,
z
), (
,
r
) dan (
r
,
z
) yang menyebabkan terjadinya
perbedaan yang besar pada stress. Shear stress tersebut akan
membantu proses fracturing yang disebabkan oleh axial stress
yang dalam kondisi tensile. Gambar 2b. menjelaskan proses
terjadinya fracturing pada sumur dalam, dimana akan
menghasilkan vertical fracture. Disini radial dan axial stress
dalam kondisi compressive dan tangential stress dalam kondisi
tensile. Pada umumnya pada kedua kasus tersebut, pecahan
batuan akan lepas dari dinding lubang bor. Gambar 2c.
menjelaskan proses collapse pada lubang bor. Dimana axial
dan tangential effective stress dalam kondisi compressive
ketika radial effective stress menjadi tensile. Dalam kondisi
tersebut pengaruh adanya radial stress membantu shear stress
untuk melepaskan pecahan batuan dari dinding lubang bor.
Ketika tekanan hidrostatik lubang bor lebih kecil dari tekanan
formasi, aliran fluida formasi ke lubang bor akan mendorong
pecahan batuan yang lepas kedalam lubang bor.
Von Misses Yield
Penyebab terjadinya ketidakstabilan lubang bor seperti
dijelaskan di atas adalah adanya kondisi shear dan tensile
stress. Pertama-tama akan dijelaskan mengenai kondisi shear
(compressive) stress. Terdapat banyak teori mengenai kondisi
shear stress tetapi belum terdapat teori yang mewakili untuk
semua material. Sehingga perbedaan teori yang diterapkan
akan menghasilkan perbedaan hasil pada material yang sama.
Salah satu dari teori yang menjelaskan ketidakstabilan lubang
bor adalah hipotesis dari Mohr's. Dalam hipotesis Mohr's nilai
realtif yang terbesar dan terkecil dari principal stress yang
menyebabkan ketidakstabilan. Untuk intermediate principal
stress telah dikembangkan secara luas dengan teori von Mises
yield. Semua dari tiga principal stress dibuat dalam suatu
persamaan. Dimana persamaan ketidakstabilan adalah sebagai
berikut :
( ) ( ) ( )
+ + =
1 3 3 2 2 1
6
1 2 2 2
2 / 1
2 J
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau Syaiful Kurniawan
IATMI 2001-32
( ) Po Po S + =
3 2 1
3
1
. (1)
Dimana :
J
2
1/2
adalah Von Mises shear stress (compressive), psi/ft.
S - Po adalah effective normal stress (tensile), psi/ft.
Dengan menggunakan persamaan (1) dapat menjelaskan
fenomena stress disekitar lubang bor.
Persamaan (2) menjelaskan transformasi dari in-situ stress
terhadap arah dari lubang bor.
{ }
sin cos sin cos
2 2 2
2
2
1 o T T x
+ + =
{ }
cos
sin
2
2
2
1 T T y
+ =
{ }
cos
sin sin cos
2
2 2
2
2
1 o T T zz
+ + =
{ } ( )
sin sin
2 5 . 0
1 2 o T T yz
=
{ } ( )
2 5 . 0
sin sin cos
2
2
2
1 o T T xz
+ =
{ } ( )
cos
sin
2 5 . 0
1 2 T T xy
=
.(2)
Persamaan (3) menghitung stress di dinding lubang bor.
P W r
=
{ } { } ( ) ( )
2 4 2 2
sin cos xy y x W y x P
+ =
{ } ( ) ( )
2 4 2 2
sin cos xy y x zz z
=
0 = =
rz r
( )
cos sin
2
yz xz z
+ =
.(3)
Principal stress dapat dihitung dalam persamaan (4).
PW
r
=
=
1
{ } ( ) { }
2 / 1
2
2
3 . 2
4 2 / 1 2 / 1
z z
z
+ + =
..(4)
Beberapa kesimpulan dengan menggunakan metode Von
Mises Yield Criterion :
Untuk range yang normal pada in-situ stresses dan tekanan
fluida yang menahan batuan ketika dibor, bahwa tekanan
hidrostatik lubang bor yang terlalu rendah atau terlalu tinggi
akan menyebabkan ketidakstabilan shear stresses dengan
bertambahnya kedalaman.
Kenaikkan in-situ stresses dengan bertambahnya kedalaman
tidak begitu berpengaruh terhadap shear stress. Ini berarti
bahwa lubang bor tidak begitu sensitif terhadap ketidakstabilan
dengan bertambahnya kedalaman.
Lubang bor tidak sensitif terhadap perubahan inklinasi karena
pengaruh dari ketidakstabilan/kerusakan shear, jika
menggunakan metode Von Mises Yield.
Bahwa kesimpulan tersebut tidak menjangkau ketika
pertimbangan mengenai batuan dengan directional strength
seperti batuan shale.
Mohr-Coulomb Share-faluire Model
Mohr-Coulomb Shear-Failure Model menjelaskan mengenai
collapse pada lubang bor dengan mengabaikan intermediate
principal stress. Yaitu dengan persamaan :
tan
1
+ =
o
. (5)
Model tersebut mengasumsikan bahwa total shearing
resistance pada material isotropik adalah jumlah dari frictional
resistance dengan kesatuan strength,
o
.
1
adalah efective
normal stress pada bidang ketidakstabilan dan tan adalah
koefisien dari internal friction. Komponen shear dan effective
normal stress dari aksi stress pada sebuah bidang inklinasi
dengan sudut sebesar dan arah dari maximum principal stress
adalah :
( ) ( )
Po
+ =
sin 3 1 3 1
1
2
1
2
1
(6)
( )
cos 3 1
2
1
=
... (7)
Pendekatan tersebut didasarkan pada dua kurva Mohr-
Coulomb , kurva satu diaplikasikan untuk material dan kurva
yang lain menggambarkan ketidakstabilan pada bidang yang
lemah.
Stress yang sama dengan horizontal in-situ stress adalah selalu
pada arah y-aksis ( = 90
0
). In-situ stress adalah sama untuk
lubang vertikal, stress sepanjang aksis x akan berangsur-angsur
naik ke arah besarnya overburden ketika lubang bor menuju ke
arah posisi horizontal.
Gambar-3. Memperlihatkan dua elemen pada dinding lubang
bor yang menyebabkan terjadinya collapse. Tangential stress
adalah nilai yang terbesar dari axial stress dan radial stress
(tekanan lubang bor). Pada bahasan ini adalah dengan
horizontal in-situ stress yang sama, dan lubang bor akan rusak
pada kasus B, Gambar 3.
Pada data coreplugs test, bidang perlapisan pada sudut
dipertimbangkan dalam aplikasi axial stress. Untuk kasus B
pada Gambar 3. , sudut diasumsikan sama dengan sudut
inklinasi dari lubang bor.
Pada kasus tectonic stress dimana satu dari horizontal in-situ
stress adalah lebih besar dari yang lain. Jika stress tersebut
pada arah y, lubang bor akan collapse seperti pada kasus A
Gambar 3. Point yang paling menarik disini bahwa hanya satu
kurva yang menunjukkan rusaknya lubang bor dan
diaplikasikan untuk semua sudut inklinasi lubang bor dimana
bidang lemahnya batuan hanya terjadi pada sudut inklinasi
tertentu (Gambar 3).
Fracture Gradient
Dalam penentuan besarnya fracture gradient pada lubang bor
dengan inklinasi tertentu, diasumsikan bahwa formasi batuan
mempunyai properties yang sama. Pore pressure (tekanan
formasi) diperoleh dari data pemboran dengan metode d-
exponent. Sedangkan tekanan overburden didapat dari hasil
pengukuran density log. Pada persamaan (2) dan (3) horizontal
in-situ stress diasumsikan sama besarnya. Sehingga besarnya
fracture gradient pada variasi sudut inklinasi lubang bor dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan, di bawah :
. (8).
4. PEMBAHASAN DAN EVALUASI PROBLEM
MECHANICAL STABILITY SHALE PADA
PEMBORAN HORIZONTAL P-385
Problem kestabilan lubang bor pada saat menembus lapisan
overpressured shale dengan sudut inklinasi tinggi (58 s/d 85)
P P o x y wfrac
=
3
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau Syaiful Kurniawan
IATMI 2001-32
deg pada pemboran sumur horizontal P-385 pada awalnya
diduga dari proeperties lumpur. Keyakinan bukan hal tersebut
penyebab problem karena menggunakan Oil base Mud yang
mempunyai properties sangat stabil dengan filtrat yang
dihasilkan adalah diesel oil yang bersifat inert dan nilai OWR
= 80/20, salinitas > 200,000 ppm.
Untuk menjawab permasalahan problem pada pemboran
horizontal sumur P-385 seperti penjelasan diatas merupakan
problem ketidakstabilan mekanik dari lapisan overpressured
shale dengan ketebalan 35 m.
Perhitungan dengan persamaan (1) s/d (8) pada kedlaman 790
m dengan menggunakan assumsi : properties batuan adalah
isotropis, in-situ horizontal stress gradient (
T1
,
T2
)
mempunyai harga sama (0.85 psi/ft), Poissons Ratio = 0.2
1)
,
= 45 deg dan = 90 deg. Harga pore pressure formation (Po) =
1448 psi (pada Gambar-4. dan 5.), overburden pressure (
o
=
2464 psi) (pada Gambar-6), fracturing gradient untuk sumur
vertikal (P
o
w-frac = 0.80 psi/ft) (dari data Leak off Test) dan
hydrostatic pressure (Pw) = 1336 psi (hydrostatic pressure
pada saat menembut formasi).
Hasil perhitungan dan korelasi tersebut diatas dapat dilihat
pada Gambar-7. didapat suatu range mud weight tertentu
dengan kenaikan sudut inklinasi lubang bor pada kedalaman
790 m. Dari gambar tersebut dijelaskan bahwa untuk
kedalaman 790 m semakin besar nilai sudut inklinasi nilai
fracture gradient batuan akan turun (ditunjukkan pada fracture
line). Dan sebaliknya nilai collapse gradient dari batuan akan
naik (ditunjukkan pada collapse line). Sehingga pemilihan mud
weight pada kedalaman dan inklinasi tertentu dapat diketahui.
Pada kedalaman 790 m dengan sudut inklinasi diatas 58 deg
mud weight yang digunakan harus pada range (1.3 1.4) SG.
Apabila mud weight dibawah collapse line akan menyebabkan
ketidakstabilan lubang (collapse), seperti : bridging, pack-off
dan pipa terjepit. Dan jika mud weight berada diatas fracture
line akan menyebabkan ketidakstabilan lubang (fracture),
seperti : tidak ada return pada saat sirkulasi, loss circulaiton.
Kondisi tersebut merupakan penjelasan pada problem
mekanika batuan pada saat menembus overpressured shale
dengan ketebalan 35 m dan sudut inklinasi (58 s/d 85) deg di
pemboran horizontal sumur P-385. Gejala problem seperti
tersebut diatas terjadi pada saat bor lubang pertama. Usaha
yang dilakukan sebelum mengetahui mekanisme ini yaitu
dengan mencoba-coba besarnya mud weight. Dengan usaha
tersebut justru akan membantu batuan semakin tidak stabil
(prinsipel stress batuan menjadi berubah). Persamaan dan
korelasi diatas tidak berlaku lagi untuk kondisi ini. Sehingga
harus dilakukan sidetrack dengan mud weight = 1.38 SG, dan
berhasil menembus formasi overpressured shale setebal 35 m.
Dan dari hasil perhitungan dan korelasi diatas besarnya mud
weight tersebut berada pada range yang aman. Penyelesaian
persamaan dan korelasi tersebut diatas masih belum sempurna
dikarenakan keterbatasan data sumur sehingga diharuskan
menggunakan asumsi-asumsi.
5. KESIMPULAN
1. Kenaikkan sudut inklinasi pada kedalaman tertentu nilai
fracture gradient akan turun.
2. Kenaikkan sudut inklinasi pada kedalaman tertentu nilai
collapse gradient akan naik.
3. Range mud weight pada pemboran sumur horizontal P-
385 di kedalaman 790 m dan sudut inklinasi diatas 58 deg
adalah 1.3 s/d 1.4 SG.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak TM. Syaifullah, selaku General Manager
PERTAMINA DO Hulu Rantau.
2. Bapak Eddy Frits Dominggus, selaku Manager Asset I
PERTAMINA DO Hulu Rantau.
3. Dewi, isteri penulis dengan motivasinya sehingga paper
ini selesai.
DAFTAR PUSTAKA
1. B.S. Aadnoy, Rogaland U., dan M. E.Chenevert, U.
Stability of Highly Inclined Boreholes, SPE/IADC pp.
16052.
2. Bradley, W. B., Failure of Inclined Boreholes, J.
Energy Resources Technology, Trans. ASME, Vol.101,
December 1979, 232-239.
PENAMAAN SIMBOL
o
= Overburden stress gradient (psi/ft.
T1
,
T2
= Horizontal in-situ stress gradient (psi/ft).
x
,
y
,
zz
= Normal stress gradient (psi/ft).
xy
,
xz
,
yz
= Shear stress gradient (psi/ft).
1
,
2
,
3
= Principal stress gradient (psi/ft).
= Poissons Ratio.
= Borehole orientation atau azimuth (deg).
= Borehole deviation (deg).
= Sudut antara beban axial dengan perlapisan
batuan (deg).
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau Syaiful Kurniawan
IATMI 2001-32
Gambar-1
Macam-macam Problem Lubang Bor
Gambar-2
Karakteristik Ketidakstabilan Lubang Bor
Gambar-3
Assumsi Data Core Plug pada Lubang Bor
Gambar-4
D-Exponent Sumur P-385
Over pressured Shale Problem pada Pemboran Horisontal Sumur RTN-HZ4/P-385 PERTAMINA DOH Rantau Syaiful Kurniawan
IATMI 2001-32
Gambar-5
Pore Pressure Sumur P-385
Gambar-6
Shale Density Sumur P-385
Gambar-7
Range Mud Weight Yang Aman pada Kenaikan
Inklinasi pada Kedalaman 790 m di Sumur P-385