Anda di halaman 1dari 16

Pengaruh Luka Terhadap Infeksi yang Menyebabkan Terjadinya Tetanus

Rudy Setiady
10.2012.323, Kelompok D-3
Mahasiswa Kedokteran
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat : Fakultas Kedokteran - Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara Nomor 6, Kebon Jeruk
Jakarta Barat 11510
email : setiadyrudy@hotmail.com

Abstrak
Tetanus merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi di masyarakat. Tetanus
merupakan suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani, hal ini ditandai dengan meningkatnya tonus otot serta spasme otot yang
periodik dan berat. Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin, yaitu suatu toksin protein yang kuat yang
diproduksi oleh Clostridium tetani. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut
menghasilkan pencegahan dari tetanus.
2,3,4
Kata kunci : Clostridium tetani, Imunisasi

Abstract
Tetanus is the health problems that frequently occur in the community. Tetanus is also
acute toxemia that occur by the neurotoxin which is produced by Clostridium tetani, the
characteristic at this case usually periodic and tough muscle tone and muscle spasm. This
paralytic condition occurred by tetanospasmin which is neurotoxin, the potent protein that
produced by Clostridium tentani. The immunization with activation that derivate can prevent
tetanus.
2,3,4
Key words : Clostridium tetani, Immunization

Pendahuluan
Tetanus mungkin merupakan salah satu nama penyakit yang sering didengar. Tetanus biasa
dihubungkan dengan benda tajam yang berkarat. Tidak hanya orang dewasa, tetapi bayi juga
mempunyai resiko yang cukup tinggi, terkena tetanus, terutama saat proses persalinan. Karena
tetanus merupakan penyakit yang cepat berkembang menjadi fatal maka kita perlu mengetahui
sumber penularannya, pencegahan yang dapat dilakukan, pengobatan, serta komplikasi yang
dapat timbul.
1

Penyakit ini merupakan penyakit yang serius namun dapat dicegah kejadiannya pada
manusia. Walaupun tetanus dapat dicegah dengan imunisasi, tetanus masih merupakan penyakit
yang membebani di seluruh dunia terutama di Negara beriklim tropis dan negaranegara sedang
berkembang, sering terjadi di brasil, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan Negara lain di benua Asia.
Karena tetanus merupakan penyakit yang cepat berkembang menjadi fatal, maka kita
perlu mengetahui sumber penularannya, pencegahan yang dapat dilakukan, pengobatan dan
komplikasi yang dapat timbul.
Pada skenario kasus yang dibahas, Tetanus terjadi karena adanya luka robek (Vulnus
Laceratum). Luka adalah cedera (injury) atau rudapaksa (trauma) yang terjadi pada setiap
jaringan tubuh yang berakibat terputusnya atau discontinuity jaringan. Ada berbagai macam
penyebab luka yaitu mekanik, termal, elektris, khemis, dan biologis. Luka robek (Vulnus
Laceratum) termasuk dalam macam penyebab luka mekanik.
4


Skenario Kasus
Seorang laki-laki berusia 22 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan demam, mulut
terasa kaku dan nyeri pada tungkai bawah sebelah kanan. Menurut keterangan pasien, 2 minggu
yang lalu mengalami kecelakaan lalu lintas dan mengalami luka robek pada tungkai bawah
kanan dan mendapat 27 jahitan oleh seorang petugas kesehatan di desanya. Setelah dilakukan
inspeksi kulit tungkai bawah kanan tampak kemerahan, teraba panas dan bengkak, dari sela-sela
luka yang dijahit keluar nanah. Pasien juga tidak diberikan antibiotik oleh petugas kesehatan
setelah menjahit lukanya. Tekanan darah pasien 110/70 mmHg denyut nadi 82x/menit.

Anamnesis
Tujuan utama suatu anamnesis adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar yang
berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya. Kemudian dapat
dibuat penilaian keadaan pasien. Seorang pewawancara yang berpengalaman
mempertimbangkan semua aspek presentasi pasien dan kemudian mengikuti petunjuk-petunjuk
yang kelihatannya perlu mendapat perhatian yang terbesar.
a. Menanyakan identitas pasien : nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, jenis
kelamin, umur, suku agama, alamat lengkap, pendidikan, pekerjaan dan status
perkawinan.
b. Menanyakan keluhan utama : keluhan utama pasien datang untuk berobat :
demam, mulut terasa kaku, dan nyeri pada tungkai bawah sebelah kanan.
c. Menanyakan riwayat penyakit sekarang : apakah panasnya naik turun atau
panasnya tidak pernah turun, sudah berapa lama demam. Apakah sebelumnya
pasien pernah terluka atau tertusuk, atau terjatuh dan ada luka ditempat yang
kotor. Keluhan-keluhan penyerta : kaku pada mulut, teraba panas dan bengkak
pada daerah yang terluka dan dari sela-sela luka yang dijahit keluar nanah.
Informasi bisa didapat dari keluarga pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu : apakah pernah mengalami demam sebelumnya,
mengalami kecelakaan dijalan yg kotor dan terdapat luka yang penuh dengan
debu dan kotoran, riwayat pemberian ATS (anti tetanus toxoid), apakah pernah
menderita riwayat penyakit yang lain dan pernahkah dirawat dirumah sakit.
Tanyakan adakah riwayat alergi, riwayat penyakit jantung, ginjal, hati, DM dan
penyakit infeksi lain. Riwayat pemberian ulang vaksin DT (dipteri dan tetanus)
pada saat dewasa umur 19 tahun. Adakah riwayat penyakit keluarga seperti
epilepsi, jantung, ginjal, hepatitis, TBC, alergi.
e. Menanyakan riwayat sosial : lingkungan tempat tinggal contohnya tinggal dekat
pembuangan sampah atau didaerah yang tidak bersih. Hygiene contohnya pasien
tidak pernah bersihkan badannya, saat ada luka pasien tidak pernah merawatnya,
apakah perawatan luka menggunakan bahan yang kurang aseptic, sosial ekonomi :
bekerja sebagai pemulung, tukang bangunan, rumah didaerah pertenakan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini adalah inspeksi dan palpasi. Ketika
dilakukan inspeksi terlihat kulit tungkai bawah kanan disekitar luka tampak kemerahan dan
terdapat nanah (PUS) yang keluar dari sela-sela luka yang dijahit. Sedangkan dalam pemeriksaan
fisik palpasi, pada tungkai bawah kanan teraba panas dan terdapat benjolan atau bengkak dan
terasa nyeri. Kemudian pemeriksaan fisik seperti kesadaran, tanda-tanda vital, ekstremitas juga
sangat diperlukan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien tersebut seperti pemeriksaan
Laboratorium Bakteriologik. Hanya pada sebagian kecil penderita, pada pemeriksaan
laboratorium akan didapatkan C. tetani bentuk berspora dari sediaan yang diambil dari luka pada
pewarnaan gram atau biakan anaerob. Pada pemeriksaan dan karakteristik pada kultur,
Clostridium tetani merupakan batang positif gram yang ramping, bergerak, bersifat anaerob
obligat dan tidak berkapsul. Walaupun demikian, bakteri ini dapat juga bersifat negatif gram
pada biakan yang sangat muda atau sangat tua. Bakteri ini dengan mudah membentuk spora di
alam dan pada biakan, dengan menghasilkan spora dengan terminal bulat yang khas sehingga
memberi kesan seperti raket tennis (drumstick).
1

Diagnosis
Work Diagnosis ( Diagnosis Kerja)
Dari skenario kasus yang diperoleh dari anamenis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan, diagnosis kerja yang diperoleh adalah tetanus dan Vulnus laceratum (
luka robek ).

Diferential Diagnosis (Diagnosis Pembanding)
Adapun beberapa penyakit yang gejala-gejalanya mirip dengan tetanus dan
Vulnus laceratum ( luka robek ), seperti :
- Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi akut susunan saraf pusat pada manusia dan mamalia
yang berakibat fatal. Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang termasuk genus
Lyssa-virus, family rhabdoviridae dan menginfeksi manusia melalui sekret yang
terinfeksi pada gigitan binatang. Nama lain ialah hydrophodia, ia rage (perancis), ia
rabbia (italia), ia rabia (spanyol), die tollwut (jerman) atau di Indonesia dikenal
sebagai penyakit anjing gila.
- Keracunan Striknin
Keracunan striknin dapat menyerupai tetanus dengan peningkatan eksibilitas neuron
akibat gangguan pada inhibisi postsinaps, pengobatan yang sedang berkembang bagi
kedua keadaan adalah serupa, dan pemeriksaan biokimia untuk striknin dapat
menegakkan diagnosis.
1

- Meningoencephalitis
Pada meningoencephalitis dapat ditemukan dysphagia dan kaku pada leher. Juga
ditemukan demam dan cairan cerebrospinal yang tidak normal, ditambah dengan tidak
adanya trismus merupakan perbedaannya dengan tetanus.

Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, yaitu Clostridium tetani.
2
Bakteri ini
terdapat di berbagai tempat, dan banyak terdapat di alam. Selain itu, bakteri ini juga diisolasi
oleh kotoran binatang peliharaan dan manusia.
2,3
Clostridium tetani merupakan bakteri yang
berbentuk batang yang selalu bergerak serta merupakan bakteri anaerob obligat yang
menghasilkan spora. Spora yang dihasilkan Clostridium tetani tidak berwarna, berbentuk oval,
menyerupai raket tenes atau paha ayam.
3
Spora ini dapat bertahan lama pada lingkungan tertentu,
mampu bertahan terhadap sinar matahari dan bersifat resisten terhadap berbagai desinfektan dan
pendidihan selama 20 menit.
Setiap sel yang terinfeksi oleh bakteri ini, dapat dengan mudah diinaktivasi dan bersifat
sensitif terhadap beberapa antibiotic (metronidazol, penisilin, dan lainnya).
2,3
Bakteri ini dapat
dikultur, namun hal tersebut jarang dilakukan, sebab efek yang ditimbulkan dari infeksi bakteri
ini dapat dilihat secara klinis. Clostridium tetani menghasilkan efek-efek klinis melalui
eksotoksin yang kuat.
Spora yang dihasilkan oleh Clostridium tetani dapat hidup bertahun-tahun, dan jika spora
tersebut menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain
masuk ke tubuh penderita, maka spora itu akan mengeluarkan toksin yang bernama
tetanospasmin.
2,3,4
Tetanospasmin dihasilkan dalam sel-sel yang terinfeksi di bawah kendali
plasmin. Tetanospasmin ini merupakan rantai polipeptida tunggal. Peranan toksin tetanus dalam
tubuh organisme belum diketahui. DNA toksin ini terkandung dalam plasmid. Adanya bakteri
belum tentu mengindikasikan infeksi, karena tidak semua strain mempunyai plasmid. Belum
banyak penelitian tentang sensitifitas antimicrobial bakteri ini.
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri masuk
melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik (kurang steril), tetanus ini dikenal dengan
nama tetanus neonatorum.
2

Gambar 1. Clostridium tetani.
3
Epidemiologi
Tetanus terjadi di seluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang,
tetapi insidennya sangat bervariasi. Bentuk paling sering, tetanus neonatorum (umbilicus),
membunuh sekurang-kurangnya 500.000 bayi setiap tahun karena ibu tidak terimunisasi, lebih
dari 70% kematian ini terjadi pada sekitar 10 negara asia dan Afrika tropis. Lagipula,
diperkirakan 15.000-30.000 wanita yang tidak terimunisasi di seluruh dunia meninggal setaip
tahun karena tetanus ibu yang merupakan akibat dari infeksi dengan C. tetani luka pascapartus.
5

Kebanyakan kasus tetanus non-neonatorum dihubungkan dengan jejas traumatis, sering
luka tembus yang diakibatkan oleh benda kotor, seperti paku, serpihan, fragmen gelas, atau
infeksi tidak steril, tetapi suatu kasus yang jarang mungkin tanpa riwayat trauma. Tetanus
pascainjeksi obat terlarang menjadi lebih sering, sementara keadaan yang tidak lazim adalah
gigitan binatang, abses (termasuk abses gigi), pelubangan cuping telinga, ulkus kulit kronis, luka
bakar, fraktur komplikata, radang dingin (frostbite), gangrene, pembedahan usus, goresan-
goresan upacara, dan sirkumsisi wanita. Penyakit ini juga terjadi sesudah penggunaan benang
jahit yang terkontaminasi atausesudah injeksi intramuskuler obat-obatan, paling menonjol kinin
untuk malaria falsiparum resisten-kloroquin.
5

WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun 1995, tetanus tetap bersifat
endemik pada negara-negara sedang berkembang dan WHO memperkirakan kurang lebih
1.000.000 kematian akibat tetanus di seluruh dunia pada tahun 1992, termasuk di dalamnya
580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, 210.000 di Asia Tenggara, dan 152.000 di Afrika.
Penyakit ini jarang di jumpai di negara-negara maju. Di Afrika Selatan, kira-kira terdapat 300
kasus per tahun, kira-kira 12-15 kasus dilaporkan terjadi tiap tahun di Inggris. Di Amerika
Serikat sebagian besar kasus tetanus terjadi akibat trauma akut, seperti luka tusuk, laserasi atau
abrasi.
Perjalanan penyakit
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-10 hari
dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme pertama)
bervariasi antara 1-7 hari. Inkubasi dan onset yang lebih pendek berkaitan dengan tingkat
keparahan penyakit yang lebih berat. Minggu pertama ditandai dengan rigiditas dan spasme otot
yang semakin parah. Gangguan otonomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan
bertahan sampai 1-2 minggu. Spasme berkurang setelah 2-3 minggu tetapi kekakuan tetap
bertahan lebih lama. Pemulihan terjadi karena timbulnya lagi akson terminal dan karena
penghancuran toksin. Pemulihan bisa memerlukan waktu sampai 4 minggu.
2

Patogenesis
Seperti pada semua infeksi luka yang disebabkan oleh Clostridium, kejadian awal pada
tetanus adalah kejadian trauma pada jaringan hospes, yang diikuti dengan kontaminasi luka oleh
Clostridium tetani. Kerusakan jaringan menyebabkan menurunnya potensial oksidasi-reduksi
sehingga menyediakan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan Clostridium tetani. Setelah
pertumbuhan awal, bakteri ini tidak invasif dan tetap terbatas berada di jaringan nekrotik, yaitu
tempat Clostridium tetani menghasilkan toksin mematikan. Dan pertumbuhan tetanus biasanya
disebabkan oleh masuknya spora bersama benda asing dan/atau bakteri lain ke dalam jaringan
yang rusak atau mati sehingga tersedia keadaan anaerob yang menguntungkan bagi
pertumbuhannya. Kadang-kadang, spora bakteri yang masuk pada cedera terdahulu dapat
bertahan di dalam jaringan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan dapat diaktifkan
untuk menjalani pertumbuhan vegetatif ketika terjadi trauma kecil yang mengubah keadan
setempat. Penyakit tetanus disebabkan oleh neurotoksin yang kuat, yaitu tetanospasmin, yang
dihasilkan sebagai protein protoplasmik oleh bentuk vegetatif C. tetani pada tempat infeksi yang
terlokalisasi dan dilepaskan terutama ketika terjadi lisis bakteri tersebut. Pembetukan toksin ini
tampaknya dikendalikan oleh plasmid. Tetanospasmin dapat terikat secara kuat pada gangliosida
neural, dan tempat masuknya yang terpenting ke dalam susunan saraf aadalah myoneural
junction pada neuron motorik alfa. Setelah toksin menjalar ke dalam neuron, toksin tersebut
tidak lagi dapat dinetralkan. Tetanospasmin dibawa melalui transpor aksonal retrograd ke
neutoaksis, dan di situ toksin tersebut bermigrasi secara transinaprik ke neuron linnya. Hal yang
terpenting di antara neuron ini adalah sel penghambat presinaptik. Toksin akan terikat pada
sinaps penghambat presinaptik pada neuroaksis dan mencegah pelepasan transmiter. Karena
tidak ada hambatan tersebut, neuron motorik yang lebih bawah akan meningkatkan tonus otot
sehingga timbul kekakuan otot. Hal ini memungkinkan timbul spasme otot agonis ataupun otot
antagonis secara stimultan, yang merupakan ciri khas tetanus. Tetanospasmin dapat pula
memudahkan kontraksi otot spontan pada tetanus yang berat tanpa potensial aksi pada saraf
eferen.
6

Salah satu di antara faktor yang menetukan perjalanan klinis tetanus pada orang yang
tidak diimunisasi ialah jumlah toksin yang dihasilkan dan panjang jalur saraf yang harus dilalui
oleh toksin untuk mencapai neuroaksis. Bila jumlah tetanospasmin cukup besar untuk menyebar
melalui pembulu limfe dan aliran darah ke myoneural junction di seluruh tubuh, yang akan
terkena terlebih dahulu adalah otot dengan jalur saraf terpendek. Dengan demikian, waktu
transpor ke neuroaksis adalah yang terpendek. Pada tetanus generalisata yang terkena pertama-
tama adalah otot pengunyah, otot muka, dan otot leher, kemudian secara desendens diserang pula
otot distal. Pada jenis tetanus generalisata ini, yaitu bentuk penyakit yang paling sering,
pelepasan jumlah toksin yang lebih besar dari luka ke dalam aliran darah, cenderung
menimbulkan permulaan penyakit serta perkembangan gejala yang lebih cepat ataupun penyakit
yang lebih berat. Bila jumlah tetanospasmin sedikit dan dibawa ke neuroaksis hanya melalui
jalur saraf regional, permulaan kekakuan otot akan tertunda sebanding dengan panjang jalur
saraf. Keterlibatan otot mungkin tetap terbatas pada daerah sekitar luka atau mungkin terjadi
tetanus ascendens bila terdapat toksin yang cukup banyak sehingga dapat menyebar ke arah
kranial di dalam medula spinalis.
6

Meskipun neuro spinal penghambat paling sensitif terhadap kerja tetanospasmin, toksin
tersebut dapat pula menghambat pelepasan asetilkolin pada neuromuscular junction. Hal ini
dapat menerangkan paralisis fasialis yang dapat terjadi pada tetanus sefalik. Pada tetanus
generalisata, kadar dan ekspresi katekolamin plasma dapat sangat tinggi, yang mungkin
disebabkan oleh kehilangan inhibisi kolom sel intermediolateral medula spinalis. Fungsi susunan
saraf autonom lainnya dapat pula dipengaruhi oleh tetanospasmin. Suntikan tetanospasmin
secara langsung ke dalam otak dapat menimbulkan kejang, tetapi makna temuan ini untuk
penyakit pada manusia masih belum jelas. Spasme otot tetanus ditimbulkan pada tingkat spinal
susunan saraf pusat, bukan tingkat supraspinal, dan penderita dapat tetap sadar penuh tanpa ada
gangguan fungsi akibat hipoksia. Kerusakan yang disebabkan tetanospamin adalah pada
neuromuscular junction, dan agaknya juga pada sinaps lainnya. Tampaknya kerusakan ini
bersifat permanen, untuk penyembuhannya dibutuhkan pertumbuhan sinaps baru.
6

Patofisiologi (Gejala klinik)
Dalam waktu 3 hari sampai 4 minggu setelah kuman masuk melalui luka, racun
Clostridium tetani akan merusak sistem saraf dan segera memunculkan gejal serta tanda-tanda
tetanus, misalnya kejang dan kekakuan otot rahang (lockjaw), postur badan kaku dan tidak dapat
ditekuk karena kekakuan otot leher dan punggung (opistotonus), dinding perut mengeras seperti
papan, gangguan menelan, dan muka seperti menyeringai/tertawa (risus sardonicus). Pasien
tetanus mudah sekali mengalami kejang, terutama apa apabila mendapatkan rangsangan seperti
suara berisik, terkejut, sinar, dan sebagainya. Sehingga perlu diisolasi dalam ruang tersendiri.
Tetanus pada bayi baru lahir disebut tetanus neonatorum lebih mudah terjadi bila bayi tidak
mendapat imunisasi pasif atau bila pada saat ibunya hamil tidak pernah mendapat imunisasi.
7

Komplikasi dari tetanus antara lain, Hipoksia yang diebabkan oleh gangguan pernapasan,
pnemonia sebagai akibat atelektasis, aspirasi dan/atau ventilasi mekanik, trombosis vena dan
emboli paru, aritmia jantung, hipertensi dan hipotensi yang disebabkan oleh ketidakstabilan
autonom, miokarditis, dan/atau kekurangan volume intravaskular, fraktur tulang punggung atau
tulang panjang, infeksi yang berkaitan dengan luka awal, ulkus dekubitalis, dan berbagai kateter
yang dipasang menetap yaitu intravaskular dan pada kandung kemih, ulkus peprikum akut.
6

Penatalaksanaan
Terapi Non Medika Mentosa
Nanah (pus) merupakan salah satu tanda adanya infeksi bakteri kulit. Luka dapat
bernanah jika perawatan atau pengobatan lukanya tidak baik/kotor. Mula-mula, tutup luka
dengan pembalut steril. Jangan menaruh antiseptik, salep, obat tepung, dan sebagainya pada luka
karena akan memperbesar kemungkinan kontaminasi dan kerusakan jaringan oleh bahan kimia.
Perdarahan diatasi dengan pembalut tekan. Bila luka terdapat pada ekstremitas, maka ekstremitas
yang terluka harus ditinggikan. Perdarahan pada arteri coba diatasi dengan melakukan kompresi
dengan jari. Bila perdarahan tidak berhenti, tekan arteri bagian proksimal dengan jari. Setelah itu
kompres bagian proksimal arteri yang terluka tersebut dengan knevel verband. Dengan cara ini,
luka harus sering-sering dibuka, sekitar setiap 5-15 menit. Bila lebih dari dua jam, dapat terjadi
nekrosis atau iskemia kontraktur.
1
Bila terdapat luka yang kotor dan terlihat jelas bahwa lukanya terkontaminasi, maka
dapat diindikasikan balutan yang mengandung antiseptik. Povidone iodine dan klorheksidin
mempunyai aktivitas dengan spectrum yang luas. Penggunaan povidone iodine sangat berguna
untuk pengobatan luka luka yang terinfeksi.
1
Untuk luka yang memerlukan tindakan pembedahan, maka harus dilakukan beberapa hal,
antara lain persiapan luka, anestesi lokal, pembersihan luka dan sekitarnya, kemudian penutupan
luka.Yang dilakukan dalam persiapan luka antara lain mencuci luka dengan larutan fisiologis
atau dengan akuades. Jangan menggunakan bahan yang merangsang seperti alkohol, karena akan
merangsang rasa nyeri pada pasien. Pembersihan dilakukan seperlunya saja.

Selanjutnya
suntikkan zat anestesi lokal di sekitar luka. Penyuntikan dilakukan pada kulit di luar atau sekitar
luka pada luka kotor, atau di dalam luka pada luka bersih. Setelah dianestesi, maka penderita
tidak akan merasa kesakitan sewaktu dimanipulasi.
1
Setelah dilakukan anestesi lokal pada luka, kemudian tutup luka dengan kasa steril.
Cukur rambut di sekitar luka, dan cuci sekitar luka dengan antiseptik. Kemudian lakukan
debridement, buang jaringan nekrotik dan benda asing yang diketemukan. Usahakan agar tepi
luka menjadi rata dan tajam, bila belum dapat diratakan dengan gunting atau dengan pisau.
Semprot luka dengan perhidrol sehingga semua kotoran keluar. Bila perlu gosok luka dengan
kasa sambil disiram perhidrol. Kemudian bilas luka dengan larutan fisiologis atau akuadest.
1
Siram luka sekali lagi dengan povidone iodine, kemudian beri pembalut steril di
sekeliling luka. Setelah itu dapat dilakukan penjahitan primer. Pada proses penjahitan, jangan
sampai terjadi penegangan kulit karena dapat menyebabkan nekrosis. Pada luka yang lebih dari
6-8 jam dianggap luka kotor. Pada luka ini dapat dilakukan jahitan sementara / situasi dan drain.
Jahitan ini sewaktu-waktu dapat dibuka, terutama bila terjadi pernanahan untuk memberi jalan
keluar bagi sekret. Bila sekret tirak terbentuk lagi, maka drain dapat dicabut. Bila masih ada
sekret, drain diganti setiap 2-3 hari sekali.
1
Pada umumnya perawatan dan pengobatan luka gigitan serupa dengan trauma lain yang
sebanding berasal dari sumber yang tercemar. Luka harus dibersihkan dengan seksama dan
jaringan mati dibuang dengan melakukan debridemen. Campuran amonia kuartener, misalnya
benzalkonium klorida (Zephiran) 1:1000, dapat digunakan pada dugaan terpapar rabies.
6
Penutupan primer luka kotor akan menimbulkan infeksi ,terutama yang disebabkan oleh
gigitan manusia, anjing atau kucing. Luka tusuk dalam atau luka-luka gilas (crush injuries) yang
tidak dapat dibersihkan secara memadai dan didebridemen, harus dibiarkan tanpa dijahit. Banyak
ahli bedah menganjurkan agar semua luka gigitan manusia dibiarkan tanpa dijahit, mengingat
besarnya kemungkinan timbulnya infeksi lokal. Pencegahan terhadap tetanus harus diberikan
pada luka gigitan. Imunisasi profilaksis terhadap rabies segera dilakukan, jika binatang penggigit
diduga dan diketahui terinfeksi.
6
Terapi Medika Mentosa
Karena luka gigitan dianggap telah tercemar bakteri, maka dapat diberikan pengobatan
antibiotika pencegahan, setelah dilakukan sejumlah biakan bila terjadi luka lebih dalam dari
permukaan kulit. Pemilihan antibiotik yang tepat diperlukan untuk mencegah infeksi yang
disebabkan bakteri tersebut. Kombinasi amoxicillin dengan clavulanate merupakan kombinasi
antibiotik pilihan pertama dalam menangani gigitan. Alternatifnya antara lain cephalosporine
generasi ke-2, atau kombinasi antara penisilin dan cephalosporin generasi pertama. Pasien
dengan alergi penisilin dapat digantikan dengan kombinasi clindamycin dengan ciprofloxacin.
Pada ibu hamil atau anak-anak dapat digunakan kombinasi trimethoprim dengan sulfametoxazol.
Pada pasien dengan infeksi yang serius membutuhkan perawatan di rumah sakit dan juga
antibiotik parenteral seperti ampicillin-sulbactam, cefoxitin, ticarcillin-clavulanate, ataupun
kombinasi clindamycin-fluoroquinolone.
6
Pencegahan
Vaksinasi
Vaksinasi tetanus bertujuan untuk mencegah kerusakan saraf. Vaksin tetanus diberikan
pada (1) bayi dan anak usia kurang dari 10 tahun, (2) ibu hamil, (3) semua orang dewasa. Vaksin
tetanus memiliki berbagai kemasan seperti preparat tunggal (TT), kombinasi dengan toksoid
difteri dan atau perusis (dT, DT, DTwp,Dtap) dan kombinasi dengan komponen lain seperi Hib
dan hepatitis B.
7

Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari DPT (difteri, pertusis,
tetanus). DPT diberikan satu seri yang terdiri atas 5 suntikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan,
15-18 bulan, dan terakhir saat masuk sekolah (4-6 tahun). Bagi orang dewasa, sebaiknya
menerima booster dalam bentuk TT (tetanus toksoid) setiap 10 tahun.
7

Untuk mencegah tetanus neonatorum, wanita hamil dengan persalinan berisiko tinggi
paling tidak mendapatkan 2 kali dosis vaksin TT. Dosis TT kedua sebaiknya diberikan paling
tidak mendapatkan 2 kali dosis vaksin TT. Dosis TT kedua sebaiknya dberikan paling tidak 4
minggu setelah pemberian dosis pertama, dan dosis kedua sebaiknya diberikan paling tidak 2
minggu sebelum persalinan. Untuk ibu hamil yang sebelumnya pernah menerima TT 2x pada
waktu calon pengantin pada kehamilan sebelumnya, maka diberikan booster TT 1 kali saja.
7

Vaksin tetanus tidak boleh diberikan pada orang dengan riwayat reaksi alergi berat
(anafilaksis) pad pemberian sebelumnya, pada orang yang alergi terhadap komponen vaksin, dan
wanita hamil. Pemberian vaksin DPT pada anak-anak harus ditunda jika anak mengalami demam
tinggi, memiliki kelainan saraf, atau mengalami gangguan pertumbuhan.
7


Imunisasi Aktif dan Imunisasi Pasif
Imunisasi aktif didapat dengan menyuntikan toksoid tetanus dengan tujuan merangsang
tubuh membentuk antibodi. Manfaat imunisasi aktif ini sudah banyak dibuktikan. Imunisasi pasif
diperoleh dengan memberikan serum yang sudah mengandung antitoksin heterolog (ATS) atau
antitoksin homolog (imunoglobulin antitetanus). Berdasarkan riwaya imunitas dan jenis luka,
baru ditentukan pemberiaan antitetanus serum atau toksoid.
8

Ada keraguan untuk memberikan serum antitetanus bersamaan dengan toksoid karena
ditakutkan terjadinya netralisasi toksoid oleh ATS. Ini dapat dicegah dengan memberikannya
secara terpisah pada tempat penyuntikn yang berjauhan, misalnya lengan kanan dan paha kiri.
8

Prognosis
Penyembuhan tetanus terjadi melalui regenerasi sinapsis dalam medula spinasis dan
dengan demikian pengembalian relaksasi otot. Namun, karena episode tetanus tidak berakibat
produksi antibodi penetralisasi toksin, imunisasi aktif dengan tetanus toksoid pada pemulangan
dengan pemberian penyempurnaan seri pertamanya adalah suatu keharusan.
Faktor yang mempengaruhi hasil akhir yang paling penting adalah kualitas perawatan
pendukung. Mortalitas paling tinggi pada anak yang amat muda dan pada orang yang amat tua.
prognosis yang paling baik dihubungkan dengan masa inkubasi yang lama, tanpa demam, dan
dengan penyakit terlokalisasi. Prognosis yang tidak baik dihubungkan dengan antara jejas dan
mulainya trismus seminggu atau kurang dan dengan tiga hari atau kurang antara trimus dan
spasme tetanus menyeluruh. Sekuele jejas otak hipoksik, terutama pada bayi, adalah serebral
palsi, kemampuan mental yang menurun dan kesukaran perilaku . kebanyakan kematian terjadi
dalam seminggu sakit. Angka kematian kasus yang dilaporkan untuk tetanus menyeluruh
berkisar antara 5% dan 35% dan untuk tetanus neonatorum meluas dari <10% dengan
penanganan perawatan intensif sampai >75% tanpa perawatan tersebut. Tetanus sefalik terutama
mempunyai prognosis jelek karena kesukaran pernapasan dan pemberian makan.
5
Penyembuhan Luka
- Penyembuhan primer
Kordinasi pembentukan parut dan regenerasi paling mudah dilukiskan pada kasus
penyembuhan luka kulit. Jenis penyembuhan yang paling sederhana terlihat pada penanganan
luka oleh tubuh seperti pada insisi pembedahan, dimana pinggir luka dapat saling didekatkan
agar proses penyembuhan dapat terjadi. Segera setelah terjadi luka maka tepi luka dihubungkan
oleh sedikit bekuan darah, yang fibrinnya bekerja seperti lem. Segera setelah terjadi reaksi
peradangan akut pada luka itu, dan sel-sel radang, khususnya makrofag, memasuki bekuan darah
dan mulai menghancurkannya. Dekat reaksi peradangan eksudatif ini, terjadilah pertumbuhan ke
dalam oleh jaringan granulasi ke dalam daerah yang tadinya ditempati oleh bekuan darah.
Dengan demikian maka dalam jangka waktu beberapa hari luka itu dijembatani oleh jaringan
granulasi yang disiapkan agar matang menjadi parut. Sementara proses ini berjalan, maka epitel
permukaaan di bagian tepi mulai melakukan regenerasi, dan dalam waktu beberapa hari
berimigrasi lapisan tipis epitel di atas permukaan luka. Waktu jaringan parut dibawahnya
menjadi matang, epitel ini juga menebal dan matang sehingga menyerupai kulit di dekatnya.
Hasilnya akhirnya adalah terbentuknya kembali permukaan kulit dan dasar jaringan parut yang
tidak nyata atau hanya terlihat sebagai satu garis yang menebal.

Banyak luka di kulit yang
sembuh dengan cara yang sama seperti ini tanpa perawatan medis. Pada luka lainnya, diperlukan
jahitan untuk mendekatkan kedua tepi luka sampai terjadi penyembuhan. Jahitan dapat dilepas
jika sudah terjadi organisasi dan regenerasi epitel pada saat dimana tepi luka tidak akan
membuka lagi jika benang dilepas.
9

- Penyembuhan sekunder (penyembuhan yang disertai granulasi)
Bentuk penyembuhan kedua terjadi jika luka kulit sedemikian rupa sehingga tepinya
tidak dapat saling didekatkan selama proses penyembuhan. Jenis penyembuhan ini secara
kualitatif identik dengan yang penyembuhan primer. Perbedaannya hanya terletak pada
banyaknya jaringan granulasi yang terbentuk, dan biasanya terbentuk jaringan parut yang lebih
besar. Tentu saja, seluruh proses memerlukan waktu lebih lama dari penyembuhan primer. Pada
luka besar yang terbuka itu, sangat sering terlihat jaringan granulasi yang menutupi dasar luka
sebagai sebuah karpet yang lembut, yang mudah berdarah bila disentuh. Pada keadaan lain,
jaringan granulasi tumbuh nyata di bawah keropeng, dan terjadi regenerasi epitel di bawah
keropeng.
9

Akhirnya pada keadaan ini keropeng lalu dibuang setelah penyembuhan sempurna.
Penyembuhan pada setiap jaringan tubuh terjadi dengan proses yang berjalan sejajar dengan
yang digambarkan untuk kulit, dengan variasi-variasi lokal yang bergantung pada kemampuan
jaringan untuk melakukan dan regenerasi.
9

Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri Clostridium tetani. Penyakit ini
ditandai oleh spasme otot yang tidak terkendali akibat kerja neurotoksin kuat, yaitu
tetanospasmin, yang dihasilkan bakteri ini. Tetanus juga dapat menyebabkan berbagai
komplikasi seperti hipoksia, pneumonia dan aspirasi. Pencegahan seperti vaksinasi dan imunisasi
dapat dilakukan untuk mengatasi tetanus.
Salah satu penyebab terjadinya tetanus adalah adanya luka robek ( Vulnus laceratum )
atau trauma jaringan yang kemudian akan terkontaminasi oleh bakteri Clostridium tetani
tersebut. Kerusakan jaringan ini dapat menyediakan lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan
bakteri ini dan pengeluaran toksinnya.

Daftar Pustaka
1. Yulianto Arie. Luka terkena benda tajam, hati-hati tetanus. Diunduh dari:
http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2007/07/luka-terkena-benda-tajam-hati-hati-
tetanus. 10 November 2013.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 2911-23.
3. Syahrurachman A, Chatim A, Soebandrio AWK, Karuniawati A, Santoso AUS, Harun BMH.
Buku ajar mikrobiologi kedokteran. Edisi revisi. Tangerang: bina rupa aksara publisher;
2010. h. 152-3.
4. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons
Principles of Internal Medicine 17th Edition. New York: McGraw Hill, 2008. p. 1197-200.
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Ed.15. Jakarta : EGC, 2000.h.1004
6. Muliawan Y S. Bakteri anaerob yang erat kaitannya dengan problem di klinik. Jakarta : EGC,
2008.h.34-55.
7. Cahyono B S B J, Lusi A R, Verawati, dkk. Vaksinasi. Yogyakarta : Kanisius, 2010.h.71-2.
8. Sjamsuhidajat R, J ong D W. Buku ajar ilmu bedah.Ed.2. Jakarta : EGC, 2004.h.24.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC;2006.h.56-75.

Anda mungkin juga menyukai