Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Di dalam ilmu mikrobiologi kedokteran telah dipelajari bahwa
kehidupan di dunia ini penuh dengan mikroorganisme dan setiap saat pasti
kita berkontak dengan bakteri, jamur, virus dan berbagai bentuk parasit.
Seperti halnya organ tubuh yang lain, traktus genitalis manusia memiliki
sistem pertahanan terhadap invasi mikroorganisme dari lingkungan luar
terutama patogen menular seksual. Pertahanan lapis pertama adalah kulit
dan mukosa; lapis kedua oleh sistem imun bawaan (innate immunity) dan
ke tiga oleh sistem imun adaptif (adaptive immunity).
Kulit dan mukosa organ genitalia dilapisi oleh lapisan epitelial
yang memisahkan tubuh dengan lingkungan. Untuk melewati lapisan kulit
epidermis, patogen harus mampu menembus lapisan epitel berkeratin yang
keras; dan untuk menembus mukosa patogen akan dihambat oleh mucus
(mucus) yang tebal. Jika mikroorganisme mampu menembus pertahanan
lapis pertama, patogen akan dihadang oleh sistem imun bawaan yang
responnya cepat, melibatkan epitel dan sel residen. Pertahanan lapis ketiga
dilakukan oleh sistem imun adaptif yang dimediasi oleh limfosit dan sel
penyaji antigen; sistem ini bekerja lebih lambat dibanding sistem imun
bawaan, tetapi sangat spesifik, berlangsung lama, dan efektif

Pada sistem reproduksi wanita berbagai komponen imunitas tubuh
berfungsi secara baik. Bahkan akhir-akhir ini telah lebih terungkap bahwa
2

sistem ini diduga sebagai penyebab dari berbagai kesulitan dan kelainan
yang timbul di daerah reproduksi wanita. Oleh karena itu dalam mkalah ini
akan dibahas peranan sistem imunologis reproduksi wanita.
B. Permasalahan
1. Apa yang dimaksud dengan Imunologi Reproduksi?
2. Bagamana sistem reproduksi pada wanita?
3. Bagaimana sistem imun non- spesifik pada wanita?
4. Bagaimana sistem imun spesifik pada wanita?
5. Bagaimana keterkaitan antara imun bawaan dan imun didapat?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk membahas permasalahan yang
telah tertulis di atas, serta untuk memenuhi persyaratan mata kuliah
imunologi.

3

BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Imunologi Reproduksi Wanita
Imunologi reproduksi wanita adalah ilmu yang mempelajari interaksi
antara sistem kekebalan tubuh dan komponen yang berhubungan dengan
sistem reproduksi , seperti toleransi kekebalan tubuh ibu terhadap janin.
Pada reproduksi wanita berperan sistem imun non- spesifik dan sistem
imun spesifik. Pada sistem imun non spesifik terdiri dari pertahanan fisik
(Kulit, Mukosa, Membrane, Selaput lendir, Silia), pertahanan kimiawi
(Lisosim, Laktoferin, Katelidin, Beta defense), humoral (Komplemen,
Interferon, CRP, Properdin, Beta lisin) dan pertahanan seluler ( sel fagosit;
Monosit serta Makrofag, Sel mast, Basofil dan NK). Pada sistem imun
spesifik terdiri dari Pertahanan Humoral (sel limfosit B dan Limfosit T)
dan Pertahanan Seluler (sel T)

B. Sistem Reproduksi Wanitas
4

Sistem reproduksi wanita terdiri dari genital internal (dua ovarium,
dua induk (tuba uterine), uterus, vagina) dan genital eksterna ( Mons
Veneris, Labia Mayora, Labio Minora, Klitoris, Vestibulum dan Himen).
Fungsinya adalah menghasilkan gamet wanita, menyediakan lingkungan
untuk fertilisasi dan mempertahankan embrio selama perkembangan
lengkapnya melalui tahap fetal sampai melahirkan, selain itu sistem ini
pun menghasilkan hormone seks steroid yang mengatur organ-organ
reproduksi dan mempengaruhi organ lain dalam tubuh. Hormon yang
dihasilkan tubuh antara lain,
1. Estrogen (hormon seks wanita) yang umumnya diproduksi oleh rahim
memiliki fungsi:
a. Merangsang pertumbuhan organ seks anak perempuan, seperti
halnya payudara dan rambut kelamin, dikenal sebagai karakteristik
seks sekunder.
b. Estrogen juga mengatur siklus menstruasi.
c. Menjaga kondisi dinding vagina dan elastisitasnya, serta dalam
memproduksi cairan yang melembabkan vagina.
d. Mereka juga membantu untuk menjaga tekstur dan fungsi payudara
wanita.
e. Mencegah gejala menopause seperti hot flushes (rasa panas
didaerah tubuh bagian atas dan gangguan mood)
f. Mempertahankan fungsi otak.
5

g. Mengatur pola distribusi lemak di bawah kulit sehingga
membentuk tubuh wanita yang feminine.
h. Meningkatkan pertumbuhan dan elastisitas serta sebagai pelumas
sel jaringan (kulit, saluran kemih, vagina, dan pembuluh darah).
i. Estrogen juga mempengaruhi sirkulasi darah pada kulit,
mempertahankan struktur normal kulit agar tetap lentur, menjaga
kolagen kulit agar terpelihara dan kencang serta mampu menahan
air.
j. Produksi sel pigmen kulit
2. Hormon Progesteron, memiliki fungsi antara lain:
a. Mengatur siklus haid.
b. Mengembangkan jaringan payudara.
c. Menyiapkan rahim pada waktu kehamilan.
d. Melindungi wanita pasca menopause terhadap kanker
endometrium.
3. Hormon Androgen merupakan hormone pria yang terdapat di dalam
wanita, memiliki fungsi antara lain:
a. Merangsang dorongan seksual.
b. Merangsang pembentukan otot, tulang, kulit, organ seksual dan sel
darah merah.
4. Folikel Stimulating Hormon
5. Lutein Hormon, memiliki fungsi, antara lain:
6

a. Bekerja sama dengan FSH untuk menyebabkan terjadinya sekresi
estrogen dari folikel ke Graaf.
b. Merangsang terjadinya ovulasi
6. Prolaktin atau Luteotropin Hormon, memiliki fungsi antara lain:
a. Memulai mempertahankan produksi progesteron dari korpus
luteum.
b. Merangsang pembentukkan ASI pada saat ibu hamil dan menyusui.

C. Sistem Imun Non-Spesifik (Natural) atau Bawaan
Sistem imun bawaan merupakan imunitas yang ada sejak lahir
artinya bahwa respon terhadap zat asing (antigen) dapat terjadi walau
tubuh sebelumnya tidak terpapar pada zat asing tersebut. Sistem
imunitas bawaan ini merupakan lini pertahanan pertama dan bekerja
segera terhadap invasi mikroorganisme atau semua antigen yang
masuk ke dalam tubuh. Sistem imun bawaan meliputi seperti fisik
mekanik, biokimia, humoral dan seluler. Pada sistem imun non
spesifik komponen yang berperan di dalamnya menghancurkan antigen
dengan proses oksidasi reduksi maupun oleh derajat keasaman atau
penghancuran oleh lisozim yang medestruksi metabolism antigen
tersebut, proses fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel fagosit dan
reaksi inflamasi dimana reaksi ini terjadi akibat dilepaskannya sel-sel
mediator tertentu oleh basofil, mastosit dan trombosit.
7

Imunitas bawaan dipicu setelah adanya invasi mikroorganisme.
Pengenalan imun bawaan prinsipnya dimediasi oleh reseptor selular
yang dikenal sebagai pattern-recognition receptor (PRR). Molekul
tersebut mendeteksi mikroorganisme virulen melalui pengenalan
protein pemicu yang dimiliki oleh mikroorganisme yang disebut
pathogen-associated molecular pattern (PAMP). PRR yang berperan
pada pertahanan alami terhadap infeksi menular seksual antara lain
C.type lectins, Toll-like receptors (TLR), NOD-like receptors (NOD),
dan RNA helicases.
Berikut ini akan dijelaskan mengennai kompone yang ada pada
sistem imun non spesifik pada sistem reproduksi wanita.
1. Barier Epitelia Traktus Genitalia (Pertahanan FIsisk)
Permukaan epitelial kulit manusia strukturnya sangat
bervariasi, tergantung lokasi dan fungsinya. Kulit yang melapisi vulva,
introitus pada wanita, merupakan epitel skuamus komplek berkeratin.
Sedangkan fosa navikularis, vagina dan ektoserviks dilapisi epitel
skuamus komplek non-keratinisasi. Ostium servikalis dan bagian
dalam fosa navikularis terdiri atas epitel transisional. Kanalis servikalis
dan uretra penis dilapisi epitel kolumner yang mengandung sejumlah
kelenjar yang mensekresi musin.
Vagina merupakan pintu masuk traktus genitalis wanita. Porsio
serviks atau ektoserviks struktur dan imunologinya sama dengan
vagina, sedangkan permukaan lumen vagina dilapisi epitel skuamosa
8

non-keratinisasi dan memproduksi suatu glikoprotein hidrofilik yang
disebut glikokaliks. Proliferasi dan maturasi sel epithelial dipengaruhi
regulasi hormonal; pada saat kadar estrogen mencapai puncak,
ketebalannya maksimum dan sel-selnya mensekresi glikogen yang
akan dimetabolisme oleh laktobasili menjadi asam laktat sehingga pH
vagina dalam kondisi asam (pH 3,5-5) yang menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme pathogen, termasuk HIV
dan Chlamydia trachomatis.
Trauma fisik dan kimiawi serta infeksi ulseratif dapat
menyebabkan rusaknya epitel sehingga merupakan jalan masuk
mikroorganisme patogen. Rusaknya lapisan epitelial dan kondisi
ektopi serviks merupakan faktor risiko utama transmisi infeksi menular
seksual dan HIV.
Lapisan epitelial mukosa strukturnya tidak inert. Setiap hari
akan terjadi pergantian lapis permukaan; pergantian lapis epitel usus
halus manusia sekitar > 10
11
sel/hari, tetapi pada traktus genitalis tidak
diketahui. Luruhnya sel bercampur sekresi mukus akan membawa
mikroorganisme dan pathogen lain keluar dari organ genitalia dan
peristiwa ini merupakan mekanisme pembersihan diri. Selain sebagai
pertahanan fisik, sel-sel epitelial juga memproduksi sejumlah faktor
imun bawaan, seperti kemokin dan sitokin yang akan mengawali
respon imun bawaan dan adaptif.
9

Salah satunya yaitu mucus yang terbentuk dari musin, sejumlah
glikoprotein yang mengandung domain serine dan threonine. Lebih
dari 80% massa molekul musin terbentuk dari kompleks oligosakarida.
Sel-sel endoserviks manusia mengekspresikan 5 gen musin (MUC 1, 4,
5AC, 5B dan 6), sel ektoserviks dan vagina mengekspresikan MUC 1
dan 4. Ekspresi MUC 5B oleh endoserviks dibawah kontrol hormonal,
yang akan berubah kekentalan dan jumlahnya selama siklus
menstruasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lipopolisakarida
floranormal bakteri dan beberapa protease hospes dapat meningkatkan
ekspresi gen musin, sedangkan beberapa glikosidase, proteinase, dan
glikofosfatase yang diproduksi organisme patogen dapat mendegradasi
musin, namun meskipun sebagai alat pertahanan tubuh, serabut-serabut
musin hanya mampu memerangkap partikel berukuran sekitar 30 nm,
sehingga HPV (55 nm) dan HIV (180 nm) tidak mampu diatasi oleh
musin. Untuk kondisi tersebut, diperlukan bantuan antibodi, terutama
polivalen IgA dan IgM yang mampu mengaglutinasi patogen menjadi
beberapa kluster.
2. Pertahanan Biokimia
Berbeda dengan vagina dan ektoserviks, endoserviks dilapisi
oleh sel epitel kolumner simpleks yang memproduksi mukus yang
akan membasahi dan melindungi epitel. Setiap hari serviks
memproduksi sekitar 20-60 mg mukus yang akan melindungi serviks
dan vagina dari patogen dan mencegah sperma maupun patogen masuk
10

ke dalam uterus. Mukus serviks terdiri atas air (90-98%), bahan
organic, ion inorganic, protein plasma, immunoglobulin sekretori,
enzim, molekul bakterisidal dan bakteriostatik. yang termasuk molekul
bakteriostatik antara lain lisosim, laktoferin, zinc, dan defensin yang
berperan untuk pertahanan biokimia.
Protein antimikrobial (AMP) disebut juga peptida pertahanan
hospes, merupakan komponen aktif pada respon imun bawaan;
peptida-peptida tersebut mempunyai aktivitas mikrobisidal spektrum
luas yang poten dan kemungkinan dapat dipakai sebagai terapi kelak.
AMP mampu membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif
(termasuk strain yang resisten terhadap antibiotik konvensional),
envelope virus dan jamur.
Beberapa protein antimikrobial yang disekresi traktus genitalis
antara lain: defensin, katelidin, laktoferin, dan lisosim. Defensin
merupakan peptide antimikrobial kationik yang berukuran kecil (29-
42aa), mempunyai kemampuan yang cukup luas, sebagai anti bakteri,
fungi, dan enveloped viruus. Peptida ini memiliki enam residu sistein
yang membentuk tiga ikatan disulfide; berdasarkan pada jarak
sisteinnya, defensin diklasifikasi menjadi -defensin dan -defensin.
Famili defensin manusia, terdiri atas 6 -defensin dan lebih dari 30 -
defensin. Di antara -defensin, human neutrophil defensin (HNP) 1-4
paling banyak disekresi oleh netrofil, sedangkan HD-5 dan HD-6
diekspresikan oleh sel epitel mukosa dan berperan pada pertahanan
11

alami permukaan mukosa. HD-5 diekspresikan oleh sel epitel traktus
genitalis laki-laki dan perempuan; pada perempuan dijumpai pada
vagina dan ektoserviks; pada endometrium dan tuba falopi,
ekspresinya dipengaruhi oleh hormone dan factor proinflamatori.
-defensin diekspresikan oleh sel epithelial vagina, serviks, dan
endometrium. Defensin menuju negatively charged fosfolipid pada
membran bakteri, membentuk ikatan dengan molekul pertahanan
lainnya untuk melakukan penetrasi ke dalam bakteri, mengakibatkan
isi sel bocor keluar, sehingga sel akan mati. Sejumlah -defensin dan
-defensin juga mempunyai kemampuan sebagai antiviral, termasuk
HIV-1, HIV-2, CMV, HSV dan HPV. Aktivitasnya dimediasi secara
langsung melalui interaksi dengan membrane virus, atau secara tidak
langsung dengan merekrut dan aktivasi sel imun lain.
Peptida antimikrobial lain yang penting adalah katelidin. Hanya
ada satu gen katelidin yang diekspresi, yaitu CRAMP. Salah satu
produk gen CRAMP, yaitu human cationic antimicrobial peptide-18
(hCAP-18) diekspresikan oleh sel mast, subpopulasi monosit dan
limfosit, serta sel epitel vagina, serviks, traktus urinarius, dan
epididimis. Studi pada tikus menunjukkan bahwa hCAP berperan
penting pada proteksi terhadap infeksi bakteri dalam traktus urinarius.
Lisosim dan laktoferin, kedunya diproduksi di dalam jaringan
mukosa traktus genitalis dan dijumpai dalam jumlah besar pada sekresi
genitalia. Lisosim manusia terdiri atas Lisozim merupakan suatu
12

peptidoglikan N-acetylmuramoylhydrolase yang sering dihubungkan
dengan nama muramidase. Substrat alamnya adalah peptidoglikan,
disebut juga murein merupakan komponen utama dari dinding sel
bakteri. Dinding sel bakteri terdiri atas suatu jaringan makromolekul
disebut peptidoglikan (murein, mukopeptida). Peptidoglikan terdiri
dari disakharida yang berulang-ulang melekat pada polipeptida dan
membentuk suatu pola dari molekul- molekul kecil mengelilingi
seluruh sel Aktivitas enzimatik yang memecahkan disakharida bakteri
sehingga lisosim menghambat perlekatan bakteri melalui steric
hindrance dan aktivasi otolisis bakteri.
Laktoferin adalah protein terikat besi (iron binding protein)
yang mampu memperlambat pertumbuhan bakteri dengan cara
kompetisi, atau secara langsung sebagai bakterisidal. Laktoferin
dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan atau menekan
infeksiusitas berbagai agen infeksius, termasuk bakteri, virus (CMV,
HIV-1, HSV, hepatitis B dan C), dan berbagai parasit. Konsentrasi
laktoferin dalam sekret vagina berkisar 3,8 -218 g/mg protein,
konsentrasinya meningkat selama proses inflamasi karena netrofil
melepaskan laktoferin. Pada siklus menstruasi, konsentrasi laktoferin
tertinggi saat setelah menstruasi dan terendah saat fase sekretori.
Penggunaan pil kontrasepsi hormonal yang mengandung
estrogen/progesterone menurunkan kadar laktoferin.
13

Serine leukocyte protease inhibitor (SLPI) juga merupakan
mediator yang penting pada imunitas bawaan traktus genitalis. SLPI
adalah suatu protein dengan berat molekul 10,7 Kda; disekresi
terutama oleh sel-sel epithelial, netrofil, dan makrofag teraktivasi.
Dijumpai di dalam ASI, semen, dan cairan vagina dalam berbagai
konsentrasi. SLPI berperan pada pertahanan imun mukosal dengan
mengurangi inflamasi dan menghambat infeksi bakteri, jamur, dan
virus. Penelitian in vitro menunjukkan SLPI melindungi makrofag dan
sel T CD4 dari infeksi HIV-1, dan juga menghambat infeksi HSV-2.
Peptida antimikrobial tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga
berfungsi sebagai imunomodulator, dan mampu mengubah ekspresi
gen hospes; juga mampu menginduksi produksi kemokin dan/atau
bertindak sebagai kemokin, menghambat produksi sitokin
proinflamasi, dan memodulasi respon sel dendritik dan sel-sel sistem
imun adaptif.
3. Pertahanan Seluler
Sel-sel fagositik merupakan komponen utama Pada sistem
imun bawaan komponen selular, dan semua jenis sel fagosit, termasuk
makrofag, netrofil, eosinofil, sel mast, sel natural killer (NK), sel
epithelial dan sel dendritik (DC) berada pada jaringan mukosa.
Sebagian diantaranya berkembang membentuk karakteristik khusus
tergantung lokasinya; misal sel mast pada mukosa dan makrofag pada
14

lamina propria. Natular Killer cel berfungsi menghancurkan sel yang
mengandung virus dan sel tumor atau neoplasma.
4. Pertahanan Humoral
Sistem pertahanan humoral pada imunitas non spesifik terdiri dari
komplemen, Interferon, C-RP, Properdin dan beta lisin. Komplemen
adalah sistem protein serum yang merupakan perantara utama dalam
reaksi antigen dan antibodi.
Komplemen berperan meningkatkan fagositosis dan Komplemen
berperan meningkatkan fagositosis dan mempermudah destruksi
mikroorganisme, hal ini disebabkan :
a. Komplemen dapat menghancurkan sel membran banyaknya.
Komplemen dapat menghancurkan sel membran banyak bakteri
b. Komplemen dapat melepas bahan kemotaktik yang mengerahkan
makrofag ke tempat bakteri.
c. Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan
bakteri memudahkan makrofag untuk mengenal (opsonisasi) dan
memakannya.
Interferon merupakan suatu glikoprotein yang dihasilkan sel berinti
dalam tubuh setelah terjadi infeksi oleh virus, kemudian mengaktivasi
Natural Killer cell, dimana NK- cell ini dapat mneghancurkan virus.
CRP (Cell Reactive Protein) adalah sebagai opsonin dan dapat
mengaktifkan komplemen. CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi.
CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat (100 x atau
15

lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut CRP berperanan pada
imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca++ dapat mengikat
berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
Properdin merupakan protein yang menghancurkan bakteri dengan
mengaktifkan komplemen jalur akternatif.

D. Sistem Imun Didapat (Adaptif)
Sistem imun Adaptif berbeda dengan sistem imun bawaan. Sistem
imun adaptif berlangsung tanpa bantuan nonspesifik. Sel sistem imun
adaptif adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel
T adalah tipe utama limfosit yang berasal dari sel punca hematopoietik
pada sumsum tulang. Sel B ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan
sel T ikut serta pada respon imun selular. Baik sel B dan sel T membawa
molekul reseptor yang mengenali target spesifik. Sel T mengenali target
bukan diri sendiri, seperti patogen, hanya setelah antigen (fragmen kecil
patogen) telah diproses dan disampaikan pada kombinasi dengan reseptor
"sendiri" yang disebut molekul major histocompatibility complex (MHC).
Terdapat dua subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel T pembantu.
Sel T pemnbunuh hanya mengenali antigen dirangkaikan pada
molekul kelas I MHC, sementara sel T pembantu hanya mengenali antigen
dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Dua mekanisme penyampaian
antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga,
16

subtipe minor adalah sel T yang mengenali antigen yang tidak melekat
pada reseptor MHC.
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel
B dan mengenali semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap
keturunan sel B memiliki antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan
resptor antigen sel B yang lengkap melambangkan semua antibodi yang
dapat diproduksi oleh tubuh.
Berikut perbedaan antara limfosit T dan limfosit B
Limfosit B Limfosit T
dibuat di sumsum tulang yaitu sel
batang yang sifatnya pluripotensi
(pluripotent stem cells) dan
dimatangkan di sumsum tulang (Bone
Marrow)
Berperan dalam imunitas humoral
Menyerang antigen yang ada di
cairan antar sel
Terdapat 3 jenis sel Limfosit B
yaitu :
1. Limfosit B plasma, memproduksi
antibodi.
2. Limfosit B pembelah, menghasilkan
limfosit B dalam jumlah banyak dan
cepat
3. Limfosit B memori, menyimpan
mengingat antigen yang pernah masuk
ke dalam tubuh
dibuat di sumsum tulang dari sel
batang yang pluripotensi (pluripotent
stem cells) dan dimatangkan di timus.
Berperan dalam imunitas selular
Menyerang antigen yang berada di
dalam sel
Terdapat 3 jenis sel limfosit T yaitu:
1. Limfosit T pembantu (helper T cells),
mengatur sistem imun dan mengontrol
kualitas sistem imun
2. Limfosit T pembunuh (killer T cells),
menyerang sel tubuh yang terinfeksi
oleh patogen
3. Limfosit T supresor (supressor T
cells), menurunkan dan menghentikan
respon imun jika infeksi berhasil
diatasi.

17

1. Imunitas selular pada mukosa
Imunitas seluler merupakan bagian dari respon imun didapat
yang berfungsi untuk mengatasi infeksi mikroba intraseluler. Imunitas
seluler diperantarai oleh limfosit T. Terdapat 2 jenis mekanisme
infeksi yang menyebabkan mikroba dapat masuk dan berlindung di
dalam sel.
- Pertama, mikroba diingesti oleh fagosit pada awal respons imun
alamiah, namun sebagian dari mikroba tersebut dapat menghindari
aktivitas fagosit. Sebagian mikroba tersebut dapat memasuki
sitoplasma sel dan bermutltiplikasi menggunakan nutrien dari sel
tersebut. Mikroba tersebut terhindar dari mekanisme mikrobisidal.
- Kedua, virus dapat berikatan dengan reseptor pada berbagai macam
sel, kemudian bereplikasi di dalam sitoplasma sel. Sel tersebut
tidak mempunyai mekanisme intrinsik untuk menghancurkan virus.
Beberapa virus menyebabkan infeksi laten, DNA virus
diintegrasikan ke dalam genom pejamu, kemudian protein virus
diproduksi di sel tersebut.
Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu
seri kejadian yang sangat kompleks yang dinamakan respons imun.
Secara garis besar, respons imun terdiri atas respons imun selular dan
humoral. Sebenarnya kedua macam respons imun ini tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain, oleh karena respons yang terjadi
pada umumnya merupakan gabungan dari kedua macam respons
18

tersebut. Hanya saja pada keadaan tertentu imunitas selular lebih
berperan daripada respons humoral, sedang pada keadaan lainnya
imunitas humoral yang lebih berperan.
Eliminasi mikroba yang berada di vesikel fagosit atau
sitoplasma sel merupakan fungsi utama limfosit T pada imunitas
didapat. Sel T helper CD4+ juga membantu sel B memproduksi
antibodi. Dalam menjalankan fungsinya, sel T harus berinteraksi
dengan sel lain seperti fagosit, sel pejamu yang terinfeksi, atau sel B.
Sel T mempunyai spesifisitas terhadap peptida tertentu yang
ditunjukkan dengan major histocompatibility complex (MHC). Hal ini
membuat sel T hanya dapat merespons antigen yang terikat dengan sel
lain.
Imunitas seluler bergantung pada peran langsung sel-sel (sel
limfosit) dalam menghancurkan patogen. Setelah kontak pertama
dengan sebuah antigen melalui makrofag, sekelompok limfosit T
tertentu dalam jaringan limfatik akan membesar diameternya. Setelah
itu, berkembang biak dan berdiferensiasi menjadi beberapa sub
populasi. Sub populasi tersebut, antara lain sel T sitotoksik (cytotoxic
T cell ), sel T penolong ( helper T cell), sel T supressor (supressor T
cell), dan sel T memori (memory T cell ). Imunitas selular merupakan
kunci pertahanan melawan pathogen intraselular seperti C. trachomatis
dan virus yang menginfeksi traktus genitalis, tetapi masih sedikit yang
diketahui tentang perannya di daerah tersebut.
19

Sejumlah sel penyaji antigen dan sel efektor dijumpai pada
mukosa genital pria dan wanita. Sel dendritik menunjukkan fungsi
yang sama pada lamina propria. Setelah teraktivasi, sel-sel tersebut
akan bermigrasi ke limfonodi regional dan mempresentasikan antigen
pada sel T naf untuk menghasilkan respon imun selular. Pada
subepitelial lamina propria traktus genitalis juga ditemukan sejumlah
makrofag dan mampu mempresentasikan antigen pada sel T CD8 dan
CD4+ yang berada di dalam atau di bawah epithelium. Interferon gama
menginduksi ekspresi MHC klas II dan meningkatkan ekspresi
molekul MHC klas I pada sel epithelial serviks, diduga sel-sel tersebut
mungkin mampu mempresentasikan antigen pada sel T pada tempat
infeksi. Imunitas yang dimediasi sel T lokal mampu menghambat
klamidia, virus herpes simpleks dan kandida.
2. Sistem Imunitas Selular pada Traktus Genitalis Wanita
Traktus genitalis wanita memiliki spektum penuh lekosit. Sel-
sel plasma terkonsentrasi di dalam lapisan subepitelial endoserviks,
tetapi dijumpai pula dalam jumlah besar pada ektoserviks, vagina, dan
tuba falopi. Meskipun sedikit, sel plasma juga dijumpai pada ovarium,
endometrium, atau myometrium.
Sel NK dijumpai pada endometrium uterus; jumlahnya
meningkat selama fase sekretori siklus menstruasi dan selama trimester
petama kehamilan. Sel B juga ditemukan pada endometrium, tetapi
jumlahnya sedikit. Populasi sel T pada traktus reproduksi wanita
20

bervariasi pada tiap jaringan. Pada endometrium normal, sel T sitolitik
ditemukan saat fase proliferatif tetapi jumlahnya menurun saat fase
postovulatory. Mayoritas sel T endometrium mengekspresikan antigen
CD8, terutama pada agregat limfoid dan dalam epithelium. Sejumlah
limfosit T CD8+ ditemukan di dalam epithelium ektoserviks, vagina,
dan zona transformasi, potensial sebagai sel sitotoksik.
Pada endometrium dan endoserviks, sel penyaji antigen yang
dominan adalah makrofag dan sel dendritik. Sel-sel penyaji antigen
tersebut dijumpai pada epidermis dan epitel skuamosa nonkeratinisasi.
Setelah teraktivasi, sel-sel tersebut akan bermigrasi dari epithelium ke
limfonodi, tempat dimana dipresentasikannya antigen ke limfosit T
sehingga dimulailah suatu respon imun. Sel Langerhans pada
epithelium akan mengekspresikan suatu fenotip antara lain CD1a,
MHC klas II, Fc, CD3, dan CD4+; setelah aktivasi, mereka juga
mengekspresikan sejumlah molekul adesi, teramsuk ICAM-1 (CD54)
dan LFA-3 (CD58). Distribusi sel Langerhans pada traktus genitalis
bawah bervariasi; jumlah terbanyak dijumpai di vulva dan zona
transformasi, jumlah terendah di vagina.
Makrofag dan sel dendritik mengekspresikan reseptor estrogen,
dan kemampuannya mempresentasikan antigen pada traktus genitalis
wanita telah ditunjukkan pada berbagai stadium siklus menstruasi.
Sel-sel epithelial serviks dan vagina merupakan sumber utama sitokin,
termasuk IL-1, IL-1, growth factors termasuk GM-CSF, M-CSF,
21

TGF-, dan kemokin Il-8, SDF-1, MIP1, MIP1, dan RANTES.
Beberapa sitokin tersebut dapat dideteksi pada sekresi servikovaginal
dan memberikan informasi penting pada inflamasi dan mekanisme
pertahanan imun pada traktus genitalis bawah.
3. Sistem Imun Humoral pada Mukosa
Telah dijelaskan di atas bahwa peran utama dalam system imun
spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B diproduksi di sum-
sum tulang dan pematangannya juga didalam sum-sum tulang. Bila sel
B dirangsang oleh benda asing maka sel ini akan segera berpoliferasi
dan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang selanjutnya sel plasma ini
akan menghasilkan antibodi. Imunitas humoral dimediasi oleh antibodi
yang diproduksi oleh terminally differentiated antibody-secreting cells
(ASCs) yang dikenal sebagai sel plasma. Setelah terstimulasi antigen,
sel B yang berada di limfonodi dan lien, mengalami ekspansi klonal
dan diferensiasi menjadi sel B memori atau ASCs. IgA terutama
muncul pada jaringan mukosa limfoid dan lebih menyukai kembali ke
daerah efektor mukosa dimana IgG bergerak ke sumsum tulang atau
daerah inflamasi. Gambaran lalu lintas ASC tergantung pada ekspresi
reseptor kemokin spesifik dan molekul adesi. Belum banyak diketahui
tentang mekanisme homing spesifik pada traktus genitalis. ASC
traktus genitalis menggunakan CCR10 yang banyak dijumpai pada
jaringan mukosa. Epitel traktus genital juga mensekresi SDF-1, yang
22

diduga bahwa reseptor kemokin CXCR4 mungkin berperan pada target
ASC di genital.
IgA yang diproduksi sel plasma ditemukan dalam jumlah besar
di endoserviks uretra penis. Pada sebagian besar sekresi mukosa,
konsentrasi IgA lebih banyak dari pada IgG maupun IgM, terutama
pada endoserviks dan penile urethra, tapi pada semen dan cairan
vagina didominasi oleh IgG.
Setiap hari IgA dibentuk lebih dari 40 mg/kg mukosa. IgA
yang ditemukan pada sekresi mukosa disebut sekretori IgA (sIgA).
Berbeda dengan IgA pada serum. sIgA terbentuk dari 10-S dimer dan
rantai J. Rantai J dibuat oleh sel plasma dan berikatan dengan 7-sIgA
monomer menjadi 10-S dimer dan IgM nomomer menjadi struktur
pentamerik.
sIgA berperan penting pada proteksi permukaan mukosa karena
sIgA resisten terhadap proteolitik. Antibodi sIgA mampu
mengaglutinasi bakteri, tetapi tidak memiliki kemampuan bakterisidal.
Antibodi sIgA mengaktivasi komplemen jalur alternative sehingga
terjadi transformasi menjadi kompleks litik. Lisosim, sIgA, dan
komplemen secara sinergi meningkatkan kemampuan sebagai
antibakteri.
Beberapa mikroorganisme mampu membentuk protease yang
mampu memecah IgA pada engselnya sehingga sIgA subklas I
menjadi inaktif. Mulks dan Plaut melaporkan bahwa hanya pathogen
23

spesies Neisseria yang mampu memproduksi protease IgA, sehingga
protease merupakan factor virulen utama pada infeksi gonokokal.
Kemampuan sIgA untuk bertahan terhadap infeksi gonokoki belum
diketahui dengan pasti; penelitian menunjukkan keberadaan sIgA pada
sekresi uretra tidak mampu mencegah infeksi rekuren. Tetapi sIgA
mungkin mampu mencegah salpingitis simtomatik pada pasien yang
terinfeksi gonokokal endoservikal.
Kemampuan antibodi sekretori dalam menghambat infeksi
virus masih belum jelas; diduga sIgA mampu menetralisir virus
dengan membentuk kompleks intraselular di dalam sel eptelial,
sehingga mencegah replikasi virus. Tetapi pada suatu penelitian,
perempuan dan laki-laki yang telah terpapar HIV tetapi tidak
terinfeksi, antibodi IgA yang melawan HIV ditemukan pada sekresi
servikovaginal dan seminalis.Tetapi pada penelitian lain, infeksi HIV
berhubungan dengan penurunan kadar IgA pada sekresi traktus
genitalis.
4. Sistem Imun Humoral pada Traktus Genitalia Wanita
Konsentrasi immunoglobulin pada traktus genitalis tergantung
pada hormonal dan faktor lokal, seperti adanya inflamasi. Asal
antibody pada sekresi traktus genitalis wanita dan factor yang
meregulasi kadar antibody masih belum jelas. Imunoglobulin utama
yang berperan pada traktus genitalis wanita adalah sIgA dan IgG.
24

E. Keterkaitan Antara Imun Bawaan (non-spesifik) dan Didapat
(Spesifik/Adaptif)
Imun bawaan dan spesifik bekerja bersama-sama. Imun bawaan
akan mengawali dan memberi signal pada sistem imun adaptif. Moleku-
molekul yang diproduksi selama reaksi imun bawaan berfungsi sebagai
signal ke dua untuk aktivasi limfosit termasuk, kostimulator, sitokin, dan
produk-produk komplemen.
Sel Dendritik berfungsi sebagai penghubung antara imunitas
bawaan dan adaptif. Jika SD terpapar suatu patogen, akan mengalami
deferensiasi dan meregulasi MHC klas II dan molekul kostimulator seperti
CD80 dan CD86 yang mampu mempresentasikan antigen ke limfosit. SD
juga akan melepaskan sitokin signaling seperti IL-12 dan interferon tipe 1,
yang akan mengaktivasi dan dan mengekspansi populasi limfosit dan
mempromotore imunitas tipe TH 1.
Sel-sel epitelial pada daerah yang terinfksi akan melepaskan
kemokin seperti IL-8 yang akan merekrut netrofil; RANTES dan MIP-1
beta yang akan merekrut makrofag dan sel T menuju lesi. Sel epithelial
juga mensekresi sitokin seprti IL-1 yang akan mengaktivasi mediator
limfosit pada imunitas adaptif.
Signal imunitas bawaan untuk aktivasi sel B adalah produk
komponen komplemen C3 yang disebut C3d. Mikroba, termasuk HIV 1
dapat mengaktivasi komplemen melalui interaksi dengan immunoglobulin,
atau secara langsung melalui jalur alternatif, sehingga terjadi terlepasnya
25

produk komplemen termasuk C3d. Ketika limfosit B betemu dengan
antigen mikroba melalui ikatan reseptor antigen, dan secara
bersamaan/simultan terikat juga dengan C3d melalui reseptor permukaan
komplemen, maka akan teraktivasi dan memproduksi antibodi yang
melawan antigen. Beberapa mediator pada imunitas bawaan, seperti B-
defensin, merupakan kemotaktik untuk limfosit T. Respon imun adaptif
juga berperan untuk meningkatkan imun bawaan. Sebagai contoh, pada
respon imun adaptif yang dimediasi sel, limfosit T spesifik akan
memproduksi sitokin yang akan mengaktivasi sel fagositik yang
merupakan efektor penting pada imunitas bawaan. Limfosit B
memproduksi antibodi yang menggunakan 2 mekanisme efektor imunitas
bawaan, yaitu fagosit dan sistem komplemen, untuk mengeliminasi
mikroba.
F. Efek Gagal Terbentuknya Sistem Imun Non Spesifik dan Spesifik
Sistem imunitas memiliki peranan penting dalam tubuh
mempertahankan kondisi siagar tetap dalam keadaan yang sehat
khususnya pada sistem reproduksi wanita, sehingga akan menimbulkan
dampak apabila terjadinya gangguan pada salah satu sistem imun atau
gagalnya terbentuk kedua sistem imun tersebut. Karna jika pertahanan
barrier gagal terbentuk maka komponen biokimia yang akan merespon
terhadap antigen yang akan menginfeksi jika pada tahap ini pun gagal
terbentuk maka sistem pertahanan seluler dan humoral non spesifik yang
akan merespon antigen yang masuk ke dalam traktus genitalia. Jika sitem
26

pertahanan ini berhasil maka antigen akan dihancurkan namun apabila
sistem imun ini kembali gagal maka akan meninvasi sistem imun spesifik.
Saat sistem pertahan imun spesifik lemah maka antigen tersebut gagal
dihancurkan dan dapat menyebabkan efek yang berat bagi tubuh.
Berikut ini dampak dari gagalnya terbentuk sistem imun non
spesifik atau spesifik.
1. Sistem Imun Non Spesifik
Pada sistem imun bawaan terdapat komponen sel atau jaringan yang
dikenal dengan lini pertahanan pertama atau Barrier epitel traktus
genitalia. Jika sistem pertahanan ini gagal terbentuk maka dapat
menyebabkan Uretritis Non Spesifik (UNS) memiliki pengertian yang
lebih sempit dari Infeksi Genital Non Spesifik, dimana peradangan
hanya pada uretra yang disebabkan oleh kuman yang menembus
mukosa pada uretra. Uretritis Non Spesifik ditandai dengan keluarnya
sekret dan/atau disuria, misalnya gonokok, Candida albicans,
Trichomonas vaginalis dan Gardnerella vaginalis, E.coli, Proteus,
Haemophylus vaginalis dll. Infeksi lanjut dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pada wanita hamil, resiko infeksi meningkat
sehingga dapat menyebabkan pecah dininya ketuban dan ibu
melahirkan bayi secara premature.
2. Sistem Imun Spesifik
Gagal nya terbentuk sistem imun spesifik dapat mneyebabkan sistem
kekebalan tidak terbentuk sistem kekebalan tidak menunjukkan
27

kemampuan untuk mengingat imunogen penyebab infeksi dan reaksi
yang tidak lebih cepat saat terpapar lagi dengan infeksi yang sama.
Sistem kekebalan spesifik tidak menunjukkan
kemampuan immunological memory. Sehingga tubuh dengan mudah
dapat terpapar oleh virus yang dapat menganggu sistem reproduksi
wanita.

28

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Mukosa traktus genitalis merupakan pintu masuk sebagian besar
mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual. Mukosa memegang
peran penting dalam melindungi infeksi virus, bakteri dan jamur.
Mekanisme imun hospes pada traktus genitalis sangat unik dan berbeda
dengan mukosa ditempat lain, karena dipengaruhi oleh hormonal, kondisi
lokal, maupun inflamasi. Organ penting yang berperan pada pertahanan
traktus genitalis terhadap invasi mikroorganisme adalah sel epithelial.
Selain sebagai pertahanan fisik, sel-sel epitelial juga memproduksi
sejumlah faktor imun bawaan, seperti kemokin dan sitokin yang akan
mengawali respon imun bawaan yaitu sistem imun Non-Spesifik dan
didapat atau Adaptif. Faktor lain yang berperan pada imunitas traktus
genitalis antara lain: mukus, protein antibodi, sel fagositik, serta
immunoglobulin sIgA dan IgG. Semua komponen imunitas tersebut tidak
bekerja sendiri-sendiri melainkan saling terkait.

29

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai