.30 WIB
TD : 93/68 mmHg, Nadi 72 x/m, Saturasi O
2
99 %
Diberikan antibiotik Ceftriaxon 1 gr
13

o Pukul 13.45 WIB
TD : 100/71 mmHg, Nadi : 66 x/m, Saturasi 99%
Diberikan ondansentron 8 mg iv
Diberikan tramadol 100 mg iv
o Pukul 14.15 WIB
Pembedahan selesai
TD : 118/63 mmHg, Nadi : 69 x/m, Saturasi 99%
Diberikan obat reverse Prostigmin 1 mg dan Sulfas atropin 0,5 mg = 2:2
untuk menghentikan efek pelumpuh otot dan membuat pasien sadar lebih
cepat.
Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan.
Setelah pasien bangun, LMA dikeluarkan, lendir dikeluarkan dengan
suction lalu diberi oksigen murni 6 liter/menit.
EKG, manset tensimeter dan saturasi O
2
dilepas.
Kemudian pasien dipindahkan ke brankar untuk dibawa ke ruang
pemulihan atau recovery room (RR).
I.4 POST OPERATIF
Di Ruang Pemulihan
Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 14.40 WIB. Lalu diberikan oksigen dengan
sungkup sederhana sebesar 6 liter/menit, kemudian dilakukan penilaian terhadap tingkat
kesadaran, pada pasien kesadarannya compos mentis. Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
ditemukan tekanan darah 112/73 mmHg, nadi 72 x/menit, respirasi 20x/menit dan saturasi O
2
99%. Pada pasien diberikan instruksi pasca bedah yaitu, dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
setiap 15 menit selama 2 jam pertama, lalu setiap jam selama 24 jam hingga hemodinamik stabil.
Pengelolaan nyeri dengan fentanyl 25 mcg intravena. Apabila mual/muntah injeksi
Ondansentron 4 mg intravena. Dan terapi lain sesuai dengan terapi bedah onkologi.
Tanda Vital / Waktu 15 menit I 15 menit II
Kesadaran Compos mentis Compos Mentis
14

Tekanan Darah
(mmHg)
113/61 115/65
Frekuensi nadi
(x/menit)
69 72
Frekuensi nafas
(x/menit)
16 16

Penilaian pulih sadar menurut aldrette score:
Kesadaran : 2 (Sadar Orientasi baik)
Warna kulit : 2 (Merah muda (pink))
Aktivitas : 1 (4 ekstremitas bergerak)
Respirasi : 2 (Adekuat, dapat nafas dalam batuk)
Kardiovaskuler : 2 (Tekanan darah stabil)
Total score = 9
Pasien diperbolehkan dipindahkan ke ruang perawatan
Instruksi paska bedah
Pengelolaan nyeri : Fentanyl 25 mcg IV
Pengelolaan mual/muntah : Ondansetron 4 mg IV
Obat-obatan lain : Tramadol 100 mg IV
Infus : RL 20 tpm
Pemantauan tensi, nadi, nafas setiap 15 menit selama 1 jam pertama.
Lain lain tiap jam hingga hemostatik stabil.

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal terdiri:
1. Hipnotik
2. Analgesia
3. Relaksasi otot.
Syarat utama melakukan anestesia umum ialah untuk menjaga agar jalan nafas selalu
bebas, berjalan lancar, dan teratur. Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain:
Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat. Obat yang sering
dipakai adalah tiopental.
Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat)
Inhalasi dengan menggunakan gas atau agen volatil.
1

Teknik Anastesia Umum
1. Anastesia Umum Intravena
Merupakan salah satu teknik anastesia umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan
obat anastesia parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena.
2. Anastesia Umum Inhalasi
Merupakan salah satu teknik anastesia umum yang dilakukan dengan jalan memberikan
kombinasi obat-obatan anastesia inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah
menguap melalui alat/mesin anastesia langsung ke udara inspirasi.
Pemakaian N20 harus selalu dikombinasikan dengan O2 dengan perbandingan 70:30 atau
60:40, tergantung kondisi pasien. Dosis obat volatil dimulai dengan dial sel rendah
ditingkatkan sesuai dengan target stadium anastesi yang diperlukan.
Teknik Anastesia Umum Inhalasi :
a. Inhalasi Sungkup Muka
b. Inhalasi pipa endotrakea nafas spontan
c. Inhalasi pipa endotrakea nafas kendali

1
Volatile= agen yang mudah menguap.
16

3. Anastesia Imbang
Merupakan teknik anastesia dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat
intravena maupun obat anastesia inhalasi atau kombinasi teknik anastesia umum dengan
analgesik regional untuk mencapai trias anastesi.
LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian
face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam faring dan membentuk suatu sekat
bertekanan rendah disekeliling pintu masuk laring.
ANATOMI & FISIOLOGI JALAN NAPAS BAGIAN ATAS


a. Hidung
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh
sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue).
Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan
oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai
penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung
terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga
dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Di dalam lubang
hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung
dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius). Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara,
pengatur kelembaban udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra
pencium, dan resonator suara
17

b. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid.
Faring digunakan pada saat digestion (menelan) seperti pada saat bernapas. Berdasarkan
letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di belakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-
faring), dan belakang laring (laringo-faring). Naso-faring terdapat pada superior di area yang
terdapat epitel bersilia (pseudo stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube
eustachius. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur
tersebut penting sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme
yang masuk ke dalam hidung dan tenggorokan. Oro-faring berfungsi untuk menampung udara
dari naso-faring dan makanan dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili platina (posterior) dan
tonsili lingualis (dasar lidah).
c. Laring
Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epiteliumlined yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea (di bawah). Laring terletak di anterior tulang
belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring. Fungsi
utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda
asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas:
1. Epiglotis; katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.
2. Glotis; lubang antara pita suara dan laring.
3. Kartilago tiroid; kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang membentuk jakun.
4. Kartilago krikoid; cincin kartilago yang utuh di laring (terletak di bawah kartilago tiroid).
5. Kartilago aritenoid; digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid.
6. Pita suara; sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan
menempel pada lumen laring
d. Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang vertebre torakal ke-7 yang
bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat
fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C.
LARINGEAL MASK AIRWAY
18

Penemuan dan pengembangan laryngeal mask airway (LMA) oleh seorang ahli anestesi
berkebangsaan inggris dr. Archie Brain telah memberikan dampak yang luas dan bermakna
dalam praktek anestesi, penanganan airway yang sulit, dan resusitasi kardiopulmonar. LMA telah
mengisi kekosongan antara penggunaan face mask dengan intubasi endotracheal. LMA
memberikan ahli aeastesi alat baru penanganan airway yaitu jalan nafas supraglotik, sehingga
saat ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : (1) jalan nafas pharyngeal, (2) jalan
nafas supraglotik, dan (3) jalan nafas intratracheal. Ahli anestesi mempunyai variasi yang lebih
besar untuk penanganan jalan nafas sehingga lebih dapat disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap
pasien, jenis anastesi, dan prosedur pembedahan.
1,2,3

LMA dibuat dari karet lunak silicone khusus untuk kepentingan medis, terdiri dari
masker yang berbentuk sendok yang elips yang juga berfungsi sebagai balon yang dapat
dikembangkan, dibuat bengkok dengan sudut sekitar 30. LMA dapat dipakai berulang kali dan
dapat disterilkan dengan autoclave, namun demikian juga tersedia LMA yang disposible.

Jenis-jenis LMA
Sampai saat ini berbagai jenis telah diproduksi dengan keunggulan dan tujuan tertentu dari
masin-masing jenis LMA. Jenis-jenis LMA yang telah tersedia sebagai berikut:
1. LMA klasik
2. LMA flexible
3. LMA proseal
4. LMA fast track
LMA Klasik
Tidak seperti jalan nafas supraglotik, tersedia dalam berbagai ukuran, yang cocok untuk semua
penderita mulai dari bayi sampai dengan dewasa. Suatu metode pemasangan LMA klasik dengan
teknik standar direkomendasikan oleh Dr Archie Brain. Setelah deflasi cuff secara penuh, LMA
dimasukkan dengan bantuan indek jari menekan masker kearah cranioposterior melewati kurva
palatofaringeal, dilanjutkan kearah caudal sampai dirasakan adanya tahanan di mana ujung
masker memasuki upper esophageal sphincter Keberhasilan LMA yang klasik mendorong
munculnya berbagai jenis LMA lainnya dengan beberapa tujuan tertentu seperti untuk intubasi
buta disertai dengan akses ke lambung (Proseal LMA).
19


Gambar 1. LMA Klasik



Gambar 2. LMA Flexible


LMA Proseal
LMA proseal dengan akses lambung dapat mendekomprasi lambung seketika LMA dipasang.
LMA proseal lebih sesuai secara anatomis untuk jalan nafas dan lebih cocok untuk ventilasi
tekanan positif.

Jenis LMA proseal memberikan dua keuntungan: (1) adanya akses ke lambung
memungkinkan untuk memasukkan selang lambung dan kemudian dekompresi lambung; (2)
desain ulang terhadap balon LMA memungkinkan untuk mengembangkan balon LMA lebih
besar dan posisi balon LMA yang lebih tepat terhadap jalan nafas.
1,2,3,4


20



Gambar 3. LMA Proseal



LMA Fast Track


Berbagai macam ukuran LMA
1,2,3,4

Ukuran Masker Berat Badan (Kg) Volume Balon (mL)
1 < 5 4
1,5 5 10 7
2 10 20 10
2 20 30 14
3 30 - 50 20
4 50 - 70 30
5 > 70 40



21

Indikasi Penggunaan LMA
1,2

Pemasangan Ventilasi Elektif
Kesulitan Jalan Nafas
Cardiac Arrest
Saluran Untuk Intubasi
Manajemen Jalan Nafas Prehospital
Anak-Anak


Kontraindikasi Penggunaan LMA
1,2

Kondisi-kondisi berikut ini merupakan kontraindikasi penggunaan LMA :
1. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (hernia hiatus, ileus intestinal)
2. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau ekstensi leher (misalnya artitis
rematoid yang berat atau ankilosing spondilitis), menyebabkan memasukkan LMA lebih
jauh ke hipopharynx sulit.
3. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan nafas yang besar
4. Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau dibawahnya
5. Kelainan pada oropharynx (misalnya hematoma, dan kerusakan jaringan)
6. Ventilasi paru tunggal.

Teknik Insersi LMA
Macam-macam teknik insersi LMA :
1. Teknik Klasik/standard (Brains original technique)
2. Inverted/reserve/rotation approach
3. Lateral apporoach inflated atau deflated cuff
Teknik insersi LMA yang dikembangkan oleh dr. Archie Brain telah menunjukkan posisi
terbaik yang dapat dicapai ini pada berbagai variasi pasien dan prosedur pembedahan. Walaupun
sampai sekarang telah banyak teknik insersi yang dianjurkan namun demikian teknik dari
dr.Brain ini membuktikan secara konsisten lebih baik. Banyak teknik insersi lainnya yang
menyebabkan penempatan LMA yang teralalu tinggi dari jalan nafas atas dan pengembangan
balon terlalu besar untuk mencegah kebocoran gas anastesi disekeliling LMA. Tekanan balon
22

LMA yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembengkakan struktur pharyngeal dan
menyebabkan pengurangan toleransi terhadap LMA pada kasus-kasus emergensi.
Konsep insersi LMA mirip dengan mekanisme menelan. Setelah makanan dikunyah,
maka lidah menekan bolus makanan terhadap langit-langit rongga mulut berasamaan dengan
otot-otot pharyngeal mendorong makanan kedalam hipopharyng. Insersi LMA, dengan cara
yang mirip balon LMA yang belum terkembang dilekatkan menyusuri langit-langit dengan jari
telunjuk menekan LMA menyusuri sepanjang langit-langit keras dan langit-langit lunak terus
sampai ke hipopharyngx. Teknik ini sesuai untuk penderita dewasa ataupun anak-anak dan
sesuai untuk semua model LMA.
3,4




23




Gambar Teknik Insersi LMA : A. LMA dalam keadaan siap untuk diinsersi. Balon harus
dalam keadaan kempes dan rim membelakangi lubang LMA. Tidak boleh ada lipatan pada ujung
LMA. B. insersi awal LMA dengan melihat langsung, ujung masker ditekan terhadap palatum
durum. Jari tengah dapat digunakan untuk menekan dagu kebawah. Masker ditekan kearah
24

depan terus maju ke dalam pharynx untuk memastikan bahwa ujungnya tetap datar dan menolak
lidah. Dagu tidak perlu dijaga agar tetap terbuka bila masker telah masuk kedalam mulut.
Tangan operator yang tidak terlibat proses intubasi dapat menstabilisasi occiput. C. Dengan
menarik jari sebelahnya dan dengan sedikit pronasi dari lengan bawah, biasanya dengan mudah
akan dapat mendorong masker. Posisi leher tetap flexi dan kepala tetap extensi.D. LMA ditahan
dengan tangan sebelah dan jari telunjuk kemudian diangkat. Tangan menekan LMA ke bawah
dengan lembut sampai terasa tahanan.
4


Keberhasilan insersi LMA tergantung dari hal-hal detail sebagai berikut :
1,4

1. Pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan teliti apakah ada kebocoran pada
balon LMA
2. pinggir depan dari balon LMA harus bebas dari kerutan dan menghadap keluar
berlawanan arah dengan lubang LMA
3. lubrikasi hanya pada sisi belakang dari balon LMA
4. pastikan anastesi telah adekuat (baik general ataupun blok saraf regional) sebelum
mencoba untuk insersi. Propofol dan opiat lebih memberikan kondisi yang lebih baik
daripada thiopental.
5. posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing
6. gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA sepanjang palatum durum terus
turun sampai ke hipofarynx sampai terasa tahanan yang meningkat. Garis hitam
longitudinal seharusnya selalu menghadap ke cephalad (menghadap ke bibir atas pasien)
7. kembangkan balon dengan jumlah udara yang sesuai
8. pastikan pasien dalam anastesi yang dalam selama memposisikan pasien
9. obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya disebabkan oleh piglotis yang
terlipat kebawah atau laryngospame sementara
10. hindari suction pharyngeal, mengempeskan balon, atau mencabut LMA sampai
penderita betul-betul bangun (misalnya membuka mulut sesuai perintah).

Malposisi LMA
25


Gambar 7. Malposisi LMA yang umum terjadi

Teknik-teknik Lain Yang Dapat Dilakukan Bila Kesulitan Insersi LMA
Ditangan yang terampil, teknik standard insersi LMA dapat berhasil pada sebagian besar pasien
(>98%) pada usaha yang pertama atau yang kedua. Penyebab yang lazim akan kegagalan insersi
LMA adalah karena penguasaan teknik yang rendah, anastesi yang dangkal (yang menyebabkan
terjadi batuk, mual, dan laryngospasme), pengguna belum berpengalaman, sulit mengatasi
lengkungan 90 dibelakang pharynx ke hipopharynx, lidah dan tosil yang besar, dan penggunaan
ukuran LMA yang tidak tepat. Beberapa teknik manuver telah dilakukan untuk mengatasi
kesulitan tersebut diantaranya: menarik lidah kedepan, menggangkat dagu, dan menggunakan
laryngoscope, menggunakan bilah lidah atau forcep Magill untuk menggangkat lidah. Masukkan
LMA dengan balon menghadap ke bawah dan kemudian diputar 180 setelah sampai dinding
posterior parynx.
2,4

Balon dapat dikembangkan sebagian atau penuh bila memasukkan LMA tanpa kesulitan.
Walaupun trik ini dapat memudahkan operator yang belum berpengalaman namun dapat terjadi
komplikasi berupa obstruksi parsial jalan nafas jika ujung LMA arytenoid didepan larynx. lebih
jauh hal tersebut dapat menyebabkan batuk atau laryngospame karena rangsangan pada refleks
pelindung jalan nafas yang disebabkan oleh posisi LMA yang tinggi di dalam pharynx. Pada
pasien dengan lengkung palatum yang tinggi, mendekati palatum durum secara agak diagonal
dari samping dengan posisi LMA bersudut 15 atau 20 dari lateral ke midline dapat juga
membantu.
2,3

26

Keuntungan dan kerugian LMA
Keuntungan LMA dibandingkan Face Mask
Bila dibandingkan dengan pemakaian dengan face mask maka LMA dapat memberikan ahli
anastesi lebih banyak kebebasan untuk melaksanakan tugas yang lain (misalnya mencatat
perjalanan anastesi, memasukkan obat-obatan dll) dan mengurangi angka kejadian kelelahan
pada tangan operator. Dengan LMA dapat memberikan data capnography yang lebih akurat dan
dapat mempertahankan saturasu oksigen yang lebih tinggi. Kontaminasi ruangan oleh obat-obat
anastesi inhalasi dapat dikurangi tetapi dengan manipulasi yang lebih kecil terhadap jalan nafas.
Cedera pada mata dan saraf wajah dapat dihindari dibandingkan bila memakai face mask.
1,2,4


Keuntungan LMA dibandingkan dengan ETT
Walaupun LMA tidak dapat menggantikan posisi ETT (khususnya pada prosedur operasi yang
lama dan yang memerlukan proteksi terhadap aspirasi) namun LMA mempunyai berbagai
kelebihan. LMA lebih mudah dimasukkan dan mengurangi rangsangan pada jalan nafas
dibandingkan ETT (sehingga dapat mengurangi batuk, rangsang muntah, rangsang menelan,
tahan nafas, bronchospame, dan respon kardiovaskuler) adalah dua keuntungan yang dimiliki
LMA dibandingkan ETT. Level anestesi yang lebih dangkal dapat ditoleransi dengan
menggunakan LMA dibandingkan ETT. Ditangan yang terampil, penempatan LMA dapat lebih
mudah dan lebih cepat dibandingkan menempatkan ETT, sehingga lebih memudahkan untuk
resusitasi. Trauma pada pita suara dapat dihindari karena LMA tidak masuk sampai ke lokasi
pita suara. Insidens kejadian suara serak setelah penggunaan LMA dapat dikurangi bila
dibandingkan dengan pemakaian ETT.
1,2,4


Keuntungan dan Kerugian LMA dibandingkan dengan Face Mask atau ETT
1

Keuntungan Kerugian
Dibandingkan
dengan Face Mask
- Tangan operator bebas
- Lebih leluasa pada operasi THT
- Lebih mudah untuk
mempertahankan jalan nafas
- Terlindung dari sekresi jalan nafas
- Trauma pada mata dan saraf
- Lebih invasif
- Resiko trauma pada jalan
nafas lebih besar
- Membutuhkan keterampilan
baru
- Membutuhkan tingkat
27

wajah lebih sedikit
- Polusi ruangan lebih sedikit
anastesi lebih dalam
- Lebih membutuhkan
kelenturan TMJ (temporo-
mandibular joint)
- Difusi N2O pada balon
- Ada beberapa kontraindikasi
Dibandingkan dg
ETT
- Kurang invasive
- Anestesi yang dibutuhkan lebih
dangkal
- Berguna pada intubasi sulit
- Trauma pada gigi dan laryngx
rendah
- Mengurangi kejadian
bronkhospasme dan
laryngospasme
- Tidak membutuhkan relaksasi otot
- Tidak membutuhkan mobilitas
leher
- Mengurangi efek pada tekanan
introkular
- Mengurangi resiko intubasi ke
esofagus atau endobronchial
- Meningkatkan resiko aspirasi
gastrointestinal
- Tidak aman pada pasien
obisitas berat
- Maksimum PPV (positive
pressure ventilation) terbatas
- Keamanan jalan nafas kurang
terjaga
- Resiko kebocoran gas dan
polusi ruangan lebih tinggi
- Dapat menyebabkan distensi
lambung

Komplikasi Penggunaan LMA
2,3,4

1. Komplikasi Mekanikal (kinerja LMA sebagai alat) :
a. Gagal insersi (0,3 4%)
b. Ineffective seal (<5%)
c. Malposisi (20 35%)
2. Komplikasi Traumatik (kerusakan jaringan sekitar) :
a. Tenggorokan lecet (0 70%)
b. Disfagia (4 24%)
28

c. Disartria (4 47%)
3. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada tubuh) :
a. Batuk (<2%)
b. Muntah (0,02 5%)
c. Regurgitasi yang terdeteksi (0-80%)
d. Regurgitasi klinik (0,1%)

OBAT-OBATAN YANG DIPAKAI
1. Sedatif
1,5

Miloz (midazolam) : obat penenang (tranquilizer). Midazolam adalah obat induksi tidur
jangka pendek untuk premedikasi, induksi, dan pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan
diazepam, midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya
singkat. Pada pasien orang tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan
pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah
penyuntikan. Dosis premedikasi dewasa 0.05 0.10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan
keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0.025-0.05
mg/kgBB. Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan,
umumnya hanya sedikit.
2. Analgesik
5

Fentanil ialah zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Lebih larut dalam
lemak dibanding petidin dan menembus sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan
intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi
terbesar dirusak paru ketika pertama melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilasi
dan hidroksilasidan sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin. Efek depresi napasnya lebih
lama dibanding efek analgesinya. Dosis 1-3 ug/kgBB analgesinya kira-kira hanya berlangsung
30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anestesia pembedahan dan tidak untuk pasca
bedah. Dosis besar 50-150 ug/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan pemeliharaan
anestesia dengan kombinasi bensodiasepin dan anestetik inhalasi dosis rendah, pada bedah
jantung. Efek tak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan
pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH,
renin, aldosteron dan kortisol.
5

29

3. Induksi
1,5

Propofol (Recofol, diprivan)
Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery
anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Propofol merupakan cairan emulsi
minyak-air yang berwarna putih yang bersifat isotonic dengan kepekatan 1% (1ml=10mg) dan
mudah larut dalam lemak. Propofol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh
GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai
dalam waktu 30 detik. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse.
Dosis sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis
untuk induksi maupun maintenance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk
pasien dewasa dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bias secara suntikan bolus intravena atau
secara kontinu melalui infuse, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada
pemberian pada orang dewasa dibawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya
lebih rendah dan kecepatan tetesan juga lebih lambat.
4. Muscle relaksan
1,5

Atracurium (notrixum)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru, sifatnya tidak
mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, dan tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskular yang bermakna dan pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan,
dosis 0,5 mg/kg BB, durasi 15-30 menit. Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif,
takikurare) berikatan dengan reseptor nikotinik kolonergik, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat
bekerja. Dosis awal : 0,5 0,6 mg/kg. Dosis rumatan : 0,1 mg/kg. Durasi : 20-45 menit
5. Maintanance anestesi
- Isoflurane
1

Isomer dari enfluran dengan efek-efek samping yang minimal. Induksi dan masa pulih anestesia
dengan isofluran cepat. Sifat fisis: titik didih 58,5, koefisien partisi darah/gas 1.4, MAC 1.15%
Farmakologi: Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk
anestesa teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. Isofluran
dipilih karena :
30

Halotan pada dosis besar dapat menyebabkan depresi nafas, menurunnya tonus simpatis,
terjadinya hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard
dan inhibisi baroreseptor. Halotan juga menghambat pelepasan insulin sehingga
meninggikan kadar gula darah.
Enfluran dapat menyebabkan gangguan fungsi hepar pada EEG menunjukkan tanda-
tanda epileptik, apalagi disertai hipokapnia. Efek depresi nafas lebih kuat dibanding
halotan dan lebih iritatif.
Desfluran lebih mudah menguap dibandingkan anestetik volatil lain sehingga perlu
menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Bersifat simpatomimetik menyebabkan
takikardi dan hipertensi. Desfluran merangsang jalan nafas atas sehingga tidak digunakan
untuk induksi anestesi.
- N
2
O
1

N2O diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240C (NH4 NO3 2H2O +
N2O). N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.
Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasikan dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir
anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 100% selama 5-10 menit. Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam
kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesic
digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% :
30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothoraks, pneumomediastinum,
obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.
Obat Lainnya
1. Efedrin
Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan jenis efedra. Efedrin lebih efektif
pada pemberian oral, masa kerjanya panjang, dan efek sentralnya lebih kuat. Obat ini bekerja
pada reseptor , 1, 2. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan
NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis terhadap efek
perifernya.
31

Efek pada kardiovaskuler yaitu tekanan sistolik meningkat dan biasanya tekanan diastolik
juga meningkat, sehingga tekanan nadi meningkat. Peningkatan tekanan darah ini sebagian
disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan
kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Aliran darah ginjal dan viseral berkurang,
sedangkan aliran darah koroner, otak, dan otot rangka meningkat.
2. Deksametason
Deksametason adalah suatu glukokortikoid sintetis yang memiliki efek antiinflamasi,
antialergi dan anti syok yang sangat kuat, di samping sebagai antirematik. Tidak
menimbulkan efek retensi natrium dan dapat diterima oleh tubuh dengan baik. Mekanisme
kerjanya, yaitu mengurangi inflamasi dengan menekan migrasi neutrofil, mengurangi
produksi mediator inflamasi, dan menurunkan permeabilitas kapiler yang semula tinggi dan
menekan respon imun.
Indikasinya antara lain, untuk Rematik artritis, shock, asma bronkhial, dermatitis dan
urtikaria, serta gejala alergik lainnya.sedangkan kontraindikasinya adalah penderita tukak
lambung, osteoporosis, diabetes melitus, infeksi jamur sistemik, psikosis dan herpes simpleks
pada mata.
Dosis awal pada pemberian oral adalah 0,75-9 mg/hr PO, terbagi dalam 2-4
dosis.Penyesuaian dapat dilakukan tergantung respon pasien dan dosis awal pada pemberian
parenteral adalah 0,5-9 mg/hr IV atau IM, terbagi dalam 2-4 dosis. Penyesuaian juga dapat
dilakukan tergantung respon pasien.
3. Sulfas Atropin
Merupakan antikolinergik yang bekerja menurunkan tonus vagal dan memperbaiki
system konduksi atrioventrikuler. Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat
pilihan utama untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan
parasimpatis. Obat ini tidak mencegah timbulnya laringospasme yang berhubungan dengan
anestesi umum.
Setelah penggunaan obat ini ada perasaan kering di rongga mulut dan penglihatan jadi
kabur. Oleh karena itu, sebaiknya obat ini tidak diberikan pada anestesi local atau regional.
Atropine tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. diberikan
secara suntikan subkutis, intramuskular, atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa
dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.
32

4. Tramadol (Tramal)
Tramal adalah analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor mu dan kelemahan
analgesinya 10-20% disbanding morfin. Obat ini dapat diberikan secara oral, im, atau iv
dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam dengan dosis maksimal 400 mg per
hari.
5. Ceftriakson
Obat ini merupakan sefalosporin generasi pertama yang aktif terhadap kuman gram-
positif. Waktu paruhnya mencapai 8 jam. Untuk meningitis obat ini diberikan dua kali sehari
sedangkan untuk infeksi lain umumnya cukup satu kali sehari.
Jumlah seftriakson yang terikat pada protein plasma umunya sekitar 83-96%. Pada
peningkatan dosis, persentase yang terikat protein menurun cepat. Dosis lazim obat ini adalah
1-2 g/hari IM atau IV dalam dosis tunggal atau dibagi dua dosis. Untuk anak diberikan dosis
50-75 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam dua dosis. Dosis obat tidak perlu disesuaikan pada
gagal ginjal atau gangguan fungsi hati. Seftriakson tersedia dalam bentuk obat suntik 0,25;
0,5; dan 1 g.
6. Ethiferan (Metoklopramid HCL)
Obat ini merupakan golongan kolinergik. Mekanisme kerja metoklorpramid di saluran
cerna, yaitu potensiasi efek kolinergik, efek langsung pada otot polos, dan penghambatan
dopaminergik sentral.
Indikasi terutama digunakan untuk memperlancar jalannya zat kontras pada waktu
pemeriksaan radiologik lambung dan duodenum, untuk mencegah atau mengurangi muntah
akibat radiasi dan paska bedah. Mempermudah intubasi saluran cerna, menghilangkan mual,
muntah, rasa terbakar di ulu hati, dan perasaan penuh setelah makan.
Kontraindikasi obat ini adalah obstruksi, perdarahan, dan perforasi saluran cerna,
epilepsi, feokromositoma, dan gangguan ekstrapiramidal. Efek samping yang dapat timbul
yaitu mengantuk, diare, sembelit, dan gejala ekstrapiramidal.
Metokloporamid tersedia dalam bentuk tablet 5 mg dan 10 m; sirup mengandung 5 mg/ 5 ml
; dan suntikan 10 mg/ 2 ml untuk penggunaan IM atau IV. Dosis dewasa adalah 5-10 mg 3
kali sehari.
7. Adona ( Karbazokrom Natrium Sulfonat)
33

Obat ini merupakan obat hemostatik yang indikasinya untuk perdarahan yang
disebabkan menurunnya resistensi kapiler, perdarahan di kulit, mukosa membran, dan
membran internal, nefrotik hemoragia dan metroragia, perdarahan abnormal selama atau
paska operasi akibat penurunan resistensi kapiler.
Dosis dewasa yaitu 30-90 mg/oral dibagi 3 dosis ; ampul (2 ml) IM atau SC 1 kali per
hari; 1 ampul (5 ml) 2 ampul (10 ml) IV atau infuse 1 kali sehari. Dosis dapat ditambah
atau dikurangi sesuai usia dan berat ringan gejala.
8. Kalnex (Asam Traneksamat)
Obat ini membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
Indikasinya antara lain untuk mengatasi hematuria yang berasal dari kandung kemih, prostat,
dan uretra, serta mengurangi hematuria paska bedah secara bermakna.
Efek samping dari obat ini adalah pruritus, eritema, ruam kulit, hipotensi, dyspepsia,
mual, diare, inhibisi ejakulasi, eritema konjungtiva, dan hidung tersumbat. Efek samping
yang paling berbahaya ialah thrombosis umum.
Dosis dewasa dimulai dengan 5-6 g per oral atau infuse IV secara lambat, lalu 1 g tiap
jam atau 6 g tiap 6 jam bila fungsi ginjal normal.
9. Vitamin K
Vitamin ini berguna untuk mengatasi perdarahan akibat defisiensi vitamin K dengan cara
meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah, yaitu protrombin, faktor VII,
faktor IX, dan faktor X yang berlangsung di hati.
10. Vitamin C
Vitamin ini bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu meupakan reduktor
dan antioksidan. Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan skorbut, serta
pengobatan penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan defisiensi vitamin C. Dosis
yang dianjurkan minimal 150 mg.
11. Ondansetron

Ondansetron adalah suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif. Penggunaan
Ondansetron adalah mencegah dan mengobati mual dan muntah pasca bedah. Diberikan
dengan cara IV secara lambat, 4 mg, tanpa diencerkan dalam 1-5 menit. Jika perlu dosis
dapat diulang. Awitan aksi terjadi dalam waktu <30 menit, dengan lama aksi 12-24 jam.
34

12. Reverse
Reverse terdiri dari prostigmin dan sulfas atropin. Prostigmin merupakan pelumpuh otot
atau antikolinesterase yang bekerja pada sambungan saraf-otot mencegah asetilkolin-esterase
bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja. Dosisnya yaitu 0,04-0,08 mg/kgBB.
Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, berkeringat,
bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga
pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB
























35

BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien perempuan, 21 tahun dengan diagnosis Tumor Mammae Dextra
akan dilakuan tindakan Eksisi Biopsi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang didapat, tidak ada kelainan, maka pasien dapat digolongkan dalam
ASA I tanpa penyulit airway, hal ini mengacu pada tabel ASA (American Society
Anesthesiologists) berikut.
Kelas Definisi
1 Pasien normal dan sehat
2 Pasien dengan penyakit sistemik (tidak ada limitasi fungsional)
3 Pasien dengan penyakit sistemik berat (beberapa limitasi fungsional)
4
Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam nyawa setiap waktu (sudah
tidak bisa melakukan aktivitas)
5 Pasien yang tidak diharapkan selamat tanpa operasi
6 Pasien mati otak yang organnya di ambil untuk donor organ
E
Bila prosedur operasi merupakan emergensi, status fisik diikuti dengan E (contoh
2E)

Tabel 1. Klasifikasi status fisik pasien berdasarkan American Society Anesthesiologists
(ASA).
Sumber : Morgan, G.E, Mikhail, M.S, & Murray M.J., 2013. Clinical Anesthesiology edisi 5. United States of America:
Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2013

Sebelum tindakan operasi, dilakukan persiapan pra anestesi 1-2 hari sebelum operasi
dilaksanakan dengan tujuan :
4

1. Untuk mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal
2. Merencanakan dan memilih teknik dan obat-obatan anestesi yang sesuai
3. Menentukan klasifikasi yang sesuai (berdasarkan klasifikasi ASA)
Anestesi pada pasien ini adalah anestesi umum dengan Laringeal Mask Airway. Alasan
pemilihan teknik anestesi ini berdasarkan indikasi sebagai berikut :
36


Durasi operasi singkat dan faktor resiko rendah
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan kondisi pasien cukup baik
Lambung dalam keadaan kosong
Tidak ada manipulasi kepala
Posisi pasien terlentang
Jalan nafas yang aman dan terjamin
Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur, serta terhindar dari
trauma terhadap operasi.
Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi.
Waktu pulih sadar lebih cepat dengan kondisi nafas spontan.
Alasan yang paling utama dipilihnya teknik anestesi ini ialah karena jenis operasi yang
hendak dilakukan adalah eksisi biopsi dimana wilayah operasinya adalah di regio atas dari
perut sehingga tidak mungkin dilakukan teknik anastesi spinal yang tidak boleh lebih tinggi
dari L3-L4. Bila memakai teknik nafas spontan diperlukan obat anestesi banyak yang dapat
mendepresi pernafasan dan jantung (hipotensi, bradikardi, nafas dangkal). Untuk mencegah
pemakaian obat yang banyak pada operasi yang memerlukan otot lemas atau relaksasi
sebaiknya digunakan teknik nafas kendali dengan memberikan obat pelumpuh otot jangka
panjang. Dengan cara ini dicapai relaksasi otot yang baik tanpa menggunakan anestetika
yang banyak dan menghindarkan anestesi yang terlalu dalam.

KESIMPULAN
Berdasarkan status fisik menurut ASA, pasien ini termasuk ke dalam ASA I. Pada operasi
ini, digunakan anastesi umum pemasangan LMA napas kendali agar memastikan bahwa jalan
nafas yang selalu berada dalam kondisi terbuka dan mendapatkan ventilasi yang adekuat selama
operasi, serta mencegah terjadinya aspirasi atau regurgitasi yang dapat menjadi penyulit semasa
operasi. Selain itu, teknik anestesi ini dapat juga digunakan karena durasi yang tidak terlalu lama
dan pada kondisi-kondisi yang sulit untuk mempertahankan jalan nafas bebas dengan sungkup
muka.
Sejak insisi pertama kali dilakukan hinggga jahitan terakhir telah tercapai trias anestesia
dengan pemberian obat-obatan anestesi seperti : fentanyl sebagai analgesik, atracurium sebagai
37

relaksan, propofol sebagai induksi, dan isofluran sebagai obat anestesi inhalasi dan juga sebagai
maintenance anastesia bekerja dengan baik.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke recovery room. Pasien segera
diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian tersebut mencakup
penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas, kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini
mendapat nilai 9/10. Pasien diperbolehkan dipindahkan ke ruang perawatan.
Hasil tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik dan tepat
dengan dimulainya praanestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi, pemilihan obat-obatan
anestesi serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama operasi dan tindakan pasca
operasi.















38

DAFTAR PUSTAKA
1. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta : Departemen Anestesiologi
dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran. 2012.
2. American Heart Association.2006.circulation.No 133.December.Pp 898
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2008.
4. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology.3
rd
ed. Appleton & Lange Stamford
2009; 110-125.
5. Miller RD. Anesthesia 5
th
ed Churchill Livingstone Philadelphia.2010; 1585-1610.
6. Syarif A, Sunaryo. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2009.



















39



LAMPIRAN KARTU
ANESTESI

Anda mungkin juga menyukai