Anda di halaman 1dari 42

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah
dalam kasus pidana maupun perdata.Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting
dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.

Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara
yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti
penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtuanya.Identitas seseorang yang dipastikan
bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).


2.2. METODE IDENTIFIKASI
Korban bencana berskala besar diidentifikasi berdasarkan penilaian dari beberapa faktor.
Tingkat kerusakan tubuh, waktu dimana tubuh telah dibiarkan di lokasi bencana dan perubahan
terkaitdengan kondisi tubuh mempengaruhi sifat dan kualitas data post mortem dan penerapan
metode khusus identifikasi.

Metode identifikasi yang digunakan dalam kasus-kasus bencana harus bersifat ilmiah,
dapat diandalkan, dapat diterapkan pada kondisi lapangan dan mampu diimplementasikan dalam
jangka waktu yang sesuai.

Jenis metode identifikasi primer dan yang paling dapat diandalkan,yaitu identifikasi sidik
jari, analisis komparatif gigi dan analisis DNA. Jenis metode identifikasi sekunder meliputi
deskripsi personal,temuan medis serta bukti dan pakaian yang ditemukan pada tubuh. Jenis
identifikasi ini berfungsi untuk mendukung identifikasi dengan cara lain dan biasanya tidak
cukup sebagai satu-satunya alat identifikasi.

Semua metode yang memungkinkan di lapangan seharusnya diterapkan. Identifikasi yang
hanya berdasarkan foto sangat tidak dapat diandalkandan harus dihindari. Identifikasi visual oleh
2

saksi mungkin memberikan indikasi identitas tetapi tidak cukup untuk identifikasi positif dari
korban bencana berskala besar. Dalam hal ini korban sering mengalami trauma yang mendalam
sehingga perbandingan visual adalah hal yang mustahil dan karena relatif dari korban sering
tidak mampu mengatasi tekanan psikologis yang terlibat dalam konfrontasi dengan para korban
meninggal.

Semua data post mortem yang diperoleh dari visum tubuh korban di evaluasi dengan
mengacu pada informasi orang hilang yang diperoleh. Karena tidak mungkin untuk mengetahui
terlebih dahulu data apa yang dapat diperoleh dari tubuh korban dan informasi apa yang dapat
diperoleh untuk tujuan perbandingan di lokasi bencana.Semua informasi yang tersedia (baik AM
dan PM) harus dikumpulkan dan didokumentasikan.

Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan dapat digunakan
sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka
sarana-sarana identifikasi dapat dikelompokkan:
1. Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang
biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik antara lain:
a. Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau sinyalemen tubuh
lainnya.
b. Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti: pakaian, perhiasan, sepatu dan
sebagainya.
c. Pemeriksaan kartu-kartu pengenal seperti KTP,SIM, Karpeg, kartu mahasiswa dan
sebagainya, surat-surat seperti surat tugas/ jalan atau dokumen-dokumen dsb.
d. Pemeriksaan sidik jari dan lain-lain.
2. Sarana identifikasi medis, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang
diselenggarakan penanganannya oleh pihak medis, yaitu apabila pihak polisi penyidik tidak
dapat menggunakan sarana identifikasi konvensional atau kurang memperoleh hasil
identifikasi yang meyakinkan, antara lain:
a. Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik secara medis melalui
pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi. Beberapa ciri yang spesifik, misalnya
cacat bibir sumbing atau celah palatum, bekas luka atau operasi luar (sikatrik atau
keloid), hiperpigmentasi daerah kulit tertentu (toh), tahi lalat, tato, bekas fraktur atau
adanya pin pada bekas operasi tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu dan lain-
3

lain. Beberapa contoh ciri non-spesifik antaralain misalnya tinggi badan, jenis kelamin,
warna kulit, warna serta bentuk rambut dan mata, bentuk-bentuk hidung, bibir dan
sebagainya.
b. Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.
c. Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis, antroposkopi
dan antropometri.
d. Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel, Duffy, HLA dan
sebagainya.
e. Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.

2.3. DASAR DASAR IDENTIFIKASI FORENSIK
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengatur identifikasi jenazah
adalah :
A. Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHP
pasal 133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang di duga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang
diilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.





4

B. Undang-undang Kesehatan Pasal 79
1. Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepada pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam UU No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk
melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
d. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.
e. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
g. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan dengan
tindak pidana di bidang kesehatan.
3. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan menurut UU
No 8 tahun 1981 tentang HAP.

2.4. PROSES DVI
Adapun proses DVI meliputi 5 fase, dimana setiap fasenya mempunyai keterkaitan satu
dengan yang lainnya, yaitu :
a. I nitial Action at the Disaster Site
Merupakan tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian perkara (TKP) bencana.
Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah untuk mengetahui
seberapa luas jangkauan bencana. Sebuah organisasi resmi harus mengasumsikan
komando operasi secara keseluruhan untuk memastikan koordinasi personil dan sumber
daya material yang efektif dalam penanganan bencana. Dalam kebanyakan kasus, polisi
memikul tanggung jawab komando untuk operasi secara keseluruhan. Sebuah tim
pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan petugas polisi) harus sedini
mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi situasi berikut :
Keluasan TKP, pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk area
bencana.
5

Perkiraan jumlah korban.
Keadaan mayat.
Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI.
Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI.
Metode untuk menangani mayat.
Transportasi mayat.
Penyimpanan mayat.
Kerusakan properti yang terjadi.
Pada prinsipnya untuk fase tindakan awal yang dilakukan di situs bencana, ada
tiga langkah utama. Langkah pertama adalah to secure atau untuk mengamankan,
langkah kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan dan langkah ketiga adalah
documentation atau perlabelan.
Pada langkah to secure organisasi yang memimpin komando DVI harus
mengambil langkah untuk mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak.
Langkah langkah tersebut antara lain adalah :
Memblokir pandangan situs bencana untuk orang yang tidak berkepentingan,
misalnya dengan memasang police line.
Menandai gerbang untuk masuk ke lokasi bencana.
Menyediakan jalur akses yang terlihat dan mudah bagi yang berkepentingan.
Menyediakan petugas yang bertanggung jawab untuk mengontrol siapa saja yang
memiliki akses untuk masuk ke lokasi bencana.
Data terkait harus dicatat dan orang yang tidak berwenang harus meninggalkan
area bencana.
Pada langkah to collect organisasi yang memimpin komando DVI harus
mengumpulkan korban korban bencana dan mengumpulkan properti yang terkait
dengan korban yang mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi
korban.
Pada langkah documentation organisasi yang memimpin komando DVI
mendokumentasikan kejadian bencana dengan cara memfoto area bencana dan
korban kemudian memberikan nomor dan label pada korban.
6

Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan maka korban yang sudah diberi nomor
dan label dimasukkan ke dalam kantung mayat untuk kemudian dievakuasi.
b. Collecting Post Mortem Data
Pengumpulan data post mortem atau data yang diperoleh pasca kematian dilakukan
oleh post mortem unit yang diberi wewenang oleh organisasi yang memimpin komando
DVI. Pada fase ini dilakukan berbagai pemeriksaan yang kesemuanya dilakukan untuk
memperoleh dan mencatat data selengkap lengkapnya mengenai korban. Pemeriksaan
dan pencatatan data jenazah yang dilakukan diantaranya meliputi :
Dokumentasi korban dengan mengabdikan foto kondisi jenazah korban.
Pemeriksaan fisik, baik pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam jika
diperlukan.
Pemeriksaan sidik jari.
Pemeriksaan rontgen.
Pemeriksaan odontologi forensik : bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus
tiap orang : tidak ada profil gigi yang identik pada 2 orang yang berbeda.
Pemeriksaan DNA.
Pemeriksaan antropologi forensik : pemeriksaan fisik secara keseluruhan, dari
bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, tatto hingga cacat tubuh dan bekas luka
yang ada di tubuh korban.
.
c. Collecting Ante Mortem Data
Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. Data
ini biasanya diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan
jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup, interpretasi ciri
jenazah (tatto, tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari
korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi
informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi,
misalnya informasi mengenai pakaian terakhir yang dikenakan korban.
d. Reconciliation
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post mortem dengan data ante mortem.
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi menentukan
7

apakah temuan post mortem pada jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban
yang dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan terbukti cocok maka
dikatakan identifikasi positif atau telah tegak. Apabila data yang dibandingkan terbukti
tidak cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post mortem jenazah tetap
disimpan sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem
jenazah.
e. Returning to the Family
Korban yang telah diidentifikasi direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik
terbaik kemudian dikembalikan pada keluarganya untuk dimakamkan. Apabila korban
tidak teridentifikasi maka data post mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan
data ante mortem yang sesuai dengan temuan post mortem jenazah, dan pemakaman
jenazah menjadi tanggung jawab organisasi yang memimpin komando DVI.

2.5. JENIS JENIS METODE IDENTIFIKASI FORENSIK

Jenis metode identifikasi forensic dapat dibagi menjadi metode identifikasi primer dan
metode identifikasi sekunder. Metode identifikasi tradisional yaitu metode visual, dimana
metode ini tidak bisa dianggap sebagai metode terbaik dan rentan dalam ketidaktelitian. Metode
ini digolongkan sebagai metode identifikasi sekunder.



2.5.1. Metode IdentifikasiPrimer









Gambar1.Metode identifikasi primer.
8


2.5.1.1. Sidik jari
a) Definisi
Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang menonjol dari
epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan atau telapak kaki dan jari-jari kaki,
yang juga dikenal sebagai dermal ridges atau dermal papillae, yang terbentuk dari
satu atau lebih alur-alur yang saling berhubungan. Dari bayi pun, kita semua sudah
mempunyai sidik jari yang sangat identik dan tidak dimiliki orang lain. Alur-alur kulit di
ujung jari dan telapak tangan dan kaki mulai tumbuh di ujung jari sejak janin berusia
empat minggu hingga sempurna saat enam bulan di dalam kandungan.

Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas diri seseorang
melalui suatu proses pengamatan dan penelitian sidik jari, yang dipergunakan untuk
berbagai keperluan/kebutuhan, tanda bukti, tanda pengenal ataupun sebagai pengganti
tanda tangan (cap Jempol).

Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.
Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi
ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan
penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik
jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong
plastik.
2
Ada tiga alasan mengapa sidik jari merupakan indikator identitas yang dapat
diandalkan:

Sidik jari unik : Tidak ada kecocokan mutlak antara papiler ridges pada jari dari
dua individu yang berbeda atau pada jari yang berbeda dari orang yang sama.
Sidik jari tidak berubah : papiler ridges terbentuk pada bulan keempat kehamilan
dan tetapi tidak berubah bahkan setelah mati. Sidik jari tumbuh kembali dalam
pola yang sama setelah luka ringan. Luka yang lebih parah mengakibatkan
jaringan parut permanen.
Sidik jari dapat diklasifikasikan : Karena sidik jari dapat diklasifikasikan, maka
dapat diidentifikasi dan didata secara sistematis dan dengan demikian dapat
diperiksa dengan mudah untuk tujuan perbandingan.
9













Detail anatomi ini memperkasar permukaan telapak tangan dan kaki hingga
memperkuat cengkeraman kala memegang atau berjalan. Benda yang dipegang tidak
mudah lepas. Secara resmi, istilah sidik jari digunakan pertama kali oleh Dr. Nehemiah
Grew yang memperkenalkan pada Royal Collage of Physicians, London pada tahun 1684
tentang tanda-tanda penting yang ditemukan di ujung-ujung jari manusia. Setahun
kemudian, Gouard Bidloo membuat buku pertama pola sidik jari lengkap. Pada tahun
1788, JCA Mayer menyatakan bahwa tak ada 2 orang, kembar sekalipun yang memiliki
sidik jari sama persis walaupun masing-masing mempunyai kemiripan individu. Tahun
1823, John E Purkinje dari University of Breslau membuat klasifikasi sidik jari dalam
sembilan golongan utama, walau kemudian Francis Galton berpendapat bahwa hanya ada
3 golongan utama, selebihnya adalah variasi.



b) Sifat sifat Sidik Jari
Biometrik merupakan cabang matematika terapan yang bidang garapnya untuk
mengindentifikasi individu berdasarkan ciri atau pola yang dimiliki oleh individu
tersebut, misalnya bentuk wajah, sidik jari, warna suara, retina mata, dan struktur DNA.
Sidik jari merupakan salah satu pola yang sering digunakan untuk mengindentifikasi
Gambar2.Anatomi kulit: kelenjar ekrin melingkar, yang terletak didermis, memiliki saluran
yang naik melalui lapisan epidermis dan berakhir disepanjang papiladermal. Struktur
papiladermal memberikan polasidik jari yang khas.

10

indentitas seseorang karena polanya yang unik, terbukti cukup akurat, aman, mudah, dan
nyaman bila dibandingkan dengan sistem biometrik yang lainnya. Hal ini dapat dilihat
pada sifat yang dimiliki oleh sidik jari yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat
pada kulit manusia seumur hidup, pola ridge tidaklah bisa menerima warisan, pola ridge
dibentuk embrio, pola ridge tidak pernah berubah dalam hidup, dan hanya setelah
kematian dapat berubah sebagai hasil pembusukan. Dalam hidup, pola ridge hanya
diubah secara kebetulan akibat, luka-luka, kebakaran, penyakit atau penyebab lain yang
tidak wajar. Dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai sidik jari yang
sama, walaupun kedua orang tersebut kembar satu telur.Dalam dunia sains pernah
dikemukakan, jika ada 5 juta orang di bumi, kemungkinan munculnya dua sidik jari
manusia yang sama baru akan terjadi lagi 300 tahun kemudian, atas dasar ini, sidik jari
merupakan sarana yang terpenting khususnya bagi kepolisian didalam mengetahui jati
diri seseorang.

Dibawah ini merupakan sifat-sifat khusus yang dimiliki sidik jari:

Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada kulit
manusia seumur hidup.
Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali mendapatkan
kecelakaan yang serius.
Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang.

c) Macam Macam Sidik Jari
Latent prints (Sidik jari Laten). Walaupun kata laten berarti tersembunya atau tak
tampak, pada penggunaan modern di ilmu forensik istilah sidik laten berarti kemungkinan
adanya atau impressi secara tak sengaja yang ditinggalkan dari alur-alur tonjolan kulit jari
pada sebuah permukaan, tanpa melihat apakah sidik tersebut terlihat atau tak terlihat pada
waktu tersentuh. Teknik memproses secara elektronik, kimiawi, dan fisik dapat
digunakan untuk melihat residu sidik laten yang tak terlihat yang ditimbulkan dari sekresi
kelenjar ekrin yang berada di alur-alur tonjolan kulit (yang memproduksi keringat,
sebum, dan berbagai macam lipid) walaupun impressi tersebut terkontaminasi dengan oli,
darah, cat, tinta, dll.
11

Patent prints (Sidik jari Paten). Sidik ini ialah impressi dari alur-alur tonjolan kulit
dari sumber yang jak jelas yang dapat langsung terlihat mata manusia dan disebabkan
dari transfer materi asing pada kulit jari ke sebuah permukaan. Karena sudah dapat
langsung dilihat sidik ini tidak butuh teknik-teknik enhancement, dan diambil bukan
dengan diangkat, tetapi hanya dengan difoto.
Plastic prints (Sidik jari Plastik). Sidik plastik adalah impressi dari sentuhan alur-alur
tonjolan kulit jari atau telapak yang tersimpan di material yang mempertahankan bentuk
dari alur-alut tersebut secara detail. Contoh umum: pada lilin cair, deposit lemak pada
permukaan mobil. Sidik-sidik seperti ini dapat langsung dilihat, tapi penyidik juga tak
boleh mengenyampingkan kemungkinan bahwa sidik-sidik laten yang tak tampak dari
sekongkolan pelaku mungkin juga terdapat pada permukaan tersebut. Usaha untuk
melihat impressi-impressi non plastik pun harus dilaksanakan.
d) Klasifikasi Sidik Jari
Sebelum komputerisasi menggantikan sistem pendataan manual di operasi-operasi
pemrosesan sidikjari yang besar, klasifikasi sidik jari manual digunakan untuk
mengkatagorikan sidik jari berdasarkan formasi alur-alur tonjolan secara umum (seperti
ada atau tak adanya pola-pola sirkular pada jari-jari), oleh karena itu pendataan dan
pengambilan catatan laporan dalam jumlah besar berdasarkan pola-pola tersebut, yang
terlepas dari pertimbangan nama, tanggal lahir, dan data biografis. Sistem-sistem
klasifikasi sidik jari yang paling populer diantaranya sitem Roscher, sistem Vucetich,
dan sistem Henry. Dari sistem-sistem ini, sistem Roscher dikembangkan di Jerman dan
diaplikasikan di Jerman dan Jepang. Sistem Vucetich dikemkangkan di Argentina dan
diimplementasikan di seluruh Amerika Utara, dan sistem Henry dikembangkan di India
dan diimplementasikan di kebanyakan negara-negara berbahasa Inggris.

Sistem Henry berasal dari pola ridge yang terpusat pola jari tangan, jari kaki,
khusunya telunjuk. Metoda yang klasik dari tinta dan menggulung jari pada suatu kartu
cetakan menghasilkan suatu pola ridge yang unik bagi masing-masing digit
individu.Dalam sistem klasifikasi Henry, terdapat tiga pola dasar sidik jari: Arch
(lengkungan), Loop (uliran), dan Whorl (lingkaran).

Tipe Arch, Pada patern ini kerutan sidik jari muncul dari ujung, kemudian mulai
naik di tengah, dan berakhir di ujung yang lain.
12

Tipe Loop, Pada patern ini kerutan muncul dari sisi jari, kemudian membentuk
sebuah kurva, dan menuju keluar dari sisi yang sama ketika kerutan itu muncul.
Tipe Whorl, Pada patern ini kerutan berbentuk sirkuler yang mengelilingi sebuah
titik pusat dari jari.

Dari ketiga klasifikasi diatas terdapat juga klasifikasi yang lebih kompleks yang
mengikutsertakan pola plain arches (lengkungan sederhana atau tented arches (lekukan
yang seperti tenda) . Pola Loop dapat berarah radial atau ulnar, tergantung arah ekor dari
loop tersebut. Pola Whorl juga dibagi dalam subgrup-subgrup: plain whorl, accidental
whorls, dan central pocket loop.







e) Cara Pengambilan Dan Pemeriksaan Sidik Jari
Dari sembilan metode identifikasi yang dikenal hanya metode penetuan jati diri
dengan sidik jari (daktiloskopi), yang tidak lazim dikerjakan oleh dokter, melainkan
dilakukan oleh pihak kepolisian. Walaupun pemeriksaan sidik jari tidak dilakukan oleh
dokter, dokter masih mempunyai kewajiban yaitu untuk mengambilkan atau mencetak
sidik jari, khususnya sidik jari pada korban yang tewas dan keadaan mayatnya yang telah
membusuk. Teknik pengembangan sidik jari pada jari yang keriput, serta mencopot kulit
ujung jari yang telah mengelupas dan memasangnya pada jari yang sesuai pada jari
pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan sidik jari, merupakan prosedur
standar yang harus diketahui dokter.

Cara pengangkatan sidik jari yang paling sederhana adalah dengan metode
dusting (penaburan bubuk). Biasanya metode ini digunakan pada sidik jari paten / yang
tampak dengan mata telanjang. Sidik jari laten biasanya menempel pada lempeng
aluminium, kertas, atau permukaan kayu. Agar dapat tampak, para ahli dapat
menggunakan zat kimia, seperti lem (sianoakrilat), iodin, perak klorida, dan ninhidrin.
Gambar 4. Pola dasar sidik jari.
13

Lem sianoakrilat digunakan untuk mengidentifikasi sidik jari dengan cara
mengoleskannya pada permukaan benda aluminium yang disimpan di dalam wadah
tertutup, misalnya stoples. Dalam stoples tersebut, ditaruh juga permukaan benda yang
diduga mengandung sidik jari yang telah diolesi minyak. Tutup rapat stoples.
Sianoakrilat bersifat mudah menguap sehingga uapnya akan menempel pada permukaan
benda berminyak yang diduga mengandung sidik jari. Semakin banyak sianoakrilat yang
menempel pada permukaan berminyak, semakin tampaklah sidik jari sehingga dapat
diidentifikasi secara mudah.

Cara lainnya dengan menggunakan iodin. Iodin dikenal sebagai zat pengoksidasi.
Jika dipanaskan, iodin akan menyublim, yaitu berubah wujud dari padat menjadi gas.
Kemudian, gas iodin ini akan bereaksi dengan keringat atau minyak pada sidik jari.
Reaksi kimia ini menghasilkan warna cokelat kekuning-kuningan. Warna yang
dihasilkan tidak bertahan lama sehingga harus segera dipotret agar dapat
didokumentasikan. Zat kimia lain yang biasa digunakan adalah perak nitrat dan larutan
ninhidrin. Jika perak nitrat dicampurkan dengan natrium klorida, akan dihasilkan
natrium nitrat yang larut dan endapan perak klorida. Keringat dari pelaku mengandung
garam dapur (natrium klorida, NaCl) yang dikeluarkan melalui pori-pori kulit. Pada
praktiknya, larutan perak nitrat disemprotkan ke permukaan benda yang diduga tersentuh
pelaku. Setelah 5 menit, permukaan benda akan kering dan perak nitrat pun terlihat.
Lalu, sinar terang atau ultra violet yang disorotkan ke permukaan benda akan membuat
sidik jari yang mengandung perak nitrat terlihat. Seperti halnya iodin, warna yang
dihasilkan tidak bertahan lama sehingga harus segera dipotret agar dapat
didokumentasikan. Ninhidrin merupakan zat kimia yang dapat bereaksi dengan minyak
dan keringat menghasilkan warna ungu. Jika jari pelaku kejahatan mengandung minyak
atau keringat, lalu tertempel pada permukaan benda, sidik jarinya akan terlihat dengan
cara menyemprotkan larutan ninhidrin. Setelah dibiarkan selama 10-20 menit, akan
tampak warna ungu. Proses ini dapat dipercepat dengan memanfaatkan panas
lampu.Metode paling mutakhir yang digunakan untuk mengidentifikasi sidik jari adalah
teknik micro-X-ray fluorescence (MXRF). Teknik ini dikembangkan oleh Christopher
Worley, ilmuwan asal University of California yang bekerja di Los Alamos National
Laboratory. Dibandingkan dengan metode lainnya yang biasa digunakan, teknik MXRF
14

mempunyai beberapa kelebihan. MXRF dapat mengidentifikasi sidik jari yang tidak
dapat diidentifikasi metode lain.

2.5.1.2. Analisis Dental
Forensik Odontologi dapat merupakan suatu penerapan ilmu gigi dalam system
hukum.Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu forensic dentistry dan
odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi
yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara
evaluasi dan presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan.


Ruang lingkup forensik odontologi meliputi :
1. Identifikasi terhadap jenasah korban yang tidak diketahui melalui gigi, rahang dan
tulang-tulang kraniofasial
2. Analisa jejak bekas gigitan
3. Analisa trauma orofasial yang berhubungan dengan kekerasan
4. Dental jurisprudence, termasuk menjadi saksi ahli
Pelayanan dental forensic meliputi baik penyelidikan kematian maupun
kedokteran forensik klinis untuk mengevaluasi korban kekerasan hidup seperti
kekerasan seksual, kekerasan anak, dll.
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan sebagai
berikut:

1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh
lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi
menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi
(dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang
mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila
terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi
manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.
15

6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh
dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih
utuh.

A. Anatomi dan Morfologi Gigi Manusia

a. Anatomi Gigi
Gigi manusia terdiri dari tiga:
Akar gigi, yang berfungsi menopang gigi dan merupakan bagian gigi yang
terletak didalam tulang rahang.
Mahkota gigi yaitu bagian gigi yang berada diatas ginggiva.
Leher gigi, yaitu bagian yang menghubungkan akar gigi dengan mahkota gigi.
b. Struktur Gigi
Badan dari gigi terdiri dari :
1. Email, merupakan jaringan keras yang mengelilingi mahkota gigi dan berfungsi
membentuk struktur luar mahkota gigi dan membuat gigi tahan terhadap tekanan
dan abrasi. Email tersusun dari mineral anorganik terutama kalsium dan fosfor,
zat organic dan air.
2. Dentin, merupakan bagian dalam struktur gigi yang terbanyak dan berwarna
kekuningan. Dentin bersifat lebih keras dari pada tulang tetapi lebih lunak dari
email. Dentin terdiri dari 70 % bahan organic, terutama Kalsium dan fosfor serta
30 % bahan organic dan air.
3. Sementum, merupakan jaringan gigi yang mengalami kalsifikasi dan menutup
akar gigi. Sementum berfungsi sebagai tempat melekatnya jaringan ikat yang
memperkuat akar gigi pada alveolus. Sementum lebih lunak dari dentin dan
terdiri dari 50% bahan organic berupa Kalsium dan Fosfor dan 50% bahan
organic.
4. Pulpa, merupakan jaringan ikat longgar yang menempati bagian ruang tengah
pulpa dan akar gigi. Pada pulpa terkandung pembuluh darah, syaraf, dan sel
pembentuk dentin. Pulpa berisi nutrisi dan berfungsi sebagai sensorik.
16




c. Morfologi gigi.
Menurut masa pertumbuhan gigi manusia terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Gigi susu
Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada umur 6 -9 bulan dan
lengkap pada umur 2 2,5 tahun. Gigi susu terdiri dari 5 gigi pada setiap daerah
rahang masing masing adalah : 2 gigi seri (incicivus),1 gigi taring.
2. Gigi permanen
Gigi permanen berjumlah 28 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1 gigi taring, 2 gigi
premolar, dan 3 gigi molar pada setiap daerah rahang. Gigi permanen
menggantikan gigi susu. Antara umur 6 14 tahun 20 gigi susu diganti gigi
permanen. Gigi molar 1 dan 2 mulai erupsi pada umur 6 12 tahun sedangkan
gigi molar 3 mulai erupsi pada umur 17 21 tahun.

Gambar 5. Struktur gigi.

17

d. Nomenklatur Gigi
8

Nomenklatur yang biasa dipakai adalah :
1. Cara Zsigmondy
Gigi susu
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
Contoh : c bawah kanan : III m2 atas kiri : V
Gigi tetap
8 7 6 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Contoh : P2 atas kanan : 5 I1 bawah kiri : 1
2. Cara Palmer : cara yang paling mudah dan universal untuk dental record
Gigi susu
E D C B A A B C D E
E D C B A A B C D E
Contoh : c bawah kanan : C m2 atas kiri : E
Gigi tetap
8 7 6 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Contoh : P2 atas kanan : 5 I1 bawah kiri : 1

3. Cara Amerika : yaitu dengan menghitung dari atas kiri, ke kanan, ke bawah
kanan, lalu ke bawah kiri.
Gigi Susu (pakai huruf romawi)
X IX VIII VII VI V IV III II I
XI XII XIII XIV XV XVI XVII XVIII XIX XX
Contoh : c bawah kanan : XIII m2 atas kiri : I
Gigi Tetap (pakai angka biasa) :
16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Contoh : P2 atas kanan : 13 I1 bawah kiri : 25
18

4. Cara Aplegate
Kebalikan dari cara Amerika yaitu dengan menghhitung dari atas kanan ke kiri,
kebawah kiri lalu ke bawah kanan
Gigi Susu :
I II III IV V VI VII VIII IX X
XX XIX XVIII XVII XVI XV XIV XIII XII XI
Contoh : c bawah kanan : XVII m2 atas kiri : X
Gigi Tetap :
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17
Contoh : P2 atas kanan : 4 I1 bawah kiri : 24
5. Cara Haderup
Gigi Susu : 0+ +0 Contoh : c bawah kanan : 03- m2 atas kiri : +05
0- - 0
Gigi Tetap : + + Contoh : P2 atas kanan : 5+ I1 bawah kiri : -1
- -
6. System Scandinavian (tidak begitu banyak digunakan)
+ : untuk gigi geligi atas
- : untuk gigi geligi bawah
Contoh : P2 atas kanan : +5 I2 bawah kiri : 2-
7. Cara G. B. Denton
Gigi Susu : b a Contoh : c bawah kanan : c.3 m2 atas kiri : a.5
c d
Gigi Tetap : 2 1 Contoh : P2 atas kanan : 2.5 I1 bawah kiri : 4.1
3 4
8. Cara FID ( Federation Internationale Dentaire )
Gigi Susu : 5 6 Contoh : c bawah kanan : 83 m2 atas kiri : 65
8 7
Gigi Susu : 1 2 Contoh : P2 atas kanan : 15 I1 bawah kiri : 31
4 3
19

B. Identifikasi Dental Perbandingan
Dogma sentral identifikasi dental yaitu bahwa gigi postmortem tetap dapat
dibandingkan dengan dental record antemortem, termasuk catatan tertulis, study casts,
radiografi dll, untuk mengkonfirmasi identitas korban. Seseorang yang sering
melakukan perawatan gigi biasanya lebih mudah diidentifikasi daripada seseorang yang
jarang melakukan perawatan giginya. Pada gigi geligi tidak hanya dapat
memperlihatkan perawatan yang melekat atau tertinggal pada gigi korban sebagai
sesuatu yang unik dan mudah dikenali, juga dapat bertahan selama postmortem bahkan
dapat menyebabkan perubahan atau kerusakan pada jaringan tubuh yang lainnya.
9
Biasanya, tubuh manusia yang ditemukan dan dilaporkan kepada polisi yang
kemudian akan meminta pemeriksaan identifikasi dental. Biasanya terdapat benda
pengenal pada korban (misalnya dompet atau izin mengemudi) pada tubuh korban dan
pada benda ini mungkin terdapat catatan antemortem korban. Pada kasus lain, lokasi
geografis dimana tubuh korban ditemukan atau karakter fisik lain maupun bukti-bukti
tak langsung mungkin dapat membantu dalam membuat identitas diduga, biasanya
dengan menggunakan data dari data orang hilang. Dental record antemortem kemudian
dapat diperoleh dari data seorang dokter gigi.

Seorang dokter gigi forensic membuat dental record postmortem dengan
menyusun dan menuliskan gambaran struktur maupun gambaran radiologis dental yang
didapatkan. Jika catatan dental record antemortem tersedia pada saat itu, gambaran
radiografis harus dilakukan untuk membuat replikasi tipe dan sudutnya.

Setelah dental record postmortem telah lengkap, dapat dilakukan perbandingan
antara kedua catatan tersebut, postmortem dan antemortem. Diperlukan pemeriksaan
perbandingan yang sistematis dan metodik, dengan memeriksa setiap gigi dan struktur
di sekitarnya. Walapun ditemukannya suatu bentuk restorasi gigi merupakan point
identifikasi yang penting, banyak bagian oral lain yang dapat dinilai. Semakin banyak
data ciri-ciri oral yang ditemukan semakin berarti data yang dikumpulkan khususnya
pada kasus dengan restorasi gigi minimal. Dengan semakin menurunnya kasus karies
gigi, maka kasus non-restorasi akan semakin sering ditemukan.



20























Gambar 7. Contoh perbandingan radiografi dental postmortem dan antemortem untuk
menentukan identitas. Pola, bentuk dan ukuran perawatan gigi tampak dalam satu gambar
radiografi (record) yang kemudian dibandingkan dengan sifat dan karakteristik yang serupa pada
gambar radiografi lainnya. Pada kasus diatas, tampak bahwa kedua foto tersebut berasal dari
orang yang sama, menandakan identifikasi positif.


Persamaan dan perbedaan yang didapatkan dari kedua dental record (postmortem
dan antemortem) harus dicatat. Ada dua jenis perbedaan, yaitu perbedaan yang dapat
dijelaskan dan perbedaan yang tidak dapat dijelaskan. Perbedaan yang dapat dijelaskan
Gambar 6. Contoh catatan dental postmortem
m.
9

21

biasanya berhubungan dengan waktu diantara dental record antemortem dan
postmortem misalnya terdapat ekstraksi gigi atau restorasi gigi. Perbedaan yang tidak
dapat dijelaskan, misalnya pada antemortem record tidak terdapat gigi sedangkan pada
postmortem record terdapat gigi.

Beberapa kategori yang disarankan digunakan dalam menentukan hasil investigasi
identifikasi odontology forensik. American Board of Forensic Odontology
merekomendasikannya dalam 4 kesimpulan hasil, antara lain:

1. Positif I dentification (identifikasi posistif : jika dental record antemortem dan
postmortem memiliki kesesuaian untuk dapat diputuskan bahwa kedua data
tersebut berasal dari orang yang sama. Sebagai tambahan tidak terdapat perbedaan
yang tidak dapat dijelaskan.
2. Possible I dentification (kemungkinan identifikasi): jika pada dental record
antemortem dan postmortem memiliki bagian-bagian yang sesuai namun karena
kualitas keadaan sisa-sisa tubuh postmortem atau bukti antemortem sehingga tidak
memungkinkan mengambil keputusan identitas adalah positif.
3. I nsufficient Evidence (barang bukti kurang) : jika data-data yang didapatkan
tidak mencukupi untuk menjadi dasar dalam mengambil keputusan.
4. Exclusion (pengecualian): data antemortem dan postmortem jelas tidak sama.

C. Profil Dental Postmortem
Jika dental record antemortem tidak tersedia dan medote identifikasi lain tidak
dapat dilakukan, kedoteran gigi forensic dapat membantu mengurangi jumlah
kemungkinan populasi untuk mengidentifikasi jenasah. Metode ini dikenal sebagai
profil dental postmortem. Informasi yang didapatkan dari metode ini dapat membantu
dalam memfokuskan pencarian dental record antemortem. Dengan profil dental
postmortem dapat membantu dalam menemukan informasi mengenai umur, latar
belakang keturunan, jenis kelamin dan status ekonomi. Pada beberapa kasus, metode ini
dapat memberikan informasi tambahan mengenai pekerjaan, kebiasaan konsumsi
makanan, perilaku sehari-hari bahkan penyakit gigi maupun penyakit sistemik.

Dengan profil dental postmortem dapat membantu mengenali jenis kelamin
maupun latar belakang individu. Pada dasarnya, dari bentuk tengkorak, seorang dokter
22

gigi forensic dapat membedakan ras dalam tiga kelompok besar yaitu: Kaukasoid,
Mongoloid dan Negroid. Ciri tambahan pada gigi seperti tonjolan Carabelli, shovel-
shape incisor, dan multicusped premolar juga dapat membantu dalam membedakan ras.
Penentuan jenis kelamin biasanya dilakukan dengan melihat tampilan tengkorak, karena
jenis kelamin tidak memberikan bentuk morfologi ggi yang khas. Pemeriksaan
mikroskopi gigi dapat membantu mengenali jenis kelamin dengan melihat ada atau
tidak kromatin Y serta dengan pemeriksaan DNA.

Struktur gigi dapat memberikan informasi umur seseorang. Umur pada anak
(termasuk fetus dan neonatus) dapat ditentukan dengan analisa perkembangan gigi dan
membandingkannya dengan table perkembangan gigi geligi. Kesimpulan biasanya
akurat hingga sekitar 1,5 tahun. Tabel perbandingan yang biasa digunakan adalah table
Ubelaker, yang mengilustrasikan perkembangan gigi geligi dari umur 5 bulan antenatal
hingga umur 35 tahun. Oleh karena itu, table ini memperlihatkan gambaran susunan gigi
dari gigi susu, campuran gigi susu dan permanen, hingga susunan gigi permanen. Gigi
molar ketiga digunakan oleh beberapa ahli gigi forensik yang menandakan usia dewasa
muda. Terdapatnya tanda penyakit periodontal, pemakaian berlebihan, multiple
restoration, ekastraksi, dapat memberikan informasi usia yang lebih tua. Beberapa ahli
gigi forensic menggunakan pemeriksaan rasemisasi asam aspartat, metode SEM-EDXA
(pemeriksaan dentin untuk menentukan umur). Beberapa penelitian terbaru di Amerika
Serikat menggunakan panjang akar gigi dalam menentukan usia pada anak.
Didapatkan erosi pada gigi mengarahkan pada penggunaan alkohol atau
penyalahgunaan zat sedangkan noda pada gigi mengarahkan pada kebiasaan merokok,
pengunaan tetrasiklin atau kebiasaan mengunyah sirih. Kualitas, kuantitas serta ada
tidaknya perawatan dental memberikan informasi status ekonomi atau kemungkinan
negara tempat tinggalnya. Jika profil dental postmortem tidak dapat menunjukkan
kemungkinan identitas jenazah maka dibutuhkan rekonstruksi tampilan individu saat
hidup dengan bantuan profil dental.




23

D. Penentuan Umur Berdasarkan Pemeriksaan Gigi
Penentuan Umur pada anak :
a. Pendekatan Atlas (Morfologi)
Teknik ini menggunakan gambaran radiografi gigi dimana dapat dilihat perbedaan
tingkat mineralisasi pada setiap gigi. Dibandingkan mineralisasi tulang, proses
mineralisasi gigi kurang dipengaruhi oleh keadaan nutrisi dan status endokrin,
sehingga memberikan informasi yang lebih akurat dalam menentukan umur.
1) Tables Schour and Massler. Table Schour dan Massler merupakan pendekatan
atlas yang klasik. Schour dan Massler menggambarkan 20 urutan perkembangan
gigi dimulai sejak usia 4 bulan kelahiran hingga usia 21 tahun. Dilakukan
perbandingan perkembangan gigi seseorang dengan tabel hingga dapat
menentukan estimasi usia.
2) Moorrees et all, membuat tabel berdasarkan maturasi gigi permanen dalam 14
tingkat dimulai sejak awal pembentukan penonjolan gigi hingga penutupan
apeks sempurna, dan dibuat tabel berbeda untuk pria dan wanita.
3) Anderson et all, melanjutkan tabel Moorrees et all hingga gigi molar ketiga.
b. Sistem Skor
Demirjian et all menyederhanakan estimasi kronologi perkembangan gigi dalam 8
tingkat (A-H), dan membatasinya untuk 7 gigi pertama mandibula kiri. Tabel
perkembangan gigi Demirjian et all ini dibuat berbeda untuk anak laki-laki dan
perempuan. Untuk menentukan usia seorang anak kedelapan skor tersebut
dijumlahkan untuk mendapatkan kronologi usia.



Gambar 8. Tabel presentasi
perkembangan gigi oleh Demirjian et all.





Penentuan umur pada orang dewasa :
24


a. Teknik Morfologi
1) Metode Gustaffson
Penentuan umur berdasarkan table Gustaffson pada umumnya bermanfaat selama
gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk memperkirakan umur seseorang
setelah masa itu digunakan 6 metode, antara lain :
1. Atrisi
Penggunaan gigi setiap hari membuat gigi mengalami keausan yang sesuai
dengan bertambahnya usia.
2. Sekunder dentin
Sejalan dengan adanya atrisi, maka di dalam ruang pulpa akan dibentuk
sekunder dentin untuk melindungi gigi, sehingga semakin bertambah usia maka
sekunder dentin akan semakin tebal.
3. Ginggiva attachment
Pertambahan usia juga ditandai dengan besarnya jarak antara perlekatan
gusi dan gigi.
4. Pembentukan foramen apikalis
Semakin lanjut usia, semakin kecil juga foramen apikalis.
5. Transparansi akar gigi
Semakin tua usia seseorang maka akar giginya semakin bening, hal ini
dipengaruhi oleh mineralisasi yang terjadi selama kehidupan.
6. Sekunder sement
Ketebalan semen sangat berhubungan dengan usia. Dengan bertambahnya usia
ketebalan sement pada ujung akar gigi juga semakin bertambah.
Setiap parameter diatas diberi skala berbeda (dari 1-3) dan dengan menjumlahkan
keenam parameter tersebut didapatkan perkiraan kronologi usia.
b. Teknik Radiografi
1) Kvaal et all mengembangkan teknologi untuk menentukan perkiraan umur menilai
ukuran pulpa gigi dari gambaran radiografi periapical dari tipe gigi : insisivus
sentral dan lateral maksila, kaninus, dan premolar pertama. Perkiraan umur
berdasarkan jenis kelamin dan perhitungan beberapa ratio panjang dan lebar pulpa
25

untuk mengimbangi pembesaran dan angulasi dari gambar gigi yang asli dengan
gambaran radiografi.
2) Kvaal and Solheim juga mempresentasikan metode yang mengkombinasikan
teknik morfologi dan radiografi untuk menentukan perkiraan umur. Berdasarkan
gigi yang diukur, beberapa parameter yang dinilai : translusensi apical dalam mm
(T), retraksi ligamentum periodontal dalam mm (P), panjang pulpa yang diukur
dari gambar radiografi (PL), panjang akar gigi yang diukur dari permukaan mesial
gambar radiologi (RL), lebar pulpa pada daerah cementoenal junction pada
gambar radiografi (PWC), lebar akar pada daerah cementoenal junctionpada
gambar radiografi (RWC), lebar pulpa pada daerah pertengahan akar (RWM),
lebar akar pada daerah pertengahan akar (RWM).
c. Metode Asam Aspartat
Hapusan asam aspartat telah digunakan untuk menentukan usia berdasarkan pada
terdapatnya bahan tersebut pada dentin manusia. Komponen protein terbanyak pada
tubuh manusia berbentuk L-amino Acid, D-amino acid yang ditemukan pada tulang,
gigi, otak dan lensa mata. D-amino acid dipercaya mempunyai proses metabolisme yang
lambat dan tiap bagiannya mempunyai laju pemecahan yang lebih lambat dan
mempunyai ratio dekomposisi yang lebih lambat juga. Asam aspartat mempunyai
kemampuan penghapusan paling tinggi dari semua asam amino.
Pada 1976 Helfman dan Bada menggunakan informasi ini untuk mempelajari
perkiraan umur dengan membandingkan rasio D-Laspartat acid dengan 20 subyek
dengan hasil bagus (r = 0,979) rasio yang tinggi pada D/L rasio banyak ditemukan pada
usia muda dan menurun akibat pertambahan usia dan perubahan lingkungan.
Pada tahun 1990 Ritz et al. melaporkan adanya asam aspartat pada dentin untuk
menentukan usia pada orang yang telah meninggal, berdasarkan hal tersebut metode ini
dapat menyediakan informasi yang lebih akurat tentang penentuan usia dibandingkan
dengan parameter yang lain.
Untuk penentuan usia digunakan persamaan linier sebagai berikut :
Ln (1 + D/L) / (1 D/L) = 2k (aspartat)t + konstanta
K : first order kinetic t : actual age
26

Gigi yang digunakan dalam kasus ini adalah gigi seri tengah bagian bawah dan
premolar pertama. Mereka menemukan perkiraan umur yang lebih baik dari fraksi total
asam amino dengan membagi menjadi fraksi kolagen yang tidak larut dan fraksi
peptide. Dibandingkan dengan total asam amino, fraksi kolagen yang tidak larut dan
fraksi peptide yang terlarut, mempunyai konsentrasi glutamine dan asam aspartat yang
lebih tinggi.


E. Peranan Forensik Odontologi Dalam menangani bencana Massal
Kematian yang tidak wajar atau tidak terduga, atau dalam kondisi bencana massal,
kerusakan fisik yang direncanakan, dan keterlambatan dalam penemuan jenazah, bisa
mengganggu identifikasi. Dalam kondisi inilah forensik odontologi diperlukan
walaupun tubuh korban sudah tidak dikenali lagi.

Identifikasi dalam kematian penting dilakukan, karena menyangkut masalah
kemanusiaan dan hukum. Masalah kemanusian menyangkut hak bagi yang meninggal,
dan adanya kepentingan untuk menentukan pemakaman berdasarkan agama dan
permintaan keluarga. Mengenai masalah hukum, seseorang yang tidak teridentifiksi
karena hilang, tidak dipersoalkan lagi apabila telah mencapai 7 tahun atau lebih. Dengan
demikian surat wasiat, asuransi, masalah pekerjaan dan hukum yang perlu diselesaikan,
serta masalah status pernikahan menjadi tidak berlaku lagi. Sebelum sebab kematian
ditemukan atau pemeriksa medis berhasil menentukan jenazah yang sulit diidentifikasi,
harus diingat bahwa kegagalan menemukan rekaman gigi dapat mengakibatkan
hambatan dalam identifikasi dan menghilangkan semua harapan keluarga, sehingga
sangat diperlukan rekaman gigi setiap orang sebelum dia meninggal.


F. Identifikasi Forensik Odontologi
Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk
membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat membantu untuk
membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat identitas
korban.


27

1. Penentuan Usia
Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun. Identifikasi melalui
pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang lebih baik daripada pemeriksaan
antropologi lainnya pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan gigi desidua diawali
pada minggu ke 6 intra uteri. Mineralisasi gigi dimulai saat 12 16 minggu dan
berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat merangsang stress metabolik
yang mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan sel ini akan mengakibatkan
garis tipis yang memisahkan enamel dan dentin di sebut sebagai neonatal line.
Neonatal line ini akan tetap ada walaupun seluruh enamel dan dentin telah dibentuk.
Ketika ditemukan mayat bayi, dan ditemukan garis ini menunjukkan bahwa mayat
sudah pernah dilahirkan sebelumnya. Pembentukan enamel dan dentin ini umumnya
secara kasar berdasarkan teori dapat digunakan dengan melihat ketebalan dari
struktur di atas neonatal line. Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan
penyerapan kalsium, dimulai dari gigi molar pertama dan dilanjutkan sampai akar
dan gigi molar kedua yang menjadi lengkap pada usia 14 16 tahun. Ini bukan
referensi standar yang dapat digunakan untuk menentukan umur, penentuan secara
klinis dan radiografi juga dapat digunakan untuk penentuan perkembangan gigi.


Gambar 9. Gambaran X-ray gigi pada seorang anak.

28

Gambar diatas memperlihatkan gambaran panoramic X ray pada anak :
1. Gambaran yang menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan
perkembangan pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar
gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh secara utuh).
2. Dibandingkan dengan diagram yang diambil dari Schour dan Massler pada
gambar (b) menunjukkan pertumbuhan gigi pada anak usia 9 tahun.
Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari perkembangan gigi molar
tiga yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah melebihi usia 22 tahun, terjadi
degenerasi dan perubahan pada gigi melalui terjadinya proses patologis yang lambat
dan hal seperti ini dapat digunakan untuk aplikasi forensik.

2. Penentuan Jenis Kelamin
Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin. Gigi geligi
menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya. Anderson mencatat
bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm,
sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA
dari gigi untuk membedakan jenis kelamin.

3. Penentuan Ras
Gambaran gigi untuk Ras Mongoloid adalah sebagai berikut:

1. Shovel-shaped insisivus. Insisivus pada maksilasecara nyata menunjukkan
bentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras kaukasoid dan 12
% ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti sekop walaupun tidak
terlalu jelas.
2. Dens evaginatus. Tuberkel asecoris pada permukaan oklusal premolar bawah
pada 1-4% ras mongoloid.
3. Akar distal tambahan pada molar pertama mandibula ditemukan pada 20%
mongoloid dan hanya 1% pada kaukasoid..
4. Lengkungan palatum berbentuk elips dengan dasar yang lebih datar.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus.



29

Gambaran gigi untuk Ras Kaukasoid adalah sebagai berikut:
1. Cusp Carabelli, yakni berupa tonjolan tambahan pada permukaan mesiolingual yang
hamper selalu ditemukan pada gigi molar pertama permanen maksilaris dan pada
gigi susu molar kedua mandibularis.
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol.

Gambar 10. Mesiolingual cusps of Carabelli pada gigi molar pertama
atas dari seorang ras Caucasoid.


Gambaran gigi untuk Ras Negroid adalah sebagai berikut:
1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan pada
permukaan lingual.
2. Sering terdapat open bite.
3. Palatum lebar, hiperbolik, dengan dasar palatum sempit.
4. Sering didapatkan maloklusi klas III
5. Palatum berbentuk lebar.
6. Protrusi bimaksila, tulang alveolar maksila dan mandibula menonjol dengan gigi seri
miring ke arah labium ras mongoloid dan non-Anglo Caucasoid juga dapat
memperlihatkan hal tersebut namun lebih sering ditemukan pada populasi negroid.
7. Sekitar 20 persen orang ras negroid sudah tidak menunjukkan cirri tersebut karena
telah terjadi perkawinan silang ras.
30

8. Tuberkulum intermedium, terdapat penonjolan tambahan diantara distolingual dan
mesiolingual pada gigi molar pertama.

2.5.1.3. Analisis DNA

Tergantung pada karakteristik khusus dari sebuah insiden, pendekatan prosedur
dentifikasi kan berbeda. Dalam banyak kasus penyelidikan gigi atau sidik jari akan cukup
memadai. Dalam kasus lain dengan, dengan keadaan yang sangat membusuk atau ada banyak
potongan tubuh, analisis dan perbandingan DNA mungkin metode terbaik untuk digunakan.
Dalam keadaan seperti itu, DNA mungkin menjadi sarana utama untuk mendapatkan identifikasi
yang dapat diandalkan. Keputusan apakah analisis DNA akan dilakukan diambil oleh kepala Tim
Identifikasi Korban dalam konsultasi dengan laboratorium forensik yang tepat.

Teknik-teknik identifikasi genetika memberikan suatu perangkat diagnostik yang sangat
kuat dalam kedokteran forensik dan dapat secara sukses diterapkan pada identifikasi korban-
korban bencana. Data genetika dari seseorang selalu sama pada seluruh sel-sel tubuhnya dan
akan tetap konstan bahkan setelah meninggal. Analisis dari sebuah sampel biologis akan
memungkinkannya mengaitkan seseorang dengan nenek/kakek moyang dengan keturunannya
dan data dari analisis-analisis ini dapat dengan mudah dikomputerisasikan.

Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bentuk
yang berbeda dari struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi/modifikasi pada suatu lokus
yang speifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan bersifat
polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga memberikan
keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dari orang lain.

Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara lain
ialah sistem golongan darah, golongan protein serum, system golonngan eritrosit,d dan system
HLA (Human Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan suatu polimorfisme pada
tingkat yang lebih awal dibandingkanpolimorfisme protein, yaitu pada tingkat kode genetic atau
DNA.

31

Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan polimorfisme
DNA menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA menunjukkan tingkat
polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan pemeriksaan terhadap banyak
system. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan protein, membuat pemeriksaan DNA
dimungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mumifikasi atau bahkan pada
jenazah yang tinggal kerangka saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh sel
tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Keempat,
dengan ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya masih
mungkin untuk dianalisis.

I. Definisi
Asam deoksi-ribonukleat (Deoxyribonucleic Acid = DNA), yang biasanya dimaksud
the blueprint of life membawa informasi geneetik yang dibutuhkan oleh suatu organisme
untuk berfungsi. Struktur DNA adalah untaian ganda (double helix), yaitu dua untai bahan
genetik yang membentuk spiral satu sama lain. Setiap untaian terdiri dari satu deretan basa
(juga disebut nukleotida), yang terdiri dari 3 grup bahan kimia yang berbeda: basa, gula
(deoxyribose), dan fosfat. Basa dimaksud adalah salah satu dari keempat senyawa kimiawi
berikut: Adenin, Guanin, Cytosine dan Thymine.

Struktur kimiawi DNA dari setiap orang adalah sama, yang berbeda hanyalah
urutan/susunan dari pasangan basa yang membentuk DNA tersebut. Ada jutaan pasangan
basa yang terkandung dalam DNA setiap orang, di mana urutan/susunan basa-basa tersebut
berbeda untuk setiap orang. Berdasarkan perbedaan urutan/susunan basa-basa dalam DNA
tersebut, setiap orang dapat diidentifikasi. Namun demikian, karena ada jutaan pasangan
basa, pekerjaan tersebut akan membutuhkan waktu yang lama. Sebagai penggantinya, para
ahli dapat menggunakan metode yang lebih pendek, yaitu berdasarkan adanya pola
pengulangan urutan/deretan basa dalam DNA setiap orang.
II. Pengambilan Sampel
a) Ante Mortem Sampel
Diperhitungkan risiko untuk informasi palsu pilihan sampel maka referensi DNA
Ante Mortem harus:
32

Kerabat dekat pertama, jika mungkin lebih dari satu. DNA profil dari tingkat
pertama kerabat akan selalu memberikan informasi yang memadai untuk
pencocokan. Dalam kebanyakan kasus itu juga akan mungkin untuk menemukan
dan mengambil sampel dari lebih dari satu relatif. Donor yang cocok tercantum
dalam urutan preferensi di bawah ini:
Monozigot/kembar identik.
Ibu dan ayah biologis darikorban.
Ibu biologis atau ayah biologis dari korban dan jika mungkin saudara
kandung.
Anak-anak biologisdan pasangankorban.
Saudara kandung darikorban(beberapa)
Sampel yang biasa dipilih adalah apusan mukosa bukal dan tetes darah yang
diambil dari ujung jari
Darah atau biopsy sampel dari korban potensial.
Lain situasi yang ideal, DNA sampel referensi diperoleh dari sampel yang
diambil untuk pemeriksaan medis atau analisis yang sama sebelum kematian
almarhumdan disimpan dalam bio-bank atau lainnya bio-medis sumber DNA
(seperti rumah sakit, unitpatologi,danayah dan darah laboratorium transfusi).
Pribadi benda-benda yang telah digunakan oleh almarhum.
Hal ini juga mungkin untuk mendapatkan sampel referensi dari benda-benda
yang telah digunakan oleh almarhum.Contoh barang-barang yang dimungkinkan
untuk mengekstrak DNA: pisau cukur, gelas, sikat gigi, sisir, lipstik, deodorant
rol, cangkir dan gelas yang digunakan, punting rokok, helm dan topi, headphone,
kacamata, perhiasan, dan jam tangan.
b) Post Mortem Sampel
Tingkat keberhasilan untuk sidik DNA tergantung pada seberapa cepat sampel
diperoleh dan dipelihara. Selama pengumpulan sampel, ahli genetika forensik atau
patologi dengan pengetahuan dasar tentang genetika forensic harus hadir untuk
33

memberikan bimbingan untuk koleksi DNA sampel. Tergantung pada kondisi korps,
berbagai jenis jaringan dikumpulkan:
Keadaan Tubuh Rekomendasi Sampel
Lengkap, mayat belum
membusuk
Darah (pada kertas FTA atau apusan) dan apusan
mukosa ukal
Termutilasi, mayat belum
memusuk
Jika memungkinkan: darah dan jaringan otot dalam.
Lengkap, mayat sudah
membusuk atau termutilasi

Sampel daritulang kompak panjang(bagian 4-6cm,
bagian jendela,tanpa pemisahanshaft)
Atau.
Gigi sehat(sebaiknyamolar)
Atau.
Setiaptulanglain yang tersediajika mungkin;
sebaiknyatulangkortikal denganjaringan padat)
Mayat yang terbakar hebat Semua sampelyang tercantum di atasdan gigi yang
impaksi atau akargigijika ada
atau
Apusan darikandung kemih
Tabel 2. Pemilihan sampel berdasarkan keadaan mayat.

III. Pemeriksaan Polimorfisme DNA
Ada banyak yang jumlah sampel yang bisa diterima untuk pemeriksaan profil
DNA. Prosedur pastinya termasuk pengumpulan sampel, penyimpanan sampel, dan
ekstraksi DNA dari beragam sampel.

Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA
Fingerprint),VNTR (Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP
(RestrictionFragment Length Polymorphisms), secara Southern Blot maupun dengan
PCR (Polymerase Chain Reaction).
34

a) Variable Number TandemRepeats (VNTR)
Setiap untaian DNA mempunyai bagian yang membawa informasi genetik yang
menginformasikan pertumbuhan suatu organisme, bagian ini disebut exons , dan
bagian yang tidak membawa informasi genetik, yang disebut introns . Namun
demikian, introns bukanlah sesuatu yang tidak berguna, telah ditemukan bahwa
introns mengandung deretan pasangan basa terulang. Deretan ini disebut
Variable Number TandemRepeats (VNTR) yang dapat tersusun dari dua-puluh
hingga seratus pasangan basa.
Setiap manusia mempunyai beberapa VNTR. Untuk menentukan apakah
seseorang mempunyai VNTR khusus, dibuat suatu southern blot, kemudian
southern blot tersebut di-probe-kan, selanjutnya melalui reaksi hibridisasi dengan
suatu versi radioaktif dari VNTR yang dipertanyakan. Pola yang dihasilkan dari
proses ini dianggap sebagai sidik jari DNA.
VNTRs seseorang berasal dari informasi genetik yang diwariskan oleh kedua
orang tuanya (ibu dan bapak). Dia dapat memiliki VNTR yang diwariskan dari
bapaknya atau dari ibunya, atau kombinasi dari keduanya, tetapi mustahil tidak ada
dari keduanya.
Southern Blot adalah salah satu cara untuk menganalisis pola-pola genetik yang
muncul dalam DNA seseorang. Tahapan-tahapan pekerjaan Southern Blot,
meliputi:
1. Isolasi DNA, yang dipermasalahkan yang berasal dari sisa-sisa bahan sel di
dalam inti sel. Pekerjaan ini dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan
menggunakan detergent khusus untuk mencuci bahan ekstra dari DNA, atau
secara mekanis, dengan menerapkan tekanan tinggi untuk melepaskan DNA
dari bahan-bahan sel lainnya.
2. Pemotongan DNA menjadi beberapa potongan dengan ukuran yang berbeda.
Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih enzim
pemotong (restriction enzymes).
3. Penyortiran potongan DNA berdasarkan ukurannnya. Suatu proses di mana
dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran atau fraksinasi ukuran dengan
menggunakan cara yang disebut elektroforesis gel (gel electrophoresis). DNA
35

dimasukkan ke dalam gel (seperti agarose), dan muatan listrik diterapkan pada
gel tersebut, dengan muatan positif pada dasar wadah gel, dan muatan negatif
pada puncak wadah. Karena DNA bermuatan negatif, maka potongan DNA
akan tertarik ke arah dasar gel. Namun demikian, potongan-potongan kecil dari
DNA akan dapat bergerak lebih cepat, dan karenanya berada lebih jauh dari
dasar dibandingkan dengan potongan-potongan yang lebih besar. Berdasarkan
prinsip di atas, potongan DNA dengan ukuran yang berbeda akan terpisah,
potongan yang lebih kecil lebih dekat ke dasar, dan potongan yang lebih besar
lebih dekat ke puncak.
4. Denaturasi DNA, agar semua DNA berubah menjadi untai tunggal. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara pemanasan atau dengan perlakukan kimiawi
terhadap DNA yang terdapat di dalam gel.
5. Blotting DNA. Gel dengan DNA yang sudah terfraksinasi berdasarkan
ukurannya diterapkan pada lembaran kertas nitrosellulosa sehingga DNA
tersebut dapat melekat secara tetap pada lembaran tersebut. Lembaran ini
disebut Southern blot). Sekarang southern blot sudah siap dianalisis. Untuk
menganalisis suatu southern blot digunakan suatu probe genetik radioaktif
yang akan melakukan reaksi hibridisasi dengan DNA yang dipertanyakan. Jika
suatu sinar-X dikenakan pada southern blot setelah probe-radioaktif
dibiarkan berikatan dengan DNA yang telah terdenaturasi pada kertas, hanya
area di mana probe radioaktif berikatan yang terlihat pada film. Keadaan ini
yang memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi DNA seseorang dari
kejadian dan frekwensi pemunculan pola genetik khusus yang terkandung pada
probe.
b) Restriction Fragment Length Polymorphisms (RFLP)
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphisms
(RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang
fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim
restriksi memunyai kemampuan untuk memotong DNA pada suatu urutan basa
tertentu sehingga akan menghasilkan potongan-otongan DNA tertentu. Adanya
mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat
36

dipotong menjadi tak dapat dipotong sehigga terbentuk fragmen DNA yang lebih
panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar meted analisis RFLP.

VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungghnya adalah salah satu jenis RFLP,
karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemootongan dengan enzim rstriksi.
Metode pemeriksaan RFLP dapa dilakukan dengan metode Southern blot tetapi
dapat juga dengan metode PCR.

c) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk
memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim
polymerase DNA. Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara
2030 kali siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap
bekerjanya PCR dalam satu siklus:

1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu
tinggi, 9496 C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi
berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama
(sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini
menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat ("patokan") bagi
primer. Durasi tahap ini 12 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat
yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 4560 C.
Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak
terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap
ini 12 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis
DNA polimerase (ditunjukkan oleh P pada gambar) yang dipakai. Dengan Taq-
polimerase, proses ini biasanya dilakukan pada suhu 76 C. Durasi tahap ini
biasanya 1 menit.
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan
renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer
37

lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang
dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi
secara eksponensial.
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi biomolekular, identifikasi personal
dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme, seperti golongan
darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya dimungkinkan
dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh pembusukan.
Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu pasti
bukan atau mungkin.

Penemuan sidik DNA yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan
eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan
pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti
sidik jari.
2.5.2. Metode Identifikasi Sekunder
Identifikasi meliputi deskripsi pribadi, temuan medis serta bukti dan pakaian yang
ditemukan pada tubuh. Ini berarti identifikasi berfungsi untuk mendukung identifikasi dengan
cara lain dan biasanya tidak cukup sebagai satu-satunya alat identifikasi.
Kategori ini mencakup semua efek yang ditemukan pada tubuh korban (misalnya
perhiasan, barang dari pakaian, dokumen identifikasi pribadi, dll). Item terukir pada perhiasan
dapat memberikan petunjuk penting mengenai identitas korban. Penting untuk dipertimbangkan,
bagaimanapun, bahwa item tertentu mungkin tidak benar-benar bukti milik tubuh tertentu
(misalnya surat-surat identitas dapat dilakukan oleh orang yang berbeda, barang perhiasan atau
pakaian mungkin telah dipinjamkan sengaja untuk individu lain, selama pengambilan, item
mungkin tidak sengaja telah ditempatkan dalam satu kantong mayat). Produk perhiasan memiliki
nilai identifikasi yang lebih tinggi jika merekat terpasang kuat ketubuh korban (misalnya
tindikan).

38


Gambar 12. Metode identifiksi sekunder.


1. Deskripsi pribadi/temuan medis
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus.Data umum meliputi tinggi badan,
berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto, tahi lalat,
jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya.
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga
ketepatan nya cukup tinggi.Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan
metode identifikasi ini.Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.

Pria Wanita
Panggul Lebih kecil dari bahu Lebih lebar dari bahu
Posture Besar Kecil
Payudara Jarang berkembang Berkembang
Jakun Menonjol Tidak menonjol
Striae Tidak ada Ada, payudara dan bokong
Rambut pubis Tebal, tumbuh melebar -
pusar
Lurus, hanya di mons
veneris
39

Rambut Ada di wajah, dada Tidak ada
Kelamin dalam Testis, prostate, vesikula
seminalis
Ovarium,tuba fallopi,
vagina
Tengkorak Lebih besar, berat dan
tebal
Lebih kecil, ringan dan
tipis
Proporsi perut Lebih kecil Lebih besar
Paha Bentuk silinder Bentuk kerucut
Tabel 3. Perbedaan umur jenis kelamin pria dan wanita.

Metode ini hanya dapat dilakukan bila keadaan tubuh, terutama wajah korban masih
dalam keadaan baik dan belum terjadi pembusukan yang lanjut. Metode ini dilakukan dengan
memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau
temannya.Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih
mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang.Hal ini perlu
diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk
membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
2. Metode kepemilikan, seperti pakaian, perhiasan, dokumen.
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang kebetulan
ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali
jenazah tersebut.Perlu diingat pada kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau
dompet yang berada dekat jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau
nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota ABRI,
identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang
dipakainya.






40

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Identifikasi dalam bidang forensik dilakukan untuk membantu penyidik dalam melakukan
penetapan identitas seseorang. Dalam proses identifikasi diperlukan dua aspek, yaitu aspek
pengumpulan data ante mortem naupun post mortem dan aspek komparasi antara kedua
data tersebut. Data yang digunakan untuk menentukan identitas jenazah meliputi data
identifikasi primer (sidik jari, odontologi, DNA) dan data identifikasi sekunder (pakaian,
perhiasan, kartu identitas, foto, data medis, dll).
2. DVI adalah sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal
secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu kepada standar baku interpol.
Terdapat 5 fase dalam prosedur DVI yaitu TKP, pengumpulan informasi post mortem,
pengumpulan informasi ante mortem, dan debriefing. Seseorang positif teridentifikasi
apabila memenuhi salah satu identifikasi primer dan atau didukung dengan minimal dua dari
identifikasi sekunder.
3. Metode identifikasi primer menggunakan foto gigi atau rekam gigi dan sampel DNA dari
seluruh jenazah sehingga bila ada keluarga yang melakukan tes tersebut, tim DVI siap
melakukannya. Identifikasi sekunder menggunakan properti yang menempel pada tubuh
korban.











41

LAMPIRAN






























42

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir, amri. 2013. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi II. Medan : FK USU
2. Asep M. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Penanggulangan Bencana.
Bandung : Fokus Media ; 2007
3. Eddy S. DVI in Indonesia an Overview. DVI Workshop, Bandung ; 2006
4. Idries AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara
5. Interpol. Disaster Victim Identification Guide, terjemahan Musaddeq, Buku Pedoman
Identifikasi Korban Bencana Massal. 2006
6. Slamet P, Peter S, Yosephine L, Agus M. Pedoman Penatalaksanaan Identifikasi Korban
Mati pada Bencana Massal. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan
KepolisNegara Republik Indonesia ; 2004

Anda mungkin juga menyukai