PERBANDINGAN KOMBINASI EKSTRAK ETANOL PARE (Momordica
charantia) DENGAN GLIBENKLAMID TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
SKRIPSI
Oleh: M. Ferry Nur Abadi 102010101021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2014 ii
PERBANDINGAN KOMBINASI EKSTRAK ETANOL PARE (Momordica charantia) DENGAN GLIBENKLAMID TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran (S1) dan mencapai gelar sarjana kedokteran
Oleh: M. Ferry Nur Abadi 102010101021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2014
iii
PERSEMBAHAN
Skripsi Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Ayahku tercinta Mubadi dan Ibuku tercinta Indasah yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang tiada henti, dan yang telah mendidik, serta menjadikan saya menjadi manusia yang lebih baik; 2. Guru-guruku tercinta yang telah mendidik dengan penuh kesabaran mulai dari taman kanak-kanak hingga SMA; 3. Dosen-dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jember; 4. Almamater Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
iv
MOTO
Karena sesungguhnya bersama setiap kesusahan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama setiap kesusahan ada kemudahan. (Terjemahan QS. Al-Insyirah ayat 5 dan 6) *
* ) Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al-Quran Al-Karim dan Terjemah Makna ke Dalam Bahasa Indonesia. Kudus: Menara Kudus. v
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : M. Ferry Nur Abadi NIM : 102010101021 menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul Perbandingan Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia) dengan Glibenklamid Terhadap Kadar Glukosa Daah Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksan adalah benar- benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada institusi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian pernyataan ini tidak benar.
Jember, 2 April 2014 Yang menyatakan,
M. Ferry Nur Abadi NIM. 102010101021
vi
SKRIPSI
PERBANDINGAN KOMBINASI EKSTRAK ETANOL PARE (Momordica charantia) DENGAN GLIBENKLAMID TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN
Oleh
M. Ferry Nur Abadi 102010101021
Pembimbing:
Dosen Pembimbing Utama : dr. Sugiyanta, M.Ked. Dosen Pembimbing Anggota : dr. Kristianningrum Dian Sofiana
vii
PENGESAHAN
Skripsi berjudul Perbandingan Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia) dengan Glibenklamid Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksan ini telah diuji dan disahkan pada: Hari : Selasa Tanggal : 8 April 2014 Tempat : R. Sidang Lt. 3 Gedung Dekanat FK Unej
Tim Penguji
Ketua (Penguji I)
dr. Hairrudin, M.Kes NIP. 197510112003121008
Sekretaris (Penguji II)
dr. Elly Nurus Sakinah, M. Si NIP. 198409162008012003 Anggota (Penguji IV)
dr. Kristianningrum Dian Sofiana NIP. 198609062012122001 Anggota (Penguji III)
dr. Sugiyanta, M.Ked NIP. 197902072005011001
Mengesahkan, Dekan Fakultas Kedokteran
dr. Enny Suswati, M.Kes NIP. 19700214 199903 2 001 viii
RINGKASAN
Perbandingan Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia) dengan Glibenklamid Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksan; M. Ferry Nur Abadi; 102010101021; 2014: 42 halaman; Fakultas Kedokteran; Universitas Jember.
Diabetes melitus (DM) atau kencing manis merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya terus meningkat. Pada tahun 2000, Indonesia menduduki peringkat keempat dalam jumlah penderita DM terbesar di dunia yaitu mencapai 8,4 juta penderita. Angka tersebut diprediksi akan terus bertambah menjadi 350 juta jiwa pada tahun 2020. DM merupakan penyakit kronik dimana penderita mengalami kelebihan kadar glukosa darah. Secara garis besar DM terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu DM tipe I dan DM tipe II. DM tipe I seringkali ditemukan pada anak- anak. Pada DM tipe I tubuh gagal memproduksi insulin karena kerusakan sel beta pankreas. Pada DM tipe II terjadi resistensi insulin pada tubuh dan juga defisiensi relatif insulin. Kelebihan kadar glukosa darah dalam tubuh akan menyebabkan berbagai komplikasi yang berbahaya pada berbagai jaringan tubuh yang dapat bersifat akut maupun kronis. Terapi untuk mengatur kadar glukosa darah diperlukan agar tidak terjadi komplikasi pada jaringan tubuh. Salah satu terapi yang menjadi pilihan saat ini adalah glibenklamid. Glibenklamid bekerja dengan cara merangsang sel beta Langerhans pankreas untuk memproduksi insulin. Selain dengan obat-obatan, diabetes melitus juga dapat diatasi dengan pengobatan menggunakan tanaman berkhasiat obat. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai obat diabetes adalah pare (Momordica charantia). Pare memiliki beberapa zat aktif yang diketahui memiliki efek antihiperglikemik antara lain, charantin dan polypeptide-p. Charantin bekerja dengan cara mengaktivasi AMP-activated protein kinase (AMPK) yang nantinya ix
akan meningkatkan sintesis glikogen dan juga meningkatkan uptake glukosa pada sel hati dan otot. Sedangkan polypeptide-p merupakan senyawa analog insulin yang kerjanya sama dengan insulin. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan pretest-post test with Control group design. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 25 ekor tikus wistar jantan berusia 2-3 bulan dengan berat badan rata-rata 150-200 gram. Sebelum dilakukan perlakuan tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama 7 hari. Setelah itu dilakukan randomisasi dengan membagi hewan coba ke dalam 5 kelompok, masing-masing 5 tikus yaitu kelompok perlakuan 1 (K1) yang diberikan pakan standar; kelompok perlakuan 2 (K2) yang diberikan injeksi aloksan 125mg/kgBB i.p dan pakan standar; kelompok perlakuan 3 (K3) yang diberikan injeksi aloksan 125mg/kgBB i.p, diberikan ekstrak etanol buah pare 250 mg/kgBB p.o dan pakan standar; kelompok perlakuan 4 (K4) yang diberikan injeksi aloksan 125mg/kgBB i.p, diberikan glibenklamid 0,45 mg/kgBB tikus p.o dan pakan standar; kelompok perlakuan 5 (K5) yang diberi injeksi aloksan, diberikan ekstrak buah pare 250 mg/kgBB p.o, glibenklamid 0,45 mg/kgBB tikus p.o dan pakan standar. Uji statistik yang digunakan adalah Uji Kruskal Wallis dan Mann-Whitney. Berdasarkan data yang telah dianalisis, didapatkan pada uji Kruskal Wallis p= 0,001. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara rata-rata KGD pada kelima kelompok. Pada hasil uji Mann-Whitney pada kelompok terapi kombinasi (K5) dengan kelompok terapi tunggal ektrak etanol buah pare (Momordica charantia) (K3) didapatkan p=0,047. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terapi kombinasi memberikan efek yang lebih signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan terapi tunggal ektrak etanol buah pare (Momordica charantia). Sedangkan hasil uji Mann- Whitney pada kelompok terapi kombinasi (K5) dengan kelompok terapi tunggal glibenklamid (K4) didapatkan p=0,047. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terapi kombinasi memberikan efek yang lebih signifikan (p<0,05) jika dibandingkan dengan terapi tunggal glibenklamid. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian x
terapi kombinasi ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dengan glibenklamid lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar yang diinduksi aloksan dibandingkan dengan terapi tunggal ekstrak etanol buah pare atau terapi tunggal glibenklamid. xi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perbandingan Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia) dengan Glibenklamid Terhadap Kadar Glukosa Daah Tikus Wistar Yang Diinduksi Aloksan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. dr. Enny Suswati, M.Kes., selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jember; 2. dr. Sugiyanta, M. Ked selaku Dosen Pembimbing Utama (DPU) dan dr. Kristianningrum Dian Sofiana selaku Dosen Pembimbing Anggota (DPA) yang telah banyak membantu meluangkan waktu, pikiran serta perhatiannya untuk membimbing penulisan skripsi ini sejak awal hingga akhir; 3. dr. Hairrudin, M. Kes selaku Dosen Penguji I dan dr. Elly Nurus Sakinah, M. Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini; 4. dr. Ali Santosa, Sp. PD selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia membimbing selama masa studi; 5. dr. Sugiyanta, M. Ked selaku koordinator KTI yang telah menyetujui penyusunan skripsi ini; 6. Ayahku Mubadi dan Ibuku Indasah tersayang dan tercinta atas dukungan moril, materi, doa, dan semua curahan kasih sayang yang tak akan pernah putus. Kebahagiaan kalian segalanya untukku; 7. Adik-adikku, Vera Ning Wulansari dan M. Farid Yuansyah Nur Abadi yang selalu memberiku motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir ini; xii
8. Rekan satu timku, Benny Wicaksono, Novita Fauziyah Rahmawati, Nabilla, dan Chita Setya Prihadi terima kasih atas dukungan, tenaga usaha, dan kerjasamanya hingga akhir; 9. Teman-teman Edelweiss, Senoadji Pratama, Riswan Febrianto, Benny Wicaksono, I Wayan Suardita, Luthfi Akhyar, Mohammad Nur Humaidi Zulmi yang telah memberikan dorongan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini; 10. Mas Agus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember yang telah membantu dan membimbing kami selama masa penelitian; 11. Bu Widdy Fakultas Farmasi Universitas Jember yang telah membantu dan membimbing kami selama masa penelitian; 12. Teman-teman angkatan 2010 Lambda yang selalu saling bahu membahu menjalani Studi demi meraih gelar Sarjana Kedokteran; 13. Teman-teman angkatan lain, terimakasih atas dukungannya; 14. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu. Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya untuk perkembangan Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Jember, April 2014 Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iii HALAMAN MOTO ..................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... v HALAMAN BIMBINGAN .......................................................................... vi HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... vii RINGKASAN ............................................................................................... viii PRAKATA .................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................. xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvii BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 3 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4 2.1 Diabetes Melitus.............................................................................. 4 2.1.1 Definisi ................................................................................. 4 2.1.2 Klasifikasi ............................................................................. 4 2.1.3 Patofisiologi......5 2.1.4 Diagnosis.............. .................... 8 2.2 Glibenklamid.....11 xiv
2.3 Pare..... ............... 11 2.3.1 Taksonomi .......................................................................... 11 2.3.2 Morfologi ............................................................................ 12 2.3.3 Pengaruh Buah Pare Terhadap Kadar Glukosa .................. 13 2.4 Agen Penginduksi Diabetes ......................................................... 14 2.4.1 Aloksan ............................................................................... 14 2.4.2 Streptozotocin ..................................................................... 15 2.5 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................... 17 2.6 Hipotesis ........................................................................................ 18 BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................... 19 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................. 19 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 20 3.2.1 Tempat Penelitian ............................................................... 21 3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................. 21 3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 21 3.3.1 Populasi .............................................................................. 21 3.3.2 Sampel ................................................................................ 21 3.3.3 Cara Sampling .................................................................... 21 3.3.4 Jumlah Sampel.................................................................... 21 3.4 Variabel Penelitian ....................................................................... 21 3.4.1 Variabel Bebas.................................................................... 21 3.4.2 Variabel Terikat .................................................................. 22 3.4.3 Variabel Terkendali ............................................................ 22 3.5 Definisi Operasional ..................................................................... 22 3.5.1 Aloksan ............................................................................... 22 3.5.2 Ekstrak Pare ........................................................................ 22 3.5.3 Glibenklamid ...................................................................... 23 3.5.4 Carboxy methyl cellulosse 0,5% (CMC) .............................. 23 3.5.5 Kadar Glukosa Darah Puasa ............................................... 23 xv
3.6 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 23 3.6.1 Alat ..................................................................................... 23 3.6.2 Bahan .................................................................................. 24 3.7 Prosedur Penelitian ...................................................................... 24 3.7.1 Adaptasi Hewan Coba. ....................................................... 24 3.7.2 Penentuan Dosis ................................................................. 24 3.7.3 Pembagian Kelompok dan Pemeliharaan Hewan Coba ..... 26 3.7.4 Perlakuan Pada Hewan Coba Selama Penelitian ................ 26 3.7.5 Pengambilan Darah Tikus.. 27 3.7.6 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Tikus.. 27 3.8 Analisis Data ................................................................................. 27 3.9 Alur Penelitian...............................................................................28 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................... ...................29 4.1 Hasil Penelitian............................................................. ...................29 4.2 Analisis Data ................................................................. ...................32 4.3 Pembahasan .................................................................. ...................33 4.3.1 Efek Pemberian Aloksan ............................................. ...................33 4.3.2 Efek Pemberian Ekstrak Buah Pare ............................ ...................34 4.3.3 Efek Pemberian Glibenklamid .................................... ...................34 4.3.4 Efek Pemberian Kombinasi Ekstrak Buah Pare dan Glibenklamid................................................................ ..................35 BAB 5. PENUTUP ............................................................................ ..................37 5.1 Kesimpulan .................................................................... ..................37 5.2 Saran .............................................................................. ..................37 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ .................38 LAMPIRAN ....................................................................................... ..................43
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1 Kriteria Diagnostik DM dan Gangguan Glukosa............................................. 9 2.2 Tanaman Pare................................................................................................... 13 3.1 Konversi dosis hewan coba berdasarkan BSA................................................. 25 4.1 Rata-rata hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa pada tikus .......... 29 4.2 Uji normalitas data ................................................................................... 32 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney........................................................................... 33
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1 Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa ......... 10 2.2 Buah Pare ................................................................................................. 12 2.3 Kerangka konseptual penelitian ............................................................... 17 3.1 Skema rancangan penelitian ..................................................................... 19 3.2 Alur Penelitian ......................................................................................... 28 4.1 Rata-rata hasil pemeriksaan kadar glukosa darah .................................... 31 xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman A. KETERANGAN PERSETUJUAN ETIK ............................................ 43 B. PERHITUNGAN DOSIS DAN VOLUME SEDIAAN YANG DIBERIKAN PADA HEWAN COBA ................................................ 45 B.1 Aloksan ................................................................................................. 45 B.2 Glibenklamid ........................................................................................ 45 B.3 Pare ....................................................................................................... 45 C. HASIL PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH ................... 47 D. HASIL UJI ANALISIS DATA ............................................................ 49 D.1 Uji normalitas ....................................................................................... 49 D.2 Uji homogenitas data ............................................................................ 50 D.3 Uji Kruskal-Wallis ................................................................................ 51 D.4 Uji Mann-Whitney ................................................................................ 52
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005 jumlah pasien Diabetes Melitus (DM) di dunia mencapai 220 juta jiwa. Angka tersebut diprediksi akan terus bertambah menjadi 350 juta jiwa pada tahun 2020. Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%, dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% .Salah satu penyebab peningkatan jumlah pasien DM di seluruh dunia, termasuk Indonesia, adalah gaya hidup dan pola makan masyarakat (Depkes RI, 2009). DM merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan kelenjar endokrin. Pada penyakit ini terjadi gangguan keseimbangan hormon, yang ditandai dengan penurunan produksi hormon insulin. Jumlah hormon insulin yang kurang menyebabkan kandungan glukosa dalam plasma meningkat (Susilowati, 2012). Secara klinis ada dua jenis penyakit DM, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 (Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) menggambarkan suatu kondisi defisiensi produksi insulin oleh pankreas. Kondisi ini hanya dapat diobati dengan pemberian insulin. Sedangkan DM tipe 2 (Non Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) terjadi akibat resistensi insulin yaitu keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar sehingga tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah (Depkes RI, 2005). Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi suatu defisiensi respon sel beta pankreas terhadap glukosa. Kedua kerusakan ini menyebabkan hiperglikemia, sehingga diperlukan terapi untuk memperbaiki kondisi hiperglikemia tersebut (Katzung, 2002). Ada empat pilar utama dalam pengelolaan DM yaitu edukasi, perencanaan makanan (diet), latihan fisik dan pengelolaan farmakologis antara lain dengan 2
pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) (Evacuasiany, 2005). OHO yang sering digunakan dalam pengobatan DM adalah glibenklamid. Glibenklamid merupakan salah satu obat antidiabetes yang paling banyak dikenal dan termasuk golongan sulfonilurea yang bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan cara merangsang sel beta Langerhans pankreas untuk memproduksi insulin (Katzung, 2002). Glibenklamid memiliki efek samping berupa gangguan saluran cerna dan sakit kepala. Glibenklamid dapat meningkatkan sekresi ADH (Anti Diuretik Hormone), yang akan menyebabkan terjadinya hiponatremi meskipun jarang terjadi (Sukandar et. al., 2008). Pengobatan DM juga dapat menggunakan terapi alternatif dengan menggali potensi lokal yaitu tanaman obat tradisional. Salah satu tanaman obat yang diduga dapat digunakan untuk penderita DM adalah Momordica charantia yang dikenal dengan nama pare. Buah pare mengandung senyawa bioaktif momordisin, charantin, polipeptida P, alkaloid, saponin, karoten, resin, fenol, vitamin A, B dan C (Evacuasiany, 2005). Manfaat dari charantin adalah menstimuli sel beta kelenjar pankreas tubuh untuk memproduksi insulin lebih banyak dan juga meningkatkan deposit cadangan glikogen di hati, sedangkan polipeptida P menurunkan kadar glukosa darah secara langsung (Fernandes, 2007). Garau (2003) menemukan bahwa pemberian ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dalam dosis 250 mg/KgBB dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes secara signifikan. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menggunakan pare dengan glibenklamid sebagai terapi kombinasi, karena pengobatan dengan obat tradisional yang diberikan secara tunggal tidak direkomendasikan oleh Komite Etik Departemen Kesehatan Republik Indonesia karena DM merupakan penyakit kronis yang penatalaksanaannya harus menggunakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) sintetik (Depkes RI, 2009). Terapi kombinasi dinilai efektif apabila kedua obat bekerja secara sinergis dan memberikan efek potensiasi, yaitu kedua obat saling memperkuat khasiatnya (Syamsul et al., 2011).
3
1.2 Rumusan Masalah Bedasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah apakah terapi kombinasi ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dengan glibenklamid memiliki pengaruh yang lebih baik dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar yang diinduksi aloksan jika dibandingkan dengan terapi tunggal ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dan glibenklamid?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang lebih baik antara terapi kombinasi ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dengan glibenklamid dan terapi tunggal ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) atau glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar yang diinduksi aloksan.
1.4 Manfaat Penelitian a. Memberikan informasi bagi ilmu pengetahuan mengenai manfaat ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) jika dikombinasikan dengan glibenklamid terhadap kadar glukosa darah tikus wistar yang diinduksi aloksan. b. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai manfaat buah pare (Momordica charantia) sebagai alternatif tanaman obat dalam menurunkan kadar glukosa darah. c. Memberikan informasi yang dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Perkeni, 2011). DM ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Apabila dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang (Soegondo, 2004).
2.1.2 Klasifikasi Klasifikasi dari DM berdasarkan ADA (2012) dan Perkeni (2011) adalah sebagai berikut: Klasifikasi Etiologis DM (ADA, 2007). a. DM Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut: 1) Melalui proses imunologik 2) Idiopatik b. DM Tipe 2 Bervariasi mulai terutama yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. c. DM Tipe Lain 1) Defek Genetik fungsi sel Beta: 5
a) Kromosom 12, HNF-1 (dahulu MODY 3) b) Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2) c) Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1) d) Kromosom 13, insulin Promoter faktor-1 (IPF-1, dahulu MODY 4) e) Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5) f) Kromosom 2, Neuro D1(dahulu MODY 6) g) DNA Mitochondria, dan lainnya. 2) Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik dan lainnya. 3) Penyakit eksokrin pankreas: Pankreatitis, trauma/prankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati dibro kalkulus dan lainnya. 4) Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma dan lainnya. 5) Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa dan lainnya. 6) Infeksi: rubella kongenital, CMV dan lainnya. 7) Imunologi (jarang): sindrom Stiff-man, antobodi anti reseptor insulin lainnya. 8) Sindrom genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolframs, ataksia Friedreichs, Chorea Hutington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distorfi miotonik, porfiria, sindrom Prader willi dan lainnya. d. Diabetes Kehamilan
2.1.3 Patofisiologi Pada penderita DM pengaturan sistem kadar gula terganggu. Insulin tidak cukup untuk mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam darah bertambah tinggi. Peningkatan kadar gula darah akan menyumbat seluruh sistem energi dan tubuh berusaha kuat untuk mengeluarkannya melalui ginjal. Ketika memakan makanan 6
yang mengandung kadar gula yang tinggi, kadar gula dalam darah juga akan cepat naik karena insulin tidak mencukupi (Tjokroprawiro, 2006). Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dirusak oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dai makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner & Suddarth, 2002). Sedangkan pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel, dan akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme gukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang menjadi ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh kaena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe 2. Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif. Maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan kabur (Brunner & Suddarth, 2002). Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Hormon ini dihasilkan oleh sel pankreas yang kurang lebih menempati 60-80% pulau Langerhans. Ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan 7
rangsangan pada sel pankreas maka proses yang pertama terjadi adalah usaha untuk dapat melewati membran sel sel yang membutuhkan senyawa lain. Glukosa tansporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam metabolisme glukosa yang fungsinya adalah sebagai kendaraan untuk mengangkut glukosa dari luar ke dalam sel. Terdata beberapa GLUT yaitu GLUT1, GLUT2, GLUT3, GLUT4, GLUT5. GLUT1 terdapat pada otak, ginjal, kolon dan eritrosit. GLUT 2 terdapat pada sel hati, pankeas, usus halus dan ginjal. GLUT3 terdapat pada sel otak, ginjal dan plasenta. GLUT4 terletak pada jaringan adiposa, otot jantung dan otot rangka. GLUT 5 bertanggung jawab terhadap absorpsi glukosa pada usus halus (Guyton & Hall, 2008). GLUT2 yang terdapat pada sel-sel pankreas berperan dalam masuknya glukosa dari darah ke dalam sel. Proses ini penting karena untuk selanjutnya glukosa akan dipecah menjadi energi (ATP), ATP yang terbentuk akan digunakan untuk mengaktifkan penutupan K + channel yang terdapat pada membran sel yang bertujuan untuk menghambat pengeluaran ion K + sehingga akan menyebabkan depolarisasi sel, proses ini akan diikuti dengan pembukaan Ca 2+ channel yang akan menyebabkan terjadinya influks ion Ca 2+ ke dalam sel yang dibutuhkan untuk mekanisme sekresi insulin (Manaf, 2009). Dalam keadaan fisiologis insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel-sel pankreas. Insulin yang dihasilkan berfungsi untuk meregulasi glukosa darah agar selalu berada pada batas fisiologis, baik saat mendapatkan beban maupun saat puasa. Sekresi insulin terdapat dalam dua fase, fase 1 (acute insulin secretion respone) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah adanya rangsangan dari sel , muncul cepat dan berakhir cepat. Fase ini digunakan utuk menjaga kadar gula darah yang meningkat postprandial. Setelah terjadinya fase 1, maka akan terjadi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana insulin kembali meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif lebih lama. Fase 2 berfungsi untuk menyempurnakan fase 1 apabila tidak adekuat (Guyton & Hall, 2008). Hormon pencernaan yang berperan dalam proses peningkatan sekresi insulin adalah gastric inhibitory peptide (GIP) dan glucagon-like-peptide-1 (GLP- 8
1). Sekresi GIP terutama distimulasi oleh lemak dan glukosa, GIP meningkatkatkan sekresi insulin dengan cara meningkatkan ekspresi gen, diferensiasi dan proliferasi sel pankreas serta berperan sebagai sel mitogenik dan faktor anti apoptosis (Morgan, 2005). Sedangkan GLP-1 berperan dalam meregulasi gula darah yang disekresikan postprandial. Hormon GLP-1 menstimulasi pelepasan insulin dan somatostatin serta menghambat sekresi glukagon, selain itu GLP-1 juga dapat meningkatkan jumlah sel pankreas dengan cara induksi neogenesis sel (Joslin et al., 2005). Target organ utama insulin dalam mengatur kadar glukosa adalah hepar, otot dan adiposa. Insulin masuk ke reseptor diluar sel kemudian menuju ke reseptor di dalam sel melalui perantara GLUT2, selanjutnya insulin akan merangsang fosforilase intrasel yang kompleks dan berakhir dengan pembentukan transporter glukosa (GLUT4), pada proses selanjutnya GLUT4 ditranslokasikan ke dinding sel sehingga glukosa plasma dapat masuk ke dalam sel yang akan digunakan untuk metabolisme atau disimpan sebagai glikogen atau sebagai trigliserida (Manaf, 2009). 2.1.4 Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Penegakan diagnosis DM harus memperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Penegakan diagnosis berdasarkan pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka- angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO, sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (Perkeni, 2011). Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini (Perkeni, 2011): 9
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. 2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan pada pemeriksaan glukosa plasma >200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga, dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 gram, glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemirksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan sendiri (dapat dilihat pada Tabel 2.1).
1. A1C 6,5 % atau 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu (plasma vena) >200 mg/dl atau 3. Kadar Glukosa Darah Puasa >126 mg/dl atau 4. Kadar Glukosa Plasma >200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO Tabel 2. 1 Kriteria Diagnostik DM dan Gangguan Glukosa (ADA, 2012)
10
Gambar 2. 1 Langkah-Langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi Glukosa Terganggu (Perkeni, 2011) Keluhan Klinik Diabetes GDP GDS Diabetes Melitus Keluhan klasik (-) Keluhan klasik (+) GDP GDS < 100 < 140 > 126 > 200 < 126 < 200 > 126 > 200 100-125 GDP GDS > 200 TGT > 126 > 200 < 126 < 200 Ulang GDP atau GDS TTGO GD 2 Jam 140-199 GDPT 140-199 < 140 Normal Evaluasi status gizi Evaluasi penyulit DM Evaluasi perencanaan makan sesuai kebutuhan Nasihat umum Perencanaan makan Latihan jasmani Berat idaman Belum perlu obat penurun glukosa 11
2.2 Glibenklamid Dikenal dua generasi sulfonilurea, generasi pertama terdiri dari tolbutamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi berikutnya memiliki potensi hipoglikemik lebih besar, antara lain gliburid atau glibenklamid, glipizid, glikazid dan glimepirid (Suherman, 2007). Glibenklamid merupakan salah satu obat antidiabetes yang paling banyak dikenal (Katzung, 2002). Glibenklamid merupakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) golongan Sulfonilurea yang hanya digunakan untuk mengobati individu dengan DM tipe II. Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (stored insulin) dan meningkatkan sekresi insulin (Soegondo, 2004). Glibenklamid berinteraksi dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel pankreas yang menimbulkan depolarisasi membran, keadaan ini akan menyebabkan terbukanya kanal kalsium. Dengan terbukanya kanal kalsium maka ion Ca 2+ akan masuk ke dalam sel pulau Langerhans, merangsang sel-sel pankreas untuk mensekresikan insulin di dalamnya (Suherman, 2007). Glibenklamid merupakan salah satu OHO golongan sulfonilurea yang mempunyai efek samping ringan dan frekuensinya rendah, diantaranya adalah gangguan saluran cerna dan gangguan susunan syaraf pusat. Golongan sulfonilurea cenderung meningkatkan berat badan. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam (Soegondo, 2004). Masa paruh dari glibenklamid hanya sekitar 4 jam, efek hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam. Oleh karena itu, glibenklamid cukup diberikan satu kali sehari dengan dosis sebesar 5 mg/hari (Suherman, 2007).
2.3 Pare 2.3.1 Taksonomi Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub-Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae 12
Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Momordica Spesies : Momordica charantia (Suprapti, 2005; Subahar & Tim Lentera, 2004)
Gambar 2.2 Buah Pare (Subahar, 2004)
2.3.2 Morfologi Pare atau bitter gourd adalah tanaman yang tumbuh didaerah tropis, yaitu daerah Amazon (Amerika Selatan), Afrika Timur, Asia dan Karibia (Taylor, 2002). Tanaman pare (Momordica charantia L.) adalah sejenis tanaman menjalar dengan buahnya panjang bergerigi dan runcing ujungnya. Pare tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan serta dibudidayakan di pekarangan dengan dirambatkan dipagar. Tanaman pare mempunyai biji banyak, coklat kekuningan dan bentuknya pipih memanjang (Hyeronimus, 2006).
13
Batang Batang berusuk lima, panjang 2-5 meter, panjang tangkai 1,5-5,3 cm, letak berseling, bentuknya bulat panjang. Daun Daun tunggal dengan panjang 3,5-8,5 cm, lebar 4 cm, berbagi menjari 5-7, pangkal berbentuk jantung,, garis tengah 4-17 cm, berbintik-bintik tembus cahaya, taju bergigi kasar sampai berlekuk menyirip, warnanya hijau. Bunga Tangkai bunga 5-15 cm dekat pangkalnya dengan daun pelindung berbentuk jantung sampai ginjal. Kelopak bentuk lonceng dengan banyak rusuk yang berakhir pada 2-3 sisik yang melengkung ke bawah. Mahkota berbentuk roda, bakal buah berparuh panjang dan berduri halus. Buah Buah bulat memanjang berbentuk seperti silindris, permukaan buah tidak beraturan dengan panjang 8-30 cm. warna buah hijau dan jika sudah masak berwarna oranye dengan 3 katup. Biji Biji banyak berwarna coklat kekuningan pucat, bentuknya pipih memanjang dan keras. Jika buah masih mentah maka biji berwarna putih. Akar Akar tunjang, sisi berserabut yang berkembang luas di kawasan sekeliling. Sulur berbentuk spiral dan bercabang banyak.
Tabel 2.2 Tanaman Pare (Departemen Teknologi Pertanian DKI Jakarta, 2009)
2.3.3 Pengaruh Buah Pare Terhadap Kadar Glukosa Buah pare mengandung senyawa aktif charantin dan polipeptida-p yang memiliki mekanisme meningkatkan sekresi insulin, asupan glukosa jaringan, sintesis glikogen otot dan hati, oksidasi glukosa dan menurunkan glukoneogenesis hati. Dalam percobaan dengan hewan coba, pare terbukti memiliki mekanisme mirip dengan insulin dalam menurunkan kadar gula darah. Penelitian menunjukkan bahwa buah pare mengandung peptide aktif yang dinamakan MC6 yang berukuran 10 kD. Peptide tersebut terdiri dari 3 peptida aktif (MC6. 1 , MC6 2 , MC6. 3 ) yang terbukti memliki aktivitas hipoglikemik (Subroto, 2006). Polypeptide-p atau lebih dikenal sebagai p-insulin (plant-insulin) adalah senyawa protein yang memiliki struktur mirip dengan insulin. Polypeptide-p bekerja sama dengan cara kerja insulin dan sudah terbukti sangat efektif sebagai agen hipoglikemik ketika diberikan secara injeksi subkutan pada hewan (Premila, 2006). 14
Charantin merupakan senyawa triterpenoid dan merupakan campuran dari dua komponen yaitu sitosteryl glucoside dan stigmasteryl glucoside (Barathi dan John, 2013). Charantin mengandung aglycone atau badan steroid yang sangat larut dalam pelarut non-polar. Namun glucoside yang terikat pada molekulnya membuatnya juga dapat larut dalam pelarut polar (Pitipanapong et al., 2005). Mekanisme yang dipercaya menjadi dasar aktivitas hipolipidemik dari charantin ini adalah karena adanya aktivasi dari AMP-activated protein kinase (AMPK) yang nantinya akan meningkatkan sintesis glikogen dan juga meningkatkan uptake glukosa pada sel hati dan otot (Bagchi & Sreejayan, 2012; Mander & Liu, 2010).
2.4 Agen Penginduksi Diabetes 2.4.1 Aloksan Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivat pirimidin sederhana, 1-3 Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan encer. Nama aloksan diperoleh dari penggabungan kata allantoin dan oksalurea (asam oksalurik). Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6- tetraoxypirimidin; 2,4,5,6-primidinetetron; 1,3-Diazinan 2,4,5,6-tetron (IUPAC) dan asam Mesoxalylurea 5-oxobarbiturat. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4. Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat (Watkins et a.l, 2008). Aloksan adalah senyawa kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik. Waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37 o C adalah 1,5 menit (Lenzen, 2008). Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi diabetes pada binatang percobaan . Pemberian aloksan adalah cara yang cepat untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang percobaan (Filliponi et al., 2008). Aloksan bersifat toksik selektif terhadap sel pankreas yang memproduksi insulin akibat akumulasi dari GLUT2. Sifat sitotoksik aloksan pada sel beta pankreas diinisiasi oleh radikal bebas yang dibentuk oleh reaksi redoks (Watkins et al., 2008). Aloksan dan produk reduksinya membentuk siklus redoks 15
dengan formasi radikal superoksida. Radikal ini mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida. Radikal hidroksil dengan kereaktifan yang tinggi dibentuk oleh reaksi Fenton. Aksi radikal bebas dengan rangsangan tinggi meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yg menyebabkan destruksi cepat sel beta pankreas (Filliponi et al., 2008). Selain menyebabkan terjadinya pembentukan radikal bebas, aloksan juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan homeostatis kalsium interseluler dengan cara meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas sitosolik pada sel pulau Langerhans.. Efek tersebut diikuti beberapa kejadian, antara lain: influks kalsium dari cairan ekstraseluler dan eliminasi yang terbatas dari sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengakibatkan depolarisasi sel , lebih lanjut membuka kanal kalsium tergantung voltase dan semakin menambah masuknya ion kalsium ke sel. Pada kondisi tersebut, konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitifitas insulin (resistensi insulin) perifer dalam waktu singkat (Walde et. al., 2002; Szkudelski, 2008). Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal atau subkutan pada binatang percobaan. Tingginya konsentrasi aloksan tidak mempunyai pengaruh terhadap jaringan lain, karena aloksan meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel beta pankreas tanpa mempengaruhi dari sekresi glukagon (Szkudelski, 2008). Tikus yang diinjeksi aloksan dapat dikategorikan hiperglikemik jika kadar gula darah puasa >109 mg/dL (Wulandari, 2010).
2.4.2 Streptozotocin Agen penginduksi diabetes lain yang biasanya digunakan adalah streptozotocin. Streptozotocin merupakan N-nitroso derivat D-glucosamine dipakai secara luas untuk menginduksi model hewan coba diabetes mellitus tipe 1 (Lenzen, 2008). Streptozotocin menembus sel melalui transporter glukosa (GLUT 2), intra seluler gugus nitrosurea akan menyebabkan alkilasi DNA melalui aktivasi poly ADP-ribosylation yang mengakibatkan penekanan NAD + dan ATP seluler. Selanjutnya terjadi peningkatan defosforilasi ATP yang menghambat 16
sekresi dan sintesis insulin serta akan memacu peningkatan substrat untuk reaksi katalisis xantin oksidase yang akan menghasilkan radikal superoksida, menyebabkan kerusakan sel pankreas. Metabolisme streptozotocin intraseluler juga menghasilkan NO (nitric oxide) melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan pembentukan cGMP serta membangkitkan oksigen reaktif yang memiliki kontribusi terhadap kerusakan sel (Eidi et. al., 2006).
17
2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian
Pada tikus wistar yang dibuat DM dengan induksi aloksan, diberi perlakuan berupa pemberian kombinasi ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dan glibenklamid. Ekstrak etanol buah pare mengandung charantin dan polypeptide-p. Charantin bekerja mengaktivasi AMP-activated protein kinase yang menyebabkan peningkatan uptake glukosa dan sintesis glikogen di liver dan otot. Sedangkan polypeptide-p merupakan senyawa yang cara kerjanya mirip dengan insulin. Glibenklamid berfungsi untuk menstimulasi pelepasan insulin dan peningkatan sekresi insulin. Kerja dari kombinasi ekstrak etanol buah pare dan glibenklamid ini diharapkan akan menyebabkan penurunan kadar glukosa darah puasa pada tikus. Polypeptide-p Ekstrak buah Pare (Momordica charantia) Charantin Aloksan Kadar glukosa darah Merusak sel pankreas Diabetes Glibenklamid 18
2.6 Hipotesis Ekstrak buah pare (Momordica charantia) yang dikombinasikan dengan glibenklamid memiliki pengaruh yang lebih baik dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar yang diinduksi aloksan jika dibandingkan dengan terapi tunggal ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) ataupun terapi tunggal glibenklamid.
19
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian true experimental. Penelitian true eksperimental merupakan suatu bentuk rancangan penelitian yang memperlakukan dan memanipulasi subjek penelitian. Selain itu, dalam penelitian true experimental juga dilakukan upaya untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi subjek penelitian (Rajab, 2009). Sedangkan rancangan penelitian menggunakan pre test and post test control group design, yaitu dengan melakukan pengukuran atau observasi sebelum dan sesudah perlakuan diberikan, kemudian hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara skematis rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. 1 Skema Rancangan Penelitian KGD 1 KGD 2 k 1 k 3
k 4
k 5
k 2
I I I I P R K 2
K 5
K 4
K 3
K 1
P 20
Keterangan: P : Populasi. R : Random sampling. K 1 , K 2 , K 3 , K 4 , K 5 : Kelompok perlakuan 1, 2, 3, 4 dan 5. I : Tikus diinduksi aloksan 125 mg/KgBB. k 1 , k 2 : Tikus diberi pakan standar. k 3 : Tikus diberi ekstrak pare (Momodica charantia) 250 mg/KgBB. k 4 : Tikus diberi glibenklamid 0,45 mg/KgBB. k 5 : Tikus diberi ekstrak pare (Momodica charantia) 250 mg/KgBB dan glibenklamid 0,45 mg/KgBB.
KGD 1 : Kadar glukosa darah puasa tikus normal dan tikus setelah diinduksi aloksan. KGD 2 : Kadar glukosa darah puasa tikus normal dan tikus setelah diberi perlakuan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu: Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Jember untuk pembuatan ekstrak dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember untuk perlakuan dan pengukuran kadar glukosa darah tikus wistar jantan yang diinduksi aloksan.
3.2.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai bulan Desember 2013.
21
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih dengan strain wistar.
3.3.2 Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih strain wistar jantan dengan berat badan 150-200 g dan berumur 2-3 bulan.
3.3.3 Cara Sampling Pada penelitian ini sampel diperoleh dengan metode simple random sampling. Simple random sampling adalah proses pengambilan sampel yang dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses pemilihan sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secara random (Rozaini, 2003).
3.3.4 Jumlah Sampel Penentuan jumlah tikus tiap kelompok dihitung berdasarkan rumus empiris Federer sebagai berikut, dengan t = jumlah kelompok = 5, n = jumlah ulangan: (t 1) (n 1) 15 (5 1) (n 1) 15 4n 19 n 4.75 Berdasarkan perhitungan tersebut, maka besar sampel minimal yang diperlukan adalah 5 ekor tikus untuk masing-masing kelompok. Jadi pada penelitian ini digunakan 25 ekor tikus.
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dan glibenklamid. 22
3.4.2 Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah puasa tikus wistar.
3.4.3 Variabel Terkendali Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah umur hewan coba, berat hewan coba, jenis kelamin hewan coba, dosis aloksan dan jenis pakan standar.
3.5 Definisi Operasional 3.5.1 Aloksan Dalam percobaan ini tikus dibuat diabetes dengan menginjeksikan aloksan secara intraperitoneal sebanyak 125 mg/kgBB (Matheka et al., 2012). Kondisi hiperglikemik ini disebabkan karena aloksan merupakan dose-dependent, yaitu dosis aloksan yang rendah akan menghasilkan kondisi yang menyerupai NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) (Balogh dkk, 2007).
3.5.2 Ekstrak Pare (Momodica charantia) Ekstrak pare diperoleh dari 1 kg buah pare yang dikupas dan dihilangkan bijinya kemudian dipotong tipis serta dijemur sampai kering selama 1-2 hari tanpa paparan langsung sinar matahari. Pare yang sudah kering kemudian diblender sampai berbentuk serbuk halus. Sebanyak 58 gram serbuk pare diekstraksi dengan metode maserasi dalam larutan etanol 70% sebanyak 441 ml. Ekstrak direndam selama 3 hari dengan pengadukan selama 5 menit setiap harinya. Pada hari ketiga ekstrak disaring dengan kertas saring kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator dengan kecepatan maksimal 200 rpm pada suhu 50 o C sampai campuran ekstrak dan etanol 70% menguap dan diperoleh bentuk ekstrak yang sebenarnya.
23
3.5.3 Glibenklamid Glibenklamid yang digunakan dalam penelitian ini adalah glibenklamid generik 5 mg. Glibenklamid diberikan dalam dosis 0,45 mg/KgBB tikus yang dilarutkan dengan larutan Carboxy Methyl Cellulosse (CMC) 0,5%.
3.5.4 Carboxy Methyl Cellulosse (CMC) 0,5% CMC 0,5% yang digunakan untuk melarutkan glibenklamid diperoleh dari Laboratorium Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Jember. Jumlah CMC 0,5% yang digunakan sebanyak 5 ml/KgBB tikus.
3.5.5 Kadar Glukosa Darah Puasa Kadar glukosa darah diukur setelah tikus dipuasakan selama 12 jam agar glukosa darah tidak terpengaruh oleh makanan yang dikonsumsi tikus. Selama puasa tikus tidak diberi pakan standar tetapi masih diberi minum dengan air. Sampel darah adalah darah vena dari ekor tikus yang diperiksa dengan menggunakan glukometer dan stick glukometer.
3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat a. Kandang tikus, b. Tempat makan dan minum tikus, c. Sonde lambung dan spuit 5 ml, d. Sarung tangan, e. Masker, f. Rotavapor, g. Timbangan, h. Blender, i. Rotary evaporator, j. Tabung Erlenmeyer, k. Glukometer, l. Stick glukometer. 24
3.6.2 Bahan a. Buah pare, b. Glibenklamid, c. Aquadest, d. Aloksan, e. Alkohol 70%, f. Pakan tikus standar, g. Sekam.
3.7 Prosedur Penelitian 3.7.1 Adaptasi Hewan Coba Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih galur Wistar jantan yang berumur 2-3 bulan dengan bobot badan 150-200 g. Hewan coba diadaptasikan terlebih dahulu selama 7 hari sampai dianggap sudah beradaptasi terhadap lingkungan. Selama proses adaptasi hewan coba diberi pakan dan minum standar secara ad libitum.
3.7.2 Penentuan Dosis a. Dosis Aloksan Larutan aloksan diberikan pada tikus dengan dosis tunggal sebesar 125 mg/kgBB secara intraperitonial. b. Dosis Aquabidest Dosis aquadest yang digunakan sebagai sediaan pelarut aloksan adalah 20 ml/g aloksan. c. Dosis Ekstrak Pare (Momordica charantia.) Ekstrak pare (Momordica charantia) diperoleh dari metode maserasi dengan pelarut alkohol 70% dan hasilnya berupa ekstrak bubuk. Ekstrak bubuk kemudian dilarutkan dengan aquadest dan diberikan melalui sonde pada lambung tikus wistar dengan dosis 250 mg/kgBB (Garau, 2003). Jadi jika dihitung dosis pare yang diberikan pada tikus dengan berat badan 200 gram adalah 50 mg per 25
hari. Menurut Shannon et al, 2007 perhitungan konversi dosis ekuivalen pada manusia (Human Equivalent Dose/HED) adalah sebagai berikut: HED (mg/KgBB) = Dosis hewan coba (mg/KgBB) X Faktor Km hewan coba Faktor Km manusia
Spesies Berat (Kg) BSA (m 2 ) Faktor Km Manusia 60 1,6 37 Anjing 10 0,5 20 Monyet 3 0,24 12 Kelinci 1,8 0,15 12 Babi 0,4 0,05 8 Tikus 0,15 0,025 6 Tabel 3.1 Konversi Dosis Hewan Coba berdasarkan BSA (FDA Draft Guidelines, 2002)
Jadi didapatkan hasil: HED (mg/KgBB) = Dosis hewan coba (mg/KgBB) X Faktor Km hewan coba Faktor Km manusia = 250 mg/KgBB X (6/37) = 40,54 mg/KgBB Jadi dosis untuk manusia adalah 40,54 mg/KgBB.
d. Dosis Glibenklamid Perhitungan dosis glibenklamid untuk tikus wistar didasarkan dosis terapi pada manusia yaitu 0,005 gram per hari. Kemudian dikonversi berdasarkan rumus Paget dan Barnes, yaitu dosis untuk setiap 200 gram berat badan tikus setara dengan 0,018 dosis manusia dan dikalikan dengan faktor farmakokinetik yaitu 10. Dosis glibenklamid = (0,018 x 0,005 gram) / 0,2 kgBB tikus wistar = 0,00009 gram / 0,2 kgBB tikus wistar = 0,09 mg / 0,2 kgBB tikus wistar = 0,45 mg / kgBB tikus wistar = 0,09 mg / tikus wistar x 10 = 0,9 mg/tikus wistar 26
Glibenklamid tidak dapat larut dalam air. Untuk itu, glibenklamid diberikan dalam bentuk suspensi kepada hewan coba dengan menggunakan agen pensuspensi Carboxy Methyl Celulose (CMC) 0,5%.
e. Cara Pembuatan Suspensi Carboxy Methyl Celulose (CMC) 0,5%. CMC ditimbang sesuai jumlah yang dibutuhkan. Sebanyak 0,5 mg bubuk CMC ditambahkan larutan aquabidest hingga mencapai 100 ml, lalu CMC dihomogenkan selama kurang lebih 15 menit.
3.7.3 Pembagian Kelompok dan Pemeliharaan Hewan Coba Hewan coba dibagi dalam 5 kelompok yang terdiri atas 5 perlakuan, jumlah tikus pada masing-masing kelompok adalah 5 ekor. Hewan dipelihara dalam kandang yang terbuat dari kawat. Satu kandang diisi 5 ekor tikus.
3.7.4 Perlakuan pada Hewan Coba Selama Penelitian Penelitian dilakukan selama 14 hari ditambah seminggu adaptasi. Setelah masa adaptasi semua tikus dipuasakan selama 12 jam. Keesokan harinya, dilakukan pengukuran glukosa darah puasa (GDP) masing-masing tikus sebagai data awal. Untuk kelompok K1 tidak diberi perlakuan dan hanya diberi pakan standar, sedangkan kelompok K2, K3, K4 dan K5 diinjeksi aloksan secara intraperitonial dengan dosis masing-masing kelompok sama, yaitu 125 mg/kgBB dengan pelarut aquadest steril 20 ml/g aloksan intraperitonial. Tiga hari sesudah injeksi aloksan, glukosa darah puasa tikus diukur kembali. Setelah terjadi kondisi hiperglikemi pada kelompok perlakuan K2, K3, K4 dan K5, maka penelitian dilanjutkan dengan perlakuan pemberian pakan standar secara ad libitum pada kelompok K1, pemberian pakan standar secara ad libitum pada kelompok K2, pemberian pakan standar secara ad libitum dan ekstrak pare 250mg/KgBB secara sonde pada kelompok K3, pemberian pakan standar secara ad libitum dan glibenklamid secara sonde pada kelompok K4, serta pemberian pakan standar secara ad libitum dan ekstrak pare dan glibenklamid secara sonde pada kelompok 27
K5 selama 14 hari. Setelah hari ke 14, tikus dipuasakan selama 12 jam kemudian dilakukan pengukuran kadar glukosa darah puasa pada semua tikus.
3.7.5 Pengambilan Darah Tikus Darah tikus diambil dengan cara meletakkan dan menekan lanset pada vena ekor tikus secara aseptik. Darah yang keluar segera dimasukkan dalam glukometer untuk diukur kadar glukosa darahnya.
3.7.6 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Tikus Pemeriksaan glukosa darah tikus dilakukan dengan glukometer.
3.8 Analisis Data Analisis data hasil penelitian akan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik dengan menggunakan uji One Way Anova apabila syarat terpenuhi, yaitu distribusi data normal dan homogen. Namun jika data tidak terdistribusi normal atau tidak homogen maka digunakan uji alternatif lainnya, yaitu uji Kruskal-Wallis.
28
3.9 Alur Penelitian
Gambar 3.2 Alur Penelitian Aklimatisasi 7 hari K 2 K 5 K 4 K 3 K 1
Injeksi aloksan 125 mg/kgBB i.p. Pemeriksaan KGD dari vena ekor tikus. Diabetes jika KGD puasa tikus >109 mg/dL Randomisasi H 1 Pemeriksaan KGD puasa dari vena ekor tikus Analisis Statistik H 4 K 5 K 4 K 3 K 2 K 1
Pemberian pakan standar Pemberian pakan standar Sonde ekstrak pare 250 mg/KgBB + pakan standar Sonde ekstrak pare 250 mg/KgBB + glibenklami d 0,45 mg/KgBB + pakan standar Sonde glibenklami d 0,45 mg/KgBB + pakan standar H 18 29
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektifitas kombinasi ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dengan glibenklamid yang dibandingkan dengan terapi tunggal ekstrak etanol buah pare atau terapi tunggal glibenklamid terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus wistar yang diinduksi aloksan. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus wistar jantan yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu K1 yang tidak diberi perlakuan dan hanya diberi pakan standar; K2 diinduksi aloksan 125 mg/kgBB dan pakan standar; K3 diinduksi aloksan 125 mg/kgBB, diberi ekstrak etanol buah pare 250 mg/kgBB dan pakan standar; K4 diinduksi aloksan 125 mg/kgBB, diberi glibenklamid 0,45 mg/kgBB dan pakan standar dan K5 diinduksi 125 mg/kgBB, diberi ekstrak etanol buah pare 250 mg/kgBB, glibenklamid 0,45 mg/kgBB serta pakan standar.
Tabel 4.1 Rata-Rata Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Puasa Pada Tikus
Keterangan: K1 : Tidak diberi perlakuan. K2 : Hanya diinduksi aloksan dan pakan standar. K3 : Diinduksi aloksan, disonde ekstrak etanol buah pare 250 30
mg/KgBB dan pakan standar. K4 : Diinduksi aloksan, disonde glibenklamid 0,45 mg/KgBB dan pakan standar. K5 : Diinduksi aloksan, disonde ekstrak etanol buah pare 250 mg/KgBB dan glibenklamid 0,45 mg/KgBB serta pakan standar. KGD Pre : (K1) Kadar glukosa darah puasa tikus tanpa injeksi aloksan. (K2, K3, K4, K5) Kadar glukosa darah puasa tikus sebelum injeksi aloksan. KGD 1 : (K1) Kadar glukosa darah puasa tikus tanpa injeksi aloksan. (K2, K3, K4, K5) Kadar glukosa darah puasa tikus 3 hari setelah injeksi aloksan. KGD 2 : (K1) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian pakan standar. (K2) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian aquabidest + pakan standar. (K3) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian ekstrak etanol buah pare + pakan standar. (K4) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian glibenklamid + pakan standar. (K5) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian ekstrak etanol buah pare + glibenklamid + pakan standar. KGD : Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus (selisih antara KGD2 dan KGD1) 31
Gambar 4.1 Rata-Rata Hasil Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa Berdasarkan Tabel 4.1 hasil pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD) pada kelompok K1 (tidak diberi perlakuan dan hanya diberi pakan standar) terjadi penurunan dari 87,8 mg/dl menjadi 82,4 mg/dl. Kelompok K2 (diinjeksi aloksan dan pakan standar) didapatkan rata-rata kadar glukosa darah sebelum perlakuan (KGD 1) 300 mg/dl, dan setelah perlakuan selama 14 hari (KGD 2) 277,4 mg/dl. K3 (diinjeksi aloksan, diberi ekstrak etanol buah pare dan pakan standar) didapatkan rata-rata kadar glukosa darah sebelum perlakuan (KGD 1) 298 mg/dl, dan setelah perlakuan selama 14 hari (KGD 2) 143,8 mg/dl. K4 (diinjeksi aloksan, diberi glibenklamid dan pakan standar) didapatkan rata-rata kadar glukosa darah sebelum perlakuan (KGD 1) 298,4 mg/dl, dan setelah perlakuan selama 14 hari (KGD 2) 157 mg/dl. K5 (diinjeksi aloksan, diberi ekstrak etanol buah pare, glibenklamid serta pakan standar) didapatkan rata-rata kadar glukosa darah sebelum perlakuan (KGD 1) 308,4 mg/dl, dan setelah perlakuan selama 14 hari (KGD 2) 127,4 mg/dl.
87,8 88,2 84,2 85,6 90,6 82,8 300 298 298,4 308,4 82,4 277,4 143,8 157 127,4 0 50 100 150 200 250 300 350 K1 K2 K3 K4 K5 K a d a r
G l u k o s a
D a r a h
P u a s a
( m g / d l ) Kelompok KGD Pre KGD 1 KGD 2 32
4.2 Analisis Data Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini didapatkan uji normalitas pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Uji Normalitas Data Kelompok Shapiro-Wilk K1 0,665 K2 0,347 K3 0,156 K4 0,684 K5 0,308
Dari tabel 4.2 hasil uji normalitas pada tiap kelompok menunjukkan distribusi yang normal dengan nilai p>0,05 (Lampiran D.1). Selanjutnya data diuji homogenitasnya dengan uji Levene Statistic dan diperoleh hasil yang menunjukkan data memiliki variansi yang tidak homogen karena nilai p<0,05 (Lampiran D.2). Dari hasil yang diperoleh, data tersebut tidak memenuhi salah satu persyaratan untuk diolah menggunakan One Way Anova, yaitu variansi data yang tidak homogen . Maka dapat digunakan uji statistik alternatif Kruskal- Wallis. Uji Kruskal-Wallis dilakukan untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar glukosa darah antar kelompok. Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran D.3) menunjukkan bahwa p = 0,001. Nilai signifikansi data yang diolah adalah p < 0,05, sehingga terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata KGD pada kelima kelompok tersebut setelah diberikan perlakuan pada masing-masing kelompok. Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan maka harus dilakukan analisis lanjutkan dengan menggunakan uji Mann-Whitney (Lampiran D.4).
33
Tabel 4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Kelompok K1 K2 K3 K4 K5 K1 - 0,021* 0,009* 0,009* 0,009* K2 0,021* - 0,009* 0,009* 0,009* K3 0,009* 0,009* - 0,175* 0,047* K4 0,009* 0,009* 0,175 - 0,047* K5 0,009* 0,009* 0,047* 0,047* - Keterangan: Hasil uji Mann-Whitney bermakna jika nilai p<0,05 (*)
4.3 Pembahasan 4.3.1 Efek Pemberian Aloksan Dari hasil penelitian didapatkan bahwa KGD puasa saat pengukuran hari ke- 3 (setelah injeksi aloksan) pada kelompok K2, K3, K4 dan K5 secara berturut turut adalah 300 mg/dl; 298 mg/dl; 298,4 mg/dl dan 308,4 mg/dl. Tikus dikategorikan hiperglikemik jika kadar gula darah puasa lebih dari 109 mg/dL (Wulandari, 2010). Dari penelitian yang dilakukan oleh Matheka et al. (2012) mengenai pola penurunan darah pada tikus yang diinjeksi aloksan dengan dosis 125 mg/kgBB secara intraperitoneal, didapatkan pada pengukuran kadar gula darah puasa tikus yang dilakukaan secara serial pada hari ke-0, hari ke-3, hari ke-6, hari ke-13, hari ke-20 dan hari ke-27 pasca injeksi aloksan menunjukkan bahwa kadar tertinggi glukosa darah puasa tikus didapatkan pada hari ke-3 pasca injeksi aloksan, dan kadar terendah pada hari ke-27 pasca injeksi aloksan. Maka dari hasil penelitian tersebut, penulis menjadikan acuan untuk memilih pengukuran KGD 1 dilakukan pada hari ke-3 pasca injeksi aloksan dan pengukuran KGD 2 setelah 14 hari perlakuan. Dari data hasil pengukuran kadar glukosa darah puasa tikus menunjukkan pada K2, K3, K4 dan K5 telah mengalami kondisi hiperglikemik. Kondisi hiperglikemik ini disebabkan karena aloksan merupakan dose-dependent, yaitu dosis aloksan yang rendah akan menghasilkan kondisi yang menyerupai NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) (Balogh et al., 2007) dan secara selektif aloksan toksik terhadap sel pankreas yang secara khusus berakumulasi melalui ambilan via GLUT 2 (Watkins et al., 2008). 34
4.3.2 Efek Pemberian Ekstrak Etanol Buah Pare Dari hasil uji Mann-Whitney untuk KGD terdapat perbedaan secara signifikan antara kelompok yang diinduksi aloksan (K2) dengan kelompok ekstrak etanol buah pare (K3) (p=0,009; signifikan jika p<0,05). Dari data ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol buah pare mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa tikus yang diinduksi aloksan. Sedangkan jika K3 dibandingkan dengan K4 dan K5, didapatkan hasil secara berturut-turut p=0,175 dan p=0,047. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian terapi tunggal ekstrak etanol buah pare dan glibenklamid memiliki efek yang setara dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus. Namun jika dibandingkan dengan K5, didapatkan hasil yang signifikan antara pemberian terapi tunggal ekstrak etanol buah pare dan terapi kombinasi terhadap penurunan kadar glukosa darah, yaitu pemberian terapi kombinasi lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus. Pada pare terdapat beberapa zat aktif yang memiliki efek antihiperglikemik, antara lain charantin dan polypeptide-p (Joseph, 2013). Charantin mampu meningkatkan sintesis glikogen dan juga meningkatkan uptake glukosa pada sel hati dan otot karena adanya aktivasi dari AMP-activated protein kinase (AMPK) (Bagchi & Sreejayan, 2012; Mander & Liu, 2010). Sedangkan polypeptide-p merupakan senyawa protein yang memiliki struktur mirip dengan insulin dan mempunyai cara kerja mirip insulin. Polypeptide-p juga sudah terbukti sangat efektif sebagai agen hipoglikemik (Premila, 2006).
4.3.3 Efek Pemberian Glibenklamid Dari hasil uji Mann-Whitney untuk KGD terdapat perbedaan secara signifikan antara kelompok yang diinduksi aloksan (K2) dengan kelompok glibenklamid (K4) (p=0,009; signifikan jika p<0,05). Dari data ini menunjukkan 35
bahwa pemberian glibenklamid mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa tikus yang diinduksi aloksan. Sedangkan hasil uji Mann-Whitney pada kelompok ektrak etanol buah pare (K3) dengan kelompok glibenklamid (K4) menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p=0,175; signifikan jika p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ektrak etanol buah pare dan glibenklamid mempunyai efek yang setara dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan. Namun jika K4 dibandingkan dengan K5, didapatkan hasil p=0,047, ini menunjukkan bahwa pemberian terapi kombinasi lebih efektif dari pada pemberian terapi tunggal glibenklamid. Glibenklamid merupakan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) golongan Sulfonilurea. Obat golongan ini menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan dan meningkatkan sekresi insulin (Soegondo, 2004). Glibenklamid bekerja menstimulasi dari pelepasan insulin yang tersimpan dan meningkatkan sekresi dari insulin (Soegondo, 2004). Glibenklamid berinteraksi dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel pankreas yang menimbulkan depolarisasi membran, keadaan ini akan menyebabkan terbukanya kanal kalsium. Dengan terbukanya kanal kalsium maka ion Ca 2+ akan masuk ke dalam sel pulau Langerhans, merangsang sel-sel pankreas untuk mensekresikan insulin di dalamnya (Suherman, 2007).
4.3.4 Efek Pemberian Kombinasi Ekstrak Etanol Buah Pare dengan Glibenklamid Dari hasil uji Mann-Whitney untuk KGD terdapat perbedaan secara signifikan antara kelompok yang diinduksi aloksan (K2) dengan kelompok kombinasi ekstrak etanol buah pare dengan glibenklamid (K5) (p=0,009; signifikan jika p<0,05). Dari data ini menunjukkan bahwa pemberian kombinasi ekstrak etanol buah pare dan glibenklamid mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kadar glukosa darah puasa tikus yang diinduksi aloksan. 36
Sedangkan dari hasil uji Mann-Whitney antara kelompok ekstrak etanol buah pare (K3) dan kombinasi ekstrak etanol buah pare dan glibenklamid (K5) menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=0,047; signifikan jika p<0,05). Perbedaan yang signifikan juga dapat dilihat antara kelompok glibenklamid (K4) dengan kombinasi ekstrak etanol buah pare dan glibenklamid (K5) (p=0,047; signifikan jika p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kombinasi ekstrak etanol buah pare dengan glibenklamid lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah puasa tikus dibandingkan dengan pemberian tunggal ekstrak etanol buah pare atau glibenklamid saja. Mekanisme kedua kombinasi obat yang saling bekerja di tempat yang berlainan menyebabkan efek potensiasi yaitu kedua obat saling memperkuat khasiatnya (Syamsul dkk., 2011). Glibenklamid bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan dan meningkatkan sekresi dari insulin (Soegondo, 2004). Glibenklamid berinteraksi dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel pankreas yang menimbulkan depolarisasi membran, keadaan ini akan menyebabkan terbukanya kanal kalsium. Dengan terbukanya kanal kalsium maka ion Ca 2+ akan masuk ke dalam sel pulau Langerhans, merangsang sel-sel pankreas untuk mensekresikan insulin di dalamnya (Suherman, 2007). Pada pare terdapat polypeptide-p yang memiliki struktur serta cara kerja yang mirip dengan insulin dan sudah terbukti dapat menjadi agen hipohlikemik yang efektif (Premila, 2006). Selain itu, charantin yang terdapat pada pare mampu menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan sintesis glikogen dan juga meningkatkan uptake glukosa pada sel hati dan otot karena adanya aktivasi dari AMP-activated protein kinase (AMPK) (Bagchi & Sreejayan, 2012; Mander & Liu, 2010).
37
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dengan pemberian kombinasi ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dosis 250 mg/KgBB tikus wistar dengan glibenklamid dosis 0,45 mg/KgBB tikus wistar terbukti memiliki pengaruh yang lebih baik dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar jantan yang diinduksi aloksan jika dibandingkan dengan terapi tunggal ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dosis 250 mg/KgBB ataupun terapi tunggal glibenklamid dosis 0,45 mg/KgBB.
5.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait efek dari terapi kombinasi ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia) dengan glibenklamid. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan pengukuran glukosa darah secara serial.
38
DAFTAR PUSTAKA
AgroMedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat: 431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
American Diabetes Association. 2007. Clinical Practise Recommendation: Report of the Expert Committe on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. USA: ADA
American Diabetes Association. 2012. Position Statement: Standards of Medical Care in Diabetes 2013. Diabetes Care, 36 (1) : S67-S74. [serial on line] http://care.diabetesjournals.org/content/36/Supplement_1/S67.full.pdf. [9 Desember 2013]
Bagchi, D., & Sreejayan, N. 2012. Nutritional and Therapeutic Interventions for Diabetes and Metabolic Syndrome. Salt Lake City: Academic Press.
Balogh, Toth, Bolcshazi, Abonyi-Toth, Kocsis, and Semjen. 2008. Oral Hypoglycaemic Drugs in Alloxan-Induced Diabetes Mellitus in Dogs. Acta Vet. Brno,
Barathi, L. K., & John, K. 2013. Momordica Genus in Asia An Overview. Berlin: Springer.
Brunner, L. dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H. Kuncaa, A. Hartono, M. Ester, Y. Asih, Terjemahan). (Ed. 8) Vol 1. Jakarta: EGC
Budianto, R., Qomariah, N., dan Suhartono, E. 2003. Potensi Infus Daun Pare (Momordica charantia) sebagai Penghambat Kerusakan Protein akibat Reaksi Glikosilasi secara In Vitro. J Obat Tradisional 8: 1-5
Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia: Menguak Kekayaan Tumbuhan Obat Indonesia Volume 5. Yogyakarta: Niaga Swadaya.
Departemen Teknologi Petanian DKI Jakata. 2009. Tanaman Pare. http://www.pustakadeptan.go.id/agritek/dkij0118.pdf [12 Desember 2013].
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
39
Depkes RI. 2009. Farmakope Hebal Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Eidi, A., Eidi, M and Esmaeili, E. 2006. Antidiabetic Effect of Garlic (Allium sativum L.) in Normal and Streptozotocin-induced Diabetic Rats. Phytomedicine: International Journal of Phytotheraphy & Phytopharmacology.
Evacuasiany, E. 2005. Studi Efektivitas Antidiabetik Ekstrak Air dan Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia L) pada Mencit Diabet Aloksan. Bandung: FK UK Maranatha.
Fernandes, Lagishetty, Panda, and Naik. 2007. An experimental evaluation of the antidietetics and antilipidemic properties of a standardized Momordica charantia fruit extract. India: BMC Complementary and Alternative Medicine.
Filipponi, Gregorio, Cristallini, Ferrandina, Nicoletti, and Santeusamo. 2006. Selective Impairment of Pancreatic A Cell Suppreession by Glucoseduring Acute Alloxan-Induced Insulinopenia: In Vitro Study on Isolated Perfused Rat Pancreas. NCBI. 119(1): 408-15. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3522213 [9 Desember 2013]
Garau, C., E., C., Phoenix, D. A., dan Singh, J. 2003. Review Beneficial Effect and Mechanism of Action of Momordica Charantia in The Treatment of Diabetes Mellitus: a mini review. UK: International Journal Diabetes & Metabolism.
Girini, G. G., Ahamed, R. N., Aladakatti, R. H. 2005. Effect of Graded Doses of Momordica charantia Seed Extract on Rat Sperm: Scanning Electron Microscope Study. J Basic Clin Physiol Pharmacol 16(1): 53-66
Guyton, A. C. dan Hall, J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Hyeronimus, S. 2006. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Agro Media.
Joseph B. dan Jini, D. 2013. Antidiabetic effects of Momordica charantia (bitter melon) and its medicinal potency. Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 3 (2): 93-102. [serial on line] http://www.researchgate.net/publication/241279261_Antidiabetic_effects_ of_Momordica_charantia_(bitter_melon)_and_its_medicinal_potency/file/ 72e7e51c9200886e41.pdf [26 November 2013].
Joslin, E. P. dan Kahn, C. R. 2005. Joslins Diabetes Mellitus. Edisi 14. Boston: Lippincott Williams & Wilkins. 40
Katzung, B. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.
Lenzen, S. 2008. The Mechanism of Alloxan- and Streptozotocin-Induced Diabetes. Diabetologia, 51 (2): 216-226. [serial on line] http://download.springer.com/static/pdf/744/art%253A10.1007%252Fs001 25-007-0886- 7.pdf?auth66=1386782562_5551177eabd2b36d15718b31e473f069&ext=. pdf. [20 November 2013].
Manaf, A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mander, L. dan Liu, H. W. 2010. Comprehensive Natural Products II: Chemistry and Biology. Boston: Newnes.
Matheka, D. M., Kitua, M., dan Alkizim, F. O. 2012. Peculiar glycemic patterns in alloxan induced diabetes animal model. African Journal of Pharmacology and Therapeutics, 1 (1): 30-34.
Morgan, L. M. 2005. Nutrition and Diabetes: Pathophysiology and Management.
Murray, Bender, Botham, Kennelly, Rodwell, dan Weil. 2009. Harpers Illustrated Biochemistry. Edisi 28. New York: McGraw-Hill
Ningsih, N., Puspita, dan Amrun. 2009. Buku Petunjuk Praktikum Fitokimia. Edisi Revisi IV. Jember: Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Jember.
Nugroho, A. E. 2006. Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi & Mekanisme Aksi Diabetogenik. Jurnal Biodiversitas, 7(4): 378-382. [serial online] http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0704/D070415.pdf. [20 November 2013].
Pekthong, Blanchard, Barthelot, Richert, and Martin. 2009. Effectof Andrographis paniculata extract and Andrographolide on hepatic cytochrome P450 mRNA expression and monooxygenase activities after in vitro administration to rats and in vitro in rat and human hepatocyte cultures. Chemico-Biological Interactions. Missouri: Elsevier inc.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
41
Pitipanapong, J., Chitprasert, S., Goto, M., Jiratchariyakul, W., Sasaki, M., Shotipruk, A. 2005. New Aproach for Extraction of Charantin from Momordica charantia with Pressurized Liquid Extraction: Elsevier.
Premila, M. S. 2006. Ayurvedic Herbs: A Clinical Guide to the Healing Plants of Traditional Indian Medicine. London: Routledge.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Rajab, W. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Rohilla, A. dan Ali, S. 2012. Alloxan Induced Diabetes: Mechanism and Effects. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 3 (2): 819-823. [serial online] http://www.ijrpbsonline.com/files/59-3290.pdf. [20 November 2013].
Rozaini, N. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
Soegondo S. 2004. Prinsip Pengobatan Diabetes, Insulin dan Obat Hipoglikemik Oral. Dalam: Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Subahar, T. 2004. Khasiat & Manfaat Pare- Si Pahit Pembasmi Penyakit. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Subroto, A. 2006. Ramuan Herbal untuk Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiadi. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Suharmiati. 2003. Pengujian Bioaktivitas Anti Diabetes Mellitus Tumbuhan Obat. Cermin Dunia Kedokteran 140: 8-13.
Suherman, S. K. 2007. Insulin dan Antidiabetik Oral. Dalam: Gunawan, S. G. Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Sukandar, Elin, Andrajati, Retnosari, Sigit, Joseph, Adnyana, Ketut, Setiadi, Prayitno dan Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.
42
Suprapti, M. L. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan Aneka Olahan Beligu Labu. Yogyakarta: Kanisius.
Susilowati, R. 2012. Habbatus Saudah sebagai Amelioran Fungsi Pankreas pada Mencit Diabetes. Malang: UIN.
Syamsul, E. S., Nugroho, A. E., dan Pramono, S. 2011. Aktivitas Antidiabetes Kombinasi Ekstrak Terpurifikasi Herba Sambiloto (Andrographis paniculata (Burn.F.)NESS.) dan Metformin pada Tikus DM Tipe 2 Resisten Insulin. Majalah Obat Tradisional, 16 (3): 124-131.
Szkudelski, T. 2008. The Mechanism of Alloxane and Streptozotocin Action in B Cells of The Rat Pancreas. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11829314 [9 Desember 2013]
Tjokroprawiro, A. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes Melitus. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Walde, S. S., Dohle, C., Schott-Ohly, P. and Gleichmann, H. 2002. Molecular target structures in alloxan-induced diabetes in mice. Life Sciences. Watkins, D., Cooperstein, S. J. And Lazarow, A. 2008. Effect of Alloxane on Permeability of Pancreatic Islet Tissue In Vitro. http://ajplegacy.physiology.org/cgi/content/abstract/207/2/436 [9 Desember 2013]
Wulandari, C. 2010. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Merah (Allium ascalonicum) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Tikus Wistar dengan Hiperglikemia. Skripsi, Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Universitas Diponegoro.
43
LAMPIRAN
LAMPIRAN A. KETERANGAN PERSETUJUAN ETIK
44
45
LAMPIRAN B. PERHITUNGAN DOSIS & VOLUME SEDIAAN YANG DIBERIKAN PADA HEWAN COBA B.1 Aloksan Aloksan diberikan pada tikus kelompok perlakuan 2 (K2), kelompok perlakuan 3 (K3), kelompok perlakuan 4, kelompok perlakuan 5 (K5). Dosis aloksan yang digunakan adalah 125 mg/kgBB tikus. Kriteria berat badan tikus maksimal adalah 200 g. Maka Jumlah aloksan maksimal yang diberikan per ekor tikus = 200/1000x 125 mg= 25 mg/ tikus. Jumlah maksimal aloksan yang diperlukan = Jumlah sampel x 25 mg= 625 mg Volume maksimal larutan aloksan yang diinjeksikan = 25/1000x20= 0,5 ml, maka volume pelarut aloksan yang diperlukan = jumlah sampel x 0,5 ml = 25 x 0,5 ml = 12,5 ml. Misal : untuk BB tikus 160 g, maka volume larutan aloksan yang diinjeksikan pada tikus = 160/200 x 0,5 = 0,4 ml. B.2 Glibenklamid Glibenklamid diberikan pada tikus kelompok perlakuan 4 (K4) dan kelompok perlakuan 5 (K5). Dosis glibenklamid yang digunakan adalah 0,9 mg/200g tikus. Kriteria berat badan tikus maksimal adalah 200 g. Maka jumlah glibenklamid maksimal yang diberikan per ekor tikus = 0,9/200 x 200 = 0,9 mg/ tikus. Jumlah glibenklamid yang diperlukan selama penelitian= 0,9 mg x Jumlah tikus x Lama Perlakuan = 0,9 x 10 x 14= 126 mg. Volume maksimal larutan glibenklamid yang disondekan adalah 1 ml/ ekor tikus. Volume pelarut yang diperlukan = jumlah sampel x lama perlakuan x 1 ml = 10 x 14 x 1 = 140 ml. Misal : untuk BB tikus 160 g, maka volume larutan glibenklamid yang disondekan pada tikus = 160/200 x 1 ml = 0,8 ml B.3 Pare Pare diberikan pada tikus kelompok perlakuan 3 (K3) dan kelompok perlakuan 5 (K5). Dosis pare yang digunakan adalah 250 mg/kgBB. Kriteria berat badan maksimal tikus adalah 200 g. Maka Dosis maksimal pare yang digunakan per tikus = 200/1000 x 250 = 50 mg/tikus. Jumlah maksimal pare yang diperlukan selama penelitian = 50 x Jumlah tikus x Lama perlakuan = 50 x 10 x 14 = 700 mg. Volume maksimal larutan pare yang disondekan adalah 1 ml/ ekor tikus. Volume pelarut yang diperlukan = jumlah sampel x lama perlakuan x 1 ml = 10 x 14 x 1 = 140 ml. 46
Misal : untuk BB tikus 160 g, maka volume larutan glibenklamid yang disondekan pada tikus = 160/200 x 1 ml = 0,8 ml
47
LAMPIRAN C. HASIL PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH Kelompok No. KGD Pre KGD 1 KGD 2 Tikus (mg/dL) (mg/dL) (mg/dL) K1 1 83 74 89
Keterangan: KGD Pre : (K1) Kadar glukosa darah puasa tikus tanpa injeksi aloksan. (K2, K3, K4, K5) Kadar glukosa darah puasa tikus sebelum injeksi aloksan. KGD 1 : (K1) Kadar glukosa darah puasa tikus tanpa injeksi aloksan. (K2, K3, K4, K5) Kadar glukosa darah puasa tikus 3 hari setelah injeksi aloksan. KGD 2 : (K1) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian pakan standar. (K2) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian aquabidest + pakan standar. (K3) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian ekstrak etanol buah pare + pakan standar. (K4) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian glibenklamid + pakan standar. (K5) Kadar glukosa darah puasa tikus 14 hari setelah pemberian ekstrak etanol buah pare + glibenklamid + pakan standar.
49
LAMPIRAN D. HASIL UJI ANALISIS DATA 1. Uji Normalitas Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. DELTA Normal .181 5 .200 * .940 5 .665 Aloksan .297 5 .173 .888 5 .347 Glibenklamid .311 5 .128 .837 5 .156 Pare .246 5 .200 * .942 5 .684 Kombinasi .222 5 .200 * .880 5 .308
50
2. Uji Homogenitas Data Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 Sig. KGDPre 4.577 4 20 .009 KGD1 1.562 4 20 .223 KGD2 20.171 4 20 .000 DELTA 9.064 4 20 .000
51
3. Uji Kruskal-Wallis Test Statistics a,b
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Chi-Square 1.043 18.504 22.081 20.122 df 4 4 4 4 Asymp. Sig. .903 .001 .000 .000 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok
52
4. Uji Mann-Whitney a. Kelompok K1 dan K2 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Normal 5 5.50 27.50 Aloksan 5 5.50 27.50 Total 10
KGD1 Normal 5 3.00 15.00 Aloksan 5 8.00 40.00 Total 10
KGD2 Normal 5 3.00 15.00 Aloksan 5 8.00 40.00 Total 10
DELTA Normal 5 3.30 16.50 Aloksan 5 7.70 38.50 Total 10
Test Statistics a
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 12.500 .000 .000 1.500 Wilcoxon W 27.500 15.000 15.000 16.500 Z .000 -2.611 -2.611 -2.305 Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .009 .009 .021 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000 b .008 b .008 b .016 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
53
b. Kelompok K1 dan K3 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Normal 5 5.60 28.00 Glibenklamid 5 5.40 27.00 Total 10
KGD1 Normal 5 3.00 15.00 Glibenklamid 5 8.00 40.00 Total 10
KGD2 Normal 5 3.00 15.00 Glibenklamid 5 8.00 40.00 Total 10
DELTA Normal 5 3.00 15.00 Glibenklamid 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics a
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 12.000 .000 .000 .000 Wilcoxon W 27.000 15.000 15.000 15.000 Z -.104 -2.611 -2.611 -2.611 Asymp. Sig. (2-tailed) .917 .009 .009 .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000 b .008 b .008 b .008 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
54
c. Kelompok K1 dan K4 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Normal 5 6.10 30.50 Pare 5 4.90 24.50 Total 10
KGD1 Normal 5 3.00 15.00 Pare 5 8.00 40.00 Total 10
KGD2 Normal 5 3.00 15.00 Pare 5 8.00 40.00 Total 10
DELTA Normal 5 3.00 15.00 Pare 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics a
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 9.500 .000 .000 .000 Wilcoxon W 24.500 15.000 15.000 15.000 Z -.631 -2.611 -2.611 -2.611 Asymp. Sig. (2-tailed) .528 .009 .009 .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548 b .008 b .008 b .008 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
55
d. Kelompok K1 dan K5 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Normal 5 4.50 22.50 Kombinasi 5 6.50 32.50 Total 10
KGD1 Normal 5 3.00 15.00 Kombinasi 5 8.00 40.00 Total 10
KGD2 Normal 5 3.00 15.00 Kombinasi 5 8.00 40.00 Total 10
DELTA Normal 5 3.00 15.00 Kombinasi 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics a
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 7.500 .000 .000 .000 Wilcoxon W 22.500 15.000 15.000 15.000 Z -1.048 -2.611 -2.611 -2.619 Asymp. Sig. (2-tailed) .295 .009 .009 .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310 b .008 b .008 b .008 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
56
e. Kelompok K2 dan K3 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Aloksan 5 5.80 29.00 Glibenklamid 5 5.20 26.00 Total 10
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 11.000 10.500 .000 .000 Wilcoxon W 26.000 25.500 15.000 15.000 Z -.313 -.419 -2.611 -2.611 Asymp. Sig. (2-tailed) .754 .675 .009 .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841 b .690 b .008 b .008 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
57
f. Kelompok K2 dan K4 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Aloksan 5 5.80 29.00 Pare 5 5.20 26.00 Total 10
KGD1 Aloksan 5 5.60 28.00 Pare 5 5.40 27.00 Total 10
KGD2 Aloksan 5 8.00 40.00 Pare 5 3.00 15.00 Total 10
DELTA Aloksan 5 3.00 15.00 Pare 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statistics a
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 11.000 12.000 .000 .000 Wilcoxon W 26.000 27.000 15.000 15.000 Z -.317 -.104 -2.611 -2.611 Asymp. Sig. (2-tailed) .751 .917 .009 .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841 b 1.000 b .008 b .008 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
58
g. Kelompok K2 dan K5 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Aloksan 5 5.30 26.50 Kombinasi 5 5.70 28.50 Total 10
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 11.500 8.500 .000 .000 Wilcoxon W 26.500 23.500 15.000 15.000 Z -.210 -.838 -2.611 -2.619 Asymp. Sig. (2-tailed) .834 .402 .009 .009 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841 b .421 b .008 b .008 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
59
h. Kelompok K3 dan K4 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Glibenklamid 5 5.60 28.00 Pare 5 5.40 27.00 Total 10
KGD1 Glibenklamid 5 5.60 28.00 Pare 5 5.40 27.00 Total 10
KGD2 Glibenklamid 5 4.60 23.00 Pare 5 6.40 32.00 Total 10
DELTA Glibenklamid 5 6.80 34.00 Pare 5 4.20 21.00 Total 10
Test Statistics a
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 12.000 12.000 8.000 6.000 Wilcoxon W 27.000 27.000 23.000 21.000 Z -.105 -.104 -.940 -1.358 Asymp. Sig. (2-tailed) .917 .917 .347 .175 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000 b 1.000 b .421 b .222 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
60
i. Kelompok K3 dan K5 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Glibenklamid 5 5.00 25.00 Kombinasi 5 6.00 30.00 Total 10
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 10.000 6.000 4.500 3.000 Wilcoxon W 25.000 21.000 19.500 18.000 Z -.522 -1.358 -1.676 -1.991 Asymp. Sig. (2-tailed) .602 .175 .094 .047 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .690 b .222 b .095 b .056 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.
61
j. Kelompok K4 dan K5 Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks KGDPre Pare 5 4.60 23.00 Kombinasi 5 6.40 32.00 Total 10
KGD1 Pare 5 4.40 22.00 Kombinasi 5 6.60 33.00 Total 10
KGD2 Pare 5 8.00 40.00 Kombinasi 5 3.00 15.00 Total 10
DELTA Pare 5 3.60 18.00 Kombinasi 5 7.40 37.00 Total 10
Test Statistics a
KGDPre KGD1 KGD2 DELTA Mann-Whitney U 8.000 7.000 .000 3.000 Wilcoxon W 23.000 22.000 15.000 18.000 Z -.943 -1.149 -2.611 -1.991 Asymp. Sig. (2-tailed) .346 .251 .009 .047 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .421 b .310 b .008 b .056 b
a. Grouping Variable: Kelompok b. Not corrected for ties.