Anda di halaman 1dari 16

4

BAB II
PEMBAHASAN
1. Anatomi dan Fisiologi Lutut
a. Anatomi
Sendi lutut terdiri dari os femur dan os tibia (tibiofemoral joint), os
femur dan patella (patella femoralis joint) dan os tibia, os fibula
(tibiofibularis proksimalis joint) (De Wolf, 1996).








1) Sendi Tibiofemoralis
Dibentuk oleh condylus femoralis lateralis dan medialis
(Convex/cembung dan tibia plateu (concaf/cekung). Permukaan sendi dan
condylus medialis lebih lebar, dibandingkan condylus lateralis (LM > LL) kira-
kira 1-2 cm sehingga jika terjadi gerakan fleksi dan ekstensi pada permukaan
sendi bagian lateral (LL) sudah terbatas dibanding bagian medial (LM).
Konsekuensinya penekanan pada bagian medial (LM) relative lebih kecil
dibandingkan pada bagian lateral (LL). Bnetuk kedua condylus pada bagian


5

anterior lebih kecil dibandingkan pada bagian posterior. Selain itu juga tibia
plateu mempunyai bentuk permukaan yang berbeda, yang mana bagian medial
permukaan anterior dan posterior ke arah medio lateral concave. Namun pada
bagian lateral permukaan anterior dan posterior sedikit convex dan arah medio
lateral relatif datar. Pada konsekuensi dan keadaan tadi maka pada fase-fase
terjadi gerak rolling dan sliding yang mengikuti arah dan permukaan sendi.
Pada fleksi knee, dan fleksi ke full ekstensi terjadi gerakan sliding pada
condylus femur pada bidang sagittal ke arah posterior terhadap tibia plateu,
yang mana pada fase akhir dan gerakan tersebut terjadi gerakan rotasi femur
terhadap os tibia, diantara os tibia dan femur terdapat sepasang meniscus
(meniscus medialis dan meniscus lateralis). Dengan adanya meniscus ini
menambah luas permukaan sendi pada tibia plateu, sehingga memungkinkan
gerakan sendi lutut lebih bebas.
Pada prinsipnya gerak meniscus mengikuti gerak dari condylus
femoralis, sehingga waktu fleksi maka bagian posterior dan kedua meniscus
terdesak dan tertekan yang memberikan regangan ke arah posterior sepanjang 6
mm untuk meniscus medialis dan sepanjang 12 mm untuk meniscus lateralis.
Pada gerakan rotasi juga terjadi hal yang sama, yaitu pada gerak eksorotasi os
tibia terhadap os femur maka meniscus medialis terdesak ke arah posterior,
sedang meniscus lateralis terdesak kearah anterior dan sebaliknya untuk
gerakan internal rotasi os tibia terhadap os femur. Sehingga pada penggunaan tes
cedera pada meniscus, maka apabila gerakan eksorotasi timbul nyeri ada
kemungkinan indikator cedera untuk meniscus medialis, dan berlaku sebaliknya.


6

Selain itu juga apabila gerak fleksi timbul rasa nyeri ada kemungkinan indikator
cedera pada meniscus (medialis dan rateralis) bagian posterior.
2) Sendi Patellofemoralis
Facet sendi ini terdiri dari tiga permukaan pada bagian lateral pada satu
permukaan pada bagian medial. Muscle vastus lateralis menarik patella ke arah
proksimal sedangkan muscle vastus medialis menarik patella ke medial,
sehingga posisi patella stabil. Pada posisi akhir antara 30-40 dari ekstensi,
patella tertarik oleh mekanisme gaya kerja otot ekstensi, sehingga kedudukannya
sangat kuat. Pada posisi ini apabila patella kita dorong ke distal kemudian
diberikan kontraksi quadriceps femoralis, maka permukaan patella menggores
epicondylus femoralis. Jika terjadi pada kondromalacia maka akan terasa nyeri
sekali.
3) Sendi Tibiofibularis
Hubungan tulang tibia dan fibula merupakan syndesmosis yang ikut
memperkuat beban yang diterima sendi lutut sebesar 1/16 dari berat badan.
4) Ligamen pembentuk sendi lutut
Stabilitas sendi lutut yang lain adalah Ligamentum. Ada beberapa
ligamentum yang terdapat pada sendi lutut antara lain :
(a) Ligamentum crusiatum anterior, yang berfungsi menahan
hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia kedepan.
(b) Ligamentum crusiatum posterior, yang berfungsi menahan
bergesernya tibia kearah belakang.
(c) Ligamentum collateral lateralle, yang berfungsi menahan gerakan
varus atau samping luar.


7

(d) Ligamentum collateral medial tibia, yang berfungsi menahan gerakan
valgus atau samping dalam dan eksorotasi, dan secara bersamaan
ligament collateral juga berfungsi menahan bergesernya ke depan
pada posisi lutut flexi 90
0
.
(e) Ligamentum popliteum obligum.
(f) Ligamentum transversum genu, semua ligamentum tersebut
berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator sendi lutut.
b. Biomekanik
1). Osteokinematika
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan
ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130
derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip
ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 010
derajat gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk
endorotasi antara 3035 derajat, sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45
derajat dari posisi awal mid posision. Gerakan rotasi ini terjadi pada posisi
lutut fleksi 90 derajat (Kapandji, 1995).
2). Artrokinematika
Artrokinematika pada sendi lutut di saat femur bergerak rolling dan
sliding berlawanan arah, disaat terjadi gerak fleksi femur rolling ke arah
belakang dan slidingnya ke depan, saat gerakan ekstensi femur rolling kearah
depannya slidingnya ke belakang. Jika tibia bergerak fleksi ataupun ekstensi
maka rolling maupun sliding terjadi searah, saat fleksi menuju dorsal,
sedangkan ekstensi menuju ventral (Kapandji, 1995).


8

2. Osteoarthritis
a. Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis didefinisikan sebagai penyakit non inflamasi, yaitu
penyakit degenerasi sendi yang dikarakteristikan pada kelainan kartilago dan
hipertropi tulang yang menyebabkan nyeri dan kekakuan (Sandmeier, 2000).
Osteoarthritis lutut berhubungan dengan instabilitas sendi lutut, menurunya
LGS, disused atropy dari otot quadrices, yang merupakan stabilisator utama
sendi lutut dan sekaligus berfungsi untuk melindungi struktur sendi lutut
(Parjoto, 2000). Klasifikasi osteoarthritis dibagi menjadi dua, yaitu :
1). Osteoarthritis Primer
Osteoarthritis Primer dialami setelah usia 45 tahun, sebagai akibat dari
penuaan alami, tidak diketahui penyebab pastinya, menyerang secara
perlahan tapi progresif, dan dapat mengenai lebih dari satu persendian.
Biasanya menyerang sendi yang menanggung berat badan seperti lutut dan
panggul, biasa juga menyerang punggung, leher, dan jari-jari (Jofania, 2010).
2). Osteoarthritis Sekunder
Osteoarthritis sekunder dialami sebelum usia 45 tahun, biasanya
disebabkan oleh trauma (instabilitas) yang menyebabkan luka pada sendi
(misalnya patah tulang atau permukaan sendi tidak sejajar), akibat sendi
yang longgar, dan pembedahan pada sendi. Penyebab lainnya adalah faktor
genetik dan penyakit metabolik (Jofania, 2010)





9

b. Tanda dan Gejala
Secara klinis, osteoarthritis dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1). Subklinis : pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda klinis lain.
Kelainan baru terbatas pada tingkat seluler dan biokimiawi sendi.
2). Manifes : pada tingkatan ini biasanya penderita datang ke dokter karena
mulai merasakan keluhan sendi. Kerusakan kartilago artikularis bertambah
luas disertai reaksi peradangan.
3). Dekompensasi : kartilago artikularis telah rusak dan bahkan ada yang
sampai terjadi deformitas dan kontraktur. Pada tingkatan ini biasanya
diperlukan tindakan bedah (Azhari, 2008).
Tanda dan gejala umum yang sering dialami penderita osteoarthritis antara
lain adalah :
1). Nyeri sendi, disebabkan oleh peradangan dan gangguan mekanik. Nyeri
karena peradangan biasanya bertambah pagi hari atau setelah lutut menetap
pada satu posisi dalam waktu lama dan berkurang saat bergerak. Sedangkan
nyeri mekanik akan lebih terasa saat melakukan aktivitas lama dan
berkurang saat istirahat, kemungkinan hal ini berhubungan dengan
kerusakan kartilago yang sudah parah.
2). Kaku atau keterbatasan gerak pada sendi, hal ini hampir dirasakan semua
penderita OA, terutama pada pagi hari, namun dapat juga terjadi setelah
istirahat agak lama. Kekakuan osteoarthritis biasanya terjadi kurang dari 30
menit.
3). Pembengkakan sendi, merupakan reaksi peradangan sehingga terjadi
penggumpalan cairan dalam ruang sendi. Pada inflamasi aktualitas tinggi,


10

pembengkakan dapat disertai nyeri tekan, gangguan gerak, peningkatan
temperature local dan warna kemerahan.
4). Perubahan pola jalan, hamper semua penderita mengalami perubahan
pola jalan dimana fase weigh bearing pada sisi yang sakit akan lebih cepat
(analitik gait).
5). Gangguan fungsi, merupakan akumulasi dari problem-problem diatas
(Azhari, 2008)
c. Patofisiologi
Osteoarthritis bisa di anggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi
yang menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh.
Osteoarthritis mengenai kartilago artikuler, tulang subkondriu (lempeng
tulang yang menyangga kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan
keadaan campuran dari proses degenerasi, inflamasi, serta perbaikan.
Sinovitis dapat meningkatkan cairan sendi lutut yang mengandung
bermacammacam enzim akan tertekan ke celah-celah rawan sendi. Ini
mempercepat proses pengrusakan rawan sendi, pada tahap lanjut terjadi
tekanan tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang tipis. Cairan
ini akan di desak ke dalam celah-celah tulang subchondral dan akan
menimbulkan kista subchondral (Kenneth, 2003).
Proses patologi osteoarthritis di awali oleh aktivitas metabolik yang
mengakibatkan kerusakan pada kondrosit dan matriks rawan sendi. Akhirnya
osteoarthritis berkembang dimana terjadi ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengrusakan pada tulang rawan sendi (kartilago), serta
adanya suatu usaha dari sendi untuk memperbaiki kerusakan tidak terjadi.


11

Usaha tersebut antara lain peningkatan kandungan air, penyempitan serabut
kolagen, dan akhirnya penurunan secara total proteoglikans. Hal ini
menyebabkan terjadinya kekakuan pada tulang rawan sendi (kartilago)
sehingga memudahkan terjadinya gangguan mekanik (Kuntono,2011).
Bila penyakit berlanjut sendi lebih tidak teratur dengan penyempitan
permukaan sendi, adanya osteophyte, instabilitas dan deformitas. Akibat dari
perubahan tersebut akan menimbulkan nyeri hebat pada setiap gerakan
sehingga menimbulkan kekakuan karena immobilisasi yang lama
(Hudayana, 2002).
d. Mekanisme Timbulnya Nyeri pada Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan suatu patologi yang mengenai tulang rawan
dari sendi lutut yakni lapisan bantalan jaringan diantara tulang persendian
lutut menjadi menipis dan membentuk retakan-retakan dipermukaan yang di
mana chondrium menjadi kasar dan mengelupas. Tanpa tulang rawan yang
cukup tulang-tulang saling bergesekan sehingga menyebabkan rasa nyeri dan
lama kelamaan permukaan tulang semakin memburuk. Pada keadaan dimana
permukaan sendi yang kasar dan pada tulang rawan sendi rentan terhadap
beban biasa. Permukaan tulang rawan sendi menjadi tidak homogeny
sehingga lama kelamaan permukaan sendi akan menjadi erosi. Saat itu,
secara fisiologis tubuh akan melakukan mekanisme perbaikan terhadap
tulang rawan yang telah mengalami erosi tersebut dengan aktifnya aktivitas
osteoclast dan osteoblast, namun bersamaan dengan proses degenerasi maka
akan terjadi penurunan fungsi dari hormon pengatur kestabilan dari kerja


12

osteoclast dan osteoblast tersebut sehingga perbaikan permukaan tulang
justru lebih tidak beraturan dan menimbulkan adanya osteofit.
Nyeri pada osteoarthritis sendi lutut karena adanya kompresi oleh
osteophyte-osteophite yang terbentuk sehingga menyebabkan terjepitnya
serabut saraf afferent C dan termasuk juga saraf sensoris pada jaringan
didaerah sekitar sendi, kapsul yang membungkus sendi, dan otot-otot yang
melekat disekitar sendi sehingga menimbulkan nyeri pada lutut. Dengan
terbentuknya osteophyte maka akan mengiritasi membrane synovialis
dimana terdapat banyak reseptor-reseptor nyeri dan ini akan menimbulkan
hydrops.
Karena terpaparnya ujung-ujung saraf polymodal yang terdapat disekitar
sendi oleh karena terbentuknya osteophyte serta adanya pembengkakan dan
penebalan jaringan lunak disekitar sendi maka akan menimbulkan nyeri
tekan dan nyeri gerak (Kuntono, 2011).
e. Faktor Penyebab
Osteoarthritis lutut penyebab pastinya belum diketahui, berikut ini adalah
faktor pencetus atau predisposising dari osteoarthritis adalah :
1). Usia
Adalah merupakan faktor terbesar resiko terjadinya osteoarthritis.
Osteoarthritis hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan jarang terjadi
dibawah 40 tahun dan sering terjadi diatas usia 40 sampai 60 tahun (Soeroso,
2007).




13

2). Jenis Kelamin
Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada wanita, hal ini menunjukan
adanya peran hormonal. Akan tetapi pada usia 55 tahun keatas wanita lebih
berisiko karena berhubungan dengan menophose. Pada periode ini hormone
estrogen sudah tidak aktif lagi, sementara salah satu fungsi dari hormon
estrogen adalah mempertahankan massa tulang. Bentuk tubuh perempuan
juga mempengaruhi osteoarthritis lutut, dimana dengan beranjaknya usia
lemak tubuh menumpuk dibagian pinggul dan perut, secara anatomis akan
memberikan beban yang berlebih di bagian lutut (Slamet, 2002).
3). Aktivitas fisik, pekerjaan dan trauma
Adanya stress yang berkepanjangan pada lutut seperti pada olahragawan
dan pekerjaan yang terlalu banyak menumpu pada lutut seperti membawa
beban atau berdiri yang terus menerus, mempunyai resiko lebih besar
terkena osteoarthritis lutut (Isbagyo, 2000).
Trauma pada suatu kecelakaan merupakan faktor risiko pada
Osteoarthritis. Selain itu dapat diakibatkan juga karena proses wear and
tear, yaitu proses penggunaan sendi terus menerus yang akan menyebabkan
degenerasi pada sendi (Isbagyo, 2000).
f. Gejala Klinis
Nyeri dirasakan pada lutut, sakit dirasakan saat posisi lutut dalam
keadaan semifleksi, naik turun tangga, mengangkat beban, berjalan jarak
jauh (Kjaer dkk, 2003)




14

g. Diagnosis Osteoarthritis
Diagnosis oeteoarthritis lutut berdasarkan gambaran klinik dan
Radiologis. Secara klinis osteoarthritis dapat ditentukan jika seseorang
ditemukan nyeri lutut, diagnosis harus ditambah 3 dari 5 kriteria yaitu: (1)
Umur diatas 45 tahun, (2) Kaku sendi pagi hari kurang dari 1 menit, (3)
Nyeri tekan pada tulang, (4) Krepitasi, (5) Perabaan sendi tidak panas
(Parjoto, 2000).
Bila ada gambaran osteofit pada pemeriksaan radiologis dibutuhkan
salah satu dan 3 kriteria tambahan: (1) Umur diatas 45 tahun, (2) Kaku sendi
kurang dari 30 menit dan (3) Krepitasi.
h. Manual Terapi
Menurut American Physical Therapy Association mobilisasi sendi adalah
teknik manual terapi yang terdiri dari rangkaian kemampuan gerak pasif dari
suatu sendi atau jaringan lunak (atau keduanya) yang digunakan dengan
kecepatan dan amplitude yang bervariasi (Edmon, 2006). Teknik yang
diaplikasikan dapat berupa gerakan oscilasi, stakato atau penguluran secara
kontinyu untuk meningkatkan mobilitas dan mengurangi nyeri baik dengan
gerakan fisiologis atau gerakan assesori (Kisner,1996). Gerakan fisiologis
didasari oleh gerak osteokinamatik seperti fleksi, ekstensi, dan rotasi.
Sedangkan gerakan assesori, didasari oleh gerak artrokinematik berupa
traksi-distraksi, translasi, Roll slide, dan manipulasi. Indikasi dari mobilisasi
sendi adalah peningkatan ekstensibilitas dan Range Of Motion (ROM) sendi,
penurunan nyeri serta perbaikan nutrisi persendian (Edmon, 2006). Selain itu


15

mobilisasi sendi juga dapat menghasilkan efek hipoalgesik local dan meluas
serta dapat meningkatkan ambang batas nyeri (Moss et al, 2006).
Traksi adalah suatu teknik yang digunakan untuk menangani disfungsi
sendi seperti kekakuan, hipomobilitas sendi reversible dan nyeri. Traksi
merupakan tehnik yang melibatkan tarikan yang berkesinambungan, tarikan
intermiten, atau hanya beberapa tarikan yang dilakukan dengan cepat dengan
menjauhi permukaan sendi. Adapun efek dari pemberian Traksi :
1).Menstimulasi aktivitas biologi dengan pengaliran cairan sinovial yang
membawa nutrisi pada bagian avaskuler di kartilago sendi pada permukaan
sendi dan fibrokertilago sendi.
2). Gerakan sendi dapat mempertahankan ekstensibilitas dan kekuatan
tegangan pada jaringan artikuler periartikuler. Pada immobilisasi terjadi
poliferasi lemak yang menyebabkan perlekatan intra artikular dan
perubahan biokimia pada tendon, ligamen, dan kapsul sendi sehingga
menyebabkan kontraktur dan kelemahan ligamen.
3). Impuls saraf efferent dari reseptor sendi akan memberikan informasi ke
sistem saraf pusat yang memberikan kesadaran posisi dan gerakan.
Dalam penanganan nyeri pada OA lutut dengan menggunakan Traksi
harus dilakukan secara sebaik mungkin sesuai dengan prinsip aplikasi yang
sudah ditentukan agar hasil yang didapatkan dapat tercapai secara maksimal.
Prinsip-prinsip aplikasi traksi sendi lutut antara lain :
1). Pasien harus rileks agar pemberian traksi pada sendi biar maksimal atau
adekuat.
2). Pasien harus seimbang baik pada posisi duduk maupun berbaring.


16

3). Terapis harus memegang atau menjaga kontak dengan pasien pada bagian
yang akan di treatmen.
4). Satu bagian harus dipegang stabil atau difiksasi saat bagian lain di traksi.
5). Jangan berikan tekanan pada bagian yang nyeri atau spasme, terlebih lagi
pada daerah yang terdapat nyeri regang.
6). Bila memungkinkan gunakan force minimum untuk mencapai
peningkatan gerak suatu sendi.
Cara melakukan Traksi pada sendi lutut
1) Posisi awal : Posisi pasien telungkup dengan lutut ditempatkan dengan
keadaan posisi rileks / istirahat, terapis berdiri menghadap sisi plantar kaki.
2) Fiksasi : Ujung distal femur di fiksasi pada bed dengan menggunakan
sabuk.(belt).
3) Prosedur : Kedua tangan terapis memegang kaki pasien dibagian
proximal dan malleolus dengan arah traksi ke tubuh terapis. Terapis
mendorong badannya kebelakang sambil menarik bagian distal kaki pasien
sehingga menghasilkan traksi pada sendi lutut.
Dosis pemberian traksi pada sendi lutut ini dilakukan 4 kali pengulangan
(Repetisi) dengan intensitas grade 1-2 pada awal terapi kemudian
dilanjutkan dengan grade 3, yang dilakukan seminggu 3 kali selama 4
minggu.






17

BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Osteorthritis merupakan penyakit degenerasi yang mengenai cartilago (
tulang rawan sendi ) dimana hal ini mengganggu aktivitas sehari- hari terutama
bila mengenai sendi lutut. Setelah penulis menguraikan bab-bab terdahulu
mengenai sendi lutut dan penerapannya dengan manual terapi traksi sebagai
modalitas fisioterapi terpilih ternyata osteoarthritis merupakan penyakit yang
perlu perhatian khusus dan tidak bisa dianggap ringan, karena bila penyakit
initidak didapatkan terapi secara intensif maka akan memperberat keadaan sendi
itu sendiri dimana sendi mengalami kemunduran fungsinya sehinggadapat
mengakibatkan kecacatan dan menganggu aktivitas pasien.
b. Saran
Mengingat bahwa osteoartritis merupakan penyakit degenarasi yang biasany
dijumpai terutama pada orang-orang di atas umur 40 tahun, maka hendaknya
penanganan atau pencegahan harus dilakukan sejak dini. Saran yang dapat penulis
kemukakan disini adalah sebagai berikut:
1. Saran bagi pasien, agar bisa lebih hati-hati dalam beraktifitas khususnya
yang banyak menggunakan sendi lutut, pasien disuruh memakai decker
terutama pada saat beraktifitas bila terasa nyeri sebaiknya di kompres dengan air
hangat selain menjalani terapi yang teratur, latihan di rumah juga lebih
baik dalam menentukan keberhasilan pasien dan kesabarannya juga
diperlukan untuk mendapatkan hasil dari pasien yang diinginkan.


18

2. Kepada masyarakat, hendaknya tetap menjaga kesehatan dan kebugaran
melalui aktifitas yang seimbang dan apabila merasakan nyeri yang
berkelanjutan pada sendi dengan disertai atau tanpa adanya rasa kaku,
hendaknya segera diperiksakan ke dokter atau tim medis lain.
3. Kepada pemerintah, kami menghimbau agar pelayanan fisioterapi pada
tingkat pusat pelayanan masyarakat ditingkat bawah lebih ditingkat kan,
sehingga masyarakat dapat memperleh pelayanan fisioterapi dengan
peralatan yang memadai. Akhirnya, walaupun penyakit osteoartritis ini bersifat
progrsifseiringdengan usia dan tidak dapat dihambat, namum demikian upa
ya tim medis dalam hal ini fisioterapis sedapat mungkin pasien
mempertahankankualitashidup pasien dengan tetap melakukan aktivitas seha
ri-hari tanpa ketergantungan dari orang lain.















19

DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Irwan, 2008. Penatalaksanaan Osteoarthritis; Online
(http://www.irwanashari.com/2009/03/Penatalaksanaan Ostearthritis.html.
Diakses 09 April 2011).

Edmon, Susan L, (2006); Joint Mobilization / Manipulation Extremity and Spinal
Technique, Edisi kedua, Mosby, USA.
Englund M. Lohmander S. Meniscectomy of the Knee is Associated with Increased Risk
of Patellomoral Osteoarthritis. Highlights from the 2004 American College of
Rheumatology National Scientific Meetings. San Antonio Texas, 2004.
Jofania, Latarghria. 2010. Berbagi Ilmu Osteoarthritis, (http: //id.wordpress.com
/tag/osteoarthritis/Diakses 16 April 2010).
Isbagio, Harry, 2000; Osteoarthritis dan Osteoporosis Sebagai Masalah
Musculoskeletal Utama Warga Usia Lanjut Di Abad 21; Diakses tanggal
02/06/2012; dari http://www.majalah-farmacia.com/ru.
Kapandji, I.A.1987. The Physiologi of The Knee Joint Volume Two. Lower Limb Five
Edition. Davis Co. Philadelphia.
Kenneth, D. Brand; Osteoarthritis. USA: Oxford University Public, 2003.
Klippel, JH 2001 Osteoarthritis; Epidemiology and Pathogenesis in Klippel, JH (ed).
Primer on the Rheumatic disease, 12 ed Arthritis Foundation. Georgia, PP:573-
582
Kuntono, Heru P, 2011; Nyeri Secara Umum dan Osteoarthritis Lutut dari Aspek
Fisioterapi; Perpustakaan Nasional RI, Surakarta.
Parjoto, Slamet.2000; Assesment Fisioterapi pada OA Sendi Lutut; TITAFI XV,
Semarang.
Soeroso J,2007. Osteoarthritis, Dalam A.W.Sudoyo, B.Setyohadi, I.Alwi,
M.Simadibrata, S.Setiati, Editor, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

Wold, G.1999. Basic Geriatric Nursing, Mosby, St. Loui.

Anda mungkin juga menyukai