Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN


Appendisitis adalah peradangan dari appendix vemicularis dan
merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan.
Appendisitis dapat terjadi pada semua umur. Pada anak sering terjadi pada sekitar
usia 6 10 tahun, jarang dilaporkan pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
Insiden tertinggi pada usia 20 30 tahun, terjadi pada laki laki dan perempuan
sama banyak.
Di amerika serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi
52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1975 1991. Terdapat 15 30%
(30 45% pada wanita) gambaran histopatologi yang normal pada hasil
appendektomi. Keadaan ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi,
konsekuensi beban sosial ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja dan
produktivitas.
Appendiks yang juga disebut sebagai umbai cacing, istilah usus buntu
yang dikenal dimasyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu
sebenarnya sekum dan bukan appendiks. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini
sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.










2




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1. ANATOMI APPENDIKS
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, membentuk
produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira kira 10 cm (kisaran
3 15 cm) dengan diameter 0,5 1 cm, dan berpangkal di caeccum. Lumennya
sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Basis appendiks terletak
pada posteromedial caeccum, dibawah katup ileocaecal. Ketiga taenia caeccum
bertemu pada basis appendiks.
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesentrium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Appendikularis (cabang a.ileocolica). orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocaecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak
yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi
kecil.
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal, menutup caecum dan apendiks. Lapisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh
darah dan lymphe. Anatara mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.
Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang
disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum
(inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh
3

pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia
anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu
ke 8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan
postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang
akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan
menyempit kearah ujungnnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungannya. Pada kasus
selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang
kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis
ditentukan oleh letak apendiks.









Gambar 1. Anatomi Appendicitis

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.
Mesenterika superior dan a. Apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n. Torakalis x. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus. Perdarahan apendiks berasal dari a. Apendikularis yang
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.
4


2.2. FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari. Lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Immunoglobulin
skretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin
ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfe disni kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran
cerna diseluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah
lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan
kemudia berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan
lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit.

2.3. DEFINISI
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebaranya
dapat dibatasi oleh omentum dan usus usus dan peritoneum sekitarnya sehingga
membentuk massa (appendicaeal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk
pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih
karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.

2.4. ETIOLOGI
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi appendiks. Penyebab lainnya adalah
hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan rontgen, diet rendah
serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada appendiks. Post appendisitis juga
dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.
5

Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi.
Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan
apendisitis ganggrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus appendisitis
gangrenous dengan rupture.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E Histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisitis akut.

2.5. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen,.
Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi
sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH2O. Manusia
merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi
perforasi.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi
bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan
6

semakin iskemik karena terjadi thrombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks).
Pada saat inilah terjadi apensitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24 36 jam, tetapi
waktu tersebut dapat berbeda beda setiap pasien karena ditentukan banyak
faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang.
Infiltrate apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam 24 48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
7

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisisr ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi belum cukup kuat
menahan tahanan atau regangan dalam cavum abdominalis. Oleh karena itu
penderita harus benar benar istirahat (bedrest)
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
sebagai eksaserbasi akut.
2.6. MANIFESTASI KLINIS
Apendisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut
biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2 12 jam nyeri beralih kekuadran kanan,
yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsangan peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titip McBurney.
Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapit erdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadi perforasi. Bila terdapat
8

perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk.
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindungi saekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau
nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di pelvis, bisa meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang ulang. Jika
apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi
kencing, karena rangsangan dindingnya.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosa sehingga tidak
ditangai pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak
tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak
sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan
timbul muntah muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargi. Karena gejala
yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80
90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat
didiagnosa setelah perfgorasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah
nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan adalah pada kehamilan
trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut
sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga kelihan tidak
dirasakan diperut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
Gambaran klinis apendisitis akut
- Tanda awal
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan
anoreksia.
9

- Nyeri pindah kekanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik McBurney
- Nyeri tekan
- Nyeri lepas
- Defans muskular
- Nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
- Nyeri kanan bawah bila di tekan disebelah kiri dilepaskan (blumberg)
- Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,
batu, mengedan.


2.7. PEMERIKSAAN
2.7.1. PEMERIKSAAN FISIK
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 38,5oC. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat
perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1oC
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Apendisitis infiltrat
atau adanya abses apendikular terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda rovsing. Pada
apendistis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
Jika sudah terdapat abses yaitu bila ada omentum atau usus lain
yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri
pada fossa iliaka kanan selama 3 4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk
pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed
10

dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks
intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (rectal toucher) sebagai
massa yang hangat.
Peristalsis usus sering normal. Peristalsis dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnopsis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok
dubur pada anak tidak dianjurkan.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan
yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan m.psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif.
Bila apendiksa yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi
sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendistis pelvika akan
menimbulkan nyeri.
Dasar anatomi dari tes psoas adalah apendiks yang mengalami
peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan
manuver (pemeriksaan) tes obturator. Nyeri pada rotasi keadalam secara
pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksaan menggerakkan tungkai
bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut
(tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam. Dasar anatomi dari
tes obturator adalah peradangan apendiks dipelvis yang kontak dengan
otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.
2.7.2. PEMERIKSAAN PENUNJUANG
Pemeriksaan laboratorium
Pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada
apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis
11

perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis.
Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri. Pada pemeriksaan urin,
sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal
bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.
Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesis atau
pemeriksaan fisik meragukan. Tanda tanda peritonitis kuadran kanan
bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ileal atau caecal ileus
( gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum ).
Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih
dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran
kanan bawah seperti inflammatory bowel disease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckels, endometriosis dan pelvic inflamatory disease (PID)
dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibandingkan
USG. Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi
(diameter lebih dari 6 cm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat
inflamasi pada periapendik.
Pemeriksaan barium enema dan colonoscopy merupakan
pemeriksaan awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma
kolon. Tetapi untuk apendistis akut pemeriksaan barium enema merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan ruptur apendiks.
2.8. DIAGNOSIS
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abses apendikuler. Penegakkan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma sekum
penyakit crohn, amuboma dam lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga
12

disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, entritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti kehamilan ektopik terganggu (KET), adneksitis dan
kista ovarium terpuntir. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas.
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan
colon in loop dan benzidin test. Pada anak anak tumor caecum yang sering
adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya
antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan
atau tanpa muntah dan waktu serangat yang dapat timbul panas badan,
leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran
lateral bawah kanan, kadang kadang teraba massa.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
a. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuandran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan
a. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh
tidak tinggi lagi
b. Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan.
c. Laboratorium hitung leukosit dan hitung jenis normal.
2.9. PENATALAKSANAAN
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks dilindungi oleh
omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan bangunan ini dan
jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan rintangan sehinggaq
13

penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam
massa perleketan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena
massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vaskular, sehingga membuat operasi
berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase.
Massa apendiks terjadi bila tterjadi apendisitis gangrenosa atau
mikroperfgorasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periapendikular yang dindingnya belum sempurna, dapat terjadi
penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum, jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas
disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja.
Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik
sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah
tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita
boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2 -3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu
dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik baiknya mengingat penyulit infeksi luka
lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
14


Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih
lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan
sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan ataupun tanpa peritonitis umum
Terapi sementara untuk 8 -12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik
atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periapendikular infiltrat:
1. Total bedres posisi fawler agar pus terkumpul di kavum doglas.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotik parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu
sekitar 6 8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah
terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah
6 8 minggu kemudian.
Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses. Dapat dipertimbangkan
membatalkan tindakan bedah.
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi
biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi
perforasi maka harus dipertimbangkan apendiktomi. Batas dari massa hendaknya
diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke 5 7 massa mulai
mengecil dan terlokalisisr. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah
terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral
dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapau secara
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
15

ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks
dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat
menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100cc/hari, drainase dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci setiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai
minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita
di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang
- LED
- Jumlah leukosit
- Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila:
1. Anamnesis : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
(diukur rektal dan aksiler)
b. Tanda tanda apendisitis sudah tidak terdapat
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada
tetapi kecil di banding semula
d. Laboratorium : LED kurang dari 20, dan leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat
a. LED telah menurun kurang dari 40
b. Tidak terdapat leukositosis
c. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa
- Apakah penderita sudah bed rest total
- Pemberian makanan penderita
- Pemakaian antibiotik penderita
- Kemungkinan penyebab lain.
16

Bila dalam 8 12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak
ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periapendikular
yang fixed. Ini berarti sudah terjadi abses dan terapi dalam drainase.

2.10. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, pada apendiks yang
telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda tanda terjadinya suatu perforasi adalah
- Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh
- Suhu tubuh naik tinggi sekali
- Nadi semakin cepat
- Defance muskular yang menyeluruh
- Bising usus berkurang
- Perut distended
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1. Pelvic abscess
2. Subphrenic absess
3. Intraperitoneal abses lokal
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen. Dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.








17


BAB III
KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradaangan yang terjadi pada appendiks vermiformis
dan bukan peradangan usus buntu. Apendik atau sering disebut sebagai umbai
cacaing adalah organ tambahan pada usus buntu. Fungsi apendiks adalah sebagai
organ immunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin.
Apendisitis ada 2 macam, yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronis.
Yang mendasari terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran
apendiks. Selain penyebab diatas apendisitis ini pada umumnya karena infeksi
bakteri atau kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.Coli
dan streptococus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah
ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E.Histolytica.
Ada beberapa hal penting dalam gejala apendisitis, yaitu nyeri, muntah
dan mual, suhu tubuh meningkat, nadi cepat, rasa sakit hilang timbul, diare dan
konstipasi, tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan, perut
kembung, hasil leukosit meningkat. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang
nafsu makan, penderita tampak sakit, menghindarkan pergerakan.
Pemeriksaan apendisitis dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik yaitu
inspeksi, palpasi, pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan colok
dubur. Selain pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan penunjang
laboratorium radiologi.
Kesalahan diagnosa lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki
laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama masih muda
sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Bila dari hasil diagnosis
positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera dilakukan
apendiktomi. Pembedahan segera dilakukan, untuk mencegah terjadinya ruptur
(pecah), terbentuknya abses atau peradangan pada selaput rongga perut
(peritonitis). Setelah dilakukan pembedahan, harus diberikan antibiotik selama 7
10 hari.
18

Pada komplikasi apendiks yang pecah biasanya menyebabkan perforasi,
peritonitis, septikemia. Pada wanita terjadi penyumbatan saluran indung telur
yang bisa menyebabkan kemandulans erta terjadi pieloflebitis dan abses hati tapi
jarang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai