Pembimbing : dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S Disusun Oleh : Lasa Dhakka Siahaan (100100071)
DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP H. ADAM MALIK MEDAN 2013 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tuberkuloma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal dari penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama dari paru. 1 Tuberkuloma berkembang didalam otak saat Rich Focus tidak ruptur kedalam meningen tetapi meluas ke jaringan parenkim otak. Tuberkuloma dapat berasal dari meningen dan dapat ditemukan di superfisial korteks. 2
Pasien dengan tuberkuloma intrakranial dapat mempunyai gejala klinis seperti kejang (60-100%), peningkatan tekanan intrakranial (56-93%), defisit neurologik (33-68%). Tuberkuloma juga dapat didiagnostik dengan CT Scan atau MRI. 2 Diagnostik yang cepat pada kasus tuberkuloma serebri dan tatalaksana yang tepat berpengaruh pada prognosis pasien tersebut. Tentunya dengan diagnosa yang lebih cepat dan penanganan yang lebih tepat dan cepat akan memperbaik prognosa pasien baik secara fungsional dan juga keadaan umumnya. 2
1.2 Tujuan Tujuan penyusunan makalah ini adalah emahami aspek diagnostik dan tatalaksana Tuberkuloma Serebri. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan program pendidikan profesi dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3 Manfaat Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun pembaca khususnya dari peserta P3D untuk mengintegrasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus yang ditemui dilapangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Tuberkuloma intrakranial adalah suatu massa seperti tumor yang berasal dari penyebaran secara hematogen lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama dari paru. Tuberkuloma sering multipel dan paling banyak berlokasi pada fossa psterior pada anak dan orang dewasa tetapi dapat juga pada hemisfer serebri. 1 Pada CT scan terlihat gambaran granuloma tuberkulosa merupakan low attenuation dengan kontra yang meningkat pada kapsulnya. Biasanya dikelilingi oedema dan lesi dapat multipel. Pada tuberkuloma kadang terdapat kalsifikasi. Diagnosa preoperatif biasanya ditegakkan hanya setelah pengenalan fokus tuberkulosa pada tempat lain ditubuh.
2.2 Etiologi Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 m dan tebal 0,3-0,6 m dan digolongkan dalam basil tahan asam (BTA).
2.3 Epidemiologi Pada awal abad 20, tuberkuloma pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan 34% dari semua lesi massa intrakranial yang diindentifikasi pada otopsi. Rasio ini ditemukan sekitar 0,2% di semua tumor otak yang dibiopsi antara tahun 1955 dan 1980 pada lembaga neurologis di negara maju. Frekuensi keterlibatan SSP bedasarkan literatur bekisar dari 0,5% sampai 5% dan banyak ditemukan pada negara berkembang. Manifestasi yang sering dari tuberkulosis pada SSP adalah meningitis tuberkulosa diikuti dengan tuberkuloma. Tuberkuloma ditemukan hanya 15% sampai 30% dari kasus tuberkulosis SSP dan kebanyakan terjadi pada hemisfer. Sejauh ini bedasarkan literatur hanya 4 kasus yang dilaporkan terjadi pada sinus kavernosus. Lokasi yang jarang lainnya adalah pada area sellar, sudut cerebellopontin, merckels cave, sisterna suprastellar, region hipotalamus. Tuberkuloma yang berlokasi pada sisterna prpontin belum ada lapora bedasarkan literatur. Walaupun tuberkuloma biasanya lebih banyak pada negara berkembang, tuberkuloma dapat juga meningkat pada negara maju dalam kaitan dengan efek infeksi HIV dari tampakan klinis TBC. 3
Tuberkuloma SSP sangat tinggi akan morbiditas dan mortalitas, meskipun terdapat metode deteksi serta pengobatan modern. 4
2.4 Patogenesis Cara penularan TB yang paling banyak ialah melalui saluran nafas, meskipun cara lain masih mungkin. Bakteri TB yang masuk alveoli akan ditangkap dan dicerna oleh makrofag. Bila bakteri virulen, ia akan berbiak dalam makrofag dan merusak makrofad. Makrofag yang rusak mengeluarkan bahan kemotaksis yang menarik monosit (makrofag) dari peredaran darah dan membentuk tuberkel kecil. Aktivasi makrofag yang berasal dari darah dan membentuk tuberkel ini diransang oleh limfokin yang dihasilkan dari sel T limfosit. Bakteri yang berada di alveoli membentuk fokus Ghon, melalui saluran getah bening, bakteri akan memcapai kelenjar getah bening dihilus dan membentuk fokus lain (limfadenopati). Fokus ghon bersama dengan limfadenopati hilus disebut primer kompleks dan ranke. Selanjutnya bakteri menyebar memaliu saluran limfe dan pembuluh darah dan berkoloni diberbagai organ tubuh. Jadi TB primer merupakan suatu infeksi sistermik. Pada saat terjadinya bakteremia yang berasal dari fokus infeksi, TB primer membentuk beberapa tuberkel kecil pada meningen atau medulla spinalis. Tuberkel dapat pecah dan memasuki cairan otak dalam ruang subarachnoid dan sistem ventrikel, menimbulkan meningitis dengan proses patologi berupa 1. Peradangan cairan serebrospinal. Meningen yang berlanjut menjadi araknoiditis, hidrosefalus dan gangguan saraf pusat. 2. Vaskulitis dengan berbagai kelainan serebral, antara lain infark dan oedema vasogenik. 3. Ensefalopati atau mielopati akibat proses alergi. Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan gejalanya tidak khas, berupa malaise, apati, anoreksia, demma, nyeri kepala. Setelah minggu kedua, fase meningitis dengan nyeri kepala, mual, muntah, dan mengantuk (Drownsiness). Kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus terjadi karena eksudat yang mengalami organisasi, dan vaskulitis yang menyebabkan hemiparesis atau kejang-kejang yang juga dapat disebabkan oleh proses tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke tiga ditandai dengan mengantuk yang progresif sampai koma dan kerusakan fokal yang makin berat. 5
Tuberkulosis adalah penyakit airborne disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dua proses patogenik TB pada SSP adalah meningoencephalitis dan formasi granuloma (tuberkel). Proses patologi dimulai dengan formasi pada basil, berisi tuberkel kaseosa (rich focus) dalam parenkim otak. 4
Tuberkel bisa tumbuh, mendesak atau menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan gejala yang tergantung pada lokasi, kecepatan tumbuh serta reaksi radang disekitarnya, lesi ini bila bersifat lokal, tuberkel dapat membesar sampai ke bentuk ukuran tuberkuloma, khususnya jika berisi rich focus didalamnya dan kekuatan regangnya lebih baik daripada jaringan sekitarnya. Tuberkel juga dapat tersebar, infiltrasi sebagai granulomata. Rich focus tersebut dapat ruptur dan menyebabkan perkembangan meningoencephalitis. 4,5
2.5 Gejala klinis Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya peningkatan tekanan intrakranial, tanda neurologis fokal, dan kejang epileptik, simptom sistemik dari tuberculosis seperti demam, lesu, dan keringat berlebihan, terjadi kurang dari 50% dari kasus. 1
Pada tuberkuloma intrakranial, selain terdapat gejala kenaikan tekanan intrkrnial akibat proses desak ruang juga menimbulkan gejala meningitis, sering disertai TB pada organ lain. Menifestasi klinis dari tuberkuloma intrakranial adalah proses desak ruang (20% dari proses desak ruang disebabkan oleh tuberkuloma intrakranial). Gejala yang terjadi akibat edema otak merupakan indikasi untuk pemberian kortikosteroid. Kemoterapi anti tuberkulosis harus segera diberikan pada penderita yang diduga TB milier tanpa harus menunggu ditemukannya bakteri (BTA). Penggunaan kortikosteroid pada TB milier dapat menyebabkan tuberkel menjadi lebih kecil dan sangat efektif untuk mengurangi sesak nafas yang kadang-kadang dijumpai pada TB milier, serta untuk mengontrol oedema otak. 5
2.6 Diagnosis Penemuan infeksi sistemik dan laboratorium umum yang berhubungan dengan infeksi dapat tidak ditemukan, karena basil tuberkulosis tidak selalu jelas pada CSF dan bahkan pada massa yang diambil, maka dari itu hasil yang negatif dari pemeriksaan bakteri tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi tuberkulosis. Neuroloradiological imaging dengan CT dan MRI mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk tuberkuloma, tetapi spesifitas untuk diagnosa defenitifnya rendah. 3
Pada CT Scan sesudah pemberian kontra, tuberkuloma memberi gambaran sebagai berikut: 1. Lesi berbentuk cincin dengan area hipodens atau isodens ditengah dan dinding yang menyerap kontras 2. Lesi berbentuk nodul/plaque yang menyerap kontras. Tanpa kontras, lesi pada umumnya hipodens atau isodens,pada beberapa kasus didapatkan kalsifikasi. Gambaran tuberkuloma pada CT Scan sukar dibedakan dengan tumor, abses atau granuloma kronik. (Mulyono dan Santoso, 1997)
MRI mempunyai peranan penting dalam diagnosa tuberkuloma intrakranial. Pada MRI, gambar TI-Weighted MR dapat menunjukkan area hipodens atau isodens dan T2-weighted images dapat menunjukka hypointense, isointense atau central hyperintense zone dikelilingi hypointense rim. Maka biasanya misdiagnosis dengan meningiom, neurinoma, bahkan dengan metastasis. Saat ini dilaporkan bahwa proton magnetic resonance spectroscopy dapat membedakan tuberkuloma dari kelainan intrakranial lainnya. 3
Meskipun demikian tumormetastase sepertimalignant gliomas,meningiomas, dan neurocysticercosis dapat menunjukkan gambaran yang mirip pada CT Scan maupun MRI. 4
Beberapa penulis berpendapat bahwa tuberkuloma dapat dipastikan bila pada serial CT Scan atau Serial magnetic Resonance Imaging (MRI) lesi menghilang sesudah mendapat terapi antituberkulosis (OAT). 5
Tuberkulosis SSP umumnya aktivasi inisial infeksinya timbul setelah beberapa tahun. Maka lesi yang terlihat pada radiografi dada ditujukan untuk gejala sisa tuberkulosis dan hasil serologis diperlukan pada kecurigaan tuberkuloma dalam periode preoperatif. Jika kecurigaan kuat diagnosanya adalah tuberkuloma, pengobatan dengan antituberkulosis dapat lebih dipakai untuk intervensi pembedahan dan regresi pada lesi yang diikuti secara teratur dapat mengkorfimasi hasil diagnosis. Tetapi dalam beberapa kasus khusus, biopsi dapat mencegah kesalahan diagnosis pada lesi (contoh: meningioma) dan mencegah pasien dari efek berbahaya yang tidak diperlukan dari pengobatan (misalnya radioterapi), sebagai akibat dari lokasi yang tidak biasa dari tuberkuloma dan kemampuan untuk meniru lesi yang sering pada SSP, menyebabkan kesalahan diagnosis preoperatif sering terjadi. 3
Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi. (Mulyono dan santoso, 1997) pemeriksaan histologi akan mengungkapkan suatu tuberkuloma. 6
2.7 Penatalaksanaan Tatalaksana operasi atau bedah pada tuberkuloma intrakranial biasanya tidak direkomendasikan karena dengan pengobatan jangka panjang dengan obat dan kortikosteroid biasanya efektif dalam penyembuhan lesinya. Meskipun begitu bedah dibutuhkan untuk dekompresi segera atau biopsi untuk penegakan diagnosa defenitif. 7
CDC guideline merekomendasikan tatalaksana farmakologi selama 9-12 bulan untuk TB SSP dengan 4 regimen obat. Fase inisial dari pengobatan ini dalam 2 bulan pertama terdiri dari INH, Rifampicin (RIF), PZA, dan EMB. Obat tersebut diberikan setiap hari dalam fase pertama, setiap hari dalam 2 minggu dan 2 kali seminggu dalam 6 minggu. Dilanjutkan dengan fase kedua yaitu INH dan RIF selama 7-10 bulan, dan dapat diperpanjang jika pasien mempunyai respon lambat terhadap pengobatan. Ketika pasien dengan tuberkuloma intrakranial menunjukkan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau tanda-tanda neurologis, kortikosteroid dapat ditambahkan dalam pengobatan. 7
Penambahan kortikosteroid kedalam regimen obat menunjukkan hasil yang baik dalam penyembuhan dan ditemukan dapat mencegah tatalaksana operasi. Perkembangan atau penambahan dari lesi TB intrakranial dalam masa pengobatan TB tidak menunjukkan kegagalan dalam tatalaksana, hal tersebut menunjukkan penambahan jangka waktu pengobatan dan penambahan kortikosteroid dosis tinggi kedalam regimen. Ulangi MRI dan CT Scan dengan kontras dalam beberapa bulan untuk mengevaluasi dari lesi. 7
Cek fungsi hati dapat dilakukan karna tingginya efek samping obat-obat anti tuberkulosis terhadap hati. Jika sudah ditemukan peninggian fungsi hati dapat dilakukan penggantian alternatif pada regimen.
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan Tuberkuloma serebri berasal dari penyebaran secara hematogen dari lesi tuberkulosa pada bagian tubuh yang lain terutama paru Gejala klinisnya serupa dengan tumor intrakranial, dengan adanya peningkatan tekanan intrakranial, tanda neurologik fokal, dan kejang epileptik. Simptom sistemik dari tuberkulosis seperti demam, lesu, dan keringat berlebihan, terjadi kurang dari 50% kasus. Diagnosis tuberkuloma serebri meliputi penemuan infeksi sistemik dan laboratorium umum seperti darah lengkap dan kultur. Neuroradiological imaging dengan CT Scan dan MRI (mempunyai sensitifitas yang tinggi tapi mempunya spesifitas yang rendah), radiologi dada, serologis, dan biopsi. Diagnosis pasti tuberkuloma dapat ditemukan dengan operasi dan pemeriksaan histologi. Pengobatannya meliputi dari pengobatan antituberkulosis dan kortikosteroid. Dapat juga dengan excise tuberkuloma dengan teknik bedah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shams, Shahzad. 2011. Intracranial Tuberculoma. Omar Hospital, Jail Road, Lahore: Pakistan. 2. Kumar, Ravindra. 1996. Diagnosis Intracranial Tuberculoma. Lucknow: Department of Neurology King George Medical College. 3. Yanardag, H. S Uygun, V Yumuk, M Caner, B Canbaz. 2005. Cerebral Tuberculosis Mimicking Intracranial Tumour. Singapore Med J 2005; 46(12): 731. 4. Lee WY, KY Pang, CK Wong. 2002. Case Report; Brain Tuberculoma in Hong Kong. HKMJ 2002; 8: 52-6. 5. Mulyono, Djoko, Djoko Iman Santoso. 2007. Tuberkulosis Milier dengan Tuberkuloma Intrakranial Laporan Kasus. PPDS I Ilmu Penyakit Paru. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga: Surabaya. 6. Suslu, Hikmet Turan, Mustafa Bozbuga, Cicek Bayindir. 2010. Central Tuberculoma Mimicking High Grade Glial Tumour. JTN: 21(3): 427-429. 7. Harris, Barry. 2007. Central Nervous System Tuberculosis. Medscape 2007; 3(5):319-325.