Anda di halaman 1dari 36

MODUL 1 DEMAM

Skenario
Seorang laki-laki berumur 22 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan demam selama seminggu,
selera makan kurang dan disertai sakit kepala. Sepuluh hari yang lalu penderita baru datang dari Papua.

Kata kunci
Laki-laki 22 tahun
Demam selama seminggu
Selera makan kurang
Sakit kepala
Sepuluh hari yang lalu penderita baru datang dari Papua

Pertanyaan
1. Definisi demam dan pembagiaannya!
2. Kriteria kurve suhu demam remitten, demam intermitten, demam kontinyu, demam tertian, demam
kuartana, septic, hektik, demam balik-balik!
3. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan demam pada daerah tropis dan etiologinya!
4. Patomekanisme setiap gejala pada scenario!
5. Langkah-langkah diagnose!
6. Differential diagnostic!
7. Hubungan gejala dengan baru pulang dari Papua sepuluh hari yang lalu!

Jawaban
1. a. Defenisi demam
Demam diartikan suatu keadaan dimana suhu tubuh di atas normal 98,6 F atau 37,3

C.

b. Pembagian demam
Menurut derajatnya :
1.Subfebril : 37,3-38C
2.Febril : 38-40C
3.Hipertermi : > 41,1C
4.Hipertermi maligna : 39-42C

Menurut Jenisnya:
1. Demam septik
2. Demam remiten
3. Demam intermiten
4. Demam kontinyu
5. Demam siklik

2. Kriteria kurve suhu demam remitten, demam intermitten, demam kontinyu, demam tertiana, demam
kuartana, septic, hektik, demam balik-balik
a. Demam Remitten
Suhu badan dapat turun setiap hari, akan tetapi tidak dapat mencapai suhu badan normal. Biasanya pada
TB, infeksi bakteri dan virus.
b. Demam Intermitten
Pada tipe ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Misalnya
pada malaria.
c. Demam Kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak lebih beda dari I derajat.
d. Demam Tertiana
Demam 48 jam yaitu hari pertama dan ke tiga.
e. Demam Kuartana
Hari pertama demam, hari ke dua tidak demam kemudian hari ke tiga demam.
f. Demam Septik
Pada keadaan ini, suhu badan berangsur naik ke tinggkat yng tinggi sekali pada malam hari dan turun
kembali ke tingkat yang normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat.
g. Demam Hektik
h. Demam Balik-Balik
Demam timbul kembali secara interval/regular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama.
3. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan demam pada daerah tropis dan etiologinya
a. DBD
b. Demam kuning
c. Influenza
d. Sars
e. Tifoid
f. Leptospirosis
g. malaria
h. Diare akut
i. HIV/AIDS

4. Patomekanisme setiap gejala pada skenario
a. Patomekanisme demam
Proses perubahan suhu yang terjadi saat dubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat
toksin yang masuk kedalam tubuh, umumnya keadaan sakit terjadi karna adanya proses peradangan
didalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh, proses peradangan diawali dengan
masuknya zat toksin (mikroorganisme) kedalam tubuh, mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh
umumnya memiliki zat toksin yang dikenal sebagai pirogen eksogen, dengan masuknya mikroorganisme
tersebut tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan
tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag dan limfosit untuk memakanya(fagosi). Dengan adanya
proses fagositosis ini tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal
sebagai pirogen endogen (khususnya il 1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang
keluar selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan substansi yakni
asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam
arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan memacu pengeluaran prostaglandin. Pengeluaran
prostaglandin dibantu oleh enzim siklooksigenase. Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja
dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu
tubuh(diatas normal), adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh merasa bahwa
suhu tubuh sedang berada dibawah batas normal.dan terjadilah demam.


b. Patomekanisme nafsu makan kurang
IL
1
-IL
8
,TNF, serotonin

aktifasi monosit makrofag
infeksi


Nukleus lateralis hipotalami
anoreksia





c. Patomekanisme sakit kepala
histamin
aktifasi monosit makrofag
infeksi


Gangguan tekanan intracranial
Vasodilatasi, permeabilitas




5. Langkah-langkah diagnose
a. Anamnesis
- Sejak kapan
- Berapa lama
- Sifat demam
- Gejala lain yang menyertai
- Riwayat yang endemis
- Keadaan lingkungan dan tempat tinggal
- Riwayat penyakit sebelumnya

b. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Mata : pucat, kemerahan
Kulit : bintik kemerahan,keringat
Ekspresi : malaise, tampak gelisah
- Palpasi
Suhu, nadi, nyeri tekan
- Perkusi
Pembesaran organ
- Auskultasi
Pernapasan, gerakan peristaltic

c. Pemeriksaan penunjang
- Darah / hematologi
Darah rutin: morfologi, jumlah apusan darah
- Mikrobiologi
- Parasitologi
- Serologi
- Radiologi

6. Differential diagnostic
Kata kunci Malaria Tifoid DBD
Laki-laki, 22 tahun + + +
Demam selama seminngu + + +
Selera makan kurang + + +
Sait kepala + + +
Sepuluh hari yang lalu penderita baru pulang dari papua + +/- +/-

a. Malaria
Definisi Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang
termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp. Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki endemisitas tinggi.
Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada selama lebih dari 4.000
tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai
penyebab utama berkurangnya penduduk kota. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi
baru ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse Laxeran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada
tahun 1883 Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini lebih mudah dipelajari.
Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan
kemudian pada tahun 1900 oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular
malaria.
Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua peneliti Italia yang
pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium vivax dan
Plasmodium malariae. Pada tahun 1897 seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama
parasit penyebab malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson
Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale.
Penyakit malaria hingga kini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat dunia
yang utama. Malaria menyebar di berbagai negara, terutama di kawasan Asia, Afrika,dan Amerika Latin.
Di berbagai negara, malaria bukan hanya permasalahan kesehatan semata. Malaria telah menjadi masalah
sosial-ekonomi, seperti kerugian ekonomi, kemiskinan dan keterbelakangan.

Agent Penyakit Malaria
Agent penyakit malaria adalah genus plasmodia, family plasmodiidae, dan order Coccidiidae.
Ada empat jenis parasit malaria, yaitu:
a. Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falciparum atau malaria tertiana yang maligna (ganas) atau dikenal dengan nama
lain sebagai malaria tropika yang menyebabkan demam setiap hari.
b. P. Vivax
Menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana benigna (jinak).
c. P. malariae
Menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae.
d. P. Ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat, menyebabkan malaria
ovale.

Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian
disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran
antara P. falciparum dengan P. vivax atau P. malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit
sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi
angka penularannya.
Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan munculnya gejala klinis sekitar 7-
14 hari untuk P. falciparum, 8-14 hari untukP. vivax dan P. ovale, dan 7-30 hari untuk P. malariae. Masa
inkubasi ini dapat memanjang antara 8-10 bulan terutama pada beberapa strain P. vivax di daerah tropis.
Pada infeksi melalui transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan
biasanya singkat tetapi mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian
profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.
P. falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang paling berbahaya
dibandingkan dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan
P. ovale. Saat ini, P. falciparum merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak
diteliti. Hal tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka kesakitan dan kematian pada manusia.

Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada umumnya
melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama
lain, dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat ,yaitu
malaria dengan komplikasi gagal organ (malaria berat), malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling
ringan, yaitu infeksi asimtomatik.
Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain
usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain
itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang rasional yang
dapat mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis malaria
sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria
atau yang Annual Parasite Incidence nya rendah.

Gejala Malaria
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval
tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam.Gejala klinis
malaria antara lain sebagai berikut.
a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat.
b. Nafsu makan menurun.
c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah.
d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum.
e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa.
f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan.
g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret
(diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari
daerah malaria.

Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
a. Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: stadium kedinginan, stadium panas, dan stadium
berkeringat
b. Splenomegali (pembengkakan limpa)
c. Anemi yang disertai malaise

Serangan malaria biasanya berlangsung selama 6-10 jam dan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:
A. Stadium dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak dan penderita
biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia nadi cepat tetapi
lemah. Bibir dan jari jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah
dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

B. Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering
dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi.
Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41C atau lebih. Stadium
ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang
dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada P. vivax dan P. ovale skizon-skizon dari setiap
generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap tiga hari terhitung dari
serangan demam sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini. Pada P. malaria,
fenomena tersebut 72 jam sehingga disebut malaria P. vivax/P. ovale, hanya interval demamnya tidak
jelas. Serangan demam diikuti oleh periode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan
parasit dan tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.

C. Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu
badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat
tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini
berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies
parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang
disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk
trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal
sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. Gejala berupa
koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh
jenis malaria ini. Kadangkadang gejalanya mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan
gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi
merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang
warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita
infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.
Secara klasik demam terjadi setiap dua hari untuk parasit tertiana (P. falciparum, P. vivax, dan P.
ovale) dan setiap tiga hari untuk parasit quartan (P. malariae). CDC (2004) dalam Sembel (2009)
mengemukakan bahwa karakteristik parasit malaria dapat mempengaruhi adanya malaria dan dampaknya
terhadap populasi manusia. P. falciparum lebih menonjol di Afrika bagian selatan Sahara dengan jumlah
penderita yang lebih banyak, demikian juga yang meninggal dibandingkan dengan daerah-daerah tempat
parasit yang lain lebih menonjol. P. vivax dan P. ovale memiliki tingkatan hynozoites yang dapat tetap
dorman dalam sel hati untuk jangka waktu tertentu (bulan atau tahun) sebelum direaktivasi dan
menginvasi darah. P. falciparum dan P. vivax kemungkinan mampu mengembangkan ketahanannya
terhadap obat antimalaria.

Penularan Malaria
Malaria ditularkan ke penderita dengan masuknya sporozoit plasmodium melalui gigitan nyamuk
betina Anopheles yang spesiesnya dapat berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Terdapat lebih
dari 15 spesies nyamuk Anopheles yang dilaporkan merupakan vektor malaria di Indonesia. Penularan
malaria dapat juga terjadi dengan masuknya parasit bentuk aseksual (tropozoit) melalui transfusi darah,
suntikan atau melalui plasenta (malaria congenital).
Dikenal adanya berbagai cara penularan malaria:
A. Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang infektif. Nyamuk menggigit
orang sakit malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita malaria. Di dalam tubuh
nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak, kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka
melalui gigitan tersebut parasit ditularkan ke orang lain.

B. Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Disebabkan adanya kelainan
pada sawar plasenta sehingga tidak ada penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik
banyak terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril.
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium) burung dara (P.Relection) dan
monyet (P.Knowlesi).

Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria
baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh
penyakit malaria, belum diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium yang
biasanya menyerang manusia.
Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale semuanya
ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles
sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.

Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah sebagai berikut:
i. Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di wilayah pantai adalah An.
subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah An.
farauti.
ii. Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang
berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An. barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus
dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer.
Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis.
iii. Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan An. leucosphyrus, An.
balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.
iv. Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus dan An. subpictus
dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus.

Epidemiologi Penyakit Malaria
1. Distribusi Frekuensi Malaria

a. Orang
Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh karena penyakit ini endemik
di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di luar Jawa dan Bali. Epidemi malaria seringkali
dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka kematian yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5
tahun dibanding orang dewasa.
Penelitian Yulius (2007) dengan desain case series di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau tahun 2005-
2006 terdapat 384 penderita malaria, 243 orang (63,3%) laki-laki dan 141 orang (36,7%) perempuan,
kelompok umur 5-14 tahun 23 orang (6%), 15-44 tahun 326 orang (84,9%), dan >45 tahun 35 orang
(9,1%).
Penelitian Yoga dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006) tahun 1999 di Kabupaten Jepara Jawa Tengah,
diperoleh bahwa dari 145 kasus malaria yang diteliti, 44% berasal dari pekerjaan petani serta tidak
ditemukan pada PNS/TNI/POLRI.
Penelitian Sunarsih, dkk tahun 2004-2007 dengan desain kasus kontrol, kasus malaria di wilayah
Puskesmas Pangkalbalam Kota Pangkalpinang banyak diderita responden berumur 21-25 tahun (17,6%),
umur 36-40 tahun (14,7%). Namun secara keseluruhan fenomena tersebut menunjukkan bahwa penyakit
malaria menyerang hampir seluruh kelompok umur, 80 orang mempunyai jenis kelamin laki-laki (58,8%),
perempuan 41,2% (56 orang).

b. Tempat
Batas dari penyebaran malaria adalah 64LU (Rusia) dan 32LS (Argentina). Ketinggian yang
dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati dan Kenya) dan 2600 meter di atas
permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari
daerah beriklim dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.
Malaria di suatu daerah dikatakan endemik apabila kesakitannya yang disebabkan oleh infeksi
alamiah, kurang lebih konstan selama beberapa tahun berturut-turut. Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR),
yaitu persentase penduduk yang limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada
kelompok umur2-9 tahun, suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat endemisitas:
i. Hipoendemik SR < 10%
ii. Mesoendemik SR 11-50%
iii. Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa tinggi > 25 %)
iv. Holoendemik SR >75 % (SR dewasa rendah).

Berdasarkan AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi :
i. Low Malaria Incidence, AMI < 10 kasus per 1.000 penduduk
ii. Medium, AMI 10-50 kasus per 1.000 penduduk
iii. High, AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk

Penelitian Ahmadi, dkk tahun 2008 di di Desa Lubuk Nipis Kecamatan Tanjung Agung
Kabupaten Muara Enim, terlihat bahwa dari 54 responden, yang positif malaria terdapat 53 (98,1 %)
responden yang mempunyai tempat tinggal dengan jarak kurang dari 200 m dari hutan/kebun/semak-
semak/sawah dan 1 (1,9 %) responden yang mempunyai tempat tinggal yang berjarak lebih dari 200 m.
Digunakan jarak 200 m adalah karena 200 m adalah jarak terbang maksimum nyamuk.

d. Waktu
Menurut data Profil Dinkes Sumut dalam Sarumpaet dan Tarigan (2006), di Propinsi Sumatera
Utara terjadi kasus malaria klinis rata-rata 82.405 per tahun (selama tahun 1996-2000). Penyakit malaria
sampai saat ini menduduki rangking ke-7 dari 10 penyakit terbesar di Propinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan data laporan bulanan malaria, kejadian malaria di Kawasan Ekosistem Leuser berdasarkan
Annual Malaria Incidence (AMI) terjadi peningkatan malaria, yaitu dari 12,8 tahun 2003 meningkat
menjadi 14,3 tahun 2004 dan 25,4 tahun 2005.

2. Determinan Malaria
Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : Host (umumnya manusia), Agent (penyebab
penyakit) dan Environment (lingkungan).
a. Faktor Host
Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni manusia sebagai host intermediate
(dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan nyamuk anopheles betina sebagai host definitive (tempat
siklus seksual parasit berlangsung).
1. Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Setiap orang
rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau
daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah
endemis dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada manusia ialah:
a. Kekebalan / Imunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia
untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam
kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa
memerlukan infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai
akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui pemindahan
antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit.
Penelitian Karunaweera dkk tahun 1998 di Srilanka, penderita malaria di daerah endemis
memiliki densitas parasit yang lebih rendah (mean=0,06%) daripada yang tidak di daerah endemis
(mean=0.12%).
Faktor imunitas berperan penting menentukan beratnya infeksi. Hal tersebut dibuktikan pada
penduduk di daerah endemis. Pada penduduk di daerah endemis ditemukan parasitemia berat namun
asimtomatik, sebaliknya pasien non-imun dari daerah non-endemis lebih mudah mengalami malaria berat.
Hal ini mungkin dikarenakan pada individu di daerah endemis imun sudah terbentuk antibody protektif
yang dapat membunuh parasit atau menetralkan toksin parasit.

b. Umur dan Jenis Kelamin
Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada berbagai kelompok umur
sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi
penduduk, kekebalan dan lain-lain.
Penelitian Askling, dkk tahun 1997-2003 di Swedia dengan desain penelitian kasus kontrol
menunjukkan bahwa wisatawan penderita malaria kemungkinan 1,7 dan 4,8 kali adalah pria dan anak-
anak umur <1-6 tahun dibandingkan dengan wisatawan yang tidak menderita malaria dengan nilai OR 1,7
(95% CI:1,32,3) dan OR 4,8 (95% CI:1,514,8).

c. Status Gizi
Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho dalam Harijanto, dkk
(2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak malnutrisi.
Penelitian Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitan kohort, diketahui bahwa
insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada anak-anak yang menderita defisiensi zat besi
dengan Relative Risk (RR) 0,7 (95% CI:0,510,99). Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid
(PABA) mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat, karena menghambat pertumbuhan
parasit.
Penelitian dengan desain kasus kontrol oleh Siswanto dan Sidia di RSU Sumbawa tahun 1997
tentang gambaran klinik penderita malaria yang dirawat di bagian anak RSU Sumbawa, dari 106
penderita, 66% termasuk kategori gizi baik. Dari 24 penderita malaria berat, 70,8% termasuk gizi baik,
25,0% gizi kurang dan 4,2% termasuk gizi buruk.

2. Nyamuk (Host Definitive)
Penelitian Friaraiyatini, dkk tahun 2005, spesies nyamuk yang diidentifikasi berperan dalam
penularan malaria di Kabupaten Barito Selatan adalah Anopheles latifer (56,9 %) mulai menggigit
manusia mulai jam 18.00, Anopheles maculatus (32,8 %) mulai menggigit manusia mulai jam 19.00, dan
Anopheles balabacensis (10,3 %) mulai menggigit manusia jam 20.00 waktu setempat. Puncak aktivitas
gigitan nyamuk terjadi pada jam 22.00 waktu setempat.

a. Perilaku nyamuk
Beberapa perilaku nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau istirahat (di luar atau dalam
rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah), objek yang digigit (manusia atau manusia).
Nyamuk anopheles hanya mengigit satu orang setiap kali mengisap darah, berbeda dengan nyamuk aedes
yang bisa menggigit banyak orang saat mengisap darah.
b. Umur nyamuk (longevity)
Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh nyamuk menjadi sporozoit
yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari
proses sporogoni, yakni replikasi parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5 hingga 10 hari), maka dapat
dipastikan nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.
c. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit
Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi kapasitas perut nyamuk
itu sendiri. Perut bisa meletus dan mati karenanya.
d. Frekuensi menggigit manusia
Semakin sering seekor nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar ludahnya, semakin
besar kemungkinan nyamuk berperan sebagai vektor penular penyakit malaria.
e. Siklus gonotrofik
Waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk mengukur interval
menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).

b. Faktor Agent
Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiidae dan ordo coccidiidae.
Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam parasit malaria yaitu:
b.1. Plasmodium vivax
b.2. Plasmodium malariae
b.3. Plasmodium ovale
b.4. Plasmodium falciparum.6

Penelitian Yasinzai dan Kakarsulemankhel tahun 2004-2006 di Barkhan dan Kohlu Pakistan dari
3340 kasus suspek malaria, 1095 (32.78%) ditemukan positif parasit malaria pada sediaan darah. Dari
kasus positif, 579 (52.87%) didentifikasi sebagai infeksi P. falciparum dan 516 (47.12%) kasus P. vivax.
Tidak ditemukan kasus infeksi P. malariae dan P. ovale.

c. Faktor Environment
Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung dengan desain
penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-rawa di sekitar lingkungan rumah juga merupakan
faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya
responden yang menderita malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa
dibandingkan dengan responden yang tidak menderita malaria.
Penelitian Sunarsih, dkk dengan desain kasus kontrol tahun 2004-2007 di wilayah Puskesmas
Pangkalbalam Kota Pangkalpinang , faktor lingkungan yang mempunyai hubungan signifikan dengan
kejadian malaria adalah keberadaan genangan air di sekitar rumah dengan OR 3,267 (95% CI:1,600
6,671). Kuatnya asosiasi ini didukung hasil uji multivariat dengan nilai OR 3,445 (95% CI:1,550
7,661). Artinya, responden yang menderita malaria kemungkinan 3,445 kali memiliki genangan air di
sekitar rumah dibandingkan yang tidak menderita malaria.
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada,
lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan
sosial budaya.

1. Lingkungan fisik meliputi :
a. Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik.
Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik.
b. Kelembaban udara, kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.
c. Hujan, hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiakan anopheles.
d. Angin, jarak terbang nyamuk dapat diperpendek arau diperpanjang tergantung kepada arah angin.
e. Sinar matahari, pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
f. Arus air, An. barbirostris menyukai tempat perindukan denga air yang statsi atau mengalir sedikit,
sedangkan An. minimus menyukai aliran air cukup deras.

2. Lingkungan kimiawi, dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari
tempat perindukan.
3. Lingkungan biologik, tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain
dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau
melindungi dari serangan makhluk hidup lain. c.4. Lingkungan sosial budaya, kebiasaan untuk berada di
luar rumah sampai larut malam, di mana vektornya lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap/ istirahat
di luar rumah) dan eksofagik (lebih suka menggigit di luar rumah) akan memperbesar jumlah gigitan
nyamuk, penggunaan kelambu, kawat kasa dan repellent akan mempengaruhi angka kesakitan malaria
dan pembukaan lahan dapat menimbulkan tempat perindukan buatan manusia sendiri (man made
breeding places).

Pencegahan Malaria
1. Pencegahan Primer
a. Tindakan terhadap manusia

a.1. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong
atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang
cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda
malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan.
a.2. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat
tentang cara pencegahan malaria.
a.3. Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan
pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk
mengunjungi lokasi yang rawan malaria.
a.4. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat
nyamuk anopheles umumnya mengigit.

b. Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Upaya pencegahan malaria telah dilakuakan bertahun-tahun dengan cara pencegahan dari dalam yaitu
dengan obat-obatan maupun pencegahan dari luar yaitu dengan menggunakan kelambu dan sebagainya.
Upaya pencegahan malaria dengan menggunakan obat-obatan umumnya dengan menggunakan jenis obat
yang sama dengan jenis obat yang digunakan untuk mengobati malaria, bahkan obat-obatan ini bekerja
dengan lebih baik sebagai pencegah karena akan langsung dapat membunuh parasit yang masih sensitif
pada saat baru memasuki sistem tubuh manusia.

Obat Klorokuin sangat efektif untuk mencegah parasit plasmodium falciparum untuk masuk lebih
lanjut ke dalam sistem tubuh manusia. Obat ini digunakan satu kali seminggu selama dua minggu
sebelum tiba di daerah dengan intensitas malaria tinggi, yang kemudian dilanjutkan dengan pemakaian
selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut.

Berikut adalah daftar obat yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit malaria.
1. Atovaquone/Proguanil (Malarone)
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Obat ini dapat digunakan 1-2 hari sebelum melakukan perjalanan ke daerah epidemi malaria (dibanding
dengan obat lain yang harus digunakan dalam jangka waktu yang lebih panjang)
Pilihan terbaik untuk waktu perjalanan yang lebih singkat ke daerah epidemi malaria karena obat ini
hanya digunakan dalam waktu 7 hari setelah perjalanan ke daerah epidemi, dibandingkan dengan obat
lain yang harus digunakan 4 minggu sepulangnya dari daerah epidemi malaria.
Efek samping yang sangat rendah (hampir tidak ada efek samping)
Mudah untuk dibeli di apotek.
Alasan yang membuat anda mungkin tidak memilih obat ini :
Tidak dianjurkan digunakan oleh wanita hamil.
Tidak dapat digunakan oleh orang dengan gangguan ginjal berat.
Harga yang lebih mahal.
2. Klorokuin
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Pilihan yang baik untuk perjalanan yang panjang ke daerah epidemi malaria karena obat ini digunakan
mingguan (satu minggu sekali)
Dapat digunakan oleh wanita hamil.
Beberapa orang lebih suka mengambil dosis mingguan.
Alasan yang membuat anda mungkin tidak memilih obat ini :
Tidak dapat digunakan pada daerah dimana plasmodium telah mengembangkan kekebalan pada obat
ini.
Obat digunakan dalam jangka yang cukup panjang yaitu 4 minggu setelah pulang dari daerah epidemi,
dan haru digunakan 2 minggu sebelum berangkat ke daerah epidemi malaria.
3. Doxycycline
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Obat ini dapat diambil 1-2 hari sebelum tiba di tempat epidemi malaria.
Obat malaria yang paling murah di pasaran saat ini.
Obat ini juga melindungi dari beberapa infeksi lain seperti Rickettsiae and leptospirosis.
Alasan yang membuat anda mungkin tidak memilih obat ini :
Obat ini bernahaya bagi ibu hamil dan anak-anak.
Obat ini harus digunakan selama 4 minggu setiap hari setelah pulang dari tempat epidemi malaria.
Obat ini dapat meningkatkan rasa sensitif terhadap sinar matahari.
Beberapa orang dapat mengalami gangguan perut dalam penggunaan obat ini.
4. Mefloquine
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Sangat cocok untuk perjalanan panjang dan lama ke tempat epidemi malaria karena obat ini hanya
digunakan seminggu sekali.
Dapat digunakan oleh wanita hamil.
Alasan yang membuat anda mungkin tidak memilih obat ini :
Tidak dapat digunakan di daerah yang mana plasmodium malaria telang mengembangkan kekebalan
terhadap obat ini.
Tidak dapat digunakan pada pasien dengan kasus psikologi tertentu.
Tidak dianjurkan untuk pasien sakit jantung
Tidak dapat digunakan pada pasien yang mengalami kejang.
Obat ini harus digunakan 2 minggu sebelum ke tempat epidemi malaria.
Obat ini haru terus digunakan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah epidemi malaria.
5. Primakuin
Alasan yang membuat anda mungkin memilih obat ini :
Obat ini sangat efektif menangkal plasmodium vivax sehingga sangat cocok digunakan di daerah
epidemi malaria vivax.
Obat hanya perlu digunakan 7 hari setelah meninggalkan tempat epidemi.
Obat digunakan 1-2 hari sebelum ke tempat epidemi malaria.
Alasan yang membuat anda mungkin tidak memilih obat ini :
Tidak dapat digunakan oleh ibu hamil.
Dapat menyebabkan gangguan perut pada orang tertentu.

Pencegahan malaria dapat pula dilakukan dengan memasang kelambu untuk menangkal gigitan
nyamuk pada saat tidur. Selain itu pemakaian obat nyamuk bakar maupun semprot dapat mengusir
nyamuk dari dalam ruangan, walaupun mempunyai efek jangka panjang yang kurang baik bagi kesehatan.
Pencegahan dengan cara menyingkirkan genangan air dan membersihkan tempat-tempat yang menjadi
tempat nyamuk berkembang biak lebih disarankan daripada penggunaan bahan kimia berbahaya.

c. Tindakan terhadap vektor

c.1. Pengendalian secara mekanis Dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga
dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk
dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia, misalnya memberi kawat
nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya.
c.2. Pengendalian secara biologis Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk
hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga.
Dengan pengendalian secara biologis ini, penurunan populasi nyamuk terjadi secara alami tanpa
menimbulkan gangguan keseimbangan ekologi. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan
radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini
sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit
nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan
Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu memeberantas serangga.
Pengendalian nyamuk dewasa dapat dilakukan oleh masyarakat yang memiliki temak lembu,
kerbau, babi. Karena nyamuk An. aconitus adalah nyamuk yang senangi menyukai darah binatang
(ternak) sebagai sumber mendapatkan darah, untuk itu ternak dapat digunakan sebagai tameng untuk
melindungi orang dari serangan An. aconitus yaitu dengan menempatkan kandang ternak diluar rumah
(bukan dibawah kolong dekat dengan rumah).

c.3. Pengendalian secara kimiawi Pengendalaian secara kimiawi adalah pengendalian serangga
mengunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimiayang bersifat sebagai
pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara
kimiawi berkembang pesat.

2. Pencegahan Sekunder
a. Pencarian penderita malaria
Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan
dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis dan /atau RDT (Rapid
Diagnosis Test)) dan secara pasif dengan cara malakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus
malaria.
b. Diagnosa dini
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sediaan darah tetes tebal dan darah tetes tipis dengan metode standard pewarnaan giemsa.
b. Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan
kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan
kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan pemeriksaan lainnya.

3. Pencegahan Tertier
a. Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria

Kematian pada malaria pada umumnya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum.
Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu
dan gangguan metabolisme.

Prinsip penanganan malaria berat:
a.1. Pemberian obat malaria yang efektif sedini mungkin
a.2. Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal,
pemasangan ventilator pada gagal napas.
a.3. Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegcah
memburuknya fungsi organ vital.
b. Rehabilitasi mental/ psikologis

Pemulihan kondisi penderita malaria,memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di
dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan
pelayanan tingkat lanjut.


Penatalaksaan
Penatalaksaan malaria meliputi :
1. Istrahat, agar tidak semakin memberatkan kondisi hipermetabolik
2. Dukungan nutrisi makronutrien dan mikronutrien serta obat-obatan simptomatis guna memenuhi
kebutuhan nutrisi pokok dan menghindari progresivitas penyakit
3. Pemberian antimikroba, antimalaria
4. Penatalaksanaan penyulit

Pengobatan malaria tanpa penyulit penderita dewasa
1. Pengobatan malaria falciparum tanpa penyulit
Lini pertama : tablet artesunat + tablet amodiakuin + tablet primakuain
Hari pertama : artesunat 4 tablet, amodiakuin 4 tablet, primakuin 2-3 tablet (artesunat 4 mg/kgBB dosis
tunggal/hari/oral, amodiakuin 10 mg basa/kgBB/hari/oral, Primakuin 0,75 mg basa/kgBB/oral).
Hari kedua : artesunat 4 tablet, amodiakuin 4 tablet
Hari ketiga : artesunat 4 tablet, amodiakuin 4 tablet
Lini kedua : tablet kina + tablet tetrasiklin/doksisiklin + tablet primakuin
Hari pertama : kina 3x2 tablet, tetrasiklin 4x500 mg, primakuin 2-3 tablet
Hari kedua-ketujuh : kina 3x2 tablet, tetrasiklin 4x500 mg

Bila gagal pengobatan lini pertama dapat digunakan pengobatan lini kedua berdasarkan kriteria :
Penderita sudah menyelesaikan pengobatan lini pertama (3 hari)
Pada waktu periksa ulang hari keempat atau kelima sampai kedua puluh delapan belum sembuh
atau kambuh.
Dikatakan tidak sembuh :
Bila penderita tetap demam, gejala klinis tidak membaik disertai parasitemia aseksual. Penderita
tidak demam tetapi ditemukan parasitemia aseksual.
Bila dalam pengobatan lini pertama dijumpai : tidak dapat makan/minum, tidak sadar, kejang,
muntah berulang, sangat lemah.
2. Pengobatan Malria Fivax/Ovale
Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Pengobatan malaria vivaks/ovale resisten klorokuin penderita dewasa :
Hari pertama-ketujuh : kina 3 x 2 tablet
Hari pertama ke 14 : primakuin 1 x 1 tablet

3. Pengobatan malaria malariae
Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal)
0-1 bulan 2-11
bulan
1-4
tahun
5-9
tahun
10-14
tahun
15 tahun
(dewasa)
H1 Klorokuin 1 2 3 3-4
H2 Klorokuin 1 2 3 3-4
H3 Klorokuin 1/8 1/4 1/2 1 1 2

PROGNOSIS
Malaria non falciparum umumnya baik karena memberikan respon terapi cukup baik.
0-1
bulan
2-11
bulan
1-4
tahun
5-9
tahun
10-14
tahun
15 tahun
(dewasa)
H1 Klorokuin 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1
H2 Klorokuin 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1
H3 Klorokuin 1/8 1 1 2
Primakuin - - 1
H4-14 Klorokuin - - 1
Malaria falciparum prognosisnya kurang baik, karena dapat memicu kerusakan multiorgan, memicu
morbiditas dan mortalitas sehingga kematian terjadi cepat melalui gangguan mikrovaskuler dan
hipoksemia

KOMPLIKASI
Malaria serebral
Anemia berat
Hipoglikemia
Edema paru
Gagal ginjal akut
Distress pernapasan

b. Tifoid
Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif Salmonella
typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik mononuklear dan secara
berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah. (Darmowandowo, 2006).

Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella
paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan
oleh Salmonella typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain.
(Ashkenazi et al, 2002) Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol
untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella
tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap
agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C
(140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama
beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu- minggu dalam sampah, bahan makannan
kering. (Ashkenazi et al, 2002) Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen
O
adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah
protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002)

Patogenesis
Salmonella typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. (mansjoer, 2000) Setelah
mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi
I. Setelah berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II (Darmowandowo, 2006).
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal (patch of payer) terjadi
hiperplasia, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku
darah, depresi sumsum tulang dan lain sebagainya. (Darmowandowo, 2006) Imunulogi Humoral lokal, di
usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus.
Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag.
Seluler berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Darmowandowo, 2006)

Gejala Klinis
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai
tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit
Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat. 1.
Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin meninggi, sehingga pada
minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. 2. Gejala gstrointestinal dapat berupa
obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai koma. (Darmowandowo,
2006)

Diagnosa
1. Amanesis
2. Tanda klinik
3. Laboratorik
1. Leukopenia, anesonofilia
2. Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air
kemih minggu III
3. Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalescen titer
makin meninggi
4. Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup akurat dengan
5. Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M

Diagnosa Banding
1. Influenza
2. Malaria
3. Bronchitis
4. Sepsis
5. Broncho Pneumonia
6. I.S.K
7. Gastroenteritis
8. Keganasan : - Leukemia
9. Tuberculosa - Lymphoma

Penatalaksanaan
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif meliputi
istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi). Istirahat bertujuan
untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. (Mansjoer, 2001)
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan
mineral untuk mendukung keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001)
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi
parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid perlu diberikan pada renjatan septik. Kortikosteroid khusus untuk
penderita yang sangat toksik (panas tinggi tidak turun-turun, kesadaran menurun dan gelisah/sepsis):
Hari ke 1: Kortison 3 X 100 mg im atau Prednison 3 X 10 mg oral Hari ke 2: Kortison 2 X 100 mg im
atau Prednison 2 X 10 mg oral Hari ke 3: Kortison 3 X 50 mg im atau Prednison 3 X 5 mg oral Hari ke
4: Kortison 2 X 50 mg im atau Prednison 2 X 5 mg oral Hari ke 5: Kortison 1 X 50 mg im atau
Prednison 1 X 5 mg oral
(Mansjoer, 2001)

Medikamentosa
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan
kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan
fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau
intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum
dapat minum obat, selama 21 hari, atau
amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama
21 hari
kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral, selama 14
hari.

Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan 2 kali
sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5- 7 hari. Pada kasus yang diduga
mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
(Darmowandowo, 2006)

Pada Anak :
Klorampenikol : 50-100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas panas / minimal 14 hari.
Pada bayi < 2 minggu : 25 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis. Bila dalam 4 hari panas tidak turun obat dapat
diganti dengan antibiotika lain (lihat di bawah)
Kotrimoksasol : 8-20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas / minimal 10 hari
Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Kloramfenikol diterapi dengan Ampisilin 100 mg/ kg
BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis Bila dengan upaya-upaya tersebut panas tidak turun juga,
rujuk ke RSUD.

Perhatian :
Jangan mudah memberi golongan quinolon, bila dengan obat lain masih bisa diatasi.
Jangan mudah memberi Kloramfenikol bagi kasus demam yang belum pasti demam tifoid, mengingat
komplikasi Agranulositotis. Tidak semua demam dengan leukopeni adalah Demam Tifoid Demam < 7
hari tanpa leukositosis pada umumnya adalah infeksi virus, jangan beri kloramfenikol.

Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan
sindrom uremia hemoltilik.
3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis. 4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis
dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain-
Barre, psikosis dan sindrom katatonia. Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang
terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila
perawatan pasien kurang sempurna. (Mansjoer, 2001)

Penatalaksanaan Penyulit
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi nerologik
menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal 3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama
30 menit). Kemudian disusul pemberian dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai
7 kali pemberian. Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.
(Darmowandowo, 2006)

Pencegahan
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi.
Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan sanitasi karena perbaikan higiene dan
sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan
pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau
dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting yaitu pengawasan
terhadap penjual (keliling) minuman dan makanan. (Darmowandowo, 2006)
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang diinaktivasi
(kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua adalah vaksin yang dilemahkan
(attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan,
vaksin tifoid hanta direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam
tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja laboratorium.
(Department of Health and human service, 2004)
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada anak-anak kurang dari
dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh karena itu haruslah diberikan sekurang-
kurangnya 2 minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis
ulangan diperlukan setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit. (Department of
Health and human service, 2004)
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per-oral) tidak boleh diberikan kepada anak- anak kurang dari 6
tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir
harus diberikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada
vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki
resiko terjangkit. (Department of Health and human service, 2004)
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus menunggu. Yang
tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi) adalah orang yang memiliki reaksi yang
berbahaya saat diberi dosis vaksin sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis
lainnya. Orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per-oral) adalah : orang
yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak boleh mendapatkan dosis
lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini,
mereka hanya boleh mendapatkan vaksin tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita
HIV/AIDS atau penyakit lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami
pengobatan dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid selama 2
minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan perawatan kanker dengan sinar X atau
obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian
antibiotik. (Department of Health and human service, 2004)
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem serius seperti reaksi
alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan bahaya serius atau kematian sangatlah jarang
terjadi. Problem serius dari kedua jenis vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang
diinaktivasi, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada
(sekitar 3 orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang per 100).
Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah demam atau sakit kepada (5
orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah atau ruam-ruam (jarang terjadi). (Department of
Health and human service, 2004)

c. DBD
Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada
DBDterjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrik) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga
flaviviridae. Falvivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 10
6
.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotipe yang terbanyak.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci,
anjing, klelawar, dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus
dengue pada hewan kuda, sapi, dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomya) dan toxorhynchites.
Epidemiologi
Demam berdarah tersebar di wilayah asia tenggara, pasifik barat, dan karibia. Indonesia
merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Indisen DBD di Indonesia
antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam saat kejadian
luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung
menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus aedes ( terutama A. Aegypti
dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan
tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng
bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Patogenesis
Patogeneis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imnopatologis berperan
dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:
a. respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam netralisasi virus, sitolisis yang
dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibody terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit dan makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE);
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun selular terhadap
virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL2dan limfokin,
sedangkan TH2 memproduksi Il-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
c. Monosit dan makrofag berperan dalamfagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag;
d. Selain itu aktifasi momplemen imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.

Halstead pada tahun 1973 menunjukkan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda.
Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibody sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks
imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan
bahwa infeksi virus dengan menyebabkan aktifasi makrofag yang memfagositosis kompleksvirus-antibodi
non-netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin adan interferon gamma.
Interferon gamma akan mengaktivasi monosit segingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti
TNF-, IL-1, PAF (Platelet Activating Factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya
disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1). supresi sumsum tulang, dan
2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<
5 hari) menunjukka keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaannadir tercapai akan
terjai peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah
pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukka kenaikan. Hal ini menunjukka terjadinya stimulasi
triombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi terjadi
melalui peningkatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fumgsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan
pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi
trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi
endotel. Berbagai penelitian menunjukka terjadinya koagulopati konsumtif dapa demam berdarah dengue
stadium II dan Iv. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur
ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak
melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex).

Manifestasi Klinis Dan Perjalanan Penyakit
Manifestasi klinis infeksi virusdengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak
khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD)
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selama 2-3 hari. Padawaktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk
terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dulakukan untuk menapispasien tersangka demam dengue adalah melalui
pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrik, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi, untuk melihat
adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus
RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transkiptase Polymerase Chain Reaction), namun karena
teknikyang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue
berupa antibodi total, IgM maupun IgG.

Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari
total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase
syok akan meningkat.
Trombosit umumnbya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrik: kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrik 20% dari
hematokrik awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan, pemberian cairan.
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau komponen
darah.
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari 3-5, meningkat sampai minggi ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
terdeteksi hari ke-2
Uji JI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan., uji ini
digunakan untuk kepentingan surveilans.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan
plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada
sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang
tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
Demam Dengue (DD). Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
Nyeri kepala.
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artralgia
Ruam kulit.
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
Leukopenia.
Dan pemeriksan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada
lokasi dan waktu yang sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kiteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi:
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (terseringepistaksis atau perdarhan gusi), atau perdarahan dari tempat lain
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/l).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
Peningkatan hematokrik >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrik >20% setelah mendapatkan terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrik
sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antaraDD dan DBD ditemukan adanya
kebocoran plasma.
Syndrom Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan
manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar
sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat
penyakit seperti tertera pada tabel berikut.
DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium
DD Demam disertai
2 atau lebih
tanda:sakit
kepala, nyeri
retroorbital,
mialgia, artralgia
Leukopeni Serologi dengue
positif
DBD I Gejala diatas
ditambah uji
bendung positif
Trombositopenia,
tidak ditemukan
bukti kebocoran
plasma

DBD II Gejala di atas
ditambah
perdarahan
spontan
Trombositopenia
(<100.000/l),
bukti ada
kebocoran plasma

DBD III Gejala di atas
ditambah
kegagalan
sirkulasi (kulit
Trombositopenia
(<100.000/l),
bukti ada
kebocoran plasma




















*DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)

PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi
suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume
cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan
pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan,
maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hematokonsentrasi
secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan
kriteria:
Penatalaksanaan yang tepat denga rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya.
dingin dan
lembab serta
gelisah)
DBD IV Syok berat
disertai dengan
tekanan darah
dan nadi tidak
terukur
Trombositopenia
(<100.000/l),
bukti ada
kebocoran plasma

Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
Protokol 1
Penangan tersangka (probable) DBD dewasa tanpa syok
Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrik > 20%
Protokol 4
Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
Protokol 5
Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa

7. Hubungan gejala dengan baru pulang dari Papua sepuluh hari yang lalu
Jika di lihat dari riwayatnya kemungkinan pasien tersebut menderita malaria seba daerah papua
merupakan salah satu daerah endemik untuk penyakit malaria.

Anda mungkin juga menyukai