Anda di halaman 1dari 21

Rangkaian Operasi Produksi

Stasiun Timbangan dan Cane Yard (Halaman Tebu)



Stasiun timbangan dan cane yard merupakan stasiun pendahuluan pada
semua pabrik gula. Pada pabrik gula Unit Usaha Cinta Manis terdapat 3
timbangan yang terdapat pada stasiun timbangan. Dari ke 3 timbangan tersebut
memiliki kegunaan dan fungsinya masing-masing dengan spesifikasi yang
berbeda-beda. Timbangan 1 dan 2 merupakan timbangan Bruto yang mempunyai
kapasitas 60 ton. Digunakan untuk menimbang tebu dan bahan tambahan (umum)
seperti kapur, asam phosfat, sulfur dll yang akan masuk dalam cane yard atau pun
pabrik. Kemudian timbangan 3 merupakan timbangan Tarra yang mempunyai
kapasitas 20 ton. Digunakan untuk menimbang truk atau alat transportasi lain
yang akan keluar dari cane yard atau pabrik





(a) (b)

Gambar 5 (a) Timbangan bruto (b) Timbangan tarra

Sebelum kendaraan pengangkut tebu masuk dalam stasiun timbangan,
kendaraan pengangkut di semprot terlebih dahulu pada bagian bawah kendaraan
menggunakan air guna mengurangi kotoran (tanah) yang akan ikut tertimbang dan
masuk dalam cane yard. Kendaraan pengangkut tebu ditimbang (bruto) dengan
tanpa pengendara di dalamnya guna menghindari penambahan berat pada
timbangan tebu yang dibawa. Berat tebu yang tertimbang secara otomatis masuk
dalam komputer yang telah diatur sebagai alat pencatat hasil timbangan berserta
kode kendaraan pengangkut dengan satuan kwintal. Untuk bahan tambahan
(umum) yang masuk, tertimbang dengan satuan kg. Setelah ditimbang maka
kendaraan pengangkut tebu masuk dalam cane yard untuk melakukan
pembongkaran tebu yang telah diangkut. Jika telah selesai maka kendaraan
pengangkut tebu kembali pada stasiun timbangan untuk ditimbang (Tarra) berat
kendaraan yang digunakan. Dengan sistem yang sama, maka diperoleh berat
kendaraan pengangkut tanpa tebu (kosong). Hasil yang diperoleh digunakan untuk
pembagi berat kotor tebu yang telah tertimbang dan tercatat. Sehingga diperoleh
berat bersih tebu yang dibawa dan masuk oleh kendaraan pengangkut tersebut
(Netto).
Semua bahan yang melewati stasiun timbangan akan ditimbang terlebih
dahulu kecuali gula. Dalam stasiun timbangan semua data hasil timbangan akan
direkap per jam/per harinya. Pada setiap kendaraan pengangkut yang
membongkar muatan tebunya pada cane yard, diambil 2 ikat tebu oleh petugas
pada cane yard. Tebu yang diambil digunakan untuk analisa Trash (%). Analisa
trash terdiri dari Sogolan (tebu ruas 10 ruas), Pucuk Tebu, Daduk (daun tebu),
Tebu Mati, dan Tanah. Pada Unit Usaha Cinta Manis toleransi trash maximal 5%
pada setiap kendaraan pengangkut. Jika lebih maka kendaraan pengangkut
tersebut dikenakan pinalty berupa pengurangan bobot tebu yang telah dibawa
yaitu :
Berat Tebu x (% Trash Kendaraan Pengangkut Max % Trash)

Pada cane yard Unit Usaha Cinta Manis menggunakan sistem FIFO dalam
proses kerjanya. Dimana tebu yang pertama masuk maka akan pertama pula di
giling. Cane yard Unit Usaha Cinta Manis memiliki kapasitas 4000 ton tebu.
Dalam cane yard terdapat tiga alat untuk membantu memasukkan tebu kedalam
meja gilingan tebu yaitu Cane Lifter, Tipler, dan Cane Stacker (grounded) yang
dioperasikan oleh operator. Cane lifter merupakan alat pembantu untuk
memasukkan tebu kedalam meja gilingan tebu yang diangkut oleh NCT kapasitas
dari cane lifter ini sebesar 4 ton . NCT ini merupakan sub kontrak antara
kontraktor dan Unit Usaha Cinta Manis dengan jumlah 24 unit Kemudian tipler,
yang digunakan untuk memasukkan tebu kedalam meja gilingan tebu yang
diangkut oleh truk besar maupun kecil. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 3
tipler yang digunakan. Dua tipler besar yang dapat digunakan untuk truk besar
dengan kapasitas 20 ton serta satu tipler kecil yang digunakan untuk truk kecil
dengan kapasitas 15 ton.
Selanjutnya cane stacker atau grounded dapat digunakan oleh truk besar,
truk kecil, dan NCT. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 1 unit grounded dan 3 unit
cane stacker





(a) (b) (c)
Gambar 6 (a) Cane lifter (b) Tipler (c) grounded

Terdapat 3 jenis potongan tebu yang masuk dalam cane yard yaitu
Manual, dimana tebu ditebang dan diangkut ke atas kendaraan pengangkut oleh
penebang secara manual dengan daya tahan tebu maksimal 30 jam pada cane
yard. Selanjutnya Semi Mekanis, dimana tebu ditebang oleh penebang dan
diangkut oleh mesin/traktor ke dalam kendaraan pengangkut dengan daya tahan
tebu maksimal 30 jam. Dan yang terakhir adalah dengan cara Mekanis, dimana
tebu di tebang dan diangkut oleh mesin/traktor dengan panjang potongan tebu 20 -
30 cm. Tebu hasil tebangan secara mekanis harus langsung digiling tanpa
menunggu terlebih dahulu pada cane yard karena lebih mudah rusak. Selain dari 3
jenis potongan tebu diatas, biasanya terdapat tebu bakar yang masuk pada cane
yard. Tebu bakar ada, karena adanya unsur ketidaksengajaan seperti terbakar dan
lain-lain. Tebu bakar juga memiliki waktu maksimum pada cane yard yaitu tidak
lebih dari 24 jam. Jika lebih maka tebu bakar akan rusak karena mikroba dan
jamur.
Cane yard merupakan aspek penting dalam kelancaran proses produksi
gula pada Unit Usaha Cinta Manis. Hal ini disebabkan karena pada cane yard
terdapat stok bahan baku/ tebu yang diatur jumlahnya sesuai dengan kapasitas
pabrik. Ada kalanya stok bahan baku/tebu pada cane yard dilebihkan guna
menangulangi terjadinya keterlambatan penebangan tebu dan pengangkutan tebu
menuju cane yard/pabrik. Sehingga pabrik tetap dapat berproduksi dan tidak
berhenti beroperasi. Cane yard beroperasi selama 24 jam dengan 3 kali sift
sebanyak 6 jam.

Stasiun Mill (Gilingan)
Tebu yang telah mengalami bongkar muat dari kendaraan pengangkut pada cane
yard, selanjutnya akan mengalami 2 proses, yaitu penumpukan sebagai proses
transisi dalam kegiatan pengantrian sebelum masuk pada meja tebu atau langsung
dimasukkan ke meja tebu tanpa proses penumpukan. Hal ini dilakukan tergantung
kondisi yang terjadi pada stasiun Mill (Gilingan).
Tebu yang telah masuk pada meja tebu akan di bawa oleh cane
carrieryang dijalankan oleh operator menuju ke mesin pemotong tebu (cane
preparation) dengan nilai Preparation Indeks (PI) 85%. Pada Unit Usaha Cinta
Manis terdapat 3 tahap pemotongan tebu (cane preparition) menjadi beberapa
ukuran. Tahap pertama, pemotongan menggunakan mesin Cane Cutter I dengan
hasil potongan tebu 30 cm Cane cutter I memiliki panjang rotor 1980 mm dengan
diameter rotor 1500 mm. Selain itu memiliki jumlah pisau 40 buah dengan jarak
antar pisau 520 mm yang digerakkan oleh turbin penggerak dengan kekuatan 298
kw. Pengecekan dan pembersihan secara berkala harus dilakukan pada cane cutter
I agar dapat menghasilkan potongan tebu sesuai dengan stadar. Hal ini dapat
dilihat dengan pengujian nilai PI(preparation indeks) dari potongan tebu yang
dihasilkan. Semakin tinggi nilai PI maka cane cutter I bekerja dengan maksimal.
Jika nilai PI menurun maka cane cutter I telah mengalami penurunan kinerja yang
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu telah tumpulnya pisau-pisau
pemotong tebu pada cane cutter I. Sehingga dibutuhkan penggantian secara
berkala pada pisau-pisau cane cutter I agar selalu dapat menghasilkan potongan
sesuai standar. Kemudian masuk dalam mesin Cane Cutter II dengan hasil
potongan tebu 10 cm Cane cutter II memiliki panjang dan diameter rotor yang
sama dengan cane cutter I. Namun terdapat perbedaan pada jarak antar pisau yaitu
120 mm dengan jumlah pisau yang sama. Cane cutter II digerakkan oleh turbin
penggerak dengan kekuatan 500 hp. Pengecekan dan pembersihan secara berkala
harus selalu dilakukan untuk menjaga nilai PI yang dihasilkan dengan mengganti
secara teratur pisau-pisau yang telah tumpul. Dan yang terakhir menggunakan
Semi Hammer Shredder (SHS) dengan hasil potongan 2,5 cm Semi hummer
shredder memiliki panjang dan diameter yang sama dengan CC I dan CC II.
Memiliki jumlah pisau sebanyak 64 buah dengan jarak antar hummer dan unfill 30
mm yang digerakkan oleh turbin penggerak dengan kekuatan 800 ph. Pada SHS
juga diperlukan adanya pengecekan dan pembersiahan secara berkala agar
menghasilkan nilai PI > 85 %. Pemotongan bertahap ini bertujuan untuk
mempermudah mesin giling untuk menggiling potongan tebu sehingga mudah
terekstrasi dan meminimumkan energi yang digunakan untuk mesin penggiling
tebu.







(a) (b)
Gambar 7 . (a) Hasil potongan Cane preparation (b) Cane carrier mini








Hasil potongan tebu pada mesin pemotong kemudian dibawa oleh
canecarrier mini dari cane preparation menuju mesin penggiling untuk digiling
danmenghasilkan nira mentah. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 5 mesin
gilingdalam proses pemerahan nira. Gilingan 1 dan 5 yang terdiri dari 5 roda
penggilingdan gilingan 2,3, dan 4 terdiri dari 4 roda penggiling. Roll
GilinganBerfungsi untuk menggiling potongan-potongan tebu dari stasiun
pendahuluan yang berupa serat-serat tebu agar nira dalam serat dapat terperah.
Sehingga dihasilkan nira mentah serta ampas sebagai bahan bakar boiler dengan
pol rendah dan zat kering tinggi. Pada Unit Usaha Cinta Manis terdapat 5 set mill
tandem dengan dilengkapi roll-roll pengumpan. Unit pressure feeder terdapat
pada mill no. I dan V, serta unit four roll pada mill no. II, III, dan IV. Masing-
masing roll gilingan memiliki panjang 1980 mm dengan diameter 1000 mm.
Dengan tinggi grove 47 mm dan jarak antar grove 52 mm. Bahan shaft dibuat dari
baja ASSAB 705. Setiap mesin gilingan digerakkan oleh turbin penggerak merek
SNM dengan daya 650 hp dan memiliki suhu 325C. Serta mempunyai inlet
pressure 18 kg/cm2 dan back pressure 1,0 kg/cm2 dengan rated speed 4500 rpm.
Pada gilingan V terdapat penambahan air imbibisi dengan suhu 70-90C yang
berfungsi untuk melarutkan nira atau kandungan gula yang masih tersisa pada
ampas tebu. Jika suhu air imbibisi > 90C maka akan menyebabkan terjadinya
reduksi pada gula atau sukrosa dalam serat tebu dan melarutkan senyawa-senyawa
lain seperti zat lilin dll. Zat lilin yang terlarut akan menyebabkan roll gilingan
licin sehingga terjadi slip. Maka dibutuhkan pengecekan berkala baik pada roll
gilingan maupun air imbibisi yang diberikan Adanya perbedaan jumlah roda
penggiling ini memiliki fungsi yang berbeda. Pada gilingan 1 diharapkan tebu
yang digiling sebanyak mungkin nira keluar dari potongan tebu, sedangkan pada
gilingan 5 diharapkan sekering mungkin ampas tebu yang dihasilkan dari
gilingan. Gilingan 2, 3, dan 4 mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk
mengektraksi nira dari potongan tebu sisa gilingan 1.





(a) (b)
Gambar 8 (a) Roda penggiling (b) Air imbibisi


Pada proses penggilingan, ditambahkan Air Imbibisi dengan suhu 70-90C
sebanyak 30% berat tebu pada gilingan 5 yang bertujuan untuk mempermudah
pengeluaran nira yang tersisa pada potongan tebu yang digiling serta mencegah
terjadinya inversi (kerusakan) karena banyak nya mikroba yang mati pada suhu
tinggi. Namun penambahan air imbibisi dengan suhu tinggi (>90C) juga
mempunyai kekurangan yaitu dapat menyebabkan kerusakan sukrosa dan
melarutkan bahan-bahan non gula dalam nira (seperti zat lilin dll). Selain itu pada
gilingan 1 dan 5 terdapat proses penambahan bahan-bahan tambahan berupa
enzim amilase untuk mendegradasi amilum yang dihasilkan dari nira tebu hasil
gilingan sebanyak 20-25 ppm dan bioinsektisida serta susu kapur dengan
kekentalan 3Be. Larutnya bahan non gula (zat lilin) akan mengakibatkan roda
penggiling terjadi slip karena licin terlapisi oleh zat lilin. Potongan tebu yang
masuk pada gilingan 1 akan menghasilkan nira gilingan 1 dan ampas gilingan 1
yang akan diteruskan sebagai bahan baku pada gilingan 2. Ampas pada gilingan 2
akan diteruskan sebagai bahan baku gilingan 3. Ampas gilingan 3 akan diteruskan
sebagai bahan baku gilingan 4. Ampas gilingan 4 akan diteruskan sebagai bahan
baku gilingan 5 dan ampas gilingan 5 akan diangkut menuju stasiun Boiler dengan
menggunakan bagasse carrier. Sebagian dari jumlah bagasse yang dihasilkan
tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler yang terdiri dari tiga unit dapur
dan sebagian lagi digunakan untuk bahan pencampur nira kotor pada stasiun
pemurnian. Diharapkan ampas yang dihasilkan mengandung pol < 2% dan Zat
Kering Ampas mencapai 49-50%. Nira hasil gilingan 5 dipompa dan dimasukkan
kembali sebagai pembasah ampas tebu pada gilingan 4. Nira hasil gilingan 4
dipompa dan di masukkan kembali sebagai pembasah ampas tebu pada gilingan 3.
Serta nira hasil gilingan 3 di pompa dan dimasukkan kembali sebagai pembasah
ampas tebu pada gilingan 2. Sehingga semua nira hasil gilingan terkumpul pada
tangki pengumpulan nira gilingan 1 dan 2







Gambar 9 Alur penggilingan


Nira yang telah terkumpul dalam tangki penampung, dipompa menuju
Rotary Chvs. Rotary Chvs berfungsi untuk memisahkan nira dengan ampas yang
terbawa oleh nira. Nira yang telah tersaring dipompa menuju stasiun pemurnian.
Sedangkan ampas yang tersaring dimasukkan pada gilingan 2 untuk di giling
kembali. Stasiun mill (Gilingan) diharapkan dapat menghasilkan pol extraction
sebesar 3%. Untuk mencapai target maka dibutuhkan energi yang besar untuk
menjalankan mesin gilingan tersebut.

Stasiun Pemurnian
Unit pemurnian ialah suatu unit proses yang bertujuan untuk memisahkan
bahan-bahan bukan gula baik yang terlarut maupun yang tidak larut kecuali gula
reduksi tanpa merusak gula. Nira hasil perahan pada unit mill bersifat keruh dan
bewarna cokelat karena adanya bahan terlarut maupun yang tidak terlarut. Proses
pemurnian nira yang digunakan pada Unit Usaha Cinta Manis ialah proses
sulfitasi dengan sistem penambahan susu kapur dan sulfitasi dengan sistem
penambahan gas SO2. Tahap yang dilakukan pada proses pemurnian meliputi
pemisahan kotoran penimbangan nira mentah + penambahan asam phosfat,
pemanasan I, defekasi (pre liming dan second liming), sulfitasi, pemanasan II,
pembuangan gas terlarut, pemisahan nira (jernih dan kotor), serta pembuangan
blotong. Parameter yang mempengaruhi pada proses pemurnian ialah nilai Harkat
Kemurnian (brix dan pol) serta pol blotong (%).
Nira mentah dari stasiun mill memiliki kadar kapur sebesar 320-360
dengan HK 780 dipisahkan menggunakan Sand Catcher yang Berfungsi untuk
memisahkan atau menangkap kotoran pada nira mentah seperti pasir dan ampas.
Terdiri dari 2 bagian yaitu bak pasir dan cyclon. Bak pasir mempunyai penjang
3000 mm dan lebar 1488 mm. Dengan tinggi 2000 mm dan volume 8,9 m3.
Selanjutnya cyclon memiliki diameter 800 mm dengan tinggi total 3135 mm.lalu
nira ditimbang menggunakan timbangan nira dengan kapasitasmaksimum 5 ton
yang memiliki suhu 40C. Prinsip kerja dari timbangan nira seperti bandul
sederhana. Dimana larutan nira akan masuk pada tabung nira kosong. Ketika
tabung nira penuh maka tabung akan turun karena berat nira yang tertampung.
Kemudian nira yang telah di timbang masuk dalam tangki penampung WJT
(weight juice tank) dan ditambahkan asam phosfat yang telah dilarutkan dengan
air (pengenceran 20 kali). Penambahan asam phosfat bertujuan untuk
meningkatkan kandungan asam phosfat dalam cairan nira. Nira mentah dari
stasiun mill memiliki kandungan asam phosfat sebesar 250 ppm. Sehingga
perluditambahkan larutan phosfat untuk meningkatkan kandungan phosfat
sebanyak 30-50 ppm dalam nira agar mencapai 300 ppm.










Gambar 10 Timbangan nira


Larutan nira yang telah tercampur dengan asam phosfat dipompa menuju
juice heater I atau pemanas I dengan suhu 75C. Sumber panas yang digunakan
pada pemanas I adalah uap yang dihasilkan dari proses penguapan atau evaporasi.
Panas dialirkan dengan sistem Heat Exchanger secara konduksi dan konveksi
(Shell & tube heat exchanger) pada nira sehingga nira memperoleh panas dengan
suhu 75C. Pemanasan akan disertai dengan uap air. Maka air yang tidak
digunakan pada pemanas I (kondensat) akan dialirkan kembali untuk digunakan
dalam proses selanjutnya dan mengandung sedikit amoniak. . Unit Usaha Cinta
Manis memiliki juice heater I sebanyak 3 unit dengan luas permukaan 240 m2.
Sirkulasi sebanyak 12 kali dengan ID tubes 33 mm dan L tubes 5000 mm.
Memiliki diameter shell 1550 mm dan teb shell 9 mm dengan panjang 5000 mm.
Nira mentah dipanaskan sampai temperatur 75C. Juice heater menggunakan
sistem pemanasan heat exchanger berupa STHE (shell tube heat exchanger) yang
menghantarkan panas secara konduksi maupun konveksi. Pembersihan secara
berkala dilakukan pada setiap juice heater agar proses pemanasan dapat berjalan
dengan maksimal Tujuan dilakukan pemanasan pendahuluan dengan suhu 75C
adalah untuk mendukung proses penggumpalan koloid pada proses defekasi.






Gambar 11 Juice heater


Setelah proses pemanasan I, nira dipompa menuju tangki proses defekasi
(penambahan susu kapur) dengan melalui 2 tahap, yaitu pre liming dan second
liming. Kapur dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas sebelum di pompa dan
dimasukkan pada tabung pre liming dan second liming oleh operator melalui alat
pengatur pH. Larutan susu kapur ini memiliki konsentrasi mencapai 6,0-8,0 Be
dengan tujuan untuk membantu proses pengendapan koloid pada nira mentah.
Pada pre liming, pH nira dinaikkan menjadi 7,0-7,2 selama 3 menit Memiliki
diameter 2600 mm dengan tinggi 3500 mm serta diameter P.jiwa 1900 mm.
Dengan putaran 165 rpm, sedangkan pada second liming pH nira dinaikkan
menjadi 8,5-10,5 selama 30 detik agar tidak terjadi perubahan warna pada nira.
Kebutuhan kapur dalam proses defekasi ini mencapai 1,2-1,4 kg/ ton tebu.
Memiliki diameter 1500 mm dengan tinggi 2000 mm serta diameter P.jiwa 1100
mm. detik dengan putaran 165 rpm.











(a) (b)
Gambar 12 (a) Pre liming dan Second liming (b) Sulfur tower

Nira dari second liming menuju sulfur tower untuk melalui proses sulfitasi.
Proses sulfitasi adalah proses penambahan gas SO2 pada nira, yang dihasilkan dari
proses pembakaran sulfur dengan menggunakan Rotary SulfurFurnance (RSF)
pada suhu < 400C Memiliki diameter 1500 mm dengan tinggi 2000 mm serta
diameter P.jiwa 1100 mm.. Proses sulfitasi ini menggunakan metode Counter
Current dengan Memiliki tinggi 7200 mm dan diameter 1000 mm guna
memperbesar waktu kontak agar reaksi lebih sempurna. Nira disemprotkan
langsung dari atas tabung sulfur tower agar kontak langsung dengan gas SO2 dari
bawah sulfur tower melalui 9 tray yang terdapat pada sulfur tower. Gas yang tidak
bereaksi dengan nira maka akan dikeluarkan melalui saluran pembuangan.
Semakin cepat gas yang dikeluarkan, maka semakin baik pula nira yang
dihasilkan dari proses sulfitasi. Nira yang telah tersulfitasi memiliki pH 7,0
(netral) dan selanjutnya ditampung pada tangki penampungan (drawing tank).
Kebutuhan sulfur/belerang untuk proses sulfitasi sebanyak 40 kg/100 ton tebu.
Kemudian nira yang tertampung pada drawing tank dipompakan kembali menuju
pemanas II (juice heater II) dengan suhu mencapai 105-110C guna proses
pemanasan lanjut. Pemanasan lanjut ini berfungsi untuk membantu proses
pengendapan. Proses pemanasan II berlangsung selama 30 detik dengan jumlah
juice heater II sebanyak 4 unit dengan luas permukaan 240 m2. Sirkulasi sebanyak
12 kali dengan ID tubes 33 mm dan L tubes 5000 mm. Memiliki diameter shell
1550 mm dan teb shell 9 mm dengan panjang 5000 mm. Nira mentah dipanaskan
sampai temperatur 110C. Juice heater II juga menggunakan sistem pemanasan
heat exchanger berupa STHE (shell tube heat exchanger) yang . Uap panas yang
digunakan pada pemanas II berasaldari uap nira hasil proses penguapan pada
evaporator. Nira hasil pemanasan II dialirkan pada flash tank yang berguna untuk
memisahkan gas yang larut dalam nira, guna mempermudah proses pengendepan
pada Clarifier. Prinsip kerja flash tank adalah dengan sistem turbulen dan
defleksi. Dimana cairan nira ditabrakkan secara flash pada sebuah deflektor
sehingga gas akan naik dan keluar melalui lubang pembuangan. Nira dari flash
tank memiliki suhu 100C






(a) (b)
Gambar 13 (a) Flash tank (b) Feed box

Selanjutnya nira dialirkan pada feed box dan second box menuju Single
Tray Clarifier (STC). Main box digunakan untuk melihat sampel nira yang
mengendap pada STC. tangki STC Memiliki kapasitas sebesar 470 m3 dengan
diameter 10360 mm dan tinggi 5490 mm. Menggunakan motor dengan daya 1,5
kW, pada tanki STC ini nira mengalami proses pengendapan dengan adanya
penambahan flokulan. Flokulan berfungsi untuk menyelubungi koloid yang ada
pada nira agar lebih kompak dan mudah mengendap. Nira jernih nira encer hasil
pengendapan secara perlahan keluar dari STC dan masuk dalam proses penguapan
(evaporasi) dengan HK sebesar 825 dan suhu 95C serta memiliki kandungan
kapur 480-520. Sedangkan nira kotor dari STC bagian bawah dipompakan menuju
mud mixer (cyclon) dengan penambahan ampas halus/bagasecylo. Nira kotor dan
ampas halus dicampur hingga homogen yang selanjutnya dialirkan pada (Rotary
Vakum Filter RVF). RVF ini Memiliki filter area 52 m2 dengan diameter drum
3050 mm dan panjang drum5490 mm. Menggunakan motor dengan daya 1,5 kW






Gambar 14 Rotary vacuum filter

Prinsip kerja RVF yaitu menggunakan sistem vakum guna memisahkan
nira tapis dengan blotong. Sistem vakum yang digunakan melalui dua tahap yaitu
low vakum, digunakan untuk menarik blotong agar menempel pada permukaan
RVF dengan entalpi sebesar 20-30 dan high vakum yang digunakan untuk
mengurangi kadar air serta gula yang terkandung dalam blotong dengan entalpi
sebesar 25-40. RVF dilengkapi dengan siraman air yang berada diatas RVF
berfungsi untuk mengurangi jumlah pol dari blotong. Pada RVF menghasilkan
blotong dan nira tapis. Blotong kemudian dibawa menggunakan belt conveyor
menuju tempat penampungan blotong yang nantinya akan diangkut oleh truk
penampung.
Unit Usaha Cinta Manis memiliki 3 rotary vakum filter yang masing-
masing memiliki ketebalan blotong mencapai 0,5-1,0 cm. Selain blotong hasil
pemisahan dari RVF berupa nira tapis dengan HK sebesar 621 yang di pompakan
kembali menuju timbangan nira dan bercampur kembali dengan nira mentah yang
berasal dari stasiun mill.

Stasiun Evaporator (Penguapan)

Evaporator merupakan alat utama yang digunakan dalam stasiun
penguapan. Tujuan proses penguapan ialah untuk menguapkan air yang berada
didalam nira encer atau nira jernih. Nira encer dari stasiun pemurnian (juice
heater II) dipompa ke bejana penguapan/evaporator yang bekerja secara paralel
dan seri. Proses penguapan nira encer pada Unit Usaha Cinta Manis menggunakan
sistem Quadruple Effect, artinya dengan satu kali diberikan uap pemanas
mengalami empat kali proses penguapan. Dimana setiap 1 kg uap yang diberikan
untuk penguapan, maka dapat menguapkan 4 kg air yang terdapat pada nira encer.
Selain itu pemilihan sistem quadruple effect oleh Unit Usaha Cinta Manis
mempunyai maksud untuk menjaga kestabilan pasokan uap untuk evaporator dan
ketergantungan vakum yang digunakan sesuai dengan kapasitas uap yang dapat
dihasilkan oleh stasiun boiler dan lain-lain.






Gambar 15 Evaporator

Unit Usaha Cinta Manis mempunyai 8 buah evaporator yang dibagi
menjadi 4 badan penguap yang terdiri dari Badan Penguap I (evaporator 1A, 1C,
dan 1D), Badan Penguap II (evaporator 1B dan 2), Badan Penguap III
(evaporator 3 dan 4), dan Badan Penguap IV (evaporator 5) yang mempunyai luas
penampang 1500 (5 buah evaporator) dan 1200 (3 buah evaporator). Nira encer
dari juice heater II dengan konsentrasi 11brix masuk pada badan penguap I
secara paralel pada evaporator 1A, 1C, 1D kemudian melalui pipa-pipa calandria
nira dipanasi dengan uap bekas secara tak langsung dari stasiun mill dan power
house yang ditampung dalam LPSH dengan tekanan bejana 0,8-1,0 kg/cm3 dan
luas penampang 1500 m2LP. Disini nira mendidih pada suhu 120C.
Kemudian nira dari badan penguap I mengalir ke badan penguap II secara
seri pada evaporator 1B dan 2. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan
uap nira badan penguap I secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 80-100C
dengan tekanan bejana 1,033 kg/cm3 dan luas penampang 1500 m2LP. Selain itu
uap nira yang dihasilkan olah badan penguap I untuk memanaskan nira pada
badan penguap II, juga digunakan untuk juice heater II dan stasiun
masakan/proses.
Nira badan penguap II mengalir ke badan penguap III secara seri pada
evaporator 3 dan 4. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan uap nira
badan penguap II secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 70C dengan
tekanan bejana 0,734 kg/cm3, dan luas penampang 1200 m2LP serta memiliki
tekanan vakum 15 cmHg pada evaporator 4. Uap nira hasil badan penguap II yang
digunakan untuk memanaskan nira badan penguap III, juga digunakan untuk juice
heater I pada stasiun pemurnian.
Selanjutnya nira dari badan penguap III mengalirkan ke badan penguap IV
secara seri pada evaporator 5. Melalui pipa-pipa calandria nira dipanasi dengan
uap nira badan penguap III secara tak langsung. Nira mendidih pada suhu 65C
dengan tekanan bejana 0,259 kg/cm3, dan luas penampang 1200 m2LP serta
memiliki tekanan vakum 64cmHg pada evaporator 5. Nira badan penguap IV
dikeluarkan melalui kondensor. Pada kondensor terdapat suatu alat yang disebut
ver clicker yang berfungsi sebagai sistem screen dengan memerangkap uap yang
mengandung gula. Nira yang keluar dari badan IV disebut nira kental. Nira kental
adalah nira yang mengandumg zat kering terlarut (brix) 64 brix.








(a) (b)

Gambar 16 (a) Kondensor (b) Sulfur tower

Nira kental yang warnanya gelap sebelum diolah lebih lanjut pada stasiun
kristalisasi, dipucatkan dahulu warnanya dengan proses sulfitasi nira kental. Yaitu
dengan menghembuskan gas SO2 sehingga mencapai pH 5,6-5,8. Gas SO2 dapat
menyerap warna supaya dihasilkan gula yang putih. Nira kental yang telah
tersulfitasi kemudian dialirkan ke reaction tank dan tangki aerasi. Nira kental
yang dihasilkan akan berbuih dan dipisahkan pada alat yang disebut Talo Dora.
Pada talo dora nira kental dipisahkan dari busa dengan pompa
berpengaduk sehingga busa akan muncul kepermukaan dan terpisah masuk dalam
tangki penampungan busa nira kental (penambahan flokulan kationik).







Gambar 17 Talo dora



Flokulan ditambahkan kembali pada talo dora untuk membantu proses
pemisahan busa yang tersisa dari proses sulfitasi dan lainnya dengan cara
dilarutkan dalam air. Busa (scum) nira kental yang tertampung pada tangki
selanjutnya dipompa kembali menuju tangki nira mentah dan nira kental akan
dialirkan menuju stasiun masakan untuk diproses lebih lanjut.









Gambar 18 Skema proses penguapan

Setiap evaporator menghasilkan uap dan air. Air yang dihasilkan
dikeluarkan melalui tangki air kondensat. Air kondensat diuji pada setiap jam nya
untuk mengetahui kandungan gula yang terdapat didalamnya. Air kondensat yang
mengandung gula maka akan digunakan untuk kebutuhan proses. Sedangkan air
kondensat yang tidak mengandung gula digunakan untuk air kebutuhan stasiun
boiler.




Gambar 19 tanki air kondesat

Dari 8 unit evaporator yang dimiliki oleh Unit Usaha Cinta Manis, hanya
dioperasikan sebanyak 7 unit. Hal ini disebabkan 1 unit evaporator akan
dilakukan skrap/jadwal pembersihan rutin untuk setiap unit evaporator. Skrap
dilakukan untuk membersihkan kotoran yang terbawa oleh nira dan tertinggal
dalam evaporator pada saat proses penguapan dengan air serta bahan asam
(Karmand). Skrap dibagi menjadi 2 jenis yaitu skrap cepat dan lambat. Skrap
cepat hanya membutuhkan waktu 1 hari dalam proses pembersihannya, sedangkan
skrap lambat membutuhkan waktu lebih dari 1 hari dan tergantung banyaknya
kotoran yang ada dalam evaporator. Bila tidak dilakukan skrap secara rutin maka
akan mempengaruhi proses penguapan nira pada evaporator.

Stasiun Kristalisasi (Masakan)
Zat gula yang terlarut didalam nira kental yang sudah dipucatkan, diolah
lebih lanjut di bagian kristalisasi atau dimasak dengan cara bertingkat. Tujuan dari
proses kristalisasi adalah agar kristal gula nantinya mudah dipisahkan dari
kotorannya dalam putaran sehingga diperoleh hasil kemurnian yang tinggi dan
mengubah gula serta larutan menjadi kristal, sehingga pengambilan gula dapat
diperoleh semaksimal mungkin dan sisa gula dalam tetes seminimal mungkin.
Tingkat masakan yang biasa dilakukan di Unit Usaha Cinta Manis adalah A, C,
dan D. Bejana masakan yang digunakan berupa vacuum pan dengan desain
calandria. Bahan pemanas yang digunakan dapat berupa uap bekas atau uap nira.
Adapun jumlah vacuum pan masakan yang digunakan adalah 4 vacuum pan untuk
masakan A (vacuum pan A, A1, A2, A3), 1 vacuum pan untuk masakan C
(vacuum pan C), dan 3 vacuum pan untuk masakan D (vacuum pan D, D1, D2).
Untuk masakan D, terdapat Crystallizer yang berfungsi sebagai palung pendingin
tempat berlangsungnya kristalisasi lanjutan. Setiap vacuum pan memiliki diameter
pan 5000 mm dengan diameter pan pemanas 101,6 mm OD. Tinggi pan pemanas
986 mm dengan luas penampang 280 m3. Selain itu setiap vacuum pan
mempunyai volume 50 m3 dengan suhu calandria dan suhu badan pan secara
berurutan 100- 110C dan 70C. Setiap vacuum pan A, C dan D memiliki waktu
masak yang berbeda-beda. Masakan A memiliki waktu masak 1,5-2 jam, masakan
C 2-3 jam dan masakan D 4-6 jam. Proses masak dapat dihentikan ketika telah
tercapai suatu ukuran kristal yang telah ditentukan pada setiap masakan.
.





Gambar 20 Vacuum pan

Proses pada stasiun masakan berawal dari pembuatan bibit kristal pada
masakan D3, melalui penambahan fondan dan umpan utama bagi masakan D3
adalah stroop A. Jumlah stroop A yang ditambahkan sesuai dengan kebutuhan.
Hasil dari masakan D3 merupakan massecuite yang telah mengandung butiran-
butiran kristal yang nantinya akan diperbesar pada masakan D1. Sebelum
dijadikan sebagai bibitan bagi vacuum pan masakan lain, maka butiran-butiran
kristal disimpan dalam Receiver D (70C) dan dialirkan pada Crystallizer untuk
proses pengkristalan lebih lanjut dengan cara didinginkan dan dipanaskan secara
bergantian (50-62C) yang kemudian masuk Reheater untuk dipanaskan kembali
dengan suhu 55C. Setelah dipanaskan, butiran-butiran kristal nira kental
kemudian masuk dalam putaran LGF D dan menghasilkan gula D1(masakan D1)
dengan HK 91 dan tetes dengan HK 33. Hasil masakan D1 (gula D1) akan
mengalami putaran pada stasiun putaran 2 dan menghasilkan magma D dengan
HK 93.






(a) (b)
Gambar 21 (a) Receiver (b) Crystallizer


Untuk masakan D, umpan yang ditambahkan berupa stroop A (HK 68) dan
fondan, untuk vacuum pan D2 serta stroop C (HK 55) dan hasil dari vacuum pan
D2 untuk vacuum pan D1. Selanjutnya tekanan vacuum pan dinaikkan dari
kondisi normal hingga 62 cmHg. Kemudian dimasak hingga terbentuk butiran-
butiran kristal yang di ikuti dengan penambahan hasil vakum pan D1. Selanjutnya
dilakukan proses pemanasan dengan suhu 100-110C pada calandria dan
pemanasan dengan suhu > 70C pada badan vacuum pan selama 3-4 jam. Proses
pemasakan pada masakan D dihentikan ketika terbentuk butiran-butiran kristal
dengan ukuran 0,3 mm. Masakan D mempunyai konsentrasi zat kering terlarut
97brix dan HK 58-60.
Kemudian untuk masakan C, umpan yang ditambahkan berupa stroop A
dan masakan dari gula D2 berupa magma D. Umpan yang telah bercampur
kemudian mengalami proses pemasakan berlangsung dengan suhu 100-110C
pada calandria dan pemanasan dengan suhu > 70C pada vacuum pan serta
tekanan 62 cmHg selama 2-3 jam. Selanjutnya butiran-butiran kristal masuk
dalam receiver C dan feed mixer C agar bahan lebih homogen. Setelah homogen
hasil masakan C akan mengalami proses putaran stasiun putaran LGF C sehingga
menghasilkan stroop C dan gula C(HK 94). Masakan C mempunyai konsentrasi
zat kering terlarut 94brix dan HK 74-75. Proses pemasakan pada vacuum pan C
dihentikan ketika telah terbentuk butiran-butiran kristal dengan ukuran 0,6 mm.
Terakhir adalah masakan A, umpan yang ditambahkan adalah hasil gula C, nira
kental, dan klare SHS (HK 96) hasil dari proses putaran II pada masakan A serta
nira kental. Proses pada masakan A diawali dengan menarik magma C.
Selanjutnya ditambahkan nira kental (HK 80) serta klare SHS. Selanjutnya
dilakukan proses pemasakan hingga terbentuk butiran-butiran kristal dengan
ukuran 0,9-1,1 mm. Lama waktu memasak 1-2 jam, maka setelah itu hasil
masakan dialirkan ke receiver A, feed mixer A, serta stasiun putaran HGF (fore
worker) menghasilkan stroop A dan gula A (HK 98) serta stasiun putaran HGF
(after worker) untuk mendapatkan klare SHS dan GKP (Gula Kristal Putih).
Masakan A mempunyai konsentrasi zat kering terlarut 93brix dan HK > 84.

Stasiun Finishing (Penyelesaian)

Stasiun penyelesaian/putaran merupakan bagian yang berfungsi untuk
memisahkan kristal gula dari larutannya baik stroop maupun molasses (tetes).
Berdasarkan fungsinya, stasiun penyelesaian/putaran dibagi dalam dua kelompok,
yaitu HGF (High Grade Centrifugal) dan LGF (Low Grade Centrifugal). Prinsip
kerja HGF dan LGF adalah denga menggunakan gaya centrifugal. Dengan adanya
gaya centrifugal maka stroop/molasses akan terlempar ke dinding (screen) yang
memiliki ukuran lubang lebih kecil dari ukuran kristal sehingga kristal akan
tertahan pada screen dan stroop/molasses akan menerobos lubang screen menuju
penampung untuk diproses ulang diunit kristalisasi, karena di dalamnya masih
terkandung gula. Masquite merupakan kristal gula yang bercampur dengan larutan
induknya. Untuk lebih menyempurnakan pemisahan kristal-stroop/molasses
ditambahkan air siraman berupa air panas dan untuk putaran produk atau HGF A
(curing A) diberikan steam untuk membantu pengeringan gula (kristal).







(a) (b)
Gambar 22 (a) High grade centrifugal (b) Low grade centrifugal

Bagian utama dari HGF/LGF adalah sebuah basket yang berbentuk
silinder dan dirancang sedemikian rupa sehingga dengan adanya gaya centrifugal
akibat perputarannya maka akan membuat mascuite yang masuk ke alat putaran
ini akan mendapat gaya tekan ke dinding basket tersebut. Untuk mengeluarkan
stroop/molasses dari dalam basket, pada dinding basket diberi lubang-lubang yang
berderet sejajar. Untuk menahan agar kristal gula tidak ikut keluar bersama
stroop/molasses, pada dinding dalam basket diberi lapisan saringan. Lapisan
saringan ini ada yang satu lapis, yaitu: saringan working screen, adalah saringan
sesungguhnya dimana gula dan stroop/molasses dipisahkan pada saringan ini.





(a) (b)
Gambar 23 (a) Basket HGF (b) Basket LGF
Bagian stasiun penyelesaian, terdiri dari beberapa bagian yaitu: palung
pendingin masakan (receiver & crystallizer), pemutaran gula (HGF & LGF),
pengeringan dan pendinginan gula, pengemasan dan penggudangan gula, serta
penampungan tetes. Dari hasil proses kristalisasi, baik pola masakan A, C, dan D
yang berupa kristal bercampur larutan induk (mascuite) A, C, dan D akan
mengalami urutan proses sebagai berikut:Yang pertama adalah pendinginan
masakan. Pendinginan masakan berlangsung pada Receiver, dimana mascuite A,
C, dan D yang sudah jadi
kemudian diturunkan ke masing-masing palung pendingin sesuai dengan tempat
yang telah disediakan. Mascuite A dan C akan mengalami pendinginan selama 1-2
jam, sedangkan untuk mascuite D akan mengalami pendinginan selama 11-12
jam. Proses pendinginan masakan bertujuan agar molekul sukrosa didalam larutan
induk dapat menempel lagi pada inti kristal yang ada, sehingga sisa sukrosa/gula
yang ada pada larutan induk seminimal mungkin. Terutama pada masakan D
dengan HK yang cukup rendah 58-60% dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk
proses kristalisasi lanjutan pada palung pendingin. Larutan induk pada masakan D
disebut tetes, yang diharapkan mengandung sukrosa/gula serendah mungkin
dengan HK 32-33% sukrosa. Oleh karena itu, pada proses pendinginan masakan
D memerlukan perlakuan khusus yaitu: masakan D diturunkan terlebih dahulu ke
palung penampungan. Dari palung penampungan secara bertahap diturunkan pada
palung kristalisasi sebanyak 6 unit. Palung kristalisasi unit 1 sampai dengan unit 5
dilengkapi dengan elemen air dingin agar terjadi penurunan suhu massecuite
secara perlahan dengan rincian suhu yaitu sebagai berikut: palung unit 1 (63C),
palung unit 2 (59C), palung unit 3 (56C), palung unit 4 (53C), dan palung unit
5 (50C). Pada palung kristalisasi unit 6 dilengkapi dengan elemen air panas agar
suhu mascuite naik menjadi 54C untuk persiapan pemutaran. Alat pemutar
gula/putaran dibagi menjadi 2 tipe yaitu kontinue berupa Low Grade Centrifugal
(LGF), dibagi menjadi 2 jenis yaitu LGF untuk massecuite C dan LGF untuk
massecuite D. LGF C mempunyai diameter 1100 mm dan kecepatan putaran 1500
rpm. Menggunakan screen dengan ukuran 0,06x2,7 mm dan digerakan motor
dengan daya 55 kW. Sedangkan LGF D terdiri dari 8 unit dengan diameter 1100
mm dan kecepatan putaran 2000 rpm serta kemiringan 30. Menggunakan screen
dengan ukuran 0,06x27 mm dan digerakkan motor dengan daya 55 kW LGF
untuk pemutaran mascuite C yang diturunkan dari receiver C, akan menghasilkan
gula C/magma C (HK 94) dan stroop C (HK 55). LGF untuk pemutaran
massecuite D yang diturunkan dari crystallizer, akan menghasilkan gula D/magma
D(HK 93) dan tetes (HK 33). Kemudian diputar pada LGF D2 yang hasilnya
berupa gula D2 dan klare D. Kemudian alat pemutar discontinue berupa High
Grade Centrifugal (HGF), dimana dalam satu siklus terputus proses kerjanya
terdiri dari: pengisian (0-500 rpm), penyiraman (500-1000 rpm), dan pengsteaman
serta penyekrapan (1000-1500 rpm). HGF dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: HGF
fore worker dan HGF after worker. . Unit Usaha Cinta Manis memiliki 9 unit
HGF yang terdiri dari 4 unit HGF foreworker dan 5 unit HGF afterworker.
Memiliki diameter 1320 mm dengan tinggi 800 mm dan kecepatan putar 950
rpm. Menggunakan screen dengan ukuran 796x2135 mm dan digerakan oleh
motor dengan daya 75 kW serta mempunyai kapasitas 650 kg. , kemudian
dilakukan penyiraman bahan menggunakan air panas (500-1000 rpm), dan
dilakukan pengsteaman pada bahan serta penyekrapan (1000-1500 )HGF fore
worker berfungsi untuk memutar mascuite A dari receiver A, dan menghasilkan
gula A/magma A (HK 98) serta stroop A(HK 68). Sedangkan HGF after worker
berfungsi untuk memutar magma A hasil dari putaran HGF fore worker, dan
menghasilkan gula SHS dan klare SHS (HK 96). Tetes dari putaran mascuite D
kondisinya sangat pekat atau kental, berwarna hitam, mengandung zat kering
terlarut 90%, sukrosa 27% tercampur dalam bentuk senyawa organik dan an
organik sehingga mudah terjadi reaksi fermentasi yang dapat menyebabkan suhu
menjadi tinggi serta mudah terbakar.
Untuk mengendalikan kenaikan suhu, biasanya tangki penampungan tetes
hanya berisi 50% agar adanya sirkulasi pada tanngki tetes. Unit Usaha Cinta
Manis memiliki 4 unit tangki penampung tetes dengan kapasitas masing-masing
yaitu, 2 unit tangki dengan kapasitas 4000 ton, 1 unit tangki dengan kapasitas
2000 ton dan 1 unit tangki pelayanan dengan kapasitas 150 ton. Selanjutnya
adalah pengeringan dan pendinginan gula produk. Gula produk/gula SHS setelah
turun dari HGF after worker kondisinya masih cukup basah atau kadar airnya
2% maka perlu dilakukan proses pengeringan dan pendinginan agar kadar air
turun menjadi 0,02 %. Prinsip kerja proses pengeringan dan pendinginan gula
adalah gula SHS dilewatkan terlebih dahulu pada Grashopper Conveyor (talang
getar) yang Memiliki kapasitas 25 ton/jam dengan panjang 16000mm dan lebar
750 mm. Dengan tebal 250 mm dan daya motor sebesar 3,7 kW. Kemudian gula
SHS memasuki unit pengeringan dan pendingin dimana gula dihembuskan udara
panas dengan suhu 70C. Selanjutnya dihembuskan udara dingin supaya suhu gula
turun menjadi 38- 40C





(a) (b)
Gambar 24 (a) Pengeringan & pendinginan (b) Talang getar

Setelah mengalami proses pengeringan dan pendinginan kemudian gula
dilewatkan saringan getar dengan alat vibrating screen yang Memiliki kapasitas
12,5 ton/jam dengan lebar screen 900 mm dan panjang screen 3000 mm. Screen
mempunyai ukuran antara 9-23 mesh yang digerakkan dengan daya motor 2,2 kW
untuk sortasi. Sortasi ini dilakukan berdasarkan ukuran dari gula yang dihasilkan.
Ada 3 jenis ukuran gula yaitu normal dengan diameter 1mm dan halus serta
kasar. Gula halus dan kasar dilebur kembali dan dikembalikan kebagian masakan.
Gula yang telah tersaring dan tersortasi di vibrating screen kemudian
dibawa menggunakan belt conveyor yang Memiliki kapasitas 25 ton/jam dengan
lebar belt 600 mm dan panjang 35000 mm. Digerakkan dengan daya motor 5,5
kW menuju ke sugar bin (penampungan gula). Pada sugar bin, gula ditimbang
dengan kapasitas 50 kg per karung, dan dijahit serta ditumpuk dalam gudang gula.

Sugar Bin dan Storage

Gula produksi hasil putaran A melalui sugar conveyor dikirim menuju unit
pegepakan. Gula yang memenenuhi standar pengeringan dan ukuran kristalnya,
ditampung di dalam sugar bind, temperatur gula yang masuk ke dalam karung
penegepakan harus kurang dari 400C. Bila temperatur terlalu tinggi akan
menyebabkan perubahan kualitas gula selama dalam penyimpanan. Cara kerja
penimbangan dan penegepakan gula antara lain dilakukan dalam satu rangkaian
alat terdiri dari timbangan, mesin jahit, dan belt conveyor. Penimbangan dan
pengepakan dikerjakan oleh 4 orang yang masing-masing bertugas sebagai
berikut, satu orang bertugas menyiapkan karung (kantung pengemas), satu orang
memposisikan karung pada mulut timbangan (dari sug28 bind) untuk pengisian
gula, satu orang bertugas menjahit, dan satu orang bertugas memutus benang dan
membetulkan posisi karung jika salah pada belt conveyor.








Gambar 25 Proses penimbangan & pengepakan

Adapun syarat karung yang digunakan antara lain bertipe circular tanpa
jahitan samping, lulus uji kekuatan dari BP Departemen Perindustrian, bebas dari
cacat, karung yang telah terisi gula dijahit dengan mesin jahit, karung plastik
kemasan gula pasir harus dilengkapi dengan kantung dalam yang terbuat dari
plastik polietilen, dan karung plastik tersebut adalah produksi dalam negeri. Alat
penimbang bekerja otomatis, bila karung dimasukkan dalam penjapit dan switch
disentuh maka pintu timbangan akan membuka dan gula yang sudah tertimbang
secara otomatis akan turun masuk ke dalam karung dengan berat 50 kg netto.
Karung yang telah terisi gula akan jatuh di atas belt conveyor mesin jahit menuju
mesin jahit untuk dijahit. Dari mesin jahit, gula dalam karung jatuh ke belt
conveyor untuk diangkut ke gudang gula.
Mesin timbangan ini memiliki torelansi 0,02 kg yang artinya bila
penimbangan lebih atau kurang dari 0,03 kg dari berat 50 kg netto maka power
kontrol akan menunjukkan error, sehingga petugas akan melihat bila penimbangan
salah dan perlu diperbaiki oleh petugas instrument. Adapun printer akan mencatat
jumlah penimbangan setiap 10 karung secara otomatis.Kapasitas pengepakan
dalam satu rangkaian alat timbangan dan mesin penjahit adalah kurang lebih 11 -
12 karung per menit atau tergantung dari jumlah gula yang dihasilkan. Diambil
contoh sebanyak 0,5 kg gula untuk dianalisa di laboratorium. Fungsi atau
maksud analisa tersebut untuk mengetahui warna, kadar air, temperatur, dan
kandungan belerang dari gula tersebut apakah memenuhi standar sebagai gula
produksi. Gula yang telah di kemas dalam karung kemudian dialirkan melalui belt
conveyor menuju gudang penyimpanan gula. Unit Usaha Cinta Manis memiliki 2
gudang penyimpanan dengan panjang dan lebar masing- masing gudang adalah
100 x 25 meter. Gudang ini memiliki kapasitas 10.000 ton dengan tinggi
tumpukan 50 karung.

Anda mungkin juga menyukai