Anda di halaman 1dari 6

Leukemia Limfoblastik Akut

Proliferasi limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat-tempat ekstramedular (di
luar sumsum tulang, seperti kelenjar getah bening dan lien)
Epidemiologi
Indensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun. Dengan 75% pasien berusia kurang
dari 15 tahun. Insidensi puncaknya 3-5 tahun, LLA lebih banyak ditemukan pada pria
daripada perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko empat kali
lebih besar untuk berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari
pasien LLA mempunya risiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.
Etiologi
1. Belum diketahui
2. Faktor predisposisi
3. Exm : radiasi ionik, paparan benzene kadar tinggi, merokok, obat kemoterapi,
infeksi virus epstein Barr, trisomi kromosom 21
Patomekanisme
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau
sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal
diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel
batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada
kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus.
Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang
tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada
tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya
dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai
dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya
merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis,
kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah,
demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang
biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai dari
sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B intermedia,
sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem
pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom
thymosit, timosit matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang
juga sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit
kepala, muntah-muntah, dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi
dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel
normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi
penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke
berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala,
muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan
anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis,
perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem
retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh,
sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme
sehingga sel kekurangan makanan.

Gambaran Klinis
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan
gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum
tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas
ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer
dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang
dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati
9. Massa di mediastinum (T-ALL)
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis LLA, tetap dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lab yang meliputi: Hitung darah lengkap, sediaan apus darah tepi, kadar
fibrinogen, kimia darah, golongan darah dan HLA (human leukocyte antigen). Bisa
juga dilakukan pemeriksaan foto toraks, punksi lumbal dan aspirasi serta biopsi
sumsum tulang untuk diagnosis pastinya.
Gambaran Laboratorium
Untuk hitung darah lengkap dan apusan darah tepi, biasanya ditemukan kadar leukosit
meningkat drastis, tetapi bisa juga normal dan bahkan menurun. Hb dan trombosit
turun hingga dibawah normal, dan terdapat sel blast di darah tepi yang bervariasi,
mulai dari 0-100%.

Penampakan llimfoblast pada apusan darah tepi
Untuk aspirasi dan biopsi sumsum tulang, ditemukan gambaran hiperseluler dengan
peningkatan limfoblas. Hasil pemeriksaan sitokimia akan negatif pada pewarnaan
Sudan Black dan Mieloperoksidase (senyawa yang digunakan untuk mewarnai granul,
agar dapat dibedakan antara sel limfoblas dan mieloblas yang strukturnya hampir
mirip, akan tetapi sel limfoblas tidak bergranul sehingga hasilnya negatif). Untuk
membedakan apakah keganasannya terdapat pada sel B atau sel T, bisa dilakukan
pemeriksaan dengan senyawa fosfatase asam (positif pada sel T ganas), atau Periodic
Acid Schiff (PAS) (Positif pada sel B ganas). Selain itu bisa juga dilakukan
pemeriksaan imunofenotip dan sitogenetik untuk membedakan apakah keganasannya
terjadi di sel T atau sel B.
Penatalaksanaan
1. Terapi spesifik : dalam bentuk kemoterapi
Kemoterapi :
a. Fase induksi remisi
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi , yaitu dimana kedaan
dimana keadaan klinis menghilang, disertai blast dalam sumsum tulang kurang
dari 5%, yang ditemukan sel leukemia dalam sumsum tulang dan darah tepi.
b. Fase post remisi
a. Terapi untuk sanctuary phase ( membasmi sel leukemia yang bersembunyi
dalam SSP dan testis )
i. Tripel IT : intrathecal methotrexante (MTX), Area C ( cytosine
Arabinosid ) dan dexamenthason
ii. Cranial radiotherapy ( CRT )
b. Terapi intensifikasi/konsolidasi : pemberian regimen noncrossresistant
terhadap regimen induksi remisi
c. Terapi pemeliharaan ( maintenance )
6 mercaptopurine (6 MP ) per oral dan MTX tiap minggu . diberikan selama 2-
3 tahun dengan diselingi terapi kinsolidasi atau intensifikasi
Mempertahankan remisi selama mungkin menuju kesembuhan , dengan:
a. Kemoterapi lanjutan
I. Terapi konsolidasi
II. Terapi pemeliharaan
III. Late intensification
b. Transplantasi sumsum tulang : berupa terapi konsolidasi yang
memberikan penyembuhan permanen pada sebagian penderita, trutama
yang berusia dibawah 40 tahun.

2. Terapi suportif
Untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu
sendiri dan juga mengatasi efek samping obat .
a. Terapi untuk mengatasi leukemia : transfusi PCR untuk mempertahankan
hemoglobin sekitar 9-10 g/dl, untuk calon transplantasi sumsum tulang , transfusi
darah sebaiknya dihindari.
b. Terapi untuk mengatasi infeksi ,
i. Antibiotika adekuat
ii. Transfusi konsentrat granulosit
iii. Perawatan khusus
iv. Hematopoietic growth factor
c. Terapi untuk mengatasi perdarahan
i. Transfusi konsentrat trombosit untuk mengatasi trombosit minimal
10x106 / ml
ii. Pada M3 diberikan heparin untuk mengatasi DIC
d. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain
i. Pengelolaan leukostasis : dengan hidrasi intravenous dan leukapheresis.
Segera dilakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit
ii. Pengelolaan sindrom lisis tumor : dengan hidrasi yang cukup, pemberiaan
alopurinol dan alkalinisasi urin.
Prognosis
Prognosis LLA untuk pasien dewasa biasanya lebih buruk dari yang berusia lebih
muda. Untuk yang berusia 15-20 tahun prognosisnya baik dan bisa sembuh dengan
kemoterapi jika disertai faktor prognostik yang baik. Tapi pada pasien LLA dewasa
sebenarnya juga tergantung dari intensifnya terapi yang diberikan, seperti
transplantasi sumsum tulang. Untuk usia > 60 tahun prognosisnya agak buruk, karena
survival ratenya biasanya hanya 10% setelah remisi komplit.
Untuk faktor prognostiknya adalah sebagai berikut:
1. Usia >30 tahun > buruk.
2. Jumlah leukosit >30.000/mm3 > buruk
3. Immunofenotip:
T-cell ALL > baik;
Mature B-cell ALL, early T-cell ALL > buruk
4. Sitogenetik:
Kelainan 12 p; t(10;14)(a24;q11) > baik
normal; hiperdiploid > sedang
t(9;22), t(4;11), t(1;19), hipodiploid, -7, +8 > buruk
5. Respon terapi
remisi komplit dalam 4 minggu > baik
minimal residual disease persisten > buruk

Referensi:
Sudoyo, Ari W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai