Anda di halaman 1dari 47

1

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 a. Identitas pasien:
Nama : An. FJ
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 11 tahun
Alamat : Jl. Sultan Sulaiman, Kp. Bulang Tanjung Pinang
Agama : Islam
Pendidikan : Kelas 6 SD
Anak ke : 1 (pertama)
b. Identitas orang tua:
Nama : Ny. RA
Alamat : Jl. Sultan Sulaiman, Kp. Bulang Tanjung Pinang
Pekerjaan : Swasta
1.2 Anamnesis: Aloanamnesa terhadap ibu pasien (28 april 2014)
KU: Panas badan
Sejak 6 hari SMRS, ibu pasien mengatakan panas badan tiba-tiba
tinggi pada sore hari, panas terus-menerus, tanpa perubahan suhu pada
pagi dan malam.
1
2



Keluhan disertai dengan mual, nyeri perut bagian atas, lemas,
nyeri sendi dan otot, nyeri kepala terasa ditekan di bagian dahi dan di
belakang mata, tanpa rasa berdenyut dan berputar.
Keluhan tidak disertai dengan menggigil, perdarahan gusi, perdarahan
hidung, akral dingin, penurunan kesadaran, perdarahan saluran cerna,
badan kuning, batuk pilek, kejang, sesak. BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Makan dan minum sedikit berkurang.
Selama panas badan os belum pernah dibawa berobat kemanapun.
Karena keluhan panasnya, ibu os memberikan obat penurun panas
parasetamol tablet melalui mulut dua kali, setiap pemberian setengah
tablet, sudah diberikan dua kali. Namun setelah sebentar panas turun,
panas badan naik kembali. Karena tidak ada perubahan os dibawa ke
RUMKITAL dr.Midiyato Suratani kemudian dirawat di ruang Subi Kecil.
Os baru pertama kali sakit seperti ini, riwayat anggota keluarga dan
lingkungan di sekitar os tidak ada. Riwayat penyemprotan nyamuk dalam
3 bulan terakhir tidak ada. Riwayat bepergian ke tempat endemis tidak
ada. Os tidak ada riwayat alergi.
Os lahir dengan spontan, cukup bulan ditolong oleh bidan. Dengan
berat badan lahir 3500 mg, panjang badan 47 cm Riwayat imunisasi BCG
1 kali, Hepatitis B 3 kali, polio 5 kali, DPT 5 kali, campak 2 kali.Riwayat
ASI sampai umur 2 tahun, mulai diberi makanan tambahan dari umur 6
bulan. Pasien mulai bisa mengangkat kepalanya 45 derajat usia 2 bulan,
3



tengkurap usia 4 bulan, duduk usia 6 bulan, merangkak usia 7 bulan
berdiri 10 bulan dan mulai berjalan umur 12 bulan.
1.3 Pemeriksaan Fisik:
1. Tanggal 28 April 2014
a. Antopometri:
BB: 30 kg
PB: 126 cm
Status gizi : IMT/U (18,86 kg/m
2
/11 tahun)
Normal, karena berada di garis 0 (median), yang
merupakan kriteria normal -2 sampai 1 SD.
b. Pemeriksaan umum:
Kesadaran : compos mentis, GCS E4, M6, V5.
Keadaan umum : tampak sakit ringan-sedang.
c. Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 110/60 mmHg.
Nadi : 100x/menit,teratur.
RR : 26x//menit.
Suhu : 38
o
c.
d. Status interna:
1 Kepala:
a. Mata : Subconjungtival bleeding (-/-)
Konjungtiva tidak anemis (-/-)
4



Sklera tidak ikterik.
b. Hidung : PCH (-), epistaksis (-).
c. Mulut : POC (-), typhoid tongue (-),
gusi berdarah (-), caries (-)
To: T
1
-T
1
tenang
,
ph/ hiperemis (+).
d. Telinga : tidak ada defek aurikula,nyeri tekan (-),
membran tympani cekung mengkilap,
sekret (-), hiperemis(-), serumen (+).
2 Leher : Retraksi suprasternal (-), tiroid tidak terlihat membesar,
JVP normal, KGB tidak teraba membesar.

3 Thorax :
Pulmo:
-Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris
Retraksi intercostal (-).
-Palpasi : massa (-), fremitus vokal ki=ka, sela iga normal.
-Perkusi : sonor seluruh lapang paru ki=ka,
batas paru hepar peranjakan 2 cm.
-Auskultasi : VBS ki=ka, Wh-/-, Rh-/-, vokal resonan ki=ka.
Cor :
-Inspeksi : iktus kordis (-).
-Palpasi : iktus cordis tidak teraba.
-Perkusi : batas paru jantung (atas: linea midklavikularis
5



sinistra ICS II, kanan: linea parasternalis dextra
ICS IV, kiri: linea midklavikularis sinistra ICS V)
-Auskultasi: BJ murni reguler S1=S2, irama gallop (-),murmur (-).
4 Abdomen:
a. Inspeksi :Datar, lembut.
b. Auskultasi :BU (+) normal.
c. Palpasi : Massa tumor (-),NT (+) a/r epigastrium,
H: teraba 1
1
/
2
cm

b.a.c, 1cm b.p.x
L: tidak teraba membesar, turgor kulit kembali cepat.
d. Perkusi: tympani,pekak a/r hypocondriaca dextra(+), pekak
samping (-), pekak pindah (-), Traube space kosong.
5 Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, ptekie > 10 (saat
diperiksa rumple leed (+) di lengan kanan),
a/ ekstremitas bawah petekie (+).
2. Tanggal 29 April 2014
a. Pemeriksaan umum:
Kesadaran : compos mentis, GCS E4, M6, V5.
Keadaan umum : tampak sakit ringan-sedang.
b. Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 82x/menit,teratur.
RR : 23x//menit.
6



Suhu : 37,5
o
c.

c. Status interna:
1 Kepala:
a. Mata : DBN.
b. Hidung : DBN.
c. Mulut : ph/ hiperemis (+).
d. Telinga : DBN.
2 Leher : DBN .
3 Thorax:
Pulmo:
-Inspeksi : DBN.
-Palpasi : DBN.
-Perkusi : batas paru hepar peranjakan 2 cm.
-Auskultasi : DBN.
Cor:
-Inspeksi : DBN.
-Palpasi : DBN.
-Perkusi : DBN.
-Auskultasi : DBN.
4 Abdomen:
a. Inspeksi : ptekie (+).
b. Auskultasi : DBN.
7



c. Palpasi : NT (+) a/r epigastrium,
H: teraba 1
1
/
4
cm

b.a.c,
3
/
4
cm b.p.x.
d. Perkusi : DBN.
5 Ekstremitas :Akral hangat, CRT < 2 detik, ptekie > 10 (saat
diperiksa rumple leed (+) di lengan kanan),
a/ ekstremitas bawah petekie (+).
1.4 Diagnosa Banding:
DHF Derajat I
ISPA
Malaria
Meningitis
ISK
1.5 Usulan Pemeriksaan:
a. Darah rutin: HB, Ht, leukosit, trombosit, eritrosit.
b. Serologi : Ig G, Ig M, NS-1.
1.6 Hasil Laboratorium:
28-Apr-14 29-Apr-14 Nilai Normal
Hb 12 g% 13,6 g% 11,8-15,0 usia 12 tahun
Leukosit 7.100 /L 4.800 /L 4,5-13,5 usia 8-12 tahun
Eritrosit 4,1 juta/L 4,1 juta/L 4,00-5,20 usia 6-12 tahun
Trombosit 29.000 /L 39.000 /L 150.000-400.000
Hematokrit 45% 39% 33-38%
Anti-Dengue IgG positif positif Negatif
Anti-Dengue IgM positif positif Negatif


8



1.7 Diagnosa kerja : DHF Derajat I.
1.8 Penatalaksanaan:
a. Umum:
-Tirah baring.
-Monitor TTV.
-Pantau input dan output (Urin out put tanggal 28 april 2014 pukul
12.00-29 april 2014 pukul 12.00 : 600 cc/24 jam).
b. Farmakologi:
-Infus RL 2850ml/24 jam.
-Parasetamol: 250mg x 3 /hari.

Kasus: 900 ml/jam

Kasus: 300ml/jam

Kasus: 450ml/jam

Kasus : 600-900ml
Kasus: 300ml
Kasus: 30 ml/jam

Kasus : 180-210ml/jam

9




1.9 Prognosis
Quo Ad Vitam: Ad Bonam.
Quo Ad Fungsionam: Ad Bonam.
















10



BAB II
KESIMPULAN DAN PEMBAHASAN


2.1 Dari gejala klinis:
Panas badan, sejak 6 hari yang lalu, panas badan tiba-tiba tinggi, panas
terus-menerus, tanpa perubahan suhu pada pagi dan malam. Keluhan
disertai dengan mual, nyeri perut bagian epigastrium, lemas, nyeri sendi
dan otot, nyeri kepala terasa ditekan di bagian dahi dan di retro orbital.
Ada hubungan antara laporan kasus dan teori yang ada, yaitu:
Demam tinggi mendadak.
Ditambah gejala penyerta dua atau lebih :
Nyeri kepala.
Nyeri retro orbital.
Nyeri otot dan tulang.
2.2 Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
1. Tanggal 28 April 2014
a. Pemeriksaan umum:
-Kesadaran : compos mentis, GCS E4, M6, V5
-Keadaan umum : tampak sakit ringan-sedang
b. Tanda-tanda vital:
-Tekanan darah : 110/60 mmHg

10
11



-Nadi : 100x/menit ,teratur
-RR : 26x//menit
-Suhu : 38
o
c
c. Status interna:
1 Kepala:
Mulut : ph/ hiperemis (+)
2 Thorax:
Pulmo :
-Perkusi : batas paru hepar peranjakan 2 cm
3 Abdomen:
Palpasi : H: teraba 1
1
/
2
cm

b.a.c, 1cm b.p.x
4 Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, ptekie > 10 (saat
diperiksa rumple leed (+) di lengan kanan),
a/ ekstremitas bawah petekie (+).
2. Tanggal 29 April 2014
a. Pemeriksaan umum:
-Kesadaran : compos mentis, GCS E4, M6, V5
-Keadaan umum : tampak sakit ringan-sedang
b. Tanda-tanda vital:
-Tekanan darah : 110/70 mmHg
-Nadi : 82x/menit ,teratur
-RR : 23x//menit
-Suhu : 37,5
o
c
12



c. Status interna:
1 Kepala:
Mulut : ph/ hiperemis (+)
2 Thorax:
Pulmo :
-Perkusi : batas paru hepar peranjakan 2 cm
3 Abdomen:
Inspeksi : ptekie (+)
Palpasi : H: teraba 1
1
/
4
cm

b.a.c,
3
/
4
cm b.p.x.
4 Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 detik, ptekie > 10 (saat
diperiksa rumple leed (+) di lengan kanan),
a/ ekstremitas bawah petekie (+).
Ada hubungan antara laporan kasus dan teori yang ada, yaitu:
Demam berdarah dengue (DBD):
Gejala klinis dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,
disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa
penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan
pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya
ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang
iga. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple
leede) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan
13



intravena atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, peteki
halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan
palatumole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam.
Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran
cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar
dengan variasi sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun
pembesaran hati tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit
namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada penderita dengan syok.
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini
terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan
gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya.

2.3 Hasil laboratorium:
28-Apr-14 29-Apr-14 Nilai Normal
Hb 12 g% 13,6 g% 11,8-15,0 usia 12 tahun
Leukosit 7.100 /L 4.800 /L 4,5-13,5 usia 8-12 tahun
Eritrosit 4,1 juta/L 4,1 juta/L 4,00-5,20 usia 6-12 tahun
Trombosit 29.000 /L 39.000 /L 150.000-400.000
Hematokrit 45% 39% 33-38%
Anti-Dengue IgG positif positif Negatif
Anti-Dengue IgM positif positif Negatif

Pembahasan hasil laboratorium :
1. Hb : tanggal 29 april 2014 Hb sedikit menigkat
2. Leukosit : tanggal 29 april 2014 menurun

14



3. Trombosit : tanggal 29 april 2014 meningkat setelah pemberian terapi
cairan.
4. Hematokrit : tanggal 29 april 2014 menurun setelah pemberian terapi
cairan.
5. Anti-Dengue Ig G: Masih tetap positif.
6. Anti-Dengue Ig M: Masih tetap positif.
2.4 urin output
Urin output tanggal 28 april 2014 pukul 12.00-29 april 2014 pukul
12.00 : 600 cc/24 jam.
Keterangan : masih kurang urin output nya (karena pada pasien ini
minimal urin otuputnya 720 cc/24 jam.
Dari gejala klinis, pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium yang
didapatkan sesuai dengan teori, yaitu:






15



DF/DHF Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium
DF Demam dengan 2 gejala penyerta:
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Nyeri otot
Nyeri sendi dan nyeri tulang
Ruam
Manifestasi perdarahan
Ada tanda kebocoran plasma.
Leukopenia ( 5.000 sell/ mm
3
)
Thrombositopenia
( < 150.000 sel/mm
3
)
Peningkatan hematokrit
(5-10%)

DHF I Demam dan manifestasi perdarahan
( rumple lead test positif ) dan ada
kebocoran plasma.
Thrombositopenia
<100.000sel/mm
3
Peningkatan hematokrit 20%
DHF II Sama dengan derajat I ditambah
perdarahan spontan.
Thrombositopenia
<100.000sel/mm
3
Peningkatan hematokrit
20%
#
DHF III Sama dengan derajat I dan II
ditambah kegagalan sirkulasi (nadi
lemah, penyempitan tekanan nadi
(20 mmHg ), hipotensi, gelisah).
Thrombositopenia
<100.000sel/mm
3
Peningkatan hematokrit
20%
#
DHF IV Sama dengan derajat III ditambah
dengan syok mendalam dengan
tekanan darah dan nadi tidak teraba.
Thrombositopenia
<100.000sel/mm
3
Peningkatan hematokrit
20%

16



Dapat disimpulkan bahwa, dari gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
hasil laboratorium yang didapatkan sesuai dengan teori, kasus yang
dipaparkan merupakan DHF derajat I.



















17



BAB III
DEMAM BERDARAH DENGUE

3.1 Definisi
Demam dengue yaitu sindrom jinak yang disebabkan oleh beberapa
virus yang dibawa arthropoda, ditandai dengan demam bifasik, mialgia
atau atralgia, ruam, leukopenia dan limfadenopati. Demam berdarah
dengue yaitu suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengan
manifestasi klnis demam tinggi mendadak yang ditandai oleh
permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan pada kasus berat sindrom
syok kehilangan protein.
1
3.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne
Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,
famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu; DEN-1, DEN2,
DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk
terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan
17
18



di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue
yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan
bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.
2
3.3 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden demam
dengue telah meningkat selama 50 tahun terakhir . insidens demam dengue
terjadi baik di daerah tropik maupun subtropik wilayah urban, menyerang
lebih dari 100 juta penduduk tiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan
sekitar 30.000 kematian terutama anak-anak.
2

Di indonesia, jumlah kasus demam berdarah cenderung meningkat
dari tahun ke tahun. Meningkatnya angka demam berdarah di berbagai
kota di Indonesia disebabkan oleh sulitnya pengendalian penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Indonesia merupakan salah satu
negara endemik demam dengue yang setiap tahun selalu terjadi KLB di
berbagai kota dan setiap 5 tahun sekali terjadi KLB besar.
2


3.4 Klasifikasi
a. Demam dengue
b. Demam berdarah dengue derajat I
c. Demam berdarah dengue derajat II
d. Demam berdarah dengue derajat III
19



e. Demam berdarah dengue derajat IV (syok)
2

3.5 Patofisiologi
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel
manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan
protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu,
bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi,
namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin
berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
2
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan
masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan
SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous
infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan
secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua
kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog
yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag.
2
20



Antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary
heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh
Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik
yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG
anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam
limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks
antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke
ruang ekstravaskular.
2

21




Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan
plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit,
penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa
(efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan
menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena
itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
2
22



Virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi
baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik
dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan
mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain
virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar.
Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan
laboratoris. Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks
antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
menyebabkan perdarahan pada DBD.
2
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks
antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain.
Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit
ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation
product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi
trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
23



walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di
sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi,
perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan
faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan
dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok
yang terjadi.
2

24



3.6 Manifestasi Klinis
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-
macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak
spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk
yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok
Dengue (SSD).
2
a. Undifferentiated fever
Biasanya pada bayi, anak-anak, dewasa yang telah terinfeksi virus dengue
untuk pertama kali bisa disebut demam sederhana yang tidak dapat dibedakan
dari virus lain yang menginfeksi. Ruam maculopopular dapat terjadi mungkin
selama suhu badan meningkat sampai normal. Bisa disertai gejala pernafasan
atas dan gastrointenstinal.

25



b. Demam dengue
Demam tinggi mendadak.
Ditambah gejala penyerta dua atau lebih :
Nyeri kepala.
Nyeri retro orbital.
Nyeri otot dan tulang.
Ruam kulit.
Meski jarang dapat disertai perdarahan.
Leukopenia.
Uji serologi Ig M/Ig G positif.
Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma(hemokonsentrasi, efusi pleura,
asites, hipoproteinemia).
3

a. Demam berdarah dengue (DBD)
Gejala klinis dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,
disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri
otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada
pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga
nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi
dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.
2,4
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau
pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, peteki halus ditemukan
26



tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan variasi sampai 2-4 cm di bawah
arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan dengan
berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan pada
penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase
demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai
dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan
sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.
2,4
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa
ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau
bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan
nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi
pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan.
2,4

Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis
relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun
atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya
27



fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga
terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok
berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama
sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-
ringannya penyakit. Pada pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat
ditemukan bilateral.
2,4
Bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravascular ke intravascular secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik
stabil dan diuresis membaik.
2,4

b. Sindrom Syok Dengue (SSD)
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3
sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian
jatuh ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar
mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan
pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan
diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan
segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok
dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis
metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk prognosis.
Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2 -3 hari, kadang-kadang
28



ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda
prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan.
Penyulit SSD : penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis,
flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi
virus yang tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati.
2,4








Gambar 3. Perjalanan infeksi virus dengue
4
29



Klasifikasi dan derajat infeksi dengue:
DF/DHF Derajat Tanda dan Gejala Laboratorium
DF Demam dengan 2 gejala
penyerta:
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Nyeri otot
Nyeri sendi dan nyeri
tulang
Ruam
Manifestasi perdarahan
Ada tanda kebocoran
plasma.
Leukopenia ( 5.000 sell/
mm
3
)
Thrombositopenia
( < 150.000 sel/mm
3
)
Peningkatan hematokrit
(5-10%)

DHF I Demam dan manifestasi
perdarahan
( rumple lead test positif ) dan
ada kebocoran plasma.
Thrombositopenia
<100.000sel/mm
3
Peningkatan hematokrit 20%
DHF II Sama dengan derajat I
ditambah perdarahan spontan.
Thrombositopenia
<100.000sel/mm
3
Peningkatan hematokrit
20%
#
DHF III Sama dengan derajat I dan II
ditambah kegagalan sirkulasi
(nadi lemah, penyempitan
tekanan nadi (20 mmHg ),
hipotensi, gelisah).
Thrombositopenia
<100.000sel/mm
3
Peningkatan hematokrit
20%
#
DHF IV Sama dengan derajat III
ditambah dengan syok
mendalam dengan tekanan
darah dan nadi tidak teraba.
Thrombositopenia
<100.000sel/mm
3
Peningkatan hematokrit
20%
#
: DHF III dan IV yaitu DSS
Tabel 1. Klasifikasi WHO Infeksi Dengue dan Derajat DBD
4




30



Diagnosis dengue fever and dengue haemorrhagic fever
4
:




31





32




3.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
Hemoglobin
Penurunan Hb disertai dengan penurunan hematokrit diduga
adanya perdarahan internal.
Leukosit
Jumlah leukosit normal, namun biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrofil.
Penurunan jumlah sel limfosit atipikal plasma biru (LPB) >
4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari ketiga
sampai ketujuh.
Trombosit
Pemeriksaan trombosit dapat dilakukan dengan cara:
Semi kuantitatif atau tidak langsung
33



Langsung (Rees-ecker)
Cara lainnya sesuai dengan kemajuan teknologi (Hematology
cell counter automatically).
Jumlah trombosit 100.000/L biasanyan ditemukan antara
hari ke-3 sampai hari ke-7. Pemeriksaan trombosit perlu diulang
setiap 4-6 jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit dalam
batas normal atau keadaan klinis penderita sudah membaik.
Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan adanya
kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini, merupakan
indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada
umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan
hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit
20% ( misalnya nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Perlu
diperhatikan, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh
penggantian cairan atau perdarahan.
Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan
terendah baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat
akut dan konvalescen (hari ke-7). Pemeriksaan hematokrit antara
lain dengan mikro-hematokrit centrifuge.
Nilai normal hematokrit:
34



Anak-anak : 33-38 vol %.
Dewasa laki-laki : 40-48 vol %.
Dewasa perempuan : 37-43 vol %.
b. Serologis
Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada
penderita terinfeksi virus Degue.
Uji serologi hemaglutinasi inhibisi (HI test)
Pemeriksaan HI sampai saat ini masih dianggap sebagai uji baku
emas (gold standar). Namun memerlukan dua sampel darah (serum)
dimana spesimen harus diambil pada fase akutdan fase konvalensen
(penyembuhan), sehingga tidak dapat memberikan hasil yang cepat.
ELISA (IgM/IgG)
Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau
sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM
terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji
tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel
darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat
ini tersedia Dengue Rapid Test dengan prinsip pemeriksaan ELISA.
Intrprestasi hasil pemeriksaan Dengue Rapid Test
Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi virus primer dan
sekunder melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off
IgM ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi IgM yang secara
35



khas muncul pada infeksi virus dengue primer dan sekunder,
sedangkan cut-off antibodi IgG ditentukan hanya mendeteksi antibodi
kadar tinggi yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue
sekunder (biasanya IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2 demam) dan
disetarakan dengan titer HI > 1:2560 (tes HI sekunder) sesuai standar
WHO. Hanya respons antibodi IgG infeksi sekunder aktif saja yang
dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau infeksi masa lalu tidak
terdeteksi. Pada infeksi primer IgG muncul pada setelah hari ke-14,
namun pada infeksi sekunder IgG timbul pada hari ke-2.

Gambar 4. Infeksi primer dan infeksi sekunder virus dengue
4
36



Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya IgM
dan kontrol tanpa garis IgG, maka positif infeksi dengue primer (DD).
Sedangkan apabila muncul tiga garis pada kontrol, IgM dan IgG
dinyatakan sebagai positif infeksi sekunder (DBD). Beberapa kasus
dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis
kontrol dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif bila hanya garis
kontrol yang terlihat. Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila
gejala klinis ke arah DBD. Pemriksaan dinyatakan invalid apabila
garis kontrol tidak terlihat dan hanya garis pada IgM dan atau IgG
saja.
2
Antigen NS1
Pemeriksaan laboratorium untuk konfirmasi:
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Isolasi virus
c. Radiologi
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan penunjang untuk
mendeteksi adanya kebocoran plasma. Pada foto toraks posisi Right
Lateral Decubitus dapat mendeteksi adanya efusi pleura minimal
pada paru kanan. Pada pemeriksaan USG dapat mendeteksi adanya
asites, penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura minimal.



37



3.8 Penatalaksanaan
a. Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase
demam pasien dianjurkan
2
:
Tirah baring, selama masih demam.
Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan
Untuk menurunkan suhu menjadi < 39C, dianjurkan pemberian
parasetamol. Asetosal dan salisilat tidak dianjurkan (indikasi
kontra) oleh karena dapat meyebabkan gastritis, perdarahan, atau
asidosis.
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,
sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit
diberikan selama 2 hari.
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase
konvalesen.
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi
terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu
turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan
tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan
sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
2
38



b. Demam Berdarah Dengue
1. Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana
DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk
mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh
karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan,
maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-
kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak
dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamoi
direkomendasikan untuk pemberian.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat
demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan
adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien
perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100
ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap
harus diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang demam,
disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.
2

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin
terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
39



kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dan tekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila
sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht,
dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.
2
2. Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi
pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka
dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang.
Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan
bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3
jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap
30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume
urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
2


40



Cairan intravena diperlukan, apabila:
1. Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi
sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok.
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan
berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa
5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis,
diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1 -2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20%
atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus
sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang
diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan
sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai
8%).
3. Sindrom Syok Dengue Syok merupakan Keadaan kegawatan.
Cairan pengganti adalah pengobatan yang utama yang berguna
untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak
akan cepat mengalami syek dansembuh kembali bila diobati
segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak
terukur dantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan
kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila
syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.
41



3. Penggantian volume plasma segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20 ml/kg
BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit. Pada anak
dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB ideal dan umur
10 mm/kgBB/jam, bila tidak ada perbaikan pemberian cairan kristaloid
ditambah cairan koloid.
Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan
kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan
stop pemberian kristaloid dan beri cairan koloid (dekstran 40 atau
plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak
melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari,
sebaiknya tidak diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian
cairan resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan
kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan, maka
dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit
tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10 ml/kg
BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam. Setelah keadaan
klinis membaik, tetesan infus dikurangi bertahap sesuai keadaan klinis
dankadar hematokrit.
Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital
telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
42



diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat, saat ini
tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan apabila
hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin
0,5/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan
sirkulasi membaik. Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi
setelah 48 jam syok teratasi.
4. Koreksi gangguan elektrolit dan metabolit
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien
DBD/SSD, maka analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan
memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan
secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat,
maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga
heparin tidak diperlukan.


43




Gambar 5. Tatalaksana kasus DBD
5
44






45




Gambar 6. Tatalaksana kasus SSD
5



46



3.9 Indikasi Pasien Dirawat
1. DBD tanpa perdarahan masif dengan :
a. Hb, Ht normal dengan trombosit <100.000.
b. Hb, Ht meningkat dengan trombositopenia.
2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok.
3. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan.
3.10 Kriteria Memulangkan Pasien
Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi:
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.
2. Nafsu makan membaik.
3. Tampak perbaikan secara klinis.
4. Hematokrit stabil.
5. Tiga hari setelah syok teratasi.
6. Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku
bila pada sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah,
misalnya 12.000/ml.
7. Tidak dijumpai distres pernapasan.
8. Perbaikan urin output.

3.11 Komplikasi
Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam
adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Setelah fase
febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, efusi pleura,
47



ensephalopati dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi. Komplikasi akibat
pelayanan yang tidak baik selama rawat inap juga dapat terjadi berupa
kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak
seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik
klinis yang buruk.
2

3.12 Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya
antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD,
kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus.
Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal
dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang
disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.
2

Anda mungkin juga menyukai