Anda di halaman 1dari 64

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR
Reservoir merupakan batuan porous dan permeable yang berada di bawah
permukaan dan menjadi tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon. Selain
hidrokarbon (gas dan minyak), air juga dapat terakumulasi dalam reservoir ini.
Untuk digolongkan sebagai batuan reservoir maka batuan tersebut harus melewati
beberapa syarat geologi, diantaranya:
1. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak
bumi, gas bumi atau keduanya. Biasanya batuan reservoir berupa
lapisan batuan yang bersifat porous dan permeable.
2. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang bersifat
impermeabel, yang terdapat pada bagian atas suatu reservoir, sehingga
berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir.
3. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur
pembentuk reservoir yang mempunyai bentuk sedemikian rupa
sehingga lapisan beserta penutupnya dapat menjebak hidrokarbon.
Dari beberapa syarat di atas, ada hal lain yang mempengaruhi kondisi dari
suatu reservoir yaitu karakteristik suatu reservoir. Karakteristik suatu reservoir
sangat dipengaruhi oleh karakteristik batuan penyusunnya, fluida reservoir yang
menempatinya,maupun kondisi reservoir (P&T). Ketiga faktor itulah yang berikut
ini akan dibahas dalam subbab karakteristik reservoir.
2.1. Karakteristik Batuan Reservoir
Batuan merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang saling berikatan
satu sama lain dan terbentuk dari proses-proses geologi (contoh: deposisi,
lithifikasi dan kompaksi). Sedangkan mineral dibentuk dari beberapa senyawa
ikatan kimia. Komposisi kimia beserta jenis mineral yang menyusun suatu batuan
pada dasarnya akan sangat menentukan jenis batuan reservoir yang terbentuk.


Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen non-klastik)
atau terkadang vulkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai komposisi
kimia yang berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Komponen penyusun
batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1.















Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan Sedimen
Amyx.J
Dari diagram di atas, dicermati bahwa batuan reservoir terdiri dari
beberapa jenis batuan sedimen seperti batu pasir (sandstone), batu gamping
(limestone), maupun batu lempung (shale) yang memiliki karakteristik kimia yang
sangat berbeda antara satu dengan lainnya.
2.1.1.Komposisi Kimia Batuan Reservoir
Komposisi kimia batuan reservoir merupakan hal yang sangat penting
untuk diketahui karena komposisi batuan reservoir sangat erat dengan sifat fisik
dan karakteristik reservoir itu sendiri. Hal ini dapat berpengaruh dalam perolehan
dari performa reservoir yang bersangkutan.
2.1.1.1. Batupasir
Sekitar 60% batuan reservoir yang dijumpai ialah batu pasir yang tersusun


atas beberapa komponen penyusun utama, yaitu: matriks, semen dan butir
(grains). Komponen penyusun bauan ini dapat mehasilkan pori-pori yang dapat
menjadi tempat terakumulasinya hdirokarbon.
TEXTURAL PARAMETERS SANDSTONE
Grains - Quartz
- Feldspars
- Mica
- Rocks Fragments
- Mudstone grains
- Bioclasts
- Glaucorula

Matriks - Abrasion product
(Silt size,Quartz,
Feldspars, mica)
- Clay minerals
- Accessory mineral

Cement - Silica
- Calcite
- Dolomite
- Iron Oxide
- Anhydrite
- Halite
- Clay minerals
- Asphalt

Gambar 2.2.
Komposisi Mineral Sandstone
Pettijohn
Menurut Pettijohn, berdasarkan komposisi mineral batuannya, batupasir
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkhose.
Kandungan mineral dan komposisi kimia penyusun batuan reservoir sangat
berpengaruh terhadap besarnya sortasi yang dapat mempengaruhi besarnya pori-
pori batuan reservoar.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari unsur-
unsur silica yang tinggi dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya
(semen) terdiri atas karbonat dan silika. Orthoquartzites merupakan jenis batuan


reservoir yang pemilahannya sangat baik, butirannya berbentuk bundar dan
padatannya tidak terdapat matriks kecuali semen saja, bebas dari kandungan shale
dan clay. Komposisi kimia dari orthoquarzite dapat dilihat pada Tabel II-1.
Tabel II-1.
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites
Pettijohn


MIN. A B C D E F G H I

SiO
2
95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16

TiO
2
. . . . . . . . . . . . . . . . 0,03 . . . . . . . . . . . . 0,03
Al
2
O
3
2,85 . . . . 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe
2
O
3
0,05
0,30
0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,43
FeO . . . . 0,11 . . . . . . . . 0,54 . . . . . . . .
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 . . . . 0,10 0,07
CaO T 0,13 . . . . 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na
2
O
0,30 . . . .
0,80
0,40 . . . . . . . .
0,17 0,10
0,39
K
2
O 0,15 . . . . 0,03
H
2
O +
1,44
a)
. . . . 0,17 . . . . 0,17 1,43
a)
. . . . 0,03
a)
0,65
H
2
O -
CO
2
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16,10 . . . . 2,01

TotaL
100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6
b)
101,1

A. Lorrain (Huronian)
B. St. Peter (Ordovician)
C. Mesnard (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian)
E. Oriskany ( Devonian)

F. Berea (Mississippian)
G. Crystalline Sandstone, Fontainebleau
H. Sioux (Preeambrian)
I. Average of A H, inclusive.
a)
. Loss of ignition
b)
. Includes SO
3
, 0,13 %.


Dari Tabel II-1, dapat dilihat bahwa orthoquartzite mempunyai susunan
unsur silika dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan
unsur-unsur yang lainnya. Jadi pada orthoquartzite ini unsur silikanya sangat
dominan sekali, yaitu berkisar antara 61,7 % hingga mendekati 100 % sedangkan
sisanya adalah unsur lainnya sepeti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, H2O+, H2O-, dan CO2. Batupasir Orthoquarzite relatif bersih karena matriks
dan sementasinya memiliki jumlah yang sedikit, sehingga batuan tersebut
memiliki porositas yang besar.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, yaitu kuarsa, clay, mica flake {KAl
2
(OH)
2
AlSi
3
O
10
},
magnesite (MgCO
3
), fragmen phillite, fragmen batuan beku, feldspar dan mineral


lainnya. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Indikator yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi batuan jenis ini adalah adanya mineral illite.
Hal yang sangat penting ialah graywacke memiliki matriks yang cukup
besar, terlebih lagi pemilahan butiran graywacke juga tidak baik, sehingga apabila
bertindak sebagai batuan reservoir graywacke akan memiliki porositas yang kecil.
Komposisi graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silika yang ada
bercampur dengan silikat (silicate). Secara terperinci komposisi kimia graywacke
dapat dilihat pada Tabel II-2.
Tabel II-2
Komposisi Kimia Batupasir Graywacke
Pettijohn




MI NERAL
A B C D E F

SiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51
TiO2 0,31 . . . . 0,50 0,62 0,40 0,87
Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36
Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76
FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63
MnO 0,30 . . . . . . . . . . . . 0,01 0,16
MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39
CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14
Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50
P2O3 0,23 . . . . . . . . . . . . 0,10 0,27
SO3 0,13 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
CO2 0,50 . . . . 1,30 3,04 0,23 1,01
H2O + 1,75
2,36
1,56 2,33 2,08 3,38
H2O 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15
S . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 0,42
T o t a l
99,84 100,06 99,57 100,01 100,01 100,24






A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0



c. Arkose
Arkose ialah jenis batupasir yang tersusun dari kuarsa sebagai mineral
utama, walaupun seringkali mineral arkose feldspar (MgAlSi
3
O
8
) jumlahnya lebih
banyak dari kuarsa. Selain dua mineral utama tersebut, arkose juga mengandung
mineral-mineral yang bersifat kurang stabil, seperti clay {Al
4
Si
4
O
10
(OH)
8
},
microline (KAlSi
3
O
8
), biotite {K(Mg,Fe)
3
(AlSi
3
O
10
)(OH)
2
}, dan plagioclas
{(Ca,Na)(AlSi)AlSi
2
O
8
}.
Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II-3, dimana terlihat
bahwa arkose mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan
orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.
Tabel II-3.
Komposisi Kimia Batupasir Arkose (%)
Pettijohn


M I N E R A L
A B C D E F

Si O2
69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37
Ti O2
. . . . . . . . 0,42 . . . . 0,40 0,41
Al2 O3
13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2 O3
2,48
1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
Fe O
. . . . 1,63 0,72 1,30 1,22
Mn O
0,70 . . . . 0,05 T . . . . 0,25
Mg O
T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
Ca O
3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2 O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2 O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2 O +
1,01 0,64
a

1,06
0,30
a
1,11 0,83
H2 O 0,05
P2 O3 . . . . 0,12 0,30 . . . . . . . . 0,21
C O2 . . . . 0,19 0,51 0,92 . . . .

0,54
T o t a l
99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9

A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).
a)
. Loss of ignition.
B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A E, inclusive.




2.1.1.2.Batuan Karbonat
Batuan karbonat yang dimaksud dalam bahasan ini adalah limestone
maupun dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone dan dolomite
merupakan batuan yang berbeda karena kandungan karbonatnya. Adapun
komposisi dari batuan karbonat terdiri dari butir, semen, beserta matriks yang
tersusun atas mineral-mineral yang ditunjukkan dalam gambar berikut.

TEXTURAL PARAMETERS CARBONATE

Grains - Bioclasts
- Feldspars
- Quartz



Matrix - Clay minerals





Cement - sparry
Calcite

Gambar 2.3.
Komposisi MineralBatuan Karbonat
Pettijohn

Istilah limestone biasanya dipakai untuk kelompok batuan yang
mengandung paling sedikit 80 % calcium carbonate atau magnesium, juga
dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi carbonate melebihi unsur non
carbonate-nya. Pada limestone, fraksi disusun terutama oleh mineral calcite.
Sedangkan pada dolomite, mineral penyusun utamanya adalah mineral dolomite.
Komposisi limestone terutama didominasi oleh calcite, sehingga
mengandung CaO dan CO
2
sangat tinggi. Bahkan sering kali jumlahnya
mencapai lebih dari 95 %. Unsur lainnya yang lebih penting adalah MgO, dimana
jika jumlahnya lebih dari 1 % atau 2 %, kemungkinan besar mengandung mineral


dolomite. Kebanyakan limestone mengandung MgCO
3
kurang dari 4 % sampai
lebih dari 40 %.
Sedangkan dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari
limestone yang mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %. Sedangkan
untuk batuan-batuan yang mempunyai komposisi antara limestone dan dolomite
akan mempunyai nama bermacam-macam, tergantung dari unsur yang
dikandungnya.
1. Limestone
Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat dari
komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian besar
terbentuk dari calcite yang dapat mencapai 95%. Unsur lainnya ialah MgO, bila
jumlahnya lebih dari 1% atau 2%, maka menunjukkan adanya mineral dolomite.
Komposisi kimia limestone secara lengkapdapat dilihat pada Tabel II-4.
Tabel II-4.
Komposisi Kimia Limestone
Pettijohn



M I N E R A L
A B C D E F

Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09
Ti O2 0,06 . . . . 0,14 0,02 . . . . . . . .
Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
0,11 Fe2 O3
0,54
0,08 0,70 0,02 . . . .
Fe O . . . . 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 . . . . 0,15 0,04 . . . . . . . .
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01
0,07
. . . .
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 . . . . 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O 0,21 . . . .

0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 . . . . 0,16 0,04 . . . . . . . .
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 . . . . . . . .
Li2 O T . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Organic . . . . T 0,29 0,40 . . . . 0,17
T o t a l
100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1
A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
B. Indiana Limestone (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)





2. Dolomite
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuan-
batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite
akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang
dikandungnya. Batuan yang unsur calcite-nya melebihi dolomite disebut dolomite
limestone, dan yang unsur dolomite-nya melebihi calcite disebut dengan limy,
calcitic, calciferous atau calcitic dolomite. Komposisi kimia dolomite pada
dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali pada unsur MgO. Tabel II-5
menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite.
Tabel II-5.
Komposisi Kimia Dolomite
Pettijohn)




M I N E R A L
A B C D E F

Si O2
. . . . 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73
Ti O2
. . . . 0,02 0,12 . . . . 0,18 . . . .
Al2 O3
. . . . 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3
. . . . 0,02 0,14 0,17 0,66 . . . .
Fe O
. . . . 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03
Mn O
. . . . 0,04 0,07 . . . . 0,11 . . . .
Mg O
21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48
Ca O
30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O . . . . 0,01 0,42 . . . . 0,03 . . . .
K2 O . . . . 0,03 0,12 . . . . 0,04 . . . .
H2 O + . . . . 0,05 0,33
0,30
0,42 . . . .
H2 O . . . . 0,18 0,30 0,36 . . . .
P2 O3 . . . . 0,04 0,91 . . . . 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S . . . . 0,30 0,19 . . . . 0,16 . . . .
Sr O . . . . 0,01 none . . . . None . . . .
Organic . . . . 0,04 . . . . . . . . 0,08 . . . .
T o t a l
100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9
A. Theoretical composition of pure dolomite.
B. Dolomitic Limestone
C. Niagaran Dolomite
D. Knox Dolomite
E. Cherty-Dolomite
F. Randville Dolomite




2.1.1.3. Batuan Lempung
Pada dasarnya batu lempung (shalestone) merupakan batuan sedimen yang
tersusun atas mineral-mineral clay sebagai matriks penyusunnya, sedangkan untuk
semen berasal dari kalsit organik. Untuk lebih jelasnya ditampilkan dalam gambar
berikut.

TEXTURAL PARAMETERS SHALE

Grains Silt size old
- Quartz
- Feldspars
- Mica
- Heavy minerals

Matrix - Clay minerals





Cement - Calcite organics



Gambar 2.4.
Komposisi Mineral Batuan Shale
Pettijohn

Untuk tipe clay yang sering dijumpai dalam formasi yang mengandung
hidrokarbon terdiri dari 3 yaitu: Montmorillonite, Illite dan Kaolinite.
Montmorillonite ialah clay yang terdiri dari 3 lapisan struktur, dimana dua
lapisannya adalah Si
4
O
10
, kandungan O
2
dalam ikatan tersebut tidak dapat
dipisahkan secara langsung. Lapisan montmorillonite diikat bersama-sama oleh
aluminium hidroksil pada keadaan tetap dimana aluminium dikelilingi oleh empat
O
2
dan dua hidroksil. Tingkat pengembangan dari montmorilolonite lebih tinggi
jika dibandingkan dengan mineral clay yang lain. Komposisi kimianya
(OH)
4
.Al
4
Si
8
O
20
.H
2
O, sedangkan rumus oksidanya adalah 3H
2
O.2Al
2
O
3
.8SiO
2
.


Illite ialah kandungan yang umum dan penting dalam clay dan shale yang
mempunyai pola dasar seperti montmorillonite kecuali ion K yang menempati
posisi antara pola lapisan. Illite lebih kompleks dari montmorillonite dan kaolinite.
Pada dasarnya illite adalah clay dalam ukuran muscovite. Illite dikategorikan
sebagai clay non swelling walaupun sedikit mengabsorbsi air.
Kaolinite terdiri dari dua lapisan struktur, yang satu terbentuk dari SiOP
4

dan yang lain terbentuk dari aluminium hidroksil. Pengganti silika atau aluminium
oleh elemen yang lain tidak diperlukan. Sehingga hasil analisa kaolinite
mendekati ikatan kimia (OH)
8
Al
4
Si
4
O
10
dan ikatan oksidanya adalah
4H
2
O.2Al
2
O
3
.4SiO
2
. Kaolinite relatif tidak mengembang bila terkena air.
Untuk komposisi kimia penyusun batuan shale pada umumnya terdiri atas
kurang lebih 58 % silicon dioxide (SiO
2
), 15 % alumunium oxide (Al
2
O
3
), 6 %
iron oxide (FeO) dan Fe
2
O
3
, 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide
(CaO), 3 % potassium oxide (K
2
O), 1 % sodium oxide (Na
2
O), dan 5 % air (H
2
O).
Sisanya adalah metal oxide dan anion, seperti terlihat pada Tabel II-6.
Dalam keadaan normal shale mengandung sejumlah besar quartz, silt,
bahkan jumlah ini dapat mencapai 60 %. Tetapi dalam keadaan tertentu shale bisa
mengandung silika dengan kandungan tinggi yang bukan berasal dari kandungan
silt. Kebanyakan kandungan silika yang berlebihan tersebut didapatkan dalam
bentuk crystalline quartz yang sangat halus, chalcedony atau opal. Beberapa
kemungkinan dari keadaan ini adalah hasil dari sejumlah besar diatom atau abu
vulkanik didalam lingkungan pengendapan. Beberapa silika merupakan unsur
tambahan yang mungkin berasal dari proses alterasi kimia dari mineral-mineral
utama silika.
Shale yang kaya akan besi berisi lebih banyak pyrite atau siderite, atau
silikat besi, yang kesemuanya itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa pada
kondisi lingkungan pengendapan asalnya tidak terjadi penurunan atau bahkan
kekurangan unsur alumina.
Kandungan potash hampir selalu lebih banyak dibandingkan dengan soda,
yang mana hal ini kemungkinan sebagai hasil fiksasi didalam mineral-mineral


illiticclay. Sedangkan pada beberapa shale yang sangat kaya sekali akan alkali,
maka akan mengandung sejumlah besar authigenic feldspar.

Tabel II-6
Komposisi Kimia Shale
Pettijohn




M I N E R A L
A B C D E F

Si O
2
58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96
Ti O
2

0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59
Al
2
O
3
15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52
Fe
2
O
3

4,02 4,00 4,04 2,25 3,83
3,47
Fe O
2,45 1,74 2,90 3,66 5,09
Mn O
. . . . T T . . . . 0,10 0,06
Mg O
2,44 2,67 2,32 2,60 2,54 1,41
Ca O
3,11 5,96 1,41 1,54 1,00 2,17
Na
2
O 1,30 1,80 1,01 1,19 1,23 1,51
K
2
O 3,24 2,67 3,60 3,69 3,79 2,30
H
2
O +
5,00
3,45 3,82 3,51 3,31 1,96
H
2
O 2,11 0,89 0,62 0,38 3,78
P
2
O
3
0,17 0,20 0,15 . . . . 0,14 0,18
C O
2
2,63 4,62 1,46 1,47 0,84 1,40
S O
3
0,64 0,78 0,58 . . . . 0,28 0,03
Organic 0,80
a
0,69
a
0,88
a
. . . . 1,18
a
0,66
Misc. . . . . 0,06
b
0,04
b
0,38
c
1,98
c
0,32
T o t a l
99,95 100,84 100,46 99,60 100,00 100,62

A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)
B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924,
p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel,
1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509).
a
. Carbon;
b
. Ba O;
c
. Fe S
2
.








2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
2.1.2.1. Porositas
Porositas (|) ialah perbandingan volume pori batuan pori terhadap volume
batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas suatu batuan akan
menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara matematis porositas
dapat dinyatakan sebagai :
Vb
Vp
Vb
Vs Vb
=

= | ................................................................................... (2-1)
Keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
Berdasarkan hubungan antar porinya, porositas batuan reservoir dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total
terhadap volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau
secara matematik dapat ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :

% 100 =
volume bulk
total pori volume
| (2-2)
2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang
saling berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang
dinyatakan dalam persen.
% 100 =
volume bulk
n berhubunga yang pori volume
| ...................... (2-3)
Sedangkan berdasarkan waktu dan cara terjadinya, porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas primer, yaitu porositas yang tebentuk pada saat proses
pengendapan berlangsung. Beberapa contoh batuan yang memiliki
porositas primer ialah batu konglomerat, batupasir, dan batu gamping


2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah
proses pengendapan terjadi. Porositas sekunder dapat diklasifikasikan
menjadi tiga golongan, yaitu: porositas larutan, rekahan, dan
dolomitisasi.
Ukuran besar kecilnya porositas juga dapat ditentukan oleh beberapa
faktor seperti ukuran butir (semakin baik distribusinya, maka semakin baik pula
porositasnya), susunan butir (Gambar 2.5) kompaksi, sementasi, dan lingkungan
pengendapannya.

Gambar 2.5.
Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas Batuan
Amyx.J
2.1.2.2. Kompresibilitas
Pada formasi batuan di kedalaman terterntu, terdapat dua gaya yang
bekerja, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya akan
terganggu, akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori batuan.
Kompresibilitas batuan didefinisikan sebagai perubahan volume batuan
yang disebabkan karena adanya perubahan tekanan batuan. Pengosongan fluida
dari ruang pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan perubahan tekanan dari
dalam batuan, sehingga resultan tekanan pada batuan juga akan mengalami
perbuahan. Adanya perubahan tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada


butir-butir batuan, pori-pori dan volume total (bulk) batuan reservoir. Menurut
Geerstma (1957) ada 3 (tiga) konsep tentang kompresibilitas batuan, antara lain:
1. Kompresibilitas matriks batuan (C
r
), Didefinisikan sebagai fraksi
perubahan volume material padatan (grains) terhadap satuan
perubahan tekanan. Secara matematis koefisien kompresibilitas
dinyatakan dengan persamaan berikut:

...................................................................... (2-4)
Keterangan:
C
r
= Koefisien kompresibilitas matrik batuan, psi
-1

V
r
= Volume material padatan (grains)
T = Temperatur Konstan
2. Kompresibilitas bulk (C
B
), didefinisikan sebagai fraksi perubahan
volume dari batuan terhadap satuan perubahan tekanan. Secara
matematis koefisien kompresibilitas dirumuskan sebagai:

...................................................................... (2-5)
Keterangan:
C
B
= Koefisien kompresibilitas batuan, psi
-1

V
B
= Volume bulk
3. Kompresibilitas pori-pori batuan (C
p
), didefinisikan sebagai fraksi
perubahan volume pori dari batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Secara matematis, dirumuskan koefisien kompresibilitas sebagai:

...................................................................... (2-6)
Keterangan:
C
P
= Koefisien kompresibilitas pori batuan, psi
-1

V
r
= Volume material padatan (grains)
P = Tekanan pori, psi



Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain:
1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
2. Tekanan luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang
ada di atasnya (overburden pressure).
sedangkan padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila
mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya. Perubahan bentuk bulk
volume batuan dapat dinyatakan sebagai kompresibilitas C
r
, atau:

............................................................................ (2-7)
sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan sebagai
kompresibilitas C
P
, atau:

........................................................................... (2-8)
Keterangan:
V
r
= Volume padatan batuan (grains)
V
P
= Volume pori-pori batuan
P = Tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P
*
= Tekanan luar (Overburden Pressure)

2.1.3. Sifat Fisik Batuan Reservoir Terhadap Fluida Reservoir
2.1.3.1. Saturasi
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-
pori total pada suatu batuan berpori. Dalam batuan reservoir minyak umumnya
terdapat lebih dari satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas
yang tersebar ke seluruh bagian reservoir. Secara matematis, besarnya saturasi
untuk masing-masing fluida dituliskan dalam persamaan berikut :

1. Saturasi minyak (S
o
) adalah :
total pori pori volume
yak oleh diisi yang pori pori volume
S
o

=
min
....... (2-9)




2. Saturasi air (S
w
) adalah :
total pori pori volume
air oleh diisi yang pori pori volume
S
w

= ... .. (2-10)

3. Saturasi gas (Sg) adalah :
total pori pori volume
gas oleh diisi yang pori pori volume
S
g

= ... . (2-11)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :

S
g
+ S
o
+ S
w
= 1 ................................................................................ (2-12)

Sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka :

S
o
+ S
w
= 1 ... (2-13)
2.1.3.2. Wetabilitas
Wetabilitas merupakan kemampuan batuan untuk dibasahi oleh fluida, jika
diberikan dua fluida yang tak saling campur (immicible). Pada bidang antar muka
cairan dengan benda padat terjadi gaya tarik-menarik antara cairan dengan benda
padat (gaya adhesi), yang merupakan faktor dari tegangan permukaan antara
fluida dan batuan. Untuk memperjelas penjelasan di atas, perhatikan gambar
mengenai wetabilitas dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.6.
Kesetimbangan Gaya-gaya Pada Batas Air-Minyak-Padatan
Amyx.J

Gambar 2.6 memperlihatkan sistem air minyak yang kontak dengan
benda padat, dengan sudut kontak sebesar u
o
. Sudut kontak diukur antara fluida
yang lebih ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang berharga 0
o
- 180
o
, yaitu
antara air dengan padatan, sehingga tegangan adhesi (A
T
) dapat dinyatakan
dengan persamaan:


A
T
= o
so
- o
sw
=o
wo
. cosu
wo,
.. ...(2-14)
Keterangan :
o
so
= tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm
o
sw
= tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm
o
wo
= tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm
u
wo
= sudut kontak air-minyak.
Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positip (u < 75
o
), yang berarti batuan bersifat water wet. Jika sudut kontak 75 -
105, maka batuan tersebut bersifat intermediet. Apabila air tidak membasahi zat
padat maka tegangan adhesinya negatif (u > 105
o
), berarti batuan bersifat oil wet.
Variasi sudut kontak tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7 dan Gambar 2.8.

Gambar 2.7.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air-Minyak Pada Permukaan Silika
Amyx.J


Gambar 2.8.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air-Minyak Pada Permukaan Kalsit
Amyx.J

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
membasahi permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir pada saat di produksikan.
Pada saat reservoir mulai diproduksikan, minyak akan lebih mudah
mengalir dikarenakan harga saturasi minyak cukup tinggi dan air hanya


merupakan cincin-cincin yang melekat pada batuan formasi, butiran-butiran air
tidak dapat bergerak atau bersifat immobile, dan saturasi air yang demikian
disebut residual water saturation. Pada saat yang demikian minyak merupakan
fasa yang kontinyu dan bersifat mobile.
Setelah produksi mulai berjalan, minyak akan terus berkurang digantikan
oleh air. Saturasi minyak akan semakin berkurang dan saturasi air akan terus
bertambah, sampai pada saat tertentu saturasi air akan menjadi fasa kontinyu, dan
minyak merupakan cincin-cincin. Pada saat ini, air bersifat mobile dan akan
bergerak bersama-sama minyak. Gambaran tentang water wet dan oil wet
ditunjukkan pada Gambar 2.9, yaitu pembasahan fluida dalam pori-pori batuan.
Fluida yang membasahi akan cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih
kecil, sedangkan fluida tidak membasahi cenderung menempati pori-pori batuan
yang lebih besar.

Gambar 2.9.
Pembasahan Fluida Dalam Pori-pori Batuan
Amyx.J

2.1.3.3. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (P
c
) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua
fluida tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan,
sudut kontak antara minyakairzat padat, dan jari-jari kelengkungan pori.
Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :
1. Mengontrol distribusi saturasi fluida di dalam reservoir (Gambar 2.10.)
menunjukkan kurva distribusi fluida yang merupakan hubungan antara
saturasi fluida dengan tekanan kapiler pada beberapa permeabilitas batuan).




Gambar 2.10.
Kurva Distribusi Fluida
Amyx.J


2. Menjadi mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau
mengalir melalui pori-pori secara vertikal.

Gambar 2.11.
Tekanan dalam Pipa Kapiler
Amyx.J

Berdasarkan pada Gambar 2.11, sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas. Adapun gaya-gaya yang bekerja pada
sistem tersebut adalah gaya tarik ke atas dan gaya dorong ke bawah. Untuk gaya
tarik ke atas, ditunjukkan dalam persamaan : 2t rA
T
, dimana r adalah jari-jari pipa
kapiler. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah: tr
2
hg(
w
-
o
).
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama
dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :


) ( g h r A r 2
o w
2
T
t = t ..... (2-15)
atau
g ) ( r
A 2
h
o w
T

= . ..... (2-16)
Keterangan:
h = ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm
r = jari-jari pipa kapiler, cm.

w
= massa jenis air, gr/cc

o
= massa jenis minyak, gr/cc
g = percepatan gravitasi, cm/dt
2

Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa
kapiler maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan
kapiler (P
c
). Besarnya P
c
sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan
tekanan fasa minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :
P
c
=P
o
P
w
= (
o
-
w
) g h .. (2-17)
Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan
sebagai berikut :
r
cos 2
P
c
u o
= .................................................................................. (2-18)
Keterangan :
P
c
= tekanan kapiler
o = tegangan permukaan minyak-air
u = sudut kontak permukaan minyak-air
r = jari-jari pipa kapiler

Menurut Plateau, tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka
dan jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan :
|
|
.
|

\
|
+ o =
2 1
c
R
1
R
1
P .......................................................................... (2-19)


Keterangan :
R
1
dan R
2
= jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch
o = tegangan permukaan, lb/inch
Penentuan harga R
1
dan R
2
, dilakukan dengan perhitungan jari-jari
kelengkungan rata-rata (R
m
), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2-18
dengan Persamaan 2.19. Dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :
o
A
=
u
=
|
|
.
|

\
|
+ =
h g
r
cos 2
R
1
R
1
R
1
t 2 1 m
........................................... (2-20)
Gambar 2.12. menunjukkan distribusi dan pengukuran R
1
dan R
2
. Kedua
jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus.

Gambar 2.12.
Distribusi dan Pengukuran Radius KontakAntara Fluida Pembasah dengan
Padatan
Amyx.J

2.1.3.4. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Definisi kuantitatif
permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy (1856) dalam
hubungan empiris dengan bentuk diferensial sebagai berikut :
dL
dP
x
k
v

= .................................................................................. (2-21)
Keterangan :
v = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.


Tanda negatif pada Persamaan 2-21 menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam Persamaan
2-21, yaitu:
1. Alirannya mantap (steady state),
2. Fluida yang mengalir satu fasa,
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan ,
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.
6. Fluidanya incompressible.
Berdasarkan jumlah fasa yang mengalir dalam batuan reservoir,
permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Permeabilitas absolut, adalah yaitu dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya
minyak atau gas saja.
2. Permeabilitas efektif, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak atau ketiga-tiganya.
3. Permeabilitas relatif, merupakan perbandingan antara permeabilitas
efektif dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan besaran permeabilitas ialah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy., seperti yang terlihat pada Gambar 2.13, berikut ini.

Gambar 2.13.
Skema Percobaan Penentuan Permeabilitas
Amyx.J


Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P
1
-P
2
) adalah konstan
dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari
cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur
laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh
harga permeabilitas absolut batuan, sesuai persamaan berikut:

) P P ( . A
L . . Q
k
2 1

= ............................................................................. (2-22)

satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

) atm ( ) P P ( . ) cm . sq ( A
) cm ( L . ) centipoise ( . sec) / cm ( Q
) darcy ( k
2 1
3

= ......................... (2-23)
Dari Persamaan 2-22 dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran
yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan
incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa, akan
tetapi dua atau bahkan tiga fasa. Oleh karena itu dikembangkan pula konsep
mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga permeabilitas
efektif dinyatakan sebagai k
o
, k
g
, k
w
, dimana masing-masing untuk minyak, gas,
dan air. Sedangkan permeabilitas relatif untuk masing-masing fluida reservoir
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
k
k
k
o
ro
= ,
k
k
k
g
rg
= , .
k
k
k
w
rw
= ............. ..................................... (2-24)
(Keterangan : o = minyak, g = gas dan w = air)

Sedangkan besarnya harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air
dinyatakan dengan persamaan :

) P P ( . A
L . . Q
k
2 1
o o
o

= ........................................................................... (2-25)




) P P ( . A
L . . Q
k
2 1
w w
w

= ........................................................................... (2-26)

Harga-harga k
o
dan k
w
pada Persamaan 2-25 dan Persamaan 2-26 jika
diplot terhadap S
o
dan S
w
akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.14, yang menunjukkan bahwa k
o
pada S
w
= 0 dan pada S
o
= 1 akan
sama dengan k absolut, demikian juga untuk harga k absolutnya.

Gambar 2.14.
Kurva Permeabilitas Efektif Untuk Sistem Minyak dan Air
Amyx.J
Dari Gambar 2.14, ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas efektif
sistem minyak-air yaitu:
1. k
o
akan turun dengan cepat jika S
w
bertambah dari nol, demikian juga
k
w
akan turun dengan cepat jika S
w
berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk S
o
yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak
karena k
o
-nya yang kecil, demikian pula untuk air.
2. k
o
akan turun menjadi nol, dimana masih ada saturasi minyak dalam
batuan atau disebut Residual Oil Saturation (S
or
), demikian juga untuk
air yaitu (S
wr
).
3. Harga k
o
dan k
w
selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A dan
B, sehingga diperoleh persamaan :

1 k k
w o
s + .......(2-27)


Sedangkan jika harga k
ro
dan k
rw
diplot terhadap saturasi fluida S
o
dan S
w
,
maka akan didapat kurva seperti Gambar 2.15.
Harga k
ro
dan k
rw
berkisar antara 0 sampai 1, sehingga diperoleh persamaan:
1 k k
rw ro
s + ..... .. (2-28)
Untuk sistem gas dan air, harga K
rg
dan K
rw
selalu lebih kecil dari satu atau :
1 k k
rw rg
s + ...... . (2-29)














Gambar 2.15.
Kurva k
relatif
Sistem Air-Minyak
Amyx
2.2. Komponen Fluida Reservoir
Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir pada
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida
hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi
hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar
sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir dan lain-lain.
2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir
Fluida reservoir terdiri dari hidrokarbon dan air formasi. Untuk
hidrokarbon yang sering di suatu reservoir pada umumnya terbentuk dalam fasa
gas maupun fasa minyak sedangkan air formasi merupakan air yang dijumpai


bersama-sama dengan endapan minyak. Adanya fasa cair maupun gas yang
dibentuk di reservoir pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh komposisi fluida
reservoir tersebut. Untuk itu, komposisi kimia hidrokarbon beserta air formasi
akan dijelaskan dalam subbab berikut.
2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
Bentuk dari senyawa hidrokarbon merupakan senyawa alamiah, dapat
berupa gas, cair atau padatan tergantung dari komposisinya yang khusus serta
tekanan dan temperatur yang mempengaruhinya. Endapan hidrokarbon yang
berbentuk cair dikenal sebagai minyak bumi, sedangkan yang berbentuk gas
dikenal sebagai gas bumi.
Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen.
Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi, yang berdasarkan jenis
rantai ikatannya dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Golongan Asiklik (Parafin)
Hidrokarbon jenis ini mempunyai rantai ikatan antar atom yang
terbuka, terdiri dari hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh.
2. Golongan Siklik
Sedangkan hidrokarbon golongan siklik mempunyai rantai tertutup
(susunan cincin). Golongan ini terdiri dari naftena dan aromatik.
2.2.1.1.1. Golongan Asiklik (Parafin)
Golongan asiklik atau alifatik disebut juga parafin. Golongan asilklik dapat
dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan hidrokarbon jenuh dan tak jenuh.
2.2.1.1.1.1. Hidrokarbon Jenuh
Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum C
n
H
2n+2
, dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan
masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi
dari satu atom C berhubungan dengan atom C disebelahnya. Seri homolog
hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkane) dimana
penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon


dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran ana. Contoh dari senyawa
hidrokarbon golongan alkane ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 2.16.
Contoh Seri Homolog Alkana
Mc. Cain

Dalam senyawa hidrokarbon sering dijumpai molekul yang berlainan
susunannya, tetapi rumus kimianya sama, atau dengan kata lain senyawa
hidrokarbon dapat mempunyai rumus molekul sama tetapi rumus bangun berbeda.
Keadaan semacam ini disebut sebagai isomeri, sedangkan masing-masing
senyawa hidrokarbon yang mempunyai sifat tersebut dikenal dengan isomer. Seri
n-alkana yang diberikan pada Gambar 2.16 memperlihatkan gradasi sifat-sifat
fisik yang tidak begitu tajam.
Pada tekanan dan temperatur normal (60
o
F, 14,7 psia) empat alkana yang
pertama (C
1
sampai C
4
) berbentuk gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih
(boiling point) karena penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana
(C
5
H
12
) sampai hepta dekana (C
17
H
36
) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang
mengandung 18 atom karbon atau lebih merupakan padatan (solid). Alkana
dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan
dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik
yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan
didalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan
pada titik lebur dan titik didih diantara isomer-isomer alkana.








Tabel II-7.
Sifat-sifat Fisik n-Alkana
Mc. Cain


N Name
Boiling Point
o
F
Melting Point
o
F
Specific Gravity
60
o
/60
o
F

1
Methane

-258.7

-296.6

--
2 Ethane -127.5 -297.9 --
3 Propane -43.7 -305.8 0.508
4 Butane 31.1 -217.0 0.584
5 Pentane 96.9 -201.5 0.631
6 Hexane 155.7 -139.6 0.664
7 Heptane 209.2 -131.1 0.688
8 Octane 258.2 -70.2 0.707
9 Nonane 303.4 -64.3 0.722
10 Decane 345.5 -21.4 0.734
11 Undecane 384.6 -15 0.740
12 Dodecane 421.3 14 0.749
15 Pentadecane 519.1 50 0.769
20 Eicosane 648.9 99 --
30 Triacontane 835.5 151 --

2.2.1.1.1.2. Hidrokarbon Tak Jenuh
Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap
tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan. Oleh
karena itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom hidrokarbon telah
digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan, dengan cara ikatan rangkap
dua yang mengikat dua atom C, maka hidrokarbon seperti ini disebut hidrokarbon
tak jenuh atau disebut juga sebagai keluarga alkena (Inggris : alkene). Secara garis
besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik alkana, sebagai bahan
perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada Tabel II-8.



Tabel II-8.
Sifat-sifat Fisik Alkena
Mc. Cain


Sebagaimana pada alkana, alkena mempunyai peningkatan titik didih
dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana peningkatannya
mendekati 20 - 30
o
C untuk setiap penambahan atom karbon. Secara kimiawi,
karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena lebih reaktif bila
dibandingkan dengan alkana.
Senyawa hidrokarbon tak jenuh yang dijelaskan di atas adalah yang hanya
mempunyai satu ikatan rangkap dua yang lebih dikenal dengan deretan olefin.
Ada juga hidrokarbon tak jenuh yang mempunyai dua ikatan rangkap dua yang
disebut deretan diolefin.
Rumus umum seri diolefin adalah C
n
H
2n-2
, sedangkan penamaannya
menggunakan akhiran adiena, sebagai contoh adalah sebagai berikut :

CH
2
= C = CH - CH
3
CH
2
= CH - CH = CH
2

1,2 - Butadiena 1,3 - Butadiena
Derajat ketidakjenuhan dari seri diolefin lebih tinggi daripada seri olefin.
Secara kimiawi senyawa diolefin reaktif seperti olefin dan secara fisik mempunyai
sifat yang hampir sama dengan alkana.
Senyawa hidrokarbon tak jenuh juga ada yang mempunyai ikatan rangkap
tiga, yang sering disebut sebagai seri asetilen. Rumus umumnya adalah C
n
H
2n-2
,
Name Rumus Bangun
Boiling Point,
o
F
Melting Point,
o
F
SG, 60
o
/60
o
F
Ethylene CH2 =CH2 -154.6 -272.5 --
Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4 --
1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601
1-pentene CH2=CH(CH2)2CH3 86 -265.4 0.646
1-hexene CH2=CH(CH2)3CH3 146 -216 0.675
1-heptene CH2=CH(CH2)4CH3 199 -182 0.698
1-octene CH2=CH(CH2)5CH3 252 -155 0.716
1-decene CH2=CH(CH2)7CH3 340 -- 0.743


dimana terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat dua atom karbon yang
berdekatan. Pemberian nama sama dengan deret alkena dengan memberikan
akhiran una. Sifat deret asetilen hampir sama dengan alkena, sedangkan sifat
kimianya hampir sama dengan alkena dimana keduanya lebih reaktif dari alkana.
2.2.1.1.2. Golongan Siklik
Golongan siklik dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan naftena dan
golongan aromatik.
2.2.1.1.2.1. Golongan Naftena
Golongan naftena sering disebut golongan sikloparafin, atau golongan
sikloalkana, yang mempunyai rumus umum C
n
H
2n
yang tertutup dan memiliki
rantai tunggal.







Gambar 2.17.
Contoh Seri Homolog Naftena
Mc. Cain
Dalam golongan sikloparafin, pada dasarnya sifat fisik dari golongan ini
mempunyai mirip dengan parafin sebagaimana terlihat pada Tabel II-9.











Tabel II-9.
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena
Mc Cain


2.2.1.1.2.2. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa
hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini
adalah C
n
H
2n-6
, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga
ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling, sebagaimana
diunjukkan pada Gambar 2.18.


Gambar 2.18.
Contoh benzene
Mc. Cain
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, golongan ini stabil sebagaimana golongan parafin. Jadi deretan benzena
tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin. Secara sederhana dapat
Name
Boiling Point,
o
F
Melting Point,
o
F SG, 60
o
/60
o
F
Cyclopropane -27 -197 --
Cyclobutane 55 -112 --
Cyclopentane 121 -137 0.750
Cyclooctane 300 57 0.830
Metylcyclopentane 161 -224 0.754
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210a -80 0.772
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750
Methylcyclohexane 214 -196 0.774
Cyclopentene 115 -135 0.774
1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798


dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan parafin dan olefin.
Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam minyak mentah yang
merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standar, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
berwarna dan mendidih pada temperatur 176
o
F. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini memberikan bau yang kuat (aroma khas).
2.2.1.2. Komposisi Kimia Air Formasi
Air formasi mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara
reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air
formasi sangat perlu dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya.
Dibandingkan dengan air laut,air formasi ini rata-rata memiliki kadar garam yang
lebih tinggi, sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-sifat fisiknya
ini menjadi penting artinya karena kedua hal tersebut sangat berhubungan dengan
timbulnya skin pada formasi dan korosi pada peralatan di bawah dan di atas
permukaan.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi
metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan aluminium serta
bahan-bahan organik seperti asam nafta dan asam gemuk.
Sedangkan komposisi ion-ion penyusun air formasi terdiri dari kation-kation
Ca, Mg, Fe, Ba, dan anion-anion chlorida, CO
3
, HCO
3
, dan SO
4
. Tabel II-10.
memperlihatkan contoh hasil analisa air formasi suatu reservoir.
Tabel II-10.
Contoh Hasil Analisa Kandungan Air Formasi
Mc. Cain

Konstituen Hasil Analisa (ppm)
Na
Ca
Mg
Fe
Cl
HCO
3

SO
4

CO
3

6.715
549
51
0
11.172
295
181
0
T o t a l 18,813



Kation-kation yang terkandung dalam air formasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Alkali : K
+
, Na
+
dan Li
+
yang membentuk basa kuat.
2. Metal alkali tanah : Br
++
, Mg
++
, Ca
++
, Sr
++
, Ba
++
membentuk basa
lemah.
3. Ion Hidrogen : OH
+
4. Metal berat : Fe
++
, Mn
++

Sedangkan anion-anion yang terkandung dalam air formasi adalah sebagai
berikut :
a. Asam kuat : Cl
-
, SO
4
=
, NO
3
-
b. Asam lemah : CO
3
=
, HCO
3
-
, S
-
Ion-ion tersebut di atas (kation dan anion) akan bergabung berdasarkan
empat sifat, yaitu:
1. Salinitas primer, yaitu bila alkali bereaksi dengan asam kuat, misalnya
NaCl dan Na
2
SO
4
.
2. Salinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam kuat,
misalnya CaCl
2
, MgCl
2
, CaSO
4
, MgSO
4.

3. Alkalinitas primer, yaitu apabila alkali bereaksi dengan asam lemah,
seperti Na
2
CO
3
dan Na(HCO
3
)
2

4. Alkalinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam
lemah seperti CaCO
3
, MgCO
3
, Ca(HCO
3
)
2
dan Mg(HCO
3
)
2
.
Perkembangan analisa kimia dewasa ini telah memungkinkan untuk
menganalisa secara kuantitatif kation dan anion yang terkandung dalam air
formasi.
Besarnya konsentrasi padatan yang terdapat dalam air formasi dinyatakan
dalam satuan parts per million (ppm), miligram per liter, milliequivalent per liter
dan fraksi padatan. Satuan ppm dan miligram per liter digunakan dengan asumsi
densitas air formasinya sama dengan satu.
Satuan fraksi padatan diperoleh dari pembagian ppm dengan 10000.
Sedangkan satuan milliequivalent per liter didapatkan dari konversi ppm, yaitu
dengan dibagi berat ekuivalennya. Pada reaksi ionisasi, berat ekuivalen diperoleh


dari pembagian berat atom ion dengan valensinya. Tabel II-11 menunjukkan hasil
analisa pada Tabel II-10 yang dikonversikan dalam satuan milliequivalent per
liter (meq/liter).
Tabel II-11.
Hasil Analisa Kandungan Air Formasi dalam meq / liter
Mc. Cain








2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservior
Fluida reservoir terdiri dari fluida hidrokarbon dan air formasi.
Hidrokarbon sendiri terdiri dari fasa cair (minyak bumi) maupun fasa gas, yang
keduanya tergantung pada kondisi (tekanan dan temperatur) di reservoir yang
bersangkutan. Perubahan kondisi reservoir akan mengakibatkan perubahan fasa
serta sifat fisik fluida reservoir.
2.2.2.1. Sifat Fisik Minyak
Fluida minyak bumi pada umumnya dijumpai dalam fasa cair, sehingga
sesuai dengan sifat cairan pada umumnya, pada fasa cair jarak antara molekul-
molekulnya relatif lebih kecil daripada gas. Sifat-sifat minyak bumi yang akan
dibahas adalah densitas, viskositas, faktor volume formasi, kelarutan gas dalam
minyak, dan kompresibilitas.
2.2.2.1.1. Densitas Minyak
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan berat masa suatu substansi
dengan volume dari substansi tersebut, sehingga densitas minyak (
o
) merupakan
perbandingan antara berat minyak (lb) terhadap volume minyak (cuft).
Perbandingan tersebut hanya berlaku untuk pengukuran densitas di permukaan
(laboratorium), dimana kondisinya berbeda dengan kondisi reservoir sehingga
Konstituen Hasil Analisa (meq/liter)
Na
Ca
Mg
Fe
Cl
HCO
3

SO
4

CO
3

292
27
4
0
315
5
4
0
T o t a l 647


akurasi pengukuran yang dihasilkan tidak tepat. Metode lain dalam pengukuran
densitas adalah dengan memperkirakan densitas berdasarkan komposisi
minyaknya. Persamaan yang digunakan adalah :

( )

=
oSCi i i
i i
oSC
M X
M X
..... .. (2-30)
Keterangan :

oSC
= densitas minyak (14,7 psia; 60
o
F)

oSCi
= densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60
o
F)
X
i
= fraksi mol komponen minyak ke-i
M
i
= berat mol komponen minyak ke-i

Densitas minyak sering dinyatakan dalam specific gravity minyak (
o
),
yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas minyak terhadap densitas air,
yang secara matematis, dituliskan :
w
o
o

= ... ... (2-31)


Keterangan :

o
= specific gravity minyak

o
= densitas minyak, lb/cuft

w
= densitas air, lb/cuft

Industri perminyakan seringkali menyatakan specific gravity minyak
dalam satuan
o
API, yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
o
API = 5 , 131
5 , 141
o

........................................................................... (2-32)
2.2.2.1.2. Viskositas Minyak
Viskositas minyak (
o
) didefinisikan sebagai ukuran ketahanan minyak
terhadap aliran, atau dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran
tentang besarnya keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centipoise
(cp) atau gr/100 detik/1 cm.


Viskositas minyak dipengaruhi oleh temperatur, tekanan dan jumlah gas
yang terlarut dalam minyak tersebut. Kenaikan temperatur akan menurunkan
viskositas minyak, dan dengan bertambahnya gas yang terlarut dalam minyak
maka viskositas minyak juga akan turun. Hubungan antara viskositas minyak
dengan tekanan ditunjukkan pada Gambar 2.19.
A
B
C
D
B.P
B.P
B.P
B.P
0 1000 2000 3000
1
2
3
4
5
6
7
Pressure, psig
V
i
s
c
o
s
i
t
y
,

c
p

Gambar 2.19.
Hubungan Viskositas Terhadap Tekanan
Mc. Cain

Gambar 2.19 menunjukkan hubungan antara viskositas minyak dan
tekanan reservoir pada temperatur tetap, kurva tersebut menjelaskan bahwa pada
saat tekanan reservoir berada diatas bubble point (Pb) viskositas minvak akan
mengalami penurunan dari Pi ke Pb. Saat tekanan reservoir di bawah bubble point
viskositas minyak mengalami kenaikan yang disebabkan gas yang terlarut
terbebaskan dari minyak.
Secara matematis, besarnya viskositas dapat dinyatakan dengan persamaan :
v
y
x
A
F
c
c
= ................................................................................... (2-33)
Keterangan :
= viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm
2

v / y c c = gradient kecepatan, cm/(sec.cm).


Korelasi penentuan viskositas minyak pada tekanan atmosfer dan
temperatur reservoir pada berbagai gravity minyak dapat ditentukan dengan
Gambar 2.20.

Gambar 2.20.
Viscositas Minyak Pada Tekanan 1 Atmosfer dan
Temperatur Reservoir
Mc. Cain
Hubungan antara viskositas minyak pada tekanan bubble point dan
viskositas minyak pada tekanan atmosfer dengan berbagai harga GOR dapat
dilihat pada Gambar 2.21. Gambar 2.21 dapat digunakan untuk menentukan
viskositas minyak pada tekanan bubble point. Harga viskositas minyak pada
tekanan bubble point dapat dicari dengan menghubungkan harga viskositas dari
Gambar 2.20 dengan gas oil ratio ( GOR ).
Viskositas minyak pada tekanan diatas bubble point (undersaturated)
dapat ditentukan dengan korelasi yang ditunjukkan Gambar 2.22. Korelasi pada
Gambar 2.22. dilakukan dengan menghubungkan harga viskositas minyak pada
tekanan bubble point pada tekanan diatas bubble point. Harga viskositas minvak
pada tekanan diatas bubble point mempunyai harga lebih besar dari harga
viskositas minyak pada kondisi bubble point, hal ini disebabkan adanya cairan
yang terkompresi akibat peningkatan tekanan.



Gambar 2.21.
Viskositas Minyak Pada Tekanan Saturasi ( ) Pb s dan
Temperatur Reservoir
Mc. Cain

Gambar 2.22.
Kurva Viscositas Minyak PadaTekanan
Diatas Tekanan Bubble Point (Pb)
Mc. Cain


2.2.2.1.3. Faktor Volume Formasi Minyak
Faktor volume formasi minyak (B
o
) didefinisikan sebagai perbandingan
antara volume minyak termasuk gas yang terlarut pada kondisi reservoir dengan
volume minyak pada kondisi standar. Satuan yang sering digunakan adalah
bbl/stb. Perhitungan Bo secara empiris (Standing) dinyatakan dengan persamaan :
Bo = 0.09759+ (0.000120 . F
1.2
) ....... (2-34)
T 25 . 1 . R F
o
g
s
+
|
|
.
|

\
|

= .... (2-35)
Keterangan :
R
s
= kelarutan gas dalam minyak, scf/stb

o
=specific gravity minyak

g
=specific gravity gas
T =temperatur,
o
F.
Perubahan B
o
terhadap tekanan untuk minyak jenuh ditunjukkan oleh
Gambar 2.23. Tekanan reservoir awal adalah P
i
dan harga awal faktor volume
formasi adalah B
oi
. Dengan turunnya tekanan reservoir dibawah tekanan bubble
point, maka gas akan terlepaskan dan B
o
akan turun.
Reservoir pressure, psia
ob
B
0
P
b
F
o
r
m
a
t
i
o
n

-

V
o
l
u
m
e

F
a
c
t
o
r
,

B
o
1

Gambar 2.23.
Perilaku Faktor Volume FormasiTerhadap
Tekanan untuk Minyak
Mc. Cain
Terdapat dua hal penting dari Gambar 2.23, yaitu:
1. Jika kondisi tekanan reservoir berada diatas P
b
, maka B
o
akan naik
dengan berkurangnya tekanan sampai mencapai P
b
, sehingga volume


sistem cairan bertambah sebagai akibat terjadinya pengembangan
minyak.
2. Setelah P
b
dicapai, maka harga B
o
akan turun dengan berkurangnya
tekanan, disebabkan karena gas yang terbebaskan dari minyak.
Proses pembebasan gas ada dua, yaitu:
1. Differential Liberation.
Merupakan proses pembebasan gas secara kontinyu. Dalam proses ini,
penurunan tekanan disertai dengan mengalirnya sebagian fluida
meninggalkan sistem. Minyak hanya berada dalam kesetimbangan
dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu dan tidak dengan gas
yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini berlangsung, maka
komposisi total sistem akan berubah.
2. Flash Liberation
Merupakan proses pembabasan gas dimana tekanan dikurangi dalam
jumlah tertentu dan gas akan terbebaskan setelah kesetimbangan
dicapai.
Harga B
o
dari kedua proses tersebut berbeda sesuai dengan keadaan
reservoir selama proses produksi berlangsung. Seperti ditunjukkan pada Gambar
2.24, proses flash liberation mempunyai harga B
o
yang lebih kecil daripada proses
differential liberation
DIFFERENTIAL GAS LIBERATION
F
L
A
S
H
G
A
S

L
IB
E
R
A
T
IO
N
D
IF
F
E
R
E
N
T
IA
L

G
A
S

L
IB
E
R
A
T
IO
N
O
R
I
G
I
N
A
L

R
E
S
E
R
V
O
I
R

P
R
E
S
S
U
R
E
Reservoir Pressure, psia
S
p
e
c
i
f
i
c

G
r
a
v
i
t
y

o
f

L
i
b
e
r
a
t
e
d

G
a
s

(
a
i
r

=

1
,
0
)
G
a
s

i
n

S
o
l
u
t
i
o
n
,


c
u
.
f
t
/
B
B
L
(

S
T
.





=

6
0



F

)
o
i
l
o
0 400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600
0
200
400
600
800
1000
0,8
1,0
1,2
1,4
1,6
1,8

Gambar 2.24.
Perbedaan Antara Flash Liberation dengan Differential Liberation
Mc. Cain



Untuk mengetahui harga B
o
, suatu minyak dari reservoir, dapat ditentukan
secara empiris atau diperkirakan dengan beberapa korelasi, antara lain:
1. Prinsip Larutan Ideal
or
g Rs 0.0136 sto

+
= Bo .................................................................... (2-36)
Keterangan:
sto = densitas minyak pada kondisi stock-tank, lb/cuft
or = densitas minvak pada kondisi reservoir, lb/cuft
Rs =kelarutan gas dalam minyak, scf/STB
g = spesific garvitv gas dipermukaan
Prinsip larutan ideal digunakan untuk memperkirakan harga Bo hanya
pada kondisi tekanan sama atau lebih kecil dari tekanan bubble point ( s Pb). Cara
korelasi ini dapat digunakan untuk memperkirakan harga Bo dengan tingkat
kesalahan 5%.
2. Korelasi Standing
Standing telah membuat suatu persamaan empiris untuk memperkirakan
faktor volume formasi minyak pada kondisi tekanan gelembung (bubble point
pressure), berdasarkan pada data GOR produksi, spesific gravity gas di
permukaan, spesific gravity minyak di stock-tank, dan temperatur titik gelembung.
Persamaan korelasi Standing, yaitu:
Bo = 0.09759 + (0.000120 F
1.2
).......................................................... (2-37)
T
o
g
Rs F 25 . 1 +
|
|
.
|

\
|
=

.......................................................................... (2-38)
Keterangan :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, sct/ stb
o = specific gravity minyak
g = specific gravity gas
T = temperatur,
0
F


Selain menggunakan Persamaan 2-37 dan Persamaan 2-38, Standing
juga menggunakan grafik untuk menentukan B
o
pada kondisi tekanan gelembung
seperti terlihat pada Gambar 2.25. Penentuan Bo baik secara empiris maupun
grafik dapat digunakan untuk mernperkirakan harga Bo pada tekanan reservoir
(Pres) diatas tekanan gelembung (Pb), apabila harga Rs yang digunakan bukan
harga GOR produksi melainkan harga Rs pada tekanan tertentu. Kesalahan yang
terjadi dengan cara korelasi Standing adalah 3%.



















Gambar 2.25.
Faktor Volume Formasi Cairan Hidrokarbon Jenuh
Mc. Cain


2.2.2.1.4. Kelarutan Gas Dalam Minyak
Kelarutan gas (R
s
) adalah banyaknya volume gas yang terlarut dari suatu
minyak pada kondisi tekanan dan temperatur tertentu. Kelarutan gas dalam


minyak (Rs) dipengaruhi oleh tekanan, temperatur dan, komposisi minyak dan
gas. Pada temperatur minyak yang tetap, kelarutan gas tertentu akan bertambah
pada setiap penambahan tekanan. Pada tekanan yang tetap kelarutan gas akan
berkurang terhadap kenaikan temperatur. Dari penjelasan di atas, dapat
divisualisasikan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.26







Gambar 2.26.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan
Mc Cain
2.2.2.1.5. Kompresibilitas Minyak
Kompresibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:
|
.
|

\
|
A
A
=
P
V
V
1
C
o
.. (2-39)
Persamaan ini memberikan perubahan fraksi volume dari suat cairan saat
tekanan yang diaplikasikan berubah pada saat temperatur konstan.
Kompresibilitas minyak dapat dikatakan konstan kecuali saat tekanan yang ada di
dalam sistem minyak tersebut mendekati bubble point, nilai kompresibilitas
minyak jarang melebihi 35 x 10
-6
psi
-1
.



2.2.2.2. Sifat Fisik Gas
Sifat fisik gas yang akan dibahas adalah densitas, viskositas gas, faktor
volume formasi gas, kompersibilitas gas, dan faktor kompresibilitas gas.
2.2.2.2.1. Densitas Gas
Densitas atau berat jenis gas didefinisikan sebagai perbandingan antara
rapatan gas tersebut dengan rapatan suatu gas standar. Kedua rapatan diukur pada
tekanan dan temperatur yang sama. Gas yang digunakan sebagai gas standar
adalah udara kering. Secara matematis berat jenis gas dirumuskan sebagai berikut:
u
g
gas
BJ

= ..... (2-40)
Definisi matematis dari rapatan gas (
g
) adalah MP / RT, dimana M adalah
berat molekul gas, P adalah tekanan, R adalah konstanta dan T adalah temperatur,
sehingga bila gas dan udara dianggap sebagai gas ideal, maka berat jenis gas dapat
dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :
BJ
gas
=
T . R P . M
T . R P . M
u
g

=
97 , 28
M
g
...... (2-41)
Apabila gas merupakan gas campuran, maka berat jenis dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut ini :
( )
97 , 28
BM
BJ
gas
tampak
gas
= ..... (2-42)
2.2.2.2.1. Viskositas Gas
Viskositas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran. Viscositas gas
hidrokarbon umumnya lebih rendah daripada viscositas gas non hidrokarbon.
Viscositas gas akan berbanding terbalik dengan temperatur dan berbanding
lurus dengan berat molekulnya. Jadi bila berat molekulnya bertambah besar, maka


viscositasnya akan membesar, sedangkan bila temperaturnya naik, maka
viscositasnya akan semakin kecil.
Naiknya temperatur mengakibatkan kecepatan molekul gas bertambah
besar, sehingga tumbukan antar molekul bertambah banyak, akibatnya geseran
antar molekul juga bertambah besar.
Dalam viscositas sifat-sifat gas akan berlawanan dengan cairan. Untuk gas
sempurna, viscositasnya tidak tergantung pada tekanan. Bila tekanannya
dinaikkan, maka gas sempurna akan berubah menjadi gas tidak sempurna dan
sifat-sifatnya akan mendekati sifat-sifat cairan.
Bila komposisi campuran gas alam diketahui, maka viscositasnya dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan:

=
5 , 0
5 , 0
i i
i i gi
g
M Y
M Y
(2-43)
Keterangan :

g
= viskositas gas campuran pada tekanan atmosfer

gi
= viskositas gas murni
Y
i
= fraksi mpl gas murni
M
i
= berat molekul gas murni

Untuk beberapa senyawa hidrokarbon pada tekanan atmosfer hubungan
temperatur dengan viskositas ditunjukkan oleh Gambar 2.27. Dari gambar
tersebut dapat ditentukan harga viskositas murni (
gi
) yang digunakan untuk
Persamaan (2-43).



Gambar 2.27.
Viscositas Beberapa Gas Murni Pada Tekanan Atmosfer
Mc. Cain

2.2.2.2.2. Faktor Volume Formasi Gas
Faktor volume formasi gas (B
g
) didefinisikan sebagai besarnya
perbandingan volume gas pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir dengan
volume gas pada kondisi standar (60 F, 14,7 psia). Pada faktor volume formasi
ini berlaku hukum Boyle - Gay Lussac.
Bila satu standard cubic feet gas ditempatkan dalam reservoir dengan
tekanan P
r
dan temperatur T
r
, maka rumus - rumus gas dapat digunakan untuk
mendapatkan hubungan antara kedua keadaan dari gas tersebut, yaitu :

r r
r r
r r
1 1
T Z
V P
T Z
V P
= .... (2-44)
Untuk harga P
1
dan T
1
dalam keadaan standar, maka diperoleh :


cuft
P
T Z
0283 . 0 V
r
r r
r
= ........... (2-45)
Untuk keadaan standar, maka V
r
(cuft) harus dibagi dengan 1 scf untuk
mendapatkan volume standar. Jadi faktor volume formasi gas (B
g
) dalam satuan
bbl/scf ialah:
scf / bbl
P
T Z
00504 . 0 B
r
r r
g
= ..... (2-46)
2.2.2.2.3. Kompresibilitas Gas
Kompresibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume terhadap
perubahan tekanan per unit volume. Adanya perubahan volume gas karena
perubahan tekanan yang mempengaruhinya, yaitu tekanan hidrostatik dan tekanan
udara kering. Secara matematis dinyatakan dengan persamaan:
........................................................................................ (2-47)
2.2.2.2.1. Faktor Kompresibilitas Gas (Z)
Faktor kompresibilitas gas dapat didefinisikan sebagai perbandingan
volume sebenarnya yang ditempati oleh gas pada suatu temperatur dan tekanan
tertentu terhadap apa yang ditempati bila ideal.
.................................................................................................. (2-48)
dimana :
V
s
= volume sebenarnya dari n mole pada tekanan dan temperatur sama
V
i
= volume ideal dari n mol gas pada tekanan dan temperatur sama
Z = faktor kompressibilitas gas
Besarnya harga Z untuk gas ideal adalah 1, sedangkan untuk gas nyata
besarnya harga Z bervariasi tergantung dari besarnya tekanan dan temperatur yang
bekerja. Gambar 2.28. menunjukkan hubungan antara Z versus tekanan pada
temperatur konstan.
dP
dV
V
1
C
g
=
i
s
V
V
Z =



Gambar 2.28.
Hubungan Z dan P pada T konstan
Caudle

Harga Z untuk suatu gas tertentu yang belum diketahui dapat dicari
berdasarkan hukum Coressponding State yang berbunyi, Pada suatu tekanan dan
temperatur tereduksi yang sama, maka semua hidrokarbon mempunyai harga Z
yang sama.
Tekanan dan temperatur tereduksi untuk gas murni dapat dinyatakan
dengan persamaan :
P
r
= dan T
r
= ............................................................................. (2-49)
dimana :
P
r
= tekanan tereduksi untuk gas murni
T
r
= temperatur tereduksi untuk gas murni
P = tekanan reservoar, psi
T = temperatur reservoar,
O
R atau
O
F
P
c
= tekanan kritis untuk gas murni, psi
T
c
= temperatur kritis untuk gas murni,
O
R atau
O
F
Besarnya harga P dan T dapat diperoleh dari data sumur yang
menunjukkan besarnya harga P dan T reservoar. Besarnya harga P
c
dan T
c
untuk
masing-masing gas murni dapat ditentukan dari Tabel II-12.

c
P
P
c
T
T


Tabel II-12.
Konstanta Fisik Beberapa Jenis Hidrokarbon Pembentuk Gas Alam
Mc. Cain


Harga P
r
dan T
r
diperoleh dari perhitungan Persamaan 2-49 dan untuk
mengetahui harga faktor kompresibiltas (Z) dapat diperoleh dari tabel yang
terlihat pada Gambar 2.29. dan Gambar 2.30. untuk masing-masing jenis
hidrokarbon.

Gambar 2.29.
Grafik Z vs P dan T untuk Metana
Mc. Cain




Gambar 2.30.
Grafik Z vs P dan T untuk Etana
Mc. Cain
2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi
Sifat fisik air formasi yang akan dibahas adalah densitas, viskositas,
kelarutan gas dalam air formasi, faktor volume formasi air formasi, dan
kompresibilitas air formasi.
2.2.2.3.1. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume. Beberapa satuan
yang umum digunakan untuk menyatakan sifat-sifat air murni pada kondisi
standar adalah sebagai berikut: 0,999010 gr/cc; 8,334 lb/gal; 62,34 lb/cuft; 350
lb/bbl (US); 0,01604 cuft/lb. Dari besaran-besaran satuan tersebut dapat dibuat
suatu hubungan sebagai berikut:

w
=
34 , 62
w

=
w
v 34 , 62
1
=
w
01604 , 0 =
w
v
01604 , 0
....... . (2-50)
Keterangan:

w
= specific gravity air formasi

w
= density, lb/cuft
v
w
= specific volume, cuft/lb
Untuk melakukan pengamatan terhadap densitas air formasi dapat
dihubungkan dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut:

w
w
wb
wb
w
B
v
v

= ... (2-51)
Keterangan:
v
wb
= specific volume air pada kondisi dasar, lb/cuft

wb
= density dari air pada kondisi dasar, lb/cuft
B
w
= faktor volume formasi air
Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi dasar (standard)
dan faktor volume formasi ada harganya (dari pengukuran langsung), maka
densitas air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi densitas
air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.
50
o
F, 0 psia
70
o
F, 0 psia
80
o
F, 0 psia
90
o
F, 0 psia
100
o
F, 0 psia
3
2
o
F, 8
7
0
0
p
sia
6
8
o
F, 8
7
0
0
p
sia
6
8
o
F, 5
8
0
0
p
sia
6
8
o
F, 2
9
0
0
p
sia
6
8
o
F, 0
p
sia
5 10 15 20 25 30 35 40
63
64
65
66
62
Salinity, ppm x 10
-3
D
e
n
s
i
t
y
,

l
b
/
c
u
.
f
t

Gambar 2.31.
Pengaruh Konsentrasi Garam dan Temperatur
Pada Densitas Air Formasi
Mc. Cain



2.2.2.3.2. Viskositas Air Formasi

Viskositas air formai adalah ukuran ketahanan untuk mengalir dari air
formasi. Satuan centipoise sering dipakai di kalangan petroleum engineer.
Viskositas dari air formasi pada kondisi reservoir sangat rendah, yaitu selalu
dibawah satu centipoise. Variasi dari viskositas air formasi ditunjukkan pada
Gambar 2.32. Kurva viskositas air formasi tidak menunjukkan bentuk yang unik
seperti yang ditunjukkan kurva viskositas minyak, hal ini disebabkan karena
hanya terdapat sedikit gas yang terlarut di dalam air formasi yang memberikan
dampak yang kecil pada viskositasnya.

Gambar 2.32.
Viskositas Air Formasi sebagai fungsi dari Tekanan
Mc Cain

2.2.2.3.3. Kelarutan Gas Dalam Air Formasi

Kelarutan gas dalam air formasi adalah banyaknya gas yang dapat terlarut
di dalam air formasi. Terdapat beberapa hal umum yang berkaitan tentang hal
tersebut, yaitu:
a. Kelarutan gas dalam air formasi lebih kecil jika dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak pada kondisi tekanan dan temperatur yang
sama.


b. Pada temperatur yang tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik
dengan naiknya tekanan.
c. Kelarutan gas alam dalam air formasi akan berkurang dengan
bertambahnya kadar garam.
d. Kelarutan gas alam dalam air formasi akan berkurang dengan naiknya
berat jenis gas.

2.2.2.3.4. Faktor Volume Formasi Air Formasi
Faktor volume formai adalah menunjukkan perubahan volume dari air
formasi saat dipindahkan dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan (standar).
Satuan yang sering digunakan adalah res bbl/STB/ seperti halnya faktor volume
minyak, terdapat tiga efek yang terjadi, yaitu:
a. Perubahan kadar gas terlarut dari air formasi saat tekanan berkurang
b. Ekspansi dari air formasi saat tekanan berkurang
c. Kontraksi dari air formasi saat temperatur berkurang.
Gambar 2.33 memberikan gambaran tipikal hubungan antara faktor
volume air formasi dengan tekanan. Gambar tersebut menunjukkan tekanan awal
reservoir di atas bubble point pressure dari air. Saat tekanan reservoir berkurang
dari mula-mula ke bubble point pressure, faktor volume formasi meningkat
karena ekspansi dari air formasi di reservoir.
Penurunan tekanan reservoir di bawah bubble point pressure
mengakibatkan perubahan dari gas yang semula berada di dalam air formasi
menjadi ke dalam pori-pori dari reservoir. Hilangnya volume liquid yang
disebabkan oleh evolusi dari gas tidak dapat mengimbangai ekspansi air formasi
karena berkurangnya tekanan. Oleh karena itu, faktor volume formasi terus
bertambah seiring berkurangnya tekanan.
Jika tekanan reservoir turun hingga tekanan atmosfer, harga faktor volume
formasi akan dicapai. Pada titik ini, temperatur harus dikembalikan ke 60
o
Funtuk
mengembalikan faktor volume formasi ke 1.0 res bbl/STB.



Gambar 2.33.
Kurva Faktor Volume Formasi Air Sebagai Fungsi dari Tekanan Pada
Temperatur Reservoir Konstan
Mc Cain
2.2.2.3.5. Kompresibilitas Air Formasi
Kompresibilitas air formasi ialah perubahan volume dikarenakan adanya
perubahan tekanan, temperature serta kadar gas seperti yang terlihat pada
Gambar 2.34.
T
wp
P
V
V
1
C |
.
|

\
|
A
A
=
T
wp
P
V
V
1
C |
.
|

\
|
A
A
=
1
0
0
0
p
sia
2
0
0
0

3000
4000
5000
6000
60 100 140 180 220 260
2,8
2,4
3,2
3,6
Temperature, F
o
W
a
t
e
r

C
o
m
p
r
e
s
s
i
b
i
l
i
t
y
,
C



x

1
0

,


b
b
l
/
b
b
l
.
p
s
i
w
6

Gambar 2.34.
Harga Kompressibilitas Air Murni - Temperatur dan Tekanan
Mc. Cain



Secara matematik, besarnya kompresibilitas air murni dapat ditulis sebagai
berikut:
T
wp
P
V
V
1
C
|
.
|

\
|
A
A
= .. .. (2-52)
Keterangan:
C
wp
= kompresibilitas air murni, psi
1

V = volume air murni, bbl
AV; AP = perubahan volume (bbl) dan tekanan (psi) air murni
Apabila terdapat gas pada air formasi, maka kita dapat menggunakan
grafik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.35.
Gas-Water Ratio, cu.ft/bbl
S
o
l
u
t
i
o
n

C
o
m
p
r
e
s
s
i
b
l
i
t
y
W
a
t
e
r

C
o
m
p
r
e
s
s
i
b
i
l
i
t
y
0 5 10 15 20 25
1,0
1,1
1,2
1,3

Gambar 2.35
Koreksi Kompresibilitas Air Formasi-Kandungan Gas Terlarut
Mc. Cain

Secara matematik, koreksi terhadap harga kompressibilitas air (C
w
) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
) R 0088 , 0 1 ( C C
sw wp w
+ = . (2-53)
Keterangan :
C
wp
= kompressibilitas air murni, psi
-1

R
sw
= kelarutan gas dalam air, cu ft/bbl




2.3. Kondisi Reservoir
Kondisi reservoir secara tidak langsung telah sedikit disinggung pada saat
penjelasan mengenai sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir. Kondisi reservoir
meliputi: tekanan reservoir dan temperatur reservoir, yang ternyata sangat
berpengaruh terhadap sifat fisik batuan maupun fluida reservoir. Kondisi reservoir
berhubungan dengan kedalamaan reservoir. Sehingga untuk reservoir yang
berbeda kedalamannya, kondisinya juga akan berbeda, pada umumnya bersifat
linier walaupun sering terjadi penyimpangan.
2.3.1. Tekanan Reservoir
Tekanan reservoir adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap
reservoir di bumi ini, yang merupakan besarnya gaya yang bekerja dalam setiap
satuan luas. Secara empiris daat dituliskan sebagai berikut:

A
F
P = ..................................................................................................... (2-54)
Keterangan:
P = Tekanan
A = Luas permukaan yang menerima gaya
F = Gaya yang bekerja pada daerah lua yang bersangkutan
Satuan lapangan yang sering dipakai adalah pound per square inch (Psi)
2.3.1.1. Tekanan Hidrostatis
Tekanan hidrostatis adalah tekanan yang diakibatkan oleh kolom fluida
yang ada. Tekanan hidrostatis sering ditampilkan dalam satuan Psi, persamaan
tekanan hirdostatis dapat dituliskan sebagai berikut:
Ph = 0.052 D.......................................................................................(2-55)
Keterangan:
Ph = tekanan, psi
= densitas fluida rata-rata, lb/gallon
D = tinggi kolam fluida, ft


2.3.1.2. Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah tekanan yang dialami oleh formasi akibat
berat batuan dan fluida diatasnya. Persamaan yang dapat digunakan untuk
menentukan besarnya tekanan overburden adalah :
P
o
= G
o
x D .........................................................................................(2-56)

Po= ( ) fl ma D
A
Gfl Gmb
| | + =
+
1 .............................................. (2-57)
Keterangan :
Po = Tekanan overburden, psi
Go = Gradien tekanan overburden, psi/ft (umumnya sebesar 1 psi/ft)
D = Kedalaman vertikal formasi, ft
Gmb = Berat matrik batuan formasi, lb
Gfl = Berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb
A = Luas lapisan, in
2

| = Porositas, fraksi
ma = Densitas matriks batuan, lb/cuft
f l = Densitas fluida, lb/cuft
Besarnya gradien tekanan overburden yang normal biasanya dianggap
sebesar 1 psi/ft, yaitu diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata 2,3
dari berat jenis air. Sedangkan besarnya gradien tekanan air adalah 0,433 psi/ft
maka gradien tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433 psi/ft = 1 psi/ft. Besarnya
tekanan overburden akan naik dengan bertambahnya kedalaman. Pertambahan
tekanan tiap satuan kedalaman disebut gradien tekanan.
2.3.1.3. Tekanan Rekah Formasi
Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatis maksimum yang dapat ditahan
oleh formasi tanpa menyebabkan terjadinya pecah formasi. Besarnya gadien
tekananrekah dipengaruhi oleh tekanan overburden, tekanan formasi, dan kondisi
kekuatan batuan. Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika
meneliti kekuatan dasar casing.


Selain hasil log gradien tekanan rekah dapat ditentukan dengan memakai
prinsip leak-off test yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit sedemikian rupa
sampai terlihat tanda-tanda formasi akan pecah, dengan ditunjukkan kenaikan
tekanan secara kontinyu dan tiba-tiba menurun drastis.
Penentuan tekanan rekah dapat digunakan perhitungan diantaranya :

\
|
|
.
|
+ =
D
P
D
Pob
D
Pf 2
3
1
...........................................................................(2-58)
Keterangan :
Pf = tekanan rekah, psi
Pob = tekanan overburden, psi
P = tekanan formasi, psi
D = kedalaman, ft
Bila dianggap gradien tekanan overburden (Pob/D) adalah 1 psi/ft maka
Persamaan (2-58) akan menjadi :

\
|
|
.
|
+ =
D
P
D
Pf 2
1
3
1
............................................................................................(2-59)

2.3.1.4. Tekanan Formasi
Tekanan formasi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu tekanan formasi
abnormal, tekanan formasi normal, dan tekanan formasi subnormal.
a. Tekanan formasi abnormal adalah tekanan formasi yang lebih besar
dari yang diperhitungkan pada gradien hidrostatis.
b. Tekanan formasi Normal adalah besarnya tekanan yang diberikan
cairan yang mengisi rongga formasi yang sama dengan 0.433 psi/ft
0.465 psi/ft (gradien tekanan air formasi)
c. Tekanan formasi subnormal adalah tekanan formasi yang ada di
bawah tekanan hidrostatik.

2.3.2. Temperatur Reservoir
Dalam keadaan normal, temperatur formasi akan bertambah seiring
dengan bertambahnya kedalaman, dimana sering disebut gradien geothermis.


Besarnya gradien geothermis ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Harga
rata-rata gradien geothermis ini adalah 3
o
F/100ft. Hubungan temperatur terhadap
kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut:
xD Ta Td @ + = .............................................................................................(2-60)
Keterangan:
Td = temperatur formasi pada kedalaman D ft,
o
F
Ta = temperatur pada permukaan,
o
F
@ = gradien temperatur,
o
F
D = Kedalaman, ratusan ft

2.4. Heterogenitas Reservoir
2.4.1. Pengertian Heterogenitas Reservoir
Heterogenitas reservoir adalah variasi sifat-sifat fisik batuan dan fluida
dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Heterogenitas ini sebagai akibat adanya proses
pengendapan, patahan, lipatan, diagenesa dalam lithologi reservoir dan perubahan
atau jenis dan sifat dari fluida reservoir. Heterogenitas reservoir dapat terjadi pada
skala mikroskopis ataupun pada skala makroskospis. Heterogenitas dengan skala
mikroskopis disebabkan karena adanya matriks, fracture, vugs ataupun rongga-
rongga dalam batuan. Untuk heterogenitas reservoir dalam suatu skala
makroskopis dan megaskopis yang meliputi batasan fisik batuan, fault, batas
fluida, perubahan ketebalan, perubahan litologi dan beberapa lapisan yang
mempunyai perbedaan sifat-sifat dalam lapisan tersebut. Karakteristik reservoir
lainnya yang berhubungan dengan heterogenitas adalah permeabilitas anisotropy.
Resevoir anisotropy adalah reservoir yang mempunyai variasi permeabilitas
dalam arah aliran.
Anisotropy ini disebabkan oleh adanya proses pengendapan (channel fill
deposites) atau oleh proses tektonik (paralel fracture orientation). Anisotropy
dapat terjadi pada reservoir heterogen atau juga dapat terjadi pada reservoir yang
homogen. Anisotropy merupakarn hal yang berhubungan dengan reservoir yang
heterogen. Kebanyakan batuan reservoir mempunyai permeabilitas vertikal lebih
rendah dari pada permeabilitas horizontalnya sehingga akan terjadi anisotropy


dalam reservoir. Heterogenitas reservoir biasanya merupakan sifat reservoir yang
asli, dan heterogenitas reservoir dapat juga terjadi pada formasi yang disebabkan
oleh perbuatan manusia. Heterogenitas reservoir yang disebabkan karena ulah
kerja manusia dan terjadi didekat lubang bor, hal ini disebabkan oleh invasi
lumpur bor selama proses pemboran berlangsung, peretakan hidrolik, pengasaman
atau karena terjadi injeksi fluida. Tingkat heterogenitas reservoir penting untuk
mengetahui adanya sistem heterogenitas.
2.4.2. Klasifikasi Heterogenitas Reservoir
Adapun klasifikasi heterogenitas reservoir dibedakan menjadi tiga bagian :
a. Heterogenitas reservoir skala mikroskopis.
b. Heterogenitas reservoir skala makroskopis.
c. Heteregonitas reservoir skala megaskopis.
2.4.2.1. Heterogenitas Reservoir Skala Mikroskopis
(Djebar Tiab) Heterogenitas dalam skala mikorskopik merepresentasikan
volume dimana sifat fisik batuan seperti porositas dan permeabilitas ditentukan
dari: bentuk dan ukuran butir; ukuran dan bentuk pori-pori; distribusi butiran dan
ukuran pori; kekasaran dinding pori-pori; dan adanya mineral lempung di dalam
pori-pori. Penentu utama dari parameter-parameter tersebut adlaah deposisi dari
sedimen dan proses kompaksi, sementasi, dan disolusi setelahnya.
2.4.2.2. Heterogenitas Reservoir Skala Makroskopik
(Djebar Tiab) Analisis core dapat merepresentasikan heterogenitas skala
makroskopis. Uji laboratorium dari porositas, permeabilitas, saturasi fluida,
tekanan kapiler, dan wetabilitas diukur dari skala makroskopis. Sifat fisik batuan
dan fluida digunakan untuk mengkalibrasi log dan well test untuk kemudian
digunakan dalam model simulasi reservoir.
2.4.2.3. Heterogenitas Reservoir Skala Megaskopik
Skala heterogenitas ini merepresentasikan aliran fluida, biasanya diketahui
dari simulasi reservoirr. Pada kenyataanya, reservoir diolah dan dikembangkan
pada skala ini. Heterogenitas skala megaskopik menentukan variasi perolehan
minyak pada hubungan antar sumur. Contoh dari heterogenitas skala megaskopik


adalah: Reservoir compartment, permeabilitas vertikal dan horizontal, lateral
discontinuity dari suatu strata.
2.4.3. Faktor Yang Memengaruhi Heterogenitas Reservoir
Faktor-faktor yang mengontrol adanya heterogenitas di dalam reservoir,
antara lain adalah sedimentasi tektonik regional, komposisi dan tekstur, serta
geometri reservoir.
2.4.3.1. Sedimentasi Tektonik Regional
Faktor sedimentasi tektonik regional, hal ini menyebabkan terjadinya
heterogenitas karena didalam suatu reservoir dimungkinkan terdapat macam-
macam lingkungan pengendapan seperti lingkungan pengendapan darat, laut, dan
transisi, sehingga dengan adanya macam-macam lingkungan reservoir heterogen,
diagenesa, dan struktur geologi akan menyebabkan heterogenitasreservoir.
2.4.3.2. Komposisi dan Tekstur batuan
Faktor komposisi dan tekstur, hal ini merupakan kontrol geologi untuk
mengetahui adanya heterogenitas reservoir secara makroskopis, karena komposisi
yang terdiri dari lithologi, mineralogi juga butiran (butiran, matriks dan cement)
akan berpengaruh pada harga porositas dan permeabilitas yang merupakan faktor
penentu adanya heterogenitas didalam reservoir.
2.4.3.3. Geometri Reservoir
Faktor geometri reservoir, hal ini dapat digunakan sebagai kontrol adanya
heterogenitas karena geometri reservoir yang terdiri dari ukuran rongga pori (pore
throat size), ukuran tubuh pori (pore body size), peretakan (fracturing),
permukaan butir (surface rougness), dan juga bulk volume akan memengaruhi
besar kecilnya porositas-permeabilitas. Demikian juga untuk permeabilitas akan
dipengaruhi oleh adanya faktor-faktor tersebut diatas.
2.4.4. Penyebaran Heterogenitas Reservoir
Setelah mengetahui parameter-parameter yang penting untuk mengetahui
terjadinya heterogenitas beserta penyebabnya, maka selanjutnya dapat dilakukan
pembagian jenis heterogenitas reservoir. Adapun pembagian jenis heterogenitas
reservoir tersebut ada dua macam, yaitu heterogenitas horizontal dan vertikal.


2.4.4.1. Heterogenitas Reservoir Arah Vertikal
Untuk mengetahui heterogenitas arah vertikal, maka perlu diperhatikan
parameter-parameter penentu heterogenitas skala megaskropis, makroskopis, dan
mikroskopis. Tipe vertikal pada skala megaskropis dicirikan adanya lingkungan
pengendapan yang berbeda, diagenesa dan struktur yang mempengaruhi
komposisi, mineralogi (butiran, matriks dan semen), serta tekstur seperti butir,
sortasi, kekompakan dan kemas didalam batuan akan menyebabkan reservoir
heterogen. Ukuran butir pada channel dari atas ke bawah semakin besar dan untuk
deltaic bar terjadi sebaliknya, kemudian untuk porositasnya semakin ke atas
semakin kecil dan ukuran pori-pori semakin ke atas semakin halus, sehingga
permeabilitasnya semakin ke atas semakin rendah. Sedangkan untuk saturasi
airnya semakin ke atas semakin besar, hal ini disebabkan karena kontinuitasnya
semakin ke atas semakin buruk. Untuk lingkungan pengendapan deltaic bars akan
terjadi kebalikan dari channel, baik ukuran butir, sortasi, porositas, ukuran pori,
permeabilitasnya dan saturasi air maupun kontinuitasnya.
Pengaruh heterogenitas vertikal mempengaruhi harga porositas,
permeabilitas, saturasi air secara mikroskopis, bentuk kurva tekanan kapiler (Pc)
versus saturasi air (Sw). Pada tekanan kapiler yang dikombinasikan dengan
saturasi air tersebut dapat mempengaruhi ketinggian water oil contac (WOC),
sehingga perbedaannya akan mengakibatkan miringnya WOC.

Gambar 2.36.
Kemiringan Water Oil Contact (WOC)Dikarenakan Perbedaan
Permeabilitas
Pettijohn



Demikian juga bila formasi yang ditembus sumur pemboran yang
dipengaruhi oleh adanya perlapisan. Dimana setiap lapisan mempunyai tekanan
kapiler, sehingga didapatkan kurva tekanan kapiler atau ketebalan zona transisi
versus saturasi air yang berbeda untuk setiap lapisan.
Heterogenitas vertikal ini akan mempengaruhi kurva tekanan kapiler
versus saturasi air, dan akan mempengaruhi zona transisi sehingga mempengaruhi
produksi dan komplesinya.
2.4.4.2. Heterogenitas Reservoir Arah Horizontal
Heterogenitas reservoir arah horizontal ini, dapat terjadi baik dalam skala
megaskopis, makroskopis, dan mikroskopis. Dalam skala megaskopis, terlihat
bahwa reservoir terbatas luasnya, strukturnya, dan akibat diagenesa
mengakibatrkan ketidakseragaman secara horizontal dari tempat yang satu
terhadap tempat yang lainnya. Hal ini dapat terjadi untuk ukuran pori, sortasi,
porositas, ukuran butir, permeabillitas, saturasi air, dan kontinuitasnya, sehingga
akan mempengaruhi dalam penentuan cadangan.
Bila dilihat dalam skala makroskopis, baik untuk komposisi dan teksturnya
yang terdiri dari litologi, mineralogi (grains, matriks, dan semen) dan tekstur yang
terdiri dari ukuran butir, sortasi, kekompakan, dan fabric akan berpengaruh secara
horizontal. Akibat dari sifat keseluruhan diatas, maka akan memberikan
kemampuan yang berbeda dari setiap titik dalam arah horizontal untuk
menampung minyak dan mengalirkannya.

Anda mungkin juga menyukai