Anda di halaman 1dari 61

1

PENGLIHATAN TERGANGGU

Tn. A, 56 tahun mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu.
Kadang- kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap
DM tipe-2 sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutann dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa
tubuh (IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pemeriksaan sensorik
dengan Monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri.
Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat
Mikroaneurisma dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256
mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin
positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi
kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi
perencaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran islam, jenis olahraga
yang sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping
yang dapat terjadi akibat pemberian obat


















2

Kata-Kata Sulit
Monofilamen Semmes Weinstein : Penilaian rasa nyeri pada pasien DM di daerah
metakranial dan metacarpal.

Mikroaneurisme : Pembengkakan yang menyerupai balon kecil karena
pembesaran pada pembuluh darah, kapiler yang
memasok darah ke retina belakang.

Mikroangiopati : Adanya lipid dan gumpalan darah di sepanjang
dinding pembuluh darah kecil.

Makroangiopati : Adanya lipit dan gumpalan darah di sepanjang dinding
pembuluh darah besar.

Pemeriksaan Ancle Brachial Index : Membandingkan tekanan systole pada betis dan
systole pada lengan (N= 0,9-1,3)

Funduskopi : Pemeriksaan mata bagian dalam.
Neuropati : gangguan syaraf yang menimbulkan rasa nyeri, mati
rasa, kesemutan, dan melemahnya otot.
HbA1c : zat yang terbentuk dari ikatan glukosa dan hb.












3

Pertanyaan
1. Kenapa telapak kaki kesemutan dan nyeri?
2. Mengapa penglihatan pasien terganggu?
3. Apa yang menyebabkan terlihat bintik gelap dan lingkaran cahaya?
4. Mengapa harus diet kalori?
5. Mengapa ditemukan mikroaneurisma dan perdarahan pada retina?
6. Mengapa ditemukan proteinuria?
7. Berapa kadar normal Glukosa darah sewaktu, puasa, HBA1c ?
8. Apa hubungan DM dengan BB dan umur ?
9. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan ABI?
10. Mengapa kulit pasien kering?
11. Bagaiman perencaan makan yang halal dan baik?
12. Mengapa DM tipe 2 diberikan insulin?
13. Efek samping insulin?
14. Apa saja obat obat selain Insulin (OHO) ?


JAWAB
1. Penimbunan sorbitol di syaraf, sehingga akson menghilang
2. Karena Gangguan kapiler pada mata
3. Karena Gangguan kapiler pada mata sehingga retina tidak berfungsi dengan baik
4. Karena untuk mempertahankan berat badan dan mempertahankan kadar glukosa darah
5. Kapiler melemah => pembuluh darah dilatasi => mikroaneurisma => penyumbatan
=> pembuluh darah baru (neovaskularisasi) => rapuh => perdarahan
6. Insulin untuk anabolisme menurun sehingga kadar glukosan protein asam amino dan
asam lemak meningkat. Asam amino yang meningkat tidak bisa dikompensasi oleh
ginjal yang terkena dampak komplikasi dari DM sehingga terjadi adanya proteinuria
7. Glukosa darah sewaktu : Normal < 100. Glukosa darah puasa normal <100. HbA1c
normalnya <6,5 %
8. Obesitas dapat meningkatkan resistensi insulin, dan dapat menurunkan sensitivitas
insulin. Dan penambahan umur juga dapat menurunkan sensitivitas insulin
9. Untuk memprediksi keparahan penyempitan
10. Karena terjadi sering polyuria sehingga pasien dehidrasi
11. Makan dilakukan saat lapar dan berhenti seebelum kenyang
12. Karena DM tipe2 adalah resistensi insulin untuk menyerap bahan bahan seperti
glukosa, asam lemka darah dan asam amino. Sehingga dokter memberikan insulin
untuk mengkomopensasi kelainan dari insulin.
13. Hipoglikemia
14. Sulfonylurea, Metmorfin, TZD






4

HIPOTESIS
Pasien dengan riwayat DM tipe 2 merasakan kesemutan dan nyeri (penimbunan sorbitol
disyaraf, sehingga akson hilang), penglihatan terganggu (gangguan kapiler pada mata),
dan kulit kering. Setelah dilakukan pemeriksaan Ancle Brachial Index dan pemeriksaan
laboratorium didapatkan HbA1c (N: <6,5 %), glukosa darah puasa (N: <100 mg/dl),
glukosa darah 2 jam setelah makan (N: <200 mg/dl) & pemeriksaan urin didapatkan
proteinuria (terjadi akibat peningkatan asam amino). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
lanjutan berupa glukosa plasma sewaktu dan funduskopi. Dari pemeriksaan tersebut
didapatkan retinopati diabetikum. Pasien pun diberikan terapi farmako (OHO & insulin)
dan nonfarmako (diet, edukasi, dan makanan halal&baik).





















5

SASARAN BELAJAR
LI. 1 Mempelajari Anatomi Pankreas
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makroskopis pancreas
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopis pancreas
LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Vaskularisasi dan Persyarafan
LI. 2 Mempelajari Faal dan Biokimia Insulin
LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan sintesis insulin
LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan metabolisme insulin
LI. 3 Mempelajari Diabetes Melitus tipe 2
LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi diabetes melitus tipe 2
LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Diabetes Mellitus tipe 2
LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Diabetes Mellitus tipe 2
LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Diabetes Mellitus tipe 2
LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Diabetes Mellitus tipe 2
LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Diabetes Mellitus tipe 2
LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis banding mellitus tipe 2
LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetes Mellitus tipe 2
LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Diabetes Mellitus tipe 2
LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetes Mellitus tipe 2
LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2
LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetikum
LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Retinopati Diabetikum
LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Retinopati Diabetikum
LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Retinopati Diabetikum
LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Retinopati Diabetikum
LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Retinopati Diabetikum
LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Retinopati Diabetikum
LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Retinopati Diabetikum
LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Retinopati Diabetikum
LO 4.9 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Retinopati Diabetikum
LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Retinopati Diabetikum
LI. 5 Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut Islam
6

LI 1. Mempelajari Anatomi Pankreas
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan anatomi makroskopis pancreas
Sebagai salah satu kelenjar endokrin, pankreas memiliki peranan yang cukup besar
terhadap pengaturan sistem hormonal tubuh. Selain sebagai endokrin, pankreas juga
berfungsi sebagai kelenjar eksokrin.
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar
12,5 cm dan tebal 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke
lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum,
terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ
retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis.
Strukturnya lunak dan berlobulus.


Pankreas dapat dibagi ke dalam :
a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica
superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan
caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae
hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan
hubungan dengan hilum lienale.

Ductus Pancreaticus
a. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak
cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar
pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni
mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari
ductus choledochus.
7


b. Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
c. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu
rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu
tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu
terdapat muara ampulla.

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan anatomi mikroskopis pancreas
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin.
1. Bagian Endokrin Pankreas
Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra
Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel , , dan c/PP.
Sel
20% populasi sel
Mensekresi glukagon
Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer
Sel
75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
Mensekresi insulin
Granula lebih kecil (200 m)
Sel
Sel paling besar, 5% dari populasi
Granula mirip sel , tapi kurang padat
Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan
hormon pulau Langerhans yang lain (parakrin)
Sel C/sel PP
Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran
sama dengan sel , dengan sedikit atau tanpa granula.
Mensekresi polipeptida pankreas
Fungsi fisiologis tak diketahui
2. Bagian Eksokrin Pankreas
Mirip sekali dengan kelenjar parotis, kelenjar tubulo acinar komplex.
Acini terdiri dari 6-8 sel kolumnar rendah atau sel serosa piramida, meliputi lumen kecil.
Septa halus membagi kelenjar mejadi lobulus
Perbedaan dengan kelenjar parotis:
Adanya sel sentro acinar, sel kecil jernih ditengah acinus membatasi bagian pertama
saluran keluar
Tidak mempunyai duktus intra lobularis striata
Adanya kapsul dari jaringan ikat halus tipis
8

Tidak terdapat sel lemak diantara acini kecuali pada manula




LO 1.3. Mempelajari dan Memahami Vaskularisasi dan Inervasi
Vaskularisasi
a. Arteriae
i. A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )
ii. A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
iii. A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang A.lienalis
b. Vena
Vena yang sesuai dengan arterianya mengalirkan darah ke sistem porta.

Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen
akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci dan mesenterica superiores.

Inervasi
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis
(vagus).

LI. 2 Mempelajari Faal dan Biokimia Insulin
LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan sintesis insulin
Efek insulin pada berbagai jaringan:
Jaringan Adiposa
a. Meningkatkan masuknya glukosa
b. Meningkatkan sintesis asam lemak
c. Meningkatkan sintesis gliserol fospat
d. Menungkatkan pengendapan trigliserida
e. Mengaktifkan lipoprotein lipase
f. Menghambat lipase peka hormone
g. Meningkatkan ambilan K+
Otot
Sel dan sel bagian endokrin
Pulau langerhans dan sel pankreas
9

a. Meningkatkan masuknya glukosa
b. Meningkatkan sintesis glikogen
c. Meningkatkan ambilan asam amino
d. Meningkatkan sintesis protein di ribosom
e. Menurunkan katabolisme protein
f. Menurunkan pelepasanasam-asam amino glukoneogenik
g. Meningkatkan ambilan keton
h. Meningkatkan ambilan K+
Hati
a. Menurunkan ketogenesis
b. Meningkatkan sintesis protein
c. Meningkatkan sintesis lemak
d. Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan glukoneogenesis dan peningkatan
sintesis glukosa




Efek Insulin pada metabolisme Karbohidrat
1. Insulin Meningkatkan Metabolisme dan Ambilan Glukosa Otot
Selama hampir sepanjang hari, jaringan otot tak tergantung atas glukosa untuk
energinya tetapi pada asam-asam lemak. Alasan utama hal ini adalah bahwa membrane otot
normal yang dalam keadaan istirahat hampir tak permeable terhadap glukosa kecuali bila
serat otot dirangsang oleh insulin. Dan diantara waktu makan, jumlah insulin yang
disekresikan terlalu kecil untuk meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna
kedalam sel-sel otot. Tetapi, pada dua keadaan (selama kerja fisik sedang dan berat, dan
selama beberapa jam setelah makan), otot menggunakan sejumlah besar glukosa untuk
energinya.
10

2. Penyimpanan Glikogen di dalam Otot
Bila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditranspor ke
dalam otot jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen
kemudian akan disimpan dalam bentuk glikogen otot daripada digunakan untuk energi.
Kemudian glikogen dapat digunakan untuk energi oleh otot. Glikogen otot berbeda dari
glikogen hati karena ia tidak dapat dikonversi kembali menjadi glukosa dan dilepaskan ke
dalam cairan tubuh. Alasan untuk ini adalah bahwa tidak terdapat glukosa fosfatase di dalam
sel-sel otot.
3. Mekanisme insulin meningkatkan transport glukosa melalui membrane sel otot
Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel otot dalam cara yang
sungguh berbeda dari cara meningkatkan transport ke dalam sel-sel hati. Transpor ke dalam
hati terutama akibat mekanisme penangkapan yang disebabkan oleh fosforilasi glukosa atas
pengaruh glukokinase. Tetapi ini hanya merupakan factor kecil dalam efek insulin untuk
memindahkan glukosa ke dalam sel-sel otot. Yang lebih penting, insulin langsung
mempengaruhi membrane sel otot untuk mempermudah transport glukosa. Transpor glukosa
melalui membrane sel tidak terjadi melawan perbedaan konsentrasi. Yaitu sekali konsentrasi
glukosa di dalam sel meningkat setinggi konsentrasi glukosa di luar, tak ada glukosa
tambahan yang akan ditranspor ke dalam sel. Sehingga, proses transpor bukan salah satu
difusi yang dipermudah, yang secara sederhana berarti bahwa pengangkut mempermudah
difusi glukosa melalui membrane tetapi tidak dapat memberikan energi bagi proses transport
untuk menyebabkan pemindahan glukosa melawan perbedaan energi.
4. Kurangnya Efek insulin atas ambilan dan penggunaan glukosa oleh otak
Otak memang berbeda dari kebanyakan jaringan tubuh lainnya, pada mana insulin
mempunyai sedikit atau tak berefek atas ambilan atau penggunaan glukosa. Namun, sel-
sel otak permeable bagi glukosa tanpa diintermediasi oleh insulin.
5. Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh
hati
Salah satu efek insulin yang terpenting adalah menyimpan sebagian besar glukosa
yang telah diabsorpsi sesudah makan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian
diantara waktu makan, bila insulin tak tersedia dan konsentrasi glukosa darah mulai turun,
maka glikogen hati dipecah kembali menjadi glukosa, yang dilepaskan kembali ke darah
untuk menjaga konsentrasi glukosa darah agar tidak turun terlalu rendah.
Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa di dalam hati
meliputi beberapa langkah yang hampir serentak:
a. Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah
menjadi glukosa
b. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Ini terjadi dengan
meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan fosforilasi
awal glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali terfosforilasi,
glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati karena glukosa yang telah terfosforilasi tidak
dapat berdifusi kembali melalui membrane sel.
c. Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen
Efek dari kerja diatas adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen
dapat meningkat sekitar 5-6% dari massa hati, yang hampir sama dengan
penyimpanan 100g glikogen.
6. Pelepasan glikogen dari hati diantara waktu makan
11

Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar rendah, sekarang
terjadi beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam
darah yang bersirkulasi.
a. Penurunan glukosa darah menyebabkan pancreas menurun sekresi insulinnya
b. kemudian kurangnya insulin membalikan semua efek yang telah dijelaskan
sebelumnnya untuk penyimpanan glikogen
c. kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilase, yang menyebabkan
pemecahan glikogen menjadi glukosa fosfat
d. Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugusan fosfat pecah dari glukosa dan ini
memungkinkan glukosa bebas berdifusi kembali ke darah. Hati mengambil glukosa
dari darah bila glukosa berlebihan setelah makan dan mengembalikannya ke dalam
darah bila glukosa diperlukan diantara waktu makan.
7. Efek insulin lainnya atas metabolisme karbohidrat di dalam hati
Insulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak dan asam
lemak ini diangkut lagi ke dalam jaringan adipose serta disimpan sebagai lemak. Insulin juga
menghambat glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas
enzim hati yang diperlukan untuk glukoneogenesis.

Efek Insulin pada Metabolisme Lemak
1. Efek Insulin dalam sintesis dan penyimpanan lemak
Beberapa factor yang menyebabkan peningkatan sintesis asam lemak di dalam hati meliputi:
a. Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel hati. Kemudian glukosa
dipecah menjadi piruvat di dalam jalur glikolisis dan kemudian piruvat dikonversi
menjadi Asetil CoA (substrat untuk sintesis asam lemak)
b. Kelebihan ion sitrat dan isositrat terbentuk oleh siklus asam sitrat bila glukosa dalam
jumlah berlebihan digunakan untuk energi. Kemudian ion ini mempunyai efek
langsung dalam mengaktivasi asetil CoA karboksilase, enzim yang diperlukan untuk
memulai stadium pertama sintesis asam lemak.
c. Kemudian asam lemak ditransport dari hepar ke sel-sel adipose, untuk disimpan.
2. Efek insulin atas penyimpanan lemak di dalam sel-sel adipose
a. Insulin menghambat kerja lipase yang sensitive hormone. Karena lipase merupakan
enzim yang menyebabkan hidrolisis trigliserida di dalam sel-sel lemak, sehingga
pelepasan asam lemak ke dalam darah yang bersirkulasi dihambat.
b. Insulin meningkatkan transport ke dalam sel-sel lemak dalam jalan yang sama seperti
meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel otot. Glukosa juga membentuk zat
lain yang penting untuk penyimpanan lemak. Selama proses glikosis glukosa,
sejumlah besar zat -gliserofosfat terbentuk. Zat ini memberikan gliserol yang terikat
dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida, bentuk lemak yang disimpan di
dalam sel-sel adipose.
3. Peningkatan katabolisme lemak karena defisiensi insulin
a. Lipolisis lemak yang disimpan dan pelepasan asam lemak bebas selama defisiensi
insulin. Efek yang terpenting adalah bahwa enzim lipase yang sensitive hormone di
dalam sel-sel lemakmenjadi sangat teraktivasi. Ini menyebabkan hidrolisis trigliserida
yang disimpan, melepaskan sejumlah besar asam lemak dan gliserol ke dalam darah.
12

Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma meningkat dalam beberapa menit
sampai beberapa jam. Kemudian asam lemak bebas ini menjadi substrat energi utama
yang digunakan oleh semua jaringan tubuh di samping otak.
b. Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma.
Kelebihan asam lemak di plasma akibat defisiensi insulin juga memacu pengubahan
sejumlah asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati, yang merupakan dua
zat utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua zat ini bersama dengan
beberapa trigliserida yang terbentuk di dalam hati, kemudian dikeluarkan ke dalam
darah di dalam lipoprotein. Konsentrasi lipid yang tinggi, terutama konsentrasi
kolesterol yang tinggi, menyebabkan cepatnya timbul aterosklerosis pada pasien
dengan diabetes yang serius.
4. Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan
asidosis
Defisiensi insulin juga menyebabkan kelebihan pembentukan asam asetoasetat di
dalam sel hati. Ini akibat cepatnya pemecahan asam lemak di dalam hati untuk
membentuk asetil CoA dalam jumlah yang sangat banyak. Sebagian asetil CoA ini dapat
digunakan untuk energi tetapi kelebihannya dikondensasi menjadi asam asetoasetat, yang
sebaliknya akan dilepaskan ke dalam darah. Sejumlah asam asetoasetat juga dikonversi
menjadi asam -hidroksibutirat dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asma
asetoasetat dinamai badan keton dan adanya dalam jumlah besar pada cairan tubuh
dinamai ketosis.

Efek Insulin pada Metabolisme Protein dan Pertumbuhan

1. Insulin meningkatkan sintesis dan penyimpanan protein
a. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar asam amino ke dalam sel.
Diantara asam amino yang banyak diangkut adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin,
dan fenilalanin. Insulin bersama-sama dengan hormone pertumbuhan mempunyai
kemampuan untuk meningkatkan ambilan asam amino ke dalam sel.
b. Insulin meningkatkan translasi RNA messenger
Dengan cara yang belum dpat dijelaskan, insulin dapat menyalakan mesin ribosom.
Tanpa insulin, ribosom benar-benar berhenti bekerja.
c. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih
Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein,
terutama mengaktifkan sejumlah besar enzim untuk penyimpanan karbohidrat, lemak,
dan protein.
d. Insulin menghambat proses katabolisme protein
Hal ini akan mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari
sel-sel otot
e. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis
Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang memacu
glukoneogenesis. Karena zat terbanyak yang digunakan untuk sintesis glukosa dengan
proses glukoneogenesis adalah asam amino plasma, maka supresi glukoneogenesis ini
menghemat asam amino dari cadangan protein tubuh.

13

2. Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino
plasma
Bila tidak ada insulin, hampir seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama
sekali. Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan sejumlah
besar asam amino dibuang ke dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam plasma
sangat meningkat, dan sebagian besar kelebihan asam amino akan langsung dipergunakan
sebagai sumber enrgi atau menjadi substrat dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan
asam amino ini juga meningkatkan ekskresi ureum dalam urin.

3. Insulin dan hormone pertumbuhan berinteraksi secara sinergis untuk memacu
pertumbuhan

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi pelepasan insulin


FAKTOR YANG MENINGKATKAN SEKRESI
INSULIN
FAKTOR YANG
MENURUNKAN SEKRESI
INSULIN
Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah
Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasa
Peningkatan asam amino Somatostatin
Hormon gastrointestinal (gastrin, kolesistokinin,
sekretin, gastric inhibitory product (GIP)
Aktivitas alfa adrenergik
Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, kortisol Leptin
Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta
adrenergik

Keadaan resistensi insulin: obesitas
Obat-obatan: sulfonilurea
14



Mekanisme sintesis Insulin
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian dipindahkan ke
aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula-granula berlapis membran.
Granula-granula ini bergerak ke dinding sel melalui suatu proses yang melibatkan
mikrotubulus dan membran granula berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke
eksterior melalui eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler
dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah.
Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit. Insulin
berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulin dirusak dalam
endosom yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim utama yang berperan adalah
insulin protease, suatu enzim di membran sel yang mengalami internalisasi bersama insulin.

Mekanisme Sekresi Insulin
Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang
memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai
kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan
terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu
kecepatan metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk
mendeteksi glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar
glukosa darah. Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine
trifosfat (ATP) yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel.
Penutupan kanal kalium akan mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan
membuka kanal natrium bergerbang voltase, yang sensitive terhadap perubahan voltase
membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran masuk kalsium yang merangsang
penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane sel dan sekresi insulin ke dalam
cairan ekstrasel melalui eksositosis.




15

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan metabolisme insulin
Insulin molekul tunggal/preproinsulin (110 asam amino) retikulum endoplasma reaksi
enzim peptidase satu rantai (24 asam amino) dihilangkan proinsulin aktivitas enzim
prohormon convertase 1 dan 2bagian tengah yaitu rantai C (33 asam amino) dihilangkan
konversi proinsulin menjadi insulin struktur akhir dengan 2 rantai (Adan B) dan C-
peptide dengan proteolytic cleavage pada dua sisi sepanjang rantai peptide
Struktur Primer rantai insulin :
1. Rantai A (21 residu asam amino):
2. Rantai B (30 residu asam amino):
Struktur Sekunder rantai insulin :
1. Rantai A tersusun cukup rapat, mengandung 2 bag - helix (A2 Ile - A8 Thr
dan A13 Leu - A19 Tyr)
2. Rantai B mengandung bag - helix yg lebih besar (B9 Ser- B19 Cys) dan
residu Glisin yg lebih kecil pada 20 dan 23 menyebabkannya melipat dan
membentuk huruf V
Struktur tersier
Struktur Tersier dari insulin distabilkan oleh ikatan disulfida. Pada struktur
insulin terdapat 6 sistein sehingga terbentuk 3 ikatan disulfida : 2 antara rantai A dan
B (antara A7&B7 dan A20&B19) dan satu dalam rantai A (A6&A11).



Gambar 6. Skema sintesis protein















16

Mekanisme Sintesis Insulin


Gambar 7. Mekanisme dasar stimulasi glukosa dari sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
GLUT, transporter glukosa

LI. 3 Memahami dan Mempelajari Diabetes Melitus tipe 2
LO 3.1. Definisi Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Diabetes Mellitus tipe 2
Secara global pada tahun 2010 diperkirakan terdapat 285 juta penderita diabetes tipe 2 yang
mencakup 90% dari kasus diabetes. Hal ini ekuivalen dengan sekitar 6% dari populasi
dewasa dunia. Diabetes umum dijumpai di maju dan di negara berkembang. Namun diabetes
jarang dijumpai di negara yang belum berkembang.
Tampaknya perempuan serta kelompok etnis tertentu mempunyai risiko yang lebih
besar, seperti Asia Selatan, Penduduk kepulauan Pasifik, Amerika Latin, dan Penduduk Asli
Amerika. Hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya sensitivitas terhadapgaya hidup
Barat pada kelompok etnik tertentu. Diabetes tipe 2 yang dulu dianggap sebagai penyakit
orang dewasa, kini mulai banyak didiagnosis pada anak-anak sejalan dengan
meningkatnya kegemukan. Diabetes tipe 2 kini didiagnosis sama seringnya dengan diabetes
tipe 1 pada remaja di Amerika.
Angka diabetes pada tahun 1985 diperkirakan sejumlah 30 juta, meningkat menjadi 135 juta
pada tahun 1995 dan 217 juta pada 2005. Peningkatan ini dipercaya disebabkan terutama oleh
bertambah tuanya populasi secara global, berkurangnya olahraga, dan meningkatnya angka
17

kegemukan. Lima negara dengan jumlah pasien diabetes terbesar pada tahun 2000 adalah
India dengan 31,7 juta, Cina 20,8 juta, Amerika 17,7 juta, Indonesia 8,4 juta, dan Jepang
6,8 juta. Hal ini dikenal sebagai epidemik global oleh Organisasi Kesehatan Dunia.
LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan faktor resiko Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta, bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan
insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja.tetapi penyakit ini juga bermanifestasi
pada orang dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak
memerlukan insulin.
Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:
1. Kerentanan genetik
Berkaitan denagan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor(MHC) kelas
II DR dan DQ haplotip serta lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan
terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara
spontan atau dipicu oleh suatu kejadian lingkungan yang mengubah sel beta sehingga
sel ini menjadi imunogenik.

2. Lingkungan
a. infeksi: congenital rubella,enterovirus,mumps dan coxsacievirus B4
b. vaksinasi: hanya sebuah klaim bahwa sering melakukan vaksinasi akan
menyebabkan timbulnya DM tetapi study tidak membuktikan demikian
c. makanan: terlalu cepat memberikan susu sapi kepada bayi (sebelum 3 bulan)
sehingga asupan ASI kurang

Diabetes Tipe 2
Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini
sering di temukan, tidak ada bukti bahwamekanisme autoimun berperan. Beberapa faktor
resiko pemicu DM 2:
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah:
Ras dan Etnik
Resiko Diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispani, kulit hitam, penduduk asli
amerika dan Asia.
Riwayat keluarga dengan diabetes
Seseorang dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari orang tua. Biasnaya
, seseorang yang mengalami diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang
juga terkena diabaetes melitus.
Usia > 45 tahun
Resistensi insulin biasanya meningkat pada usia diatas 65 tahun.
Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg
Riwayat pernah menderita DM Gestasional
Riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg


18

2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki
Berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)
HDL dibawah 35 mg/dL dan atau tingkat TGA >250 mg/dL dapat meningkatkan
resiko diabetes melitus tipe 2
Kurang aktivitas fisik
Hipertensi(>140/90 mmHg)
Dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
Diet tinggi gula rendah serat
Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang diperlukan oleh
utbuh dapat memicu diabetes melitgus tipe 2 karena pankreas memiliki kadar
pankreas yang disekresikan dalam julam tertentu.
Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan gaya hidup yang dapat
memicu terjadi diabetes melitus tipe 2

LO 3.4. Klasifikasi Diabetes Melitus tipe 2
Menurut American Diabetes Association ( ADA ) tahun 2010 diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya ( PERKENI 2011 ).
Klasifikasi diabetes Mellitus Menurut PERKENI 2011 dapat dibedakan menjadi 4 seperti
pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut.
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi mulai dari yang dominan disertai defiseinsi insulin
relatif sampai yang dominan sekresi insulin desertai resistensi
insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pancreas
Endokrinopati
Karena obat dan zat kimia
Infeksi
Sebab imuno yang jarang
Sindrom genetik yang lain berkaitan dengan DM
Diabetes mellitus
gestational
Diabetes yang mulai timbul atau mulai diketahui selama
kehamilan
19


Secara klinis terdapat 2 macam diabetes, tetapi ada yang berpendapat bahwa diabetes
hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin :

1. Juvenile Onset/Insulin Dependent/Ketosis Prone (IDDM/ Diabetes tipe 1)
Suatu individu mengalami kekurang insulin secara total atau hampir total. Tanpa
insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis.
Pada diabetes tipe ini , terdapat hubungan HLA tertentu pada kromosom 6 dan
beberapa auto-imunitas serologik dan cell mediated.

2. Stable/Maturity Onset/Non-Insulin Dependent (NIDDM / Diabetes tipe 2)
Individu dengan tipe ini meninjukkan defisiensi Insulin yang relatif , banyak yang
memerlukan suplementasi insulin, namun tidak akan menimbulkan kematian akibat
ketoasidosis bila pemakaian insulin dihentikan. Kenaikan jumlah insulin secara absolut
dapat terjadi dibandingkan dengan orang normal (berhubungan dengan
obesitas/inaktivitas fisik). Diabetes tipe ini tidak memiliki hubungan dengan HLA , virus
atau auto-imunitas dan biasanya sel Beta masih berfungsi.

Klasifikasi diabetes melitus menurut America Diabetes Association 2009 :

1. Diabetes melitus tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Ciri khas DM
tipe 1 adalah:
Berhubungan dengan kelainan genetik pada lokus gen HLA DR3 dan DR4
Ditemukannya Islet Cell Antibody (ICA)
Biasanya terjadi pada anak dan remaja
Badan kurus

2. Diabetes melitus tipe 2

Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Ciri
khas DM tipe 2 adalah:
Tidak ditemukan ICA
Adanya resistensi insulin
Umumnya terjadi pada usia >45 tahun
Obesitas atau kegemukan

3. Diabetes melitus tipe lain

Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
20

Karena obata atau zat kimia
Infeksi
Reaksi imunologi
Sindroma genetik lain: sindom Down, sindrom Turne

4. Diabetes melitus kehamilan

Diabetes melitus kehamilan atau diabetes melitus gestasional didefinisikan
sebagi suatu intoleransi glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat
hamil. Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-
hormon kehamilan, puncaknya trimester ketiga kehamilan. Resistensi insulin selama
kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk menjaga asupan nutrisi ke
janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum kehamilan pada ibu-ibu
obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua rsistensi jenis insulin ini.





21

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis Diabetes Mellitus
tipe 2

Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer,
gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel , yang akhirnya akan
menuju kerusakan total sel . Mula-mula timbul resistensi insulin kemudian disusul oleh
peningkatan sekresi insulin, untuk mengkompensasi (mengatasi kekurangan) resistensi
insulin agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi
mengkompesasikan resistensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel
beta semakin menurun saat itulah diagnosa diabetes ditegakkan ternyata penurunan fungsi sel
beta berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengekresi
insulin. Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan jaringan target seperti otot
dan jaringan adipose untuk merespon sekresi insulin endogen dalam tubuh.
Lipotoxicity dapat berkontribusi terhadap resistensi insulin.
Lipotoxicity mengacu kepada tingginya konsentrasi asam lemak bebas yang terjadi sebagai
akibat tekanan hambatan hormone sensitive lipase (HSL). Normalnya insulin menghambat
lipolisis dengan menghambat HSL, namun pada resistensi insulin tidak terjadi secara efisien.
Hasil dari peningkatan lipolisis adalah peningkatan asam lemak bebas, dan inilahyang
menyebabkan obesitas dan peningkatan adiposa. Asam lemak bebas menyebabkan resistensi
insulin dengan mempromosikan fosforilasi serin pada reseptor insulin yang dapat mengurangi
aktivitas insulin signalling pathway. Fosforilasi reseptor insulin pada asam amino tirosin
penting untuk mengaktifkan insulin signalling pathway, jika tidak, maka GLUT-4 akan gagal
untuk translocate, dan penyerapan glukosa ke jaringan akan berkurang, menyebabkan
hiperglikemia (Moreira, 2010). Pada individu non-diabetik sel beta mampu menangkal
resistensi insulin dengan meningkatkan produksi dan sekresi insulin. Pada penderita DM
apabila keadaan resistensi insulin bertambah berat disertai tingginya glukosa yang terus
terjadi, sel beta pankreas dalam jangka waktu yang tidak lama tidak mampu mensekresikan
insulin dalam jumlah cukup untuk menurunkan kadar gula darah, disertai dengan peningkatan
glukosahepatik dan penurunan penggunaan glukosa oleh otot dan lemak akan mempengaruhi
22

kadar gula dara puasa dan postpandrial. Akhirnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas akan
menurun dan terjadi hiperglikemia berat.

Hiperglikemia dan hiperinsulinemia yang terjadi pada DM-2 menyebabkan resistensi
adiponektin melalui penurunan regulasiekspresi reseptor Adipo R1. Hal ini menyebabkan C-
terminal globulardomain (gAd), produk gen adiponektin yang memilik efek metabolik yang
poten terutama pada otot skeletal, mengalami resistensi sehingga kemampuan gAd untuk
meningkatkan translokasi GLUT-4, penyerapan glukosa, penyerapan asam lemak dan
oksidasi, serta fosforilasi AMP-activated protein kinase (AMPK) danasetil-CoA
karboksilase (ACC) mengalami penurunan. Menariknya, hiperinsulinemia menyebabkan
peningkatan sensitivitas full-length adiponectin (fAd) melalui peningkatan eskpresi reseptor
AdipoR2. Hiperinsulinemia menginduksi kemampuan fAd untuk meningkatkan penyerapan
asam lemak dan meningkatkan oksidasi.
LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus tipe 2
Gejala Akut
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi, bahkan mungkin tidak
menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan
meliputi serba banyak (tripoli) yaitu: banyak makan (poliphagia), banyak minum (polidipsia),
banyak kencing (poliuria). Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala
nafsu makan mulai berkurang, berat badan turun dengan cepat (turun 5 10 kg dalam waktu
2 4 minggu), dan mudah lelah. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan
penderita akan jatuh koma yang disebut dengan koma diabetic.
Gejala Kronik
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah kesemutan, kulit terasa panas,
atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal di kulit, kram, capai, mudah mengantuk, mata
23

kabur, gatal di sekitar kemaluan terutama wanita, gigi mudah goyah dan mudah lepas,
kemampuan seksual menurun bahkan impotensi.
LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Mellitus tipe 2
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :
Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200
mg/dL, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah
diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.
Ketiga, dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L).

Tabel kriteria Diagnosis DM


Cara pelaksanaan TTGO (WHO) :
3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula tetap diperbolehkan
diperiksa kadar glukosa darah puasa
diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

24

Pemeriksaan Fisik
pengukuran tinggi dan berat badan
pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
pemeriksaan funduskopi
pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
pemeriksaan jantung
evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Evaluasi Laboratoris/penunjang lain
glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
A1C
profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
kreatinin serum
Albuminuria
keton, sedimen dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
foto sinar-x dada

Tindakan Rujukan
ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut
konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif
konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi
konsultasi dengan edukator diabetes
konsultasi dengan spesialis kaki (podiatrist), spesialisperilaku (psikolog) atau
spesialis lain sesuai indikasi

Evaluasi medis secara berkala
Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai
dengan kebutuhan
Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
Setiap 1 (satu) tahun dilakukan pemeriksaan:
- Jasmani lengkap
- Mikroalbuminuria
- Kreatinin
- Albumin / globulin dan ALT
- Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan
- trigliserida
- EKG
25

- Foto sinar-X dada
- Funduskopi

Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien
dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan
sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya
DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada
kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM seperti dilihat pada halaman 33.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif,
maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan
mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut
bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan
dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa
darah sewaktu dan glukosa darah puasa dipakai sebagai patokan penyaring.

Tabel kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)

Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap
tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Diabetus Melitus

DM 1 vs DM 2
o Tingkat C-peptida puasa lebih dari 1 ng / dL pada pasien yang telah menderita
diabetes selama lebih dari 1-2 tahun adalah sugestif dari diabetes tipe 2 (yaitu, residu
beta-fungsi sel). Merangsang C-peptida konsentrasi (setelah tantangan makan standar
seperti Sustacal atau setelah glukagon) agak dipertahankan sampai akhir dalam
26

perjalanan dari diabetes mellitus tipe 2. Tidak adanya respon C-peptida untuk
konsumsi karbohidrat dapat mengindikasikan kekeurangan jumlah sel-beta
o Autoantibodi dapat berguna dalam membedakan antara tipe 1 dan tipe 2 diabetes.
Islet-cell (IA2), anti-GAD65, dan anti-insulin autoantibodi dapat hadir pada awal
diabetes tipe 1, namun tidak dalam tipe 2 penyakit.

Insulin Resistance
Esistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak
memadai untuk menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel
hati. resistensi insulin umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak
pada respon sel terhadap insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari
insulin dan glukosa akibat resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik
dan diabetes tipe 2, termasuk komplikasinya.

Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi
non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan
glukosa darah dari pada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang
non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini
diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia,
dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu
aspek perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut (Candelise,
dkk, 1985).
Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan denganpemeriksaan TTGO setelah puasa 8
jam. Diagnosisintoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah
menunjukkan salah satu dari tersebut dibawah ini :

Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan
adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram glukosa
pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl sampai
dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko untuk
mendapat diabetes melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar.
Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara 140-199
mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes
Disebut GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori) tidak
normal, atau berkisar 100-125 mg/dL. Sedangkan gula darah 2 jam setelah makan normal.

LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Diabetes Mellitus tipe 2
Berdasarkan Farmakologi:
1. GOLONGAN SULFONILUREA
MEKANISME KERJA.
27

Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretstogues, kerjanya merangsang sekresi
insulin dari granul sel-sel Langerhans pancreas. Rangsangannya melalui interaksinya
dengan ATP-sensitive K channel pada membrane sel-sel yang menimbulkan depolarisasi
membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan terbukanya kanal Ca maka ion
Ca
++
akan masuk sel-sel , merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi
insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida C. kecuali itu sulfonylurea dapat
mengurangi klirens insulin di hepar. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar
dapat menyebabkan hipoglikemia.
FARMAKOKINETIK.
Berbagai sulfonylurea mempunyai sifat kinetic berbeda, tetapi absorpsi melalui saluran cerna
cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk
mencapai kadar optimal di plasma, sulfonylurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif
bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein
plasma terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk
gliburid.
Masa paruh dan metabolisme sulfonylurea generasi I sangat bervariasi. Masa paruh
asetoheksamin pendek tetapi metabolit aktifnya, 1-hidroksiheksamid masa paruhnya lebih
panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid. Sebaiknya sediaaan ini
diberikan dengan dosis terbagi. Sekitar 10% dari metabolitnya diekskresi melalui empedu dan
keluar bersama tinja.
1. Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam,
efeknya masih terlihat beberapa hari setelah obet dihentikan. Metabolismenya di
hepar tidak lengkap, 20% diekskresi utuh di urin.
2. Mula kerja tolbutamid cepat, masa paruhnya sekitar 4-7 jam. Dalam darah sekitar 91-
96% tolbutamid terikat protein plasma, dan di hepar di ubah menjadi
karboksitolbutamid. Ekskresinya melalui ginjal.
3. Tolazamid, absorpsinya lebih lambat dari yang lain; efeknya pada glukosa darah
belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh sekitar 7 jam, di
hepar di ubah menjadi p-karboksitolazamid, 4-hidroksimetitolazamid dan senyawa
lain, yang diantaranya memiliki sifat hipoglikemik cukup kuat.
4. Sulfonilurea generasi II, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100 kali lebih
besar dari generasi I. Meski masa paruhnya pendek, hanya sekitar 3-5 jam, efek
hipoglikemiknya berlangsung 12-24 jam, sering cukup diberikan 1 kali sehari. Alasan
mengapa masa paruh yang pendek ini, memberikan efek hipoglikemik panjang, belum
diketahui.
5. Glibizid, absorpsinya lengkap, masa paruhnya 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat
protein plasma, potensinya 100 kali lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek
hipoglikemik maksimalnya mirip dengan sulfonilurea lain, metabolismenya di hepar,
menjadi metabolit yang tidak aktif, sekitar 10% diekskresi melalui ginjal dalam
keadaan utuh.
6. Gliburid (glibenklamid) potensinya 200 x lebih kuat dari tolbutamid, masa paruhnya
sekitar 4 jam. Metabolismrnya di ahepar, pada pemberian dosis tunggal hanya 25%
metabolitnya diekskresi melalui urun, sisanya melalui empedu. Pada penggunaan
dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21%
selama 1,5 tahun.
28

Karena semua sulfonilurea di metabolisme di hepar dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini
tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.
EFEK SAMPING.
Insidens efek samping generasi I sekitar 4%, insidensnya lebih rendah lagi untuk generasi II.
Hipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul.reaksi ini lebih sering terjadi pada
pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal, terutama yang menggunakan
sediaan dengan masa kerja panjang.
Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologi,
susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.
Gangguan saluran cerna ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama
makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala sususnan saraf pusat berupa
vertigo, bingung, atraksia dan sebagainya. Gejala hematologik al. Leukopenia dan
agranulositosis. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktuf, yang bersifat
sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid (0,4%). Berkuarngnya toleransi
terhadap alkohol juga telah dilaporkan pada pemakaian tolbutamid dan klorpropamid.
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup
atau dengan gangguan fungsi hepar dan/atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orang
tua disebabkan oleh mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung
kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan
tanpa tanda akut (akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak
sampai koma. Penurunan kecepatan ekskresi klo, propamid dapat meningkatkan
hipoglikemia.
INDIKASI.
Memilih sulfonilurea yang tepat untuk pasien tertentu sangat penting untuk suksesnya terapi.
Yang menentukan bukanlah umur pasien waktu terapi dimulai, tetapi usia pasien waktu
penyakit DM mulai timbul. Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang
diabetesnya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun. Sebelum menentukan keharusan
penggunaan sulfonilurea, selalu harus dipertimbangkan kemungkinan mengatasi
hiperglikemia dengan hanya mengatur diet serta mengurangi berat badan pasien.
Kegagalan pasien dengan salah satu derivat sulfonilurea, mungkin juga disebabkan oleh
perubahan farmakokinetik obat, misal penghancuran yang terlalu cepat. Obat hasil terapi
yang baik tidak dapat dipertahankan dengan dosis 0.5 g klorpropamid, 0.75 g tolazamid,
sebaiknya dosis jangan ditambah lagi.
Selama terapi, pemeriksaan fisik dan laboratorium harus tetap dilakukan secara teratur. Pada
keadaan yang gawat seperti stres, komplikasi, infeksi dan pembedahan, insulin tetap
merupakan terapi standar.
2. MEGLITINID
Repaglinid dan nateglinid
29

Merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi
struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup
kanal K yang ATP-independent di sel pankreas.
Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam.
Masa paruhnya 1 jam, karena harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan.
Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di
ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara berhati-
hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna. Reaksi alergi juga
pernah dilaporkan.
3. BIGUANID
Sebenarnya dikenal 3 golongan ADO dari golongan biguanid : fenformin, buformin, dan
metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan
asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin.
MEKANISME KERJA.
Biguanid tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan
hipoglikemia. Metformin menurunkan produksi glukosa dihepar dan menungkatkan
sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi
kinase di sel (AMP-activated protein kinase). Meski masih kontroversial, adanya penurunan
produksi glukosa hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat
penurunan glukoneogenesis. Preparat ini tidak mempunyai efek yang berarti pada sekresi
glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin.
Biguanid tidak merangsang ataupun menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. Pada
pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme
yang belum jelas pula; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat
badan dan kadar glukosa darah.
Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein
plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam.
Dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (maintenance dose) 3 x 500 mg, dosis
maksimal 2,5 g. Obat diminum pada waktu makan. Pasien DM yang tidak memberikan
respon dengan sulfonilurea dapat diatasi dengan metformin, atau dapat pula diberikan sebagai
terapi kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.
EFEK SAMPING.
Hampir 20% pasien dengan metformin mengalami : mual; muntah, diare serta kecap logam
(metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang. Pada
beberapa pasien yang mutlak bergantung insulin eksogen, kadang-kadang biguanid
menimbulkan ketosis yang tidak disertai dengan hiperglikemia (starvation ketosis). Hal ini
harus dibedakan dengan ketosis karena defisiensi insulin.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem kardiovaskular, pemberian biguanid
dapat menimbulkan peningkatan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat
mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh.
30

INDIKASI.
Sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada
terapi diabetes dewasa.
Dari berbagai derivat biguanid, data fenformin yang paling banyak terkumpul tetapi sediaan
ini kini dilarang dipasarkan di Indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin
ditimbulkannya. Di Eropa fenformin digantikan dengan metformin yang kerjanya serupa
fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat. Dosis metformin ialah 1-3
gram sehari dibagi dalam 2 atau 3 kali pemberian.
KONTRA INDIKASI.
Biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal
dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.
Pada pasien yang akan diberi zat kontras intravena atau yang akan di operasi, pemberian obat
ini sebaiknya dihentikan dahulu. Setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan
dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. Hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat
yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. Insidens asidosis akibat
metformin kurang dari 0.1 kasus per 1000 patient-years, dan mortalitasnyalebih rendah lagi.
4. GOLONGAN TIAZOLIDINEDION
MEKANISME KERJA.
Tiazolidinedion merupakan agonist potent dan selektif PPAR, mengaktifkan PPAR
membentuk kompleks PPAR-RXR dan terbentuklah GLUT baru. Di jaringan adiposa
PPAR mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot, dan karenanya dapat mengurangi
resistensi insulin. Pendapat lain, aktivasi hormon adiposit dan adipokin, yang nampaknya
adalah adiponektin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin melalui peningkatan
AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan meningkatkan oksidasi asam
lemak. Jadi agar obat dapat bekerja harus tersedia insulin.
Selain itu glitazon juga menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan asam lemak bebas
di plasma dan remodeling jaringan adipose.
Pioglitazon dan rosiglitazon dapat menurunkan HBA1c (1,0-1,5%) dan berkecenderungan
meningkatkan HDL, sedang efeknya pada trigliserid dan LDL bervariasi.
Pada pemberian oral absorpsi tidak dipengaruhi makanan, berlangsung 2
jam.metabolismenya di hepar, oleh sitokrom P-450 rosiglitazon dimetabolisme oleh isozim
2C8, sedangkan pioglitazon oleh 2C8 & 3A4. meski demikian, penggunaan rosiglitazon 4 mg
2 x sehari bersama nifedipin atau kontrasepsi oral (etinil estradiol + noretindron) yang juga
dimetabolisme isozim 3A4 tidak menujukkan efek klinik negatif yang berarti.
Ekskresinya melalui ginjal, keduanyadapat diberikan pada insufisiensi renal, tetapi
dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hepar (ALT>2,5 x nilai normal). Meski laporan
hepatotoksik baru ada pada troglitazon, FDA menganjurkan agar pada awal dan setiap 2
bulan sekali selama 12 bulan pertama penggunaan kedua preparat diatas dianjurkan
pemeriksaan tes fungsi hepar. Penelitian population pharmacokinetic, menunjukkan bahwa
usia tidak mempengaruhi kinetiknya.
31

Glitazon digunakan untuk DM tipe 2 yang tidak memberi respons dengan diet & latihan fisik,
sebagai monoterapi atau ditambahkan pada mereka yang tidak memberi respons pada obat
hipoglikemik lain (sulfonilurea, metformin) atau insulin.
Dosis awal rosiglitazon 4 mg, bila dalam 3-4 minggu kontrol glisemia belum adekuat, dosis
ditingkatkan 8mg/hari, sedangkan pioglitazon dosis awal 15-30mg bila kontrol glisemia
belum adekuat, dosis dapat ditingkatkan sampai 45 mg. Efek klinis maksimalnya tercapai
setelah penggunaan 6-12 minggu.
EFEK SAMPING.
Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume plasma dan
memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada penggunaannya bersama
insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut
klasifikasi New York Heart Association. Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang
terjadi.
5. PENGHAMBAT ENZIM -GLIKOSIDASE
MEKANISME KERJA.
Obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan
disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim -glikosidase di brush border
intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.
Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek
samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut
atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama
antidiabetik oral lain dan/atau insulin.Obat ini diberikan pada waktu mulai makan; dan
absorpsi buruk.
Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan miglitol suatu derivat
deseksi nojirimisin, secara kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase, tetapi
efeknya pada -amilase pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma
postprandial pada DM tipe 1 & 2, dan pada DM tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat
menurunkan HbA1c secara bermakna. Pada pasien DM dengan hiperglisemia ringan sampai
sedang, hanya dapat mengatasi hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik
oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan HbA1c).
EFEK SAMPING.
Efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain: malabsorpsi, flatulen, diare, dan
abdominal bloating. Untuk mengurangi efek samping ini sebaiknya dosis dititrasi, mulai
dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8 minggu sampai dosis maksimal
75mg setiap tepat sebelum makan. Dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan
kecil (snack).
Akarbose paling efektif bila diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung
polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan
bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia,
pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrose, polisakarida atau maltosa.
32




OBAT HIPERGLIKEMIK
1. GLUKAGON
MEKANISME KERJA.
Glukagon menyebabkan glikogenolisis di hepar dengan jalan merangsang enzim
adenilsiklase dalam pembentukan siklik AMP, kemudian siklik AMP ini mengaktifkan
fosforilase, suatu enzim penting untuk glikogenolisis. Efek glukagon ini hanya terbatas pada
hepar saja dan tidak dapat dihambat dengan pemberian adrenoreseptor .
Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis. Efek ini mungkin sekali disebabkan oleh
menyusutnya simpanan glikogen dalam hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam
hepar proses deaminasi dan transaminasi menjadi lebih aktif. Dengan meningkatnya proses
tersebut maka pembentukan kalori juga makin besar. Ternyata efek kalorigenik glukagon
hanya dapat timbul bila ada tiroksin dan adrenokortikosteroid.
Sekresi glukagon pankreas meninggi dalam keadaan hipoglikemia dan menurun dalam
keadaan hiperglikemia. Sebagian besar glukagon endigen mengalami metabolisme di hati.
INDIKASI.
Glukagon terutama digunakan pada pengobatan hipoglikemia yang ditimbulkan oleh insulin.
Hormon tersebut dapat diberikan secara IV, IM atau SK dengan dosis 1 mg. Bila dalam 20
menit setelah pemberian glukagon SK pasien koma hipoglikemik tetapi tidak sadar, maka
glukosa IV harus segera diberikan karena mungkin sekali glikogen dalam hepar telah habis
atau telah terjadi kerusakan otak yang menetap. Glukagon HCl tersedia dalam ampul berisi
bubuk 1 dan 10mg.
2. DIAZOKSID
Obat ini memperlihatkan efek hiperglikemia bila diberikan oral dan efek antihipertensi bila
diberikan IV. Sediaan ini meningkatkan kadar glukosa sesuai besarnya dosis dengan
menghambat langsung sekresi insulin; mungkin juga dengan menghambat penggunaan
glukosa dan perifer dan merangsang langsung sekresi insulin; mungkin juga dengan
menghambat penggunaan glukosa di perifer dan merangsang pembentukan glukosa dalam
hepar. Diazoksid digunakan pada hiperinsulinisme misalnya pada insulinoma atau
hipoglikemia yang sensitif terhadap leusin. Diazoksid 90% terikat plasma protein dalam
darah. Masa paruh bentuk oral 24-36 jam, tetapi mungkin memanjang pada takar lajak atau
pada apsien dengan kerusakan dengan kerusakan fungsi ginjal. Karena masa paruh yang
panjang, diperlukan pengamatan jangka panjang. Takar lajak dapat menyebabkan
hiperglikemia berat, kadang-kadang disertai ketoasidosis atau koma hiperosmolar tanpa
ketosis.
Meskipun diazoksid termasuk golongan tiazid, obat ini meretensi air dan natrium. Diuretik
tiazid meninggikan efek hiperglikemi dan hiperurisemi obat ini. Diazoksid oral menimbulkan
potensiasi efek obat antihipertensi lain, meskipun bila obat ini digunakan sendiri efeknya
33

tidak kuat. Efek hiperglikemi diazoksid dilawan oleh obat penghambat adrenoreseptor .
Diazoksid dapat menimbulkan iritasi saluran cerna, trombositopeni dan netropeni. Diazoksid
bersifat teratogenik pada hewan (kelainan kardiovaskular dan tulang), juga menyebabkan
degenerasi sel pankreas fetus sehingga obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil.
Dosis pada orang dewasa adalah 3-8 mg/kgBB/hari, sedangkan pada anak kecil 8-15
mg/kgBB/hari. Obat ini diberikan dalam dosis terbagi 2-3 x sehari.
TERAPI INSULIN
KLASIFIKASI INSULIN
Jenis sediaan Bufer Mula kerja Puncak
(jam)
Masa kerja
(jam)
Kombinasi
dengan (jam)
Kerja cepat
Regular solube
(kristal)
Lispro

-
Fosfat

0,1-0,7
0,25

1,5-4
0,5-1,5

5-8
2-5

Semua jenis

lente
Kerja sedang
NPH (isophan)
Lente

Fosfat
Asetat

1-2
1-2

6-12
6-12

18-24
18-24

Regular
Senilente
Kerja panjang
Protamin zinc
Ultralente
Glargin

Fosfat asetat
-

4-6
4-6
2-5

14-20
16-18
5-24

24-36
20-36
18-24

Regular

INDIKASI dan TUJUAN.
Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi
hanya dengan diet dan atau antidiabetik oral, pasien DM pascapankreaktomi atau DM dengan
kehamilan, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain, sebelum
tindakan operasi (DM tipe 1 dan 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut
bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek
metabolisme, dan yang terakhir inilah umumnya yang suka dicapai.
Keadaan mendekati normoglisemia dicapai pada DM dengan multipel dosis harian insulin
atau dengan infusion pump therapy, yang tujuannya mencapai glukosa darah puasa antara 90-
120 mg/dL (5-6,7 mM), glukosa 2 jam postprandial kurang dari 150 mg/dL (8,3 mM). Pada
pasien yang kurang disiplin atau kurang patuh terhadap terapi, mungkin perlu dicapai nilai
glukosa darah puasa yang lebih tinggi (140 mg/dL atau 7,8 mM) dan postprandial 200 sampai
250 mg/dL atau11,1-13,9 mM.
EFEK SAMPING.
Hipoglikemia, merupakan efek samping paling sering terjadi dan trjadi akibat dosis insulin
yang terlalu besar, tidak tepatnya waktu makan dengan waktu tercapainya kadar puncak
insulin, atau karena adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin,
misal insufisiensi adrenal atau pituitary, ataupun akibat kerja fisik yang berlebihan.
Reaksi alergi dan resistensi, kadang-kadang reaksi ini terjadi akibat adanya bekuan atau
terjadinya denaturasi preparat insulin, atau kontaminan, atau akibat pasien sensitif terhadap
34

senyawa yang ditambahkan pada proses formulasi preparat insulin (misal: Zn
2+
, protamin,
fenol,dll). Reaksi alergi lokal sering terjadi akibat IgE atau resistensi akibat timbulnya
antibodi IgG.
Lipoartrofi dan lipohipertrofi. Lipoartrofi jaringan lemak subkutan ditempat suntikan dapat
timbul akibat variant respon imun terhadap insulin; sedangkan lipohipertrofi dimana terjadi
penumpukan lemak subkutan terjadi akibat efek lipogenik insulin yang kadarnya tinggi pada
daerah tempat suntikan. Hal ini diduga akibat adanya kontaminan dalam preparat insulin, dan
reaksi lebih jarang terjadi pada penggunaan insulin, dan reaksi lebih jarang terjadi pada
penggunaan insulin yang lebih murni. Pada kenyataannya lipohipertrofi lebih sering terjadi
dengan human insulin apabila pasien yang menyuntikan sendiri pada tempat yang sama. Hal
ini dapat disebabkan karena terjadinya absorpsi insulin yang kurang baik atau tidak teratur.
Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang
berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik
di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga
OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2). Untuk kombinasi OHO dan
insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja 6-
menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah
adalah10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral
dihentikan dan diberikan insulin saja (PERKENI, 2006).
35



Terapi Non-Farmakologi

1. Edukasi
Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah: (PERKENI,
2006)
Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan
Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana
Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi
Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan
penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang
diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium
Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima
Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya
Gunakan alat bantu audio visual
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara
holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang: (PERKENI,
2006)


Materi edukasi pada tingkat awal adalah:
Perjalanan penyakit DM
36

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obatan lain
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan)
Pentingnya perawatan kaki
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.



Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah:
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
Makan di luar rumah
Rencana untuk kegiatan khusus
Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM
Pemeliharaan/Perawatan kaki, elemen perawatan kaki dapat dilihat pada tabel
berikut:
Elemen Kunci Perawatan Kaki
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara rinci pada semua orang
dengan ulkus maupun neuropati perifer :
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk pasir atau air
2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit
terkelupas atau daerah kemerahan atau luka
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoleskan
krimpelembab ke kulit yang kering
Edukasi perawtan kaki harus dilakukan secara teratur

2. Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan diet pada pasien DM hampir sama dengan orang normal, yaitu
sangat penting menjaga asupan makanan dengan gizi seimbang dan sesuai kebutuhan kalori.
Hal yang perlu diperhatikan pada penderita DM adalah jadwal makan yang harus teratur,
jenis dan jumlah makanan.
Kebutuhan Kalori :
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
37

besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll .
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin
perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang mengidap
penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya (PERKENI,
2006).



Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:
Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar
glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin,
Memperbaiki sistem koagulsi darah.
Tujuan Terapi Gizi Medis
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
o Kadar glukosa darah mendekati normal
o Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
o Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
o Kadar A1c <7%.
o Tekanan darah <130/80 mmHg.
o Profil Lipid
o Kolesterol LDL<100 mg/dl
o Kolesterol HDL >40 mg/dl.
o Trigliserida < 150 mg/dl.
o Beran badan senormal mungkin.

38

Jenis Bahan Makanan
KARBOHIDRAT
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65%
dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan
dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty
acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
o Julah serat 25-50 gram per hari.
o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih
dari total kebutuhan kalori perhari.
o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai
40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein
mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan
tidak kurang dari 40gram.
o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.

LEMAK
39

Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini
sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K.
Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh.
Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena
terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak
jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak
yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet
diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan
meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
(polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar
trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang
dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein
lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan
kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
total kebutuhan kalori per hari.
o Jika kadar kolestrol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
o Batasi asam lemak bentuk trans.
o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang.
o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan
kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus
Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat
tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
o Berat badan kurang <18,5
o Berat badan normal 18,5-22,9
o Berat badan lebih 23,0
o Dengan resiko 23-24.9
o Obes I 25-29,9
o Obes II 30

40

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
o Berat badan kurang BB <90% BBI
o Berat badan normal BB 90-110% BBI
o Berat badan lebih BB 110-120% BBI
o Gemuk BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.
Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
o Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:
o Umur diatas 40 tahun : -5%
o Aktivitas ringan : +10%
o Aktifitas sedang : +20%
o Aktifitas berat : +30%
o Berat badan gemuk : -20%
o Berat badan lebih : -10%
o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan
penderita.

3. Latihan jasmani
41

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
(PERKENI, 2006)
Prinsip latihan jasmani bagi diabetes, persis sama dengan prinsip latihan jasmani secara
umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : frekuensi, intensitas, durasi, dan jenis. (IPD,
2009)
Frekuensi: Jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali
per minggu
Intensitas: ringan dan sedang ( 60-70 % Maximum Heart Rate )
Untuk menentukan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu : 220-umur. Setelah MHR
didapatkan, dapat ditentukan THR (target Heart Rate). Sebagai contoh : suatu latihan
bagi diabetisi berumur 50 tahun didasarkan sebesar 75%, maka THR = 75% x ( 220-
60) = 120. Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam menjalankan latihan jasmani,
sasaran denyut nadinya adalah sekitar 120x/menit.
Durasi : 30 60 menit
Jenis : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang, dan bersepeda

4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006).
LO.3.9. Komplikasi

A. Komplikasi akut dapat berupa :
1. Hipoglikemia yaitu menurunnya kadar gula darah < 60 mg/dl
2. Keto Asidosis Diabetika (KAD) yaitu DM dengan asidosis metabolic dan
hiperketogenesis
3. Koma Lakto Asidosis yaitu penurunan kesadaran hipoksia yang ditimbulkan oleh
hiperlaktatemia.
4. Koma Hiperosmolar Non Ketotik, gejala sama dengan no 2 dan 3 hanya saja tidak
ada hiperketogenesis dan hiperlaktatemia.
42


B. Komplikasi kronis :
Biasanya terjadi pada penderita DM yang tidak terkontrol dalam jangka waktu kurang
lebih 5 tahun. Dapat dibagi berdasarkan pembuluh darah serta persarafan yang kena atau
berdasakan organ. Pembagian secara sederhana sebagai berikut :

1. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar (pembuluh darah yang dapat
dilihat secara mikroskopis) antara lain pembuluh darah jantung / Penyakit Jantung
Koroner, pembuluh darah otak /stroke, dan pembuluh darah tepi / Peripheral
Artery Disease.
2. Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah mikroskopis antara lain retinopati
diabetika (mengenai retina mata) dan nefropati diabetika (mengenai ginjal).
3. Neuropati, mengenai saraf tepi. Penderita bisa mengeluh rasa pada kaki/tangan
berkurang atau tebal pada kaki atau kaki terasa terbakar/bergetar sendiri.

Selain di atas, komplikasi kronis DM dapat dibagi berdasarkan organ yang terkena yaitu:

1. Kulit : Furunkel, karbunkel, gatal, shinspot (dermopati diabetik: bercak hitam di
kulit daerah tulang kering), necrobiosis lipoidica diabeticorum (luka oval, kronik,
tepi keputihan), selulitis ganggren,
2. Kepala/otak : stroke, dengan segala deficit neurologinya
3. Mata :Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (myopia-reversibel,katarax
irreversible), Glaukoma, perdarahan corpus vitreus, Retinopati DM (non
proliperative, makulopati, proliferatif), N 2,3,6 (neuritis optika) & nerve centralis
lain
4. Hidung : penciuman menurun
5. Mulut :mulut kering, ludah kental = verostamia diabetic, Lidah (tebal, rugae,
gangguan rasa), ginggiva (edematus, merah tua, gingivitis, atropi), periodontium
(makroangiopati periodontitis), gigi (caries dentis)
6. Jantung : Penyakit Jantung Koroner, Silent infarction 40% kr neuropati otonomik,
kardiomiopati diabetika (Penyakit Jantung Diabetika)
7. Paru : mudah terjangkit Tuberculosis (TB) paru dengan berbagai komplikasinya.
8. Saluran Cerna : gastrointestinal (neuropati esofagus, gastroparese diabetikum
(gastroparese diabeticum), gastroatropi, diare diabetic)
9. Ginjal dan saluran kencing : neuropati diabetik, sindroma kiemmelstiel Wilson,
pielonefritis, necrotizing pappilitis, Diabetic Neurogenic Vesical
Disfunction, infeksi saluran kencing, disfungsi ereksi/ impotensi, vulvitis.
10. Saraf perifer : parestesia, anestesia, gloves neuropati, stocking, neuropati, kramp
11. Sendi : poliarthritis
12. Kaki diabetika (diabetic foot), merupakan kombinasi makroangiopati,
mikroangopati, neuropati dan infeksi pada kaki.

LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Diabetes Mellitus tipe 2
43

Komplikasi-komplikasi penderita diabetes melitus:
a. Sistem kardiovaskuler (peredaran darah jantung) seperti hipertensi, infarck miokard
( gangguan pada otot jantung).
b. Mata: retinopathy diabetika, katarak
c. Saraf: neropathy diabetika
d. Paru-paru: TBC (tuberculosis)
e. Ginjal: pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), Glumerulosklerosis (Pengerasan pada
glomerolus).
f. Hati: Sirosis Hepatis (Pengerasan pada hati)

LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Diabetes Mellitus tipe 2
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal.,
sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk meninggal
lebih cepat.

LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2
Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang
berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada
populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang sebelumnya tidak terdiagnosa dapat
terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah
ada komplikasi masih reversibel. Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa
pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan
sekunder supaya lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapat reversibel.
Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.
Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk
mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar
kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah.
Upaya ini meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan
organ
c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan

LI. 4 Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetikum
44

LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Retinopati Diabetikum
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan
atau perubahan penglihatan secara perlahan.

LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Retinopati Diabetikum
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah
penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi154,9 juta
pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 TheDiabCare
Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan
sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi
retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.
LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Retinopati Diabetikum
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan
jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo
retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi
hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah
yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes


LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Retinopati Diabetikum
Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik
1,8,9

Tahap Deskripsi
Tidak ada
retinopati
Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang;
mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
45

Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif
dari retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di
lempeng optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE).
Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus
atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan
pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut
dengan perdarahan vitreus; mengancam penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke
dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan
mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik
proliferatif.
1


Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS
1,8,9

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat 1 tanda berupa dilatasi
vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA
pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan 2 tanda pada retinopati non
proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina
(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
46

2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b)
ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah
baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > daerah diskus, d)
perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus
atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua
gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko
tinggi.

Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13 :
1. Derajat 1 : tidak terdapat retinopati
2. DM-Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma
3. Derajat 3 : Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh
mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda : Venous loops, Perdarahan, Hard exudates,
Soft exudates, Intraretinal Microvascular Abnormalities(IRMA)
4. Derajat 4 : Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh:
Perdarahan derajat sedang-berat, Mikroaneurisma, IRMA
5. Derajat 5 : Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan
viterous

LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis Retinopati
Diabetikum
Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular paling sering pada DM. Lama
menderita DM merupakan faktor risiko utama yang berkaitan dengan perkembangan
retinopati diabetik. Setelah lima tahun menderita DM tipe 1, sekitar 25% pasien mengalami
retinopati. Setelah 10 tahun hampir 60% menderita retinopati dan setelah 15 tahun 80% akan
menderita retinopati. Proliferatif retinopati diabetik (PRD) merupakan bentuk retinopati yang
sangat mengancam penglihatan dan biasanya terdapat pada 25% pasien DM tipe 1 dengan
durasi penyakit 15 tahun, timbul pada 2% pasien dengan durasi DM kurang dari 5 tahun.
Mekanisme kelainan mikrovaskular pada retinopati diabetik sampai saat ini belum jelas.
Namun demikian diduga paparan hiperglikemia dalam waktu yang lama mengakibatkan
perubahan biokimiawi dan fisiologi yang dapat menyebabkan perubahan pada endotel
vaskular. Perubahan vaskular pada retina meliputi kehilangan perisit dan penebalan
membrana basalis. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada
membran sel yang terletak di antara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah
sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur
kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barier, transportasi
kapiler, dan mengendalikan proliferasi endotel. Membrana basalis berfungsi sebagai barir
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel
saling berikatan erat satu dengan yang lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari
membrana basalis membentuk barir yang bersifat selektif terhadap berbagai jenis protein dan
47

molekul kecil.Perubahan histopatologis kapiler retina pada RD dimulai dari penebalan
membrana basalis, hilangnya perisit, dan proliferasi endotel dimana pada keadaan lanjut
perbandingan antara sel endotel dan sel perisit dapat mencapai 10:1.
Patofisiologi RD yang terjadi di kapiler yaitu, pembentukan mikroaneurisma, peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan plasma seperti lipoprotein
dan makromolekul dari mikrosirkulasi ke dalam ruang ekstraselular yang kemudian
menyebabkan pertambahan ketebalan makula retina. Pada keadaan ini garam dan air dipompa
ke luar dari retina ke koroid tetapi tidak disesrtai serum lipoprotein sehingga hard exudat
yang berasal dari lipoprotein menumpuk di dalam retina.Peningkatan permeabilitas kapiler
retina ini bisa sampai 12 kali, tetapi aktivitas pompa epitel pigmen hanya meningkat 2 kali,
ketidakseimbangan ini menimbulkan akumulasi cairan ekstraselular sehingga terjadi edema
makula diabetika.
Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga
berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1. Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol
terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan
saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis.
Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati
membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat hidrofilik sehingga sel
menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD
+
sehingga menurunkan uptake
mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk
modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.

Secara singkat,
akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf. Percobaan pada
binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil) yang bekerja
menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya
retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan
dari progresifisitas retinopati.

2. Pembentukan protein kinase C (PKC)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat
akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator
PKC dari glukosa.

PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit,
permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC
secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan mengganggu permeabilitas
dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma,
sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu,
sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular
dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi
penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan
48

vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut
terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular
retina.

3. Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses
tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini
saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat
aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko
terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi
AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM
daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa
maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat
pada intrasel daripada ekstrasel.
4. Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan
hidrogen peroksida (H
2
O
2
), superokside (O
2
-
). Pembentukan ROS meningkat melalui
autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan
akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang menambah kerusakan sel.Kerusakan
sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia kronis terjadi pada
jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa. Gangguan konduksi
saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan fungsi retina dalam
menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian impuls listrik ke otak.
Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan
berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula
sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks
fovea pada pemeriksaan funduskopi. Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan
funduskopi terjadi karena angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth
factor, lebih tepatnya disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan
kelemahan dinding vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi
sebagai jaringan penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah
penonjolan pada dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak
sehingga tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga
terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak
perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda yang
melayang-layang pada penglihatan.

49



LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Retinopati Diabetikum
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:
Kesulitan membaca
Penglihatan kaburr
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan
bentuk bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irreguler dan berkelok-kelok
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
irreguler, kekuning-kunigan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan bergabung.
Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering dsebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Pada
pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus dan berwarna
putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia
retina.
Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan jaringan.
Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan irreguler. Mula-
mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah preretinal ke badan
50

kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan
retina, prdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga
sangat mengganggu tajam penglihatan.

Perbedaan antara NPDR dan PDR
1,5,7,10

NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara
traksi (-)
Pelepasan retina secara traksi (+)

LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Retinopati Diabetikum
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan
dokumentasi kelainan retina.9 Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American
Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan
ter-tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukanoleh dokter umum
terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Selanjutnya, retinopati DM
dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS).
Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan
penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif
derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata
lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lampbiomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopicfundus
photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan opticalcoherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila
perlu. OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh
perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.
Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula
dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta
51

untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk
berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi)
pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri
dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa
dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50
cm untuk menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya,
pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial
untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik
yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna
kuning,sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke delapan arah mata
angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma,eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi
merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya
oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda
khas makulopati diabetikum.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah
hipertensive retinopathy
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama kali
dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita hipertensi dan
penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar
secara general dan fokal, perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina
dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun
1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk
memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.

Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler
retina dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak
dan titik serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta
vaskularisasi retina dan badan kaca.. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap,
funduskopi dan Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati
diabetik yang berbeda dengan retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif
tidak ada mikroaneurisma.Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-
52

shaped, sedangkan pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati
hipertensif menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).

LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana Retinopati Diabetikum
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini
dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan
retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.

1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah
diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita
retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan
pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan
retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada
pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya.
9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset
DM/kehamilan
Rekomendasi pemeriksaan pertama
kali
Follow up rutin minimal
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis Setiap tahun
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau sesuai
kebijakan dokter mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata mungkin
lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena
antisipasi kebutuhan untuk terapi.
9

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina
Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi

Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control and
Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I
yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah
pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami
penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat
mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi
53

intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan
penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan
UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak
dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi
resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan
bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan
kehilangan penglihatan.
1,3,9

3. Fotokoagulasi
1,2,10,11

Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National
Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi
dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan
retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi
penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah
retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut
bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :
1,2,9,10,

1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran
visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular
dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan
retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah
retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.

: Tahap-tahap PRP
(Dikutip dari kepustakaan 10)

54

2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah
cincin hard exudates yang terletak 500-3000 m dari tengah fovea. Teknik ini mengalami
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.

3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan
bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering
dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

Panretinal fotokoagulasi pada PDR
(Dikutip dari kepustakaan 10)

Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema
(Dikutip dari kepustakaan 2)

4. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-
baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait
usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari
neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan
dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada
55

neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan
dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi
vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin
diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1
mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk
penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.
1,2,8,10

5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity)
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi
pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler.
Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina,
perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak
mengalami perbaikan.
1,2,8


Vitrektomi
(DIkutip dari kepustakaan 10)

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien
dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada
vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1
tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200). Pasien dengan
diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe
2.DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen
konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.

LO 4.9. Memahami dan Mempelajari Komplikasi Retinopaty diabetika
Retinopati diabetika Proliferatif dapat menyebabkan hilangnya penglihatan dengan berbagai
cara seperti berikut :

1. Vitreous Hemorrhage
56

Pembuluh darah baru yang rapuh dapat mengalami kebocoran sehingga darah masuk
ke dalam vitreous, zat seperti gel bening yang mengisi pusat mata, jika vitreous
hemmorhage yang terjadi tidak besar maka seseorang dapat melihat beberapa floater
hitam pada pandangannya. Jika Vitreous Hemmorhage besar maka dapat menutupi
seluruh penglihatan.Hal tersebut membutuhkan waktu harian, bulanan atau bahkan
tahunan untuk dapat menyerap kembali darah yang berada pada vitreous, tergantung dari
banyaknya darah yang ada. Jika mata tidak dapat membersihkan darah tersebut pada
waktunya, maka operasi vitrectomy harus dilakukan.Vitreous Hemmorhage sendiri tidak
dapat menyebabkan hilangnya penglihatan secara permanen. Ketika sudah tidak ada
darah yang menutupi maka penglihatan akan kembali seperti sebelumnya kecuali bila
macula telah rusak.

2. Traction Retinal Detachment
Ketika PDR muncul, jaringan bekas luka yang berhubungan dengan
neovascularization dapat mengecil, mengkerut dan menarik retina dari posisi normal.
Pengerutan macula dapat menyebabkan distorsi visual. Kehilangan penglihatan yang
parah dapat terjadi bila macula atau bagian besar retina terlepas.

3. Glaukoma Neovaskular
Terkadang, penutupan yang berlebihan pada pembuluh darah retina dapat menyebabkan
munculnya pembuluh darah abnormal baru pada iris (bagian berwarna pada mata) dan
menghalangi keluarnya cairan dari mata.Tekanan pada mata akan meningkat, menyebabkan
glaucoma, penyakit mata yang berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan pada optik
mata.

LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Retinopati Diabetikum
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati yang
lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna
akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata
dengan edema dan perfusi yang relative baik.

LO 4.11 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Retinopati Diabetikum
Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama
untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat
perburukan retinopati. Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini
meliputi :
a. Kontrol glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko per
kembangan retinopati diabetik dan juga progresifitasnya.
b. Kontrol tekanan darah
c. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)
d. Laser koagulasi
57

Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan
retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah
dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan
klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-proliferatife Diabetic
Retinopathy) dan PDR ( Proliferative Diabetic Retinopathy ) dan juga untuk beberapa
tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan
bahwa foto koagulasi lokasi sistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum
diidentifikasi, faktor
vasoformatif pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadiu
m awal. Fotokoagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klin
is disebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut foto
koagulas panp-retinal.

LI 5. Makanan Halal dan Baik menurut Islam
Diriwayatkan oleh Numan bin Basyir: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda -Numan
menunjukkan kedua jarinya ke kedua telingannya-: Sesungguhnya sesuatu yang halal itu sudah
jelas, dan sesuatu yang haram itu sudah jelas, di antara keduanya terdapat sesuatu yang samar
tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Siapa yang mencegah dirinya dari yang samar maka ia
telah menjaga agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam hal yang samar itu
berarti ia telah jatuh dalam haram. Seperti seorang penggembala yang menggembala hewan
ternaknya di sekitar daerah terlarang, dikhawatirkan lambat laun akan masuk ke dalamnya.
Ketauhilah, setiap raja memiliki area larangan, dan area larangan Allah adalah apa-apa yang
telah diharamkannya. Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal daging, bila ia baik
maka akan baik seluruh tubuh. Namun bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh tubuh,
ketahuilah ia adalah hati. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini, menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, telah disepakati kesahihannya oleh para ulama hadis.
Menurut Imam an-Nawawi, hadis ini merupakan salah satu hadis tentang pokok ajaran agama. Ia
menjelaskan bahwa perkara yang halal sudah jelas, begitu pula perkara haram. Perkara halal dan
haram, termasuk makanan, telah diterangkan ajaran agama melalui al-Quran dan hadis sahih.
Pengetahuan tentang halal dan haram ini sangat penting bagi umat, karena menyangkut
kehormatan diri dan kemurnian agama.
Berbicara halal dan haram lebih identik dengan pembahasan masalah pangan. Memang, hadis
ini menitikberatkan pada masalah pangan, karena masalah ini sangat urgen dalam aktivitas
manusia sehari-hari. Tidak heran, dalam penggalan hadis ini disebutkan bahwa orang yang tidak
peduli dengan hal-hal syubhat, yang tidak jelas halal haramnya, seperti seorang penggembala
yang menggembalakan ternaknya di sekitar area terlarang. Apabila tidak hati-hati maka lambat
laun akan masuk pada area terlarang. Area terlarang itu adalah hal-hal yang diharamkan Allah.
Hadis ini ditutup dengan penjelasan Nabi SAW tentang peran sentral hati dalam aktivitas
manusia. Apabila hati baik maka akan muncul perilaku dan sikap yang baik. Namun bila hati
jahat maka perilaku dan sikap yang muncul menjadi buruk. Bahkan menurut Ibnu Hajar al-
`Asqalani dalam Fathul Bari, dalam riwayat lain digunakan kata shihhah dan saqam (sehat dan
sakit) bukan shalah dan fasad. Ini mengindikasikan bahwa hati juga merupakan salah satu
penyebab kesehatan bagi seseorang.
Tampaknya Nabi hendak menjelaskan kiat menjaga kebersihan dan kesehatan hati adalah
dengan sikap hati-hati mengonsumsi makanan dan minuman. Karena makan dan minuman yang
58

masuk ke dalam tubuh akan membentuk jaringan tubuh, termasuk hati. Tidak heran bila Nabi
SAW mengingatkan umat dalam sebuah hadis diriwayatkan Jabir bin Abdullah ketika Nabi
menasehati Kaab bin Ajrah: Wahai Kaab bin Ajrah, tidak akan masuk surga daging yang
tumbuh dari makanan haram. (HR. Darimi dalam Sunan dengan sanad kuat).
Kriteria makanan halal
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan bahwa makanan halal adalah apabila al-Quran
maupun hadis menjelaskannya dan tidak melarangnya. Namun makanan halal yang dijelaskan
teks agama tidak mencakup seluruh makanan yang ada. Karena itu para ulama berijtihad sesuai
kaedah: al-Ashlu fi al-asyya al-ibahah illa ma dalla ad-dalilu ala tahrimihi(Hukum asal
segala sesuatu itu adalah mubah/boleh kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya). Secara
umum al-Quran maupun hadis memberikan kriteria bahwa makanan halal itu adalah thayyib
(halalan thayyiban). Maksud halalan thayyiban, menurut Sayyid Sabiq, terangkum dalam tiga
hal: pertama, sesuai selera alamiah manusia. Kedua, bermanfaat dan tidak membahayakan tubuh
manusia. Ketiga, diperoleh dengan cara yang benar dan dipergunakan untuk hal yang benar.
Para ulama menjelaskan kriteria makanan yang halal sebagai berikut:
Pertama, makanan nabati berupa tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan, selama
tidak membahayakan tubuh.
Kedua, minuman seperti air, susu (dari hewan yang boleh dimakan dagingnya), kopi, cokelat.
Ketiga, makanan hewani terdiri dari binatang darat dan air. Hukum binatang darat baik liar
mapun jinak adalah halal selain yang diharamkan syariat. Begitu juga binatang air, dalam
pendapat yang paling sahih, adalah halal kecuali yag membahayakan.
Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW ketika ditanya tentang bersuci dengan air laut,
beliau menjawab: Laut itu suci airnya dan halal bangkai binatangnya. (HR. Bukhari, Muslim,
Abu Daud, Tirmidzi, Nasai).
Menurut Syeikh Mutawalli Asy-Syarawi bahwa apa yang dihalalkan oleh Syariat lebih
banyak dibandingkan dengan yang diharamkan. Makanan yang diharamkan sangat sedikit, itulah
hikmah Syariat lebih banyak menyebut yang haram ketimbang yang halal.

Kriteria makanan haram
Makanan dan minuman yang pelarangannya dijelaskan oleh al-Quran dan al-Hadis adalah
haram. Al-Quran maupun hadis menjelaskan kriteria makanan haram itu
adalah khabitsahdan rijs, seperti khamr yang dinyatakan rijs min amal asy-syaithan (QS. al-
Maidah: 90). Rijskata ulama berarti najis secara fisik dan manawi. Dalam Shahih Muslim,
Rasulullah SAW bersabda: Harga anjing itu khabits, mahar pelacur itu khabits dan upah bekam
itu khabits.
Selain itu setiap binatang yag diperintahkan untuk dibunuh adalah haram. Seperti
binatangfawasiq (pengganggu); burung gagak, rajawali, kalajengking, anjing gila dan tikus. Hal
ini dijelaskan dalam riwayat Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasai dari Aisyah RA. Begitu juga
hewan-hewan yang dilarang untuk dibunuh seperti semut, lebah, burung hud-hud dan burung
surad dan katak. Namun pendapat ini ditolak Imam Syaukani, bahwa tidak mesti hewan yang
diperintahkan untuk dibunuh atau dilarang berarti haram dagingnya. Karena keharaman
mengonsumsinya harus ada dalil yang jelas.
Makanan yang diharamkan dalam Islam terbagi menjadi haram lidaztihi dan haramlighairihi;
yaitu makanan yang pada asalnya halal namun ada faktor lain yang haram menjadikannya haram.
Makanan yang diharamkan lidzatihi oleh al-Quran dan hadis secara jelas, antara lain darah (dam
59

masfuh), daging babi, khamr (minuman keras), binatang buas yang bertaring, burung bercakar
yang memangsa dengan cakarnya seperti elang, binatang yang dilarang dibunuh, binatang yang
diperintahkan untuk dibunuh, keledai rumah (humur ahliyah), binatang yang lahir dari
perkawinan silang yang salah satunya diharamkan, anjing, binatang yang menjijikan dan kotor,
semua makanan yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sedangkan makanan yang haram lighairihi, di antaranya adalah binatang yang disembelih
untuk sesajian, binatang yang disembeli tanpa menyebut nama Allah (basmalah), bangkai dengan
berbagai kriterianya, makanan halal yang diperoleh dengan cara haram dan diperuntukkan untuk
hal yang dilarang, jallalah atau binatang yang sebagian besar makanannya kotoran atau bangkai,
dan makanan halal yang tercampur dengan najis dalam bentuk cair, namun bila berbentuk padat,
maka cukup membuang yang terkena najis saja.

Kriteria syubhat (samar)
Syubhat yang dimaksud dalam hadis adalah perkara yang tidak dijelaskan halal dan haramnya
oleh syariat. Dalam hal ini sebagian ulama mengatakan selama suatu perkara itu tidak ada
penjelasan halal dan haramnya maka dikembalikan ke hukum asal, yaitu mubah (boleh) kecuali
bila ada dalil yang mengharamkan. Hal ini didasari banyak ayat al-Quran dan hadis, di
antaranya:
Firman Allah SWT:
Dialah (Allah) yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian. (QS. al-Baqarah:
29).
Riwayat Abu Darda bahwa Rasulullah SAW bersabda: Apa yang Allah halalkan dalam
Kitab-Nya adalah halal dan apa yang diharamkan-Nya adalah haram. Dan apa yang tidak
dijelaskan adalah dimaklumi (afwun). Maka terimalah apa yang diperbolehkan Allah karena
sesungguhnya Allah tidak melupakan sekecil apapun. (HR. Al-Bazzar dengan sanand Sahih).
Riwayat Abu Tsalabah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesunguhnya Allah mewajibkan
kepada kalian kewajiban-kewajiban (faraidh) maka janganlah kalian abaikan, dan telah memberi
batasan kepada kalian, maka janganlah kalian langgar, dan mendiamkan masih banyak perkara
sebagai rahmat bagi kalian bukan karena kealpaan. Maka janganlah kalian membahasnya
berlebihan. (HR. Daruquthni dalam Sunan)
Menurut Imam Nawawi, ada beberapa pendapat ulama tentang sesuatu tidak ada penjelasan
halal haramnya: pertama, tidak dapat dikatakan halal, haram atau mubah. Karena mengatakan
sesuatu halal atau haram harus kembali kepada dalil syari. Kedua, hukumnya mubah, kembali ke
hukum asal, bahwa segala sesuatu itu mubah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Ketiga,
hukumnya haram. Keempat, tawaqquf.
Kebanyakan ulama merujuk kepada pendapat kedua, bahwa sesuatu yang tidak dijelaskan halal
haramnya, hukumnya kembali pada hukum asal, yaitu mubah. Dan perlu ditegaskan, bahwa yang
halal lebih banyak dibanding yang haram. Karena itu makanlah makanan yang halal, karena
hidup akan menjadi berkah, selamat di dunia dan akhirat. Wallahu alam bish shawab.




60














Daftar Pustaka

Amin Z, bahar A, 2006, Buku Ajar ilmu Penyakit dalam, Jilid III, edisi IV, Pusat penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Cotran RS, Kumar V, Robbin SL (2004) Dasar Patologi, ed.

Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan keenambelas . Jakarta :
Dian Rakyat

Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Guyton, Hall. 2006. Text Book of Medical Physiology 11
th
edition. Philadelphia: Elsevier
Soundres
Makanan Halal dan Haram dalam Islam.
http://www.majalahgontor.net/index.php?option=com_content&view=article&id=438:makan
an-halal-dan-haram-dalam-islam&catid=53:hadits&Itemid=110 9 September 2014 20:54

PB PERKENI, 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di
Indonesia.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Ed 2. EGC: Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.

61

Snell, RS, 1997, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran,EGC, Jakarta.

http://emedicine.medscape.com/article/980685-medication#showall

Anda mungkin juga menyukai