Anda di halaman 1dari 20

SKENARIO

Seorang anak perempuan berumur 8 tahun diantar ibunya ke puskesmas dengan keluhan lesu.
Gejala ini juga disertai dengan penurunan nafsu makan dan rasa ingin muntah, tidak mempunyai
keinginan belajar dan bermain. Keadaan ini dialami sejak 8 bulan yang lalu sejak pulang dari berlibur
di kampungnya di Kabupaten Mamuju selama 1 bulan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
pembesaran kelenjar limfe inguinal.

KATA SULIT
LESU :

KATA KUNCI
Anak perempuan 8 thn
Lesu, anoreksia, rmual sejak 8 bln lalu
Riwayat berlibur di Mamuju
Pembesaran kel.limfe inguinal

PERTANYAAN
1. Bagaimana patomekanisme lesu penururnan nafsu makan dan rasa ingin mutah pada anak di
skenario?
2. Mengapa terjadi pembesaran kelenjar limfe inguinal pad anak tersebut?
3. Hubungan gejala dengan tempat yang dikunjungi?
4. Bagaimana langkah-langkah diagnosis ?
5. DD dan penatalaksanaannya?











JAWABAN
1. Bagaimana patomekanisme lesu penururnan nafsu makan dan rasa ingin mutah pada anak di
skenario?














Patomekanisme lesu
Terdapat 2 hal yang dapat menyebabkan terjadinya lesu pada anak di skenario :
1. Peradangan atau fibrosis yang disebabkan oleh toksin dari parasit, iritasi mekanis, maupun
bahan-bahan parasit mati. Peradangan tersebut akan memacu pengeluaran mediator-mediator
radang seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF . Masing-masing mediator ini mempunyai tugas yang
berbeda-beda, IL-6 dan IL-8 merupakan penanda dalam tubuh bila ada infeksi cacing,
sedangkan IL-1 yang terdapat pada hipofisis ventro-medial dan TNF yang terdapat pada
hipofisis lateral, keduanya mengeksitasi saraf yang peka terhadap glukosa yang mengakibatkan
seseorang merasa tidak lapar sehingga di sini dapat terjadi penurunan nafsu makan yang akan
menyebabkan seseorang menjadi lesu.
2. Adanya mikrofilaria dan larva infektif yang hidup di dalam darah. Darah yang mengangkut hasil
metabolisme dari tubuh, baik berupa nutrisi dan O
2
. Mikrofilaria dan larva yang hidup di dalam
darah ini akan memakan nutrisi dan O
2
tadi sehingga jaringan-jaringan di dalam tubuh
seseorang tidak mendapatkan makanan dan zat-zat nutrisi yang menyebabkan seseorang
menjadi lesu.




LESU



Adanya microfilaria atau cacing dewasa yang masuk ke dalam usus akan mengiritasi mukosa usus
dan hal tersebut akan merangsang reseptor-reseptor mual yang ada di usus yang dapat
mempengaruhi reseptor mual di medulla oblongata sehingga timbul rasa mual.



2. Mengapa terjadi pembesaran kelenjar limfe inguinal pad anak tersebut?



Pembesaran kelenjar limfe inguinal disebabkan oleh karena :
1. Adanya larva infektif yang masuk melalui kulit dan kemudian ikut dalam aliran limfe
dan bersarang di kelenjar limfe inguinal. Larva infektif ini kemudian tumbuh menjadi
dewasa dan membuang sisa-sisa metabolisme dari tubuhnya yang menyebabkan
terjadinya bengkak atau pembesaran pada kelenjar limfe inguinal.
2. Reaksi imun. Terdapat 2 respon imun, yaitu respon imun seluler dan humoral.
Respon imun seluler melalui T helper2 akan mengaktivasi makrofag, dimana
makrofag yang dirangsang oleh TNF dan IFN gamma akan menghasilkan Nitrit O
2
,
yaitu suatu zat yang dapat membunuh cacing dewasa. Sedangkan dari respon imun
humoral terjadi peningkatan IgE dan eosinofil. Di sini cacing dewasa yang ada pada
kelenjar limfe inguinal dikenal benda asing sehingga menimbulkan reaksi imun/reaksi
jaringan yang menyebabkan terjadi hiperplasia sel endotel kelenjar limfe inguinal
sehingga menimbulkan pembesaran pada daerah tersebut.
Hal ini terjadi karena adanya infeksi dari parasit misalnya dari caicng.Cacing yang masuk
kedalam tubuh dalam bentuk larva infektif akan melewati pembuluh darah dan pembuluh limfe.
Ada cacing yang dapat beradaptasi di pembuluh limfe dan akan berkembang biak menjadi
cacing dewasa di pembuluh limfe sehingga banyaknya cacing di pembulh limfe menyebabkan
pembesaran pada pembuluh limfe.
Dapat juga terjadi karena adanya respon imun setelah parasit (cacing) masuk kedalam tubuh
makan akan terjadi respon imun seluler dan humoral. Pada respon imun seluler akan terjad
aktivasi pada Th2 yang akan mengaktivasi makrofag sehingga banyak parasit yang mati. Dari
respon humoral yang berperan adalah IgE dan eosinofil

3. Hubungan gejala dengan tempat yang dikunjungi?
1. Banyaknya larva yang masuk kedalam tubuh hospes
2. Pajanan dari vector (berapa kali hospesnya tergigit oleh nyamuk)
3. Faktor imunitas
Perjalanan suatu penyakit parasit selain ditentukan oleh sifat parasitnya , ternyata juga
dipengaruhi oleh factor-faktor kekebalan hospes. Sehingga di suatu daerah endemic akan
dilihat perbedaan kerentanan ataupun perbedaan resistensi terhadap infeksi parasit antar
individu-individu yang tinggal di daerah tersebut. Secara garis besar factor kekebalan dapat
dibagi menjadi dua bagian :
a. Kekebalan bawaan / innate Immunity
b. Kekebalan didapat / Natural Acquired Immunity
Kedua jenis kekebalan ini akan saling berinteraksi dan menentukan perjalanan penyakit
hospesnya, sehingga pengetahuan mengenai ke dua jenis kekebalan perlu diketahui sebagai
dasar penanggulangan penyakit parasit terutama dalam pengembangan vaksin. Filariasis
didaerah endemic tinggi biasanya jarang ditemukan penderita dengan microfilaria dalam
darahnya ataupun penderita dengan gejala klinis, walaupun demikian antibody terhadap
microfilaria banyak ditemukan. Hal ini menunjukkan adanya paparan yang akhirnya
menimbulkan kekebalan.






4. Bagaimana langkah-langkah diagnosis ?
Anamnesis
- Menanyakan KU
- Menggali riwayat penyakit sekarang :
* onsetnya
* frekuensi
* sifatnya
- Gejala lain yang menyertai
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat penyakit keluarga / lingkungan.
- Riwayat kontak/bepergian.
Pemeriksaan Fisik
-Inspeksi : keadaan umum, anemi, ikterus.
-Palpasi : nyeri tekan, pembesaran organ (hepatomegali, splenomegali).
-Perkusi : apabila terdapat kelainan maka perkusi abdomen yang seharusnya timpani
akan berbeda.
-Auskultasi : bising usus.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Darah tepi : ditemukan leukositotsis dengan Eosinofilia 10-30%
Urine dan feces
Pemeriksaan antigen : PCR
Serologi : ELISA dan ICT
Pencitraan :
USG
Limfokintigrafi dengan radionuklir pada ekstremitas menunjukkan
abnormalitas sistem limfatik.
5. DD dan penatalaksanaannya?
FILARIASIS
PENGERTIAN
Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh
dunia. Penyebabnya adalah infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung
dalam superfamilia Filarioidea. Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa
membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara
awam dikenal sebagai penyakit kaki gajah (elephantiasis). Filariasis limfatik di Indonesia
disebabkan oleh W. bancrofti, B. malayi dan B. timori, menyerang kelenjar dan pembuluh getah
bening. Penularan terjadi melalui vektor nyamuk Culex spp., Anopheles spp., Aedes spp. dan
Mansonia spp.
PENGELOMPOKAN
Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan
yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit),
dan filariasis rongga serosa (serous cavity). Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi, dan Brugia timori
[1]
. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di
bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui jarang
menyerang bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat
kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella
streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis (cacing guinea). Mereka
menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir
disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni rongga perut.
Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk
Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea).
Dean dan Kosta, meneliti pada tahun 1942 menunjukkan, 10,8% pasien ditemukan embrio
cacing dari pemeriksaan darah pada 5.000 orang tersebar di beberapa
lingkungan di kota. Para penulis yang sama juga menemukan bahwa Culex
fatigans merupakan tempat utama Filariasis, dan hampir semua nyamuk di
rumah di beberapa lingkungan di mana mengandung parasit microfilaremia, dan kemudian
memeriksa 1014 spesimen, 11,6% terdapat W. Bancrofti.
PATOMEKANISME


Cacing betina bersifat ovovivipar dan mengeluarkan ribuan mikrofilaria disekitar cairan limfe.
Mikrofilaria kemudian bergerak kedalam jaringan, tetapi kebanyakan terikut aliran darah melalui
duktus thoracalis. Secara periodik mikrofilaria berada dalam sistem darah perifer dan kemudian
menghilang dari lokasi tersebut. Jumlah paling besar ditemukan mikrofilaria dalam darah perifer
adalah pada malam hari jam 10 sampai jam 2 pagi. Pada waktu itulah nyamuk menghisap darah
penderita sehingga banyak mikrofilaria terbawa oleh nyamuk tersebut. Di dalam saluran
pencernaan nyamuk selama 2-6 jam, kemudian menembus dinding lambung menuju menuju
otot bagian dada nyamuk dan mengalami moulting, 2 hari kemudian mengalami fase ke 2 dan
berada berbagai organ. Kemudian berkembang menjadi bentuk filaria (filariform), filaria muda
dengan ukuran 1,4-2 mm dan merupakan bentuk infektif ini bergerak melalui aliran darah
nyamuk menuju labium atau proboscis dan akan mengeluarkan filaria pada waktu nyamuk
menggigit kulit manusia dan mencapai pembuluh darah limfe akan menjadi dewasa.

Hospes intermedier
Nyamuk dalam genus: - Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia. Nyamuk tersebut pada umumnya
menghisap darah pada waktu malam hari.


Patologi
Pathogenesis dari filariasis sangat bergantung pada reaksi radang dan respon imun dan hal
tersebut juga bergantung pada respon terhadap cacing dewasa terutama cacing betina. Ada 3
fase gejala klinis yaitu:
- fase inkubasi
- fase akut atau fase inflamatory (pembengkakan)
- Fase obstruksi atau fase komplikasi yang disebabkan oleh lympoedema kronik.

Fase inkubasi adalah fase antara waktu infeksi sampai terlihatnya mikrofilaria dalam darah. Fase
tersebut biasanya tidak terlihat gejala tetapi akan terlihat pembengkakan pada kelenjar limfe
yang disertai demam ringan.
Fase akut inflamasi kemudian terlihat waktu cacing betina mencapai kedewasaan dan mulai
mengeluarkan mikrofilaria. Pembengkakan kelenjar limfe terjadi pada separo bagian bawah
tubuh disertai demam dan toksemia. Kelenjar limfe yang terkena akan membengkak dan sakit.
Gejala yang sering dijumpai adalah inguinal limfadenitis (pembengkakan kelenjar limfe daerah
inguinal), orchitis (pembengkakan scrotum disertai rasa sakit), hydrocele (cairan limfe
masuk kedalam tunica vaginalis testis), epdedymitis(pembengkakan epidedymis). Kondisi
tersebut disebut dengan elephantiasis, dimana penderita akan mengalami demam sampai
mencapai suhu 40oC dalam selang waktu beberapa jam sampai hari. Perubahan pada tingkat
histologi akan terlihat proliferasi sel pada daerah limfatik dengan adanya infiltrasi sel leukosit
seperti polymorfonuklear dan eosinofil disekitar limfatik dan vena. Sel radang yang paling
banyak dijumpai adalah limposit, sel plasma dan eosinofil. Terbentuk abces mengelilingi cacing
yang yang mati yang diikuti infeksi sekunder oleh bakteri. Mikrofilaria akan menghilang dari
sirkulasi darah perifer selama atau setelah fase akut.
Pada Filariasis brugia Limfadenitis paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi
setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi
keras dan nyeri dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak
mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 X/tahun sampai beberapa kali
perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan
meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu 3 bulan.
Fase obstruksi ini sangat nyata ditandai dengan varices pada scrotum, hydrokel dan
elephantiasis. Varices limfe adalah varicose saluran limfe, dimana cairan limfe tidak dapat
mengalir kembali karena terbendung oleh cacing sehingga saluran tersebut membesar/melebar,
menyebabkan chyluria (cairan limfe dalam urine) yang merupakan gejala khas pada penyakit
filariasis. chyle tersebut menyebabkan uruine berwarna keputihan seperti susu, dan kadang
ada warna kemerahan karena darah juga sering dijumpai. Pada kondisi obstruksi kronis daerah
yang menderita akan terisi oleh jaringan ikat atau jaringan parut (scar), setelah pembengkakan
selesai. Tetapi kadang cacing yang mati diselimuti oleh jaringan keras (mengalami kalsifikasi).
Pada Filariasis bancrofti hidrokel paling banyak ditemukan. Di dalam cairan hidrokel
ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas, tungkai
bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dan ukuran pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari
ukuran asalnya.
Chyluria terjadi tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita menyebabkan penurunan
berat badan dan kelelahan.
Filariasis brugia elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah, sedang
ukuran pembesaran ektremitas tidak lebih dari 2 kali ukuran asalnya.
Bilamana terjadi infeksi berulang pada fase akut inflamasi ini, maka proses elephantiasis ini
kembali terjadi. Hal ini disebut limfadenitis kronis, banyak jaringan ikat terbentuk sehingga
kulit mengalami penelbalan. Pada pria organ yang mengalami elephantiasis adalah scrotum,
kaki dan tangan. Pada wanita pada kaki dan tangan, sedangkan pada vulva dan payudara
kadang menderita. Organ yang mengalami elephantoid biasanya terdiri jaringan ikat, jaringan
granulomatif dan lemak. Kulit menjadi menebal dan pecah-pecah, infeksi sekunder oleh bakteri
dan jamur dapat terjadi. Mikrofilaria pada daerah tersebut tidak ditemukan.

DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinik
Ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam
menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis
adalah gejala dan pengalaman limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala
menahun.
2. Diagnosis Parasitologik
Ditemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat
dilakukan slang hari, 30 menit setelah diberi dietilkarbamasin 100 mg. Dari mikrofilaria
secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia
dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan
cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremi, tidak
membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit,
ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik,
antibodi monokional terhadap O.gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan
mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea.
3. Diagnosis Epidemiologik
Endemisitas filariasis suatu daerah ditentukan dengan menentukan microfilarial rate (mf
rate), Acute Disease Rate (ADR) dan Chronic Disease Rate (CDR) dengan memeriksa
sedikitnya 10% dari jumlah penduduk.
Pendekatan praktis untuk menentukan daerah endemis filariasis dapat melalui penemuan
penderita elefantiasis.
Dengan ditemukannya satu penderita elefantiasis di antara 1000 penduduk, dapat
diperkirakan ada 10 penderita klinis akut dan 100 yang mikrofilaremik.

PENGOBATAN
Dietilkarbamasin adalah satu-satunya obat filariasis yang ampuh baik untuk filariasis
bancrofti maupun malayi, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh,
aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan
lokal yang bersifat sementara dan mudah diatasi dengan obat simtomatik.
Dietilkarbamasin tidak dapatdipakai untuk khemoprofilaksis.
Pengobatan diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat mencapai konsentrasi
puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. Dietilkarbamasin tidak
diberikanpada anak berumur kurang dari 2 tabula, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit
berat atau dalam keadaan lemah.
Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat
badan, sedangkan untuk filariasis malayi diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari.
Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg BB selama 23 minggu.
Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut,
limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali
untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hydrocele memerlukan
penanganan ahli bedah.
Reaksi samping Dietilkarbamasin sistemik berupa demam, sakit kepala, sakit pada otot dan
persendian, mual, muntah,menggigil, urtikaria, gejala asma bronkial sedangkan gejala lokal
berupa limfadenitis, limfangitis, abses, ulkus, funikulitis, epididimitis, orchitis dan
limfedema. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang
spontan setelah 25 hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik.
PEMBERANTASAN FILARIASIS
Pemberantasan filariasis ditujukan pada pemutusan rantai penularan dengan cara
pengobatan untuk menurunkan morbiditas dan mengurangi transmissi.
Pemberantasan filariasis di Indonesia dilaksanakan oleh Puskesmas dengan tujuan :
Menurunkan Acute Disease Rate (ADR) menjadi 0%
Menurunkan nf rate menjadi < 5%
Mempertahankan Chronic Disease Rate (CDR)
Kegiatan pemberantasan nyamuk.

ASCARIS LUMBRICOIDES

Cacing ini sering menginfeksi anak dibawah umur, telurnya sangat tahan hidup sampai berbulan-
bulan. Telur tersebut tahan terhadap formalin 2%, dan beberapa jenis asam. Cacing banyak
menginfeksi anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia. Cacing jantan berukuran panjang 15-31 cm
dengan diameter 2-4 mm, dan betinanya berukuran panjang 20-40 cm dan diameter 3-6 mm.
Daur hidup



Cacing dewasa hidup dalam usus halus (usus kecil), memakan sari makan dalam usus (diduga
menembus mukosa usus untuk menghisap darah). Kopulasi (kawin) terjadi dalam usus. Cacing
betina dapat memproduksi telur sampai 27 juta butir/ekor, dengan ukuran telur 60-70 m X 40-
50 m. Kulit telur transparan dengan diselaputi lendir albumin yang berwarna kecoklatan.
Telur yang dibuahi membentuk zigot dan keluar bersama feses. Zigot berkembang pada suhu
optimun (15,5-30oC), mati pada suhu 38oC. Pada kondisi alamiah telur berkembang dalam tanah
aerobik dan membentuk larva didalam telur selama 10-14 hari (pada fase ini bila tertelan tidak
menyebabkan infeksi). Tetapi bila bentul L1 berkembang dan membentuk L2 dalam telur, maka
telur tersebut menjadi telur infektif.
Bilamana telur infektif tertelan maka L2 menetas dan secara aktif menembus dinding
mukosa usus dan terbawa ke hati melalui saluran limfe usus atau venula usus. Dari hati larva
terbawa kebilik kanan jantung dan kemudian ke paru-paru melalui arteri paru-paru. Larva
biasanya tinggal dalam paru selama beberapa hari dan tumbuh bergerak melewati kapiler masuk
kedalam alveoli. Kemudian bergerak ke bronchioli, bronchi, trachea menuju glottis. Penderita
terbatuk dan larva tertelan dan masuk kedalam saluran pencernaan menuju usus halus kemudian
menjadi dewasa.
Selama proses migrasi tersebut larva tumbuh dari ukuran 200 m sampai 300 m. Ecdysis
terjadi dalam usus halus dalam selang waktu 25-29 hari setelah larva tertelan. Hanya larva yang
mencapai moulting yang ke 4 yang dapat hidup menjadi dewasa.
Patologi
Infeksi ringan: Terjadi kerusakan kecil karena penetrasi melalui dinding mukosa usus oleh larva
yang baru menetas (L2). Terjadi respon peradangan (inflamatory respons) pada saat larva
bermigrasi yaitu pada organ limpa, hati, kelenjar limfe dan otak. Hal tersebut juga terjadi pada
saat larva bergerak dari kapiler paru ke sistem respirasi sehingga menyebabkan perdarahan kecil
(foci haemoragik).
Infeksi berat: Terjadi bila sejumlah besar larva penetrasi melalui dinding usus sehingga
menimbulkan perdarahan pada dinding usus dan pada waktu bermigrasi ke paru akan
menimbuklkan pneumonia pada area yang luas sehingga dapat menyebabkan kematian (Ascaris
pneumonitis). Bilamana sejumlah cacing dewasa ada dalam usus, dapat menimbulkan gejala sakit
perut, asthma, insomnia dan sakit pada mata. Disamping itu akan menimbulkan respon alergik
bilamana cacing mengeluarkan bahan ekskresi maupun sekresi. Sejumlah cacing dewasa dalam
usus akan menyumbat saluran usus yang mengakibatkan cacing dewasa menembus dinding usus
atau apendiks usus. Hal tersebut menyebabkan peritonitis yang mengakibatkan kematian pada
penderita. Bila cacing masuk kedalam apendiks dapat menimbulkan perdarahan lokal.
Diagnosis
Diagnosis secara akurat pada waktu terjadi migrasi larva sulit dilakukan. Dengan melakukan
pemeriksaan pada dahak (sputum) penderita kadang dapat dilakukan. Diagnosis pada umumnya
dilakukan dengan memeriksa telur cacing pada feses penderita atau cacing dewasa yang keluar
dari anus penderita. Diagnosis juga dapat dilakukan dengan gejala patogenik yang diderita pasien
tetapi kebanyakan infeksi ringan tidak menunjukkan gejala.
PENGOBATAN
Beberapa obat aman diberikan dan efektif yaitu piperazin sering digunakan dan cukup
efisien. Obat lainnya seperti levamisol, pyrantel dan mebendazol juga cukup baik.

TRIKURIASIS
ETIOLOGI
Trichuris trichiura
GEJALA KLINIK
Infeksi ringan : tanpa gejala
Infeksi berat :
- Prolapsus recti mengedan
- Perdarahan mukosa & anemi
- Diare dengandarahsedikit
- Anemia (Hb 3 gr% 0,005 cc/hari/ cacing)
- Sakit perut, mual,muntah, demam, sakit kepala
- Kadang disertai infeksi parasit lain.

PATOMEKANISME


Cacing dewasa betina telur 3000 4.000 butir/hari tanah lembab, teduh, suhu 25 30 C
3 6 minggu matang telur infektif tertelan usus halus bag proksimal menetas
larva menetap (3-10 hari) cacing dewasa ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus
hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus, di samping itu
cacing ini juga mengisap darah sehingga menyebabkan anemia (0,005 cc/hari/ cacing) usus
besar telur (30-90 hari) menetap (1-2 tahun).


DIAGNOSIS
* Telur dalam tinja
* Cacing dewasa pada anus atau prolaps recti

PENGOBATAN
Umum : higiene pasien diperbaiki, ferrous sulfat oral
Spesifik
- Diltiasiamin jodida, dosis 10-15mg/kgBB perhari selama 3-5 hari
- Stilbazium yodida, dosis 10mg/kgBB 2xsehari selama 3 hari
- Heksiresolsinol 0,2%, diberikan 500ml dalam bentuk enema dalam waktu 1jam
- mebendazole, dosis 100mg 2xsehari selama 3hari, atau dosis tunggal 600mg
KOMPLIKASI
Bila infeksi berat : perforasi usus dan prolapsus recti.
PROGNOSIS
Dengan pengobatan yang adekuat prognosis baik.

Cacing Tambang (HOOKWORM)
Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma duodenale,
dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma brazilienis, Ancylostoma canicum, Ancylostoma
malayanum. Penyakitnya disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis
1.Gambaran Umum
Penyakit ini tersebar di daerah tropis maupun subtropis. Di indonesia penyakit ini lebih
banyak disebabkan oleh cacing Necator americanus dari pada Ancylostoma duodenale. Gejala
klinis dan patologis penyakit cacing ini bergantung pada jumlah cacing yang menginfeksi usus;
paling sedikit 500 cacing diperlukan untuk menyebabkan terjadinya anemia dan gejala klinis pada
pasien dewasa.
Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar melalui tinja. Bila telur tersebut jatuh di
tempat yang hangat, lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif.
Dan jika larva tersebut kontak dengan kulit, maka ia akan mengadakan penetrasi melalui kulit,
bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun ke usus halus; disini larva berkembang
hingga menjadi cacing dewasa























2.Gejala klinis
Rasa gatal di kaki, pruritus kulit, dermatitis dan kadang-kadang ruam makulopapula sampai
vesikel merupakan gejala pertama yang dihubungkan dengan invasi larva cacing tambang ini,
selama larva berada di dalam paru-paru dapat menyebabkan gejala batuk darah, yang
disebabkan oleh pecahnya kapiler-kapiler dalam alveoli paru-paru dan berat ringanyan keadaan
ini bergantung pada banyaknya jumlah larva cacing yang melakukan penetrasi kedalam kulit.
Rasa tak enak pada perut, kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), mencret-mencret,
merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi kurang lebih 2 minggu setelah
larva mengadakan penetrasi dalam kulit.
Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih
dari 500 cacing dewasa unutk menimbulkan gejala anemia tersebut tentunya tergantung pula
pada keadaan gizi pasien
3.Pemerikasaan labortotium
Diagnosisi pasti penyakit ini adalah ditemukannya telur cacing tambang didalam tinja pasien
selain dalam tinja, larva dapat juga ditemukan dalam sputum, kadang-kadang terdapat sedikit
darah dalam tinja. Anemia yang terjadi biasanya anemia hipokrom mikrositer. Beratnya anemia
tergantung pada jumlah cacing dewasa yang terdapat didalam usus , jumlah mana dapat
diperkirakan dengan teknik cara menghitung telur cacing, Eosinofilia akan terlihat jelas pada
bulan pertama infeksi cacing ini.
4.Pengobatan
Perawatan umum: dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik; suplemen preparat besi
diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat terutama bila ditemukan bersama-sama
dengan anemia
Pengobatan spesifik:
Albendazol : diberikan dengan dosisi tunggal 400 mg
Mebendazol: diberikan dengan dosis 100 mg, 2 kali sehari selam 3 hari
Tertakloretilen: merupakan obat pilihan utama (drugs of choice) terutama untuk pasien
ansilostomiasis. Dosis yang diberikan 0.12ml/kg berat badan, dosis tunggal tidak boleh lebih dari
5 ml. Pengobatan dapat diulang 2 minggu. Kemudian bila pemeriksaan telur dalam tinja tetap
positif. Pemberian obat ini sebaiknya dalam keadaan perut kosong disertai pemberian 300 g
MgSO4. Kontraindikasi pemberian obat ini pada pasien alkoholisme, kelainan pencernaan,
konstipasi dan penyakit ini
Befanium hidroksinaftat: obat pilihan utama untuk pasian ankilostomiasis dan baik untuk
pengobatan massal pada anak. Obat ini relatif tidak toksilk, dosis yang diberikan 5 g 2 kali sehari
dan dapat diulang bilamana diperlukan. Untuk pengobatan Necator americanus, dosis yang
diberiakan untuk 3 hari
Pirantel pamoat: Obat yang cukup efektif dengan toksisitas yang rendah dan dosis yang diberikan
10 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal
Heksilresorsinol: diberikan sebagai obat alternatif yang cukup efektif dan dosis pemberian obat
ini sama seperti pada pengobatan askariasis
5.Komplikasi
Kerusakan pada kulit akan menyebakan dermatitis yang berat terlebih bila pasien sensitif.
Anemia berat yang terjadi sering menyebabkan gangguan pertumbuhan, perkembangan mental
dan payah jantung
6.Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat meskipun telah terjadi komplikasi, prognosis tetap baik.





























DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Penyait Dalam Jilid III, edisi IV
Parasitologi Kedokteran FK UI, edisi Ketiga.
HARRISON vol.2
Penyakit Infeksi Tropik pada Anak
Handbook of Obesity

Anda mungkin juga menyukai