Anda di halaman 1dari 14

1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dalam makalah ini, penyusun
menyajikan pembahasan tentang Evident Based Medicine. Pada kesempatan ini
saya ucapkan terimakasih kepada DR.dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes yang telah
membimbing saya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masi jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan laporan ini. Akhirnya penyusun mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dan memberikan saran dalam penyelesaian
makalah ini.


Medan, Oktober 2014


Penyusun





2

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan....................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 4
2.1.Definisi .................................................................................... 3
2.2. Tujuan EBM ........................................................................... 4
2.3. Langkah langkah EBM ....................................................... 6
BAB 3 KESIMPULAN......................................................................... 11
3.1. Kesimpulan ............................................................................. 11









3

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Semakin berkembangnya zaman, sistem pendidikan dokter di seluruh
dunia juga semakin berkembang. Demikian pula sistem pendidikan dokter di
Indonesia. Dulu proses pendidikan kedokteran di Indonesia cenderung masih
tradisional dan sangat mengandalkan kuliah yang berpusat pada dosen, yang
cenderung menekankan pada transfer pengetahuan, bukan pada pemfasilitasan
pembelajaran. Proses pendidikan kedokteran yang seperti itu sudah tidak cocok
dengan tuntutan keadaan saat ini. Untuk saat ini, didalam pendidikannya, dokter
sangat harus dididik dan dituntut untuk belajar secara mandiri yang berkonsep
pada konsep dasar belajar berbasis bukti ilmiah (evidence based medicine), yang
bertujuan agar mahasiswa kedepannya dapat benar benar siap dan mampu untuk
menjadi seorang dokter yang dapat membantu pasien sesuai dengan yang
diharapkan.
Bukan hanya didalam sistem pendidikan saja, demikian juga dengan
berkembangnya teknologi informatika yang dapat dilihat dari semakin pesatnya
perkembangan bioinformatika dan teknologi informasi yang mempunyai
kontribusi besar pada munculnya era ledakan informasi ilmiah yang secara
mendasar merubah cara dokter mendefinisikan, mendiagnosis, memberikan terapi,
dan mencegah penyakit. Semakin pesatnya perkembangan informasi tentang cara
melakukan praktik kedokteran dan perubahan informasi juga sangat membantu
dokter didalam mencari dan mengambil informasi catatan-catatan medis
elektronik melalui internet. Dari semuanya tersebut, tujuan utama dari seorang
dokter adalah mengobati pasien sampai pasien benar-benar sembuh. Oleh karena
itu, maka berkembanglah seni kedokteran yang sangat diperlukan dalam praktik
kedokteran yang berbasis ilmiah atau yang sering disebut dengan Evidence Based
Medicine.

4

1.2 Tujuan
a. Mampu menjelaskan definisi dari evident based medicine
b. Mampu menjelaskan tujuan Evident Based Medicine
c. Mampu menjelaskan langkah-langkah dalam Evident Based Medicine
d. Mampu menjelaskan aspek-aspek yang terdapat dalam Evident Based
Medicine.















5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang
didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan
penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM memadukan antara
kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling
dapat dipercaya.
2
Pengertian lain dari evidence based medicine (EBM) adalah proses yang
digunakan secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-review, dan
memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.
Jadi secara lebih rincinya lagi, EBM merupakan keterpaduan antara (1) bukti-
bukti ilmiah, yang berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence);
dengan (2) keahlian klinis (clinical expertise) dan (3) nilai-nilai yang ada pada
masyarakat (patientvalues).
Adapun accountable aspek ilmiah adalah mensurvey secara langsung tentang
suatu permasalahan dengan penelitian untuk mendapatkan dasar yang valid dan
dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya adalah :
1. Melalui evidence based medicine kita mengadakan survei tentang keluhan
sejumlah penderita.
2. Melalui evidence based medicine kita mengadakan survei tentang kelainan
fisik sejumlah penderita penyakit tertentu.
3. Selain mensurvei keluhan dan kelainan fisik penderita, melaui evidence
based medicine kita juga dapat mensurvei hasil terapinya.
Penerapan evidence based medicine dalam pembelajaran mahasiswa
diantaranya adalah
6

1. Dalam menyusun dan memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan
dengan masalah
2. Menelusuri informasi ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi
3. Menelaah terhadap bukti-bukti ilmiah yang didapat
4. Penerapan hasil-hasil penelaah bukti-bukti ilmiah tadi yang sudah
dipercaya ke dalam praktek pengambilan keputusan . Kemudian
pengevaluasian terhadap efficacy dan effectiveness
Beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan :
1. Bahwa informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam
text-book) sudah sangat tidak akurat pada saat ini. Beberapa justru sering
keliru dan menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obat yang
disampaikan oleh duta-duta farmasi/cfete//er), tidak efektif (misalnya
continuing medical education yang bersifat didaktik), atau bisa saja terlalu
banyak sehingga justru sering membingungkan (misalnya jurnal-jurnal
biomedik/ kedokteran yang saat ini berjumlah lebih dari 25.000 jenis).
2. Dalam pendidikannya, dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang
maka kemampuan/ketrampilan untuk mendiagnosis dan menetapkan
bentuk terapi (clinical judgement) juga meningkat. Namun pada saat yang
bersamaan, kemampuan ilmiah (akibat terbatasnya informasi yang dapat
diakses) serta kinerja klinik (akibat hanya mengandalkan pengalaman,
yang sering tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah) menurun
secara signifikan.
3. Meningkatkan kinerja mahasiswa dalam mencari dan mengidentifikasi
literatur klinis terbaik untuk menyelesaikan masalah.
2.2 Tujuan EBM
EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih
baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien,
7

dengan cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai-
nilai pasien
5
Dua strategi digunakan untuk merealisasi tujuan EBM. Pertama, EBM
mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis bukti terbaik,
yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar. Metodologi yang
benar diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode kuantitatif
epidemiologi. Pengambilan keputusan klinis yang didukung oleh bukti ilmiah
yang kuat memberikan hasil yang lebih bisa diandalkan.
6

Kedua, EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis
berorientasi penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-centered
medical care).
6

EBM bertujuan meletakkan kembali pasien sebagai principal atau pusat
pelayanan medis. EBM mengembalikan fokus perhatian bahwa tujuan
sesungguhnya pelayanan medis adalah untuk membantu pasien hidup lebih
panjang, lebih sehat, lebih produktif, dengan kehidupan yang bebas dari gejala
ketidaknyamanan. Implikasi dari re-orientasi praktik kedokteran tersebut, bukti-
bukti yang dicari dalam EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit
(Disease-Oriented Evidence, DOE), melainkan bukti yang berorientasi pasien
(Patient-Oriented Evidence that Matters, POEM).
8

Di samping itu, paradigma EBM mengingatkan kembali pentingnya
hubungan antara pasien sebagai principal dan dokter sebagai agent yang
dibutuhkan untuk penyembuhan. Healing requires relationshipsrelationships
which lead to trust, hope, and a sense of being known.
6

Praktik klinis EBM memberdayakan klinisi sehingga klinisi memiliki
pandangan yang independen dalam membuat keputusan klinis, dan bersikap kritis
terhadap klaim dan kontroversi di bidang kedokteran.
3
Praktik EBM menuntut dokter untuk mengambil keputusan medis bersama
pasien (shared decision making), dengan memperhatikan preferensi, keprihatinan,
nilai-nilai, ekspektasi, dan keunikan biologis individu pasien. Sistem nilai pasien
meliputi pertimbangan biaya, keyakinan agama dan moral pasien, dan otonomi
pasien, dalam menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya.
1

8

2.3 Langkah langkah EBM
Tabel 1 Lima langkah Evidence-Based Medicine
4

Langkah 1 Rumuskan pertanyaan klinis tentang
pasien, terdiri atas empat komponen:
Patient, Intervention, Comparison,
dan Outcome
Langkah 2 Temukan bukti-bukti yang bisa
menjawab pertanyaan itu. Salah satu
sumber database yang efisien untuk
mencapai tujuan itu adalah PubMed
Clinical Queries.
Langkah 3 Lakukan penilaian kritis apakah
bukti-bukti benar (valid), penting
(importance), dan dapat diterapkan di
tempat praktik (applicability)
Langkah 4 Terapkan bukti-bukti kepada pasien.
Integrasikan hasil penilaian kritis
dengan keterampilan klinis dokter,
dan situasi unik biologi, nilai-nilai
dan harapan pasien
Langkah 5 Lakukan evaluasi dan perbaiki
efektivitas dan efisiensi dalam
menerapkan keempat langkah
tersebut


Langkah 1: Merumuskan pertanyaan klinis
BACKGROUND QUESTIONS. Ketika seorang dokter memberikan pelayanan
medis kepada pasien hampir selalu timbul pertanyaan di dalam benaknya tentang
9

diagnosis, kausa, prognosis, maupun terapi yang akan diberikan kepada pasien.
Sebagian dari pertanyaan itu cukup sederhana atau merupakan pertanyaan rutin
yang mudah dijawab, disebut pertanyaan latar belakang (background
questions).
5

FOREGROUND QUESTIONS. Banyak pertanyaan klinis lainnya yang sulit
dijawab, yang tidak memadai untuk dijawab hanya berdasarkan pengalaman,
membaca buku teks, atau mengikuti seminar. Pertanyaan yang sulit dijawab
disebut pertanyaan latar depan (foreground questions).
5

Langkah 2: Mencari Bukti
Setelah merumuskan pertanyaan klinis secara terstruktur, langkah berikutnya
adalah mencari bukti-bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut. Bukti adalah
hasil dari pengamatan dan eksperimentasi sistematis . Jadi pendekatan berbasis
bukti sangat mengandalkan riset, yaitu data yang dikumpulkan secara sistematis
dan dianalisis dengan kuat setelah perencanaan riset.
9
Langkah 3: Menilai Kritis Bukti
penilaian kritis kualitas bukti dari artikel riset meliputi penilaian tentang validitas
(validity), kepentingan (importance), dan kemampuan penerapan (applicability)
bukti-bukti klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi, prognosis, pencegahan,
kerugian, yang akan digunakan untuk pelayanan medis individu pasien, disingkat
VIA.
a. Validity
Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung dari cara
peneliti memilih subjek/ sampel pasien penelitian, cara mengukur variabel, dan
mengendalikan pengaruh faktor ketiga yang disebut faktor perancu (confounding
factor).


10

b. Importance
Suatu tes diagnostik dipandang penting jika mampu mendiskriminasi
(membedakan) pasien yang sakit dan orang yang tidak sakit dengan cukup
substansial, sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran akurasi tes diagnostik,
khususnya Likelihood Ratio (LR). Suatu intervensi medis yang mampu secara
substantif dan konsisten mengurangi risiko terjadinya hasil buruk (bad outcome),
atau meningkatkan probabilitas terjadinya hasil baik (good outcome), merupakan
intervensi yang penting dan berguna untuk diberikan kepada pasien
c. Applicability
Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika bisa diterapkan
pada pasien di tempat praktik klinis. Efikasi (efficacy) adalah bukti tentang
kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara klinis maupun
statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang sangat terkontrol.
Langkah 4: Menerapkan Bukti
Langkah EBM diawali dengan merumuskan pertanyaan klinis dengan struktur
PICO, diakhiri dengan penerapan bukti intervensi yang memperhatikan aspek
PICO patient, intervention, comparison, dan outcome. Selain itu, penerapan
bukti intervensi perlu mempertimbangkan kelayakan (feasibility) penerapan bukti
di lingkungan praktik klinis.
a. Patient
Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang pasien sebelum menerapkan intervensi:
1. Apakah pasien yang digunakan dalam penelitian memiliki karakteristik yang
sama dengan pasien di tempat praktik?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan maupun
kebutuhan sesungguhnya (real need) pasien?
3. Bagaimana dampak psikologis-sosial-kutural pada pasien sebelumnya dalam
menggunakan intervensi?

11

b. Intervention
Tiga pertanyaan perlu dijawab terkait intervensi sebelum diberikan kepada pasien:
1. Apakah intervensi memiliki bukti efektivitas yang valid?
2. Apakah intervensi memberikan perbaikan klinis yang signifikan?
3. Apakah intervensi memberikan hasil yang konsisten?

c. Comparison
Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang aspek perbandingan untuk menerapkan
bukti:
1. Apakah terdapat kesesuaian antara pembanding/ alternatif yang
digunakan oleh peneliti dan pembanding/ alternatif yang dihadapi klinisi
pada pasien di tempat praktik?
2. Apakah manfaat intervensi lebih besar daripada mudarat yang
diakibatnya?
3. Apakah terdapat alternatif intervensi lainnya?

d. Outcome
Tiga pertanyaan perlu dijawab bertalian dengan hasil:
1. Apakah hasil intervensi yang diharapkan pasien?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan sesungguhnya (real need) pasien?
3. Apakah pasien memandang manfaat dari intervensi lebih penting
daripada kerugian yang diakibatkannya?

Langkah 5: Mengevaluasi Kinerja Penerapan EBM

Kinerja penerapan EBM perlu dievaluasi, terdiri atas tiga kegiatan sebagai
berikut. Pertama, mengevaluasi efisiensi penerapan langkah-langkah EBM.
Penerapan EBM belum berhasil jika klinisi membutuhkan waktu terlalu lama
untuk mendapatkan bukti yang dibutuhkan, atau klinisi mendapat bukti dalam
waktu cukup singkat tetapi dengan kualitas bukti yang tidak memenuhi VIA
12

(kebenaran, kepentingan, dan kemampuan penerapan bukti). Kedua contoh
tersebut menunjukkan inefisiensi implementasi EBM.
Kedua, melakukan audit keberhasilan dalam menggunakan bukti terbaik
sebagai dasar praktik klinis. Audit klinis adalah a quality improvement process
that seeks to improve patient care and outcomes through systematic review of care
against explicit criteria and the implementation of change". Dalam audit klinis
dilakukan kajian (disebut audit) pelayanan yang telah diberikan, untuk dievaluasi
apakah terdapat kesesuaian antara pelayanan yang sedang/ telah diberikan (being
done) dengan kriteria yang sudah ditetapkan dan harus dilakukan (should be
done). Jika belum/ tidak dilakukan, maka audit klinis memberikan saran kerangka
kerja yang dibutuhkan agar bisa dilakukan upaya perbaikan pelayanan pasien dan
perbaikan klinis pasien. Ketiga, mengidentifikasi area riset di masa mendatang.
Kendala dalam penerapan EBM merupakan masalah penelitian untuk perbaikan
implementasi EBM di masa mendatang.
10












13

BAB III
KESIMPULAN
1. Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang
didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan
kesehatan penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM
memadukan antara kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti
ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya
2. EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih
baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi
pasien, dengan cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan
klinis, dan nilai-nilai pasien












14

DAFTAR PUSTAKA
1. Sackett DL, Haynes RB, Guyatt GH, Tugwell P (1991). Clinical
epidemiology: A basic science for clinical medicine. Boston: Little,
Brown, and Company.
2. Sackett DL, Rosenberg WM (1995). The need for evidence-based
medicine. J R Soc Med;88:620-624
3. Sackett DL, Rosenberg WM, Gray JA, Haynes RB, Richardson WS
(1996). "Evidence based medicine: what it is and what it isn't". BMJ 312
(7023): 712.
4. Sackett DL (1997). Evidence-based medicine. Seminars in Perinatology.
21 (1): 3-5
5. Sackett DL, Straus SE, Richardson WS, Rosenberg WM, Haynes B
(2000). Evidence based medicine: how to practice and teach EBM. (2nd
ed.) Toronto: Churchill Livingstone.
6. Scott IA (1009). Analysis: Errors in clinical reasoning: causes and
remedial strategies. BMJ 338:doi:10.1136/bmj.b1860
7. Shaughnessy AF, Slawson DC (1997). POEMs: Patient-Oriented Evidence
That Matters. Annals of Internal Medicine, 126 ( 8): 667
8. Smith CA, Hay PPJ, MacPherson H (2010). Acupuncture for depression.
Cochrane Database of Systematic Reviews 2010, Issue 1. Art. No.:
CD004046. DOI: 10.1002/14651858. CD004046.pub3
9. Straus SE, Richardson WS, Glasziou P, Haynes RB (2005). Evidence-
based medicine: how to practice and teach EBM. Edisi ketiga. Edinburgh:
Churchill Livingstone.
10. Zakowski L Seibert CS, VanEyck S (2004). Evidence-based medicine:
Answering questions of diagnosis. Clinical Medicine & Research, 2 (1) :
63 -69

Anda mungkin juga menyukai